makalah 29- pratami
-
Upload
pratami-rieuwpassa-ii -
Category
Documents
-
view
40 -
download
6
description
Transcript of makalah 29- pratami
Penanganan Kegawatdaruratan terhadap Penyakit
Ketoasidosis Diabetikum
Pratami Friria Rieuwpassa
Kelompok : A-2
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No. 6 Kebun Jeruk, Jakarta Barat
Telp.(021)56966593-4 Fax (021)5631731
I. Pendahuluan
Ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah suatu kondisi serius yang dapat
menyebabkan koma diabetes (pingsan untuk waktu yang lama) atau bahkan kematian. Ketika
sel-sel tidak mendapatkan glukosa yang mereka butuhkan untuk energi, maka tubuh mulai
membakar lemak untuk energi, yang menghasilkan keton. Keton adalah asam yang
membangun dalam darah dan muncul dalam urin ketika tubuh tidak memiliki cukup insulin.
Mereka adalah tanda peringatan bahwa diabetes tidak terkendali atau bahwa Anda sakit.
Tingginya kadar keton dapat meracuni tubuh. Ketika tingkat terlalu tinggi, dapat
mengembangkan ketoasidosis diabetikum (KAD). KAD dapat terjadi pada siapa saja dengan
diabetes, meskipun sangat jarang pada orang dengan tipe 2. Pengobatan untuk KAD biasanya
terjadi di rumah sakit. Tetapi Anda dapat membantu mencegah hal itu dengan mempelajari
tanda-tanda peringatan dan memeriksa urin dan darah secara teratur.1
II. Pembahasan
Skenario 5
Seorang laki-laki berusia 20 tahun datang dibawa ke RS oleh keluarga karena tak
sadarkan diri. Menurut mereka sejak 2 hari yang lalu pasien lemas, nyeri ulu hati hebat dan
muntah-muntah, namun tidak mau berobat ke dokter.
Hasil pemeriksaan : Riwayat penyakit dahulu : riwayat hipertesi (tidak ada)
Riwayat diabetes melitus (sejak 3 tahun yang lalu, tetapi tidak berobat)
Pemeriksaan fisik : TD 130/80 mmgHg, Frekuensi Napas 20x/menit (Kussmaul), nadi 100
x/menit, ada nyeri tekan di epigastrium.
1
Pemeriksaan penunjang : GDS 400 mg/dl (GDP dewasa <110 mg/dl, GDS <140 mg/dl)
Keton darah positif
SGOT 64 U/L (Nilai normal SGOT adalah 3-45 u/L)
SGPT 67 u/L (nilai normal SGPT adalah 0-35 u/L )
Leukosit 15000 /µl (nilai normal 5000-10000)
Amilase 100 IU/l (nilai normal 35-118 IU/L)
Diabetes mellitus
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
insulin penawaran dan permintaan. Hal ini menyebabkan hyperglikemia dan karbohidrat yang
abnormal,metabolisme lemak dan protein.2
Diabetes tipe I mellitus disebabkan oleh kerusakan autoimun beta Sel-sel di pankreas,
yang mengarah untuk kekurangan insulin absolut. Manifesitasi awal ditandai dengan tiba-tiba
mengalami hiperglikemia,sering dengan ketoasidosis, dan terjadi paling sering pada anak-
anak dan orang dewasa muda. Hal ini mungkin untuk mengembangkan melalui tahapan
sebagai berikut: genetik, memicu lingkungan /infeksi virus / stres, aktif autoimunitas,
destruksi sel-beta progresif dan manifestasi klinis diabetes mellitus. Gejala pada presentasi
awal diabetes tipe 1 termasuk poliuria, polidipsia, polyphagia, penurunan berat badan, dan
merasa tidak sehat.Glukosuria biasanya hadir. perlakuan diabetes tipe I memerlukan rejimen
suntikan insulin dan diet. DM tipe II memiliki gradua timbulnya hiperglikemia dan
merupakan hasil dari pengembangan produksi insulin dan Sekresi insulin tidak memadai.
Sindrom diabetes tipe II ditandai dengan obesitas, hipertensi, hiperlipidemia, dan
hiperglikemia dan sebagian besar terjadi pada orang dewasa yang lebih tua. predisposisi
genetik berperan dalam perkembangan obesitas dan hipertensi. Diabetes melitus tipe II dapat
dikelola dengan diet dan perubahan gaya hidup, atau dengan diet dan agen hipoglikemik oral,
atau dengan diet, agen hipoglikemik oral dan insulin.2
Penanganan awal
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan
ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada. Pengawasan ketat,
KU jelek masuk HCU/ICU. Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :
2
Oksigenasi / ventilasi
Jalur masuknya udara (Airway) dan pernapasan (breathing) tetap menjadi prioritas pertama.
Jika pasien menyajikan dengan penurunan kesadaran / koma (GCS <8) consider intubasi dan
ventilasi. Pada pasien obstruksi napas dapat sementara dikelola oleh penyisipan Napas
Guedel itu. Terapkan oksigen melalui masker atau Hudson non-rebreather jika tersedia.
