Makalah-1
-
Upload
igha-hardy -
Category
Documents
-
view
234 -
download
1
description
Transcript of Makalah-1
BAB I
PENDAHULUAN
Tension pneumotorak, sering didefinisikan sebagai gangguan hemodinamik pada
pasien dengan massa udara yang luas dalam pleura, dengan prevalensi yang jarang namun
prognosisnya buruk dan yang paling sering ditemui di pra-rumah sakit, IGD, dan Intensif
Perawatan Unit (ICU). Kejadian tension pneumotorak diperkirakan terjadi antara 5% dari
pasien trauma dan 1% sampai 3% dari pasien ICU. Dalam satu penelitian kohort
retrospektif, risiko kematian sekitar 38 kali lebih tinggi pada pasien tension pneumotorak
dengan ventilasi mekanik dibandingkan dengan mereka yang tidak.1
Pneumothorak spontan dianggap sebagai keadaan yang sudah umum terjadi pada
pasien trauma dengan manifestasi yang ringan, namun, dapat mengancam jiwa jika
berlanjut menjadi tension pneumothorak. Tension pneumothorak dapat terjadi tiba-tiba,
dengan gangguan kardiovaskular yang bertahap karena adanya mekanisme kompensasi.
Namun, perburukan dapat terjadi mendadak dan kejadian tension pneumothorak
berhubungan dengan kematian.2 Advanced Trauma Life Support (ATLS)
merekomendasikan bahwa upaya dilakukan sejak awal untuk mendiagnosa kondisi pasien
dengan riwayat trauma. Selain itu, pemeriksaan rontgen thorak pada awal penilaian pasien
memiliki resiko tinggi terjadi kematian akibat penangann yang terlambat.1
Tension pneumothorak ditandai dengan takikardia, gangguan pernapasan, keringat
berlebih, hipotensi dan pucat akibat hipoksemia, pergeseran mediastinum dan penurunan
aliran balik vena. Berhentinya fungsi kardiopulmoner bisa terjadi jika tetap tidak diobati.
Namun, penelitian pada pasien dengan tension pneumothorak masih kurang. Hasil beberapa
penelitian telah menginformasikan bahwa tension pneumothorak merupakan kejadian yang
jarang tetapi termasuk dalam kegawatdaruratan yang memerlukan dekompresi langsung.1
Thorakostomi merupakan terapi paling tepat sebelum konfirmasi radiologi dilakukan ketika
kondisi ini pertama diduga. Dengan demikian, dokter hanya melakukan penilaian terhadap
manifestasi klinis untuk mendiagnosis tension pneumothoraks. Gejala yang paling sering
dilaporkan salah satunya adalah gangguan hemodinamik (hipotensi akibat terdorongnya
jantung) yang berhubungan dengan tanda-tanda yang mengarah ke pneumothorak
(hipoksia, gangguan pernapasan, tidak ada suara napas pada satu sisi paru yang terdengar
1
pada auskultasi) dan pergeseran mediastinum (deviasi trakea dan pelebaran vena
jugularis).2
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Paru
1. Anatomi Thorak
Thorax terletak antara leher dan perut. Cavum thorax terdiri dari jantung, paru-paru,
trakea, esophagus dan pembuluh darah. Rangka thorax dibentuk oleh columna
vertebralis, tulang costa, cartilago costa, dan sternum. Tulang-tulang tersebutlah
yang melindungi cavum thorax dan beberapa organ abdomen, contohnya hati dan
limpa.3
a. Costa
Costa terdiri dari 12 pasang tulang rusuk, dimana dari 12 pasang tersebut terbagi
menjadi:
- 7 pasang costa sejati, dimana costa-costa tersebut memiliki artikulasi dengan
vertebra posterior dan dengan sternum di anterior melalui kartilago costa.
- 3 pasang costa palsu, dimana kartilago dari costa ke-8, ke-9, dan ke-10
memiliki artikulasi dengan kartilago costa di atas.
- 2 pasang costa melayang, dimana costa ke-11 dan ke-12 tidak memiliki
artikulasi di anterior.
3
b. Sternum3
4
Tulang sternum dapat di palpasi pada garis tengah (midline) bagian anterior
thorax. Sternum terbagi atas beberapa regio, yaitu:
- Manubrium : memiliki facet untuk artikulasi dengan clavicula, kartilago costa
ke-1 dan bagian atas dari kartilago costa ke-2. Di bagian inferior berartikulasi
dengan corpus sternum pada sendi manubriosternal.
- Corpus
- Xifoid memiliki artikulasi atas dengan corpus pada sendi xifisternal. Xifoid
biasanya tetap kartilaginosa sampai masa dewasa.
c. Rongga Intercostalis3
Rongga ini dilapisi oleh tiga otot yang menyerupai dinding otot abdomen.
Ketiga otot tersebut yaitu:
- M. Intercostalis Externus : otot ini berjalan mengisi rongga intercostalis dari
vertebra posterior sampai di perbatasan kostokondral di anerior, kemudian otot
ini terus berjalan ke depan sebagai membran yang tipis, secara kasat mata, otot
ini akan terlihat seperti huruf V.
