Makalah 3 HAM

25
Makalah MO - HAM Seorang Pasien yang Menolak Pengobatan Kelompok 6 Fildzah Dini Safitri 030.06.092 Primanda Andyastuty 030.07.204 Birri Ifkar 030.08.061 Boby Abdul Rahman 030.08.062 Chairunnisa 030.08.067 Cherlie Marsya 030.08.068 Christopher I Simatupang 030.08.069 Dedeh Asliah 030.08.073 Stephanie M Ciwendro 030.08.232 Suryo Nugroho Suhardi 030.08.235 Syahreza Manefo 030.08.236 Timothea Stephanie

description

makalah

Transcript of Makalah 3 HAM

Page 1: Makalah 3 HAM

Makalah MO - HAM

Seorang Pasien yang Menolak Pengobatan

Kelompok 6

Fildzah Dini Safitri 030.06.092

Primanda Andyastuty 030.07.204

Birri Ifkar 030.08.061

Boby Abdul Rahman 030.08.062

Chairunnisa 030.08.067

Cherlie Marsya 030.08.068

Christopher I Simatupang 030.08.069

Dedeh Asliah 030.08.073

Stephanie M Ciwendro 030.08.232

Suryo Nugroho Suhardi 030.08.235

Syahreza Manefo 030.08.236

Timothea Stephanie 030.08.241

Tri Mustikawati 030.08.242

Tri Novia Maulani 030.08.243

Tri Wahyuningsih 030.08.244

Valdila Arcie Gayatri 030.08.247

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Page 2: Makalah 3 HAM

Jakarta, 20 Juli 2011

BAB I

PENDAHULUAN

Pasien dalam menerima pelayanan praktik kedokteran mempunyai hak mendapatkan

penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis yang akan diterimanya (undang-undang no. 29

tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 52).

Dokter atau dokter gigi dalam memberikan pelayanan tindakan kedokteran atau

kedokteran gigi terlebih dahulu harus memberikan penjelasan kepada pasien tentang tindakan

kedokteran yang akan dilakukan dan memdapat persetujuan pasien (PERMENKES

No.1419/MENKES/PER/2005/tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi pasal

17).

Pasien berhak menolak tindakan yang dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri

pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang

jelas tentang penyakitnya.

Pemberian obat-obatan juga harus dengan persetujuan pasien dan bila pasien meminta

untuk dihentikan pengobatan, maka terapi harus dihentikan kecuali dengan penghentian terapi

akan mengakibatkan keadaan gawat darurat atau kehilangan nyawa pasien.

Page 3: Makalah 3 HAM

BAB II

LAPORAN KASUS

Skenario 1

Ny. S , 35 tahun, datang berobat ke sebuah klinik bedah dengan keluhan utama tidak

dapat buang air kecil. Setiap kali ingin BAK, perlu ditolong dengan menggunakan kateter.

Setelah dilakukan pemeriksaan lengkap, termasuk dengan kolonoskopi, ditemukan adanya tumor

pada daerah kolon yang mendesak vasika urinaria sehingga menyebabkan kesulitan BAK.

Dokter menganjurkan untuk dilakukan tindakan pembedahan pengangkatan tumor mengingat

tumornya belum seberapa besar. Ny.S dan keluarganya setuju saran dokter dan menandatangani

informed consent.

Skenario 2

Saat pembedahan dilakukan, dokter menemukan banyak terjadi perlengketan dan ternyata

karsinoma primernya ada pada ovarium kiri. Dihadapkan pada kenyataan yang ada pada saat itu

dan kondisi pasien yg tampak melemah, dokter segera memutuskan untuk melakukan reseksi

kolon dan mengangkat ovariumnya tanpa konsultasi dulu dengan dokter obgyn.

Setelah operasi, kondisi pasien tampak membaik dan dokter segera memberikan

kemoterapi serta penyinaran. Akibat efek samping kemoterapi dan penyinaran itu, Ny.S

merasakan penderitaan yang luar biasa, tidak bisa makan karena sangat mual dan nyeri yang

kadang-kadang hampir tidak tertahankan.

Ny.S, akhirnya mengambil keputusan untuk menolak terapi apapun dan memilih tinggal

dirumah bersama keluarganya. Ia menyadari bahwa penyakitnya tidak bisa diobati dan hidupnya

tidak lama lagi.

Page 4: Makalah 3 HAM

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Anamnesis

I. Identitas Pasien :

Nama : Ny.S

Usia : 35 tahun

Pekerjaan : -

Status : Menikah

II. Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan Utama : Tidak dapat buang air kecil

Apakah ada keluhan lain ?

III. Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah mempunyai gejala seperti ini sebelumnya?

Apakah ada keluarga yang mengalami hal yang sama?

IV. Riwayat Pengobatan, ditanyakan:

Apakah sudah mendapatkan pengobatan sebelumnya?

V. Riwayat Kehamilan

Apakah sudah memiliki anak? Berapa orang?

Begaimana kehamilannya?

Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum

Page 5: Makalah 3 HAM

2. Kesadaran

3. Tanda Vital

4. Tekanan Darah

5. Nadi

6. Frekuensi napas

7. Suhu

Permasalahan

Skenario 1

1. Tidak dapat buang air kecil.

2. Ditemukan tumor di kolon yg mendesak vesika urinaria.

3. Dokter menganjurkan pembedahan.

Skenario 2

1. Kesalahan diagnosis.

2. Pengambilan keputusan tanpa diketahui oleh pasien dan konsultasi terlebih dahulu oleh

dokter spesialis obgyn.

3. Efek samping dari kemoterapi dan penyinaran yang diberikan menyebabkan pasien

menderita.

4. Pasien menolak pengobatan terapi medis dan memilih pengobatan alternatif.

5. Pasien mengambil keputusan menolak semua terapi karena semua upaya terapi tidak

mendatangkan manfaat malah menimbulkan banyak masalah dan memilih tinggal dengan

keluarga.

6. Pasien menyadari bahwa penyakitnya tidak bisa diobati dan hidupnya tidak lama lagi.

Page 6: Makalah 3 HAM

Analisa Kasus

Tindakan dokter dapat dikatakan sesuai dengan lage artis,apabila memenuhi syarat sebagai

berikut:

1. Izin pasien (informed consent)

Sesuai dengan UU kesehatan no.29 tahun 2004 pasal 45 serta PerMenKes no.290

tahun 2008,dokter yang bertindak dalam kasus ini dianggap sudah menjalankan peraturan

yang berlaku karena sudah memberikan informed consent sebelum melakukan tindakan

pembedahan. Ny.S sebagai pasien juga berkompeten dalam menerima informed consent.

Dalam artian, Ny.S sebagai pasien menandatangani informed consent tersebut dalam

keadaan sadar tidak dalam pengaruh paksaan, sehat mental, dan juga cukup umur.

2. Alasan

Yang dimaksud alasan dalam hal ini adalah indikasi medis. Berdasarkan indikasi medis

dalam kasus ini yang ditemukan tumor pada daerah kolon yang mendesak vesika urinaria

maka dokter manganjurkan melakukan tindakan pembedahan pada pasien.

3. Cara

Dokter dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan standar medis yang berlaku

diklinik tempat dokter tersebut bekerja.

Dengan penjelasan diatas,kelompok kami menyimpulkan dokter melakukan tindakan yang benar

karena memenuhi kriteria lege artis.

Unsur-unsur yang harus diinformasikan : Diagnosis, Prosedur yang akan dilakukan, Tujuan

tindakan tersebut, Risiko yang mungkin terjadi, Manfaat, Alternatif lain, Kemungkinan yang

Page 7: Makalah 3 HAM

timbul bila tidak dilakukan tindakan, Pasien juga berhak mendapatkan informasi mengenai

perkiraan biaya pengobatan.

Setiap tindakan medis mengandung risiko buruk, sehingga harus dilakukan tindakan

pencegahan. Namun demikian sebagian besar diantaranya tetap dapat dilakukan oleh karena

risiko tersebut dapat diterima :

1. Risiko yang derajat probabilitas dan keparahannya cukup kecil, dapat diantisipasi ,

diperhitungkan atau dikendalikan ( ex : efek samping obat, perdarahan dll)

2. Risiko yang derajat prbabilitas dan keparahannya besar pada keadaan tertentu yaitu

apabila tindakan medis yang berisiko tersebut harus dilakukan karena satu-satunya cara

yang harus ditempuh, terutama dalam keadaan darurat.

Kedua jenis risiko diatas apabila terjadi bukan menjadi tanggung jawab dokter sepanjang

telah diinformasikan kepada pasien dan telah disetujui. Pada situasi inilah manfaat pelaksanaan

informed consent.

Suatu risiko atau peristiwa buruk yang tidak dapat diduga atau diperhitungkan sebelumnya

(unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tidak dapat

dipertanggungjawabkan kepada dokter atau pemberi layanan medis.

Pandangan Hukum

Pasal 58 UU 36/2009 tentang Kesehatan :

(1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan dan/atau

penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian

dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.

