Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

52
1 HIDUP POLITIK ... HIDUP OTONOMI ... dan BAGAIMANA EKOLOGI? Oleh: Dr. Suparto Wijoyo Dosen Universitas Airlangga Surabaya dan Ketua KAPAL (Kenduri Agung Pengabdi Lingkungan) Jawa Timur Kutulis Otonomi Tanpa Politik Ekologi K etika Suara Bumi meminta agar saya menulis mengenai politik dan lingkungan, saya teringat buku Otonomi Tanpa Politik Ekologi yang telah kutulis dan diterbitkan Airlangga University Press sejak tahun 2010. Permintaan itu seolah meneguhkan memang lingkungan kini tersandra politik atau sebaliknya, politik dapat menjadi pemantik penyelamatan lingkungan dengan green politics yang maujud dalam green policies yang diproduk negara. Era otonomi daerah telah menyuguhkan fakta mengejutkan, ternyata politik otonomi daerah berjalan paralel dengan tingginya tingkat degradasi lingkungan daerah. Selama bulan Ramadhan, dengan menikmati suasana berpuasa, banyak pihak yang terdiri dari para pakar, birokrat dan publik telah berkumpul di Jakarta untuk berefleksi mengenai politik lingkungan pada tataran otonomi. Maka ajakan untuk menulis dari Redaksi Suara Bumi dalam suasan Ramadhan bagaikan kita diajak untuk melakukan Tadarus Lingkungan. Sungguh sangat bermakna. Kita mafhum bahwa politik otonomi daerah yang berjalan tentu saja tidak boleh hanya sekadar menandakan ada yang berubah yang membedakan dengan Laporan Utama SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Transcript of Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

Page 1: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

1

HIDUP POLITIK ... HIDUP OTONOMI ...dan BAGAIMANA EKOLOGI?

Oleh: Dr. Suparto WijoyoDosen Universitas Airlangga Surabaya dan Ketua KAPAL (Kenduri Agung Pengabdi Lingkungan) Jawa Timur

Kutulis Otonomi Tanpa Politik Ekologi

Ketika Suara Bumi meminta agar saya menulis mengenai politik dan lingkungan,

saya teringat buku Otonomi Tanpa Politik Ekologi yang telah kutulis dan

diterbitkan Airlangga University Press sejak tahun 2010. Permintaan itu seolah

meneguhkan memang lingkungan kini tersandra politik atau sebaliknya, politik dapat

menjadi pemantik penyelamatan lingkungan dengan green politics yang maujud

dalam green policies yang diproduk negara. Era otonomi daerah telah menyuguhkan

fakta mengejutkan, ternyata politik otonomi daerah berjalan paralel dengan tingginya

tingkat degradasi lingkungan daerah. Selama bulan Ramadhan, dengan menikmati

suasana berpuasa, banyak pihak yang terdiri dari para pakar, birokrat dan publik

telah berkumpul di Jakarta untuk berefleksi mengenai politik lingkungan pada

tataran otonomi. Maka ajakan untuk menulis dari Redaksi Suara Bumi dalam suasan

Ramadhan bagaikan kita diajak untuk melakukan Tadarus Lingkungan. Sungguh

sangat bermakna.

Kita mafhum bahwa politik otonomi daerah yang berjalan tentu saja tidak

boleh hanya sekadar menandakan ada yang berubah yang membedakan dengan

Laporan Utama

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 2: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

2

tata pemerintahan masa Orde Baru yang beralih ke

orde yang dibilang Orde Reformasi. Orde sekarang ini

tetaplah harus berpijak pada pandangan paradigmatik

yang fundamental terhadap ide otonomi sebagai upaya

untuk berijtihad secara komprehensif untuk menata

kehidupan kenegaraan yang lebih berkah. Politik otonomi

harus dipahami dan diimplementasikan sebagai upaya

strategis dan teknis untuk merajut penyelenggaraan

pemerintahan yang selalu independen dalam batasan

NKRI. Otonomi secara konseptual harus dikonstruksi untuk

merancang bangun negara dengan segala sumber daya

rakyatnya secara beradab. Peningkatan kesejahteraan dan

kapasitas masyarakat secara berimbang dengan tatanan

stakeholders. Stateholders adalah pilihan tunggal yang

harus dikedepankan. Otonomi hanya memiliki arti penting

bagi rumah tangga NKRI dengan warga negaranya apabila

membuat kehidupan kita lebih baik atau lebih mulia.

Dalam bahasa Pancasila tentu saja politik lingkungan harus

membuat kita semua hidup yang lebih berketuhanan,

berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan, dan

berkeadilan sosial. Tanpa perkembangan kehidupan yang

demikian, maka pelaksanaan politik otonomi harus terus

dikritisi secara substantif.

Dalam kerangka tata kelola lingkungan memang

terdapat kritik keras bahwa pelaksanaan politik otonomi

daerah tidak membawa perubahan yang berbenah lebih

baik. Degradasi lingkungan dan tingginya tingkat deforestasi

serta destruksi ekologis yang semakin menggila terus

diterima sebagai efek domino pelaksanaan otonomi daerah

yang tidak berwawasan pembangunan berkelanjutan

(sustainable development). Para petinggi pemerintah pusat

dengan mudah menuduh bahwa kehancuran lingkungan

hidup NKRI adalah sisi buruk otonomi daerah, sehingga hal

ini menjadi argumen bagi mereka untuk menarik kembali

sebagian besar kewenangan dari pemerintah daerah.

Resentralisasi dianggap sebagian pihak sebagai solusi

untuk menghentikan kerusakan lingkungan dan mencegah

kualitas lingkungan yang terus memburuk. Sementara itu

pejabat pemerintah daerah justru berdalih lebih pragmatis

lagi bahwa selama ini pemerintah pusatlah yang menguras

kekayaan alam daerah dan kini saatnya kamilah orang-

orang daerah yang menikmati sumber daya alam yang kami

punya ini. Puluhan tahun pemerintah pusat mendominasi

Laporan Utama

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

dan mengeruk kekayaan alam dengan beragam perizinan

dan rezim kontrak karya pertambangan yang dipaksakan

oleh pusat ke daerah. Saatnyalah sesi otonomi daerah ini

menjadi ajang dimana orang-orang daerah mengenyam

kenyamanan pundi-pundi ekonomi lingkungan yang

menjadi SDA daerah.

Perdebatan tersebut tentu saja akan terus berkembang

dan sangat merugikan kepentingan lingkungan. Untuk

itulah yang dibutuhkan adalah politik lingkungan yang

memformat lingkungan menjadi sentrum pembuatan

kebijakan pembangunan. Pemerintah pusat dan pemerintah

daerah harus sama-sama memiliki satu visi satu misi dan satu

aksi untuk menjadikan lingkungan sebagai variabel utama

dalam menakar dan mengukur kinerja pemerintahan.

Lingkungan adalah titik terinti kebijakan penyelenggaraan

pemerintahan dan menjadi ukuran paling rasional dalam

membangun NKRI yang lingkungannya akan selalu lestari

secara fungsional. Dinamika politik otonomi daerah

pada ruang simpul yang harus tersepakati adalah jangan

hancurkan lingkungan, karena tiada kehidupan tanpanya.

Page 3: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

3

Laporan Utama

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Krisis Lingkungan di Era Otonomi Daerah

Anda tentu sudah membaca. Terdapat paparan

simbolik-metaforik dari R. Latter atas kondisi lingkungan

kontemporer kita. Diungkapkan bahwa penduduk

Perancis beriang gembira menggunakan teka-teki untuk

mengajarkan kepada anak-anak sekolah tentang sifat

pertumbuhan yang berlipat ganda. Sebuah kolam teratai,

begitu teka-teki itu dimulai, berisi selembar daun. Tiap

hari jumlah daun itu berlipat dua. Dua lembar daun pada

hari kedua, empat pada hari ketiga, dan delapan pada

hari keempat, demikian seterusnya. Kalau kolam itu

penuh pada hari ketiga puluh, kapankah kolam itu berisi

separohnya? Begitu ditanyakan. Jawabnya adalah: “Pada

hari kedua puluh sembilan”. Cangkriman ini dirujuk pula

oleh L.R. Brown dalam bukunya The Twenty Ninth Day:

Accomodating Human Need and Numbers to The Earth‘s

Resources.

Sudah dapat dipastikan secara prediktif bahwa

kondisi kolam teratai Indonesia, kini mungkin sudah

penuh seluruhnya, padahal waktu penyelamatannya

tinggal sehari saja. Maka semua pihak harus memahami

urgensi kebutuhan memulihkan kualitas lingkungan.

Pencemaran lingkungan tampaknya tak kenal kompromi

dan kerap meluas tiada henti melanda lorong-lorong

lingkungan dengan rentetan kompleksitas konsekuensi

yang problematik. Pencemaran air apalagi soal asap di

Riau diprediksi terus meningkat. Benarkah dan mengapa?

Pelaksanaan otonomi daerah dinilai banyak pihak

telah menghasilkan sesuatu yang nyata secara ekologia,

yaitu pencemaran dan perusakan lingkungan di setiap

lini kehidupan rakyat. Piranti kelembagaan pengelolaan

lingkungan benar-benar belum didayagunakan secara

fungsional. Malapetaka lingkungan kita mencapai titik

Page 4: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

4

Laporan Utama

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

krusial yang berdampak pada banyak aspek kehidupan.

ASI mengandung logam berat Pb (timbal), penyakit ISPA

meningkat, kematian premature menggejala, dan lain

sebagainya. Wujud keangkuhan yang mendukacitakan.

Maraknya tingkat pencemaran lingkungan adalah

kebenaran yang tak terelakkan. Realitas telanjang yang tidak

perlu diragukan dan diherankan apalagi diperdebatkan.

Kenyataan itu merupakan produk sikap biarinisme dan

kemunafikan kepemimipinan. Birokrasi nasional, sektoral

dan daerah di masa banter-banternya otonomi daerah

justru telah terbidik melakukan “systematic destruction”

terhadap lingkungan yang melebihi batas-batas toleransi.

Anehnya, potret visualnya acapkali berpenampilan seolah-

olah berpihak pada kepentingan ekologis. Kok bisa?

Contohnya pencemaran air maupun udara yang

terjadi di semua daerah di Indonesia. Bagaimana air atau

udara tidak tercemar, kalau kita dan industri dibiarkan oleh

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk membuang

limbah (cairnya) tanpa kendali. Instrumen perizinan sebagai

sarana pencegahan pencemaran tidak difungsikan. Para

pengusaha dengan enaknya membuang limbah tanpa

persyaratan. Enteng sekali. Mereka bebas memuntahkan

“liur” limbahnya. Air sungai (kali) dijadikan media gratisan

para pengusaha untuk “mensemayamkan” limbahnya.

Kurang reaktifnya Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

patut dipertanyakan. Mengapa?

Pada level provinsi juga perlu ditelusuri sejarahnya

tentang kewenangan Gubernur di bidang pengendalian

pencemaran air. Sejak dulu banyak daerah telah memiliki

Peraturan Daerah tentang Pengendalian Pencemaran

Air. Melalui Perda ini, setiap pembuangan limbah cair

ke sumber-sumber air wajib mendapat izin dari Kepala

Daerah. Izin pembuangan limbah cair merupakan sarana

hukum pengendalian pencemaran air oleh Kepala Daerah.

Sesuai dengan esensi perizinan sebagai norma larangan

(prohibitur: “dilarang kecuali dengan izin”) maka perdefinisi

industri dilarang membuang limbah cairnya (ke air/sumber-

sumber air) kecuali dengan izin yang diberikan oleh Kepala

Daerah.

Komplit sudah aturan hukumnya. Tetapi apa yang

terjadi? Selama kurun waktu berlakunya aturan lingkungan,

industri di Indonesia yang memiliki izin pembuangan

limbah cair, emisi dan sebagainya ternyata “tidak sampai

hitungan jari tangan sebelah”. Alhasil, para pengusaha

secara kasatmata bebas membuang limbahnya tanpa izin.

Mengapa dalam rentang waktu otoda, Kepala Daerah

tidak menerbitkan izin secara memadai? Adakah ini suatu

kesengajaan ataukah ketidaktahuan? Untuk itulah, dalam

kasus pencemaran air di Indonesia, Kepala Daerah adalah

penegak hukum utama yang harus bertanggungjawab.

Mengapa izin pembuangan limbah cair atau kini Izin

Pembuangan Air Limbah tidak segera diterbitkan

sebagaimana mestinya? Apakah pengusaha memang

tidak mengajukannya? Atau memang pejabatnya “suka

diam-diam aja”. Memang banyak kesan pejabat “adem

ayem” dengan kantor yang “bolak-balik pindah”. Apa ini

jadi penyebabnya ya?

Dari kenyataan terdapatnya perusahaan di Indonesia

yang membuang air limbah tanpa izin, berarti para

pengusaha telah melakukan pelecehan hukum lingkungan.

Sayangnya, terhadap tabiat ini tidak membuat pejabat

tersinggung, terbukti dengan tidak adanya penindakan

yang setimpal atas perilaku kotor terhadap lingkungan.

Dalam optik demikian, aturan yang telah dikeluarkan

hanyalah “non-enforcement policy”. Dibuat tetapi tidak

Page 5: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

5

Laporan Utama

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

untuk dilaksanakan. Tragis. Semoga tidaklah demikian

niatannya.

Cukup sudah. Tak usah lagi menunda. Namun kini

ada pergeseran dengan otonomi daerah. Pengendalian

pencemaran air tidak lagi secara penuh ada di genggaman

tangan Gubernur, tapi di tangan Kepala Daerah Kabupaten/

Kota berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001. Kami semua kini

menunggu kreasi responsif Bupati/Walikota. Gubernur

selayaknya tampil sebagai koordinator yang baik. Masih

ada harapan, meskipun hanya secercah.

Menko SDA Strategis dan Lingkungan Hidup

Yah… secara esensial kita membutuhkan bangunan

kepemimpinan ekologia. Sebuah kepemimpinan yang

sensitif terhadap krisis lingkungan. Kepemimpinan

yang mempromosikan aktivitas akrab dan ramah

lingkungan. Intuisi kepemimpinan yang menetapkan

dan menggelegakkan public concern terhadap upaya

penyelamatan l ingkungan dalam pembangunan

berkelanjutan: membangun tanpa mencemarkan dan

merusak lingkungan demi nasib generasi mendatang.

Kepemimpinan ekologia mempersyaratkan pengetahuan

kasuistik maupun universal, penegakan hukum yang

efektif dan kultur kelembagaan yang kondusif bagi tatanan

“eco-society”. Betapa elegannya masyarakat yang berlabel

lingkungan. Masyarakat yang mampu bertahan hidup tanpa

memporakporandakan prospek generasi penerusnya. Inilah

substansi pembangunan berkelanjutan yang menuntun misi

kepemimpinan ekologia.

Melalui kepemimpinan ekologia, ter jadinya

pencemaran perusakan lingkungan yang terus meluas

diharapkan dapat diminimalisir. Berdasarkan Undang-

undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), pencemaran dan

perusakan lingkungan merupakan kausa lahirnya sengketa

lingkungan, bahkan kejahatan yang berskala teroris. Tentu,

eskalasi sengketa lingkungan tidak untuk diperlebar dan

diproyekkan. Penyelesaian sengketa lingkungan merupakan

konsekuensi tuntutan harmonisitas kehidupan. Hindari

jotosan di antara para pelaku pengelolaan lingkungan.

Untuk itulah perlu membangun mekanisme “pencucian

dosa lingkungan” dengan mengembangkan politik

lingkungan sebagai kunci pandora upaya mengedepankan

“win-win solution”. Maka, yang mesti diagendakan

bukan “siapa yang akan memimpin?”, tetapi “bagaimana

memimpinnya?”. Kelembagaan kepemimpinan lingkungan

nasional yang berupa Kementerian Lingkungan Hidup

(KLH) harus diperkuat agar tidak menjadi si macan

ompong. Sekeras apapun auman macan ompong, tidaklah

menakutkan, justru menggelikan dan dipermainkan. Ada

pikiran pembentukan Menko Sumber Daya Alam Strategis

dan Lingkungan Hidup melalui penguatan KLH.

Anggaran Hijau

Selama ini KLH telah mencoba untuk terus mengajak

para pemangku kepentingan alias stakeholders agar peduli

kepada lingkungan hidup. Anggota DPR-DPRD dan Kepala

Daerah merupakan titik sentrum pelaku politik dalam

pembuatan kebijakan yang selayaknya memperhatikan

mutu lingkungan hidup. Filosofi sederhana yang dapat

dikatakan adalah bahwa tidak ada kehidupan yang

sehat tanpa lingkungan hidup yang sehat. Maka apabila

dewasa ini banyak bencana yang menggerus lingkungan

merupakan indikasi awal bahwa kondisi kehidupan ke

depan sudah ada tanda-tandanya untuk tidak baik.

Menurut Undang-undang Dasar 1945 diterangkan bahwa

Page 6: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

6

Laporan Utama

lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi

manusia Indonesia. Jadi lingkungan hidup yang baik dan

sehat adalah bagian penting HAM rakyat Indonesia yang

dijamin secara konstitusional. Untuk itulah negara melalui

pemerintahnya berkewajiban untuk menyediakan mutu

kehidupan warganya dengan memberikan jaminan atas

kualitas lingkungan hidupnya yang baik dan sehat.

Sejak Pemilu 2009 lalu, dan kini 2014 perlu

kesepahaman dengan KPU-KPUD untuk memberikan

sinyal politik agar semua calon anggota dewan dan calon

Presiden serta calon kepala daerah nantinya memperhatikan

kepentingan lingkungan. Dengan ini diharapkan semua

pihak terutama yang akan mencalonkan diri sebagai aktor

politik nyata, harus menjadi “wali lingkungan hidup”.

Pihak-pihak yang tidak mempersiapkan diri untuk menjadi

penyelamat lingkungan melalui kekuasaan yang ada

ditangannya jelas tidak akan lolos dalam seleksi pencalonan.

Meski demikian semua akan kembali kepada kondisi

administratif bahwa visi misi yang sudah mencantumkan

berwawasan lingkungan akan diterima walaupun itu hanya

klise. Akan tetapi tetap kita harus optimis bahwa langkah

KLH dan KPU-KPUD harus membangun komunikasi politik

sebagai pijakan awal untuk menggulirkan isu lingkungan

menjadi pusat perhatian pembuatan kebijakan daerah yang

berwawasan lingkungan. Pembangunan berkelanjutan

(sustainable development) yang telah menjadi kesepakatan

dunia akan direalisasi dalam strategi pembangunan

lokal yang diejawantahkan oleh para punggawa daerah.

Kepala daerah terpilih yang sudah mendeklarasikan disi

bervisi lingkungan sesungguhnya telah ikrar untuk siap-

siap menjadi pembina lingkungan masa depan. Dalam

konteks inilah lingkungan akan dijadikan sebagai poros

utama pembuatan kebijakan untuk generasi sekarang dan

mendatang di wilayahnya. Selamat datang kepala daerah

yang beruhani lingkungan dalam rangka penyelamatan

negara Republik tercinta yang sedang porak poranda.