- M. Intercostalis Internus : otot ini berjalan mengisi rongga intecostalis dari
sternum sampai ke angulus costa kemudian berjalan ke belakang sebagai suatu
membran yang tipis, secara kasat mata, otot ini akan terlihat seperti huruf A.
- M. Intercostalis Intima (terdalam) 3
d. Mediastinum3
Mediastinum adalah suatu bagian penting dari thorax. Mediastinum terletak
di antara kavita pleuralis dan mengandung banyak organ penting dan struktur
vital. Proes penting yang melibatkan mediastinum mencakup emfisema, infeksi,
perdarahan serta banyak jenis kista dan tumor primer. Kelainan sistemik seperti
karsinoma metastatic dan banyak penyakit granulomatosa juga bisa terlibat
dalam mediastinum. Lesi terutama berasal dari esophagus, trakea, jantung dan
pembuluh darah besar biasanya berhubungan dengan susunan organik spesifik
yang terlibat daripada mediastinum. 3
Batas ruang mediastinum, atas: pintu masuk toraks, bawah: diafragma,
lateral: pleura mediastinalis, posterior : tulang belakang, anterior : sternum.
Karena rongga mediastinum tidak dapat diperluas, maka pembesaran tumor
5
dapat menekan organ penting di sekitarnya dan dapat mengancam jiwa.
Kebanyakan tumor mediastinum tumbuh lambat sehingga pasien sering datang
setelah tumor cukup besar, disertai keluhan dan tanda akibat penekanan tumor
terhadap organ sekitarnya. Secara garis besar mediastinum dibagi atas 4 bagian
penting:
Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra
torakal ke-5 dan bagian bawah sternum.
Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke
diafargma didepan jantung.
Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke
diafragma dibelakang jantung.
Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke
diafragma di antara mediastinum anterior dan posterior. 3
2. Anatomi Paru
6
Paru-paru adalah organ pada system pernapasan (respirasi) dan berhubungan
dengan system peredaran darah (sirkulasi) vertebrata yang bernapas dengan udara.
Fungsinya adalah menukar oksigen dari udara dengan karbon dioksida dari darah.
Paru-paru terdiri dari organ-organ yang sangat kompleks. Bernapas terutama
digerakkan oleh otot diafragma (otot yang terletak antara dada dan perut). Saat
menghirup udara, otot diafragma akan mengerut, ruang yang menampung paru-paru
akan meluas. Begitu pula sebaliknya, saat menghembuskan udara, diafragma akan
mengembang dan paru-paru akan mengempis mengeluarkan udara.
Akibatnya, udara terhirup masuk dan terdorong keluar paru-paru melalui
trakea dan tube bronchial atau bronchi, yang bercabang-cabang dan ujungnya
merupakan alveoli, yakni kantung-kantung kecil yang dikelilingi kapiler yang berisi
darah. Di sini oksigen dari udara berdifusi ke dalam darah, dan kemudian dibawa
oleh hemoglobin.
Selama hidup paru kanan dan kiri lunak dan berbentuk seperti spons dan
sangat elastic. Jika rongga thorax dibuka volume paru akan segera mengecil sampai
1/3 atau kurang. Paru-paru terletak di samping kanan dan kiri mediastinum. Paru
satu dengan yang lain dipisahkan oleh jantung dan pembuluh-pembuluh besar serta
struktur lain di dalam mediastinum. Masing-masing paru berbentuk kerucut dan
diliputi oleh pleura visceralis, dan terdapat bebas di dalam cavitas pleuralis masing-
masing, hanya dilekatkan pada mediastinum oleh radix pulmonalis.
Setiap paru-paru memiliki :
a. Apeks ; tumpul, menonjol ke atas ke dalam leher sekitar 2,5cm di atas
clavicula
b. Permukaan costo-vertebral ; menempel pada bagian dalam dinding dada
c. Permukaan mediastinal ; menempel pada pericardium dan jantung
d. Basis pulmonis ; terletak pada diafragma
Batas-batas paru :
a. Apeks ; atas paru (atas costae) sampai dengan di atas clavicula
b. Atas ; dari clavicula sampai dengan costae II depan
c. Tengah ; dari costae II sampai dengan costae IV
d. Bawah ; dari costae IV sampai dengan diafragma
7
a. PULMO DEXTER/PARU KANAN
Pulmo dexter sedikit lebih besar dari pulmo sinister dan dibagi oleh fissura
obliqua dan fissura horizontalis pulmonis dexter menjadi tiga lobus ; lobus
superior, lobus medius, dan lobus inferior. Fissura oblique berjalan dari pinggir
inferior ke atas dan ke belakang menyilang permukaan medial dan costalis
sampai memotong pinggir posterior sekitar 6,25cm di bawah apex pulmonis.