Page 8: Makalah 3 HAM

(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga

kesehatanyang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan

seseorang dalam keadaan darurat.

Pada kasus ini, dokter melakukan pengangkatan ovarium pasien dikarenakan melihat kondisi

pasien yang senakin lemah. Jadi, berdasarkan pasal diatas dokter tidak bisa dikenakan tuntutan

ganti rugi apabila nantinya pasien menuntut dokter. Ini dikarenakan indikasi untuk penyelamatan

nyawa pasien.

Pandangan Bioetik

Pasien menolak pengobatan dan memilih terapi alternatif.sebagai dokter kita harus menghormati

hak pasien. Ini berdasarkan prinsip bioetika yaitu:

Beneficience (prinsip berbuat baik)

Nonmaleficience (prinsip tidak merugikan)

Prinsip keadilan

Prinsip menghormati otonomi pasien

Prinsip menghormati otonomi pasien berarti dokter wajib menghormati pilihan pasien yang

kompeten dan dokter wajib mempromosikan pilihan lain kepada pasien.

Pada kasus ini,sebagai dokter seharusnya kita memberikan informasi dan edukasi kepada pasien

dan keluarga tentang terapi alternatif dari segi baik buruknya serta pihak-pihak yang

berkompeten dalam melakukan terapi tersebut.

Dalam kondisi ini, terlihat pasien sudah pasrah dengan ketentuan yang berlaku atas dirinya dan

memutuskan untuk tidak melakukan terapi apapun baik terapi medis atau terapi alternatif.

Page 9: Makalah 3 HAM

Menurut Elisabeth Kubler-Ross, terdapat empat fase pada pasien dengan penyakit yang

mematikan yaitu :

Fase marah

Fase menawar

Fase depresi

Fase menyerah

Pada kasus ini, pasien sudah termasuk fase keempat yaitu fase menyerah. Pasien sepatutnya tidak

boleh menyerah karena belum mendapatkan terapi medis yang optimal. Seperti mana yang

diketahui sebelumnya, Pasien telah menolak terapi medis disebabkan efek samping dari

pengobatan kemoterapi dan penyinaran tersebut. Selain itu kebanyakan agama menggalakkan

penganutnya untuk berusaha berobat dan tidak hanya pasrah. Sebagai dokter sebaiknya kita

mengubah pola pemikiran pasien yang merasa hidupnya sudah tidak lama. Peran keluarga yang

memberikan sokongan dan dukungan kepada pasien sanagt penting dan membantu dalam

mengubah persepsi pasien terhadap hidupnya

Pandangan Agama

Islam :

- Penyakit merupakan ujian iman (Q.S 21:35) Tiap – tiap yang bernyawa pasti akan

merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai

cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu kembali.

- Hukumnya makruh untuk mengharap kematian.

Page 10: Makalah 3 HAM

- Ikhlas dan sabar dalam menghadapi penyakit (Q.S Al- Baqarah : 155-156)

- Wajib hukumnya untuk berobat. (Wajib karena setiap penyakit ada obatnya : HR.

Bukhari Muslim). Kaidah berobat : Pada ahlinya, tidak menggunakan hal-hal yang

diharamkan, diperbolehkan dengan pengobatan ruqiyah yaitu dengan do’a- do’a bukan

mantera.

Kristen Protestan : Penyebab sakit adalah dosa (first caused) dan ada sebab lainnya seperti

akibat ulah manusia sendiri, ulah orang lain atau kuasa roh jahat (second caused).

Katolik :

- Mempercayai manusia diciptakan oleh Tuhan dan nyawa manusia diberikan oleh Tuhan.

Jadi, manusia berkewajiban untuk menjaganya.

- Manusia hendaknya bersyukur atas kehidupan yang diberikan dan mempertahankan

kehidupannya demi kemuliaan Allah dan keselamatan manusia itu sendiri.

- Orang yang terus menerus menderita sakit parah dipandang gereja katolik sebagai

misteri.

Buddha

- Sakit, cacat, dan penderitaan adalah buah atau akibat perbuatan buruk di masa lalu

- Kematian bukan seharusnya ditakutkan karena akan dilahirkan kembali, tetapi sebagai

manusia harus melakukan perkara-perkara baik selama hidup.

- Manfaat sakit parah pada penderita : Merenung perjalanan hidupnya, lalu bisa

menganjurkan pasien untuk berbuat baik; Menyadari bahwa hidup adalah dukkha ;

Berterima kasih mendapat kesempatan untuk melunasi kamma buruk dari masa lalu;

Belajar menerima hidup sebagaimana adanya.