Saya ingatkan bahwa, KLH pernah membuka Konferensi

Hukum Lingkungan Berwawasan Budaya di Yogyakarta

pada 12-13 April 2007 yang dihadiri akademisi, penegak

hukum dan para budayawan maupun politisi “hijau”. Di

sini didengungkan pentingnya hukum lingkungan dan

para anggota parlemen yang hadir juga merasa betapa

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 7: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

7

Laporan Utama

pentingnya menjaga lingkungan. Sebelumnya di Jakarta

juga digelar helatan penting para petinggi negara untuk

mempersiapkan kematangan konsep alokasi tertentu

bagi anggaran lingkungan. Semua agenda pada akhirnya

mengerucut pada aspek pendanaan. Aspek ini sebenarnya

klasik dan kita akan bangun suatu dana lingkungan yang

harus dijembatani melalui pengaturan pajak lingkungan

sebagaimana telah disinggung pada beragam regulasi.

Konsep demikian secara sepihak banyak ditolak pengusaha

yang tidak mengerti tentang pentingnya pelestarian fungsi

lingkungan. Biarlah ia tetap bergulir dengan sendirinya

dan pada ujung ceritanya semua pihak akan memahami

bahwa ternyata pajak lingkungan adalah bagian dari aspek

instrumen ekonomik pengelolaan lingkungan yang tidak

terlalu memberatkan pengusaha. Pengusaha berat selama

ini bukan karena soal pajak dan retribusi yang sudah diatur

secara jelas melainkan soal penyediaan dana siluman yang

acapkali dipungut oleh preman-preman liar yang berbaju

kekuasaan.

Survei KLH tentu saja mengejutkan banyak kalangan

atau bahkan ditanggapi biasa-biasa saja. KLH telah

memberikan informasi bahwa sekarang ini hampir 50%

(tepatnya 47%) Kepala Daerah di Indonesia ini tidak ramah

lingkungan. Separuhnya lagi bervariasi antara peduli dan

setengah peduli sampai pada yang tidak mengerti tentang

kepentingan lingkungan hidup. Kenyataan ini merisaukan

sebagian pihak yang di luar jejaring kekuasaan dalam

menyelamatkan lingkungan masa depan. Maka kini telah

bergulir terus suatu pemikiran untuk menjadikan salah satu

poin dalam pengembangan lingkungan hidup di daerah

adalah dilihat dari alokasi anggaran dalam APBD. Berapa

persen dana dari APBD itu diberikan untuk kepentingan

pengelolaan lingkungan. Apa 1%, 2%, 3% dan seterusnya.

Rata-rata di Indonesia belum 1% APBD itu diperuntukkan

dalam sektor lingkungan hidup. Bagaimana ini anggota

DPRD dan Kepala Daerah? Apakah ini termasuk daerah

Anda?

Di banyak negara maju hal ini telah menjadi salah satu

jenis pembiayaan yang harus dituangkan dalam naskah

APBD. Di samping itu juga harus diberikan segmen khusus

tentang pendapatan daerah yang berasal dari kepentingan

pengelolaan lingkungan. Di Indonesia nomenklatur tentang

sumber dan pengeluaran dana publik yang menyinggung

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

aspek lingkungan memang beragam. Secara finansial

sebagaimana yang terdapat dalam APBD sesungguhnya

bangsa ini sedang melakukan kekonyolan ekologis.

Lingkungan tidak mendapat perhatian serius dalam alokasi

anggaran yang jelas di APBD dengan memadai. Untuk itulah

membuat APBD Hijau alias APBD yang menuangkan secara

tegas sumber-sumber dana publik yang berasal dari upaya

pengelolaan lingkungan hidup dan pos pengeluarannya

adalah langkah awal bagi penyelamatan lingkungan secara

finansial. APBD Hijau perlu segara diwujudkan bukan

saja untuk mendorong peran publik dalam menggalang

kekuatan kebijakan yang berwawasan lingkungan tetapi

juga membuktikan bahwa para punggawa daerah memang

sedang “jatuh cinta” kepada lingkungan. Bagaimana?

Nekropolitan dalam Politik

Politik lingkungan sangat erat dengan politik

planologi. Ini sisi serius yang menjadi sumber dari segala

sumber problem lingkungan itu ya masalah tata ruang.

Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang harus segera disosialisasikan di era otonomi daerah

ini. Ruang otoda perlu dijelaskan tetang substansi UU

Penataan Ruang tersebut. Pejabat publik yang salah dalam

mendesan kebijakan tata ruangnya akan dipenjara lebih

dahulu. Mereka harus hati-hati. Masukan ketentuan ini

merupakan perjuangan besar dan terstruktur dari teman-

teman pengamat perkotaan yang pro lingkungan. Kolega

saya dengan riang menerima formulasi demikian yang

mampu menjerat pejabat publik yang main-main atau

memain-mainkan hukum tata ruang.

Hanya saja akankah menjadi kenyataan? Tentu

membutuhkan pengawalan kita bersama. Pemerintah

daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

dipersyaratkan juga perlu segera kerja keras untuk

mempersiapkan pembaruan Peraturan Daerah Tata

Ruangnya yang selam ini ada untuk disesuaikan dengan

UU Penataan Ruang tersebut. Kebijakan perkotaan

yang berbasis penataan ruang yang waras harus segera

diwujudkan. Konsisi berikut hendaklah menjadi pelajaran

berharga bagi semua pihak pemangku kepentingan tata

kota yang berkelanjutan.

Simaklah bahwa pergulatan yang mengiringi

perkembangan kota tentu saja amat sangat beragam warna

Page 8: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

8

Laporan Utama

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

di dalam kerangka otonomi daerah berdasarkan Undang-

undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah..

Tidak ada titik-titik perkotaan yang tidak menyuguhkan

suatu tontotan dan tuntunan yang tidak mengasyikkan.

Paling tidak ya … menyesakkan. Kota-kota dunia yang

konon dinamakan kota raya alias metropolitan sejak lama

tergiring dan tergiur untuk menjadi kota-kota kematian

yang disebut nekropolitan. Simak dan sibaklah lembaran-

lembaran perkotaan di Indonesia. Di banyak kota sedang

dipertontonkan sebuah drama kolosal tentang kematian

kotanya. Kota dirasakan sedang sakit keras dalam kondisi

yang menjengahkan. Jengah dan jenuh mewarnai

warga Kota. Perikehidupan di perkotaan terjelma seperti

mesin-mesin kota yang berjalan sesuai dengan rute yang

ditetapkan tanpa nalar keberlanjutan. Tidak ada daya

imajinasi yang penuh humanisme (kamanungsan) yang

mengakurkan sesama. Kota ini berjalan seperti jalannya

”kuda liar”.

Dalam kurun waktu 30 tahun terakhir ini publik

mengalami proses ”ejakulasi” ataupun ”menstruasi”

perkotaan dalam tingkatan yang menakutkan. Titik-titik

simpul kota telah dikangkangi oleh para pemeran utama

kota dalam hitungan yang tidak terperikan rakusnya.

Kemenangan kapitalisme yang mampu mendepak ke

luar gelanggang sosialisme. Terciptalah kota dengan

telanjang bulat. Apa yang tidak menggunakan standard

harga di kota? Semua sisi kehidupan perkotaan ini telah

dihitung dalam kisaran harga jual yang jelas dan pas meski

terkadang dengan diskonan. Big Sale menjadi kata yang

memukau dan orang digiring berbelanja dalam kisaran

melebihi kebutuhan. Yakinlah bahwa ada orang kota yang

membelanjakan hartanya melebihi kebutuhannya yang

tentu saja tidak dapat mencukupi kerakusannya. Keinginan

dan kerakusan sebagian warga kota menandakan dendang

tembang tata uang. Inilah yang saya maksudkan bahwa di

kota tidak ada tata ruang, yang ada adalah tata uang. Uang

justru mampu menata ruang dengan benderangnya. Dan

banyak pihak tersedak karena uang.

Namun konyolnya adalah bahwa pemegang dan

pembuat kuasa perkotaan ini terlihat tergeletak lemas

kebanyakan uang dan menggadaikan ruangnya. Baca

saja Perda Tata Ruang Wilayah di manapun yang tidak

memberikan perubahan apapun secara maknawi kecuali

sebatas gemerlap iklan lahiriyah saja dengan ruhani yang

kerdil dan gersang. Kota membuat kita penat dalam

pusaran yang menakutkan. Cagar budayanya dicakari.

Warisan leluhur diembat dan diuntal dengan terang

benderang tanpa risih sedikit pun. Penguasanya seperti

kehilangan arah zamannya dan tidak sreg dengan apa

yang seharusnya dikerjakan. Model pembuatan tempat-

tempat iklan bando yang ”najis” secara yuridis itu kelihatan

dalam penguasaan pihak-pihak tertentu yang tidak dapat

dijamah oleh siapapun. Para politisi turut terlibatkah dalam

”menjual” kota-kota kita ini? Jawabnya jelas ada yang

ikut serta dengan melakukan kezaliman kebijakan yang

tidak berpandangan ”kotaku surgaku”. Apakah mereka

itu pelaku ”pembusukan” kota dengan politik yang abai

lingkungan?

Akhirnya Ecological Intelligence

Dari gambar-gambar plastik dan kain-kain spanduk yang

terpasang dari setiap pemain politik justru membahayakan

lingkungan. Pemilu dan politik yang telah berhasil sebagai

pembangun civil society dan mengembangkan eco-society

untuk kepentingan pelestarian lingkungan harus terus

didengungkan. Para politisi di samping memiliki kapasitas

kecerdasan intelektual yang paripurna dengan derajat

emotional intelligence (kecerdasan emosional) dan spiritual

intelligence (kecerdasan religius) yang mapan, juga bekal

kecerdasaan lingkungan. Kita semua percaya bahwa para

politisi sangat kuat untuk mengkonstruiksi kecerdasan

lingkungan bagi terbangunnya eco-society. Partai politik

pasti menyadari bahwa ternyata kecerdasan emosional

dan spiritual saja tidak cukup untuk mengubah Indonesia

lebih baik. Maka para psikolog (lingkungan) sekelas Daniel

Goleman menawarkan ukuran baru perilaku seseorang

yang dinamakan ecological intelligence. Lingkungan

harus menjadi parameter sekaligus variabel penentu setiap

perilaku seseorang. Orientasi ekologis adalah cermin

pembulat kecerdasan emosional dan spiritual. Orang

yang memiliki ecological intelligence akan memposisikan

diri pada lingkungan secara ekosistemik yang terintegrasi

dengan sikap hidupnya (ecologists). Mengotori lingkungan

haram hukumnya secara politik. Begitu kira-kira dalilnya.

Green spirit.

Page 9: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

9

Laporan Utama

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Permasalahan lingkungan hidup di Indonesia sangat beragam dengan tingkat kompleksitas yang tinggi. Kondisi ini menyebabkan pengelolaan lingkungan harus melibatkan banyak sektor dan pihak – pihak lain termasuk adalah peran

dan keterlibatan lembaga legislatif dalam hal ini Komisi VII DPR RI.Dalam penanganan permasalahan lingkungan dibutuhkan anggaran yang

besar. Namun demikian, sejauh ini anggaran yang dialokasikan untuk pengelolaan lingkungan hidup di Kementerian Lingkungan Hidup masih rendah yaitu kurang dari 0.1% APBN setiap tahunnya, sehingga banyak kegiatan – kegiatan pengelolaan lingkungan yang tidak dapat dilaksanaan.

Untuk mengetahui mengenai kebijakan penganggaran pengelolaan lingkungan hidup di KLH, maka dilakukan wawancara dengan Biro PKLN yang diwakili oleh Kepala Bagian Penyusunan Rencana Program dan Anggaran, Ir. Laksmi Wijayanti, MCP. Berikut petikan wawancaranya :

Dalam penganggaran, apa yang menyebabkan anggaran KLH masih rendah?

Sebenarnya kita sedang mencoba agar orang tidak melihat sektoral. Kalau dikatakan kecil seakan- akan anggaran di KLH kecil. Kalau kita melihat anggaran APBN harus melihat dalam konteks satu pemerintah. Misal presiden memutuskan mau konservasi atau penanganan limbah, maka diutuslah beberapa menteri di situ. Maka anggaran lingkungan hidup namanya satu fungsi. Lalu bagaimana portofolio menterinya? Untuk itu ditentukanlah portofolio menteri kehutanan mengurus hutan, menteri LH mengurus SOP atau kebijakan pengendalian pencemaran. Kalau itu sudah

KEBIJAKAN ANGGARAN KLHWawancara dengan Ir. Laksmi Wijayanti, MCP

Page 10: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

10

Laporan Utama

diterjemahkan dan portofolio ditentukan tentu itu menjadi tupoksi yang diperkuat dengan peraturan atau undang-undang. Kemudian dibuatlah pembagian kerja serta target dan indikator kinerja. Mengapa anggaran KLH rendah ? karena memang mungkin awalnya diputuskan KLH bukan portofolio seperti departeman seperti jaman dulu. Tapi kalau ditanya masih kecil? tidak... Anggaran KLH sekarang lebih besar daripada dulu. KLH kan dulu portofolionya menteri negara yang hanya melakukan koordinasi dan pembuatan kebijakan,berarti ekspektasi dari presiden tidak teralu besar. Hanya dikasih indikator ABCD. Anggaran berbasis kinerja adalah bagaimana membiayai kita dalam mencapai target. Kalau target tidak terlalu tinggi maka unit belanja yang dibutuhkan juga tidak terlalu tinggi. Jadi jangan terjebak dengan besarnya uang berapa? Bukan itu yang penting. Tapi kalau kita bicara politik lingkungan, kita harus berani mengatakan ”Ini portofolionya saya” ,nanti uang akan ikut sendiri. Jangan anggap kalau KLH satu-satunya instansi yang mengurusi lingkungan, tetapi di seluruh kementerian itu ada bagian untuk mengurusi lingkungan.

Bagaimana kaitan KLH sendiri dengan sektor lain yang juga mendapat anggaran bidang lingkungan?

Pada dasarnya adanya menteri koordinator agar kerjanya sama-sama. Saya mengakui kesannya koordinasi hanya sering rapat sama-sama. Kita bekerja masih masing – masing sektoral. Satu Undang – Undang (UU) hanya

untuk satu kementerian. Sama seperti LH. UU kita cuma ngurusin kementerian LH. Kalau dari sisi resource dari segi APBN itu sudah dibagi. Misalnya anggaran untuk konservasi sebesar sekian trilyun. Di dalamnya ada uangnya LH,kehutanan,PU,dll. Itu sebetulnya sama fungsinya, tinggal kita yang mau membuka diri. Kita ini sebenarnya partner yang secara administrasi struktural sudah dipaksa untuk bekerja bersama. Hanya saja karena kita sibuk sendiri jadi tidak sempat.

Misi dari reformasi penganggaran dan reformasi birokrasi memang masih baru jadi belum terlalu efektif.Misinya memutus yang seperti ini tidak sektoral. Boleh bekerja masing - masing tapi harus jelas. Misal output LH menurunkan limbah, pastikan pekerjaanya jelas, tidak tumpang tindih. Nah kita juga koordinasinya akan enak dengan sendirinya. KLH mengerjakan di hulu sedangkan sektor lain di hilir.

Kemudian optimalkah koordinasi KLH dengan sektor lain selama ini?

Tidak optimal. Jadi KLH belum berprestasi di bidang itu. Peran koordinasi belum ada. Dari sekian mandat Undang Undang PPLH No. 32 tahun 2009 belum semua Peraturan Pemerintah selesai. Itu sudah menjadi ukuran kita belum optimal menjalankan sesuai UU. Itu secara terukur saja dalam hal kita menyelesaikan mekanisme. Pemerintah beda dengan bisnis. Pemerintah bekerja secara akuntabilitas

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 11: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

11

Laporan Utama

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

yaitu bekerja sesuai aturan. Bukannya birokrasi tidak boleh fleksibel tapi bagaimana kita bisa dipercaya kalau kita tidak bekerja sesuai aturan. Peraturan itu belum sempurna. Jadi sampai sekarang belum optimal. Secara terukur LAKIP KLH masih C, hasil pemeriksaan keuangan walaupun nilainya WTP tetapi masih dengan catatan.

Apa saja strategi untuk mencapai sasaran strategis KLH dengan anggaran yang ada?

Sebetulnya sederhana saja yaitu “Lets The Manager Manage”. Pemerintah baik pusat atau daerah cenderung over managing atau mikro manajeman. Pergi keluar kota saja mesti kita urus. Nah itu pelan - pelan akan ditinggalkan. Bagaimanapun intervensi mikro manajeman tidak akan membuat kita lebih baik. Prinsip reformasi penganggaran Lets The Manager Manage adalah “ Kalau sudah punya target maka harus harus benar – benar mengetahui target tersebut”. Apa yang harus dicapai, dengan cara apa untuk mencapai, dan harus terukur. Misal untuk menurunkan beban pencemaran 20 ton per hari, caranya harus jelas sesuai peraturan dan secara akuntabilitas harus dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya cara saya adalah dengan menerapkan pajak, dan itu sudah teruji peraturanya. Jadi orang beranggapan juga itu bagus dan dianggap sebagai cara yang tepat. Maka ketika kita mennjalankan itu menggunakan anggaran yang diberikan, kita harus efisien, tidak dihambur- hamburkan. Kalau ditanya biar efektif? Kita jangan mengintervensi terlalu dalam. Karena dengan sendirinya ada mekanisme evaluasi. Misalnya sekarang PPE Sumatera outputnya apa? Misal outputnya dokumen informasi ekoregion di bidang X dengan penanggung jawab nya kabid Y. Dulu kita masih meributkan orang tersebut kebanyakan perjalanan dinas, untuk apa keluar negeri padahal tidak tertuang dalam TOR. Nanti pelan - pelan tidak akan diuruskan lagi oleh kami.Yang penting nanti hasilnya ada atau tidak? Begitu hasilnya dapat ini dokumen informasi ekoregion sehingga bisa tahu sebaran lahan, potensi banjir,kapan kebakaran,musim yang berubah,dll hanya dengan satu dokumen. Lalu kita melihat hasilnya luar biasa.lalu kita liat anggaran untuk mendapatkan dokumen itu kita harus mengeluarkan dana 100 milyar .Nah itu mekanismenya adalah mekanisme efisiensi, yang kita sebut sebagai kerugian negara.Karena yang seperti itu 10 milyar juga cukup.Tetapi kan kita memberi kepercayaan kepada orangnya .Nanti lama - lama orangnya memperbaiki sendiri. Dan itu akan diterapkan sekarang sehingga peran pemeriksa atau BPK akan lebih besar sekarang karena Kemenkeu tidak lagi akan mengurusi yang kecil - kecil

seperti itu

Apa saja yang menjadi program prioritas dan non prioritas KLH?