Fissura horizontalis berjalan horizontal menyilang permukaan costalis setinggi
cartilage costalis IV dan bertemu dengan fissure obliqua pada linea axillaris
media.Pulmo dexter mempunyai sepuluh segmen, yaitu lima buah segmen pada
lobus superior, dua buah segmen pada lobus medial, dan tiga buah segmen pada
lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobules.3
Diantara lobules satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang
berisi pembuluh darah, getah bening, dan saraf. Dalam tiap lobules terdapat
sebuah bronkeolus. Di dalam lobules, bronkeolus ini bercabang-cabang yang
disebut duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang
diameternya antara 0,2-0,3mm.
Segmen pulmo dexter :
a. Lobus superior : - segmen apicale
- Segmen posterior
- Segmen anterior
b. Lobus medius : - segmen lateral
- Segmen medial
c. Lobus inferior : - segmen apicobasal
- Segmen mediobasal
- Segmen anterobasal
- Segmen laterobasal
- Segmen posterobasal
8
Hilus pulmonalis dexter terdiri dari :
a. A. pulmonalis dextra
b. Bronchus principales dextra ; bronchus lobaris superior, medius dan inferior
c. Vv. Pulmonalis dextra
d. Nodule lymphideus
b. PULMO SINISTER/PARU KIRI
Pulmo sinister dibagi oleh fissure oblique dengan cara yang sama menjadi
dua lobus; lobus superior dan lobus inferior. Pada pulmo sinister tidak ada
fissure horizontalis.
Segmen pulmo sinister :
a. Lobus superior : - segmen apicoposterior
- Segmen anterior
- Segmen lingual superior
- Segmen lingual inferior
b. Lobus inferior : - segmen apicobasal
- Segmen antero medial basal
- Segmen laterobasal
- Segmen posterobasal
Hilus pulmo sinister :
a. A. pulmonalis sinistra
b. Bronchus principales sinistra
c. Vv. Pumonalis sinistra
d. Noduli lymphoideus
Pada pulmo sinister terdapat incisura cardiac yang merupakan lengkung untuk
jantung (cardiac notch) dan impression cardiac yang lebih besar, karena 2/3
jantung terletak di pulmo sinistra.
9
Gambar 1. Lobus Paru Dextra dan Sinistra
Gambar 2. Segmen Paru Dextra dan Sinistra
10
Gambar 4. Hilus Paru
11
c. Bronchus
Bronchus terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira
vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi
oleh jenis sel yang sama.
Bronkus Terdiri dari :
• Bronkus Principalis
• Bronkus Lobaris
• Bronkus Segmentalis
Bronkus kanan lebih pendek, lebih lebar dan lebih vertikal daripada yang kiri,
sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama
lewat di bawah arteri, disebut bronkus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan
lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum di
belah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah. 3
Gambar 3.4 Pembagian Bronkus
12
d. Alveolus3
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada
dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan sakus
alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau kadang disebut lobolus
primer. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus
Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori Kohn. 3
Gambar 3.5 Struktur Alveoli
e. Pleura
Kata pleura berasal dari bahasa latin pleuron yang berarti sisi (side).2,7
Pleura adalah selapis membran jaringan fibrosa yang halus, basah dan semi-
transparan serta terdiri dari selapis epitel skuamosa yang disebut mesotelium.2,7,8
Total luas permukaan pleura diperkirakan adalah 2000 cm2 pada laki-laki dewasa.
Pleura terdiri dari pleura viseral dan pleura parietal dan ruang kosong di antara
13
keduanya disebut rongga pleura. Rongga pleura kanan dan kiri dipisahkan oleh
mediastinum serta terpisah dari rongga perikardium.2,7 Pleura viseral melapisi
seluruh permukaan paru dan memiliki kontak dengan dinding dada, diafragma,
mediastinum dan fisura lobaris. Pleura parietal melapisi permukaan dalam rongga
toraks termasuk permukaan mediastinum dan diafragma. Berdasarkan bagian
permukaan intratoraks, pleura parietal terbagi atas:
1. Pleura parietal costae yang membatasi permukaan dalam tulang iga dan otot
interkostal.
2. Pleura parietal mediastinum yang melapisi struktur mediastinum.
3. Pleura parietal diafragmatika yang melapisi permukaan cembung diafragma.
4. Pleura parietal servikal yang mencapai leher dan melebar hingga di atas tulang
iga pertama.
Pleura viseral dan parietal memiliki suatu rongga tertutup yang dapat
berkembang di antara kedua lapisan pleura yang disebut rongga pleura. Rongga
pleura kanan dan kiri pada manusia merupakan rongga yang terpisah satu sama lain
dan juga terpisah dari rongga mediastinum dan rongga perikardium. Pleura viseral
dan parietal akan bertemu di bagian hilus paru yaitu daerah penetrasi saluran napas
utama dan pembuluh darah paru. Pleura mediastinum akan masuk secara lateral ke
dalam hilus paru (lung root) pada hilus paru. Pada bagian posterior dari hilus paru,
pleura akan berlanjut ke arah bawah sebagai lipatan ganda yang tipis dan dikenal
sebagai ligamen paru. Ligamen paru terletak di bagian bawah hilus paru sebagai
lipatan ganda pleura dan membentuk suatu ruang kosong yang memberikan ruang
ekspansi untuk pembuluh-pembuluh di hilus paru saat penurunan diafragma pada
proses inspirasi.
