Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013
Transcript of Majalah Suara Bumi Edisi 4 Tahun 2013
1
HIDUP POLITIK ... HIDUP OTONOMI ...dan BAGAIMANA EKOLOGI?
Oleh: Dr. Suparto WijoyoDosen Universitas Airlangga Surabaya dan Ketua KAPAL (Kenduri Agung Pengabdi Lingkungan) Jawa Timur
Kutulis Otonomi Tanpa Politik Ekologi
Ketika Suara Bumi meminta agar saya menulis mengenai politik dan lingkungan,
saya teringat buku Otonomi Tanpa Politik Ekologi yang telah kutulis dan
diterbitkan Airlangga University Press sejak tahun 2010. Permintaan itu seolah
meneguhkan memang lingkungan kini tersandra politik atau sebaliknya, politik dapat
menjadi pemantik penyelamatan lingkungan dengan green politics yang maujud
dalam green policies yang diproduk negara. Era otonomi daerah telah menyuguhkan
fakta mengejutkan, ternyata politik otonomi daerah berjalan paralel dengan tingginya
tingkat degradasi lingkungan daerah. Selama bulan Ramadhan, dengan menikmati
suasana berpuasa, banyak pihak yang terdiri dari para pakar, birokrat dan publik
telah berkumpul di Jakarta untuk berefleksi mengenai politik lingkungan pada
tataran otonomi. Maka ajakan untuk menulis dari Redaksi Suara Bumi dalam suasan
Ramadhan bagaikan kita diajak untuk melakukan Tadarus Lingkungan. Sungguh
sangat bermakna.
Kita mafhum bahwa politik otonomi daerah yang berjalan tentu saja tidak
boleh hanya sekadar menandakan ada yang berubah yang membedakan dengan
Laporan Utama
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
2
tata pemerintahan masa Orde Baru yang beralih ke
orde yang dibilang Orde Reformasi. Orde sekarang ini
tetaplah harus berpijak pada pandangan paradigmatik
yang fundamental terhadap ide otonomi sebagai upaya
untuk berijtihad secara komprehensif untuk menata
kehidupan kenegaraan yang lebih berkah. Politik otonomi
harus dipahami dan diimplementasikan sebagai upaya
strategis dan teknis untuk merajut penyelenggaraan
pemerintahan yang selalu independen dalam batasan
NKRI. Otonomi secara konseptual harus dikonstruksi untuk
merancang bangun negara dengan segala sumber daya
rakyatnya secara beradab. Peningkatan kesejahteraan dan
kapasitas masyarakat secara berimbang dengan tatanan
stakeholders. Stateholders adalah pilihan tunggal yang
harus dikedepankan. Otonomi hanya memiliki arti penting
bagi rumah tangga NKRI dengan warga negaranya apabila
membuat kehidupan kita lebih baik atau lebih mulia.
Dalam bahasa Pancasila tentu saja politik lingkungan harus
membuat kita semua hidup yang lebih berketuhanan,
berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan, dan
berkeadilan sosial. Tanpa perkembangan kehidupan yang
demikian, maka pelaksanaan politik otonomi harus terus
dikritisi secara substantif.
Dalam kerangka tata kelola lingkungan memang
terdapat kritik keras bahwa pelaksanaan politik otonomi
daerah tidak membawa perubahan yang berbenah lebih
baik. Degradasi lingkungan dan tingginya tingkat deforestasi
serta destruksi ekologis yang semakin menggila terus
diterima sebagai efek domino pelaksanaan otonomi daerah
yang tidak berwawasan pembangunan berkelanjutan
(sustainable development). Para petinggi pemerintah pusat
dengan mudah menuduh bahwa kehancuran lingkungan
hidup NKRI adalah sisi buruk otonomi daerah, sehingga hal
ini menjadi argumen bagi mereka untuk menarik kembali
sebagian besar kewenangan dari pemerintah daerah.
Resentralisasi dianggap sebagian pihak sebagai solusi
untuk menghentikan kerusakan lingkungan dan mencegah
kualitas lingkungan yang terus memburuk. Sementara itu
pejabat pemerintah daerah justru berdalih lebih pragmatis
lagi bahwa selama ini pemerintah pusatlah yang menguras
kekayaan alam daerah dan kini saatnya kamilah orang-
orang daerah yang menikmati sumber daya alam yang kami
punya ini. Puluhan tahun pemerintah pusat mendominasi
Laporan Utama
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
dan mengeruk kekayaan alam dengan beragam perizinan
dan rezim kontrak karya pertambangan yang dipaksakan
oleh pusat ke daerah. Saatnyalah sesi otonomi daerah ini
menjadi ajang dimana orang-orang daerah mengenyam
kenyamanan pundi-pundi ekonomi lingkungan yang
menjadi SDA daerah.
Perdebatan tersebut tentu saja akan terus berkembang
dan sangat merugikan kepentingan lingkungan. Untuk
itulah yang dibutuhkan adalah politik lingkungan yang
memformat lingkungan menjadi sentrum pembuatan
kebijakan pembangunan. Pemerintah pusat dan pemerintah
daerah harus sama-sama memiliki satu visi satu misi dan satu
aksi untuk menjadikan lingkungan sebagai variabel utama
dalam menakar dan mengukur kinerja pemerintahan.
Lingkungan adalah titik terinti kebijakan penyelenggaraan
pemerintahan dan menjadi ukuran paling rasional dalam
membangun NKRI yang lingkungannya akan selalu lestari
secara fungsional. Dinamika politik otonomi daerah
pada ruang simpul yang harus tersepakati adalah jangan
hancurkan lingkungan, karena tiada kehidupan tanpanya.
3
Laporan Utama
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
Krisis Lingkungan di Era Otonomi Daerah
Anda tentu sudah membaca. Terdapat paparan
simbolik-metaforik dari R. Latter atas kondisi lingkungan
kontemporer kita. Diungkapkan bahwa penduduk
Perancis beriang gembira menggunakan teka-teki untuk
mengajarkan kepada anak-anak sekolah tentang sifat
pertumbuhan yang berlipat ganda. Sebuah kolam teratai,
begitu teka-teki itu dimulai, berisi selembar daun. Tiap
hari jumlah daun itu berlipat dua. Dua lembar daun pada
hari kedua, empat pada hari ketiga, dan delapan pada
hari keempat, demikian seterusnya. Kalau kolam itu
penuh pada hari ketiga puluh, kapankah kolam itu berisi
separohnya? Begitu ditanyakan. Jawabnya adalah: “Pada
hari kedua puluh sembilan”. Cangkriman ini dirujuk pula
oleh L.R. Brown dalam bukunya The Twenty Ninth Day:
Accomodating Human Need and Numbers to The Earth‘s
Resources.
Sudah dapat dipastikan secara prediktif bahwa
kondisi kolam teratai Indonesia, kini mungkin sudah
penuh seluruhnya, padahal waktu penyelamatannya
tinggal sehari saja. Maka semua pihak harus memahami
urgensi kebutuhan memulihkan kualitas lingkungan.
Pencemaran lingkungan tampaknya tak kenal kompromi
dan kerap meluas tiada henti melanda lorong-lorong
lingkungan dengan rentetan kompleksitas konsekuensi
yang problematik. Pencemaran air apalagi soal asap di
Riau diprediksi terus meningkat. Benarkah dan mengapa?
Pelaksanaan otonomi daerah dinilai banyak pihak
telah menghasilkan sesuatu yang nyata secara ekologia,
yaitu pencemaran dan perusakan lingkungan di setiap
lini kehidupan rakyat. Piranti kelembagaan pengelolaan
lingkungan benar-benar belum didayagunakan secara
fungsional. Malapetaka lingkungan kita mencapai titik
4
Laporan Utama
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
krusial yang berdampak pada banyak aspek kehidupan.
ASI mengandung logam berat Pb (timbal), penyakit ISPA
meningkat, kematian premature menggejala, dan lain
sebagainya. Wujud keangkuhan yang mendukacitakan.
Maraknya tingkat pencemaran lingkungan adalah
kebenaran yang tak terelakkan. Realitas telanjang yang tidak
perlu diragukan dan diherankan apalagi diperdebatkan.
Kenyataan itu merupakan produk sikap biarinisme dan
kemunafikan kepemimipinan. Birokrasi nasional, sektoral
dan daerah di masa banter-banternya otonomi daerah
justru telah terbidik melakukan “systematic destruction”
terhadap lingkungan yang melebihi batas-batas toleransi.
Anehnya, potret visualnya acapkali berpenampilan seolah-
olah berpihak pada kepentingan ekologis. Kok bisa?
Contohnya pencemaran air maupun udara yang
terjadi di semua daerah di Indonesia. Bagaimana air atau
udara tidak tercemar, kalau kita dan industri dibiarkan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk membuang
limbah (cairnya) tanpa kendali. Instrumen perizinan sebagai
sarana pencegahan pencemaran tidak difungsikan. Para
pengusaha dengan enaknya membuang limbah tanpa
persyaratan. Enteng sekali. Mereka bebas memuntahkan
“liur” limbahnya. Air sungai (kali) dijadikan media gratisan
para pengusaha untuk “mensemayamkan” limbahnya.
Kurang reaktifnya Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
patut dipertanyakan. Mengapa?
Pada level provinsi juga perlu ditelusuri sejarahnya
tentang kewenangan Gubernur di bidang pengendalian
pencemaran air. Sejak dulu banyak daerah telah memiliki
Peraturan Daerah tentang Pengendalian Pencemaran
Air. Melalui Perda ini, setiap pembuangan limbah cair
ke sumber-sumber air wajib mendapat izin dari Kepala
Daerah. Izin pembuangan limbah cair merupakan sarana
hukum pengendalian pencemaran air oleh Kepala Daerah.
Sesuai dengan esensi perizinan sebagai norma larangan
(prohibitur: “dilarang kecuali dengan izin”) maka perdefinisi
industri dilarang membuang limbah cairnya (ke air/sumber-
sumber air) kecuali dengan izin yang diberikan oleh Kepala
Daerah.
Komplit sudah aturan hukumnya. Tetapi apa yang
terjadi? Selama kurun waktu berlakunya aturan lingkungan,
industri di Indonesia yang memiliki izin pembuangan
limbah cair, emisi dan sebagainya ternyata “tidak sampai
hitungan jari tangan sebelah”. Alhasil, para pengusaha
secara kasatmata bebas membuang limbahnya tanpa izin.
Mengapa dalam rentang waktu otoda, Kepala Daerah
tidak menerbitkan izin secara memadai? Adakah ini suatu
kesengajaan ataukah ketidaktahuan? Untuk itulah, dalam
kasus pencemaran air di Indonesia, Kepala Daerah adalah
penegak hukum utama yang harus bertanggungjawab.
Mengapa izin pembuangan limbah cair atau kini Izin
Pembuangan Air Limbah tidak segera diterbitkan
sebagaimana mestinya? Apakah pengusaha memang
tidak mengajukannya? Atau memang pejabatnya “suka
diam-diam aja”. Memang banyak kesan pejabat “adem
ayem” dengan kantor yang “bolak-balik pindah”. Apa ini
jadi penyebabnya ya?
Dari kenyataan terdapatnya perusahaan di Indonesia
yang membuang air limbah tanpa izin, berarti para
pengusaha telah melakukan pelecehan hukum lingkungan.
Sayangnya, terhadap tabiat ini tidak membuat pejabat
tersinggung, terbukti dengan tidak adanya penindakan
yang setimpal atas perilaku kotor terhadap lingkungan.
Dalam optik demikian, aturan yang telah dikeluarkan
hanyalah “non-enforcement policy”. Dibuat tetapi tidak
5
Laporan Utama
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
untuk dilaksanakan. Tragis. Semoga tidaklah demikian
niatannya.
Cukup sudah. Tak usah lagi menunda. Namun kini
ada pergeseran dengan otonomi daerah. Pengendalian
pencemaran air tidak lagi secara penuh ada di genggaman
tangan Gubernur, tapi di tangan Kepala Daerah Kabupaten/
Kota berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001. Kami semua kini
menunggu kreasi responsif Bupati/Walikota. Gubernur
selayaknya tampil sebagai koordinator yang baik. Masih
ada harapan, meskipun hanya secercah.
Menko SDA Strategis dan Lingkungan Hidup
Yah… secara esensial kita membutuhkan bangunan
kepemimpinan ekologia. Sebuah kepemimpinan yang
sensitif terhadap krisis lingkungan. Kepemimpinan
yang mempromosikan aktivitas akrab dan ramah
lingkungan. Intuisi kepemimpinan yang menetapkan
dan menggelegakkan public concern terhadap upaya
penyelamatan l ingkungan dalam pembangunan
berkelanjutan: membangun tanpa mencemarkan dan
merusak lingkungan demi nasib generasi mendatang.
Kepemimpinan ekologia mempersyaratkan pengetahuan
kasuistik maupun universal, penegakan hukum yang
efektif dan kultur kelembagaan yang kondusif bagi tatanan
“eco-society”. Betapa elegannya masyarakat yang berlabel
lingkungan. Masyarakat yang mampu bertahan hidup tanpa
memporakporandakan prospek generasi penerusnya. Inilah
substansi pembangunan berkelanjutan yang menuntun misi
kepemimpinan ekologia.
Melalui kepemimpinan ekologia, ter jadinya
pencemaran perusakan lingkungan yang terus meluas
diharapkan dapat diminimalisir. Berdasarkan Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), pencemaran dan
perusakan lingkungan merupakan kausa lahirnya sengketa
lingkungan, bahkan kejahatan yang berskala teroris. Tentu,
eskalasi sengketa lingkungan tidak untuk diperlebar dan
diproyekkan. Penyelesaian sengketa lingkungan merupakan
konsekuensi tuntutan harmonisitas kehidupan. Hindari
jotosan di antara para pelaku pengelolaan lingkungan.
Untuk itulah perlu membangun mekanisme “pencucian
dosa lingkungan” dengan mengembangkan politik
lingkungan sebagai kunci pandora upaya mengedepankan
“win-win solution”. Maka, yang mesti diagendakan
bukan “siapa yang akan memimpin?”, tetapi “bagaimana
memimpinnya?”. Kelembagaan kepemimpinan lingkungan
nasional yang berupa Kementerian Lingkungan Hidup
(KLH) harus diperkuat agar tidak menjadi si macan
ompong. Sekeras apapun auman macan ompong, tidaklah
menakutkan, justru menggelikan dan dipermainkan. Ada
pikiran pembentukan Menko Sumber Daya Alam Strategis
dan Lingkungan Hidup melalui penguatan KLH.
Anggaran Hijau
Selama ini KLH telah mencoba untuk terus mengajak
para pemangku kepentingan alias stakeholders agar peduli
kepada lingkungan hidup. Anggota DPR-DPRD dan Kepala
Daerah merupakan titik sentrum pelaku politik dalam
pembuatan kebijakan yang selayaknya memperhatikan
mutu lingkungan hidup. Filosofi sederhana yang dapat
dikatakan adalah bahwa tidak ada kehidupan yang
sehat tanpa lingkungan hidup yang sehat. Maka apabila
dewasa ini banyak bencana yang menggerus lingkungan
merupakan indikasi awal bahwa kondisi kehidupan ke
depan sudah ada tanda-tandanya untuk tidak baik.
Menurut Undang-undang Dasar 1945 diterangkan bahwa
6
Laporan Utama
lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi
manusia Indonesia. Jadi lingkungan hidup yang baik dan
sehat adalah bagian penting HAM rakyat Indonesia yang
dijamin secara konstitusional. Untuk itulah negara melalui
pemerintahnya berkewajiban untuk menyediakan mutu
kehidupan warganya dengan memberikan jaminan atas
kualitas lingkungan hidupnya yang baik dan sehat.
Sejak Pemilu 2009 lalu, dan kini 2014 perlu
kesepahaman dengan KPU-KPUD untuk memberikan
sinyal politik agar semua calon anggota dewan dan calon
Presiden serta calon kepala daerah nantinya memperhatikan
kepentingan lingkungan. Dengan ini diharapkan semua
pihak terutama yang akan mencalonkan diri sebagai aktor
politik nyata, harus menjadi “wali lingkungan hidup”.
Pihak-pihak yang tidak mempersiapkan diri untuk menjadi
penyelamat lingkungan melalui kekuasaan yang ada
ditangannya jelas tidak akan lolos dalam seleksi pencalonan.
Meski demikian semua akan kembali kepada kondisi
administratif bahwa visi misi yang sudah mencantumkan
berwawasan lingkungan akan diterima walaupun itu hanya
klise. Akan tetapi tetap kita harus optimis bahwa langkah
KLH dan KPU-KPUD harus membangun komunikasi politik
sebagai pijakan awal untuk menggulirkan isu lingkungan
menjadi pusat perhatian pembuatan kebijakan daerah yang
berwawasan lingkungan. Pembangunan berkelanjutan
(sustainable development) yang telah menjadi kesepakatan
dunia akan direalisasi dalam strategi pembangunan
lokal yang diejawantahkan oleh para punggawa daerah.
Kepala daerah terpilih yang sudah mendeklarasikan disi
bervisi lingkungan sesungguhnya telah ikrar untuk siap-
siap menjadi pembina lingkungan masa depan. Dalam
konteks inilah lingkungan akan dijadikan sebagai poros
utama pembuatan kebijakan untuk generasi sekarang dan
mendatang di wilayahnya. Selamat datang kepala daerah
yang beruhani lingkungan dalam rangka penyelamatan
negara Republik tercinta yang sedang porak poranda.