Setiap kementerian pasti punya renstra 5 tahun. Misal untuk penurunan beban pencemaran karena tidak mungkin kita diberi target selesai 1 tahun. Pasti setidaknya 5 tahun. Di dalam awal desain Renstra dalam menurunkan beban pencemaran bagian deputi 2 akan mengerjakan apa dari tahun pertama sampai selanjutnya. PPE juga seperti itu. Baru ketika sudah tahu targetnya uangnya menyusul .Jadi kalau mau menentukan pagu anggaran tiap tahun mudah.Misal mau membuat 20 dokumen.1 dokumennya berapa? 20 juta misalnya.ya sudah berarti saya hanya kasih 400 juta. Sesimpel itu ....semua tergantung targetnya. Yang jadi masalah adalah yang pertama adalah tidak mengetahui target,yang kedua tidak tahu unit cost dan itu lebih masalah lagi. Jadi orang tidak mengetahui berapa biaya pembuatan laporan,saya kasih 10 juta bisa..... saya kasih 200 juta bisa juga dan pasti saya pilih yang kecil karena dengan anggaran kecil saja sudah bisa. Tetapi sebenarnya prinsip mengalokasikan PAGU sesimpel itu kok.Kita dari PKLN biasakan agar orang tau target, tau barang keluaranya seperti apa, caranya jelas,berstandar,maka tinggal hitung butuhnya berapa. Pendapat yang salah adalah apabila ada yang mengatakan PKLN yang menentukan pagu. Kami tidak berani, itu bukan tugas kami . Tetapi kalau orangnya tidak tahu kita melihat proyeksi tahun lalu. Apabila targetnya sama...ya kita samakan lagi karena memang harus segera diambil keputusan.

Besaran anggaran KLH tidak terlepas dari peran Komisi VII DPR RI.Bagaimana dengan dukungan komisi VII terhadap KLH?

Kalau dilihat sebagai satu lembaga, hubungan kita dengan komisi VII baik sekali. Jadi suportif komisi VII itu track record kita dalam penganggaran tidak pernah memotong anggaran kita sampai saat ini. Memang kalaupun ada ketidakpuasan pada kinerja tetapi tidak pada sangat mengecewakan. Hubungan antar lembaga sangat baik, hampir selalu ditambah tiap tahun anggaranya. Selalu dikoreksi cara bekerjanya,walaupun kemudian inputnya belum selalu cocok.

Legislatif sangat berhak untuk minta Dapilnya diperhatikan. Dia kan naik menjadi wakil rakyat punya basis masa yang besar. Tinggal kita jaga agar tidak digunakan untuk yang tidak perlu.

Page 12: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

12

Laporan Utama

Bagaimana dengan mekanisme penganggaran dengan adanya APBNP?

Pada prinsipnya dalam pembuatan anggaran,di depan dibuat perencanaan dan secara sistem di tengah tahun harus ada review. Namun tidak semua orang ingat esensi APBNP.

Dalam beberapa kesempatan Rapat Dengar Pendapat (RDP), komisi VII mengatakan bahwa anggaran KLH sangat minim dan perlu ditambah. Bagaimana KLH menanggapi hal tersebut?

Legislatif dan tatanan pemerintah kan berbeda. Di pemerintah yang menjadi bendahara kan menteri keuangan, dan cenderung kaku dalam bekerja berdasarkan RPJM sesuai renstra.Jadi jika semua sepakat kalau KLH kurang anggarannya maka akan ditambah lagi 5 tahun ke depan.

KLH sudah memberikan dana dekonsentrasi ke provinsi sejak tahun 2009. Apa tujuan pemberian dana tersebut?

Tujuannya untuk melakukan transisi pelimpahan kewenangan dari pusat ke daerah. Otonomi daerah itu sebenarnya bertahap. Ada misi dari pemerintah pusat. Masalah lingkungan hidup itu tidak semua ada di Jakarta tapi semua ada di daerah, jadi lokus lingkungan pasti ada di daerah. Jadi kita semakin sadar bahwa pengendalian kerusakan lingkungan itu tidak cocok dikerjakan oleh orang Jakarta, harus di daerah. Hanya saja waktu terbentuknya otonomi daerah tahun 2000 Pemda kita belum siap baik maka ada periode transisi. Periode transisi itu dijembatani oleh salah satunya dana dekonsentrasi. Karena secara target tidak mungkin semua pemantauan industri dikerjakan oleh staf KLH yang hanya berjumlah 1000 orang. Tetapi kalau dikasih ke daerah mungkin provinsi punya tenaga 100 orang. Jadi kita tidak mungkin mengejar target tanpa pelibatan daerah.

Apa kontribusi positif pemberian dana dekonsentrasi dalam pencapaian output KLH?

Target kita menjadi banyak yang tercapai karena adanya dana dekonsentrasi,dibandingkan apabila kita kerjakan sendiri. Misal sekolah adiwiyata karena didekonkan menjadi 1000an sekarang jumlahnya. Jadi didapatkan replikasi jumlah yang lumayan.Selain itu hubungan pusat dengan daerah menjadi sangat baik.

Bagaimana pembagian anggaran dekonsentrasi itu sendiri?

Pertama kita samakan dulu karena belum tahu besarnya. Kalau sudah satu siklus tahun anggaran baru terlihat dan akan segera direview. Pada tahun 2013 daerah sudah mulai menentukan target yang dia mau. Kalau tidak bisa mencapai target harus menurunkan targetnya kemudian baru turunkan anggaran..Kita tidak pernah bicara uang, sehingga target dulu yang direview.

Kebijakan dekonsentrasi menyebabkan ketersediaan anggaran di unit kerja KLH berkurang dan tentu menyebabkan kinerja unit berkurang. Apa tanggapannya?

Tidak seperti itu, justru dekonsentrasi sendiri itu untuk mencapai target bagi KLH yang belum mampu dikerjakan sendiri. Dan itu tidak terjadi pengambil-alihan pekerjaan. Tapi memang cepat atau lambat jika hasil dekonsentrasi itu efektif kita pasti merampingkan diri sendiri juga. Jadi bisa melaksanakan kegiatan yang lebih strategis. Sampai kita yakin mana kewenangan pusat yang tidak lagi didelegasikan dan mana seharusnya yang dikerjakan daerah tapi masih kita kerjakan. Bisa jadi nanti anggaran sudah tidak ada lagi duplikasi untuk kegiatan yang sama.

Bagaimana cara KLH meyakinkan Pemerintah Pusat khususnya Bappenas untuk mengalokasikan anggaran yang ideal untuk KLH?

Kita selalu dialog. Walaupun kita adalah institusi yang mengurusi lingkungan hidup, tetapi bukan berarti kita lebih tahu. Mekanisme dialog harus dibangun dengan Bappenas dan masyarakat. Saya mencontohkan MenPAN. Anggaran hanya 200 milyar dalam satu tahun. Tetapi fungsinya adalah mengatur semua kementrian. Semua orang mendengarkan dia. Walaupun dengan anggaran yang kecil tidak berpengaruh. Jadi orientasi kita jangan orientasi tambahan dana. Kita harus bisa tahu bagaimana cara memberitahu ke masyarakat. Misalnya kita buat peraturan yang sesuai portofolio LH misal green industry agar standar kita dipakai semua orang. Jadi portofolio kita mengingkat. Bappenas juga melihat prestasi kita dalam menentukan penganggaran.

Dengan struktur organisasi penganggaran dan pola belanja saat ini, apakah masih bisa mengakomodir peningkatan anggaran KLH?

Sebenarnya bukan struktur organisasi, tetapi target. Struktur organisasi adalah untuk pembagian pekerjaan, sementara anggaran adalah untuk membiayai pencapaian target. Walaupun struktur organisasi kita diperbesar belum ada jaminan juga anggaran kita diperbesar.

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 13: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

13

Laporan Utama

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Pengelolaan lingkungan hidup terkait dengan banyak sektor-sektor lainnnya

seperti kehutanan, pertanian, pertambangan dan Iain-Iain. Sektor-sektor

tersebut juga mempunyai bidang yang mempunyai tugas untuk melakukan

pengelolaan lingkungan hidup. Pembiayaan pengelolaan lingkungan hidup di sektor-

sektor tersebut termasuk dalam pembiayaan pengelolaan lingkungan hidup nasional.

Oleh karena itu, peranan BAPPENAS sangat penting dalam melakukan koordinasi dan

harmonisasi program-program lingkungan agar tidak terjadi tumpang tindih antara

Kementerian Lingkungan Hidup dengan sektor terkait. Untuk mengetahui peranan

BAPPENAS tersebut, tim redaksi Suara Bumi melakukan wawancara dengan Direktur

Lingkungan Hidup BAPPENAS, Ir. Wahyuningsih Darajati, M.Sc

Bagaimana penyusunan program dan anggaran antara Kementerian Perencanaan

Pembangunan Nasional dan Kementerian Keuangan?

Penyusunan anggaran mengacu pada UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara, sementara untuk perencanaan diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Dalam menyusun anggaran

PERANAN BAPPENAS DALAM KOORDINASI DAN HARMONISASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUPWawancara dengan Ir. Wahyuningsih Darajati, M.Sc

Page 14: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

14

Laporan Utama

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

pembangunan tersebut, dapat dilihat dalam salah satu

pasal UU No. 25 Tahun 2004 bahwa RKP merupakan

bagian dari RAPBN. Penyusunan anggaran mengacu pada

Performance Base Budgeting, artinya antara perencanaan

dan penganggaran adalah saling berkaitan, misalnya: nama

program dan nama kegiatannya. Nama program dalam

RKP sama dengan nama program dan kegiatan yang ada

dalam anggaran.

Adapun BAPPENAS lebih berkiprah dalam menyusun

kebijakan tahunan, 5 tahunan dan 20 tahunan. Rincian

setiap kegiatan dan program nantinya akan dibahas lebih

lanjut dengan Kementerian Keuangan dan DPR.

Bagaimana proses penyusunan program dan anggaran

Kementerian/Lembaga setiap tahunnya?

Ada pembakuan nama program di dalam RPJMN maupun

dalam RKP. Program selama 5 tahun dirancang untuk

tidak berubah. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui

trend kegiatan dan program. Sedangkan pagunya sudah

ada di dalam RPJMN yang disebut pagu indikatif. Pagu

tersebut sesuai dengan usulan Kementerian/Lembaga

teknis kemudian di exercise oleh BAPPENAS, berapa

bantuan dan hibah luar negeri yang masuk, berapa target

Kementerian/Lembaga yang bersangkutan untuk kemudian

ditetapkan pagu indikatif. Pagu indikatif ini tidak bersifat

normatif, dapat berubah melalui RKP. RKP adalah untuk

memperbaharui alokasi anggaran setiap tahunnya. Fungsi

RKP adalah untuk merevisi adanya kebijakan baru dari

Presiden terhadap program dan kegiatan Kementerian/

Lembaga ataupun dari kebijakan internasional.

Ada anggapan bahwa kurang maksimalnya pengelolaan

lingkungan hidup disebabkan oleh minimnya anggaran

lingkungan hidup, bagaimana menurut Ibu?

Masalah lingkungan adalah masalah cross sector dan lintas

batas. Lingkungan tidak hanya tanggung jawab pemerintah

saja tetapi juga pelaku pembangunan dan masyarakat.

Yang menjadi sangat penting adalah bagaimana mengubah

perilaku masyarakat indonesia untuk sadar terhadap

lingkungan dimana ia hidup, seperti misalnya bagaimana

dalam penggunaan sumber daya yang ada seperti air,

energi, tidak boros dalam mengkonsumsi barang-barang

yang dipakai. Bagaimana merubah lifestyle masyarakat

yang mengarah kepada efisiensi, menjadi kehidupan yang

bersih dan sehat. Hal tersebut bukan karena anggaran

sedikit lalu lingkungan menjadi rusak. Patokannya bukanlah

anggaran, melainkan perilaku dan kesadaran masyarakat

keseluruhan. Pemerintah adalah pihak yang mendorong

perubahan perilaku masyarakat.

Bagaimana peran BAPPENAS dalam penyusunan program

untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat

mengarah kepada efesiensi?

BAPPENAS melakukan koordinasi dengan Kementerian/

Lembaga dalam perumusan kebijakan dan penyusunan

program kegiatan. Kita mempunyai Kementerian/Lembaga

teknis yang bertanggung jawab langsung. Namun untuk

lingkungan tidak hanya Kementerian Lingkungan Hidup

(KLH) saja yang berperan. KLH memiliki peran dalam

membuat kebijakan-kebijakan atau standar-standar, dan

penetapan baku mutu. Sedangkan pelaku lainnya adalah

bidang industri, transport / perhubungan, pertanian,

perikanan. Sekarang bagaimana pengawasan dari institusi

terkait yang terkait dengan KLH terhadap baku mutu

yang telah ditetapkan. Bagaimana KLH dengan Pusat

Pengelolaan Ekoregionnya berkoordinasi dengan daerah

(BLH) untuk pengawasan mengenai kualitas lingkungan dan

kerusakan lingkungan di daerahnya. Dalam hal ini, PPE juga

memiliki laboratorium lingkungan yang berfungsi sebagai

upaya pendekatan dengan user untuk bisa mengawasi

kualitas limbah air, udara, tanah.

Daerah juga mempunyai program dan anggaran pengelolaan

lingkungan hidup dan sering kali tidak mengacu kepada

sasaran nasional pengelolaan lingkungan hidup. Bagaimana

mengarahkan Pemerintah Daerah tersebut?

Ada yang disebut dengan musyawarah pembangunan

nasional. Musyawarah pembangunan tersebut dimulai

dari tingkat desa, kecamatan, kab/kota hingga provinsi.

RPJMD harus mengacu pada RPJMN yang disesuaikan

dengan kebutuhan, potensi dan peluang pengembangan

di daerah masing-masing. Terkait hal tersebut diadakanlah

Musrenbang Nasional yang diwakili oleh BLH provinsi, KLH,

PPE dan BAPPENAS untuk membahas penyesuaian program

dan kegiatan antara daerah dan nasional. Musrenbang

Nasional dilakukan setiap tahunnya dan BAPPENAS

berperan sebagai penengah dalam musyawarah tersebut.

Page 15: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

15

Laporan Utama

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Berikut adalah Alur Perencanaan dan Penganggaran antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah :

Apakah dengan Musrenbangnas tersebut setiap program

pengelolaan lingkungan hidup antara Pemerintah Pusat

dan Pemerintah Daerah dapat disesuaikan?

Harapannya tidak ada ketidak-cocokan dalam perencanaan

atau dalam kata lain dapat disesuaikan. Tetapi kadang-

kadang apa yang sudah direncanakan, pada waktu

implementasi ke dalam RKAKL masih terdapat deviasi-

deviasi di daerah. Karena kalau sudah dibahas dengan

Komisi di DPR, terkadang ada interest yg mewakili

konstituennya/daerahnya, sehingga sudah ada hal-hal

yang sifatnya politis. Namun diharapkan deviasi ini akan

semakin berkurang.

Bagaimana hubungan koordinasi antara BAPPENAS dengan

DPR dalam penyusunan program kegiatan terutama di

bidang pengelolaan lingkungan hidup?

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang sekarang

dikenal dengan Kementerian Pembangunan Nasional

berada di bawah Komisi XI DPR. Komisi XI terdiri atas

perwakilan-perwakilan komisi-komisi di DPR termasuk

Komisi VII DPR yang menangani pengelolaan lingkungan

hidup.

Bagaimana evaluasi BAPPENAS mengenai pelaksanaan

pengelolaan Lingkungan Hidup pada tahun ke empat

pelaksanaan RPJMN 2010-2014?

Dari indikator-indikator yang ditunjuk dalam RPJMN dapat

dilihat bahwa indikator tersebut dapat tercapai. Akan tetapi

indikator tersebut belum bisa

mewakili kualitas lingkungan

hidup secara keseluruhan.

Satu-satunya indeks yang bisa

mewakili adalah Indeks Kualitas

L ingkungan Hidup ( IKLH).

Berdasarkan target dalam RPJMN

Kementerian Lingkungan Hidup

sudah on the track, namun

ada indikator agregat yang

tidak tercantum dalam RPJMN

namun dapat mewakili kualitas

lingkungan yaitu melalui IKLH.

IKLH yang ada pada tahun 2012

adalah 60,25 akan tetapi belum

mencapai ideal.

Apakah hasil evaluasi terhadap

pelaksanaan program dan kegiatan di bidang pengelolaan

lingkungan mempengaruhi anggaran yang akan diberikan?

Fungsi Evaluasi dalam RPJMN adalah untuk mengejar target

atau memperbaiki jika ada sesuatu yang kurang sesuai.

Mengenai pengaruh terhadap anggaran bisa saja terjadi

atau tidak. Karena anggaran sudah ada dalam RPJMN

maka BAPPENAS akan meng-exercise program dan kegiatan

untuk tahun yang akan datang sesuai dengan capaian

indikator target dalam RPJMN tersebut.

Upaya apa yang dilakukan oleh BAPPENAS untuk

mendorong Kementerian/Lembaga untuk mencapai target

yang telah ditetapkan di dalam RPJMN?

Apabila tidak mencapai target maka harus ada roadmap

untuk mempercepat target Kementerian/Lembaga tersebut.

Dengan konsekuensi apabila uangnya kurang harus bisa

diidentifikasi mana saja alokasi yang bisa di efisienkan,

kemudian dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan yang lebih

substantif.

Apa yang menjadi kendala dalam pencapaian target yang

terdapat pada RPJMN dalam pengelolaan lingkungan

hidup?

Kendalanya terdapat pada kapasitas Kementerian/Lembaga

itu sendiri. Apabila kita berbicara mengenai kapasitas

Kementerian/Lembaga berarti kita berbicara mengenai

tiga hal yaitu :

Page 16: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

16

Laporan Utama

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

a. Lembaganya sendiri yaitu seberapa mampu KLH melaku-

kan pengawasan terhadap lingkungan di Indonesia.

Lembaga yang menangani lingkungan ini masih belum

kuat;

b. Kapasitasnya dalam mengeluarkan Peraturan-Peraturan

untuk pengelolaan lingkungan;

c. Sumber daya manusia yang nantinya akan mengeluar-

kan kebijakan.

Apabila kapasitas Kementerian/Lembaga itu sudah baik

maka pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia akan

semakin membaik. Selain itu juga diperlukan kerja sama

antara nasional dan daerah.

BAPPENAS melakukan evaluasi setiap triwulannya terhadap

pelaksanaan program dan kegiatan Kementerian/Lembaga.

Hal tersebut dilakukan agar dapat melihat kendala dan

masalah dalam pelaksanaan program dan kegiatan antara

pusat dan di daerah.

Selama ini ada kesan bahwa setiap Kementerian/Lembaga

berjalan sendiri-sendiri dalam pelaksanaan program

pengelolaan lingkungan hidup. Bagaimana peran

BAPPENAS dalam tahapan perencanaan program untuk

mengkoordinasikan dan mensinergikan program antar

Kementerian/lembaga?