Masukkan selang nasogastrik dan biarkan drainase jika pasien adalah mengantuk dan muntah
atau jika pasien memiliki muntah berulang. Airway, pernapasan dan tingkat kesadaran telah
dipantau di seluruh pengobatan DKA.2
Airway (Jalan Napas)
a. Lihat, dengar, raba (Look, Listen, Feel)
b. Buka jalan nafas, yakinkan adekuat
c. Bebaskan jalan nafas dengan proteksi tulang cervical dengan menggunakan teknik Head
Tilt/Chin Lift/Jaw Trust, hati-hati pada korban trauma
d. Cross finger untuk mendeteksi sumbatan pada daerah mulut
e. Finger sweep untuk membersihkan sumbatan di daerah mulut
f. Suctioning bila perlu
Breathing (Pernapasan)
Lihat, dengar, rasakan udara yang keluar dari hidung/mulut, apakah ada pertukaran hawa
panas yang adekuat, frekuensi nafas, kualitas nafas, keteraturan nafas atau tidak
Circulation (Pendarahan)
a. Lihat adanya perdarahan eksterna/interna
b. Hentikan perdarahan eksterna dengan Rest, Ice, Compress, Elevation (istirahatkan lokasi
luka, kompres es, tekan/bebat, tinggikan)
c. Perhatikan tanda-tanda syok/ gangguan sirkulasi : capillary refill time, nadi, sianosis,
pulsus arteri distal
A. Anamnesis
Manifestasi klinis dari KAD biasanya berlangsung dalam waktu singkat, dalam kurun waktu
kurang dari 24 jam. Poliuria, polidipsia dan penurunan berat badan dapat berlangsung selama
beberapa hari, sebelum terjadinya ketoasidosis, muntah dan nyeri perut. Nyeri perut yang
menyerupai gejala akut abdomen, dilaporkan terjadi pada 40-75% kasus KAD. Dalam suatu
penelitian, didapatkan hasil bahwa kemunculan nyeri perut dapat dikaitkan dengan kondisi
asidosis metabolik, namun bukan karena hiperglikemia atau dehidrasi.
3
Untuk pasien dengan penurunan kesadaran, dilakukan anamnesis secara alloanamnesis yaitu
menanyakan kepada pihak keluarga atau kerabat pasien.yang perlu ditanyakan ialah :
Pertama, identitas pasien , baik nama, umur, pekerjaan, alamat dilanjutkan dengan
menanyakan keluhan utama pasien, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu .
Perlu ditanyakan adakah riwayat penyakit diabetes melitus (DM) yakni apakah ada polidipsi,
poliuria, polifagia. Selain itu, adakah riwayat hipertensi. Adakah riwayat sakit kepala,demam,
mual,muntah, penglihatan kabur, lemah, ,nyeri perut. Adakah riwayat penggunaan obat
tertentu (insulin), apakah rutin minum obat dan bagaimana perkembangannya. Tanyakan
riwayat penyakit keluarga, riwayat sosial dan kebiasaan ( pola makan teratur tidak), riwayat
konsumsi alkohol, kafein, riwayat psikologi pasien (pengelolahan stres) pasien.3
B. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah periksa kesadaran (compos
mentis/apatis/somnolen/sopor/koma), keaadaan umum apakah sakit berat/ringan/sedang
(pemeriksaan BB, nyeri abdomen, status gizi),periksa tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi,
suhu, pernapasan), periksa sistem penglihatan (penglihatan kabur), sistem neurologi ( sakit
kepala, kesadaran menurun),.sistem pernapasan (Nafas kussmaul, takipneu, bau napas aseton,
ventrikuler pada lapang paru), sistem integument (turgor kulit turun, kulit kering, mukosa
bibir kering), sistem gastroinsetinal (nyeri abdomen, mual muntah, anoreksia).3
C. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis ketoasidosis diabetikum biasanya dibuat setelah praktisi kesehatan
memperoleh sejarah, melakukan pemeriksaan fisik , dan ulasan tes laboratorium .
Tes darah akan memerintahkan untuk mendokumentasikan tingkat glukosa darah,
kalium , natrium , dan elektrolit lain. Tingkat keton dan fungsi ginjal tes bersama dengan
sampel gas darah ( untuk menilai kadar asam darah , atau pH ) juga sering dilakukan .
Tes-tes lain dapat digunakan untuk memeriksa kondisi yang mungkin telah memicu diabetic
ketoacidosis , berdasarkan sejarah dan pemeriksaan fisik temuan . Ini mungkin termasuk dada
X - ray , elektrokardiogram ( EKG ) , analisis urin , dan mungkin CT scan otak.4
Tabel 1. Pemeriksaan diagnostik awal pada pasien dengan KAD4
4
Kriteria diagnosis KAD yang paling luas digunakan adalah kombinasi dari glukosa darah
>250 mg/dL, pH arteri <7,3, bikarbonat serum <15 mEq/L dan ketonemia dan atau ketonuria.
Akumulasi asam keton biasanya menyebabkan asidosis metabolik dengan peningkatan gap
anion. Oleh karena konsentrasi kalium dapat dipengaruhi oleh gangguan asam basa dan
cadangan kalium total tubuh, maka biasanya tidak disertakan dalam perhitungan gap anion.
Gap anion normal telah dilaporkan berkisar diantara nilai 12 mEq/L dan nilai di atas 14-15
mEq/L telah dianggap sebagai indikasi asidosis metabolik dengan peningkatan gap 13 anion.
Namun, kebanyakan laboratorium saat ini menghitung natrium dan klorida menggunakan
elektroda spesifik ion,sehingga konsentrasi klorida plasma terhitung lebih tinggi 2-6 mEq/L
dibandingkan metoda sebelumnya; sehingga gap anion normal terkini dilaporkan berkisar
antara 7-9 mEq/L. Dengan menggunakan nilai-nilai ini, maka gap anion >10-12 mEq/L telah
mengindikasikan adanya asidosis dengan peningkatan gap anion.
Glukosa.
5
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin
memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memiliki
kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat
dehidrasi.
Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar
glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang
berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan
ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
Natrium.
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk setiap 100
mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6
mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang
sesuai.
Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan perawatan. EKG
dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di tingkat potasium. Konsentrasi kalium
serum pada saat masuk perawatan biasanya meningkat oleh karena adanya pergeseran kalium
intraselular ke ekstraselular sebagai akibat dari asidemia, defisiensi insulin dan hipertonisitas.
Pada sisi lain, pasien KHH biasanya mempunyai kadar natrium yang normal atau sedikit
meningkat oleh karena dehidrasi berat. Pada keadaan ini, konsentrasi sodium serum
Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah (6,8-7,3).
Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik
(pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang
mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.
Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai derajat
asidosis.
Sel darah lengkap (CBC).
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai pergeseran kiri
mungkin menyarankan mendasari infeksi.
Gas darah arteri (ABG).
6
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH measurements.
Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas darah vena pada pasien
dengan KAD adalah lebih rendah dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat
diandalkan dan bukan dari signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk melakukan lebih
menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah dilaporkan sebagai cara untuk menilai
asidosis juga.
Keton.
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu, ketonuria dapat
berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya.
β-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons terhadap
pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap normal, dan tingkat dari 3
mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD).
Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi saluran
kencing yang mendasari.
Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg / dL) / 2.8.
Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma biasanya memiliki
osmolalitis > 330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330 mOsm / kg H2O ini,
maka pasien jatuh pada kondisi koma.
Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme kronis),
maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
EKG
Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) pada saat masuk perawatan sangat berharga di dalam
penatalaksanaan pasien dengan KAD. Beberapa keadaan seperti hipokalemia, hiperkalemia,
hipokalsemia, hiperkalsemia dan hipomagnesemia dapat terdiagnosis dengan EKG. Selain itu
7
EKG juga penting untuk menyingkirkan infark miokard akut yang dapat terjadi dengan
keluhan klinis tidak jelas pada pasien dengan diabetes mellitus dan juga sering menyebabkan
KAD.
Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi pada
dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum yang
terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal.4
D. Diagnosis
Working diagnosis
Ketoasidosis diabetikum (KAD) merupakan salah satu komplikasi akut diabetes
melitus (DM) akibat defisiensi (absolut ataupun relatif) hormon insulin yang tidak dikenal
dan bila tidak mendapat pengobatan segera akan menyebabkan kematian.5
Penentu diagnosis:
Biasanya pasien KAD adalah pasien yang sudah dikenal menderita DM. Biasanya
dijumpai pernafasan cepat dan dalam (Kussmaul), berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit
menurun, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai hipovolemia sampai syok. Bau
aseton dari hawa nafas tidak terlalu mudah tercium. Pasien biasanya sering mengeluh
polidipsi dan poliuri ketika pasien menghentikan insulinnya.
Diagnosis ditegakkan dengan beberapa kriteria berikut:
a. Kadar glukosa >250 mg%
b. pH darah < 7,35
c. Anion gap yang tinggi (normal 8 mM), dengan rumus Na – (Cl + HCO3)
d. Keton serum positif.5
Diferential diagnosis
Koma hiperosmolar non ketotik
Bila glukosa darah sedemikian tinggi sehingga darah menjadi kental, komplikasi aku
ini dinamakan hiperosmolar non ketotik atau disingkat HONK. Ada buku yang menyebutnya
Diabetic Hyperosmolar Syndrome (DHS) dan merupakan keadaan gawat darurat bagi pasien.
Kadar glukosa darah penderita HONK bisa sampai di atas 600 mg/dl. Glukosa ini akan
8
menarik air keluar sel, selanjutnya keluar tubuh melalui urin yang akan mengakibatkan
kekurangan cairan tubuh atau dehidrasi.6
HONK lebih banyak didapati pada penderita diabetes tipe 2, terutama yang tidak
terkontrol dengan baik, atau yang tidak tahu bahwa dirinya adalah penderita diabetes.
Terkadang didapati pula pada pemakai obat hormon steroid, ada infeksi, stres atau minum
alkohol. Diabetes yang terjadi pada usia lanjut diamna mereka hidup sendirian atau sendirian
tinggal di panti jompo, kemungkinan tidak terkontrol tidak terate, terlebih bila muncul diare
yang cukup lama. Keadaan ini akan meyebabkan tubuh kekurangan cairan dan memudahkan
timbulnya HONK.6
Gejalanya mirip dengan ketoasidosis. Bedanya pada HONK tidak dijumpai napas
yang cepat dan dalam (napas Kussmaul) serta berbau aseton. Penderita diabetes yang terkena
komplikasi HONK akan tampak sangat haus(polidipsia), banyak kencing(poliuria),
penurunan suhu, lemah, kaki dan tungkainya kesemutan, bingung, nadi berdenyut cepat,
kejang,mual dan muntah sampai koma.6
Hasil pemeriksaan diagnostik, gas darah arteri : pH normal atau mungkin mengalami
asidosis metabolik karena adanya asam laktat dan peningkatan HCO3. Pengawasan di tempat
tidur : hipotensi postural, hipotensi, takipnea, hipotermia. Pemeriksaan laboratorium :
peningkatan kadar glukosa serum (sering lebih dari 1000 mOsm/L); asam lemak bebas;
serum dan urin negatid terhadap keton, glukosuria. EKG: takikardia.7
Seperti pada KAD, mekanisme penyebab HONK adalah defisiensi relatif insulin pada
keadaan meningkatnya hormon stres/hormon antagonis. Berbeda dengan KAD, kadar insulin
biasanya memadai untuk mencegah ketoasidosis yang bermakna. Akibatnya adalah
hiperglikemia berat, diuresis osmotik, dehidrasi berat, dan deplesi elektrolit.