Saya ingatkan bahwa, KLH pernah membuka Konferensi
Hukum Lingkungan Berwawasan Budaya di Yogyakarta
pada 12-13 April 2007 yang dihadiri akademisi, penegak
hukum dan para budayawan maupun politisi “hijau”. Di
sini didengungkan pentingnya hukum lingkungan dan
para anggota parlemen yang hadir juga merasa betapa
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
7
Laporan Utama
pentingnya menjaga lingkungan. Sebelumnya di Jakarta
juga digelar helatan penting para petinggi negara untuk
mempersiapkan kematangan konsep alokasi tertentu
bagi anggaran lingkungan. Semua agenda pada akhirnya
mengerucut pada aspek pendanaan. Aspek ini sebenarnya
klasik dan kita akan bangun suatu dana lingkungan yang
harus dijembatani melalui pengaturan pajak lingkungan
sebagaimana telah disinggung pada beragam regulasi.
Konsep demikian secara sepihak banyak ditolak pengusaha
yang tidak mengerti tentang pentingnya pelestarian fungsi
lingkungan. Biarlah ia tetap bergulir dengan sendirinya
dan pada ujung ceritanya semua pihak akan memahami
bahwa ternyata pajak lingkungan adalah bagian dari aspek
instrumen ekonomik pengelolaan lingkungan yang tidak
terlalu memberatkan pengusaha. Pengusaha berat selama
ini bukan karena soal pajak dan retribusi yang sudah diatur
secara jelas melainkan soal penyediaan dana siluman yang
acapkali dipungut oleh preman-preman liar yang berbaju
kekuasaan.
Survei KLH tentu saja mengejutkan banyak kalangan
atau bahkan ditanggapi biasa-biasa saja. KLH telah
memberikan informasi bahwa sekarang ini hampir 50%
(tepatnya 47%) Kepala Daerah di Indonesia ini tidak ramah
lingkungan. Separuhnya lagi bervariasi antara peduli dan
setengah peduli sampai pada yang tidak mengerti tentang
kepentingan lingkungan hidup. Kenyataan ini merisaukan
sebagian pihak yang di luar jejaring kekuasaan dalam
menyelamatkan lingkungan masa depan. Maka kini telah
bergulir terus suatu pemikiran untuk menjadikan salah satu
poin dalam pengembangan lingkungan hidup di daerah
adalah dilihat dari alokasi anggaran dalam APBD. Berapa
persen dana dari APBD itu diberikan untuk kepentingan
pengelolaan lingkungan. Apa 1%, 2%, 3% dan seterusnya.
Rata-rata di Indonesia belum 1% APBD itu diperuntukkan
dalam sektor lingkungan hidup. Bagaimana ini anggota
DPRD dan Kepala Daerah? Apakah ini termasuk daerah
Anda?
Di banyak negara maju hal ini telah menjadi salah satu
jenis pembiayaan yang harus dituangkan dalam naskah
APBD. Di samping itu juga harus diberikan segmen khusus
tentang pendapatan daerah yang berasal dari kepentingan
pengelolaan lingkungan. Di Indonesia nomenklatur tentang
sumber dan pengeluaran dana publik yang menyinggung
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
aspek lingkungan memang beragam. Secara finansial
sebagaimana yang terdapat dalam APBD sesungguhnya
bangsa ini sedang melakukan kekonyolan ekologis.
Lingkungan tidak mendapat perhatian serius dalam alokasi
anggaran yang jelas di APBD dengan memadai. Untuk itulah
membuat APBD Hijau alias APBD yang menuangkan secara
tegas sumber-sumber dana publik yang berasal dari upaya
pengelolaan lingkungan hidup dan pos pengeluarannya
adalah langkah awal bagi penyelamatan lingkungan secara
finansial. APBD Hijau perlu segara diwujudkan bukan
saja untuk mendorong peran publik dalam menggalang
kekuatan kebijakan yang berwawasan lingkungan tetapi
juga membuktikan bahwa para punggawa daerah memang
sedang “jatuh cinta” kepada lingkungan. Bagaimana?
Nekropolitan dalam Politik
Politik lingkungan sangat erat dengan politik
planologi. Ini sisi serius yang menjadi sumber dari segala
sumber problem lingkungan itu ya masalah tata ruang.
Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang harus segera disosialisasikan di era otonomi daerah
ini. Ruang otoda perlu dijelaskan tetang substansi UU
Penataan Ruang tersebut. Pejabat publik yang salah dalam
mendesan kebijakan tata ruangnya akan dipenjara lebih
dahulu. Mereka harus hati-hati. Masukan ketentuan ini
merupakan perjuangan besar dan terstruktur dari teman-
teman pengamat perkotaan yang pro lingkungan. Kolega
saya dengan riang menerima formulasi demikian yang
mampu menjerat pejabat publik yang main-main atau
memain-mainkan hukum tata ruang.
Hanya saja akankah menjadi kenyataan? Tentu
membutuhkan pengawalan kita bersama. Pemerintah
daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
dipersyaratkan juga perlu segera kerja keras untuk
mempersiapkan pembaruan Peraturan Daerah Tata
Ruangnya yang selam ini ada untuk disesuaikan dengan
UU Penataan Ruang tersebut. Kebijakan perkotaan
yang berbasis penataan ruang yang waras harus segera
diwujudkan. Konsisi berikut hendaklah menjadi pelajaran
berharga bagi semua pihak pemangku kepentingan tata
kota yang berkelanjutan.
Simaklah bahwa pergulatan yang mengiringi
perkembangan kota tentu saja amat sangat beragam warna
8
Laporan Utama
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
di dalam kerangka otonomi daerah berdasarkan Undang-
undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah..
Tidak ada titik-titik perkotaan yang tidak menyuguhkan
suatu tontotan dan tuntunan yang tidak mengasyikkan.
Paling tidak ya … menyesakkan. Kota-kota dunia yang
konon dinamakan kota raya alias metropolitan sejak lama
tergiring dan tergiur untuk menjadi kota-kota kematian
yang disebut nekropolitan. Simak dan sibaklah lembaran-
lembaran perkotaan di Indonesia. Di banyak kota sedang
dipertontonkan sebuah drama kolosal tentang kematian
kotanya. Kota dirasakan sedang sakit keras dalam kondisi
yang menjengahkan. Jengah dan jenuh mewarnai
warga Kota. Perikehidupan di perkotaan terjelma seperti
mesin-mesin kota yang berjalan sesuai dengan rute yang
ditetapkan tanpa nalar keberlanjutan. Tidak ada daya
imajinasi yang penuh humanisme (kamanungsan) yang
mengakurkan sesama. Kota ini berjalan seperti jalannya
”kuda liar”.
Dalam kurun waktu 30 tahun terakhir ini publik
mengalami proses ”ejakulasi” ataupun ”menstruasi”
perkotaan dalam tingkatan yang menakutkan. Titik-titik
simpul kota telah dikangkangi oleh para pemeran utama
kota dalam hitungan yang tidak terperikan rakusnya.
Kemenangan kapitalisme yang mampu mendepak ke
luar gelanggang sosialisme. Terciptalah kota dengan
telanjang bulat. Apa yang tidak menggunakan standard
harga di kota? Semua sisi kehidupan perkotaan ini telah
dihitung dalam kisaran harga jual yang jelas dan pas meski
terkadang dengan diskonan. Big Sale menjadi kata yang
memukau dan orang digiring berbelanja dalam kisaran
melebihi kebutuhan. Yakinlah bahwa ada orang kota yang
membelanjakan hartanya melebihi kebutuhannya yang
tentu saja tidak dapat mencukupi kerakusannya. Keinginan
dan kerakusan sebagian warga kota menandakan dendang
tembang tata uang. Inilah yang saya maksudkan bahwa di
kota tidak ada tata ruang, yang ada adalah tata uang. Uang
justru mampu menata ruang dengan benderangnya. Dan
banyak pihak tersedak karena uang.
Namun konyolnya adalah bahwa pemegang dan
pembuat kuasa perkotaan ini terlihat tergeletak lemas
kebanyakan uang dan menggadaikan ruangnya. Baca
saja Perda Tata Ruang Wilayah di manapun yang tidak
memberikan perubahan apapun secara maknawi kecuali
sebatas gemerlap iklan lahiriyah saja dengan ruhani yang
kerdil dan gersang. Kota membuat kita penat dalam
pusaran yang menakutkan. Cagar budayanya dicakari.
Warisan leluhur diembat dan diuntal dengan terang
benderang tanpa risih sedikit pun. Penguasanya seperti
kehilangan arah zamannya dan tidak sreg dengan apa
yang seharusnya dikerjakan. Model pembuatan tempat-
tempat iklan bando yang ”najis” secara yuridis itu kelihatan
dalam penguasaan pihak-pihak tertentu yang tidak dapat
dijamah oleh siapapun. Para politisi turut terlibatkah dalam
”menjual” kota-kota kita ini? Jawabnya jelas ada yang
ikut serta dengan melakukan kezaliman kebijakan yang
tidak berpandangan ”kotaku surgaku”. Apakah mereka
itu pelaku ”pembusukan” kota dengan politik yang abai
lingkungan?
Akhirnya Ecological Intelligence
Dari gambar-gambar plastik dan kain-kain spanduk yang
terpasang dari setiap pemain politik justru membahayakan
lingkungan. Pemilu dan politik yang telah berhasil sebagai
pembangun civil society dan mengembangkan eco-society
untuk kepentingan pelestarian lingkungan harus terus
didengungkan. Para politisi di samping memiliki kapasitas
kecerdasan intelektual yang paripurna dengan derajat
emotional intelligence (kecerdasan emosional) dan spiritual
intelligence (kecerdasan religius) yang mapan, juga bekal
kecerdasaan lingkungan. Kita semua percaya bahwa para
politisi sangat kuat untuk mengkonstruiksi kecerdasan
lingkungan bagi terbangunnya eco-society. Partai politik
pasti menyadari bahwa ternyata kecerdasan emosional
dan spiritual saja tidak cukup untuk mengubah Indonesia
lebih baik. Maka para psikolog (lingkungan) sekelas Daniel
Goleman menawarkan ukuran baru perilaku seseorang
yang dinamakan ecological intelligence. Lingkungan
harus menjadi parameter sekaligus variabel penentu setiap
perilaku seseorang. Orientasi ekologis adalah cermin
pembulat kecerdasan emosional dan spiritual. Orang
yang memiliki ecological intelligence akan memposisikan
diri pada lingkungan secara ekosistemik yang terintegrasi
dengan sikap hidupnya (ecologists). Mengotori lingkungan
haram hukumnya secara politik. Begitu kira-kira dalilnya.
Green spirit.
9
Laporan Utama
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
Permasalahan lingkungan hidup di Indonesia sangat beragam dengan tingkat kompleksitas yang tinggi. Kondisi ini menyebabkan pengelolaan lingkungan harus melibatkan banyak sektor dan pihak – pihak lain termasuk adalah peran
dan keterlibatan lembaga legislatif dalam hal ini Komisi VII DPR RI.Dalam penanganan permasalahan lingkungan dibutuhkan anggaran yang
besar. Namun demikian, sejauh ini anggaran yang dialokasikan untuk pengelolaan lingkungan hidup di Kementerian Lingkungan Hidup masih rendah yaitu kurang dari 0.1% APBN setiap tahunnya, sehingga banyak kegiatan – kegiatan pengelolaan lingkungan yang tidak dapat dilaksanaan.
Untuk mengetahui mengenai kebijakan penganggaran pengelolaan lingkungan hidup di KLH, maka dilakukan wawancara dengan Biro PKLN yang diwakili oleh Kepala Bagian Penyusunan Rencana Program dan Anggaran, Ir. Laksmi Wijayanti, MCP. Berikut petikan wawancaranya :
Dalam penganggaran, apa yang menyebabkan anggaran KLH masih rendah?
Sebenarnya kita sedang mencoba agar orang tidak melihat sektoral. Kalau dikatakan kecil seakan- akan anggaran di KLH kecil. Kalau kita melihat anggaran APBN harus melihat dalam konteks satu pemerintah. Misal presiden memutuskan mau konservasi atau penanganan limbah, maka diutuslah beberapa menteri di situ. Maka anggaran lingkungan hidup namanya satu fungsi. Lalu bagaimana portofolio menterinya? Untuk itu ditentukanlah portofolio menteri kehutanan mengurus hutan, menteri LH mengurus SOP atau kebijakan pengendalian pencemaran. Kalau itu sudah
KEBIJAKAN ANGGARAN KLHWawancara dengan Ir. Laksmi Wijayanti, MCP
10
Laporan Utama
diterjemahkan dan portofolio ditentukan tentu itu menjadi tupoksi yang diperkuat dengan peraturan atau undang-undang. Kemudian dibuatlah pembagian kerja serta target dan indikator kinerja. Mengapa anggaran KLH rendah ? karena memang mungkin awalnya diputuskan KLH bukan portofolio seperti departeman seperti jaman dulu. Tapi kalau ditanya masih kecil? tidak... Anggaran KLH sekarang lebih besar daripada dulu. KLH kan dulu portofolionya menteri negara yang hanya melakukan koordinasi dan pembuatan kebijakan,berarti ekspektasi dari presiden tidak teralu besar. Hanya dikasih indikator ABCD. Anggaran berbasis kinerja adalah bagaimana membiayai kita dalam mencapai target. Kalau target tidak terlalu tinggi maka unit belanja yang dibutuhkan juga tidak terlalu tinggi. Jadi jangan terjebak dengan besarnya uang berapa? Bukan itu yang penting. Tapi kalau kita bicara politik lingkungan, kita harus berani mengatakan ”Ini portofolionya saya” ,nanti uang akan ikut sendiri. Jangan anggap kalau KLH satu-satunya instansi yang mengurusi lingkungan, tetapi di seluruh kementerian itu ada bagian untuk mengurusi lingkungan.
Bagaimana kaitan KLH sendiri dengan sektor lain yang juga mendapat anggaran bidang lingkungan?
Pada dasarnya adanya menteri koordinator agar kerjanya sama-sama. Saya mengakui kesannya koordinasi hanya sering rapat sama-sama. Kita bekerja masih masing – masing sektoral. Satu Undang – Undang (UU) hanya
untuk satu kementerian. Sama seperti LH. UU kita cuma ngurusin kementerian LH. Kalau dari sisi resource dari segi APBN itu sudah dibagi. Misalnya anggaran untuk konservasi sebesar sekian trilyun. Di dalamnya ada uangnya LH,kehutanan,PU,dll. Itu sebetulnya sama fungsinya, tinggal kita yang mau membuka diri. Kita ini sebenarnya partner yang secara administrasi struktural sudah dipaksa untuk bekerja bersama. Hanya saja karena kita sibuk sendiri jadi tidak sempat.
Misi dari reformasi penganggaran dan reformasi birokrasi memang masih baru jadi belum terlalu efektif.Misinya memutus yang seperti ini tidak sektoral. Boleh bekerja masing - masing tapi harus jelas. Misal output LH menurunkan limbah, pastikan pekerjaanya jelas, tidak tumpang tindih. Nah kita juga koordinasinya akan enak dengan sendirinya. KLH mengerjakan di hulu sedangkan sektor lain di hilir.
Kemudian optimalkah koordinasi KLH dengan sektor lain selama ini?
Tidak optimal. Jadi KLH belum berprestasi di bidang itu. Peran koordinasi belum ada. Dari sekian mandat Undang Undang PPLH No. 32 tahun 2009 belum semua Peraturan Pemerintah selesai. Itu sudah menjadi ukuran kita belum optimal menjalankan sesuai UU. Itu secara terukur saja dalam hal kita menyelesaikan mekanisme. Pemerintah beda dengan bisnis. Pemerintah bekerja secara akuntabilitas
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
11
Laporan Utama
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
yaitu bekerja sesuai aturan. Bukannya birokrasi tidak boleh fleksibel tapi bagaimana kita bisa dipercaya kalau kita tidak bekerja sesuai aturan. Peraturan itu belum sempurna. Jadi sampai sekarang belum optimal. Secara terukur LAKIP KLH masih C, hasil pemeriksaan keuangan walaupun nilainya WTP tetapi masih dengan catatan.
Apa saja strategi untuk mencapai sasaran strategis KLH dengan anggaran yang ada?
Sebetulnya sederhana saja yaitu “Lets The Manager Manage”. Pemerintah baik pusat atau daerah cenderung over managing atau mikro manajeman. Pergi keluar kota saja mesti kita urus. Nah itu pelan - pelan akan ditinggalkan. Bagaimanapun intervensi mikro manajeman tidak akan membuat kita lebih baik. Prinsip reformasi penganggaran Lets The Manager Manage adalah “ Kalau sudah punya target maka harus harus benar – benar mengetahui target tersebut”. Apa yang harus dicapai, dengan cara apa untuk mencapai, dan harus terukur. Misal untuk menurunkan beban pencemaran 20 ton per hari, caranya harus jelas sesuai peraturan dan secara akuntabilitas harus dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya cara saya adalah dengan menerapkan pajak, dan itu sudah teruji peraturanya. Jadi orang beranggapan juga itu bagus dan dianggap sebagai cara yang tepat. Maka ketika kita mennjalankan itu menggunakan anggaran yang diberikan, kita harus efisien, tidak dihambur- hamburkan. Kalau ditanya biar efektif? Kita jangan mengintervensi terlalu dalam. Karena dengan sendirinya ada mekanisme evaluasi. Misalnya sekarang PPE Sumatera outputnya apa? Misal outputnya dokumen informasi ekoregion di bidang X dengan penanggung jawab nya kabid Y. Dulu kita masih meributkan orang tersebut kebanyakan perjalanan dinas, untuk apa keluar negeri padahal tidak tertuang dalam TOR. Nanti pelan - pelan tidak akan diuruskan lagi oleh kami.Yang penting nanti hasilnya ada atau tidak? Begitu hasilnya dapat ini dokumen informasi ekoregion sehingga bisa tahu sebaran lahan, potensi banjir,kapan kebakaran,musim yang berubah,dll hanya dengan satu dokumen. Lalu kita melihat hasilnya luar biasa.lalu kita liat anggaran untuk mendapatkan dokumen itu kita harus mengeluarkan dana 100 milyar .Nah itu mekanismenya adalah mekanisme efisiensi, yang kita sebut sebagai kerugian negara.Karena yang seperti itu 10 milyar juga cukup.Tetapi kan kita memberi kepercayaan kepada orangnya .Nanti lama - lama orangnya memperbaiki sendiri. Dan itu akan diterapkan sekarang sehingga peran pemeriksa atau BPK akan lebih besar sekarang karena Kemenkeu tidak lagi akan mengurusi yang kecil - kecil
seperti itu
Apa saja yang menjadi program prioritas dan non prioritas KLH?