Kita ada yang disebut program nasional lingkungan hidup

dan pengelolaan bencana yang diisi oleh KLH, Kementerian

Kehutanan, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral,

BMKG, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian

yang sifatnya cross cutting. Memang kadang-kadang ada

kegiatan yang sama. KLH sebagai pilot project, sementera

kehutanan pada kegiatan yang bersifat implementatif.

Overlap atau duplikasi ada tetapi dihindari seminimal

mungkin dengan membedakan lokus kegiatan. Yang

terpenting terdapat integrated policy/integrated planning

di suatu area, sehingga bisa dilakukan pembagian tugas

antara kementerian/lembaga supaya bisa tertangani dengan

baik.

Apa harapan BAPPENAS kepada KLH khusus nya PPE

Sumatera?

Harapannya, fungsi PPE agar bisa diperkuat untuk dapat

berkoordinasi dengan Institusi Lingkungan Hidup Daerah

yang ada di regionalnya. Kolaborasi dan kerja sama harus

dijalin dengan baik agar bisa melakukan pemantauan

terhadap sumber daya alam, tingkat kerusakan lingkungan

dan kualitas lingkungan hidup. PPE juga harus mampu

memelihara data dan informasi tersebut agar bisa

terbarukan dan tersedia secara terus menerus. Selain itu

PPE diharapkan dapat memberikan dukungan teknis kepada

daerah seperti misalnya memberikan pelatihan kepada

Laboratorium Daerah.

Page 17: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

17SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Lampung merupakan daerah ujung Sumatera yang sangat potensial dengan

berbagai keunggulannya. Dengan luas daerah mencapai 35.376 km2 dan

dengan berbagai potensi sumber daya alam (SDA) yang ada di daratan dan laut,

menjadikan Lampung sebuah kawasan administrasi yang memiliki nilai jual tinggi di

sektor perkebunan, pertanian, perikanan, kehutanan, dan jasa.

Provinsi Lampung melihat kedekatannya dengan ibu kota negara yang didukung

dengan berbagai sarana dan prasarana perhubungan yang singkat dan lancar baik

udara, laut maupun darat. Kondisi ini telah pula berpengaruh terhadap berbagai proses

pembangunan yang meletakkan pembangunan fisik sebagai ukuran pembangunan.

Keberadaan 11 kabupaten/kota dan rencana pengembangan kabupaten baru

di daerah Lampung menjadi sebuah pemikiran apakah akan terjadi pemerataan

pembangunan atau malah sebaliknya terjadi pemerataan perusakan sumber daya

alam kita.

Disadarai atau tidak, dasar pembangunan masih meletakkan kemampuan

daerah pada besarnya potensi SDA yang sesungguhnya sekarang telah makin

berkurang. Kekuatan kaum teknokrat dan birokrat dalam menyusun perencanaan

A r t i k e l

POLITIKdan LINGKUNGAN HIDUPOleh : SupriantoKetua Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia/WALHI Lampung

Page 18: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

A r t i k e l

18

pembangunan belum bersentuhan secara murni terhadap

konsep pembangunan yang bekelanjutan.

Menurunnya daya dukung lahan dan sumber-sumber

kehidupan yang di miliki daerah Lampung seharusnya

menjadi pemikiran betapa pentingnya kebijakan lingkugan

mewarnai setiap perencanaan pembangunan dengan

pelibatan komunitas lokal.

Gubernur, wali kota, bupati, serta wakil-wakil kita

baik DPRD kabupaten/kota maupun provinsi adalah pilar-

pilar yang harus memahami pentingnya keberlanjutan

lingkungan bagi masa depan daerah dan bangsa ini.

Reorientasi tentang pembangunan bagi kepentingan

berbagai pihak harus diletakkan pada proporsi mayoritas,

tidak memberikan tekanan yang merugikan masyarakat.

Masa depan daerah Lampung sangat ditentukan

oleh orang yang merasa menjadi pemimpin di daerah ini

guna berhadapan dalam dunia globalisasi yang hanya

mempertaruhkan kekayaan alamnya. Pemimpin yang

berhasil adalah pemimpin yang dapat menyelaraskan

pembangunan dengan tetap mempertahankan kekayaan

alamnya serta tidak over eksploitasi yang lebih mendekati

keserakahan.

Kebijakan lingkungan akan mendorong adanya upaya

pengentasan kemiskinan dan meningkatkan pendidikan

masyarakat sebagai akar masalah di setiap rencana

pembangunan.

Saat ini masyarakat kita dihadapkan pada pilihan-

pilihan partai politik, banyak calon-calon legislatif dari

berbagai partai tersebut baik yang mencalonkan diri untuk

DPRD kota/kabupaten, provinsi, dan DPR. Beragam visi misi

yang ditawarkan para calon wakil rakyat tersebut dalam

upaya merebut simpati dari masyarakat.

Untuk konteks Provinsi Lampung saat ini, meskipun

telah kita ketahui bersama dengan berbagai analisis tidak

ada dalam proses pembangunan di provinsi ini, bahkan

di Republik ini sekalipun, yang tidak berkaitan dengan

lingkungan hidup. Semua proses pembangunan pasti

berkaitan dengan lingkungan hidup.

Sebab, hal itu sebuah kunci keberhasilan pembangunan

adalah ketika proses kebijakan dalam pembangunan

selalu memperhatikan aspek lingkungan hidup. Tetapi

faktanya aspek lingkungan hidup selama ini hanya

dijadikan komoditas politik saja bahkan dikorbankan untuk

kepentingan-kepentingan golongan tertentu saja.

Realitas yang ada, untuk pembangunan Provinsi

Lampung dalam lima tahun ke depan yang dapat dilihat

dari representasi calon wakil rakyat yang akan duduk di

DPRD pun tidak menggembirakan. Dari sekian banyak

calon anggota legislatif/caleg relatif tidak ada yang memiliki

kepedulian atau dapat memberikan visinya yang mengarah

pada aspek pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Ini adalah hal penting yang tidak sama sekali

diperhatikan. Catatanya masyarakat kecil yang selalu

menjadi komoditas politik mereka (para caleg) selama ini

pula yang menjadi korban dari proses kebijakan yang tidak

memperhatikan aspek lingkungan hidup, mulai dari banjir,

longsor, kekeringan, ketergantungan terhadap pupuk

kimia. Juga tidak teraturnya musim tanam bagi petani

karena musim hujan yang tidak teratur yang merupakan

akibat dari tidak seimbangnya ekosistem alam, kurangnya

hasil tangkapan nelayan akibat kerusakan terumbu karang

dan hancurnya wilayah pesisir.

Melihat betapa pentingnya meletakkan aspek

lingkungan hidup dalam sebuah kebijakan pembangunan,

mestinya masyarakat lebih jeli dan teliti untuk memilih siapa

yang dipresentasikan untuk duduk sebagai wakil rakyat.

Peran partai politik dalam membangun daerah ini

sangatlah besar, terutama bagaimana membangun

kesadaran melalui hati bahwa apa pun yang dilakukan

untuk mengedepankan rasa tanggung jawab moral untuk

membuka tabir kekuatan rakyat yang demokratis dalam

memanfaatkan kekuatan politik untuk tetap mengelola

sumber daya alam secara berkelanjutan. Pemahaman

tentang pentingnya pengelolaan sumber daya alam perlu

menjadi bagian untuk menetapkan berbagai kebijakan

publik yang mempengaruhi kehidupan orang banyak.

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 19: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

A r t i k e l

19

“DEWASA BERPOLITIK, BIJAK BERLINGKUNGAN”

Oleh: Dra. Rosita Uli Sihombing M.PdGuru Biologi dan Penanggung jawab Adiwiyata SMAN 1 Pangkalpinang Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 1 mengartikan Lingkungan

Hidup sebagai “kesatuan ruang dengan kesemua benda, daya, keadaan, dan

makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi

alam itu sendiri kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta

makhluk hidup lainnya”. Dan dalam lingkungan alamnya manusia hidup dalam

sebuah ekosistem yakni, suatu unit atau satuan fungsional di mana makhluk hidup

dengan lingkungannya saling mempengaruhi. Manusia merupakan komponen

biotik lingkungan yang memiliki kemampuan berfikir dan penalaran yang tinggi.

Disamping itu manusia juga memiliki budaya, pranata sosial dan pengetahuan serta

teknologi yang terus berkembang. Berbicara tentang lingkungan maka otomatis

akan menyinggung aspek manusia, karena keterkaitan manusia dengan lingkungan

adalah hal yang tidak dapat dipisahkan. Antara manusia dan lingkungan selalu ada

interaksi dan hubungan timbal balik sehingga keduanya menjadi saling tergantung,

saling mempengaruhi dan saling bersinggungan.

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 20: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

A r t i k e l

20

Perubahan alam lingkungan hidup secara langsung atau

tidak langsung adalah salah satu akibat perilaku manusia.

Perilaku manusia tersebut berpengaruh baik/positif tetapi

sekaligus juga berpengaruh buruk/negatif. Berpengaruh

baik bagi manusia karena manusia mendapatkan

keuntungan dari perubahan tersebut, dan berpengaruh

tidak baik karena dapat mengurangi kemampuan alam/

lingkungan untuk menyokong kehidupan selanjutnya.

Kerugian yang ditimbulkan tersebut adalah akibat kegiatan

manusia yang tidak bijaksana dalam usaha pemenuhan

kebutuhan hidupnya.

Di Indonesia masalah lingkungan ibarat bola salju

yang menggelinding dari puncak gunung. Semakin lama

semakin besar dan sulit diatasi. Betapa tidak, berjuta

hektar hutan tiap tahunnya harus ditebang hanya untuk

kepentingan segelintir orang, dengan mengorbankan

ribuan bahkan jutaan orang yang harus mati karena

eksploitasi perusahaan tambang, jutaan hektar tanah

adat terampas dan sebagainya yang berdampak langsung

maupun tidak langsung dari aktivitas tersebut. Padahal

puluhan undang–undang lingkungan telah disahkan untuk

mengatasinya.

Kerusakan hutan di Indonesia telah menjadi ancaman

yang sangat serius bagi kelestarian lingkungan maupun

perekonomian masyarakat. Salah satu penyebab kerusakan

hutan adalah industri pertambangan. Penambangan perlu

membabat hutan untuk eksplorasi dan kemudian diratakan

untuk keperluan eksploitasi membuka jalan dan lahan

pemukiman pekerja. Tanah galian yang tidak terpakai

ditimbun, merusak aliran sungai, mencemari air sungai

dan sumber air minum masyarakat. Profil lanskap alami

berubah total, gunung diratakan, alur sungai dan garis

pantai juga diubah secara drastis. Bahan kimia beracun

dan berbahaya yang dipakai dalam proses penambangan

selama puluhan tahun dalam alam berhujan tropis basah

meninggalkan sisa limbah yang kemudian hanyut ke dalam

air tanah, air sungai, dan laut. Kegiatan pertambangan acap

kali mengabaikan kepentingan masyarakat adat dan tidak

mengakui hak ulayat masyarakat adat atas tanah mereka

karena seringkali tanah hutan dianggap milik negara (Salim,

E. 2010).

Saat ini hutan tropis kita telah rusak akibat penebangan

liar (illegal loging), kebakaran, konversi hutan untuk

berbagai keperluan sehingga hutan menciut dari 144 juta

hektar (1991) menjadi 110 juta hektar (2003). Efek dari

perusakan hutan tersebut merupakan salah satu contoh

dari efek “bola salju yang menggelinding”. Asap tebal

pembakaran hutan bukan saja mengganggu rakyat yang

berdomisili seputar hutan yang terbakar, bahkan negara

tetangga-pun merasakan dampaknya. Banjir bandang,

kemarau panjang, hilangnya sumber air bagi masyarakat

merupakan akibat lain dari perusakan hutan secara

membabi buta.

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 21: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

A r t i k e l

21

Lingkungan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Rusak Karena Pertambangan

Tidak jauh berbeda dengan permasalahan lingkungan

di lingkup Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (BABEL),

yang pada prinsipnya memiliki akar permasalahan yang

sama yaitu rendahnya kesadaran (awareness), pengetahuan

dan cara pandang terhadap permasalahan–permasalahan

lingkungan hidup. Pertambangan timah yang sudah

berlangsung cukup lama (±200 tahunan) di pulau Bangka

dan Belitung meninggalkan bopeng/keropeng yang sangat

luas. Penambangan di Bangka, misalnya, telah dimulai pada

tahun 1711, di Singkep pada tahun 1812, dan di Belitung

sejak 1852. Namun, aktivitas penambangan timah lebih

banyak dilakukan di Pulau Bangka, Belitung, dan Singkep

(PT Timah, 2006). Kegiatan penambangan timah di pulau-

pulau ini telah berlangsung sejak zaman kolonial Belanda

hingga sekarang. Dari sejumlah pulau penghasil timah itu,

Pulau Bangka merupakan pulau penghasil timah terbesar di

Indonesia. Pulau Bangka yang luasnya mencapai 1.294.050

ha, seluas 27,56 persen daratan pulaunya merupakan

area Kuasa Penambangan (KP) timah. Area penambangan

terbesar di pulau ini dikuasai oleh PT Tambang Timah,

yang merupakan anak perusahaan PT Timah Tbk. Mereka

menguasai area KP seluas 321.577 ha. Selain itu terdapat

sejumlah smelter swasta lain dan para penambang

tradisional yang sering disebut Tambang Inkonvensional

(TI) yang menambang tersebar

di darat maupun di laut Babel.

(http://himataubbbabel.blogspot.

com/2012/05/sejarah-tambang-

timah-di bangka.html).

Permasalahan penambangan

timah yang telah berlangsung

ratusan tahun itu belum mampu

melahirkan kesejahteraan bagi

rakyat, padahal cadangan timah

yang ada makin menipis. Tak heran

jika kemudian pertambangan timah

di Bangka Belitung membawa

dampak sosial berupa masalah

kemiskinan dan kecemburuan sosial.

Fakta lain yang menambah carut

marut di Negeri Serumpun Sebalai

ini adalah kerusakan lingkungan

yang semakin kronis. Pemberian

ijin Tambang Inkonvesional (TI)

di Bangka Belitung menambah

deret panjang aktivitas perusakan

lingkungan karena penambangan

dapat dilakukan di segala tempat.

Akibat dari kegiatan TI yang tidak

terkendali tersebut, beberapa

sungai dan sumber air yang

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 22: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

A r t i k e l

22

dimanfaatkan masyarakat telah berubah menjadi keruh,

hutan-hutan menjadi gundul, lahan perkebunan tanahnya

dibolak-balik demi bongkahan timah sehingga menjadi

miskin humus. Seakan tidak puas melakukan penambangan

di darat, beberapa kapal isap merambah penambangan ke

laut sehingga semakin merusak ekosistem laut.

Lemahnya penerapan peraturan dan perundang-

undangan yang mengatur aktivitas penambangan

di provinsi Babel akhirnya memungkinkan terjadinya

kesempatan untuk melakukan penambangan yang tidak

terkontrol. Ketidaktegasan dan standar ganda yang

dilakukan pemerintah dalam menangani permasalah

lingkungan di Bangka Belitung, akhirnya membuat citra

pemerintah seolah gagal hidup harmonis dengan rakyatnya

sendiri. Selain itu kurangnya pengawasan di lapangan dan

dianggap sepelenya sanksi terhadap pelanggaran, semakin

membuat oknum-oknum tidak peduli terhadap aturan yang

berlaku. Tak heran jika tambang-tambang liar semakin

menjamur, dan alam pulau Bangka-Belitung semakin rusak

bahkan menuju kehancuran.

Akhir-akhir ini Bangka Belitung sering mengalami

kekeringan ketika musim kemarau, hasil pertanian

mereka pun menurun. Apalagi kemudian banyak petani

yang beralih profesi menjadi penambang sehingga lahan

pertanian pun tidak lagi dipedulikan. Hilangnya ekosistem

hutan mengakibatkan beberapa kawasan tererosi dan

sungai-sungai pun mengalami abrasi. Karena terjadi

sedimentasi yang tinggi, terkadang permukaan sungai

meluap saat musim hujan. Terlebih lagi, tailing yang

dibuang ke sungai mengakibatkan kerusakan ekosistem

sungai dan kematian beberapa biota perairan. (http://

www.trawang.com/2011/05/menyelamatkan-kehancuran-

pertambangan_10.html)

Peranan Pemda Harus Ditingkatkan

Sudah saatnya kita memandang permasalahan

lingkungan sebagai permasalahan dengan skala prioritas

dari sekian banyak permasalahan yang ada, mengingat

bola salju yang semakin membesar dan siap menggilas

kita semua tanpa ampun. Kondisi ini perlu didobrak

dan ditangani bersama–sama sesegera mungkin, karena

penanganan dari permasalahan lingkungan yang kompleks

merupakan tanggung jawab bersama dan memerlukan

kesungguhan serta peran serta aktif kita semua dalam suatu

komitmen yang nyata. Konflik atau gejolak yang muncul

sebagai akses dari permasalahan lingkungan sebenarnya

bukanlah semata–mata karena isu lingkungan yang

dibenturkan ke isu ekonomi kemudian diseret ke wilayah

politik, tetapi lebih pada disebabkan pada ketidaktegasan

pemerintah dalam menangani masalah pertambangan

di Babel dan hubungan yang kurang harmonis dengan

masyarakat. Langkah awal dan utama yang seharusnya

dilakukan pemerintah secara sungguh–sungguh dan

nyata dalam mengurangi kerusakan lingkungan yaitu

melakukan penyadaran bersama atas pentingnya arti

sebuah lingkungan hidup yang lestari dengan melakukan

peningkatan kapasitas (capacity building) di tingkat

masyarakat dimulai dari tingkatan terendah, sambil tetap

berupaya mencari solusi terbaik dari permasalahan yang

ada. Pemerintah daerah hendaknya menjalankan peraturan

daerah yang berlaku dengan benar dan tegas, sehingga

hukum dan aturan dihargai oleh setiap orang. Selain itu

hendaknya ada pengawasan di lapangan yang terdiri dari

unsur pemerintah, swasta dan masyarakat, agar kegiatan

penambangan dapat dipantau kinerjanya.

Peraturan yang telah diputuskan setidaknya harus

dihormati atau ditaati secara konsekuen oleh semua

pihak terkait dalam masalah penambangan timah di pulau

Bangka Belitung. Diharapkan dengan adanya Perda dan

pelarangan dari pemerintah, masyarakat dapat mengerti

betapa pentingnya kelestarian lingkungan hidup, karena

bagaimanapun tambang timah menjadi tanggungjawab

bersama. Sehingga tidak perlu saling tuding, semua pihak

harus bertanggungjawab terhadap lingkungan yang

ditimbulkan dari kegiatan ini. Jika menggali, hendaknya

bertanggung jawab untuk menimbunnya kembali, jika

menebang hendaknya bertanggung jawab untuk menanam

dan merawatnya, sehingga alam dan segala kekayaannya

dapat dinikmati oleh anak cucu kita nantinya. Dengan

demikian kedewasaan berpolitik akan berdampak bijaksana

dalam berlingkungan.