Angka mortalitas HONK adalah lebih tinggi daripada KAD. Hal tersebut dijelaskan dengan
tiga alasan:1,8-9
- Dehidrasi dan gangguan elektrolit yang lebih nyata
- Demografi pasien yang usianya lebih tua
- Faktor pencetus yang mengancam nyawa dan adanya penyakit penyerta adalah hal
yang lebih sering ditemukan
Biasanya koma dan kematian merupakan hasil akhirnya jika keadaan tersebut tidak diobati.
Faktor Pencetus HONK:
9
a. Infeksi, paling sering dan biasanya pneumonia atau sepsis akibat mikroba Gram
negatif
b. Iskemia/ infark (jantung atau SSP)
c. Cedera (trauma atau luka bakar)
d. Perdarahan gastrointestinal
e. Pankreatitis
f. Emboli paru
g. Obat-obatan (beta antagonis, fenitoin, steroid, diuretik tiazid)
h. Dialisis peritoneal, hiperalimentasi; mencetuskan HONK pada orang bukan pengidap
diabetes.1,8.9
Diagnosis dan Evaluasi
Terdapat empat kriteria dasar:
a. Hiperglikemia yang nyata >600 mg/dL atau ada yang sampai >1000 mg/dL
b. Hiperosmolaritas >320 mOsm/L
c. pH > 7,3, diperparah dengan adanya penyakit penyerta yang menimbulkan asidosis
d. Tanpa atau dengan sedikit ketosis.5
Penanganan HONK di IGD
1. Pengaturan cairan, sama dengan penatalaksanaan cairan di KAD. Namun untuk
pemantauan biasanya lebih sulit dikarenakan kebanyakan pasien yang lansia
mempunyai gangguan ginjal dan jantung.
2. Koreksi elektrolit, dengan menangani kejadian hipokalemia dari awal dan caranya
sama dengan penatalaksanaan pada KAD
3. Pemberian insulin pada HONK masih kurang efektif dikarenakan kebutuhan tubuh
akan insulin masih cukup rendah yang mengakibatkan beberapa resiko:
a. Hipoglikemia, pasien yang bukan pengidap diabetes atau sedang dalam terapi
diabetika oral akan mengakibatkan kerja insulin menjadi kurang sensitif
b. Hipotensi, insulin tidak boleh diberikan sampai keadaan hemodinamik pasien
dalam keadaan stabil dikarenakan perubahan mendadak glukosa ke dalam
kompartemen intrasel akan mengakibatkan kolaps intravaskuler secara mendadak.
Hipokalemia, tidak boleh diberikan insulin sebelum kadar kalium <3,5 meq.1,8-9
Pankreatitis akut
10
Pankreastitis akut merupakan kegawatdaruratan gastrointestinal yang sering
danitemukan di klinik. Tidak selalu mudah menentukan penyebab suatu episode pankreatitis
akut, namun pada dasarnya dapat diakibatkan oleh infeksi, baik virus maupun bakteri, batu
saluran empedu, alkohol atau obat-obatan tertentu, sedangkan sebanyak 30% tak diketahui
penyebabnya. Laporan pengamatan di Indonesia, terjadinya pankreatitis akut sebagai
komplikasi demam berdarah dengue (DBD) atau demam tifoid merupakan suatu tanda
prognosis yang buruk karena sering diikuti ketelibatan atau kegagalan multiorgan, seperti
gagal ginjal akut atau gagal napas akut.5
Pankreatitis akut merupakan penyakit sisteemik terdiri dari dua fase. Pertama, fase
awal yang disebabkan efek sistemik atau systemic inflammatory response syndrome (SIRS)
yang berlangsung sekitar 72 jam. Gambaran klinisnya menyerupai sepsis, tetapi tidak ada
bukti-bukti infeksi. Kedua fase lanjut merupakan kegagalan sistem pertahanan tubuh alami
yang menyebabkan keterlibatan sampai kegagalan multiorgan, yang biasanya dimulai pada
awal minggu kedua. Kegagalan fungsi salah satu organ merupakan penanda beratnya
penyakit dan buruknya faktor prognosis.5
Manifestasi klinisnya,pasien datang dengan keluhan nyeri perut hebat melintang dan
tembus sampai ke bagian punggung. Biasanya disertai muntah. Rasa nyeri dapat menjalar ke
seluruh abdomen, umumnya tidak dapat diatasi dengan obat analgesik biasa. Tidak jarang
pasien datang dengan kembung atau mengarah ke tanda-tanda ileus paralitik. Pada fase lanjut,
pasien datang keadaan sindrom syok atau dengan hemodinamik yang tidak stabil.5
Tabel 2. Kriteria Ranson5
Awal Dalam 48 jam
1.Usia > 55 tahun
2. Leukositosis > 16.000/ml
3. Hiperglikemia > 11 mmol/L (>200 mg%)
4. LDH serum > 400 IU/L
5. AST (SGOT) serum > 250 IU/L
Penurunan hematokrit > 100%
2. Sekuestrasi cairan > 4000 ml
3. Hipokalsemia < 1,9 mmol/L (<8,0 mg%)
4. PO2 arteri < 60 mmHg
5. BUN meningkat > 1,8 mmol/L (> 5 mg%)
setelah pemberian cairan iv
6. Hipoalbuminemia < 3,2 g%
Interpretasi klinik Kriteria ranson:Kriteria awal menggambarkan beratnya proses
inflamasi,sedangkan kriteria akhir waktu 48 jam menggambarkan efek sistemik aktifitas
11
enzim terhadap organ target,seperti paru dan ginjal.Bila score > 6, mortalitas > 50% biasanya
sesuai dengan pankreatitis nekrotikan.5
Krisis tiroid
Krisis tiroid merupakan eksaserbasi keadaan hipertiroidisme yang mengancam jiwa
yang diakibatkan oleh dekompensasi dari satu atau lebih sistem organ. Beruntung
kejadiannya jarang terjadi, pada penderita tirotikosis yang dirawat di rumah sakit, angka
kejadiannya sekitar kurang dari 10%, bahkan ada yang menyebutkan sekitar 1%.10
Etiologi krisis tiroid antara lain penyakit Graves, goiter multinodular toksik, nodul