14
Sejumlah cairan terdapat di antara pleura parietal dan viseral pada keadaan
normal yang berfungsi sebagai pelicin dengan rerata total volume cairan pada
manusia yang tidak merokok adalah 0,26 ± 0,1 ml/kg berat badan dan dari hasil
beberapa penelitian pada hewan bervariasi antara 0,04 – 0,2 ml/kg berat badan.1
Volume cairan pleura berjumlah ±15-20 ml dengan jumlah sekitar 1700 sel/mm3
(75% makrofag, 23% limfosit, 1% sel-sel mesotel).9 Volume dan karakteristik
cairan pleura ditentukan oleh kombinasi dinamika sirkulasi paru dan sistemik,
drainase limfatik, gerakan mekanik rongga toraks dan gerakan jantung. 5
B. Fisiologi Paru
1. Fisiologi Pleura
Pleura merupakan bagian penting dalam proses respirasi melalui tekanan di
dalam rongga pleura atau tekanan pleura. Tekanan pleura adalah tekanan pada
permukaan luar paru dan jantung serta pada permukaan dalam rongga toraks.
15
Tekanan pleura berperan penting dalam menentukan volume paru, jantung dan
rongga toraks. Fungsi utama pleura dan rongga pleura adalah untuk memfasilitasi
pengembangan dan pengempisan paru di dalam dada. Dalam keadaan normal,
tekanan subatmosfer intrapleura menjaga pleura viseral dan pleura parietal tetap
berhubungan secara mekanik dan mempertahankan posisi mediastinum. 4
Fisiologi Tekanan Pleura
Tekanan pleura secara fisiologis terdiri dari dua jenis tekanan yaitu tekanan cairan
pleura dan tekanan permukaan pleura. Tekanan cairan pleura menggambarkan
tekanan yang mempengaruhi absorpsi cairan pleura, sedangkan tekanan permukaan
pleura menggambarkan keseimbangan antara tarikan rongga toraks ke luar dan
tarikan paru ke dalam. Pengelompokan kedua tekanan pleura ini tidak lagi dipakai
dan hanya satu definisi tekanan pleura yang digunakan saat ini. Tekanan pleura
menggambarkan keseimbangan antara tarikan ke luar dari rongga toraks dan tarikan
ke dalam dari paru.
Tekanan pleura dalam keadaan normal adalah bernilai –3 hingga –5 cm H2O
pada kapasitas residu fungsional (KRF) dan bernilai –30 cm H2O pada kapasitas
paru total (KPT). Tekanan pleura normal pada awal inspirasi adalah –5 cm H2O
yaitu jumlah suction yang diperlukan untuk mempertahankan paru terbuka pada
keadaan istirahat. Selama inspirasi normal, ekspansi rongga toraks akan menarik
keluar dengan gaya yang lebih besar dan menciptakan tekanan yang lebih negatif
yaitu –7,5 cm H2O. Tekanan pleura pada paru akan menjadi lebih negatif jika
compliance paru berkurang.
Tekanan pleura tidak bernilai sama di seluruh permukaan pleura dengan
tekanan pleura bernilai lebih negatif di bagian superior atau apeks paru dan bernilai
lebih positif di bagian inferior atau basal paru dengan perbedaan tekanan mencapai
8 cm H2O atau lebih. Hal ini dapat disebabkan oleh gaya gravitasi, ketidaksamaan
bentuk dinding dada dan paru, berat paru dan struktur intratoraks lainnya. Tekanan
alveolus adalah tekanan udara di dalam alveolus paru. Tekanan alveolus relatif
konstan di seluruh jaringan paru normal sehingga gradien tekanan resultan di
rongga pleura berbeda pada berbagai permukaan paru dengan gradien tekanan di
apeks paru lebih besar dibandingkan basal paru. Perbedaan atau gradien tekanan
16
pleura dan tekanan alveolus disebut tekanan transpulmoner. Tekanan transpulmoner
merupakan pengukuran gaya elastik paru dan mempengaruhi keteregangan paru.
Gradien tekanan yang lebih tinggi di apeks paru berperan dalam pembentukan bleb
pleura di apeks paru dan merupakan penyebab pneumotoraks spontan. Gradien
tekanan pleura juga berperan dalam variasi distribusi ventilasi.
Pleura viseral dan pleura parietal berdekatan namun sesungguhnya tidak
menyentuh satu sama lain karena gaya penolakan yang disebabkan oleh fosfolipid
yang diabsorpsi tiap permukaan pleura oleh mikrovili sel mesotel dan membentuk
sistem lubrikasi yang efisien untuk mengurangi gesekan saat respirasi. Volume paru
akan berkurang jika toraks dihubungkan dengan tekanan atmosfer karena sifat rekoil
elastiknya bersamaan dengan terjadinya pengembangan toraks. Saat toraks
mengembang, volume rongga toraks kurang lebih 55% dari kapasitas vital dan
volume paru di bawah volume residu. Saat toraks mengempis dan pasien dalam
keadaan istirahat, sistem pernapasan berada pada kapasitas residu fungsional (KRF),
yaitu kurang lebih 35% dari kapasital total paru sehingga pada keadaan KRF, gaya
elastis berlawanan pada dinding dada dan paru akan menghasilkan tekanan negatif
antara pleura viseral dan pleura parietal yang disebut sebagai tekanan pleura.