Salam hijau!

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 23: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

A r t i k e l

23

POLITIK dan(AKIBATNYA TERHADAP)KERUSAKAN LINGKUNGANOleh : Dr. Ir. Suardi Tarumun, M.Sc. (Dosen Pasca Sarjana Universitas Riau)

Kerusakan lingkungan yang semakin parah

Mengamati kerusakan lingkungan yang semakin parah maka pertanyaan

yang selalu muncul di benak saya adalah kenapa kita, terutama para

pengambil kebijakan di Negara ini tidak mengambil hikmah sehingga

punya kemauan untuk mengambil tindakan yang tepat.

Sebagai ilustrasi, ritual kabut asap yang melanda daerah Riau dan pulau Sumatera

umumnya secara rutin hampir tiap tahun selama 16 tahun (sejak tahun 1997), tidak

mampu memberikan pelajaran kepada kita bagaiamana untuk mengatasinya. Ketika

kebakaran hutan terjadi kita semua sibuk mencari alasan dan mencari kambing

hitam. Dan seperti biasa Pemerintah baru serius dan kebakaran jenggot menangani

kebakaran hutan ini kalau Negara tetangga (baca: orang asing) sudah melayangkan

protes (complain). Bahkan saking seriusnya sampai minta maaf, dan anehnya lupa

minta maaf kepada rakyat sendiri yang sudah bersabar menderita selama 16 tahun.

Waktu 16 tahun untuk belajar adalah rentang yang cukup lama. Kalau diibaratkan

anak sekolah maka dia sudah tamat sekolah pasca sarjana, sudah matang dan mampu

mengambil keputusan sendiri dengan baik, tidak perlu lagi diajari, apalagi sampai

ditegur oleh orang asing.

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 24: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

A r t i k e l

24

Contoh lain, pemerintah menyetujui untuk melakukan

moratorium pembukaan hutan alam, bahkan juga setuju

untuk mengurangi emisi karbon sampai pada tingkat

26% pada tahun 2020. Apa yang dilakukan pemerintah

ternyata adalah bertolak belakang. Saat pergantian Menteri

Kehutanan, hutan gambut Semenanjung Kampar di Provinsi

Riau diizinkan untuk dikonversi menjadi hutan tanaman

industri (HTI). Padahal hutan ini sangat vital dalam menjaga

ekosisten hutan gambut, menahan laju emisi karbon dan

seterusnya.

Pertanyaannya adalah ada apa dan kenapa ini

terjadi tanpa bisa dibendung? Kerusakan alam terus

berlangsung sementara retorika kebijakan juga terus

berjalan. Jawabannya tentu tidak sederhana karena

adanya kompleksitas kepentingan dan masalah teknis yang

saling berkait berkelindan. Penyelesaiannnya memerlukan

seorang pemimpin yang bersih dan tegas. Namun yang

terjadi kepentingan pribadi, kelompok, dan partai telah

mengalahkan kepentingan bangsa jangka panjang.

Persoalan seperti ini tidak hanya terjadi pada sektor

lingkungan saja tetapi juga pada sektor ekonomi lainnya

yang jauh lebih parah, termasuk pada bidang penegakan

hukum dengan segala akrobatnya yang menarik dan lucu.

Sebut saja baru-baru ini terungkap kasus suap di SKK Migas

untuk memenangkan kontrak trading yang merugikan

negara ratusan milyar rupiah. Dan yang terbaru adalah

berita terkatung-katungnya keputusan perpanjangan

kontrak karya tambang migas Blok Mahakam di Kalimantan

milik Total Perancis yang telah menguras kekayaan sumber

daya alam negara selama 30 tahun lebih. Keputusan yang

sederhana, menurut ahli perminyakan Kurtubi, tetapi

diulur-ulur dan berbelit-belit. Ternyata, KPK mengendus ada

aroma suap rupanya disana (Harian Kompas, 30 Agustus

2013, “KPK Cium Indikasi Suap Migas”). Kalau diberikan ke

Pertamina, yang telah menyatakan sanggup, maka peluang

ini tentu akan hilang.

Anda bisa menambah contoh-contoh lain yang kalau

disebut disini akan sangat panjang bagaimana pemerintah

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 25: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

A r t i k e l

25

di satu sisi dengan gagah berani mengatakan akan

menyelamatkan lingkungan setelah terjadinya bencana,

akan mendahulukan kepentingan bangsa diatas segala

segalanya dan seterusnya, akan tetapi yang dilakukan tidak

konsisten antara perkataan dan kebijakan dengan apa yang

dilakukan di lapangan.

Tinjauan politik kerusakan lingkungan

Kesenjangan antara retorika dan pelaksanaan di

lapangan sudah seperti siang dan malam dan pemerintah

tetap tidak peduli. Kekuatan apa yang mendorong ini

terjadi sehingga sangat sulit untuk mengatasinya? Pada

tulisan ini penulis akan menyoroti khusus dari sisi pandang

politik kepentingan sebagai faktor utama yang mendorong

melebarnya kesenjangan antara das Solen dan das Sein.

Seperti diuraikan diatas penyebab terjadinya

kesenjangan ini tentu banyak sekali tetapi pada kesempatan

ini kita akan menyoroti khusus tentang faktor ekonomi

politik sebagai tersangka utama dalam kekacauan ekonomi

negara ini, termasuk lingkungan.

Kerusakan lingkungan dapat disebabkan oleh

banyak faktor yang saling terkait satu sama lainnya secara

kompleks. Faktor-faktor ini antara lain dapat disebut: 1).

Faktor karakteristik sumberdaya alam itu sendiri, 2). Faktor

penegakkan hukum, 3). Faktor ekonomi, dan 4) Faktor

politik. Masing-masing faktor ini terdiri dari beberapa

sub faktor sehingga bahasannya sangat luas. Kita ambil

contoh faktor ekonomi yang meliputi antara lain motif

mencari keuntungan dan mementingkan diri sendiri (self

interest) yang sangat tinggi pada diri manusia, kesenjangan

antara supply (ketersediaan) dan demand (permintaan atau

kebutuhan) sumber daya alam, kemiskinan dan lapangan

kerja yang terbatas, pertumbuhan penduduk yang tinggi,

dan gaya hidup konsumerisme yang berlebihan sehingga

menguras sumber daya alam. Faktor ekonomi ini kemudian

berkait kelindan dengan faktor politik dalam bentuk

kerjasama yang saling mendukung dan menguntungkan

satu sama lain.

Secara popular, ekonomi politik dapat dimaknai

sebagai proses sosial dan kelembagaan dimana kelompok

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 26: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

A r t i k e l

26

elite ekonomi dan politik tertentu menggunakannya untuk

mempengaruhi alokasi sumberdaya yang terbatas untuk

memenuhi kepentingan kelompok mereka atau masyarakat.

Jadi ekonomi politik mempelajari hubungan antara politik

dan ekonomi dengan penekanan pada peranan kekuasaan

dalam pengambilan keputusan ekonomi.

Seperti terlihat pada gambar 1, pelaku ekonomi dan

politik itu ada 4 kelompok besar yaitu konsumen (rumah

tangga), produsen (perusahaan), pemerintah dan partai

politik dan kelompok birokrasi ditambah dengan kelompok

pelobi. Pemerintah dan birokrat sebenarnya tidak diperlukan

pada kondisi masyarakat yang tingkat kemajuan budayanya

masih sangat sederhana dan populasinya sedikit, seperti

di kampung-kampung tradisional nun jauh di pelosok

negeri ini. Namun seiring dengan kemajuan ekonomi

dan peradaban manusia maka diperlukan pemerintah

dan badan-badan pelayanan lainnya untuk mengatur dan

melayani masyarakat sehingga tidak terjadi kekacauan,

pengabaian, pembiaran, dan seterusnya.

Pemerintah dan badan-badan ini kemudian bersama

dengan masyarakat sebagai pelaku ekonomi membuat

kesepakatan bahwa mereka akan bekerja sesuai

dengan peranan masing-masing untuk memajukan dan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu

mereka juga sepakat mengadopsi model pembangunan

yang disebut dengan pembangunan yang berkelanjutan

(sustainable development). Dalam terminologi zaman orde

baru dulu, disebut dengan membangun manusia Indonesia

seutuhnya yang merupakan tujuan pembangunan nasional

Indonesia jangka panjang .

Namun, setiap pelaku ekonomi juga mempunyai tujuan

masing-masing yang berbeda dengan tujuan pembangunan

Nasional yang telah disepakati. Dalam teori ekonomi mikro

yang dipelajari oleh mahasiswa Fakultas Ekonomi tingkat

satu dan dua disebutkan bahwa konsumen itu mempunyai

tujuan untuk memaksimumkan kepuasan dalam konsumsi

yang dilakukannya, sedangkan produsen atau perusahaan

bertujuan memaksimumkan keuntungkan dari hasil

usahanya. Sementara pemerintah dan partai politik juga

mempunyai tujuan sendiri yaitu ingin mempertahankan

kekuasaan dengan cara memaksimumkan suara dalam

Pemilu. Sedangkan birokrat, yang seharusnya netral,

mempunyai tujuan untuk mempertahankan kenyamanan

atau jabatan yang sudah dipegangnya dengan cara

mengikuti dan patuh pada perintah atasan yaitu pemerintah

dan partai politik. Pertanyaan krusial adalah, bagaimana

caranya masing-masing pelaku ekonomi politik tersebut

untuk mencapai tujuannya. Seperti eksekutif dan legislatif

memaksimumkan suara dalam Pemilu sehingga tetap terus

berkuasa sebagai Presiden, Gubernur, Bupati, dan para

anggota DPR tetap duduk di DPR. Akan kita jawab pada

bagian bawah tulisan ini.

Perlu diketahui bahwa masing-masing tujuan tersebut

adalah tujuan antara atau prasyarat sebelum tujuan jangka

panjang dicapai. Kenapa ada prasyarat? Karena sebagai

manusia biasa dan normal manusia mempunyai nafsu dan

keinginan. Nafsu adalah fitrah manusia yang diciptakan

oleh Yang Maha Kuasa sebagai alat mempertahankan

kehidupan di dunia ini, tanpa nafsu maka manusia akan

punah. Sifat bawaan atau fitrah ini ditiupkan oleh Tuhan

Yang Maha Kuasa kedalam roh manusia sejak dalam

kandungan ibunda.

Sifat pertama, manusia mempunyai nafsu yang

mempunyai kedenderungan untuk mengarah kepada

perbuatan baik dan dapat pula mengarah kepada

perbuatan buruk seperti yang disebutkan dalam kitab Suci

AlQuran (QS 91: ayat 8). Potensi untuk melakukan yang

baik dan yang buruk tersebut tergantung dengan tekad,

kemauan dan lingkungan manusia tersebut. Ada manusia

yang selalu ingin mensucikan diri dan jiwanya. Orang ini

akan cenderung berbuat baik terhadap lingkungan. Ada

pula yang tidak mau mensucikan dirinya tetapi malah

mengotori jiwanya dengan perbuatan melanggar hukum

dan perintah Tuhan, seperti korupsi, tamak, tidak pernah

puas, tidak bersyukur, dengki dan seterusnya.

Fitrah kedua dan ketiga yang ditanamkan pada

manusia adalah sifat-sifat rasional dan mementingkan

diri sendiri (self interest). Rasional adalah tindakan atau

keinginan untuk membuat keputusan yang optimal ketika

dihadapkan pada beberapa pilihan dan hambatan. Atau

setiap tindakan yang mendekatkan seseorang kepada

pencapaian tujuan yang telah ditetapkannya. Sifat rasional

adalah sifat yang penting karena membantu manusia dalam

mengambil keputusan. Sepanjang otak dan jiwa masih

sehat maka manusia itu pada umumnya akan rasional

dalam setiap tindakan dan perilakunya. Manusia rasional

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 27: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

A r t i k e l

27

tidak akan melakukan perbuatan yang merugikan dirinya.

Hanya sebagian kecil manusia yang tidak rasional.

Sifat self interest adalah sifat yang mengutamakan

dirinya sendiri, keluarga dan orang terdekat di atas

kepentingan lain. Hanya sebagian kecil manusia

yang mengutamakan kepentingan masyarakat diatas

kepentingan diri sendiri. Termasuk dalam kelompok ini

adalah para pahlawan dan pejuang, para ulama, negarawan

dan orang-orang yang ikhlas lainnya. Semua sifat-sifat ini

akan mempengaruhi tindakan dan perilaku manusia dalam

melakukan aktifitas ekonomi dan politiknya, termasuk yang

mendorong manusia untuk mencapai tujuan antara dulu

baru kemudian mencapai tujuan Nasional jangka panjang.

Dengan sifat atau fitrah tersebut maka manusia

sebagai pelaku ekonomi dan politik akan bersaing terlebih

dulu dalam mencapai tujuan antara sebelum mencapai

tujan jangka panjang, karena tidak mungkin mewujudkan

tujuan jangka panjang seperti janji pendidikan dan

kesehatan gratis kalau belum duduk sebagai anggota DPR

atau belum menjadi kepala daerah atau kepala negara.

Selanjutnya kita bahas makna dari diagram gambar 1.

Interaksi konsumen dan produsen

Bila konsumen (masyarakat awam) dan produsen

(perusahaan) mempunyai informasi yang sama atau

kekuatannya sama maka akan terjadi transaksi yang saling

menguntungkan, konsumen mendapatkan kepuasan yang

maksimal dan produsen mendapatkan keuntungan yang

maksimal. Tatapi biasanya dalam persaingan bebas ini

produsen lebih kuat karena mempunyai informasi yang

lebih banyak dari konsumen. Ini yang kita amati dalam

realita sehari-hari. Misalnya petani sebagai pemilik lahan

diambil oleh perusahaan besar. Hutan adat yang katanya

bisa dimiliki oleh masyarakat adat bila mampu menunjukkan

bukti-buktinya bahwa ada keterkaitan budaya dan historis

dengan hutan tersebut maka masyarakat berhak memiliki

hutan tersebut yang disebut dengan hutan adat. Tetapi

kenyataannya di Riau belum ada satu pun hutan adat yang

disahkan dan diberikan kepada masyarakat adat karena

masyarakat tidak mampu memenuhi tuntutan Undang-

undang sementara Pemda berlepas tangan. Akibatnya

hutan adat yang hijau dikonversi ke HTI, walaupun mereka

mengaku bahwa mereka adalah penjaga kelestarian

lingkungan atau pembangunan yang berkelanjutan.

Interaksi pemerintah konsumen dan produsen

Transaksi antara pemerintah dengan

masyarakat tidak begitu rumit karena

melibatkan orang yang mempunyai

kekuasaan yang dibantu oleh birokrat yang

mempunyai informasi lengkap berhadapan

dengan masyarakat sipil yang awam.

Untuk meraih suara terbanyak sebagai

prasyarat, maka para kandidat eksekutif

dan legislatif harus berkampanye untuk

meyakinkan masyarakat bahwa dirinya

adalah yang terbaik memimpin negara atau

daerah. Masalahnya adalah persaingan

dalam merebut suara sebanyak-banyaknya

memerlukan sumberdaya yang sangat besar,

termasuk sumber daya keuangan untuk

kampanye. Dimanapun di dunia ini jumlah

sumber daya adalah terbatas sehingga

dia disebut faktor pembatas (constrains)

sementara keinginan manusia hampir tidak

terbatas.

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 28: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

A r t i k e l

28

Interaksi bisa menjadi rumit ketika para kandidat

tidak mempunyai sumber daya pribadi sehingga mereka

harus berkolaborasi dengan pihak produsen (pemodal).

Berbeda dengan konsumen, transaksi dengan produsen

tidak mudah karena mereka adalah orang pintar dan

tidak mau rugi dalam setiap transaksi. Disinilah timbulnya

kemungkinan jual beli barang berupa janji “kalau saya

terpilih” dengan produsen. Jual beli janji inilah yang

menyebabkan pembangunan menjadi terhambat kemudian

hari setelah terpilih. Dampak penting lainnya adalah

lingkungan menjadi rusak karena hutan, pertambangan,

sumberdaya alam dan sumberdaya finasial dan lainnya

terlanjur telah dijadikan agunan kepada mereka. Dalam

rangka menebus agunan itulah maka terjadilah berbagai

bentuk penyelewengan, seperti korupsi, suap menyuap

untuk membayar hutang.

Dalam proses untuk mencapai tujuan antara para

kandidat akan bersaing ketat untuk memaksimumkan

suara (vote) dan produsen akan bersaing ketat juga untuk

mendapatkan profit yang maksimum dengan menawarkan

jasa kepada para kandidat. Transaksi jual beli janji ini

semakin ramai dan riuh karena adanya pemain dibelakang

layar, yaitu para pelobi, NGO dan interest group lainnya

yang didukung oleh perusahaan-perusahaan besar dalam

negeri maupun multinasional, bahkan negara asing juga ikut

bermain. Para pelobi ini bukan orang sembarangan karena

mereka didukung oleh modal yang kuat dan mewakili

kepentingan perusahaan masing-masing bahkan membawa

kepentingan negara-negara besar. Semuanya berlomba

ingin mempengaruhi kandidat dan berusaha jagoannya

nanti akan menang dalam pertarungan Pemilihan Umum.

Bila jagoannya menang maka para pelobi ini akan semakin

mudah mengendalikan para anggota legislatif dan para

pemimpin negara atau daerah tersebut. Jangan heran

kalau pemerintah kadang-kadang lebih mendahulukan

kepentingan negara asing dari pada kepentingan nasional.

Proses transaksi ini berakibat pada runtuhnya idealisme

bangsa, terkurasnya sumberdaya alam negara, rusaknya

lingkungan, ketidakefisienan penggunaan anggaran

negara, hilangnya kedaulatan negara, menimbulkan

eksploitasi oleh orang kuat dan kaya terhadap orang miskin

dan lemah, bahkan eksploitasi negara kuat terhadap negara

lemah serta melebarnya ketimpangan antara negara-negara

maju dengan negara sedang berkembang. Dari semua

proses transaksi ekonomi dan politik ini yang menjadi

korban adalah masyarakat.

Asumsi symmetric information

Apakah sifat bawaan yang diuraikan diatas merupakan

malapetaka sehingga yang mendorong terjadinya

kehancuran di muka bumi? Menurut teori ekonomi klasik

yang diusung oleh ideologi kapitalis ini bukan malapetaka,

bahkan sifat-sifat diatas merupakan berkah yang hanya

dimiliki oleh manusia yang telah mendorong kemajuan

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 29: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

A r t i k e l

29

peradaban suatu bangsa. Karena sifat-sifat tersebutlah

maka tercipta teknologi canggih yang kita pakai sekarang

ini yang dibuat oleh perusahaan besar yang didorong oleh

keinginan untuk mencari untung yang setinggi-tingginya

kemudian dibeli oleh konsumen yang ingin mendapatkan

kepuasan yang maksimal. Jadi tidak ada yang salah

karena sifat-sifat bawaan tersebut didampingi oleh satu

asumsi penting yang mengawalnya sehingga tidak terjadi

eksploitasi oleh orang kaya dan kuat terhadap orang miskin

dan lemah, yaitu asumsi symmetric information dan bentuk

pasar yang bersaing sempurna (perfectly competitive

market). Bahwa setiap orang mempunyai informasi yang

sama sehingga tidak terjadi ketimpangan informasi.