Page 11: Makalah 3 HAM

Hindu

Sakit atau penyakit yang diderita manusia bukanlah kutukan dari Tuhan ( Sang Hyang Widi

Wasa) maupun roh suci leluhur, tapi suatu peringatan, teguran, ujian agar manusia tidak

sombong dalam hidupnya, si sakit hendaknya sabar melaksanakan karmanya serta berusaha

untuk menyembuhkan penyakit serta memohon anugerah ke hadapan Tuhan.

Page 12: Makalah 3 HAM

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 290/MENKES/PER/III/2008

TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN

Pasal 2

(1) Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat

persetujuan.

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan secara tertulis

maupun lisan.

(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat

penjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran dilakukan.

Pasal 3

(1) Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus memperoleh

persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.

(2) Tindakan kedokteran yang tidak termasuk dalam ketentuan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dapat diberikan dengan persetujuan lisan.

(3) Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam bentuk

pernyataan yang tertuang dalam formulir khusus yang dibuat untuk itu.

Page 13: Makalah 3 HAM

(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan dalam bentuk ucapan

setuju atau bentuk gerakan menganggukkan kepala yang dapat diartikan sebagai ucapan

setuju.

(5) Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dianggap meragukan, maka dapat dimintakan persetujuan tertulis.

Pasal 4

(1) Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mencegah

kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran.

(2) Keputusan untuk melakukan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diputuskan oleh dokter atau dokter gigi dan dicatat di dalam rekam medik.

(3) Dalam hal dilakukannya tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

dokter atau dokter gigi wajib memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada pasien

setelah pasien sadar atau kepada keluarga terdekat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 29 TAHUN 2004

TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN

Pasal 45

(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau

dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.

Page 14: Makalah 3 HAM

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat

penjelasan secara lengkap.

(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup :

1. diagnosis dan tata cara tindakan medis;

2. tujuan tindakan medis yang dilakukan;

3. alternative tindakan laindari risikonya;

4. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan

5. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis

maupun lisan.

(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus

diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak

memberikan persetujuan.

(6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur

dengan Peraturan Menteri.

TERAPI ALTERNATIF

PERMENKES RI NO.1109/MENKES/PER/IX/2007

Pengobatan komplementer tradisional – alternatif adalah pengobatan non konvensional yang

ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif,

kuratif dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan

Page 15: Makalah 3 HAM

dan efektifitas yang tinggi berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik dan belum diterima dalam

kedokteran konvensional. Jenis pelayanan pengobatan komplementer – alternatif berdasarkan

Permenkes RI, Nomor : 1109/Menkes/Per/2007 adalah :

1. Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body interventions) : Hipnoterapi, mediasi,

penyembuhan spiritual, doa dan yoga

2. Sistem pelayanan pengobatan alternatif : akupuntur, akupresur, naturopati, homeopati,

aromaterapi, ayurveda

3. Cara penyembuhan manual : chiropractice, healing touch, tuina, shiatsu, osteopati, pijat

urut

4. Pengobatan farmakologi dan biologi : jamu, herbal, gurah

5. Diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan : diet makro nutrient, mikro nutrient

6. Cara lain dalam diagnosa dan pengobatan : terapi ozon, hiperbarik, EECP

Terapi komplimenter-alternatif dapat dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan apabila

aman, bermanfaat,bermutu, dan terjangkau serta memiliki hasil pengkajian yang dilakukan

oleh institusi yang berwenang sesuai ketentuan yang berlaku.

Harus sesuai dengan standart profesi dan standar pelayanan kesehatan komplementer-

alternative dengan melakukan anamnesa, Pemeriksaan fisik,pemeriksaan

penunjang,diagnose,terapi, dan proses rujukan.

Tenaga pengobatan komplimenter alternative:

Terdiri dari dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang memiliki

pendidikan terstruktur dalam bidang pengobatan komplementer- alternative.

Page 16: Makalah 3 HAM

Dalam memberikan pengobatan harus sesuai dengan kompetensi tenaga

kesehatan,pengetahuan dan keterampilan komplementer-alternatif yang dimiliki.

Bila tidak sesuai dengan ilmu biomedik maka dinyatakan sebagai pengobatan

tradisional.

Page 17: Makalah 3 HAM

BAB V

KESIMPULAN

Page 18: Makalah 3 HAM

DAFTAR PUSTAKA

1. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta : Penerbit

FKUI; 2005.

2. Wiradharma D. Penuntun Kuliah Hukum Kedokteran. Jakarta : Binarupa Aksara ; 1995.

3. Achadiat MC. Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran. Jakarta : EGC, 2006.