Setiap kementerian pasti punya renstra 5 tahun. Misal untuk penurunan beban pencemaran karena tidak mungkin kita diberi target selesai 1 tahun. Pasti setidaknya 5 tahun. Di dalam awal desain Renstra dalam menurunkan beban pencemaran bagian deputi 2 akan mengerjakan apa dari tahun pertama sampai selanjutnya. PPE juga seperti itu. Baru ketika sudah tahu targetnya uangnya menyusul .Jadi kalau mau menentukan pagu anggaran tiap tahun mudah.Misal mau membuat 20 dokumen.1 dokumennya berapa? 20 juta misalnya.ya sudah berarti saya hanya kasih 400 juta. Sesimpel itu ....semua tergantung targetnya. Yang jadi masalah adalah yang pertama adalah tidak mengetahui target,yang kedua tidak tahu unit cost dan itu lebih masalah lagi. Jadi orang tidak mengetahui berapa biaya pembuatan laporan,saya kasih 10 juta bisa..... saya kasih 200 juta bisa juga dan pasti saya pilih yang kecil karena dengan anggaran kecil saja sudah bisa. Tetapi sebenarnya prinsip mengalokasikan PAGU sesimpel itu kok.Kita dari PKLN biasakan agar orang tau target, tau barang keluaranya seperti apa, caranya jelas,berstandar,maka tinggal hitung butuhnya berapa. Pendapat yang salah adalah apabila ada yang mengatakan PKLN yang menentukan pagu. Kami tidak berani, itu bukan tugas kami . Tetapi kalau orangnya tidak tahu kita melihat proyeksi tahun lalu. Apabila targetnya sama...ya kita samakan lagi karena memang harus segera diambil keputusan.
Besaran anggaran KLH tidak terlepas dari peran Komisi VII DPR RI.Bagaimana dengan dukungan komisi VII terhadap KLH?
Kalau dilihat sebagai satu lembaga, hubungan kita dengan komisi VII baik sekali. Jadi suportif komisi VII itu track record kita dalam penganggaran tidak pernah memotong anggaran kita sampai saat ini. Memang kalaupun ada ketidakpuasan pada kinerja tetapi tidak pada sangat mengecewakan. Hubungan antar lembaga sangat baik, hampir selalu ditambah tiap tahun anggaranya. Selalu dikoreksi cara bekerjanya,walaupun kemudian inputnya belum selalu cocok.
Legislatif sangat berhak untuk minta Dapilnya diperhatikan. Dia kan naik menjadi wakil rakyat punya basis masa yang besar. Tinggal kita jaga agar tidak digunakan untuk yang tidak perlu.
12
Laporan Utama
Bagaimana dengan mekanisme penganggaran dengan adanya APBNP?
Pada prinsipnya dalam pembuatan anggaran,di depan dibuat perencanaan dan secara sistem di tengah tahun harus ada review. Namun tidak semua orang ingat esensi APBNP.
Dalam beberapa kesempatan Rapat Dengar Pendapat (RDP), komisi VII mengatakan bahwa anggaran KLH sangat minim dan perlu ditambah. Bagaimana KLH menanggapi hal tersebut?
Legislatif dan tatanan pemerintah kan berbeda. Di pemerintah yang menjadi bendahara kan menteri keuangan, dan cenderung kaku dalam bekerja berdasarkan RPJM sesuai renstra.Jadi jika semua sepakat kalau KLH kurang anggarannya maka akan ditambah lagi 5 tahun ke depan.
KLH sudah memberikan dana dekonsentrasi ke provinsi sejak tahun 2009. Apa tujuan pemberian dana tersebut?
Tujuannya untuk melakukan transisi pelimpahan kewenangan dari pusat ke daerah. Otonomi daerah itu sebenarnya bertahap. Ada misi dari pemerintah pusat. Masalah lingkungan hidup itu tidak semua ada di Jakarta tapi semua ada di daerah, jadi lokus lingkungan pasti ada di daerah. Jadi kita semakin sadar bahwa pengendalian kerusakan lingkungan itu tidak cocok dikerjakan oleh orang Jakarta, harus di daerah. Hanya saja waktu terbentuknya otonomi daerah tahun 2000 Pemda kita belum siap baik maka ada periode transisi. Periode transisi itu dijembatani oleh salah satunya dana dekonsentrasi. Karena secara target tidak mungkin semua pemantauan industri dikerjakan oleh staf KLH yang hanya berjumlah 1000 orang. Tetapi kalau dikasih ke daerah mungkin provinsi punya tenaga 100 orang. Jadi kita tidak mungkin mengejar target tanpa pelibatan daerah.
Apa kontribusi positif pemberian dana dekonsentrasi dalam pencapaian output KLH?
Target kita menjadi banyak yang tercapai karena adanya dana dekonsentrasi,dibandingkan apabila kita kerjakan sendiri. Misal sekolah adiwiyata karena didekonkan menjadi 1000an sekarang jumlahnya. Jadi didapatkan replikasi jumlah yang lumayan.Selain itu hubungan pusat dengan daerah menjadi sangat baik.
Bagaimana pembagian anggaran dekonsentrasi itu sendiri?
Pertama kita samakan dulu karena belum tahu besarnya. Kalau sudah satu siklus tahun anggaran baru terlihat dan akan segera direview. Pada tahun 2013 daerah sudah mulai menentukan target yang dia mau. Kalau tidak bisa mencapai target harus menurunkan targetnya kemudian baru turunkan anggaran..Kita tidak pernah bicara uang, sehingga target dulu yang direview.
Kebijakan dekonsentrasi menyebabkan ketersediaan anggaran di unit kerja KLH berkurang dan tentu menyebabkan kinerja unit berkurang. Apa tanggapannya?
Tidak seperti itu, justru dekonsentrasi sendiri itu untuk mencapai target bagi KLH yang belum mampu dikerjakan sendiri. Dan itu tidak terjadi pengambil-alihan pekerjaan. Tapi memang cepat atau lambat jika hasil dekonsentrasi itu efektif kita pasti merampingkan diri sendiri juga. Jadi bisa melaksanakan kegiatan yang lebih strategis. Sampai kita yakin mana kewenangan pusat yang tidak lagi didelegasikan dan mana seharusnya yang dikerjakan daerah tapi masih kita kerjakan. Bisa jadi nanti anggaran sudah tidak ada lagi duplikasi untuk kegiatan yang sama.
Bagaimana cara KLH meyakinkan Pemerintah Pusat khususnya Bappenas untuk mengalokasikan anggaran yang ideal untuk KLH?
Kita selalu dialog. Walaupun kita adalah institusi yang mengurusi lingkungan hidup, tetapi bukan berarti kita lebih tahu. Mekanisme dialog harus dibangun dengan Bappenas dan masyarakat. Saya mencontohkan MenPAN. Anggaran hanya 200 milyar dalam satu tahun. Tetapi fungsinya adalah mengatur semua kementrian. Semua orang mendengarkan dia. Walaupun dengan anggaran yang kecil tidak berpengaruh. Jadi orientasi kita jangan orientasi tambahan dana. Kita harus bisa tahu bagaimana cara memberitahu ke masyarakat. Misalnya kita buat peraturan yang sesuai portofolio LH misal green industry agar standar kita dipakai semua orang. Jadi portofolio kita mengingkat. Bappenas juga melihat prestasi kita dalam menentukan penganggaran.
Dengan struktur organisasi penganggaran dan pola belanja saat ini, apakah masih bisa mengakomodir peningkatan anggaran KLH?
Sebenarnya bukan struktur organisasi, tetapi target. Struktur organisasi adalah untuk pembagian pekerjaan, sementara anggaran adalah untuk membiayai pencapaian target. Walaupun struktur organisasi kita diperbesar belum ada jaminan juga anggaran kita diperbesar.
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
13
Laporan Utama
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
Pengelolaan lingkungan hidup terkait dengan banyak sektor-sektor lainnnya
seperti kehutanan, pertanian, pertambangan dan Iain-Iain. Sektor-sektor
tersebut juga mempunyai bidang yang mempunyai tugas untuk melakukan
pengelolaan lingkungan hidup. Pembiayaan pengelolaan lingkungan hidup di sektor-
sektor tersebut termasuk dalam pembiayaan pengelolaan lingkungan hidup nasional.
Oleh karena itu, peranan BAPPENAS sangat penting dalam melakukan koordinasi dan
harmonisasi program-program lingkungan agar tidak terjadi tumpang tindih antara
Kementerian Lingkungan Hidup dengan sektor terkait. Untuk mengetahui peranan
BAPPENAS tersebut, tim redaksi Suara Bumi melakukan wawancara dengan Direktur
Lingkungan Hidup BAPPENAS, Ir. Wahyuningsih Darajati, M.Sc
Bagaimana penyusunan program dan anggaran antara Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional dan Kementerian Keuangan?
Penyusunan anggaran mengacu pada UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, sementara untuk perencanaan diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Dalam menyusun anggaran
PERANAN BAPPENAS DALAM KOORDINASI DAN HARMONISASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUPWawancara dengan Ir. Wahyuningsih Darajati, M.Sc
14
Laporan Utama
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
pembangunan tersebut, dapat dilihat dalam salah satu
pasal UU No. 25 Tahun 2004 bahwa RKP merupakan
bagian dari RAPBN. Penyusunan anggaran mengacu pada
Performance Base Budgeting, artinya antara perencanaan
dan penganggaran adalah saling berkaitan, misalnya: nama
program dan nama kegiatannya. Nama program dalam
RKP sama dengan nama program dan kegiatan yang ada
dalam anggaran.
Adapun BAPPENAS lebih berkiprah dalam menyusun
kebijakan tahunan, 5 tahunan dan 20 tahunan. Rincian
setiap kegiatan dan program nantinya akan dibahas lebih
lanjut dengan Kementerian Keuangan dan DPR.
Bagaimana proses penyusunan program dan anggaran
Kementerian/Lembaga setiap tahunnya?
Ada pembakuan nama program di dalam RPJMN maupun
dalam RKP. Program selama 5 tahun dirancang untuk
tidak berubah. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui
trend kegiatan dan program. Sedangkan pagunya sudah
ada di dalam RPJMN yang disebut pagu indikatif. Pagu
tersebut sesuai dengan usulan Kementerian/Lembaga
teknis kemudian di exercise oleh BAPPENAS, berapa
bantuan dan hibah luar negeri yang masuk, berapa target
Kementerian/Lembaga yang bersangkutan untuk kemudian
ditetapkan pagu indikatif. Pagu indikatif ini tidak bersifat
normatif, dapat berubah melalui RKP. RKP adalah untuk
memperbaharui alokasi anggaran setiap tahunnya. Fungsi
RKP adalah untuk merevisi adanya kebijakan baru dari
Presiden terhadap program dan kegiatan Kementerian/
Lembaga ataupun dari kebijakan internasional.
Ada anggapan bahwa kurang maksimalnya pengelolaan
lingkungan hidup disebabkan oleh minimnya anggaran
lingkungan hidup, bagaimana menurut Ibu?
Masalah lingkungan adalah masalah cross sector dan lintas
batas. Lingkungan tidak hanya tanggung jawab pemerintah
saja tetapi juga pelaku pembangunan dan masyarakat.
Yang menjadi sangat penting adalah bagaimana mengubah
perilaku masyarakat indonesia untuk sadar terhadap
lingkungan dimana ia hidup, seperti misalnya bagaimana
dalam penggunaan sumber daya yang ada seperti air,
energi, tidak boros dalam mengkonsumsi barang-barang
yang dipakai. Bagaimana merubah lifestyle masyarakat
yang mengarah kepada efisiensi, menjadi kehidupan yang
bersih dan sehat. Hal tersebut bukan karena anggaran
sedikit lalu lingkungan menjadi rusak. Patokannya bukanlah
anggaran, melainkan perilaku dan kesadaran masyarakat
keseluruhan. Pemerintah adalah pihak yang mendorong
perubahan perilaku masyarakat.
Bagaimana peran BAPPENAS dalam penyusunan program
untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat
mengarah kepada efesiensi?
BAPPENAS melakukan koordinasi dengan Kementerian/
Lembaga dalam perumusan kebijakan dan penyusunan
program kegiatan. Kita mempunyai Kementerian/Lembaga
teknis yang bertanggung jawab langsung. Namun untuk
lingkungan tidak hanya Kementerian Lingkungan Hidup
(KLH) saja yang berperan. KLH memiliki peran dalam
membuat kebijakan-kebijakan atau standar-standar, dan
penetapan baku mutu. Sedangkan pelaku lainnya adalah
bidang industri, transport / perhubungan, pertanian,
perikanan. Sekarang bagaimana pengawasan dari institusi
terkait yang terkait dengan KLH terhadap baku mutu
yang telah ditetapkan. Bagaimana KLH dengan Pusat
Pengelolaan Ekoregionnya berkoordinasi dengan daerah
(BLH) untuk pengawasan mengenai kualitas lingkungan dan
kerusakan lingkungan di daerahnya. Dalam hal ini, PPE juga
memiliki laboratorium lingkungan yang berfungsi sebagai
upaya pendekatan dengan user untuk bisa mengawasi
kualitas limbah air, udara, tanah.
Daerah juga mempunyai program dan anggaran pengelolaan
lingkungan hidup dan sering kali tidak mengacu kepada
sasaran nasional pengelolaan lingkungan hidup. Bagaimana
mengarahkan Pemerintah Daerah tersebut?
Ada yang disebut dengan musyawarah pembangunan
nasional. Musyawarah pembangunan tersebut dimulai
dari tingkat desa, kecamatan, kab/kota hingga provinsi.
RPJMD harus mengacu pada RPJMN yang disesuaikan
dengan kebutuhan, potensi dan peluang pengembangan
di daerah masing-masing. Terkait hal tersebut diadakanlah
Musrenbang Nasional yang diwakili oleh BLH provinsi, KLH,
PPE dan BAPPENAS untuk membahas penyesuaian program
dan kegiatan antara daerah dan nasional. Musrenbang
Nasional dilakukan setiap tahunnya dan BAPPENAS
berperan sebagai penengah dalam musyawarah tersebut.
15
Laporan Utama
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
Berikut adalah Alur Perencanaan dan Penganggaran antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah :
Apakah dengan Musrenbangnas tersebut setiap program
pengelolaan lingkungan hidup antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah dapat disesuaikan?
Harapannya tidak ada ketidak-cocokan dalam perencanaan
atau dalam kata lain dapat disesuaikan. Tetapi kadang-
kadang apa yang sudah direncanakan, pada waktu
implementasi ke dalam RKAKL masih terdapat deviasi-
deviasi di daerah. Karena kalau sudah dibahas dengan
Komisi di DPR, terkadang ada interest yg mewakili
konstituennya/daerahnya, sehingga sudah ada hal-hal
yang sifatnya politis. Namun diharapkan deviasi ini akan
semakin berkurang.
Bagaimana hubungan koordinasi antara BAPPENAS dengan
DPR dalam penyusunan program kegiatan terutama di
bidang pengelolaan lingkungan hidup?
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang sekarang
dikenal dengan Kementerian Pembangunan Nasional
berada di bawah Komisi XI DPR. Komisi XI terdiri atas
perwakilan-perwakilan komisi-komisi di DPR termasuk
Komisi VII DPR yang menangani pengelolaan lingkungan
hidup.
Bagaimana evaluasi BAPPENAS mengenai pelaksanaan
pengelolaan Lingkungan Hidup pada tahun ke empat
pelaksanaan RPJMN 2010-2014?
Dari indikator-indikator yang ditunjuk dalam RPJMN dapat
dilihat bahwa indikator tersebut dapat tercapai. Akan tetapi
indikator tersebut belum bisa
mewakili kualitas lingkungan
hidup secara keseluruhan.
Satu-satunya indeks yang bisa
mewakili adalah Indeks Kualitas
L ingkungan Hidup ( IKLH).
Berdasarkan target dalam RPJMN
Kementerian Lingkungan Hidup
sudah on the track, namun
ada indikator agregat yang
tidak tercantum dalam RPJMN
namun dapat mewakili kualitas
lingkungan yaitu melalui IKLH.
IKLH yang ada pada tahun 2012
adalah 60,25 akan tetapi belum
mencapai ideal.
Apakah hasil evaluasi terhadap
pelaksanaan program dan kegiatan di bidang pengelolaan
lingkungan mempengaruhi anggaran yang akan diberikan?
Fungsi Evaluasi dalam RPJMN adalah untuk mengejar target
atau memperbaiki jika ada sesuatu yang kurang sesuai.
Mengenai pengaruh terhadap anggaran bisa saja terjadi
atau tidak. Karena anggaran sudah ada dalam RPJMN
maka BAPPENAS akan meng-exercise program dan kegiatan
untuk tahun yang akan datang sesuai dengan capaian
indikator target dalam RPJMN tersebut.
Upaya apa yang dilakukan oleh BAPPENAS untuk
mendorong Kementerian/Lembaga untuk mencapai target
yang telah ditetapkan di dalam RPJMN?
Apabila tidak mencapai target maka harus ada roadmap
untuk mempercepat target Kementerian/Lembaga tersebut.
Dengan konsekuensi apabila uangnya kurang harus bisa
diidentifikasi mana saja alokasi yang bisa di efisienkan,
kemudian dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan yang lebih
substantif.