17
Tekanan pleura bernilai negatif ini memiliki implikasi mekanis yaitu menjaga paru
tetap melekat pada dinding dada dan endotel dinding kapiler tetap menempel pada
dinding epitel di paru. 4
2. Mekanisme Respirasi 7
Proses pernafasan dibagi menjadi 3 proses utama, yaitu: ventilasi pulmonal, difusi
dan transportasi.
a. Ventilasi pulmonal
Proses keluar masuknya udara antara atmosfer dan alveoli paru-paru.
Udara bergerak masuk dan keluar dari paru-paru dikarenakan adanya selisih
tekanan udara diatmosfer dan alveolus serta didukung kerja mekanik otot – otot.
Selama inspirasi volume rongga dada bertambah besar karena diafragma turun
dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot. Otot serratus, otot scaleneus
dan intercostalis externus berperan mengangkat iga, sedangkan otot
sternokleidomastoideus mengangkat sternum keatas.
Mekanisme ventilasi dimulai dari proses inspirasi. Selama inspirasi udara
bergerak dari luar kedalam trakea, bronkus, bronkiolus dan alveoli.Selama
ekspirasi gas yang terdapat dalam alveolus prosesnya berjalan seperti inspirasi
dengan alur terbalik. Faktor fisik yang mempengaruhi keluar masuknya udara
merupakan gabungan dari ventilasi mekanik yang terdiri atas:
1.a.1 Perbedaan tekanan udara
Udara mengalir dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan
rendah. Selama inspirasi pergerakan diafragma dan otot – otot bantu
pernafasan lainnya memperluas rongga dada sehingga menurunkan
tekanan dalam rongga dada sampai dibawah tekanan atmosfir. Hal ini
menyebabkan udara tertarik melalui trakea dan bronkus lalu masuk
hingga kedalam alveoli.Saat ekspirasi normal, diafragma relaksasi dan
paru – paru mengempis, hal ini menyebabkan penurunan luas rongga
dada.Tekanan olveoli kemudian melebihi tekanan di atmosfir sehingga
udara terdesak keluar dari paru – paru menuju atmosfir.
1.a.2 Resistensi jalan udara
18
Peningkatan tekanan dari cabang bronkus dan adanya benda asing dalam
saluran nafas akan mengakibatkan udara terhambat masuk ke dalam
alveolus.
1.a.3 Complian paru-paru
Merupakan kemampuan paru – paru untuk mengembang dan
mengempis.Saat inspirasi paru – paru mengembang dan saat ekspirasi
paru – paru mengempis.
b. Diffusi 4
Proses difusi gas – gas melintasi membrane antara alveolus kapiler yang tipis.
kurang dari 0,5 mm. Proses pemindahan ini terjadi selisih tekanan parsial
antara darah dan fase gas. Tekanan oksigen dalam atmosfer sama dengan
tekanan laut yakni kurang lebih 149 mmHg ( 21 % dari 760 mmHg ).
Pada saat inspirasi, tekanan partial oksigen mengalami penurunan sampai
sekitar 103 mmHg, sebagai akibat dari udara yang tercampur dengan ruang rugi
anatomis pada saluran udara dengan uap air.
Faktor – faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi gas melalui membrane
paru adalah:
Perbedaan tekanan dalam membrane.
Perbedaan besar area membrane paru – paru.
Ketebalan membrane.
Koefisien difusi.
c. Transportasi
1.c.1 Transport oksigen dalam darah
Sistem pengangkutan oksigen dalam tubuh terdiri atas paru – paru dan
system kardiovaskuler. Pengangkutan oksigen kejaringan tertentu
tergantung pada:
Jumlah oksigen yang masuk paru.
Pertukaran gas yang cukup pada paru.
Aliran darah ke jaringan.
19
Kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah.
1.c.2 Transport karbondioksida dalam darah
Transport karbondioksida dari jaringan ke paru – paru yang selanjutnya
dibuang dilakukan dengan 3 cara yaitu:
10 % secara fisik larut dalam plasma.
20 % berikatan dengan gugus amino pada hemoglobin dalam sel
darah merah. Hemoglobin yang berkaitan dengan karbondioksida
disebut karbaminohemoglobin.
70 % ditransport sebagai bikarbonat plasma.
Kelarutan karbondioksida dalam darah kira – kira 20 kali lebih besar
daripada kelarutan oksigen, dimana terjadi difusi dalam sel darah
merah dengan cepat dan mengalami hidrasi menjadi H2CO3, yang -
disebabkan adanya aktivitas enzim anhidrase karbonat, disosiasi
hasil yang terjadi H + dan HCO -3 ,reaksi tersebut dapat digambarkan
adanya keseimbangan asam dan basa, yang juga dipengaruhi oleh
fungsi paru dan homoestasis karbondioksida.