Informasi adalah kekuatan (power) sehingga setiap orang

pada prinsipnya adalah sama kuatnya dan tidak mungkin

orang yang sama kuat mengeksploitasi dan menipu orang

kuat lainnya. Dalam hal perang, Amerika, Rusia dan

China tidak akan pernah saling menyerang karena sama

kuat. Tetapi yang terjadi di negara-negara bekembang

kenyataannya telah terjadi eksploitasi yang luar biasa. Kok

bisa? Karena asumsi symmetric information tersebut adalah

asumsi yang sangat ketat sehingga tidak mungkin terjadi

secara umum. Makanya kita lihat Indonesia tidak berkutik

dalam hal peninjauan ulang kontrak tambang emas Free

Port di papua dan kontrak-kontrak tambang lainnya

walaupun kontrak tersebut sangat merugikan Indonesia

dan merusak lingkungan.

Dalam alam “demokrasi pasar ala dagang sapi”

seperti di Indonesia distribusi informasi tidak merata dan

simpang siur sehingga memudahkan bagi kelompok elit

untuk memanipulasi masyarakat dengan janji manis yang

tidak masuk akal dalam kampanye. Masyarakat belum

bisa menentukan pilihan terbaik dari alternatif pilihan

yang ditawarkan sehingga mereka masih bertanya “siapa

yang harus dipilih”, bukan “kenapa harus memilih dia”.

Ditambah lagi dengan sifat “cepat lupa”

Maka tidak aneh kalau proses kesalahan memilih

pemimpin berulang setiap 5 tahun baik pemimpin nasional

maupun daerah karena ketidakmampuan menentukan

pilihan terbaik karena minimnya informasi dan sifat pelupa.

Minimnya informasi yang dipunyai oleh konsumsen atau

masyarakat disebabkan karena masyarakat tidak peduli

dan tidak mau mencari informasi tentang track record dan

karakter seorang kandidat. Ini sangat logis karena untuk

mendapatkan informasi memerlukan biaya yang tidak

murah, baik financial maupun waktu. Akibatnya tujuan

jangka panjang pembangunan nasional berkelanjutan tidak

kunjung tercapai karena sering terlupakan atau sengaja

dinomorduakan karena kuatnya tekanan untuk mencapai

tujuan antara. Tujuan jangka panjang hampir tidak mungkin

dicapai kalau tujuan antara belum diraih, apalagi dalam

alam demokrasi minus moral dan intergritas.

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 30: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

30

L i p u t a n

LINGKUNGAN HIDUP DIMATA POLITISIWawancara dengan : Ir. H. Arsyadjuliandi Rachman, MBA (Anggota Komisi VII DPR RI)

Isu politik lingkungan dan ekonomi merupakan dua kutub yang saling berlawanan.

Para ahli ekonomi berkeyakinan bahwa sumber daya alam diperlukan sebanyak-

banyaknya untuk mengakomodasi keperluan manusia sedangkan para pemerhati

lingkungan memaknai pemanfaatan sumber daya alam sesuai dengan koridor dan

tingkat kecukupan akan sumber daya sampai pada kurun waktu yang tak terhingga.

Dalam kaitannya dengan kebijakan negara, berbagai instansi pemerintah baik di

tingkat daerah maupun tingkat pusat belum menunjukkan komitmen bersama dalam

mewujudkan pengurangan laju eksploitasi sumber daya alam.

Dalam hal ini tim redaksi suara bumi berkesempatan untuk mewawancarai

anggota Komisi VII DPR RI Ir. H. Arsyadjuliandi Rachman, MBA untuk membahas

bagaimana lingkungan hidup dimata politisi. Berikut petikan wawancaranya :

Dewasa ini negara kita mengutamakan eksploitasi sumber daya alam sebesar-besarnya

untuk kemakmuran bangsa (pendapatan devisa). Bagaimana menurut Bapak?

Kekayaan sumber daya alam Indonesia dipahami pemerintah sebagai modal penting

dalam penyelenggaraan pembangunan nasional. Karena itu, atas nama pembangunan,

optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam diarahkan pada pengejaran target

pertumbuhan ekonomi (economic growth development), demi peningkatan

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 31: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

31

L i p u t a n

pendapatan dan devisa negara (state revenue), dalam

praktiknya terkadang pemanfaatan sumberdaya alam

dilakukan tanpa memperhatikan prinsip-prinsip keadilan,

demokratis, dan keberlanjutan fungsi sumberdaya alam.

Implikasi yang akan ditimbulkan dari praktik-praktik

pemanfaatan sumber daya alam yang mengedepankan

pencapaian pertumbuhan ekonomi semata adalah

timbulnya kerusakan dan degradasi kuantitas maupun

kualitas sumberdaya alam, seperti : kerusakan hutan secara

masif, kerusakan terumbu karang, pencemaran limbah,

perubahan bentang alam, kerusakan tanah serta hilangnya

keanekaragaman hayati diatasnya, dsb.

Apabila disimak dari percaturan politik Indonesia, sangat

sedikit politisi kita yang membawa dan mengemban misi

lingkungan hidup secara khusus dalam proses pemilihannya,

baik di tingkat legislatif maupun di eksekutif. Bagaimana

sebaiknya (apa yang dapat dilakukan) untuk meningkatkan

dan memperbaiki citra lingkungan hidup dimata politisi?

Lingkungan merupakan isu mendasar yang terpinggirkan

di tengah hiruk pikuk isu-isu politik di permukaan,

bahkan dalam MDG’s persoalan lingkungan (sustainable

development) menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan.

Proses demokratisasi di Indonesia yang berkembang saat

ini belum diimbangi dengan kesadaran kolektif tentang

penyelamatan bumi dari kehancuran daya topang

lingkungan. Isu tentang lingkungan hidup ternyata belum

mendapatkan tempat secara proporsional. Ini setidaknya

dapat dilihat dari masih sedikitnya (jika tidak dikatakan tidak

ada) partai yang mengusung isu penyelamatan lingkungan

hidup, apalagi melakukan tindakan nyata dalam hal

penyelamatan lingkungan. Bahkan, keputusan-keputusan

politik yang diambil banyak menyengsarakan lingkungan.

Untuk itu, hal-hal yang bisa dilakukan untuk memperbaiki

ekopolitik antara lain adalah meningkatkan akselerasi

: (1) Peran partai politik untuk meningkatkan standar

seleksi kader partai yang akan dipromosikan menduduki

posisi politik baik di legislatif maupun di eksekutif adalah

kader partai yang memiliki wawasan tentang fungsi

strategis lingkungan hidup dan berkomitmen nyata

dalam penyelamatan lingkungan; (2) Peningkatan Peran

Pemerintah dalam melakukan edukasi kepada masyarakat

tentang lingkungan hidup serta memperketat pengawasan

sekaligus penegakan hukum secara konsisten bagi para

perusak lingkungan; (3) Peran civil society dalam melakukan

advokasi dan pendampingan masyarakat terhadap proses

penyelamatan lingkungan.

Masyarakat saat ini sangat kritis terhadap yang dikatakan

politisi. Dari sisi lingkungan hidup, sebenarnya ini

sangat menguntungkan apabila ada politisi yang fokus

dalam menyuarakan lingkungan hidup secara utuh dan

menyeluruh. Bagaimana menurut Bapak tentang hal ini?

Saya sangat sependapat dan itu tepat sekali. Begini,

selain berhubungan dengan peran negara, daya kritis

masyarakat terkait isu lingkungan hidup ini juga berkait

erat dengan knowledge, power, dan interest. Knowledge

(scientific) sangat berguna dalam membantu mengatur

agenda, mempengaruhi pola pikir dan power, dan

membentuk dugaan berdasarkan ada prioritas dan

interest. Artinya eksistensi masyarakat yang kritis ini harus

dipandang sebagai modal sosial (social equity) bagi proses

pembangunan budaya politik yang sehat.

Mengapa sangat sedikit politisi yang mau bicara tentang

lingkungan hidup?

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 32: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

• Nama : Ir. H. Arsyadjuliandi Rachman, MBA

Panggilan : Andi Rachman

• Lahir : Pekanbaru

• Tanggal : 08 Juli 1960

• Isteri : Sisilita

• Anak : Arsilia Arsyadjuliandi

• Orang tua : - H. Abd. Rachman Syafei (Ayah)

(pengusaha daerah Riau dengan bendera

perusahaan PO. SINAR RIAU)

- Hj. Asma Hasan (ibu)

• Anak ke : 5 dari 10 bersaudara

PENDIDIKAN :

• SDN 14 Pekanbaru (1967 - 1972)

• SMPN 4 Bukittinggi (1973 - 1975)

• SMAN 3 Yogyakarta (1976 - 1980)

B I O D A TA

32

L i p u t a n

Related dengan statemen saya diatas tadi, penyebabnya

adalah lemahnya knowledge, power, dan interest dari politisi

dan partai politik dalam menemukenali perkembangan

isu lingkungan, serta menyerap, menyuarakan dan

memperjuangkan aspirasi penyelamatan lingkungan hidup.

Satu hal yang patut juga kita pahami, isu lingkungan dalam

konteks ekonomi global, banyak dimanfaatkan oleh negara

pesaing produk nasional kita sebagai bahan propaganda

politik maupun untuk persaingan bisnis (ekonomi).

Untuk menaikkan rating kementerian lingkungan hidup,

apa sebaiknya Menteri LH berasal dari kalangan politisi

bukan berasal dari kalangan akademisi atau teknokrat.

Bagaimana menurut Bapak?

Apapun bidang atau profesi yang kita tekuni, idealnya

dilakukan dengan profesionalisme, dalam artian kita harus

mampu beradaptasi serta berupaya memahami bidang atau

profesi tersebut secara komprehensif. Demikian juga untuk

suatu jabatan strategis, selain integritas dan kredibilitas

untuk melakukan komitmen nyata, akan sangat ditentukan

oleh kapasitas, kapabilitas dan kompetensi seseorang

yang menduduki jabatan tersebut. Jadi, menurut saya

tidak ada jaminan politisi lebih baik dari akademisi atau

teknokrat dalam memimpin sebuah kementerian, demikian

juga sebaliknya, jika dalam melaksanakan perannya

tidak dengan paradigma profesional. Darimana pun

seorang menteri itu berasal memiliki peluang yang sama

untuk mampu meningkatkan rating kementerian yang

dipimpinnya, termasuk di kementerian lingkungan hidup.

Rating organisasi akan naik dengan sendirinya ditentukan

oleh strong leadership dan good corporate governance

dalam organisasi tersebut.

• Fak. Pertanian Univ.Sebelas Maret (1980 - 1985)

• MBA Marketing Track, Oklahoma City University, USA (1986 - 1987)

PEKERJAAN :

• Chairman Riau Muda Group ( 2004 - sekarang)

• Dirut PD. Sarana Pembangunan Riau (1999 - 2004)

• Komisaris PT. Sarana Riau Ventura (1996 - 1998)

PENGABDIAN ORGANISASI :

• Anggota DPR - RI / MPR - RI 2009 - 2014

• Anggota DPRD Provinsi Riau Periode 2004 - 2009

• Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia 2010 - sekarang

• Ketua Umum KADIN Provinsi Riau ( 2001 - 2011)

• Ketua Umum BPD HIPMI Riau ( 1989 - 2002)

• Wakil Ketua Kadin Tk. I Riau (1990 - 2001)

• Bendahara Umum ICMI Orwil Riau (1991 -2006)

• Ketua Umum BPD ARDIN Prop. Riau (1996 - 2001)

• Wakil Bendahara GOLKAR Riau (1998 - 2003)

• Ketua HISWANA MIGAS Riau Daratan (2001 - sekarang)

• Wakil Ketua IKMR Provinsi Riau

• Wakil Bendahara KNPI Provinsi Riau

• Bendahara KONI Riau 1999 - 2004

• National Director IMT - GT Indonesia Business Council (2003 - 2010)

• Wakil Ketua Sekretariat Nasional Kerjasama Ekonomi Sub Regional

(KESR) Kantor Menko Perekonomian R.I (2005 - 2010)

• Bendahara Umum GOLKAR Riau (2003 - 2010)

• Wakil Sekjen DPP Golkar 2010 - sekarang

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 33: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

33

L i p u t a n

Sampah Membawa Soffia Seffen, SHke Istana Memboyong Kalpataru

Sampah .......sebagian besar masyarakat masih menganggap benda yang tidak

berguna bahkan menggangu. Lain halnya dengan Soffia, hampir setiap hari

bergelut dengan sampah tanpa kenal lelah. Soffia yang setiap harinya bekerja

di PPE Sumatera dari Senin hingga Jumat, namun di hari yang seharusnya ia bisa

beristirahat dan berkumpul dengan keluarga justru di hari tersebut (Sabtu dan Minggu)

sibuk dengan sampah. Apa saja yang dilakukan Soffia ?

Menyadarkan masyarakat terhadap sampah, yakni:

- Mengajak masyarakat untuk memilah sampah organik dan anorganik

- Mendaur ulang sampah sehingga mempunyai nilai jual

- Membentuk Bank sampah baik di sekolah maupun di pemukiman

- Membantu Menjalankan CSR perusahaan yang berkaitan dengan pengelolaan

lingkungan terutama sampah plastik

Pekerjaan yang dilakukan dari hati dan dengan kemauan yang keras serta

melibatkan seluruh keluarga ternyata membuahkan hasil yang cukup memuaskan

dimana hingga saat ini hasil yang telah dicapai sangat membanggakan antara lain:

1. Berhasil mengolah sampah an organik hingga hampir 30 ton sehingga tidak

dibuang lagi ke TPA dan memperpanjang umur TPA secara tidak langsung

2. Berhasil menambah penghasilan 60 tenaga kerja di Pekanbaru dan beberapa

masyarakat di kota/kabupaten lain untuk mengolah sampah dan meningkatkan

perekonomian masyarakat ekonomi lemah

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 34: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

34

L i p u t a n

3. Berhasil merubah pola pikir dan perilaku 60 sekolah

terhadap sampah yang selama ini dibuang dan diba-

kar. Sekarang sekolah-sekolah sudah mengumpulkan

sampahnya dan ditabung ke bank sampah

4. Berhasil mendapatkan juara dua tingkat nasional dalam

panilaian PHBS dalam melakukan pengelolaan sampah

jadi kerajinan

Tidak sedikit yang mengikuti dan bergabung dengan

Soffia, ini tentunya berkat kegigihannya membawa

masyarakat untuk selalu peduli terhadap lingkungan

terutama sampah plastik. Mereka tidak segan-segan

untuk berdiskusi dan datang secara kontinyu hanya

untuk membicarakan masalah sampah yang selama ini

menggangu lingkungan mereka. Siapa saja yang sudah

bergabung untuk menyelamatkan lingkungan tersebut?

1. SMU 1 Pekanbaru

2. SMU 8 Pekanbaru

3. SMK 1 Pekanbaru

4. SMK 2 Pekanbaru

5. SMK 4 Purwodadi Pekanbaru

6. SMK Bina Profesi Pekanbaru

7. SMK PGRI Pekanbaru

8. SMK Pertanian Pekanbaru

9. SD 005 Bukit Raya Pekanbaru

10. SD 001 Cinta Raja Pekanbaru

11. SD 38 Pekanbaru

12. SD 88 Pekanbaru

13. SD 95 Pekanbaru

14. SD Al Azhar Pekanbaru

15. SD 20 Pekanbaru

16. SD 20 Pekanbaru

17. SD 65 Rumbai Pekanbaru

18. SD 86 Rumbai Pekanbaru

19. SD 107 Rumbai Pekanbaru

20. SD 63 Rumbai Pekanbaru

21. SD 150 Rumbai Pekanbaru

22. SD 124 Pekanbaru

23. SD 159 Pekanbaru

24. SD 138 Pekanbaru

25. SD 84 Pekanbaru

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 35: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

35

L i p u t a n

26. SD 68 Pekanbaru

27. SD 92 Rumbai Pekanbaru

28. SD 003 Rumbai Pekanbaru

29. SD 7 Tanjung Uban Pekanbaru

30. SD 24 Tanjung Uban Pekanbaru

31. MTs Al Ijtihad Rumbai Pekanbaru

32. SD Al Ijtihad Rumbai Pekanbaru

33. TK, SD, SMP, SMA Al-Azhar Pekanbaru

34. Stikes Hangtuah Pekanbaru

35. Fakultas Ilmu Lingkungan UNRI Pekanbaru

36. Fakultas Kehutanan UNILAK Pekanbaru

37. TK Harapan Bunda Pekanbaru

38. Perumahan Sidomulyo Pekanbaru

39. Pemukiman di Tampan Pekanbaru

40. Perumahan Dosen Unri Garuda Sakti Pekanbaru

41. Perumahan Permata Panam Pekanbaru

42. Perumahan Payung Sekaki Kabupaten Kampar

43. Perumahan Pandau Permai Kabupaten Kampar

44. Bu War dan kelompok pengrajin Jl. Cut Nyak Dien Ka-

bupaten Kampar

45. Pemukiman Jl. Pahlawan Kerja Pekanbaru

46. Perumahan Jl. Purwodadi Pekanbaru

47. Perumahan Vila Permata Permai Pekanbaru

48. Perumahan Vila Flamboyan Jl. Srikandi Panam Pekan-

baru

49. Pemukiman Jl. Penghijauan Tangkerang Timur Pekan-

baru

50. Pemukiman Limbungan (KUBE) Kelurahan Rumbai Pesisir

Pekanbaru

51. Bank Sampah Mitra Karya Jl. Pemuda Tampan Pekan-

baru

52. Bank Sampah Pelangi Kabupaten Siak Sri Indrapura

53. Kelompok daur ulang Kecamatan Mempura Kabupaten

Siak Sri Indrapura

54. Bank Sampah Darul Ahklak Kabupaten Rokan Hulu Pasir

Pangaraian

55. SMA Unggulan Pasir pangaraian

56. Bank sampah Peduli kec. Teluk Besung Pelalawan

57. Bank sampah Kec. Ukui Kab. Pelalawan

58. Bank Sampah Peduli Kota Bukittinggi

59. 4 sekolah di Bukittinggi

60. Bank Sampah Peduli Kelurahan Situjuh Kota Payakumbuh

61. Kelompok daur ulang Kelurahan Koto Tuo Kota

Payakumbuh

SENIN SELASA RABU KAMIS JUMAT SABTU SETIAP

BULAN/STLH

BANYAK SDN 20 Jl. Kulim

SDN 65 Rumbai

SD 88 Jl. Sutomo

SMK PGRI Jl. Pandan

SD 83 Jl. Pontianak

SD 95 Jl. Kulim

Perum Kenanga Indah (bu Nel)