toksik, tiroiditis Hashimoto, tiroiditas deQuevain, karsinoma tiroid folikular metastatik, dan
tumor penghasil TSH. Etiologi yang paling banyak menyebabkan krisis tiroid adalah penyakit
Graves (goiter difus toksik). Meskipun tidak biasa terjadi, krisis tiroid juga dapat merupakan
komplikasi dari operasi tiroid. Kondisi ini diakibatkan oleh manipulasi kelenjar tiroid selama
operasi pada pasien hipertiroidisme. Krisis tiroid dapat terjadi sebelum, selama, atau sesudah
operasi. Operasi umumnya hanya direkomendasikan ketika pasien mengalami penyakit
Graves dan strategi terapi lain telah gagal atau ketika dicurigai adanya kanker tiroid. Krisis
tiroid berpotensi pada kasus-kasus seperti ini dapat menyebabkan kematian. Krisis tiroid juga
dikaitkan dengan hipokalsemia berat.+
Riwayat penyakit dahulu pasien mencakup tirotoksikosis atau gejala-gejala seperti
iritabilitas, agitasi, labilitas emosi, nafsu makan kurang dengan berat badan sangat turun,
keringat berlebih dan intoleransi suhu, serta prestasi sekolah yang menurun akibat penurunan
rentang perhatian. Riwayat penyakit sekarang yang umum dikeluhkan oleh pasien adalah
demam, berkeringat banyak, penurunan nafsu makan dan kehilangan berat badan. Keluhan
saluran cerna yang sering diutarakan oleh pasien adalah mual, muntah, diare, nyeri perut,
dan jaundice. Sedangkan keluhan neurologik mencakup gejala-gejala ansietas (paling banyak
pada remaja tua), perubahan perilaku, kejang dan koma.10
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan demam dengan temperatur konsisten melebihi
38,5oC. Pasien bahkan dapat mengalami hiperpireksia hingga melebihi 41oC dan keringat
berlebih. Tanda-tanda kardiovaskular yang ditemukan antara lain hipertensi dengan tekanan
nadi yang melebar atau hipotensi pada fase berikutnya dan disertai syok. Takikardi terjadi
tidak bersesuaian dengan demam. Tanda-tanda gagal jantung antara lain aritmia (paling
banyak supraventrikular, seperti fibrilasi atrium, tetapi takikardi ventrikular juga dapat
12
terjadi). Sedangkan tanda-tanda neurologik mencakup agitasi dan kebingungan, hiperrefleksia
dan tanda piramidal transien, tremor, kejang, dan koma. Tanda-tanda tirotoksikosis mencakup
tanda orbital dan goiter.10
Selain kasus tipikal seperti digambarkan di atas, ada satu laporan kasus seorang
pasien dengan gambaran klinis yang atipik (normotermi dan normotensif) yang disertai oleh
sindroma disfungsi organ yang multipel, seperti asidosis laktat dan disfungsi hati, dimana
keduanya merupakan komplikasi yang sangat jarang terjadi. Kasus ini menunjukkan bahwa
kedua sistem organ ini terlibat dalam krisis tiroid dan penting untuk mengenali gambaran
atipik ini pada kasus-kasus krisis tiroid yang dihadapi.10
Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh ditunda
karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas tirotoksikosis. Pada
pemeriksaan status tiroid, biasanya akan ditemukan konsisten dengan keadaan
hipertiroidisme dan bermanfaat hanya jika pasien belum terdiagnosis sebelumnya. Hasil
pemeriksaan mungkin tidak akan didapat dengan cepat dan biasanya tidak membantu untuk
penanganan segera. Temuan biasanya mencakup peningkatan kadar T3, T4 dan bentuk
bebasnya, peningkatan uptake resin T3, penurunan kadar TSH, dan
peningkatan uptake iodium 24 jam.Kadar TSH tidak menurun pada keadaan sekresi TSH
berlebihan tetapi hal ini jarang terjadi. Tes fungsi hati umumnya menunjukkan kelainan yang
tidak spesifik, seperti peningkatan kadar serum untuk SGOT, SGPT, LDH, kreatinin kinase,
alkali fosfatase, dan bilirubin. Pada analisis gas darah, pengukuran kadar gas darah maupun
elektrolit dan urinalisis dilakukan untuk menilai dan memonitor penanganan jangka pendek.10
E. Etiologi
Faktor pencetus adalah :
1) Infeksi, merupakan faktor pencetus paling sering. Pada keadaan infeksi kebutuhan
tubuh akan insulin tiba-tiba meningkat,. Infeksi yang biasa dijumpai infeksi saluran
kemih dan pneumonia. Jika ada keluhan nyeri abdomen, perlu dipikirkan
kemungkinan kolesistitis, iskemia usus, apendisitis, diverkulitis atau perforasi usus.
Bila pasien tidak menunjukkan respon yang baik terhadap pengobatan KAD, maka
perlu dicari infeksi yang tersembunyi (misalnya sinusitis, abses gigi,dan abses
perirektal). Infeksi yang paling sering ditemukan adalah pneumonia dan infeksi
13
saluran kemih yang mencakup antara 30% sampai 50% kasus. Penyakit medis lainnya
yang dapat mencetuskan KAD adalah penyalahgunaan alkohol, trauma, emboli
pulmonal dan infark miokard. Beberapa obat yang mempengaruhi metabolisme
karbohidrat juga dapat menyebabkan KAD atau KHH, diantaranya adalah:
kortikosteroid, pentamidine, zat simpatomimetik, penyekat alpha dan beta serta
penggunaan diuretik berlebihan pada pasien lansia
2) Infark miokard akut. Pada infark miokard akut terjadi peningkatan kadar hormon
epinefrin yag cukup untuk menstimulasi lipolisis, hiperglikemia, ketogenesis,dan
glikogenolisis.