Apa yang menjadi kendala dalam pencapaian target yang
terdapat pada RPJMN dalam pengelolaan lingkungan
hidup?
Kendalanya terdapat pada kapasitas Kementerian/Lembaga
itu sendiri. Apabila kita berbicara mengenai kapasitas
Kementerian/Lembaga berarti kita berbicara mengenai
tiga hal yaitu :
16
Laporan Utama
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
a. Lembaganya sendiri yaitu seberapa mampu KLH melaku-
kan pengawasan terhadap lingkungan di Indonesia.
Lembaga yang menangani lingkungan ini masih belum
kuat;
b. Kapasitasnya dalam mengeluarkan Peraturan-Peraturan
untuk pengelolaan lingkungan;
c. Sumber daya manusia yang nantinya akan mengeluar-
kan kebijakan.
Apabila kapasitas Kementerian/Lembaga itu sudah baik
maka pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia akan
semakin membaik. Selain itu juga diperlukan kerja sama
antara nasional dan daerah.
BAPPENAS melakukan evaluasi setiap triwulannya terhadap
pelaksanaan program dan kegiatan Kementerian/Lembaga.
Hal tersebut dilakukan agar dapat melihat kendala dan
masalah dalam pelaksanaan program dan kegiatan antara
pusat dan di daerah.
Selama ini ada kesan bahwa setiap Kementerian/Lembaga
berjalan sendiri-sendiri dalam pelaksanaan program
pengelolaan lingkungan hidup. Bagaimana peran
BAPPENAS dalam tahapan perencanaan program untuk
mengkoordinasikan dan mensinergikan program antar
Kementerian/lembaga?
Kita ada yang disebut program nasional lingkungan hidup
dan pengelolaan bencana yang diisi oleh KLH, Kementerian
Kehutanan, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral,
BMKG, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian
yang sifatnya cross cutting. Memang kadang-kadang ada
kegiatan yang sama. KLH sebagai pilot project, sementera
kehutanan pada kegiatan yang bersifat implementatif.
Overlap atau duplikasi ada tetapi dihindari seminimal
mungkin dengan membedakan lokus kegiatan. Yang
terpenting terdapat integrated policy/integrated planning
di suatu area, sehingga bisa dilakukan pembagian tugas
antara kementerian/lembaga supaya bisa tertangani dengan
baik.
Apa harapan BAPPENAS kepada KLH khusus nya PPE
Sumatera?
Harapannya, fungsi PPE agar bisa diperkuat untuk dapat
berkoordinasi dengan Institusi Lingkungan Hidup Daerah
yang ada di regionalnya. Kolaborasi dan kerja sama harus
dijalin dengan baik agar bisa melakukan pemantauan
terhadap sumber daya alam, tingkat kerusakan lingkungan
dan kualitas lingkungan hidup. PPE juga harus mampu
memelihara data dan informasi tersebut agar bisa
terbarukan dan tersedia secara terus menerus. Selain itu
PPE diharapkan dapat memberikan dukungan teknis kepada
daerah seperti misalnya memberikan pelatihan kepada
Laboratorium Daerah.
17SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
Lampung merupakan daerah ujung Sumatera yang sangat potensial dengan
berbagai keunggulannya. Dengan luas daerah mencapai 35.376 km2 dan
dengan berbagai potensi sumber daya alam (SDA) yang ada di daratan dan laut,
menjadikan Lampung sebuah kawasan administrasi yang memiliki nilai jual tinggi di
sektor perkebunan, pertanian, perikanan, kehutanan, dan jasa.
Provinsi Lampung melihat kedekatannya dengan ibu kota negara yang didukung
dengan berbagai sarana dan prasarana perhubungan yang singkat dan lancar baik
udara, laut maupun darat. Kondisi ini telah pula berpengaruh terhadap berbagai proses
pembangunan yang meletakkan pembangunan fisik sebagai ukuran pembangunan.
Keberadaan 11 kabupaten/kota dan rencana pengembangan kabupaten baru
di daerah Lampung menjadi sebuah pemikiran apakah akan terjadi pemerataan
pembangunan atau malah sebaliknya terjadi pemerataan perusakan sumber daya
alam kita.
Disadarai atau tidak, dasar pembangunan masih meletakkan kemampuan
daerah pada besarnya potensi SDA yang sesungguhnya sekarang telah makin
berkurang. Kekuatan kaum teknokrat dan birokrat dalam menyusun perencanaan
A r t i k e l
POLITIKdan LINGKUNGAN HIDUPOleh : SupriantoKetua Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia/WALHI Lampung
A r t i k e l
18
pembangunan belum bersentuhan secara murni terhadap
konsep pembangunan yang bekelanjutan.
Menurunnya daya dukung lahan dan sumber-sumber
kehidupan yang di miliki daerah Lampung seharusnya
menjadi pemikiran betapa pentingnya kebijakan lingkugan
mewarnai setiap perencanaan pembangunan dengan
pelibatan komunitas lokal.
Gubernur, wali kota, bupati, serta wakil-wakil kita
baik DPRD kabupaten/kota maupun provinsi adalah pilar-
pilar yang harus memahami pentingnya keberlanjutan
lingkungan bagi masa depan daerah dan bangsa ini.
Reorientasi tentang pembangunan bagi kepentingan
berbagai pihak harus diletakkan pada proporsi mayoritas,
tidak memberikan tekanan yang merugikan masyarakat.
Masa depan daerah Lampung sangat ditentukan
oleh orang yang merasa menjadi pemimpin di daerah ini
guna berhadapan dalam dunia globalisasi yang hanya
mempertaruhkan kekayaan alamnya. Pemimpin yang
berhasil adalah pemimpin yang dapat menyelaraskan
pembangunan dengan tetap mempertahankan kekayaan
alamnya serta tidak over eksploitasi yang lebih mendekati
keserakahan.
Kebijakan lingkungan akan mendorong adanya upaya
pengentasan kemiskinan dan meningkatkan pendidikan
masyarakat sebagai akar masalah di setiap rencana
pembangunan.
Saat ini masyarakat kita dihadapkan pada pilihan-
pilihan partai politik, banyak calon-calon legislatif dari
berbagai partai tersebut baik yang mencalonkan diri untuk
DPRD kota/kabupaten, provinsi, dan DPR. Beragam visi misi
yang ditawarkan para calon wakil rakyat tersebut dalam
upaya merebut simpati dari masyarakat.
Untuk konteks Provinsi Lampung saat ini, meskipun
telah kita ketahui bersama dengan berbagai analisis tidak
ada dalam proses pembangunan di provinsi ini, bahkan
di Republik ini sekalipun, yang tidak berkaitan dengan
lingkungan hidup. Semua proses pembangunan pasti
berkaitan dengan lingkungan hidup.
Sebab, hal itu sebuah kunci keberhasilan pembangunan
adalah ketika proses kebijakan dalam pembangunan
selalu memperhatikan aspek lingkungan hidup. Tetapi
faktanya aspek lingkungan hidup selama ini hanya
dijadikan komoditas politik saja bahkan dikorbankan untuk
kepentingan-kepentingan golongan tertentu saja.
Realitas yang ada, untuk pembangunan Provinsi
Lampung dalam lima tahun ke depan yang dapat dilihat
dari representasi calon wakil rakyat yang akan duduk di
DPRD pun tidak menggembirakan. Dari sekian banyak
calon anggota legislatif/caleg relatif tidak ada yang memiliki
kepedulian atau dapat memberikan visinya yang mengarah
pada aspek pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Ini adalah hal penting yang tidak sama sekali
diperhatikan. Catatanya masyarakat kecil yang selalu
menjadi komoditas politik mereka (para caleg) selama ini
pula yang menjadi korban dari proses kebijakan yang tidak
memperhatikan aspek lingkungan hidup, mulai dari banjir,
longsor, kekeringan, ketergantungan terhadap pupuk
kimia. Juga tidak teraturnya musim tanam bagi petani
karena musim hujan yang tidak teratur yang merupakan
akibat dari tidak seimbangnya ekosistem alam, kurangnya
hasil tangkapan nelayan akibat kerusakan terumbu karang
dan hancurnya wilayah pesisir.
Melihat betapa pentingnya meletakkan aspek
lingkungan hidup dalam sebuah kebijakan pembangunan,
mestinya masyarakat lebih jeli dan teliti untuk memilih siapa
yang dipresentasikan untuk duduk sebagai wakil rakyat.
Peran partai politik dalam membangun daerah ini
sangatlah besar, terutama bagaimana membangun
kesadaran melalui hati bahwa apa pun yang dilakukan
untuk mengedepankan rasa tanggung jawab moral untuk
membuka tabir kekuatan rakyat yang demokratis dalam
memanfaatkan kekuatan politik untuk tetap mengelola
sumber daya alam secara berkelanjutan. Pemahaman
tentang pentingnya pengelolaan sumber daya alam perlu
menjadi bagian untuk menetapkan berbagai kebijakan
publik yang mempengaruhi kehidupan orang banyak.
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
A r t i k e l
19
“DEWASA BERPOLITIK, BIJAK BERLINGKUNGAN”
Oleh: Dra. Rosita Uli Sihombing M.PdGuru Biologi dan Penanggung jawab Adiwiyata SMAN 1 Pangkalpinang Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 1 mengartikan Lingkungan
Hidup sebagai “kesatuan ruang dengan kesemua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
alam itu sendiri kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lainnya”. Dan dalam lingkungan alamnya manusia hidup dalam
sebuah ekosistem yakni, suatu unit atau satuan fungsional di mana makhluk hidup
dengan lingkungannya saling mempengaruhi. Manusia merupakan komponen
biotik lingkungan yang memiliki kemampuan berfikir dan penalaran yang tinggi.
Disamping itu manusia juga memiliki budaya, pranata sosial dan pengetahuan serta
teknologi yang terus berkembang. Berbicara tentang lingkungan maka otomatis
akan menyinggung aspek manusia, karena keterkaitan manusia dengan lingkungan
adalah hal yang tidak dapat dipisahkan. Antara manusia dan lingkungan selalu ada
interaksi dan hubungan timbal balik sehingga keduanya menjadi saling tergantung,
saling mempengaruhi dan saling bersinggungan.
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
A r t i k e l
20
Perubahan alam lingkungan hidup secara langsung atau
tidak langsung adalah salah satu akibat perilaku manusia.
Perilaku manusia tersebut berpengaruh baik/positif tetapi
sekaligus juga berpengaruh buruk/negatif. Berpengaruh
baik bagi manusia karena manusia mendapatkan
keuntungan dari perubahan tersebut, dan berpengaruh
tidak baik karena dapat mengurangi kemampuan alam/
lingkungan untuk menyokong kehidupan selanjutnya.
Kerugian yang ditimbulkan tersebut adalah akibat kegiatan
manusia yang tidak bijaksana dalam usaha pemenuhan
kebutuhan hidupnya.
Di Indonesia masalah lingkungan ibarat bola salju
yang menggelinding dari puncak gunung. Semakin lama
semakin besar dan sulit diatasi. Betapa tidak, berjuta
hektar hutan tiap tahunnya harus ditebang hanya untuk
kepentingan segelintir orang, dengan mengorbankan
ribuan bahkan jutaan orang yang harus mati karena
eksploitasi perusahaan tambang, jutaan hektar tanah
adat terampas dan sebagainya yang berdampak langsung
maupun tidak langsung dari aktivitas tersebut. Padahal
puluhan undang–undang lingkungan telah disahkan untuk
mengatasinya.
Kerusakan hutan di Indonesia telah menjadi ancaman
yang sangat serius bagi kelestarian lingkungan maupun
perekonomian masyarakat. Salah satu penyebab kerusakan
hutan adalah industri pertambangan. Penambangan perlu
membabat hutan untuk eksplorasi dan kemudian diratakan
untuk keperluan eksploitasi membuka jalan dan lahan
pemukiman pekerja. Tanah galian yang tidak terpakai
ditimbun, merusak aliran sungai, mencemari air sungai
dan sumber air minum masyarakat. Profil lanskap alami
berubah total, gunung diratakan, alur sungai dan garis
pantai juga diubah secara drastis. Bahan kimia beracun
dan berbahaya yang dipakai dalam proses penambangan
selama puluhan tahun dalam alam berhujan tropis basah
meninggalkan sisa limbah yang kemudian hanyut ke dalam
air tanah, air sungai, dan laut. Kegiatan pertambangan acap
kali mengabaikan kepentingan masyarakat adat dan tidak
mengakui hak ulayat masyarakat adat atas tanah mereka
karena seringkali tanah hutan dianggap milik negara (Salim,
E. 2010).
Saat ini hutan tropis kita telah rusak akibat penebangan
liar (illegal loging), kebakaran, konversi hutan untuk
berbagai keperluan sehingga hutan menciut dari 144 juta
hektar (1991) menjadi 110 juta hektar (2003). Efek dari
perusakan hutan tersebut merupakan salah satu contoh
dari efek “bola salju yang menggelinding”. Asap tebal
pembakaran hutan bukan saja mengganggu rakyat yang
berdomisili seputar hutan yang terbakar, bahkan negara
tetangga-pun merasakan dampaknya. Banjir bandang,
kemarau panjang, hilangnya sumber air bagi masyarakat
merupakan akibat lain dari perusakan hutan secara
membabi buta.
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
A r t i k e l
21
Lingkungan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Rusak Karena Pertambangan
Tidak jauh berbeda dengan permasalahan lingkungan
di lingkup Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (BABEL),
yang pada prinsipnya memiliki akar permasalahan yang
sama yaitu rendahnya kesadaran (awareness), pengetahuan
dan cara pandang terhadap permasalahan–permasalahan
lingkungan hidup. Pertambangan timah yang sudah
berlangsung cukup lama (±200 tahunan) di pulau Bangka
dan Belitung meninggalkan bopeng/keropeng yang sangat
luas. Penambangan di Bangka, misalnya, telah dimulai pada
tahun 1711, di Singkep pada tahun 1812, dan di Belitung
sejak 1852. Namun, aktivitas penambangan timah lebih
banyak dilakukan di Pulau Bangka, Belitung, dan Singkep
(PT Timah, 2006). Kegiatan penambangan timah di pulau-
pulau ini telah berlangsung sejak zaman kolonial Belanda
hingga sekarang. Dari sejumlah pulau penghasil timah itu,
Pulau Bangka merupakan pulau penghasil timah terbesar di
Indonesia. Pulau Bangka yang luasnya mencapai 1.294.050
ha, seluas 27,56 persen daratan pulaunya merupakan
area Kuasa Penambangan (KP) timah. Area penambangan
terbesar di pulau ini dikuasai oleh PT Tambang Timah,
yang merupakan anak perusahaan PT Timah Tbk. Mereka
menguasai area KP seluas 321.577 ha. Selain itu terdapat
sejumlah smelter swasta lain dan para penambang
tradisional yang sering disebut Tambang Inkonvensional
(TI) yang menambang tersebar
di darat maupun di laut Babel.
(http://himataubbbabel.blogspot.
com/2012/05/sejarah-tambang-
timah-di bangka.html).
Permasalahan penambangan
timah yang telah berlangsung
ratusan tahun itu belum mampu
melahirkan kesejahteraan bagi
rakyat, padahal cadangan timah
yang ada makin menipis. Tak heran
jika kemudian pertambangan timah
di Bangka Belitung membawa
dampak sosial berupa masalah
kemiskinan dan kecemburuan sosial.
Fakta lain yang menambah carut
marut di Negeri Serumpun Sebalai
ini adalah kerusakan lingkungan
yang semakin kronis. Pemberian
ijin Tambang Inkonvesional (TI)
di Bangka Belitung menambah
deret panjang aktivitas perusakan
lingkungan karena penambangan
dapat dilakukan di segala tempat.
Akibat dari kegiatan TI yang tidak
terkendali tersebut, beberapa
sungai dan sumber air yang
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
A r t i k e l
22
dimanfaatkan masyarakat telah berubah menjadi keruh,
hutan-hutan menjadi gundul, lahan perkebunan tanahnya
dibolak-balik demi bongkahan timah sehingga menjadi
miskin humus. Seakan tidak puas melakukan penambangan
di darat, beberapa kapal isap merambah penambangan ke
laut sehingga semakin merusak ekosistem laut.
Lemahnya penerapan peraturan dan perundang-
undangan yang mengatur aktivitas penambangan
di provinsi Babel akhirnya memungkinkan terjadinya
kesempatan untuk melakukan penambangan yang tidak
terkontrol. Ketidaktegasan dan standar ganda yang
dilakukan pemerintah dalam menangani permasalah
lingkungan di Bangka Belitung, akhirnya membuat citra
pemerintah seolah gagal hidup harmonis dengan rakyatnya
sendiri. Selain itu kurangnya pengawasan di lapangan dan
dianggap sepelenya sanksi terhadap pelanggaran, semakin
membuat oknum-oknum tidak peduli terhadap aturan yang
berlaku. Tak heran jika tambang-tambang liar semakin
menjamur, dan alam pulau Bangka-Belitung semakin rusak
bahkan menuju kehancuran.