1.c.3 Kurva disosiasi oksihemoglobine 4
Oksihemoglobin adalah struktur terikatnya oksigen pada hemoglobin.
Pengaruh PaO2 terhadap oksihemoglobin tidak digambarkan dengan
fungsi garis lurus, karena pengaruh tekanan oksigen dalam pembuluh
darah tidak bersifat langsung atau proporsinya bukan perbandingan 1 :
1. Gambaran kurva dalam kondisi PO2 sebesar 60 – 100 mmHg akan
menghasilkan kurva datar ( plateau ) dengan saturasi 90 %, jika
PO2< 40 – 50 kurva yang digambarkan terlihat curam.Hal ini
menginformasikan bahwa daya hemoglobin untuk mengangkut oksigen
menurun sehingga oksigen mudah lepas.
Ada 3 faktor penting yang mempengaruhi kurva ikatan disosiasi
oksihemoglobin yaitu : pH, suhu, konsentrasi 2,3 difosfogliserat.
- PO2 ↑ + Hb = HbO2 ← pH ↓, suhu ↓ atau
- PO2 ↓ + O2 → pH ↑ dan suhu ↓
20
3. Otot pernafasan dan otot-otot bantu nafas
Paru-paru dapat dikembangkempiskan melalui 2 cara : (1) diafragma
bergerak turun naik untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada, dan (2)
depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil diameter
anteroposterior rongga dada. 4
Pernapasan normal dan tenang dapat dicapai dengan hamper sempurna
melalui metode pertama dari kedua metode tersebut, yaitu melalui geraan
diafragma. Selama inspirasi, kontraksi diafragma menarik permukaan bawah paru
kea rah bawah. Kemudian selama ekspirasi, diafragma mengadakan relaksasi, dan
sifat elastis daya lenting paru (elastic recoil), dinding dada, dan struktur abdominal
akan menekan paru-paru. Namun, selama bernafas kuat daya elastis paru tidak
cukup untuk menghasilkan ekspirasi cepat yang diperlukan, sehingga diperlukan
tenaga ekstra yang terutama diperoleh dari kontraksi otot-otot abdominsal, yang
mendorong isi abdomen ke atas melawan dasar diafragma. 4
Metode kedua untuk mengembangkan paru adalah dengan mengangkat
rangka iga. Penegmbangan paru, ini dapat terjadi karena pada posisi istirahat, iga
miring kebawah, dengan demikian sternum turun kebelakang kea rah kolumna
vertebralis. Tetapi, bila rangka iga dielevasikan, tulang iga langsung maju, sehingga
sternum sekarang bergerak ke depan menjauhi spinal, membentuk jarak
anteroposterior dada kira-kira 20% lebih besar selama inspirasi maksimum
21
dibandingkan selama ekspirasi. Oleh Karena itu, otot-otot yang mengelevasikan
rangka dada dapat diklasifikasikan sebagai otot-otot inspirasi dan otot-otot yang
menurunkan rangka dada diklasifikasikan sebagai otot-otot ekspirasi. Otot paling
penting yang mengangkat rangka iga adalah otot interkostalis eksterna, tetapi otot
lain yang membantunya adalah (1) sternokleidomastoideus, mengangkat sternum ke
atas, (2) serratus anterior, mengangkat sebagian besar iga, (3) skalenus,
mengangkat dua iga pertama. 4
Otot-otot yang menarik rangka iga ke bawah selama ekspirasi adalah (1)
rectus abdominis, mempunyai efek tarikan kea rah bawah yang sangat kuat terhadap
iga-iga bagian bawah pada saat yang bersamaan ketika otot-otot ini dan otot-otot
abdominal lainnya menekan isi abdomen ke atas kea rah diafragma, dan (2)
intercostalis internus. 4
C. Definisi
Tension pneumotoraks adalah bertambahnya udara dalam ruang pleura secara
progresif, biasanya karena laserasi paru-paru yang memungkinkan udara untuk masuk
ke dalam rongga pleura tetapi tidak dapat keluar atau tertahan di dalam rongga pleura.
Hal ini dapat terjadi secara spontan pada orang tanpa kondisi paru-paru kronis
("primer") dan juga pada mereka dengan penyakit paru-paru ("sekunder"), dan banyak
pneumothoraces terjadi setelah trauma fisik ke dada, cedera ledakan , atau sebagai
komplikasi dari perawatan medis. Ventilasi tekanan positif dapat memperburuk efek
“one-way-valve”. Peningkatan progresif tekanan dalam rongga pleura mendorong
mediastinum ke hemithorax berlawanan, dan menghalangi aliran balik vena ke jantung.
Hal ini menyebabkan ketidakstabilan peredaran darah dan dapat menyebabkan
traumatic arrest. 5
D. Epidemiologi
Insidensi dari tension pneumotoraks di luar rumah sakit tidak mungkin dapat
ditentukan. Revisi oleh Department of Transportation (DOT) Emergency Medical
Treatment (EMT) Paramedic Curriculum menyarankan tindakan dekompresi jarum
segera pada dada pasien yang menunjukan tanda serta gejala yang non-spesifik. Sekitar
22
10-30% pasien yang dirujuk ke pusat trauma tingkat 1 di Amerika Serikat menerima
tindakan pra rumah sakit berupa dekompresi jarum torakostomi, meskipun pada jumlah
tersebut tidak semua pasien menderita kondisi tension pneumotoraks.