3) Penghentian insulin. Proses kejadian KAD yang menghentika satu dosis insulin depo
konvensional (subkutan). Peningkatan penggunaan pompa insulin yang menggunakan
injeksi insulin kerja pendek dalam jumlah kecil dan sering telah dikaitkan dengan
peningkatan insidens KAD secara signifikan bila dibandingkan dengan metode
suntikan insulin konvensional. Studi Diabetes Control and Complications Trial
menunjukkan insidens KAD meningkat kurang lebih dua kali lipat bila dibandingkan
dengan kelompok injeksi konvensional. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
penggunaan insulin kerja pendek yang bila terganggu tidak meninggalkan cadangan
untuk kontrol gula darah.
4) Pada pasien-pasien usia muda dengan diabetes melitus tipe 1 . permasalahan
psikologis yang disertai dengan gangguan pola makan dapat memicu keadaan KAD
pada kurang lebih 20% kasus. Faktor –faktor yang dapat menyebabkan pasien
menghentikan penggunaan insuli seperti ketakutan peningkatan berat badan,
ketakutan hipoglikemia, pemberontakan dari otoritas dan stres akibat penyakit kroniik
juga dapat menjadi pemicu kejadian KAD.5
Faktor pencetus KAD lain yang tidak terlalu sering ialah pankreatitis, kehamilan,stroke,
hipokalemia dan obat.5
F. Patofisiologi
14
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah suatu keadaan di mana sel tubuh tidak dapat
menggunakan glukosa. Gejala dan tanda klinis ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia dan ketoasidosis.5
Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, sistem homeostasis tubuh terus
teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi hiperglikemia.
Selain itu bahan bakar alternatif (asam keto dan asam lemak bebas) diproduksi secara
berlebihan. Meskipun sudah tersedia bahan bakar tersebut, sel-sel tubuh masih tetap lapar dan
terus memesan glukosa. Hanya insulin yang dapat menginduksi transpor glukosa ke dalam
sel, memberi sinyal untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen, ,menghambat lipolisis
pada sel lemak (asam lemak bebas), menghambat glukoneogenesis pada sel hati dan
mendorong proses oksidasi melalui siklus krebs di mitokondria sel untuk menghasilkan ATP
yang merupakan sumber energi utama sel.5
Defisiensi insulin yang menyebabkan ketoasidosis pada manusia ternyata bersifat
relatif, karena waktu bersamaan juga terjadi penambahan hormon stres yang kerjanya
berlawanan dengan insulin. Glukagon, katekolamin, kortisol dan somastatin masing –masing
naik kadarnya menjadi 450%,760% dan 250% dibandingkan dengan kadar normal.5
G. Gejala klinis
70-90% pasien ketoasidosis diabetikum telah diketahui menderita diabetes melitus
sebelumnya. Sesuai dengan patofisiologi KAD, akan dijumpai pasien dalam keadaan
ketoasidosis dengan pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul), dehidrasi (turgor kulit
berkurang, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai hipovolemia sampai syok.5
Keluhan poliuria dan polidipsia seringkali mendahului KAD, serta didapatkan riwayat
berhenti menyuntik insulin, demam atau infeksi. Muntah-muntah merupakan gejala yang
sering dijumpai. Pada anak, KAD sering dijumpai gejala muntah-muntah masif. Dapat pula
dijumpai nyeri perut yang menonjol dan hal ini dapat berhubungan dengan gastroparesis
dilatasi lambung.5
Derajat kesadaran pasien bervariasi, muulai dari compos mentis sampai koma. Bau aseton
dari hawa napas tidak selalu mudah tercium.
H. Penatalaksanaan
15
Prinsip pengobatan KAD adalah:
Penggantian cairan dan garam yang hilang, menekan lipolisis dan glukogenesis pada sel
hati dengan pemberian insulin, mengatasi stres sebagai pencetus KAD, serta mengembalikan
keadaan fisiologis normal serta menyadari pentingnya pemantauan & penyesuaian
pengobatan.5
1. Cairan
Dehidrasi dan hiperosmolaritas dilatasi secepatnya dengan cairan garam fisiologis. Pilihan
berkisar antara NaCl 0,9% atau 0,45 % tergantung dari ada tidaknya hipotensi dan tinggi
rendahnya kadar natrium. Pada umumnya diperlukan 1-2 liter dalam jam pertama. Bila kadar
glukosa < 200 mg% maka perlu diberikan larutan mengandung glukosa (dekstrosa 5% atau
10 %). Pedoman untuk menilai hidrasi adalah turgor jaringan, tekanan darah, keluaran urin,
dan pemantauan keseimbangan cairan.
2. Insulin
Insulin baru diberikan pada jam kedua. Pemberian insulin dosis rendah terus menerus
intravena dianjurkan karena pengontrolan dosis insulin menjadi lebih mudah, penurunan
kadar glukosa lebih halus, efek insulin cepat menghilang, masuknya kalium ke intrasel lebih
lambat dan komplikasi hipoglikemia dan hipokalemia lebih jarang.