Akhir-akhir ini Bangka Belitung sering mengalami
kekeringan ketika musim kemarau, hasil pertanian
mereka pun menurun. Apalagi kemudian banyak petani
yang beralih profesi menjadi penambang sehingga lahan
pertanian pun tidak lagi dipedulikan. Hilangnya ekosistem
hutan mengakibatkan beberapa kawasan tererosi dan
sungai-sungai pun mengalami abrasi. Karena terjadi
sedimentasi yang tinggi, terkadang permukaan sungai
meluap saat musim hujan. Terlebih lagi, tailing yang
dibuang ke sungai mengakibatkan kerusakan ekosistem
sungai dan kematian beberapa biota perairan. (http://
www.trawang.com/2011/05/menyelamatkan-kehancuran-
pertambangan_10.html)
Peranan Pemda Harus Ditingkatkan
Sudah saatnya kita memandang permasalahan
lingkungan sebagai permasalahan dengan skala prioritas
dari sekian banyak permasalahan yang ada, mengingat
bola salju yang semakin membesar dan siap menggilas
kita semua tanpa ampun. Kondisi ini perlu didobrak
dan ditangani bersama–sama sesegera mungkin, karena
penanganan dari permasalahan lingkungan yang kompleks
merupakan tanggung jawab bersama dan memerlukan
kesungguhan serta peran serta aktif kita semua dalam suatu
komitmen yang nyata. Konflik atau gejolak yang muncul
sebagai akses dari permasalahan lingkungan sebenarnya
bukanlah semata–mata karena isu lingkungan yang
dibenturkan ke isu ekonomi kemudian diseret ke wilayah
politik, tetapi lebih pada disebabkan pada ketidaktegasan
pemerintah dalam menangani masalah pertambangan
di Babel dan hubungan yang kurang harmonis dengan
masyarakat. Langkah awal dan utama yang seharusnya
dilakukan pemerintah secara sungguh–sungguh dan
nyata dalam mengurangi kerusakan lingkungan yaitu
melakukan penyadaran bersama atas pentingnya arti
sebuah lingkungan hidup yang lestari dengan melakukan
peningkatan kapasitas (capacity building) di tingkat
masyarakat dimulai dari tingkatan terendah, sambil tetap
berupaya mencari solusi terbaik dari permasalahan yang
ada. Pemerintah daerah hendaknya menjalankan peraturan
daerah yang berlaku dengan benar dan tegas, sehingga
hukum dan aturan dihargai oleh setiap orang. Selain itu
hendaknya ada pengawasan di lapangan yang terdiri dari
unsur pemerintah, swasta dan masyarakat, agar kegiatan
penambangan dapat dipantau kinerjanya.
Peraturan yang telah diputuskan setidaknya harus
dihormati atau ditaati secara konsekuen oleh semua
pihak terkait dalam masalah penambangan timah di pulau
Bangka Belitung. Diharapkan dengan adanya Perda dan
pelarangan dari pemerintah, masyarakat dapat mengerti
betapa pentingnya kelestarian lingkungan hidup, karena
bagaimanapun tambang timah menjadi tanggungjawab
bersama. Sehingga tidak perlu saling tuding, semua pihak
harus bertanggungjawab terhadap lingkungan yang
ditimbulkan dari kegiatan ini. Jika menggali, hendaknya
bertanggung jawab untuk menimbunnya kembali, jika
menebang hendaknya bertanggung jawab untuk menanam
dan merawatnya, sehingga alam dan segala kekayaannya
dapat dinikmati oleh anak cucu kita nantinya. Dengan
demikian kedewasaan berpolitik akan berdampak bijaksana
dalam berlingkungan.
Salam hijau!
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
A r t i k e l
23
POLITIK dan(AKIBATNYA TERHADAP)KERUSAKAN LINGKUNGANOleh : Dr. Ir. Suardi Tarumun, M.Sc. (Dosen Pasca Sarjana Universitas Riau)
Kerusakan lingkungan yang semakin parah
Mengamati kerusakan lingkungan yang semakin parah maka pertanyaan
yang selalu muncul di benak saya adalah kenapa kita, terutama para
pengambil kebijakan di Negara ini tidak mengambil hikmah sehingga
punya kemauan untuk mengambil tindakan yang tepat.
Sebagai ilustrasi, ritual kabut asap yang melanda daerah Riau dan pulau Sumatera
umumnya secara rutin hampir tiap tahun selama 16 tahun (sejak tahun 1997), tidak
mampu memberikan pelajaran kepada kita bagaiamana untuk mengatasinya. Ketika
kebakaran hutan terjadi kita semua sibuk mencari alasan dan mencari kambing
hitam. Dan seperti biasa Pemerintah baru serius dan kebakaran jenggot menangani
kebakaran hutan ini kalau Negara tetangga (baca: orang asing) sudah melayangkan
protes (complain). Bahkan saking seriusnya sampai minta maaf, dan anehnya lupa
minta maaf kepada rakyat sendiri yang sudah bersabar menderita selama 16 tahun.
Waktu 16 tahun untuk belajar adalah rentang yang cukup lama. Kalau diibaratkan
anak sekolah maka dia sudah tamat sekolah pasca sarjana, sudah matang dan mampu
mengambil keputusan sendiri dengan baik, tidak perlu lagi diajari, apalagi sampai
ditegur oleh orang asing.
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
A r t i k e l
24
Contoh lain, pemerintah menyetujui untuk melakukan
moratorium pembukaan hutan alam, bahkan juga setuju
untuk mengurangi emisi karbon sampai pada tingkat
26% pada tahun 2020. Apa yang dilakukan pemerintah
ternyata adalah bertolak belakang. Saat pergantian Menteri
Kehutanan, hutan gambut Semenanjung Kampar di Provinsi
Riau diizinkan untuk dikonversi menjadi hutan tanaman
industri (HTI). Padahal hutan ini sangat vital dalam menjaga
ekosisten hutan gambut, menahan laju emisi karbon dan
seterusnya.
Pertanyaannya adalah ada apa dan kenapa ini
terjadi tanpa bisa dibendung? Kerusakan alam terus
berlangsung sementara retorika kebijakan juga terus
berjalan. Jawabannya tentu tidak sederhana karena
adanya kompleksitas kepentingan dan masalah teknis yang
saling berkait berkelindan. Penyelesaiannnya memerlukan
seorang pemimpin yang bersih dan tegas. Namun yang
terjadi kepentingan pribadi, kelompok, dan partai telah
mengalahkan kepentingan bangsa jangka panjang.
Persoalan seperti ini tidak hanya terjadi pada sektor
lingkungan saja tetapi juga pada sektor ekonomi lainnya
yang jauh lebih parah, termasuk pada bidang penegakan
hukum dengan segala akrobatnya yang menarik dan lucu.
Sebut saja baru-baru ini terungkap kasus suap di SKK Migas
untuk memenangkan kontrak trading yang merugikan
negara ratusan milyar rupiah. Dan yang terbaru adalah
berita terkatung-katungnya keputusan perpanjangan
kontrak karya tambang migas Blok Mahakam di Kalimantan
milik Total Perancis yang telah menguras kekayaan sumber
daya alam negara selama 30 tahun lebih. Keputusan yang
sederhana, menurut ahli perminyakan Kurtubi, tetapi
diulur-ulur dan berbelit-belit. Ternyata, KPK mengendus ada
aroma suap rupanya disana (Harian Kompas, 30 Agustus
2013, “KPK Cium Indikasi Suap Migas”). Kalau diberikan ke
Pertamina, yang telah menyatakan sanggup, maka peluang
ini tentu akan hilang.
Anda bisa menambah contoh-contoh lain yang kalau
disebut disini akan sangat panjang bagaimana pemerintah
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
A r t i k e l
25
di satu sisi dengan gagah berani mengatakan akan
menyelamatkan lingkungan setelah terjadinya bencana,
akan mendahulukan kepentingan bangsa diatas segala
segalanya dan seterusnya, akan tetapi yang dilakukan tidak
konsisten antara perkataan dan kebijakan dengan apa yang
dilakukan di lapangan.
Tinjauan politik kerusakan lingkungan
Kesenjangan antara retorika dan pelaksanaan di
lapangan sudah seperti siang dan malam dan pemerintah
tetap tidak peduli. Kekuatan apa yang mendorong ini
terjadi sehingga sangat sulit untuk mengatasinya? Pada
tulisan ini penulis akan menyoroti khusus dari sisi pandang
politik kepentingan sebagai faktor utama yang mendorong
melebarnya kesenjangan antara das Solen dan das Sein.
Seperti diuraikan diatas penyebab terjadinya
kesenjangan ini tentu banyak sekali tetapi pada kesempatan
ini kita akan menyoroti khusus tentang faktor ekonomi
politik sebagai tersangka utama dalam kekacauan ekonomi
negara ini, termasuk lingkungan.
Kerusakan lingkungan dapat disebabkan oleh
banyak faktor yang saling terkait satu sama lainnya secara
kompleks. Faktor-faktor ini antara lain dapat disebut: 1).
Faktor karakteristik sumberdaya alam itu sendiri, 2). Faktor
penegakkan hukum, 3). Faktor ekonomi, dan 4) Faktor
politik. Masing-masing faktor ini terdiri dari beberapa
sub faktor sehingga bahasannya sangat luas. Kita ambil
contoh faktor ekonomi yang meliputi antara lain motif
mencari keuntungan dan mementingkan diri sendiri (self
interest) yang sangat tinggi pada diri manusia, kesenjangan
antara supply (ketersediaan) dan demand (permintaan atau
kebutuhan) sumber daya alam, kemiskinan dan lapangan
kerja yang terbatas, pertumbuhan penduduk yang tinggi,
dan gaya hidup konsumerisme yang berlebihan sehingga
menguras sumber daya alam. Faktor ekonomi ini kemudian
berkait kelindan dengan faktor politik dalam bentuk
kerjasama yang saling mendukung dan menguntungkan
satu sama lain.
Secara popular, ekonomi politik dapat dimaknai
sebagai proses sosial dan kelembagaan dimana kelompok
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
A r t i k e l
26
elite ekonomi dan politik tertentu menggunakannya untuk
mempengaruhi alokasi sumberdaya yang terbatas untuk
memenuhi kepentingan kelompok mereka atau masyarakat.
Jadi ekonomi politik mempelajari hubungan antara politik
dan ekonomi dengan penekanan pada peranan kekuasaan
dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Seperti terlihat pada gambar 1, pelaku ekonomi dan
politik itu ada 4 kelompok besar yaitu konsumen (rumah
tangga), produsen (perusahaan), pemerintah dan partai
politik dan kelompok birokrasi ditambah dengan kelompok
pelobi. Pemerintah dan birokrat sebenarnya tidak diperlukan
pada kondisi masyarakat yang tingkat kemajuan budayanya
masih sangat sederhana dan populasinya sedikit, seperti
di kampung-kampung tradisional nun jauh di pelosok
negeri ini. Namun seiring dengan kemajuan ekonomi
dan peradaban manusia maka diperlukan pemerintah
dan badan-badan pelayanan lainnya untuk mengatur dan
melayani masyarakat sehingga tidak terjadi kekacauan,
pengabaian, pembiaran, dan seterusnya.
Pemerintah dan badan-badan ini kemudian bersama
dengan masyarakat sebagai pelaku ekonomi membuat
kesepakatan bahwa mereka akan bekerja sesuai
dengan peranan masing-masing untuk memajukan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu
mereka juga sepakat mengadopsi model pembangunan
yang disebut dengan pembangunan yang berkelanjutan
(sustainable development). Dalam terminologi zaman orde
baru dulu, disebut dengan membangun manusia Indonesia
seutuhnya yang merupakan tujuan pembangunan nasional
Indonesia jangka panjang .
Namun, setiap pelaku ekonomi juga mempunyai tujuan
masing-masing yang berbeda dengan tujuan pembangunan
Nasional yang telah disepakati. Dalam teori ekonomi mikro
yang dipelajari oleh mahasiswa Fakultas Ekonomi tingkat
satu dan dua disebutkan bahwa konsumen itu mempunyai
tujuan untuk memaksimumkan kepuasan dalam konsumsi
yang dilakukannya, sedangkan produsen atau perusahaan
bertujuan memaksimumkan keuntungkan dari hasil
usahanya. Sementara pemerintah dan partai politik juga
mempunyai tujuan sendiri yaitu ingin mempertahankan
kekuasaan dengan cara memaksimumkan suara dalam
Pemilu. Sedangkan birokrat, yang seharusnya netral,
mempunyai tujuan untuk mempertahankan kenyamanan
atau jabatan yang sudah dipegangnya dengan cara
mengikuti dan patuh pada perintah atasan yaitu pemerintah
dan partai politik. Pertanyaan krusial adalah, bagaimana
caranya masing-masing pelaku ekonomi politik tersebut
untuk mencapai tujuannya. Seperti eksekutif dan legislatif
memaksimumkan suara dalam Pemilu sehingga tetap terus
berkuasa sebagai Presiden, Gubernur, Bupati, dan para
anggota DPR tetap duduk di DPR. Akan kita jawab pada
bagian bawah tulisan ini.
Perlu diketahui bahwa masing-masing tujuan tersebut
adalah tujuan antara atau prasyarat sebelum tujuan jangka
panjang dicapai. Kenapa ada prasyarat? Karena sebagai
manusia biasa dan normal manusia mempunyai nafsu dan
keinginan. Nafsu adalah fitrah manusia yang diciptakan
oleh Yang Maha Kuasa sebagai alat mempertahankan
kehidupan di dunia ini, tanpa nafsu maka manusia akan
punah. Sifat bawaan atau fitrah ini ditiupkan oleh Tuhan
Yang Maha Kuasa kedalam roh manusia sejak dalam
kandungan ibunda.
Sifat pertama, manusia mempunyai nafsu yang
mempunyai kedenderungan untuk mengarah kepada
perbuatan baik dan dapat pula mengarah kepada
perbuatan buruk seperti yang disebutkan dalam kitab Suci
AlQuran (QS 91: ayat 8). Potensi untuk melakukan yang
baik dan yang buruk tersebut tergantung dengan tekad,
kemauan dan lingkungan manusia tersebut. Ada manusia
yang selalu ingin mensucikan diri dan jiwanya. Orang ini
akan cenderung berbuat baik terhadap lingkungan. Ada
pula yang tidak mau mensucikan dirinya tetapi malah
mengotori jiwanya dengan perbuatan melanggar hukum
dan perintah Tuhan, seperti korupsi, tamak, tidak pernah
puas, tidak bersyukur, dengki dan seterusnya.
Fitrah kedua dan ketiga yang ditanamkan pada
manusia adalah sifat-sifat rasional dan mementingkan
diri sendiri (self interest). Rasional adalah tindakan atau
keinginan untuk membuat keputusan yang optimal ketika
dihadapkan pada beberapa pilihan dan hambatan. Atau
setiap tindakan yang mendekatkan seseorang kepada
pencapaian tujuan yang telah ditetapkannya. Sifat rasional
adalah sifat yang penting karena membantu manusia dalam
mengambil keputusan. Sepanjang otak dan jiwa masih
sehat maka manusia itu pada umumnya akan rasional
dalam setiap tindakan dan perilakunya. Manusia rasional
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
A r t i k e l
27
tidak akan melakukan perbuatan yang merugikan dirinya.
Hanya sebagian kecil manusia yang tidak rasional.
Sifat self interest adalah sifat yang mengutamakan
dirinya sendiri, keluarga dan orang terdekat di atas
kepentingan lain. Hanya sebagian kecil manusia
yang mengutamakan kepentingan masyarakat diatas
kepentingan diri sendiri. Termasuk dalam kelompok ini
adalah para pahlawan dan pejuang, para ulama, negarawan
dan orang-orang yang ikhlas lainnya. Semua sifat-sifat ini
akan mempengaruhi tindakan dan perilaku manusia dalam
melakukan aktifitas ekonomi dan politiknya, termasuk yang
mendorong manusia untuk mencapai tujuan antara dulu
baru kemudian mencapai tujuan Nasional jangka panjang.
Dengan sifat atau fitrah tersebut maka manusia
sebagai pelaku ekonomi dan politik akan bersaing terlebih
dulu dalam mencapai tujuan antara sebelum mencapai
tujan jangka panjang, karena tidak mungkin mewujudkan
tujuan jangka panjang seperti janji pendidikan dan
kesehatan gratis kalau belum duduk sebagai anggota DPR
atau belum menjadi kepala daerah atau kepala negara.
Selanjutnya kita bahas makna dari diagram gambar 1.
Interaksi konsumen dan produsen
Bila konsumen (masyarakat awam) dan produsen
(perusahaan) mempunyai informasi yang sama atau
kekuatannya sama maka akan terjadi transaksi yang saling
menguntungkan, konsumen mendapatkan kepuasan yang
maksimal dan produsen mendapatkan keuntungan yang
maksimal. Tatapi biasanya dalam persaingan bebas ini
produsen lebih kuat karena mempunyai informasi yang
lebih banyak dari konsumen. Ini yang kita amati dalam
realita sehari-hari. Misalnya petani sebagai pemilik lahan
diambil oleh perusahaan besar. Hutan adat yang katanya
bisa dimiliki oleh masyarakat adat bila mampu menunjukkan
bukti-buktinya bahwa ada keterkaitan budaya dan historis
dengan hutan tersebut maka masyarakat berhak memiliki
hutan tersebut yang disebut dengan hutan adat. Tetapi
kenyataannya di Riau belum ada satu pun hutan adat yang
disahkan dan diberikan kepada masyarakat adat karena
masyarakat tidak mampu memenuhi tuntutan Undang-
undang sementara Pemda berlepas tangan. Akibatnya
hutan adat yang hijau dikonversi ke HTI, walaupun mereka
mengaku bahwa mereka adalah penjaga kelestarian
lingkungan atau pembangunan yang berkelanjutan.
Interaksi pemerintah konsumen dan produsen
Transaksi antara pemerintah dengan
masyarakat tidak begitu rumit karena
melibatkan orang yang mempunyai
kekuasaan yang dibantu oleh birokrat yang
mempunyai informasi lengkap berhadapan
dengan masyarakat sipil yang awam.
Untuk meraih suara terbanyak sebagai
prasyarat, maka para kandidat eksekutif
dan legislatif harus berkampanye untuk
meyakinkan masyarakat bahwa dirinya
adalah yang terbaik memimpin negara atau
daerah. Masalahnya adalah persaingan
dalam merebut suara sebanyak-banyaknya
memerlukan sumberdaya yang sangat besar,
termasuk sumber daya keuangan untuk
kampanye. Dimanapun di dunia ini jumlah
sumber daya adalah terbatas sehingga
dia disebut faktor pembatas (constrains)
sementara keinginan manusia hampir tidak
terbatas.