Insidensi umum dari tension pneumotoraks pada Unit Gawat Darurat (UGD) tidak
diketahui. Literatir-literatur medis hanya menyediakan gambaran singkat mengenai
frekuensi pnemotoraks desak. Sejak tahun 2000, insidensi yang dilaporkan kepada
Australian Incident Monitoring Study (AIMS), 17 pasien yang diduga menderita
pneumotoraks, dan 4 diantaranya didiagnosis sebagai tension pneumotoraks. Pada
tinjauan yang lebih lanjut, angka kematian prajurit militer dari trauma dada menunjukan
hingga 5% dari korban pertempuran dengan adanya trauma dada mempunyai tension
pneumotoraks pada saat waktu kematiannya. 2
E. Etiologi
Etiologi Tension Pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah karena iatrogenik atau
berhubungan dengan trauma. Yaitu, sebagai berikut:
Trauma benda tumpul atau tajam – meliputi gangguan salah satu pleura visceral
atau parietal dan sering dengan patah tulang rusuk (patah tulang rusuk tidak menjadi hal
yang penting bagi terjadinya Tension Pneumotoraks)
Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh darah pusat), biasanya vena
subclavia atau vena jugular interna (salah arah kateter subklavia).
Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan, Pneumotoraks sederhana ke
Tension Pneumotoraks
Ketidakberhasilan mengatasi pneumothoraks terbuka ke pneumothoraks sederhana
di mana fungsi pembalut luka sebagai 1-way katup 6
F. Patofisiologi
Tension Pneumothoraks atau Pneumothoraks Ventiel, terjadi karena mekanisme
check valve yaitu pada saat inspirasi udara masuk ke dalam rongga pleura, tetapi pada
saat ekspirasi udara dari rongga pleura tidak dapat keluar. Semakin lama tekanan udara
di dalam rongga pleura akan meningkatkan dan melibihi tekanan atmosfir. Udara yang
23
terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan
gagal nafas. 7
Tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat,
mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah vena ke atrium kanan.
Pada foto sinar tembus dada terlihat mediastinum terdorong kearah kontralateral dan
diafragma tertekan kebawah sehingga menimbulkan rasa sakit. Keadaan ini dapat
mengakibatkan fungsi pernafasan sangat terganggu yang harus segera ditangani kalau
tidak akan berakibat fatal. 8
Pada saat inspirasi akan terdapat lebih banyak udara lagi yang masuk dan
tekanan udara mulai melampaui tekanan barometrik.Peningkatan tekanan udara
akan mendorong paru yang dalam keadaan recoiling sehingga terjadi atelektasis
kompresi.
24
Udara juga menekan mediastinum sehingga terjadi kompresi serta pergeseran
jantung dan pembuluh darah besar. Udara tidak bisa keluar dan tekanan yang
semakin meningkat akibat penumpukan udara ini menyebabkan kolaps paru.Ketika
udara terus menumpuk dan tekanan intrapleura terus meningkat, mediastinum akan
tergeser dari sisi yang terkena dan aliran balik vena menurun.Keadaan ini
mendorong jantung, trakea, esofagus dan pembuluh darah besar berpindah ke sisi
yang sehat sehingga terjadi penekanan pada jantung serta paru ke sisi kontralateral
yang sehat. 7
Dalam keadaan normal pleura parietal dan visceral seharusnya dapat
dipertahankan tetap berkontak karena ada gabungan antara tekanan intraprgleura yang
negative dan tarikan kapiler oleh sejumlah kecil cairan pleura. Ketika udara masuk ke
ruang pleura factor-faktor ini akan hilang dan paru di sisi cedera mulai kolaps, dan
oksigenasi menjadi terganggu. Jika lebih banyak udara yang memasuki ruang pleura
pada saat inspirasi di bandingkan dengan yang keluar pada saat ekspirasi akan tercipta
efek bola katup dan tekanan pleura terus meningkat sekalipun paru sudah kolaps total
dan akhirnya tekanan ini menjadi demikian tinggi sehingga mendiastinum terdorong ke
sisi berlawanan dan paru sebelah juga terkompresi dan dapat menyebabkan hipoksia
yang berat dapat timbul dan ketika tekanan pleura meninggi dan kedua paru tertekan,
aliran darah yang melalui sirkulasi sentral akan menurun secara signifikan yang
mengakibatkan hipotensi arterial dan syok. 7
25
G. Diagnosa
Tanda-tanda klasik dari tension pneumotoraks terdiri dari penyimpangan atau
deviasi dari trakea menjauhi bagian atau sisi paru yang mengalami tension, dada
mengalami hiperekspansi, peningkatan nada perkusi dan situasi hiperekspansi yang
pergerakan sedikit pada saat respirasi. Tekanan vena sentral biasanya meningkat,
namun status hipovolemik akan normal atau rendah.