SDN 175 Jl. Pemudi

SDN 63 Rumbai

SMK 1 Jl. Merbabu

SD Al Azhar Jl. Arifin ahmad

SD 132 Jl. Kampar

SD Cinta Raja Patimura

Perum Sidomulyo (bu wati)

SDN 142 Jl. Muara Fajar

SDN 150 Rumbai

SD 07 Tl. Uban

SMK Bina Profesi Jl. Arengka

SD 62 Jl. Sekuntum

SD 26 Jl. Patimura

Perum tangkerang Labuai (umi dan Bu Een)

SDN 159 Jl. Muara Fajar

SD Al Itihad Rumbai

SD 24 Tj. Uban

SMKN 4 Jl. Purwodadi

SD 82 Jl. Sekuntum

SMA 1 Jl SSq

Perum Garuda Sakti (Bu Isriwati)

Mts al Itihad Rumbai

SDN 41 Jl. Durian

SMK Pertanian Marpoyan

Perum Brimob (Bu Lilik)

SD Muhamadiah Rumbai

SDN 106 Rumbai

SMK Pertanian Marpoyan

Kelurahan Labuai (bu Diah)

SDN 150 Rumbai

SDN 107 Rumbai

Perum Pandau Permai

Perum Permata Ratu Labuai (Bu Isah)

SDN 92 Rumbai

SDN 39 Rumbai

Jl. Pahlawan kerja (doyok)

SDN 84 Rumbai

SDN 55 Rumbai

TK. Harapan Bunda (Bu Linda)

SDN 86 Rumbai

Stikes Hangtuah

BLH Kota Pekanbaru Jl. Pepaya

PPE Sumatera Jl. Hr. Soebrantas

Bank sampah Mitra Karya

Bank sampah Mitra Karya

Kantor Kadin Jl. Sudirman

Masy. sekitar Masy. sekitar Masy. sekitar

Masy. sekitar Masy. sekitar Masy. sekitar

Masy. sekitar

Jadwal PenjemputanBank Sampah Sekolah dan Pemukiman Kota Pekanbaru

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 36: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

36

L i p u t a n

Kegiatan mengajak masyarakat dari tingkat paling

rendah hingga tingkat Universitas tidaklah segampang

membalikkan telapak tangan dan tidak juga dengan modal

yang sedikit yang telah dikorbankan oleh Soffia, Suami

tercinta dengan ikhlas melepaskan pekerjaannya turut

berpartisipasi menyelamatkan sampah. Di samping itu juga

materil, moril dan waktu yang cukup panjang yang bisa

menjadikan masyarakat bisa berubah antara lain:

1. Menyediakan sarana berupa tempat pelatihan daur

ulang( 6m x8m),

2. Ruang untuk membuat kerajinan (4mx 9m),

3. Gudang bank sampah (8m x 9m),

4. Mesin jahit beberapa buah yang sebagian dibagikan

ke masyarkat kurang mampu untuk menjahit plastik

kemasan

5. Etalase dan lemari untuk hasil daur ulang

6. Mobil bank sampah keliling yang memfasilitasi sekolah-

sekolah dan pemukiman di kota Pekanbaru

7. Memfasilitasi para murid dan masyarakat untuk belajar

daur ulang berupa perlengkapan daur ulang,

8. Memfasilitasi seluruh bank sampah-bank sampah Kota

Pekanbaru berupa buku tabungan dan timbangan

9. Membentuk Koperasi Simpan –Pinjam untuk kelompok

masyarakat yang dibayar dengan sampah/daur ulang

10. Masih banyak lagi yang lainnya.

Perjalanan panjang menyelamatkan lingkungan tidak

akan terhenti hingga akhir hayat, karena pekerja ini bukan

pekerjaan sia-sia tetapi pekerjaan yang bermanfaat bagi

hajat hidup orang banyak. Sejak kapan Soffia mulai Peduli?

1. Pada awal tahun 2005 hingga 2007, (Soffia yang bekerja

sebagai staf di PPE Sumatera) sering mengikuti pelati-

han pengolahan sampah organik dan an organik yang

diselenggarakan oleh PPE Sumatera dengan narasumber

ibu Arini Bambang dari Jakarta (menerima kalpataru

tahun 1997 /usia 73 tahun). Melihat usia dan kegigihan

serta semangat yang tinggi maka Soffia tergugah untuk

melakukan hal yang sama.

2. April 2007 mulai mensosialisasikan pengelolaan sampah

baik organik maupun an organik ke masyarakat disekitar

rumah dan beberapa lokasi (RT, RW dan masjid-masjid

di Pekanbaru)

3. Melihat kondisi pengolahan sampah yang ada di kota

pekanbaru, dimana belum ada upaya dalam penge-

lolaan sampah an organik terutama plastik membuat

Soffia lebih peduli untuk mengelola sampah plastik

tersebut mengingat sampah plastik membutuhkan

waktu ratusan tahun untuk bisa terurai oleh tanah .

4. September 2007, mulai mengajak pemulung sekitar

rumah dan TPA Muara Fajar Pekanbaru mengumpulkan

Bank Sampah Sekolah (melatih sejak dini)

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Mobil Bank Sampah

Page 37: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

37

L i p u t a n

sampah kemasan plastik dan mengajarkan cara men-

cuci dan membersihkan sampah plastik untuk dibuat

kerajinan

5. September 2007 dari hasil penyuluhan ke kampung-

kampung mulai mengumpulkan 3 orang ibu-ibu/ma-

syarakat ekonomi lemah (bu Utin/Ibu rumah tangga, Bu

Epi , pemulung dan Bu Titin , ibu rumah tangga) yang

mau mendaur ulang sampah dengan cara dijahit)

6. September 2007 mulai memamerkan hasil karya daur

ulang dengan cara membuat tas dari sampah plastik dan

dibawa ke pasar setiap minggu untuk wadah belanja

7. Desember 2007 terbentuk kelompok pendaur ulang

dengan nama Dalang (daur Ulang) Collection yang

dibentuk dirumah Soffia di jl. Gajah No. 33 Kel. Rejosari

Kulim. Untuk sementara, ruang keluarga digunakan

sebagai tempat pengumpulan sampah.

Pengrajin daur ulang Jl. Pahlawan Kerja

Bank Sampah Perum Dosen UNRI Garuda Sakti

Bank Sampah Berlian Mandiri Pekanbaru

Pngrajin daur ulang Jl. Buroq Tampan

Bank Sampah Perum Sidomulyo

Bank Sampah Mitra Karya Pekanbaru

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 38: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

38

8. Hingga akhir 2008 daur ulang yang dibuat oleh ibu-ibu

sebagian besar tidak layak jual karena tidak rapi, tetapi

Soffia selalu membayar upah mereka agar mereka tidak

putus asa dan dengan harapan agar ibu-ibu tersebut

mau mengolah sampah dan cinta terhadap lingkungan

9. Hingga akhir tahun 2009 kerajinan ini semakin meluas

dan banyak masyarakat terlibat

10. Tanggal 22 Februari 2010 kegiatan daur ulang diresmi-

kan oleh Bapak Herman Abdulah Walikota Pekanbaru

11. Tanggal 22 Desember 2011 untuk pertama kalinya

mensosialisasikan dan membuka Bank sampah dengan

melibatkan KADIN, LSM Secom dan BNI Pekanbaru

12. Tanggal 22 Desember 2011 mobil pinjaman PKBL dari

BNI untuk pengoperasian Bank Sampah sudah bisa

berjalan

13. Tanggal 21 Februari 2012 peresmian Bank Sampah oleh

Walikota Pekanbaru Firdaus MT di Bank Sampah Dalang

Collection Jl. Gajah no. 33 Pekanbaru.

14. Tanggal 10 November 2012 Peluncuran Yayasan Ko-

munal (Komunitas Aksi Lingkungan) Riau dimana Soffia

sebagi ketua yang nantinya dapat mengembangkan

kegiatan pengelolaan sampah untuk seluruh Propinsi

Riau yang diresmikan oleh Wakil Walikota Pekanbaru

bersama Kepala PPE Sumatera, Anggota DPR RI Komisi

VII Jakarta, Direktur Eksekutif Kadin Propinsi Riau, Ketua

LSM Secom Institute serta dihadiri oleh 250 peserta dari

seluruh cabang bank sampah yang dibina oleh Soffia.

15. Tanggal 10 November 2012 dibentuk Bank Sampah

Mitra Karya sebagai bank sampah ke 2 di Pekanbaru

yang dikelola oleh Soffia untuk memfasilitasi sekolah-

sekolah yang ada disekitar bank sampah

16. Tanggal 21 Februari 2013 Peresmian bank sampah

sekolah secara massal oleh Walikota Pekanbaru

17. Tanggal 2 Mei 2013 SK Walikota Pekanbaru No. 213/

NKB/BS/05/2013 tentang penandatanganan naskah

kesepakatan kerjasama Bank Sampah dengan beberapa

instansi antara lain Walikota Pekanbaru, Dinas Pendi-

dikan Kota Pekanbaru, Dinas Perindustrian dan Perda-

gangan Kota Pekanbaru, BLH Kota Pekanbaru, Dinas

Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru, dengan

Bank Sampah Dalang Colection (Yayasan Komunal).

Hal ini diharapkan agar tercipta lingkungan yang bersih

dan sehat serta Turut berpartisipasinya pemerintah Kota

Pekanbaru dalam menjaga lingkungan

18. Hingga saat ini Soffia selalu mengkampanyekan penge-

lolaan dan pemanfaatan sampah terutama an-organik

dengan mengembangkan Bank Sampah yang makin

meluas dan nasabahnya semakin meningkat berkat

kegiigihannya.

Tidak terasa pengabdian untuk menyelamatkan

sampah telah masuk tahun ke 6 (enam). Pengorbanan

yang dilakukan dengan ketulusan hati dan semangat

yang tinggi membawa Soffia untuk meraih penghargaan

Anugerah Kalpataru dari Presiden RI pada bulan Juni

2013, yang selama ini tidak pernah dibayangkan oleh

Soffia. Penghargaan Anugerah Kalpataru merupakan suatu

penghargaan yang bukan hanya untuk dibanggakan dan

hanya sebagai pajangan, menurutnya Kalpataru adalah

merupakan tanggu jawab terhadap lingkungan dan

masyarakat yang harus lebih ditingkatkan.

Mereka yang peduli:

CSR Pertamina Kadin Prof. Riau

L i p u t a n

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 39: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

39

Masih banyak program pengelolaan sampah yang

akan dilakukan oleh Soffia kedepan antara lain:

1. Membayar listrik dengan sampah (sampah bersinar,

dimana masyarakat kota pekanbaru masih banyak sekali

tidak mampu membayar listrik. Dan dengan sampah

kedepan masyarakat dapat membayar listrik serta men-

jadikan kota pekanbaru lebih bersih lagi. (kerjasama

dengan CSR PLN Cabang Kota Pekanbaru)

2. Memanfaatkan sampah kemasan mie instan menjadi

kerajinan daur ulang (Kerjasama dengan CSR PT. Indo-

food Kota Pekanbaru)

3. Membentuk Bank Sampah dan kelompok daur ulang

dengan masyarakat Sei Pakning Kab. Bengkalis (Beker-

jasama dengan CSR Pertamina Sei Pakning)

4. Memanfaatkan sampah kantin sekolah (organik) seb-

agai pakan ternak lele, dimana selama ini sisa kantin

sekolah dibuang percuma (Bekerjasama dengan Pemda

Kota Pekanbaru dan sekolah-sekolah yang ada dikota

Pekanbaru)

5. Membentuk kota tanpa TPA (bekerjasama dengan

Universitas Indonesia (UI) Prof. Boy, Stikes Hangtuah

Pekanbaru, Pemda Kota Pekanbaru)

Mulai dari diri sendiri, Bekerja dengan hati dan berani

berkorban merupakan motto Soffia dalam menyelamatkan

lingkungan.

Anggota Dewan Komisi VII Bpk Andi Rahman dan seluruh kelompok Bank Sampah Dalang Collection

beserta Walikota Pekanbaru

Tim Penilai Kalpataru beserta BLH Prov. Riaudan BLH Kota Pekanbaru

Pelatihan masyarakat Kabupaten Pelalawan

Masyarakat dan pelajar Kabupaten Siak

L i p u t a n

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 40: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

K e g i a t a n

40

Tim Pokja DAS Batanghari MEMPERSIAPKAN PELAKSANAAN

SEMINAR PENGELOLAAN DAS BATANGHARI

DAS Batanghari merupakan DAS yang melintasi

4 wilayah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera

Barat dan 10 wilayah kabupaten/kota di Provinsi

Jambi. Berdasarkan Data Kementerian Kehutanan tahun

2010, DAS Batanghari termasuk salah satu dari 22 DAS

di wilayah Indonesia yang menjadi prioritas karena masuk

dalam kategori kritis. Berbagai program telah diadakan

untuk memperbaiki kondisi DAS Batanghari, namun karena

dilaksanakan secara sektoral dan kedaerahan, kondisi DAS

Batanghari tidak pernah membaik. PPE Sumatera pada

pertemuan tanggal 30 – 31 Mei 2011 telah memfasilitasi

pembentukan forum kerjasama antar daerah Sekretariat

Bersama Perlindungan dan Pengelolaan DAS Batanghari

yang melibatkan semua stakeholder terkait.

Pada pertengahan tahun 2013, kasus pencemaran

dan kerusakan DAS Batanghari menghangat. Seiring

dengan keberadaan Sekretariat Bersama Perlindungan dan

Pengelolaan DAS Batanghari, PPE Sumatera bermaksud

memfasilitasi kegiatan “Seminar Pengelolaan DAS

Batanghari Dalam Rangka Kerjasama Antar Daerah Bersama

Masyarakat”.

Sehubungan dengan rencana kegiatan tersebut,

Tim PPE Sumatera dan Tim Pokja Sekretariat Bersama

Perlindungan dan Pengelolaan DAS Batanghari mengadakan

pertemuan pada tanggal 26 Juli 2013 di Ruang Rapat PPE

Sumatera. Tim Pokja DAS Batanghari yang terdiri dari Dr.

Ardinis Arbain (PSL UNAND), Mahdi (PSL UNAND), Bujang

Rusman (PSL UNAND), Aswandi (PSL UNJA/Forum DAS

Batanghari), Sunarti (PSL UNJA), Husni Thamrin (LSM Pinang

Sebatang, Provinsi Jambi) dan Afnizal (LSM Q-Bar, Provinsi

Sumatera Barat). Pertemuan yang dimaksudkan sebagai

bagian dari persiapan pelaksanaan Seminar Pengelolaan

DAS Batanghari pada akhir tahun ini, menghasilkan

Rancangan Awal Pelaksanaan Seminar Pengelolaan DAS

Batanghari.

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 41: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

K e g i a t a n

41

APARAT PEMDA KAB/KOTA MENGIKUTI PELATIHAN SPM TENTANG BIOMASSA

Penerapan dan pencapaian SPM di Indonesia,

khususnya di Sumatera masih rendah. Pada tahun

2011 penerapan SPM di Sumatera hanya 35

kabupaten/kota dari 149 kabupaten/kota di Sumatera.

Pencapaian SPM di Sumatera pun pada tahun 2011

hanya 69 % - 49 % - 11 % - 69 %, masing – masing

untuk pelayanan pencegahan pencemaran air, pelayanan

pencegahan pencemaran udara, pelayanan penyediaan

informasi status kerusakan lahan / tanah untuk produksi

biomassa dan pelayanan tindak lanjut pengaduan

masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan/atau

kerusakan lingkungan. Demikian disampaikan oleh Ir. Muh.

Ilham Malik, MSc, Kepala PPE Sumatera pada kegiatan

Peningkatan Kapasitas Aparat Pemda dalam Penerapan dan

Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan

Hidup. Kegiatan tersebut diselenggarakan pada tanggal

18 – 21 Juni 2013 di Hotel Nagoya Plasa, Batam, Provinsi

Kepulauan Riau.

Rendahnya penerapan dan pencapaian SPM

Kabupaten/kota di Sumatera membuat PPE Sumatera

memandang perlu meningkatkan kapasitas aparat instansi

pengelola lingkungan hidup kabupaten/kota, khususnya

dalam pelayanan penyediaan informasi status kerusakan

lahan / tanah untuk produksi biomassa. Untuk mendukung

hal tersebut, peserta diberikan materi-materi :

• Tentang SPM, meliputi Pelaksanaan dan Pencapaian

SPM di Sumatera, Urgensi dan Implementasi Permen

LH No 19 dan 20 Tahun 2008 di Daerah serta Tata Cara

Pelaporan SPM Penentuan Status Kerusakan Lahan/

Tanah Untuk Produksi Biomassa

• Tentang informasi status kerusakan lahan / tanah untuk

produksi biomassa, meliputi Pengenalan Konsep Pen-

gendalian Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa,

Tata Cara Penyusunan Peta Kerusakan Lahan / Tanah,

Pengenalan GIS dalam Penyediaan Informasi Status

Kerusakan Lahan/Tanah Untuk Produksi Biomassa dan

Instalasi Program, serta Tata Cara Pengambilan dan

Analisa Sampel Tanah untuk Penentuan Status Keru-

sakan Lahan/Tanah Untuk Produksi Biomassa.

Peserta juga mempraktekkan langsung Penentuan

Status Kerusakan Lahan/Tanah untuk Produksi Biomassa

dengan Perangkat GIS, Pengambilan Sampel Tanah dan

Pelaporan SPM Penyediaan Informasi Status Kerusakan

Lahan/Tanah Untuk Produksi Biomassa. Selain Kepala PPE

Sumatera, narasumber pada kegiatan tersebut adalah Drs.

Amral Fery, MSi (Kepala Bidang Peningkatan Kapasitas,

PPE Sumatera), Tim dari Deputi III / Asdep Kehati dan

Pengendalian Kerusakan Lahan, serta Asdep Kelembagaan

Lingkungan (Deputi VII).

Setelah mengikuti kegiatan ini, diharapkan peserta

mampu melaksanakan dan melaporkan SPM tentang

pelayanan penyediaan informasi status kerusakan lahan /

tanah untuk produksi biomassa.

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 42: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

K e g i a t a n

42

BLH DAN DINAS PENDIDIKAN LATIHAN MENILAI SEKOLAH

Sebagai bagian dari Tim Adiwiyata Kabupaten / Kota,

48 orang staf BLH / instansi pengelola lingkungan

hidup dan Dinas Pendidikan dari 26 kabupaten /

kota di Sumatera beserta 36 orang Tim Adiwiyata Sekolah

dari 21 sekolah di Sumatera dan 2 orang staf PPE Sumatera

mengikuti Pembinaan Sekolah Berwawasan Lingkungan.