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
A r t i k e l
28
Interaksi bisa menjadi rumit ketika para kandidat
tidak mempunyai sumber daya pribadi sehingga mereka
harus berkolaborasi dengan pihak produsen (pemodal).
Berbeda dengan konsumen, transaksi dengan produsen
tidak mudah karena mereka adalah orang pintar dan
tidak mau rugi dalam setiap transaksi. Disinilah timbulnya
kemungkinan jual beli barang berupa janji “kalau saya
terpilih” dengan produsen. Jual beli janji inilah yang
menyebabkan pembangunan menjadi terhambat kemudian
hari setelah terpilih. Dampak penting lainnya adalah
lingkungan menjadi rusak karena hutan, pertambangan,
sumberdaya alam dan sumberdaya finasial dan lainnya
terlanjur telah dijadikan agunan kepada mereka. Dalam
rangka menebus agunan itulah maka terjadilah berbagai
bentuk penyelewengan, seperti korupsi, suap menyuap
untuk membayar hutang.
Dalam proses untuk mencapai tujuan antara para
kandidat akan bersaing ketat untuk memaksimumkan
suara (vote) dan produsen akan bersaing ketat juga untuk
mendapatkan profit yang maksimum dengan menawarkan
jasa kepada para kandidat. Transaksi jual beli janji ini
semakin ramai dan riuh karena adanya pemain dibelakang
layar, yaitu para pelobi, NGO dan interest group lainnya
yang didukung oleh perusahaan-perusahaan besar dalam
negeri maupun multinasional, bahkan negara asing juga ikut
bermain. Para pelobi ini bukan orang sembarangan karena
mereka didukung oleh modal yang kuat dan mewakili
kepentingan perusahaan masing-masing bahkan membawa
kepentingan negara-negara besar. Semuanya berlomba
ingin mempengaruhi kandidat dan berusaha jagoannya
nanti akan menang dalam pertarungan Pemilihan Umum.
Bila jagoannya menang maka para pelobi ini akan semakin
mudah mengendalikan para anggota legislatif dan para
pemimpin negara atau daerah tersebut. Jangan heran
kalau pemerintah kadang-kadang lebih mendahulukan
kepentingan negara asing dari pada kepentingan nasional.
Proses transaksi ini berakibat pada runtuhnya idealisme
bangsa, terkurasnya sumberdaya alam negara, rusaknya
lingkungan, ketidakefisienan penggunaan anggaran
negara, hilangnya kedaulatan negara, menimbulkan
eksploitasi oleh orang kuat dan kaya terhadap orang miskin
dan lemah, bahkan eksploitasi negara kuat terhadap negara
lemah serta melebarnya ketimpangan antara negara-negara
maju dengan negara sedang berkembang. Dari semua
proses transaksi ekonomi dan politik ini yang menjadi
korban adalah masyarakat.
Asumsi symmetric information
Apakah sifat bawaan yang diuraikan diatas merupakan
malapetaka sehingga yang mendorong terjadinya
kehancuran di muka bumi? Menurut teori ekonomi klasik
yang diusung oleh ideologi kapitalis ini bukan malapetaka,
bahkan sifat-sifat diatas merupakan berkah yang hanya
dimiliki oleh manusia yang telah mendorong kemajuan
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
A r t i k e l
29
peradaban suatu bangsa. Karena sifat-sifat tersebutlah
maka tercipta teknologi canggih yang kita pakai sekarang
ini yang dibuat oleh perusahaan besar yang didorong oleh
keinginan untuk mencari untung yang setinggi-tingginya
kemudian dibeli oleh konsumen yang ingin mendapatkan
kepuasan yang maksimal. Jadi tidak ada yang salah
karena sifat-sifat bawaan tersebut didampingi oleh satu
asumsi penting yang mengawalnya sehingga tidak terjadi
eksploitasi oleh orang kaya dan kuat terhadap orang miskin
dan lemah, yaitu asumsi symmetric information dan bentuk
pasar yang bersaing sempurna (perfectly competitive
market). Bahwa setiap orang mempunyai informasi yang
sama sehingga tidak terjadi ketimpangan informasi.
Informasi adalah kekuatan (power) sehingga setiap orang
pada prinsipnya adalah sama kuatnya dan tidak mungkin
orang yang sama kuat mengeksploitasi dan menipu orang
kuat lainnya. Dalam hal perang, Amerika, Rusia dan
China tidak akan pernah saling menyerang karena sama
kuat. Tetapi yang terjadi di negara-negara bekembang
kenyataannya telah terjadi eksploitasi yang luar biasa. Kok
bisa? Karena asumsi symmetric information tersebut adalah
asumsi yang sangat ketat sehingga tidak mungkin terjadi
secara umum. Makanya kita lihat Indonesia tidak berkutik
dalam hal peninjauan ulang kontrak tambang emas Free
Port di papua dan kontrak-kontrak tambang lainnya
walaupun kontrak tersebut sangat merugikan Indonesia
dan merusak lingkungan.
Dalam alam “demokrasi pasar ala dagang sapi”
seperti di Indonesia distribusi informasi tidak merata dan
simpang siur sehingga memudahkan bagi kelompok elit
untuk memanipulasi masyarakat dengan janji manis yang
tidak masuk akal dalam kampanye. Masyarakat belum
bisa menentukan pilihan terbaik dari alternatif pilihan
yang ditawarkan sehingga mereka masih bertanya “siapa
yang harus dipilih”, bukan “kenapa harus memilih dia”.
Ditambah lagi dengan sifat “cepat lupa”
Maka tidak aneh kalau proses kesalahan memilih
pemimpin berulang setiap 5 tahun baik pemimpin nasional
maupun daerah karena ketidakmampuan menentukan
pilihan terbaik karena minimnya informasi dan sifat pelupa.
Minimnya informasi yang dipunyai oleh konsumsen atau
masyarakat disebabkan karena masyarakat tidak peduli
dan tidak mau mencari informasi tentang track record dan
karakter seorang kandidat. Ini sangat logis karena untuk
mendapatkan informasi memerlukan biaya yang tidak
murah, baik financial maupun waktu. Akibatnya tujuan
jangka panjang pembangunan nasional berkelanjutan tidak
kunjung tercapai karena sering terlupakan atau sengaja
dinomorduakan karena kuatnya tekanan untuk mencapai
tujuan antara. Tujuan jangka panjang hampir tidak mungkin
dicapai kalau tujuan antara belum diraih, apalagi dalam
alam demokrasi minus moral dan intergritas.
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
30
L i p u t a n
LINGKUNGAN HIDUP DIMATA POLITISIWawancara dengan : Ir. H. Arsyadjuliandi Rachman, MBA (Anggota Komisi VII DPR RI)
Isu politik lingkungan dan ekonomi merupakan dua kutub yang saling berlawanan.
Para ahli ekonomi berkeyakinan bahwa sumber daya alam diperlukan sebanyak-
banyaknya untuk mengakomodasi keperluan manusia sedangkan para pemerhati
lingkungan memaknai pemanfaatan sumber daya alam sesuai dengan koridor dan
tingkat kecukupan akan sumber daya sampai pada kurun waktu yang tak terhingga.
Dalam kaitannya dengan kebijakan negara, berbagai instansi pemerintah baik di
tingkat daerah maupun tingkat pusat belum menunjukkan komitmen bersama dalam
mewujudkan pengurangan laju eksploitasi sumber daya alam.
Dalam hal ini tim redaksi suara bumi berkesempatan untuk mewawancarai
anggota Komisi VII DPR RI Ir. H. Arsyadjuliandi Rachman, MBA untuk membahas
bagaimana lingkungan hidup dimata politisi. Berikut petikan wawancaranya :
Dewasa ini negara kita mengutamakan eksploitasi sumber daya alam sebesar-besarnya
untuk kemakmuran bangsa (pendapatan devisa). Bagaimana menurut Bapak?
Kekayaan sumber daya alam Indonesia dipahami pemerintah sebagai modal penting
dalam penyelenggaraan pembangunan nasional. Karena itu, atas nama pembangunan,
optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam diarahkan pada pengejaran target
pertumbuhan ekonomi (economic growth development), demi peningkatan
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
31
L i p u t a n
pendapatan dan devisa negara (state revenue), dalam
praktiknya terkadang pemanfaatan sumberdaya alam
dilakukan tanpa memperhatikan prinsip-prinsip keadilan,
demokratis, dan keberlanjutan fungsi sumberdaya alam.
Implikasi yang akan ditimbulkan dari praktik-praktik
pemanfaatan sumber daya alam yang mengedepankan
pencapaian pertumbuhan ekonomi semata adalah
timbulnya kerusakan dan degradasi kuantitas maupun
kualitas sumberdaya alam, seperti : kerusakan hutan secara
masif, kerusakan terumbu karang, pencemaran limbah,
perubahan bentang alam, kerusakan tanah serta hilangnya
keanekaragaman hayati diatasnya, dsb.
Apabila disimak dari percaturan politik Indonesia, sangat
sedikit politisi kita yang membawa dan mengemban misi
lingkungan hidup secara khusus dalam proses pemilihannya,
baik di tingkat legislatif maupun di eksekutif. Bagaimana
sebaiknya (apa yang dapat dilakukan) untuk meningkatkan
dan memperbaiki citra lingkungan hidup dimata politisi?
Lingkungan merupakan isu mendasar yang terpinggirkan
di tengah hiruk pikuk isu-isu politik di permukaan,
bahkan dalam MDG’s persoalan lingkungan (sustainable
development) menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Proses demokratisasi di Indonesia yang berkembang saat
ini belum diimbangi dengan kesadaran kolektif tentang
penyelamatan bumi dari kehancuran daya topang
lingkungan. Isu tentang lingkungan hidup ternyata belum
mendapatkan tempat secara proporsional. Ini setidaknya
dapat dilihat dari masih sedikitnya (jika tidak dikatakan tidak
ada) partai yang mengusung isu penyelamatan lingkungan
hidup, apalagi melakukan tindakan nyata dalam hal
penyelamatan lingkungan. Bahkan, keputusan-keputusan
politik yang diambil banyak menyengsarakan lingkungan.
Untuk itu, hal-hal yang bisa dilakukan untuk memperbaiki
ekopolitik antara lain adalah meningkatkan akselerasi
: (1) Peran partai politik untuk meningkatkan standar
seleksi kader partai yang akan dipromosikan menduduki
posisi politik baik di legislatif maupun di eksekutif adalah
kader partai yang memiliki wawasan tentang fungsi
strategis lingkungan hidup dan berkomitmen nyata
dalam penyelamatan lingkungan; (2) Peningkatan Peran
Pemerintah dalam melakukan edukasi kepada masyarakat
tentang lingkungan hidup serta memperketat pengawasan
sekaligus penegakan hukum secara konsisten bagi para
perusak lingkungan; (3) Peran civil society dalam melakukan
advokasi dan pendampingan masyarakat terhadap proses
penyelamatan lingkungan.
Masyarakat saat ini sangat kritis terhadap yang dikatakan
politisi. Dari sisi lingkungan hidup, sebenarnya ini
sangat menguntungkan apabila ada politisi yang fokus
dalam menyuarakan lingkungan hidup secara utuh dan
menyeluruh. Bagaimana menurut Bapak tentang hal ini?
Saya sangat sependapat dan itu tepat sekali. Begini,
selain berhubungan dengan peran negara, daya kritis
masyarakat terkait isu lingkungan hidup ini juga berkait
erat dengan knowledge, power, dan interest. Knowledge
(scientific) sangat berguna dalam membantu mengatur
agenda, mempengaruhi pola pikir dan power, dan
membentuk dugaan berdasarkan ada prioritas dan
interest. Artinya eksistensi masyarakat yang kritis ini harus
dipandang sebagai modal sosial (social equity) bagi proses
pembangunan budaya politik yang sehat.
Mengapa sangat sedikit politisi yang mau bicara tentang
lingkungan hidup?
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
• Nama : Ir. H. Arsyadjuliandi Rachman, MBA
Panggilan : Andi Rachman
• Lahir : Pekanbaru
• Tanggal : 08 Juli 1960
• Isteri : Sisilita
• Anak : Arsilia Arsyadjuliandi
• Orang tua : - H. Abd. Rachman Syafei (Ayah)
(pengusaha daerah Riau dengan bendera
perusahaan PO. SINAR RIAU)
- Hj. Asma Hasan (ibu)
• Anak ke : 5 dari 10 bersaudara
PENDIDIKAN :
• SDN 14 Pekanbaru (1967 - 1972)
• SMPN 4 Bukittinggi (1973 - 1975)
• SMAN 3 Yogyakarta (1976 - 1980)
B I O D A TA
32
L i p u t a n
Related dengan statemen saya diatas tadi, penyebabnya
adalah lemahnya knowledge, power, dan interest dari politisi
dan partai politik dalam menemukenali perkembangan
isu lingkungan, serta menyerap, menyuarakan dan
memperjuangkan aspirasi penyelamatan lingkungan hidup.
Satu hal yang patut juga kita pahami, isu lingkungan dalam
konteks ekonomi global, banyak dimanfaatkan oleh negara
pesaing produk nasional kita sebagai bahan propaganda
politik maupun untuk persaingan bisnis (ekonomi).
Untuk menaikkan rating kementerian lingkungan hidup,
apa sebaiknya Menteri LH berasal dari kalangan politisi
bukan berasal dari kalangan akademisi atau teknokrat.
Bagaimana menurut Bapak?
Apapun bidang atau profesi yang kita tekuni, idealnya
dilakukan dengan profesionalisme, dalam artian kita harus
mampu beradaptasi serta berupaya memahami bidang atau
profesi tersebut secara komprehensif. Demikian juga untuk
suatu jabatan strategis, selain integritas dan kredibilitas
untuk melakukan komitmen nyata, akan sangat ditentukan
oleh kapasitas, kapabilitas dan kompetensi seseorang
yang menduduki jabatan tersebut. Jadi, menurut saya
tidak ada jaminan politisi lebih baik dari akademisi atau
teknokrat dalam memimpin sebuah kementerian, demikian
juga sebaliknya, jika dalam melaksanakan perannya
tidak dengan paradigma profesional. Darimana pun
seorang menteri itu berasal memiliki peluang yang sama
untuk mampu meningkatkan rating kementerian yang
dipimpinnya, termasuk di kementerian lingkungan hidup.
Rating organisasi akan naik dengan sendirinya ditentukan
oleh strong leadership dan good corporate governance
dalam organisasi tersebut.
• Fak. Pertanian Univ.Sebelas Maret (1980 - 1985)
• MBA Marketing Track, Oklahoma City University, USA (1986 - 1987)
PEKERJAAN :
• Chairman Riau Muda Group ( 2004 - sekarang)
• Dirut PD. Sarana Pembangunan Riau (1999 - 2004)
• Komisaris PT. Sarana Riau Ventura (1996 - 1998)
PENGABDIAN ORGANISASI :
• Anggota DPR - RI / MPR - RI 2009 - 2014
• Anggota DPRD Provinsi Riau Periode 2004 - 2009
• Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia 2010 - sekarang
• Ketua Umum KADIN Provinsi Riau ( 2001 - 2011)
• Ketua Umum BPD HIPMI Riau ( 1989 - 2002)
• Wakil Ketua Kadin Tk. I Riau (1990 - 2001)
• Bendahara Umum ICMI Orwil Riau (1991 -2006)
• Ketua Umum BPD ARDIN Prop. Riau (1996 - 2001)
• Wakil Bendahara GOLKAR Riau (1998 - 2003)
• Ketua HISWANA MIGAS Riau Daratan (2001 - sekarang)
• Wakil Ketua IKMR Provinsi Riau
• Wakil Bendahara KNPI Provinsi Riau
• Bendahara KONI Riau 1999 - 2004
• National Director IMT - GT Indonesia Business Council (2003 - 2010)
• Wakil Ketua Sekretariat Nasional Kerjasama Ekonomi Sub Regional
(KESR) Kantor Menko Perekonomian R.I (2005 - 2010)
• Bendahara Umum GOLKAR Riau (2003 - 2010)
• Wakil Sekjen DPP Golkar 2010 - sekarang
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
33
L i p u t a n
Sampah Membawa Soffia Seffen, SHke Istana Memboyong Kalpataru
Sampah .......sebagian besar masyarakat masih menganggap benda yang tidak
berguna bahkan menggangu. Lain halnya dengan Soffia, hampir setiap hari
bergelut dengan sampah tanpa kenal lelah. Soffia yang setiap harinya bekerja
di PPE Sumatera dari Senin hingga Jumat, namun di hari yang seharusnya ia bisa
beristirahat dan berkumpul dengan keluarga justru di hari tersebut (Sabtu dan Minggu)
sibuk dengan sampah. Apa saja yang dilakukan Soffia ?