Sepuluh unit diberikan sebagai bolus intravena, disusul dengan infus larutan insulin
regular dengan laju 2-5 U/jam. Sebaiknya larutan 5 U insulin dalam 50 ml NaCl 0,9%
bermuara dalam larutan untuk rehidrasi dan dapat diatur laju tetesnya secara terpisah. Bila
kadar glukosa turun sampai 200 mg/dl atau kurang, laju larutan insulin dikurangi menjadi 1-2
U/jam dan larutan rehidrasi diganti dengan glukosa 5 %. Pada waktu pasien dapat makan lagi
diberikan sejumlah kalori sesuai kebutuhan dalam beberapa porsi. Insulin regular diberikan
subkutan 3 kali sehari secara bertahap sesuai kadar gukosa darah.
3. Kalium
Pada awal ketoasidosis diabetikum biasanya kadar ion K+ serum meningkat. Pemberian
cairan dan insulin segera mengatasi keadaan hiperkalemia. Perlu diperhatikan terjadinya
hipokalemia yang fatal selama pengobatan ketoasidosis diabetikum (KAD). Untuk
mengantisipasi masuknya ion K+ ke dalam sel serta mempertahankan kadar K serum dalam
batas normal, perlu diberikan kalium. Pada pasien tanpa kelainan ginjal serta tidak ditemukan
gelombang T yang lancip pada gambaran EKG,pemberian kalium segera dimulai setelah
jumlah urin cukup adekuat.
4. Glukosa
16
Setelah rehidrasi awal dalam 2 jam pertama, biasanya kadar glukosa darah akan turun.
Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi penurunan kadar glukosa sekitar 60
mg% per jam. Bila kadar glukosa mencapai 200 mg% maka dapat dimulai infus yang
mengandung glukosa. Perlu diingat bahwa tujuan terapi ketoasidosis diabetikum (KAD)
bukan untuk menormalkan kadar glukosa tetapi untuk menekan ketogenesis.
5. Bikarbonat
Saat ini bikarbonat hanya diberikan bila pH < 7,1 atau bikarbonat serum <9 mEq/l.
Walaupun demikian komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam tetap
merupakan indikasi pemberian bikarbonat.
Pengobatan umum meliputi antibiaotik yang adekuat, oksigen bila PO2 < 80 mgHg, heparin
bila ada KID atau bila hiperosmolar berat (> 380 mOsm/l).
Pemantauan merupakan bagian yang terpentingdalam pengobatan KAD mengingat
penyesuaian terapi perlu dilakukan selama terapi berlangsung. Untuk itu perlu pemeriksaan:
Kadar glukosa darah per jam dengan alat glukometer.
Elektrolit setiap 6 jam selama 24 jam selanjutnya tergantung keadaan.
Analisis gas darah, bila pH<7 waktu masuk, periksa setiap 6 jam sampai pH >7,1
selanjutnya sampai stabil
Tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, dan temperatur setiap jam.
Keadaan hidrasi, keseimbangan cairan.
Kemungkinan KID.
Agar hasil pemantauan efektif dapat digunakan lembar evaluasi penatalaksanaan ketoasidosis
yang baku.5
I. Komplikasi
Dalam pengobatan ketoasidosis diabetikum, dapat timbul keadaan hipoksemia dan
sindrom gawat napas dewasa (adult respiratory distress syndrome, ARDS). Patogenesis
terjadinya hal ini belum jelas. Kemungkinan akibat rehidrasi yang berlebih, gagal jantung
kiri, atau perubahan permeabilitas kapiler paru.5
Hipertrigliseridemia dapat menyebabkan pankreatitis akut. Pada evaluasi lebih lanjut
keadaan ini membaik, menunjukkan hal ini disebabkan perubahan metabolik akut selama
KAD.Infark miokard akut dapat merupakan faktor pencetus KAD, tetapi dapat juga terjadi
pada saat pengobatan KAD. Hal ini sering pada pasien usia lanjut dan merupakan penyebab
kematian yang penting.Selain itu, masih ada komplikasi iatrogenik, seperti hipoglikemia,
17
hipokalemia,hipokloremia, edema otak, dan hipokalsemia yang dapat dihindari dengan
pemantauan yang ketat dengan menggunakan lembar evaluasi penatalaksanaan ketoasidosis
yang baku.5
J. Pencegahan
Ada banyak cara untuk mencegah DKA . Salah satu yang paling penting adalah
manajemen yang tepat diabetes . Minum obat diabetes Anda seperti yang diarahkan ,
makan sehat , dan memonitor glukosa darah Anda untuk membantu mencegah DKA.
Langkah-langkah pencegahan tambahan termasuk:
Memastikan bahwa kadar gula darah Anda dalam rentang normal mereka dengan
memeriksa mereka beberapa kali per hari
Tidak pernah melewatkan dosis insulin. Ambil insulin seperti yang
direkomendasikan . Selalu memiliki insulin yang tersedia . Rencana ke depan untuk
isi ulang .