Kegiatan yang berlangsung di Hotel Dyan Graha Pekanbaru

pada tanggal 22 - 25 Juli 2013 ini dimaksudkan untuk

meningkatkan pemahaman dan kemampuan Tim Adiwiyata

Kabupaten / Kota dalam melakukan pembinaan dan

penilaian dalam pelaksanaan Program Adiwiyata serta

mendorong pelaksanaan Program Adiwiyata di ekoregion

Sumatera.

Program Adiwiyata adalah program bersama

Kementerian Lingkungan Hidup dengan Kementerian

Pendidikan Nasional. Program yang dicanangkan pada

tahun 2005 ini dimaksudkan untuk membentuk kader

- kader lingkungan hidup di tengah masyarakat dari

dunia pendidikan sehingga akan meningkatkan peran

serta masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup. Untuk meningkatkan keberhasilan dan

keikutsertaan sekolah-sekolah dalam program tersebut,

sejak tahun 2012 peran serta kabupaten/kota diperkuat,

khususnya dalam pembinaan dan penilaian sekolah-

sekolah.

Untuk mendukung tujuan di atas, dalam upaya

mengatasi kendala berupa kurangnya kemampuan SDM

kabupaten/kota dalam melakukan pembinaan dan penilaian

sekolah - sekolah Adiwiyata, dilakukan pembinaan melalui

penyampaian materi (teori), praktek penilaian sekolah dan

diskusi kelompok. Narasumber berasal dari PPE Sumatera

dan Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru (Kepala SMAN 4

Kota Pekanbaru) / Tim Adiwiyata Kota Pekanbaru / Tutor

Sekolah Sobat Bumi, yaitu Hj. Nurhafni, MPd. Materi yang

disampaikan meliputi Kebijakan Pendidikan Lingkungan

Hidup, Mekanisme Program Adiwiyata dan Peranan Pemda,

Langkah – Langkah menuju Sekolah Adiwiyata, Kurikulum

Pendidikan Lingkungan Hidup, Penilaian Program Adiwiyata

(Komponen A, B, C dan D). Praktek penilaian sekolah

dilakukan ke SD 18 dan SD 20 Kota Pekanbaru, sekolah

yang telah mencapai predikat Sekolah Adiwiyata Mandiri.

Setelah mengikuti kegiatan ini diharapkan seluruh

peserta memahami pelaksanaan Program Adiwiyata dan

dapat melakukan pembinaan serta penilaian sekolah dalam

pelaksanaan Program Adiwiyata.

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 43: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

43

K e g i a t a n

Penguatan Komisi Penilai Amdal

Kegiatan ini dilaksanakan

di dua tempat yaitu di

Stabat pada tanggal

27-28 Agustus 2013 dan

Medan pada tanggal 29 – 30

Agustus 2013. Kegiatan ini

bertujuan untuk :

• Meningkatkan kapasitas

SDM dalam penerapan

instrumen lingkungan.

• Meningkatkan kapasitas

Komisi Penilai Amdal dalam

penilaian dokumen AM-

DAL.

• Menghasilkan dokumen AMDAL yang bermutu.

Peserta kegiatan Penguatan Komisi Penilai Amdal

Daerah di Stabat terdiri dari Anggota Komisi Penilai Amdal

(KPA) ,Tim Teknis dan Sekretariat KPA Kabupaten Langkat.

Sedangkan di Kota Medan terdiri dari Anggota Komisi

Penilai Amdal (KPA), Tim Teknis dan Sekretariat KPA Kota

Medan.

Hasil kegiatan Penguatan Komisi Penilai Amdal Daerah

diantaranya :

• Dalam pertemuan ini disampaikan materi tentang

Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sumber

Daya Alam, Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 Tahun

2012 tentang Izin Lingkungan, peraturan perundang-

undangan terkait izin lingkungan dan dokumen ling-

kungan, serta Panduan Penilaian Dokumen Amdal.

• Pada pertemuan ini dilakukan bedah dokumen Amdal

dan melakukan uji mutu dokumen (uji konsistensi) yang

dikerjakan secara kelompok. Masing-masing kelompok

membedah dokumen Amdal dengan bidang kegiatan

yang berbeda dan mempresentasikan hasil penilaian

terhadap dokumen Amdal masing-masing kelompok.

• Dari pertemuan dan bedah dokumen yang dilakukan

disimpulkan bahwa masih perlu upaya perbaikan dalam

penilaian dokumen Amdal sehingga mutu dokumen

yang disetujui lebih baik pada masa yang akan datang.

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 44: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

44

K e g i a t a n

Peringatan HUT KemerdekaanRI Ke-68 di PPE Sumatera

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 45: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

Khasanah Lingkungan

45

Green Village Bali Arsitektur Unik Ramah Lingkungan

Green Village merupakan sebuah desa yang terdiri atas kumpulan bangunan

rumah bambu yang ramah lingkungan yang dibangun di sepanjang Sungai

Ayung oleh Lembaga Pendidikan Green School di Bali. Jarak antara Green

School dengan Green Village bisa dicapai dengan berjalan kaki.

Tidak hanya mengusung konsep hijau, Green Village juga mengusung konstruksi

bangunan yang terlihat unik dibuat dengan menggunakan bambu. Bangunan Green

Village terlihat menakjubkan meskipun berbahan bambu. Desain bangunan dibuat

dengan memperhatikan aspek lingkungan dengan menggunakan material yang

tersedia di alam, tetapi tetap berpikir kreatif untuk memaksimalkan karakteristik

material.

Bentuk jendela dan pintunya bangunan ini didesain terbuka dengan cara diputar.

Semua pintu dan jendela diberi kaca besar transparan sehingga cahaya matahari dapat

keluar masuk dengan bebas. Desain interior rumah ini juga sangat futuristik dan lepas

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 46: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

Khasanah Lingkungan

46

dari kesan ketinggalan zaman. Hal tersebut dapat

terlihat dari bentuk kursi, meja, kasur dan furnitur

bamu lainnya yang berbentuk sangat unik, serta

nyaman.

Green Village merupakan desa yang terdiri atas

kumpulan rumah-rumah yang sengaja dibangun

untuk bisa disewakan ke turis, dimana hasil

pendapatan sewa rumah tersebut akan didonasikan

untuk pemberian beasiswa kepada murid-murid di

Green School. Elora Hardy, arsitek sekaligus CEO

dari proyek pembangunan rumah di Green Village,

mengajak para tukang kayu setempat untuk ikut

berpartisipasi merancang pembangunan rumah di

Green Village. Konsep hunian rumah yang hidup

berdampingan dengan pemandangan alam ini,

hanya menggunakan bambu sebagai satu-satunya

bahan bangunan.

Green Village juga merupakan hunian bagi

orangtua siswa yang tinggal di dekat sekolah.

Sekolah yang sudah berdiri sejak 2008 ini

memprioritaskan material alam di sekitar lingkungan

sekolah menjadi bahan utamanya. Green School

mengajarkan kepada murid-muridnya bahwa

di alam ini tidak ada yang

berwujud kotak sempurna,

k a r e n a n y a b a n g u n a n

mengikuti dan beradaptasi

terhadap apa yang sudah

diberikan alam. Bangunan-

bangunan yang berada

di dalam kompleks Green

School tidak memaksakan

atau memotong pohon yang

sudah ada.

sumber: http://edupaint.com

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 47: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

Khasanah Lingkungan

47SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Cara MENCEGAH TERJADINYA KEBAKARAN

Api kecil jadi sahabat api besar jadi lawan. Kata-kata ini mungkin dulu sering

kita dengar tetapi belum tentu benar karena api besar kita butuhkan untuk

berbagai keperluan kita yang bermanfaat. Api kecil juga bisa membuat

masalah yang tidak dikehendaki jika tidak sesuai dengan pemanfaatan yang kita

inginkan.

Agar bangunan seperti rumah, kantor, sekolah, gudang dan lain sebagainya

tidak terbakar dan menimbulkan kebakaran, maka diperlukan pencegahan kebakaran

dengan tips dan trik mencegah terjadinya kebakaran sebagai berikut :

1. Waspada Rokok

Tidak membuang puntung rokok sembarangan. Pastikan rokok telah mati total

sebelum dibuang ke tempat sampah. Rokok 99% memberikan masalah daripada

manfaat, sehingga sebaiknya jangan merokok agar tidak rugi.

2. Waspada Pada Penerang Api

Ketika mati lampu dan menggunakan penerangan api seperti lilin dan lampu

tempel semprong / petromak maka jangan pernah lalai untuk mengawasi lampu

tersebut dan tidak menaruh di tempat sembarang yang bisa jatuh atau berpindah

tempat sehingga bisa membakar benda mudah terbakar yang ada di sekitarnya.

Awasi pula penggunaan anti nyamuk bakar.

Page 48: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

Khasanah Lingkungan

48

3. Waspada Anak-Anak dan Lansia

Jauhkan benda-benda yang berapi atau yang dapat

mengeluarkan api. Paling tidak ada orang dewasa

yang mengawasi seperti bermain korek api, korek

gas, kembang api, petasan, obat nyamuk bakar serta

benda-benda yang mengeluarkan api dan panas seperti

kompor gas, kompor minyak, setrikaan, dispenser air,

pemasak nasi, dan lain-lain. Anak-anak sangat berpo-

tensi bertindak ceroboh yang bersifat fatal.

4. Waspada & Rawat Perangkat Listrik dan Perangkat

Api

Rawat dengan baik dan rutin kompor gas, setrikaan,

mejik jar, solder, kabel-kabel listrik dan perangkat listrik

dan api lainnya. Jaringan listrik di rumah, kantor, dll jika

sudah usang sebaiknya dilakukan penggantian total

dengan mengganti seluruh perangkat jar-

ingan listrik diganti dengan yang berkuali-

tas bagus dan baru demi keamanan dari

korsleting listrik (hubungan arus pendek).

Hindari mencuri listrik pln agar tidak terjadi

hal-hal yang tidak diinginkan seperti misal

kesetrum dan konslet listrik.

5. S iapkan Perangkat Pemadam

Kebakaran Ringan

Jika bangunan cukup besar gunakan

sistem pemadam detektor asap, peman-

car air, perangkat penunjang hidup saat

kebakaran, hidran, selang penyemprot

air, tabung pemadam semprot, dan lain

sebagainya. Jangan lupa berikan pe-

nyuluhan bagi penghuni bangunan dalam

menghadapi bencana kebakaran. Untuk

bangunan kecil minimal ada karung yang

dapat dibasahi untuk meredam kebakaran

ringan / kecil. Siapkan selang panjang atau

ember untuk memudahkan menyiram

kebakaran dengan air.

6. Melakukan Pembinaan dan Sosialisasi

Kebakaran

Berikan penyuluhan kepada seluruh ang-

gota keluarga, pegawai/karyawan kantor,

siswa guru sekolah, buruh pabrik, dan se-

bagainya mengenai penanganan bencana

kebakaran yang bisa saja terjadi kapan saja dan di mana

saja agar ketika terjadi kebakaran mereka mengerti apa

yang harus mereka lakukan. Beritahu nomor telepon

polisi dan pemadam kebakaran lokal dan sentral.

7. Waspada Lingkungan Sekitar

Kebakaran juga bisa akibat dari bangunan sebelah

yang terbakar sehingga bangunan kita ikut menjadi

korban karena api bisa membesar dan merembet ke

mana-mana. Tingkatkan kesadaran bencana kebakaran

di lingkungan masyarakat sekitar untuk meminimalisir

terjadinya kebakaran di lingkungan sekitar. Waspada

juga dengan melakukan tindakan-tindakan yang dapat

memperkecil resiko kebakaran merembet dari bangunan

sekitar ke bangunan kita.

sumber: http://www.alatpemadamapi.co.id

SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Page 49: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

Khasanah Lingkungan

49SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Harga bahan bakar minyak yang selalu naik, memaksa kita untuk terus mencari

sumber bahan bakar alternatif. Selain cadangan yang kian menipis, bahan

bakar fosil seperti bensin juga memberi dampak buruk pada lingkungan. Gas

seperti karbon monoksida yang dilepaskan ke atmosfer akibat pembakaran parsial

bahan bakar fosil amat beracun dan membahayakan makhluk hidup. Selain karbon

monoksida, gas lain seperti karbon dioksida merupakan gas rumah kaca yang memicu

pemanasan global. Banyak sumber energi alternatif telah diteliti secara intensif. Salah

satunya adalah sel surya yang digunakan untuk menggerakkan mobil.

Namun, sel surya dianggap belum bisa diandalkan karena tidak bisa menggerakkan

mobil dalam waktu lama. Selain sel surya, satu isu yang menjadi kontroversi perihal

penggunaan bahan bakar alternatif adalah diluncurkannya konsep mobil berbahan

bakar air. Jelas terdengar seperti film fiksi ilmiah. Apakah benar air bisa digunakan

sebagai bahan bakar? Untuk menjawab pertanyaan ini, berikut akan disajikan fakta

tentang mobil berbahan bakar air.

11 FAKTA & INFORMASITentang MOBIL BERBAHAN BAKAR AIR

Page 50: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

Khasanah Lingkungan

50 SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Fakta tentang Mobil Berbahan Bakar Air

1. Mobil dengan bahan bakar air pertama kali diperkenal-

kan oleh sebuah perusahaan Jepang bernama Genepax.

2. Teknologi ini telah ada selama hampir 100 tahun, tetapi

tetap dirahasiakan karena alasan politik.

3. Mobil bertenaga air pada kenyataan-

nya tidak langsung menggunakan air

tetapi menggunakan gas H2O yang

dihasilkan dari air.

4. H2O juga dikenal sebagai ‘gas Brown’

terbentuk ketika listrik dilewatkan

melalui air.

5. Sebuah mobil bertenaga air efektif

jika dijalankan pada campuran air dan

bensin.

6. Ketika arus listrik dilewatkan melalui

air, ikatan kimia antara hidrogen dan

oksigen terlepas sehingga menghasil-

kan gas H2O.

7. Pada mobil berbahan bakar air, gas

H2O ditambahkan ke bahan bakar

minyak menggunakan perangkat khu-

sus yang dipasang pada mobil. Alat seperti itu disebut

sebagai ‘conversion kit’.

8. Pada mobil berbahan

bakar air, bukan air

yang digunakan untuk

menjalankan mesin,

melainkan hidrogen

yang terdapat dalam

air.

9. Mobil berbahan bakar

air memiliki jarak tem-

puh lebih jauh diband-

ing mobil berbahan

bakar minyak saja.

10. Mobil berbahan bakar

air lebih ramah ling-

kungan karena jumlah

emisi yang dikeluarkan

lebih rendah diband-

ing mobil berbahan

bakar minyak.

11. Mobil berbahan bakar air hanya memerlukan sekitar

20 liter air suling yang bisa digunakan untuk memberi

energi pada mobil selama satu tahun.

sumber : www.amazine.com

Page 51: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

Khasanah Lingkungan

51SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

PROPINSI SUMATERA BARAT

Bapedal

Jl. Khatib Sulaiman No. 22 Telp. (0751) 445231,446571,445154 Fax. (0751) 445232 Padang

Kota Padang Bapedalda

Kompleks Terminal Aie Pacah

Telp. (0751) 32386 – 463927 Fax : (0751) 32386

Padang

Kab. Pasaman Kantor Lingkungan Hidup

JL. Ahmad Yani No 13 lubuk Sikaping

Telp/Fax: (0753) 20066

Kab. Agam Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Jl. Soekarno Hatta No. 11 Padang Baru

Telp. (0752) 76314 Fax : (0752) 76314

Lubuk Basung

Kota Pariaman

Kantor Lingkungan Hidup

Jl. Diponegoro No. 48

(0751) 93844, 92202, 91012 Fax:91448

Pariaman – Sumatera Barat 25538

Kab. Padang

Pariaman

Kantor Lingkungan Hidup

Jl. Mohd. Syafei No. 10

Telp. (0751). 93603

Pariaman

Kab. Tanah Datar Badan Lingkungan Hidup

Kantor Bupati Tanah Datar

Jl. Sultan Alam Bagagarsyah,

Telp. (0752) 574899, Fax. (0752) 574000

Pagarruyung – Batu Sangkar 27281

Kab. 50 Kota Badan Lingkungan Hidup Kebersihan dan Pertamanan

JL. Negara KM 11 Ketinggian Kec. Harau

Telp. (0751) 91195 Payakumbuh

Kab. Pesisir Selatan Kantor Lingkungan Hidup

Jl. Rohana Kudus

Telp. (0755) 20439Fax. (0755) 31481

Painan – Sumatera Barat

Kab. Solok Kantor Lingkungan Hidup

Jl. Raya Sukarami Km. 20 Arosuka

Solok – Padang - Prov.Sumbar

Telp. (0755) 7334058,7334057,755405

Fax. (0755) 7334058

Kab.Sijunjung Kantor Lingkungan Hidup, Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Jl. Sudirman No. 19

Telp/fax. (0754) 20745, 20553 Fax. (0754) 20158

Muara Sijunjung - 27511

Page 52: Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013

Khasanah Lingkungan

52 SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013

Kab.Kepulauan Mentawai

Kantor Lingkungan Hidup

JL. Raja Tua Pejat Km. 4

Telp. (0759) 320108,32001,32006,320049

Fax. (0759) 320223

Tua Pejat – Sipora

Kota Solok Kantor Lingkungan Hidup Jl. Kapten Bahar Hamid No. 1 Laing

Telp. (0755) 20439

Kantor Walikota (0755) 20316, 20084

Solok – Sumatera Barat

Kota Bukittinggi Kantor Lingkungan Hidup

Jl. M. Hadjrab – Talao

Kelurahan Guguk Bulek – Kec. Mandiangin Koto Selayan

Telp.(0752) 8015533.Fax : (0752) 32767

Bukittinggi – Provinsi Sumatera Barat

Kota Payakumbuh Kantor Lingkungan Hidup

Jl. Anggrek 1 No. 24 – Komplek Terminal Koto Nan IV

Telp./Fax : (0752) 94496

Payakumbuh – Sumatera Barat

Kota Padang Panjang Kantor Lingkungan Hidup

Jl. KH. Ahmad Dahlan No.1

Telp. (0752) 7020699 Fax : (0752) 485541

Padang Panjang – Sumatera Barat

Kota. Sawahlunto

Badan Lingkungan Hidup Jl. Lubang Tembok, Kel. Saringan,Kec. Barangin

Telp. (0754) 61165,62166,61641,62043

Fax : (0754) 61011

Kota Sawahlunto – Sumatera Barat

Kab. Pasaman Barat Kantor Lingkungan Hidup

Jl. Ki Hajar Dewantara No. 29

Simpang 4 _sumbar

Telp/fax (0753) 466302

Kab. Dharmasraya Bapedalda

Jl. Lintas Sumatera Km. 5 Sikabau

Pulau Punjung – Sumbar

Telp/fax: (0754) 451603

Kab. Solok Selatan Kantor Lingkungan Hidup Jl. Simpang Tambang – Padang Aro

T: ( 0755) 583329. Fax: (0755) 583346