Menyadarkan masyarakat terhadap sampah, yakni:
- Mengajak masyarakat untuk memilah sampah organik dan anorganik
- Mendaur ulang sampah sehingga mempunyai nilai jual
- Membentuk Bank sampah baik di sekolah maupun di pemukiman
- Membantu Menjalankan CSR perusahaan yang berkaitan dengan pengelolaan
lingkungan terutama sampah plastik
Pekerjaan yang dilakukan dari hati dan dengan kemauan yang keras serta
melibatkan seluruh keluarga ternyata membuahkan hasil yang cukup memuaskan
dimana hingga saat ini hasil yang telah dicapai sangat membanggakan antara lain:
1. Berhasil mengolah sampah an organik hingga hampir 30 ton sehingga tidak
dibuang lagi ke TPA dan memperpanjang umur TPA secara tidak langsung
2. Berhasil menambah penghasilan 60 tenaga kerja di Pekanbaru dan beberapa
masyarakat di kota/kabupaten lain untuk mengolah sampah dan meningkatkan
perekonomian masyarakat ekonomi lemah
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
34
L i p u t a n
3. Berhasil merubah pola pikir dan perilaku 60 sekolah
terhadap sampah yang selama ini dibuang dan diba-
kar. Sekarang sekolah-sekolah sudah mengumpulkan
sampahnya dan ditabung ke bank sampah
4. Berhasil mendapatkan juara dua tingkat nasional dalam
panilaian PHBS dalam melakukan pengelolaan sampah
jadi kerajinan
Tidak sedikit yang mengikuti dan bergabung dengan
Soffia, ini tentunya berkat kegigihannya membawa
masyarakat untuk selalu peduli terhadap lingkungan
terutama sampah plastik. Mereka tidak segan-segan
untuk berdiskusi dan datang secara kontinyu hanya
untuk membicarakan masalah sampah yang selama ini
menggangu lingkungan mereka. Siapa saja yang sudah
bergabung untuk menyelamatkan lingkungan tersebut?
1. SMU 1 Pekanbaru
2. SMU 8 Pekanbaru
3. SMK 1 Pekanbaru
4. SMK 2 Pekanbaru
5. SMK 4 Purwodadi Pekanbaru
6. SMK Bina Profesi Pekanbaru
7. SMK PGRI Pekanbaru
8. SMK Pertanian Pekanbaru
9. SD 005 Bukit Raya Pekanbaru
10. SD 001 Cinta Raja Pekanbaru
11. SD 38 Pekanbaru
12. SD 88 Pekanbaru
13. SD 95 Pekanbaru
14. SD Al Azhar Pekanbaru
15. SD 20 Pekanbaru
16. SD 20 Pekanbaru
17. SD 65 Rumbai Pekanbaru
18. SD 86 Rumbai Pekanbaru
19. SD 107 Rumbai Pekanbaru
20. SD 63 Rumbai Pekanbaru
21. SD 150 Rumbai Pekanbaru
22. SD 124 Pekanbaru
23. SD 159 Pekanbaru
24. SD 138 Pekanbaru
25. SD 84 Pekanbaru
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
35
L i p u t a n
26. SD 68 Pekanbaru
27. SD 92 Rumbai Pekanbaru
28. SD 003 Rumbai Pekanbaru
29. SD 7 Tanjung Uban Pekanbaru
30. SD 24 Tanjung Uban Pekanbaru
31. MTs Al Ijtihad Rumbai Pekanbaru
32. SD Al Ijtihad Rumbai Pekanbaru
33. TK, SD, SMP, SMA Al-Azhar Pekanbaru
34. Stikes Hangtuah Pekanbaru
35. Fakultas Ilmu Lingkungan UNRI Pekanbaru
36. Fakultas Kehutanan UNILAK Pekanbaru
37. TK Harapan Bunda Pekanbaru
38. Perumahan Sidomulyo Pekanbaru
39. Pemukiman di Tampan Pekanbaru
40. Perumahan Dosen Unri Garuda Sakti Pekanbaru
41. Perumahan Permata Panam Pekanbaru
42. Perumahan Payung Sekaki Kabupaten Kampar
43. Perumahan Pandau Permai Kabupaten Kampar
44. Bu War dan kelompok pengrajin Jl. Cut Nyak Dien Ka-
bupaten Kampar
45. Pemukiman Jl. Pahlawan Kerja Pekanbaru
46. Perumahan Jl. Purwodadi Pekanbaru
47. Perumahan Vila Permata Permai Pekanbaru
48. Perumahan Vila Flamboyan Jl. Srikandi Panam Pekan-
baru
49. Pemukiman Jl. Penghijauan Tangkerang Timur Pekan-
baru
50. Pemukiman Limbungan (KUBE) Kelurahan Rumbai Pesisir
Pekanbaru
51. Bank Sampah Mitra Karya Jl. Pemuda Tampan Pekan-
baru
52. Bank Sampah Pelangi Kabupaten Siak Sri Indrapura
53. Kelompok daur ulang Kecamatan Mempura Kabupaten
Siak Sri Indrapura
54. Bank Sampah Darul Ahklak Kabupaten Rokan Hulu Pasir
Pangaraian
55. SMA Unggulan Pasir pangaraian
56. Bank sampah Peduli kec. Teluk Besung Pelalawan
57. Bank sampah Kec. Ukui Kab. Pelalawan
58. Bank Sampah Peduli Kota Bukittinggi
59. 4 sekolah di Bukittinggi
60. Bank Sampah Peduli Kelurahan Situjuh Kota Payakumbuh
61. Kelompok daur ulang Kelurahan Koto Tuo Kota
Payakumbuh
SENIN SELASA RABU KAMIS JUMAT SABTU SETIAP
BULAN/STLH
BANYAK SDN 20 Jl. Kulim
SDN 65 Rumbai
SD 88 Jl. Sutomo
SMK PGRI Jl. Pandan
SD 83 Jl. Pontianak
SD 95 Jl. Kulim
Perum Kenanga Indah (bu Nel)
SDN 175 Jl. Pemudi
SDN 63 Rumbai
SMK 1 Jl. Merbabu
SD Al Azhar Jl. Arifin ahmad
SD 132 Jl. Kampar
SD Cinta Raja Patimura
Perum Sidomulyo (bu wati)
SDN 142 Jl. Muara Fajar
SDN 150 Rumbai
SD 07 Tl. Uban
SMK Bina Profesi Jl. Arengka
SD 62 Jl. Sekuntum
SD 26 Jl. Patimura
Perum tangkerang Labuai (umi dan Bu Een)
SDN 159 Jl. Muara Fajar
SD Al Itihad Rumbai
SD 24 Tj. Uban
SMKN 4 Jl. Purwodadi
SD 82 Jl. Sekuntum
SMA 1 Jl SSq
Perum Garuda Sakti (Bu Isriwati)
Mts al Itihad Rumbai
SDN 41 Jl. Durian
SMK Pertanian Marpoyan
Perum Brimob (Bu Lilik)
SD Muhamadiah Rumbai
SDN 106 Rumbai
SMK Pertanian Marpoyan
Kelurahan Labuai (bu Diah)
SDN 150 Rumbai
SDN 107 Rumbai
Perum Pandau Permai
Perum Permata Ratu Labuai (Bu Isah)
SDN 92 Rumbai
SDN 39 Rumbai
Jl. Pahlawan kerja (doyok)
SDN 84 Rumbai
SDN 55 Rumbai
TK. Harapan Bunda (Bu Linda)
SDN 86 Rumbai
Stikes Hangtuah
BLH Kota Pekanbaru Jl. Pepaya
PPE Sumatera Jl. Hr. Soebrantas
Bank sampah Mitra Karya
Bank sampah Mitra Karya
Kantor Kadin Jl. Sudirman
Masy. sekitar Masy. sekitar Masy. sekitar
Masy. sekitar Masy. sekitar Masy. sekitar
Masy. sekitar
Jadwal PenjemputanBank Sampah Sekolah dan Pemukiman Kota Pekanbaru
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
36
L i p u t a n
Kegiatan mengajak masyarakat dari tingkat paling
rendah hingga tingkat Universitas tidaklah segampang
membalikkan telapak tangan dan tidak juga dengan modal
yang sedikit yang telah dikorbankan oleh Soffia, Suami
tercinta dengan ikhlas melepaskan pekerjaannya turut
berpartisipasi menyelamatkan sampah. Di samping itu juga
materil, moril dan waktu yang cukup panjang yang bisa
menjadikan masyarakat bisa berubah antara lain:
1. Menyediakan sarana berupa tempat pelatihan daur
ulang( 6m x8m),
2. Ruang untuk membuat kerajinan (4mx 9m),
3. Gudang bank sampah (8m x 9m),
4. Mesin jahit beberapa buah yang sebagian dibagikan
ke masyarkat kurang mampu untuk menjahit plastik
kemasan
5. Etalase dan lemari untuk hasil daur ulang
6. Mobil bank sampah keliling yang memfasilitasi sekolah-
sekolah dan pemukiman di kota Pekanbaru
7. Memfasilitasi para murid dan masyarakat untuk belajar
daur ulang berupa perlengkapan daur ulang,
8. Memfasilitasi seluruh bank sampah-bank sampah Kota
Pekanbaru berupa buku tabungan dan timbangan
9. Membentuk Koperasi Simpan –Pinjam untuk kelompok
masyarakat yang dibayar dengan sampah/daur ulang
10. Masih banyak lagi yang lainnya.
Perjalanan panjang menyelamatkan lingkungan tidak
akan terhenti hingga akhir hayat, karena pekerja ini bukan
pekerjaan sia-sia tetapi pekerjaan yang bermanfaat bagi
hajat hidup orang banyak. Sejak kapan Soffia mulai Peduli?
1. Pada awal tahun 2005 hingga 2007, (Soffia yang bekerja
sebagai staf di PPE Sumatera) sering mengikuti pelati-
han pengolahan sampah organik dan an organik yang
diselenggarakan oleh PPE Sumatera dengan narasumber
ibu Arini Bambang dari Jakarta (menerima kalpataru
tahun 1997 /usia 73 tahun). Melihat usia dan kegigihan
serta semangat yang tinggi maka Soffia tergugah untuk
melakukan hal yang sama.
2. April 2007 mulai mensosialisasikan pengelolaan sampah
baik organik maupun an organik ke masyarakat disekitar
rumah dan beberapa lokasi (RT, RW dan masjid-masjid
di Pekanbaru)
3. Melihat kondisi pengolahan sampah yang ada di kota
pekanbaru, dimana belum ada upaya dalam penge-
lolaan sampah an organik terutama plastik membuat
Soffia lebih peduli untuk mengelola sampah plastik
tersebut mengingat sampah plastik membutuhkan
waktu ratusan tahun untuk bisa terurai oleh tanah .
4. September 2007, mulai mengajak pemulung sekitar
rumah dan TPA Muara Fajar Pekanbaru mengumpulkan
Bank Sampah Sekolah (melatih sejak dini)
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
Mobil Bank Sampah
37
L i p u t a n
sampah kemasan plastik dan mengajarkan cara men-
cuci dan membersihkan sampah plastik untuk dibuat
kerajinan
5. September 2007 dari hasil penyuluhan ke kampung-
kampung mulai mengumpulkan 3 orang ibu-ibu/ma-
syarakat ekonomi lemah (bu Utin/Ibu rumah tangga, Bu
Epi , pemulung dan Bu Titin , ibu rumah tangga) yang
mau mendaur ulang sampah dengan cara dijahit)
6. September 2007 mulai memamerkan hasil karya daur
ulang dengan cara membuat tas dari sampah plastik dan
dibawa ke pasar setiap minggu untuk wadah belanja
7. Desember 2007 terbentuk kelompok pendaur ulang
dengan nama Dalang (daur Ulang) Collection yang
dibentuk dirumah Soffia di jl. Gajah No. 33 Kel. Rejosari
Kulim. Untuk sementara, ruang keluarga digunakan
sebagai tempat pengumpulan sampah.
Pengrajin daur ulang Jl. Pahlawan Kerja
Bank Sampah Perum Dosen UNRI Garuda Sakti
Bank Sampah Berlian Mandiri Pekanbaru
Pngrajin daur ulang Jl. Buroq Tampan
Bank Sampah Perum Sidomulyo
Bank Sampah Mitra Karya Pekanbaru
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
38
8. Hingga akhir 2008 daur ulang yang dibuat oleh ibu-ibu
sebagian besar tidak layak jual karena tidak rapi, tetapi
Soffia selalu membayar upah mereka agar mereka tidak
putus asa dan dengan harapan agar ibu-ibu tersebut
mau mengolah sampah dan cinta terhadap lingkungan
9. Hingga akhir tahun 2009 kerajinan ini semakin meluas
dan banyak masyarakat terlibat
10. Tanggal 22 Februari 2010 kegiatan daur ulang diresmi-
kan oleh Bapak Herman Abdulah Walikota Pekanbaru
11. Tanggal 22 Desember 2011 untuk pertama kalinya
mensosialisasikan dan membuka Bank sampah dengan
melibatkan KADIN, LSM Secom dan BNI Pekanbaru
12. Tanggal 22 Desember 2011 mobil pinjaman PKBL dari
BNI untuk pengoperasian Bank Sampah sudah bisa
berjalan
13. Tanggal 21 Februari 2012 peresmian Bank Sampah oleh
Walikota Pekanbaru Firdaus MT di Bank Sampah Dalang
Collection Jl. Gajah no. 33 Pekanbaru.
14. Tanggal 10 November 2012 Peluncuran Yayasan Ko-
munal (Komunitas Aksi Lingkungan) Riau dimana Soffia
sebagi ketua yang nantinya dapat mengembangkan
kegiatan pengelolaan sampah untuk seluruh Propinsi
Riau yang diresmikan oleh Wakil Walikota Pekanbaru
bersama Kepala PPE Sumatera, Anggota DPR RI Komisi
VII Jakarta, Direktur Eksekutif Kadin Propinsi Riau, Ketua
LSM Secom Institute serta dihadiri oleh 250 peserta dari
seluruh cabang bank sampah yang dibina oleh Soffia.
15. Tanggal 10 November 2012 dibentuk Bank Sampah
Mitra Karya sebagai bank sampah ke 2 di Pekanbaru
yang dikelola oleh Soffia untuk memfasilitasi sekolah-
sekolah yang ada disekitar bank sampah
16. Tanggal 21 Februari 2013 Peresmian bank sampah
sekolah secara massal oleh Walikota Pekanbaru
17. Tanggal 2 Mei 2013 SK Walikota Pekanbaru No. 213/
NKB/BS/05/2013 tentang penandatanganan naskah
kesepakatan kerjasama Bank Sampah dengan beberapa
instansi antara lain Walikota Pekanbaru, Dinas Pendi-
dikan Kota Pekanbaru, Dinas Perindustrian dan Perda-
gangan Kota Pekanbaru, BLH Kota Pekanbaru, Dinas
Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru, dengan
Bank Sampah Dalang Colection (Yayasan Komunal).
Hal ini diharapkan agar tercipta lingkungan yang bersih
dan sehat serta Turut berpartisipasinya pemerintah Kota
Pekanbaru dalam menjaga lingkungan
18. Hingga saat ini Soffia selalu mengkampanyekan penge-
lolaan dan pemanfaatan sampah terutama an-organik
dengan mengembangkan Bank Sampah yang makin
meluas dan nasabahnya semakin meningkat berkat
kegiigihannya.
Tidak terasa pengabdian untuk menyelamatkan
sampah telah masuk tahun ke 6 (enam). Pengorbanan
yang dilakukan dengan ketulusan hati dan semangat
yang tinggi membawa Soffia untuk meraih penghargaan
Anugerah Kalpataru dari Presiden RI pada bulan Juni
2013, yang selama ini tidak pernah dibayangkan oleh
Soffia. Penghargaan Anugerah Kalpataru merupakan suatu
penghargaan yang bukan hanya untuk dibanggakan dan
hanya sebagai pajangan, menurutnya Kalpataru adalah
merupakan tanggu jawab terhadap lingkungan dan
masyarakat yang harus lebih ditingkatkan.
Mereka yang peduli:
CSR Pertamina Kadin Prof. Riau
L i p u t a n
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
39
Masih banyak program pengelolaan sampah yang
akan dilakukan oleh Soffia kedepan antara lain:
1. Membayar listrik dengan sampah (sampah bersinar,
dimana masyarakat kota pekanbaru masih banyak sekali
tidak mampu membayar listrik. Dan dengan sampah
kedepan masyarakat dapat membayar listrik serta men-
jadikan kota pekanbaru lebih bersih lagi. (kerjasama
dengan CSR PLN Cabang Kota Pekanbaru)
2. Memanfaatkan sampah kemasan mie instan menjadi
kerajinan daur ulang (Kerjasama dengan CSR PT. Indo-
food Kota Pekanbaru)
3. Membentuk Bank Sampah dan kelompok daur ulang
dengan masyarakat Sei Pakning Kab. Bengkalis (Beker-
jasama dengan CSR Pertamina Sei Pakning)
4. Memanfaatkan sampah kantin sekolah (organik) seb-
agai pakan ternak lele, dimana selama ini sisa kantin
sekolah dibuang percuma (Bekerjasama dengan Pemda
Kota Pekanbaru dan sekolah-sekolah yang ada dikota
Pekanbaru)
5. Membentuk kota tanpa TPA (bekerjasama dengan
Universitas Indonesia (UI) Prof. Boy, Stikes Hangtuah
Pekanbaru, Pemda Kota Pekanbaru)
Mulai dari diri sendiri, Bekerja dengan hati dan berani
berkorban merupakan motto Soffia dalam menyelamatkan
lingkungan.
Anggota Dewan Komisi VII Bpk Andi Rahman dan seluruh kelompok Bank Sampah Dalang Collection
beserta Walikota Pekanbaru
Tim Penilai Kalpataru beserta BLH Prov. Riaudan BLH Kota Pekanbaru
Pelatihan masyarakat Kabupaten Pelalawan
Masyarakat dan pelajar Kabupaten Siak
L i p u t a n
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
K e g i a t a n
40
Tim Pokja DAS Batanghari MEMPERSIAPKAN PELAKSANAAN
SEMINAR PENGELOLAAN DAS BATANGHARI
DAS Batanghari merupakan DAS yang melintasi
4 wilayah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera
Barat dan 10 wilayah kabupaten/kota di Provinsi
Jambi. Berdasarkan Data Kementerian Kehutanan tahun
2010, DAS Batanghari termasuk salah satu dari 22 DAS
di wilayah Indonesia yang menjadi prioritas karena masuk
dalam kategori kritis. Berbagai program telah diadakan
untuk memperbaiki kondisi DAS Batanghari, namun karena
dilaksanakan secara sektoral dan kedaerahan, kondisi DAS
Batanghari tidak pernah membaik. PPE Sumatera pada
pertemuan tanggal 30 – 31 Mei 2011 telah memfasilitasi
pembentukan forum kerjasama antar daerah Sekretariat
Bersama Perlindungan dan Pengelolaan DAS Batanghari
yang melibatkan semua stakeholder terkait.