Tanda – tanda klasik
Trachea
Expansion
Percussion Note
Breath sounds
Neck veins
Namun tanda-tanda klasik biasanya tidak ada dan lebih umum pasien takikardi
dan takipneu, dan mungkin hipoksia. Tanda-tanda ini diikuti oleh peredaran darah
dengan hipotensi dan penangkapan traumatis berikutnya dengan aktivitas listrik
pulseless (PEA). VBS dan perkusi mungkin sangat sulit untuk menilai di ICU.
Tension pneumotoraks dapat berkembang (memburuk) dengan sendirinya,
terutama pada pasien dengan ventilasi tekanan positif. Hal ini bisa segera terjadi atau
dalam beberapa jam ke depan. Sebuah takikardi hipotensi, dijelaskan dan peningkatan
tekanan udara sangat sugestif dari ketegangan berkembang. 5
H. Penatalaksanaan
Primery Survey
a. Airway and cervical spine control
Pemeriksaan apakah ada obstruksi jalan napas yang disebabkan benda asing,
fraktur tulang wajah, atau maksila dan mandibula, faktur laring atau trakea.
Jaga jalan nafas dengan jaw thrust atau chin lift, proteksi c-spine, bila perlu
lakukan pemasangan collar neck. Pada penderita yang dapat berbicara, dapat
dianggap bahwa jalan napas bersih, walaupun demikian penilaian ulang
terhadap airway harus tetap dilakukan.
26
b. Breathing: gerakan dada asimetris, trakea bergeser, vena jugularis distensi,
tapi masih ada nafas.
- Pemberian Oksigen
- Needle decompression: Tension pneumothorax membutuhkan
dekompresi segera dan penaggulangan awal dengan cepat berupa insersi
jarum yang berukuran besar pada sela iga dua garis midclavicular pada
hemitoraks yang terkena. Tindakan ini akan mengubah tension
pneumothorax menjadi pneumothoraks sederhana. Evaluasi ulang selalu
diperlukan. Terapi definitif selalu dibutuhkan dengan pemasangan
selang dada (chest tube) pada sela iga ke 5 ( setinggi puting susu) di
anterior garis midaksilaris. Dekompresi segera pake jarum suntik tusuk
pada sela iga ke 2 di midklavikula dan tutup dengan handskon biar
udara lain tidak masuk nanti lakukan WSD lebih lanjut setelah
sampai RS
27
c. Circulation : (takikardia, hipotensi)
- Kontrol perdarahan dengan balut tekan tapi jangan terlalu rapat untuk
menghindari parahnya tension pneumothoraks
- Pemasangan IV line 2 kateter berukuran besar (1-2 liter RL hangat 390C)
d. Disability : nilai GSC daan reaksi pupil
- Tentukan tingkat kesadaran ketika sambil lakukan ABC
e. Rujuk ke rumah sakit terdekat dengan peralatan medis sesuai kebutuhan
atau yang mempunyai fasilitas bedah saat kondisi pasien sudah distabilkan.
f. Pengelolaan selama transportasi :
- Monitoring tanda vital dan pulse oksimetri
- Bantuan kardiorespirasi bila perlu
- Pemberian darah bila perlu
Secondary survey dilanjutkan dengan Tatalaksana definitif
Prinsip tatalaksana di UGD
a. Eksposure : buka pakaian penderita, cegah hipotermia, tempatkan di tempat
tidur dengan memperhatikan jalan nafas terjaga. Pemasangan IV line tetap.
b. Re-evaluasi :
- Laju nafas
- Suhu tubuh
- Pulse oksimetri saturasi O2
- Pemasangan kateter folley (kateter urin) monitor dieresis, dekompresi
v. urinaria sebelum DPL
- EKG
- NGT bila tidak ada kontraindikasi (fraktur basis kranii)
- Bersihkan dengan antiseptic luka memar dan lecet bila ada lalu kompres
dan obati
- WSDSebagai alat diagnostic, terapik, dan follow up mengevakuasi
darah atau udara sehingga pengembangan paru maksimal lalu lakukan
monitoring
c. Penyulit perdarahan dan infeksi atau super infeksi. 8
28
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Tension pneumothorak merupakan keadaan akhir pada gangguan fungsi yang dapat
menyebabkan kematian jika tidak segera dilakukan tatalaksana dengan tepat.
2. Tension pneumothorak lebih sering disebabkan oleh trauma yang mengakibatkan
terjadinya mekanisme one way valve pada rongga pleura.
3. Diagnosis tension pneumothorak ditegakkan hanya dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik, tanpa melakukan pemeriksaan penunjang seperti foto thorak ataupun yang
lainnya yang dapat menunda penatalaksanaan dan evaluasi primary survey.
29
4. Terapi yang utama terhadap tension pneumothorak adalah pemasangan Water Seal
Drainage (WSD) dan jika tidak didapatkan alat tersebut dapat dilakukan
thorakosintesis terlebih dahulu sebelum dilakukan rujukan ke Rumah Sakit.
30