Berbicara dengan dokter Anda tentang menyesuaikan tingkat dosis insulin
berdasarkan tingkat aktivitas , penyakit , atau faktor-faktor lain , seperti apa yang
Anda makan
Mengembangkan keadaan darurat atau " sakit - hari " rencana sehingga Anda akan
tahu apa yang harus dilakukan jika Anda mengembangkan gejala DKA
Menguji urine Anda untuk tingkat keton selama periode stres yang tinggi dapat
membantu Anda menangkap moderat ke tingkat keton tinggi sebelum mereka
mengancam kesehatan Anda
Mencari perawatan medis jika gula darah dan keton tingkat Anda lebih tinggi dari
deteksi normal dini sangat penting.11
Tabel 3. Komplikasi Akibat Penatalaksanaan KAD.12
18
Complication Cause Prevention/Comments
Hypoglycemia InsulinadministrationCheck blood glucose every hrLow-dose insulin protocol
Hyperglycemia
InterruptionofinsulincoverageInsulinadministration
Overlap insulin infus ion and subcutaneousInsulin once diabetic ketoasidos is resolve
Check potassium every2 " 4 hrSupplement if potassium is< 5,3 mEq/LHypokalemia
BicarbonateSupplementation
HyperchloremicAcidosis
IntravenousNaCl fluidsUrinaryketoacidloss
Resolves quicklyFrequently clinically in signicant
Thrombo-embolism
Hypercoagulable stateSevere dehydration
Nodata to support prophylactic anticolagulation
Fluid overload Intravenous fluids Monitor total body input and output
Cerebraledema
Unknown,possiblyduetorapidcorrectionofhyperosmolality
Checkserum sodium every2 " 4 hrCheckserum osmodialityevery2 " 4 hr
ßReplace uidsgradually
Hypoxia/acuteRespiratoridistresssyndrome
Decreasedosmoticpressureleadstoincreasedlungwatercontent
Add dextrose if glucoseis< 250mg/dlAvoid charging sodium atarate> 1 mmol/hrAvoid changing osmolialityata rate > 3 mmol/hr
K. Prognosis
Prognosis dari ketoasidosis diabetik biasanya buruk, tetapi sebenarnya kematian pada
pasien ini bukan disebabkan oleh sindom hiperosmolarnya sendiri tetapi oleh penyakit yang
mendasar atau menyertainya. Angka kematian masih berkisar 30-50%. Di negara maju dapat
dikatakan penyebab utama kematian adalah infeksi, usia lanjut dan osmolaritas darah yang
sangat tinggi. Di negara maju angka kematian dapat ditekan menjadi sekitar 12%.
Ketoasidosis diabetik sebesar 14% dari seluruh rumah sakit penerimaan pasien dengan
diabetes dan 16% dari seluruh kematian yang berkaitan dengan diabetes. Angka kematian
19
keseluruhan adalah 2% atau kurang saat ini. Pada anak-anak muda dari 10 tahun,
ketoasidosis diabetikum menyebabkan 70% kematian terkait diabetes.
I. Kesimpulan
KAD adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias
hiperglikemia, asidosis, dan ketosis yang merupakan salah satu komplikasi akut metabolik
diabetes mellitus yang paling serius dan mengancam nyawa. Walaupun angka insidennya di
Indonesia tidak begitu tinggi dibandingkan negarabarat,kematian akibat KAD masih sering
dijumpai,dimana kematian pada pasien KAD Usia muda umumnya dapat dihindari dengan
diagnosis cepat, pengobatan yang tepat dan rasional sesuai dengan patofisiologinya.
Keberhasilan penatalaksanaan KAD membutuhkan koreksi dehidrasi,hiperglikemia,asidosis
dan kelainan elektrolit,identikasi faktor presipitasi komorbid,dan yang terpenting adalah
pemantauan pasien terus menerus. Penatalaksanaan KAD meliputi terapi cairan yang
adekuat,pemberian insulin yang memadai,terapi kalium,bikarbonat,fosfat,magnesium, terapi
terhadap keadaan hiperkloremik serta pemberian antibiotika sesuai dengan indikasi.Faktor
yang sangat penting pula untuk diperhatikan adalah pengenalan terhadap komplikasi akibat
terapi sehingga terapi yang diberikan tidak justru memperburuk kondisi pasien.
20
Daftar pustaka
1. American diabetes association. DKA (ketoasidosis) & ketones. 2014. Diunduh dari :
http://www.diabetes.org/living-with-diabetes/complications/ketoacidosis-dka.html .
2. Oakes EE, Cole LC. Diabetic ketoacidosis DKA. Mei 2007. Diunduh dari :
http://www.aci.health.nsw.gov.au/__data/assets/pdf_file/0008/220679/
nepean_guide_DKA_2007.pdf
3. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Erlangga;
2005.h.138.
4. Internal medicine departement. Pendekatan diagnostik dan tatalaksana ketoasidosis
diabetikum.2009. Diunduh dari:
http://internist.weebly.com/uploads/1/6/7/2/16728952/ketoasidosis_diabetikum-
stevent_sumantri.pdf
5. FK UI. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-3. Cetakan ke-10. Jakarta : Media
Aeculapius; 2009. H.498,604-10.
6. Tandra H. Segala sesuatu yang harus anda ketahui tentang diabetes. Jakarta :
Gramedia pustaka utama; 2008. H.42-4.
7. Stump E, Sylvia. Nutrition and diagnosis related care. Edisi ke-6. Baltimore: Lippincott
Williams & Wilkins; 2008. H.517.
8. Soewondo P. Ketoasidosis diabetik dalam buku ajar: ilmu penyakit dalam. Edisi ke-3.
Jilid ke-4. Jakarta: Departemen IPD FKUI; 2006.h.1874-9.
9. Denham J, Denham W. Kedaruratan Endokrin dan Elektrolit dalam kedokteran
emergensi: vademacum. Jakarta: EGC; 2013.h.272-81.
10. Bakta IM, Suastika K. Gawat darurat di bidang penyakit dalam. Jakarta :EGC; 1999.
h. 131-4.
11. Pletcher P. Diabetic ketoacidosis. Healthline. April 2014. Diunduh dari :
http://www.healthline.com/health/type-2-diabetes/ketoacidosis#MoreonHealthline8
12. Gotera W, budiyasa DGA. Penatalaksanaan ketoasidosis diabetik (KAD). Denpasar :
FK UNUD. 2010. Diunduh dari:
http://ojs.unud.ac.id/index.php/jim/article/viewFile/3948/2940.
21