Pada pertengahan tahun 2013, kasus pencemaran
dan kerusakan DAS Batanghari menghangat. Seiring
dengan keberadaan Sekretariat Bersama Perlindungan dan
Pengelolaan DAS Batanghari, PPE Sumatera bermaksud
memfasilitasi kegiatan “Seminar Pengelolaan DAS
Batanghari Dalam Rangka Kerjasama Antar Daerah Bersama
Masyarakat”.
Sehubungan dengan rencana kegiatan tersebut,
Tim PPE Sumatera dan Tim Pokja Sekretariat Bersama
Perlindungan dan Pengelolaan DAS Batanghari mengadakan
pertemuan pada tanggal 26 Juli 2013 di Ruang Rapat PPE
Sumatera. Tim Pokja DAS Batanghari yang terdiri dari Dr.
Ardinis Arbain (PSL UNAND), Mahdi (PSL UNAND), Bujang
Rusman (PSL UNAND), Aswandi (PSL UNJA/Forum DAS
Batanghari), Sunarti (PSL UNJA), Husni Thamrin (LSM Pinang
Sebatang, Provinsi Jambi) dan Afnizal (LSM Q-Bar, Provinsi
Sumatera Barat). Pertemuan yang dimaksudkan sebagai
bagian dari persiapan pelaksanaan Seminar Pengelolaan
DAS Batanghari pada akhir tahun ini, menghasilkan
Rancangan Awal Pelaksanaan Seminar Pengelolaan DAS
Batanghari.
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
K e g i a t a n
41
APARAT PEMDA KAB/KOTA MENGIKUTI PELATIHAN SPM TENTANG BIOMASSA
Penerapan dan pencapaian SPM di Indonesia,
khususnya di Sumatera masih rendah. Pada tahun
2011 penerapan SPM di Sumatera hanya 35
kabupaten/kota dari 149 kabupaten/kota di Sumatera.
Pencapaian SPM di Sumatera pun pada tahun 2011
hanya 69 % - 49 % - 11 % - 69 %, masing – masing
untuk pelayanan pencegahan pencemaran air, pelayanan
pencegahan pencemaran udara, pelayanan penyediaan
informasi status kerusakan lahan / tanah untuk produksi
biomassa dan pelayanan tindak lanjut pengaduan
masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan. Demikian disampaikan oleh Ir. Muh.
Ilham Malik, MSc, Kepala PPE Sumatera pada kegiatan
Peningkatan Kapasitas Aparat Pemda dalam Penerapan dan
Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan
Hidup. Kegiatan tersebut diselenggarakan pada tanggal
18 – 21 Juni 2013 di Hotel Nagoya Plasa, Batam, Provinsi
Kepulauan Riau.
Rendahnya penerapan dan pencapaian SPM
Kabupaten/kota di Sumatera membuat PPE Sumatera
memandang perlu meningkatkan kapasitas aparat instansi
pengelola lingkungan hidup kabupaten/kota, khususnya
dalam pelayanan penyediaan informasi status kerusakan
lahan / tanah untuk produksi biomassa. Untuk mendukung
hal tersebut, peserta diberikan materi-materi :
• Tentang SPM, meliputi Pelaksanaan dan Pencapaian
SPM di Sumatera, Urgensi dan Implementasi Permen
LH No 19 dan 20 Tahun 2008 di Daerah serta Tata Cara
Pelaporan SPM Penentuan Status Kerusakan Lahan/
Tanah Untuk Produksi Biomassa
• Tentang informasi status kerusakan lahan / tanah untuk
produksi biomassa, meliputi Pengenalan Konsep Pen-
gendalian Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa,
Tata Cara Penyusunan Peta Kerusakan Lahan / Tanah,
Pengenalan GIS dalam Penyediaan Informasi Status
Kerusakan Lahan/Tanah Untuk Produksi Biomassa dan
Instalasi Program, serta Tata Cara Pengambilan dan
Analisa Sampel Tanah untuk Penentuan Status Keru-
sakan Lahan/Tanah Untuk Produksi Biomassa.
Peserta juga mempraktekkan langsung Penentuan
Status Kerusakan Lahan/Tanah untuk Produksi Biomassa
dengan Perangkat GIS, Pengambilan Sampel Tanah dan
Pelaporan SPM Penyediaan Informasi Status Kerusakan
Lahan/Tanah Untuk Produksi Biomassa. Selain Kepala PPE
Sumatera, narasumber pada kegiatan tersebut adalah Drs.
Amral Fery, MSi (Kepala Bidang Peningkatan Kapasitas,
PPE Sumatera), Tim dari Deputi III / Asdep Kehati dan
Pengendalian Kerusakan Lahan, serta Asdep Kelembagaan
Lingkungan (Deputi VII).
Setelah mengikuti kegiatan ini, diharapkan peserta
mampu melaksanakan dan melaporkan SPM tentang
pelayanan penyediaan informasi status kerusakan lahan /
tanah untuk produksi biomassa.
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
K e g i a t a n
42
BLH DAN DINAS PENDIDIKAN LATIHAN MENILAI SEKOLAH
Sebagai bagian dari Tim Adiwiyata Kabupaten / Kota,
48 orang staf BLH / instansi pengelola lingkungan
hidup dan Dinas Pendidikan dari 26 kabupaten /
kota di Sumatera beserta 36 orang Tim Adiwiyata Sekolah
dari 21 sekolah di Sumatera dan 2 orang staf PPE Sumatera
mengikuti Pembinaan Sekolah Berwawasan Lingkungan.
Kegiatan yang berlangsung di Hotel Dyan Graha Pekanbaru
pada tanggal 22 - 25 Juli 2013 ini dimaksudkan untuk
meningkatkan pemahaman dan kemampuan Tim Adiwiyata
Kabupaten / Kota dalam melakukan pembinaan dan
penilaian dalam pelaksanaan Program Adiwiyata serta
mendorong pelaksanaan Program Adiwiyata di ekoregion
Sumatera.
Program Adiwiyata adalah program bersama
Kementerian Lingkungan Hidup dengan Kementerian
Pendidikan Nasional. Program yang dicanangkan pada
tahun 2005 ini dimaksudkan untuk membentuk kader
- kader lingkungan hidup di tengah masyarakat dari
dunia pendidikan sehingga akan meningkatkan peran
serta masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Untuk meningkatkan keberhasilan dan
keikutsertaan sekolah-sekolah dalam program tersebut,
sejak tahun 2012 peran serta kabupaten/kota diperkuat,
khususnya dalam pembinaan dan penilaian sekolah-
sekolah.
Untuk mendukung tujuan di atas, dalam upaya
mengatasi kendala berupa kurangnya kemampuan SDM
kabupaten/kota dalam melakukan pembinaan dan penilaian
sekolah - sekolah Adiwiyata, dilakukan pembinaan melalui
penyampaian materi (teori), praktek penilaian sekolah dan
diskusi kelompok. Narasumber berasal dari PPE Sumatera
dan Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru (Kepala SMAN 4
Kota Pekanbaru) / Tim Adiwiyata Kota Pekanbaru / Tutor
Sekolah Sobat Bumi, yaitu Hj. Nurhafni, MPd. Materi yang
disampaikan meliputi Kebijakan Pendidikan Lingkungan
Hidup, Mekanisme Program Adiwiyata dan Peranan Pemda,
Langkah – Langkah menuju Sekolah Adiwiyata, Kurikulum
Pendidikan Lingkungan Hidup, Penilaian Program Adiwiyata
(Komponen A, B, C dan D). Praktek penilaian sekolah
dilakukan ke SD 18 dan SD 20 Kota Pekanbaru, sekolah
yang telah mencapai predikat Sekolah Adiwiyata Mandiri.
Setelah mengikuti kegiatan ini diharapkan seluruh
peserta memahami pelaksanaan Program Adiwiyata dan
dapat melakukan pembinaan serta penilaian sekolah dalam
pelaksanaan Program Adiwiyata.
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
43
K e g i a t a n
Penguatan Komisi Penilai Amdal
Kegiatan ini dilaksanakan
di dua tempat yaitu di
Stabat pada tanggal
27-28 Agustus 2013 dan
Medan pada tanggal 29 – 30
Agustus 2013. Kegiatan ini
bertujuan untuk :
• Meningkatkan kapasitas
SDM dalam penerapan
instrumen lingkungan.
• Meningkatkan kapasitas
Komisi Penilai Amdal dalam
penilaian dokumen AM-
DAL.
• Menghasilkan dokumen AMDAL yang bermutu.
Peserta kegiatan Penguatan Komisi Penilai Amdal
Daerah di Stabat terdiri dari Anggota Komisi Penilai Amdal
(KPA) ,Tim Teknis dan Sekretariat KPA Kabupaten Langkat.
Sedangkan di Kota Medan terdiri dari Anggota Komisi
Penilai Amdal (KPA), Tim Teknis dan Sekretariat KPA Kota
Medan.
Hasil kegiatan Penguatan Komisi Penilai Amdal Daerah
diantaranya :
• Dalam pertemuan ini disampaikan materi tentang
Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sumber
Daya Alam, Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 Tahun
2012 tentang Izin Lingkungan, peraturan perundang-
undangan terkait izin lingkungan dan dokumen ling-
kungan, serta Panduan Penilaian Dokumen Amdal.
• Pada pertemuan ini dilakukan bedah dokumen Amdal
dan melakukan uji mutu dokumen (uji konsistensi) yang
dikerjakan secara kelompok. Masing-masing kelompok
membedah dokumen Amdal dengan bidang kegiatan
yang berbeda dan mempresentasikan hasil penilaian
terhadap dokumen Amdal masing-masing kelompok.
• Dari pertemuan dan bedah dokumen yang dilakukan
disimpulkan bahwa masih perlu upaya perbaikan dalam
penilaian dokumen Amdal sehingga mutu dokumen
yang disetujui lebih baik pada masa yang akan datang.
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
44
K e g i a t a n
Peringatan HUT KemerdekaanRI Ke-68 di PPE Sumatera
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
Khasanah Lingkungan
45
Green Village Bali Arsitektur Unik Ramah Lingkungan
Green Village merupakan sebuah desa yang terdiri atas kumpulan bangunan
rumah bambu yang ramah lingkungan yang dibangun di sepanjang Sungai
Ayung oleh Lembaga Pendidikan Green School di Bali. Jarak antara Green
School dengan Green Village bisa dicapai dengan berjalan kaki.
Tidak hanya mengusung konsep hijau, Green Village juga mengusung konstruksi
bangunan yang terlihat unik dibuat dengan menggunakan bambu. Bangunan Green
Village terlihat menakjubkan meskipun berbahan bambu. Desain bangunan dibuat
dengan memperhatikan aspek lingkungan dengan menggunakan material yang
tersedia di alam, tetapi tetap berpikir kreatif untuk memaksimalkan karakteristik
material.
Bentuk jendela dan pintunya bangunan ini didesain terbuka dengan cara diputar.
Semua pintu dan jendela diberi kaca besar transparan sehingga cahaya matahari dapat
keluar masuk dengan bebas. Desain interior rumah ini juga sangat futuristik dan lepas
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
Khasanah Lingkungan
46
dari kesan ketinggalan zaman. Hal tersebut dapat
terlihat dari bentuk kursi, meja, kasur dan furnitur
bamu lainnya yang berbentuk sangat unik, serta
nyaman.
Green Village merupakan desa yang terdiri atas
kumpulan rumah-rumah yang sengaja dibangun
untuk bisa disewakan ke turis, dimana hasil
pendapatan sewa rumah tersebut akan didonasikan
untuk pemberian beasiswa kepada murid-murid di
Green School. Elora Hardy, arsitek sekaligus CEO
dari proyek pembangunan rumah di Green Village,
mengajak para tukang kayu setempat untuk ikut
berpartisipasi merancang pembangunan rumah di
Green Village. Konsep hunian rumah yang hidup
berdampingan dengan pemandangan alam ini,
hanya menggunakan bambu sebagai satu-satunya
bahan bangunan.
Green Village juga merupakan hunian bagi
orangtua siswa yang tinggal di dekat sekolah.
Sekolah yang sudah berdiri sejak 2008 ini
memprioritaskan material alam di sekitar lingkungan
sekolah menjadi bahan utamanya. Green School
mengajarkan kepada murid-muridnya bahwa
di alam ini tidak ada yang
berwujud kotak sempurna,
k a r e n a n y a b a n g u n a n
mengikuti dan beradaptasi
terhadap apa yang sudah
diberikan alam. Bangunan-
bangunan yang berada
di dalam kompleks Green
School tidak memaksakan
atau memotong pohon yang
sudah ada.
sumber: http://edupaint.com
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
Khasanah Lingkungan
47SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
Cara MENCEGAH TERJADINYA KEBAKARAN
Api kecil jadi sahabat api besar jadi lawan. Kata-kata ini mungkin dulu sering
kita dengar tetapi belum tentu benar karena api besar kita butuhkan untuk
berbagai keperluan kita yang bermanfaat. Api kecil juga bisa membuat
masalah yang tidak dikehendaki jika tidak sesuai dengan pemanfaatan yang kita
inginkan.
Agar bangunan seperti rumah, kantor, sekolah, gudang dan lain sebagainya
tidak terbakar dan menimbulkan kebakaran, maka diperlukan pencegahan kebakaran
dengan tips dan trik mencegah terjadinya kebakaran sebagai berikut :
1. Waspada Rokok
Tidak membuang puntung rokok sembarangan. Pastikan rokok telah mati total
sebelum dibuang ke tempat sampah. Rokok 99% memberikan masalah daripada
manfaat, sehingga sebaiknya jangan merokok agar tidak rugi.
2. Waspada Pada Penerang Api
Ketika mati lampu dan menggunakan penerangan api seperti lilin dan lampu
tempel semprong / petromak maka jangan pernah lalai untuk mengawasi lampu
tersebut dan tidak menaruh di tempat sembarang yang bisa jatuh atau berpindah
tempat sehingga bisa membakar benda mudah terbakar yang ada di sekitarnya.
Awasi pula penggunaan anti nyamuk bakar.
Khasanah Lingkungan
48
3. Waspada Anak-Anak dan Lansia
Jauhkan benda-benda yang berapi atau yang dapat
mengeluarkan api. Paling tidak ada orang dewasa
yang mengawasi seperti bermain korek api, korek
gas, kembang api, petasan, obat nyamuk bakar serta
benda-benda yang mengeluarkan api dan panas seperti
kompor gas, kompor minyak, setrikaan, dispenser air,
pemasak nasi, dan lain-lain. Anak-anak sangat berpo-
tensi bertindak ceroboh yang bersifat fatal.
4. Waspada & Rawat Perangkat Listrik dan Perangkat
Api
Rawat dengan baik dan rutin kompor gas, setrikaan,
mejik jar, solder, kabel-kabel listrik dan perangkat listrik
dan api lainnya. Jaringan listrik di rumah, kantor, dll jika
sudah usang sebaiknya dilakukan penggantian total
dengan mengganti seluruh perangkat jar-
ingan listrik diganti dengan yang berkuali-
tas bagus dan baru demi keamanan dari
korsleting listrik (hubungan arus pendek).
Hindari mencuri listrik pln agar tidak terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan seperti misal
kesetrum dan konslet listrik.
5. S iapkan Perangkat Pemadam
Kebakaran Ringan
Jika bangunan cukup besar gunakan
sistem pemadam detektor asap, peman-
car air, perangkat penunjang hidup saat
kebakaran, hidran, selang penyemprot
air, tabung pemadam semprot, dan lain
sebagainya. Jangan lupa berikan pe-
nyuluhan bagi penghuni bangunan dalam
menghadapi bencana kebakaran. Untuk
bangunan kecil minimal ada karung yang
dapat dibasahi untuk meredam kebakaran
ringan / kecil. Siapkan selang panjang atau
ember untuk memudahkan menyiram
kebakaran dengan air.
6. Melakukan Pembinaan dan Sosialisasi
Kebakaran
Berikan penyuluhan kepada seluruh ang-
gota keluarga, pegawai/karyawan kantor,
siswa guru sekolah, buruh pabrik, dan se-
bagainya mengenai penanganan bencana
kebakaran yang bisa saja terjadi kapan saja dan di mana
saja agar ketika terjadi kebakaran mereka mengerti apa
yang harus mereka lakukan. Beritahu nomor telepon
polisi dan pemadam kebakaran lokal dan sentral.
7. Waspada Lingkungan Sekitar
Kebakaran juga bisa akibat dari bangunan sebelah
yang terbakar sehingga bangunan kita ikut menjadi
korban karena api bisa membesar dan merembet ke
mana-mana. Tingkatkan kesadaran bencana kebakaran
di lingkungan masyarakat sekitar untuk meminimalisir
terjadinya kebakaran di lingkungan sekitar. Waspada
juga dengan melakukan tindakan-tindakan yang dapat
memperkecil resiko kebakaran merembet dari bangunan
sekitar ke bangunan kita.
sumber: http://www.alatpemadamapi.co.id
SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
Khasanah Lingkungan
49SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
Harga bahan bakar minyak yang selalu naik, memaksa kita untuk terus mencari
sumber bahan bakar alternatif. Selain cadangan yang kian menipis, bahan
bakar fosil seperti bensin juga memberi dampak buruk pada lingkungan. Gas
seperti karbon monoksida yang dilepaskan ke atmosfer akibat pembakaran parsial
bahan bakar fosil amat beracun dan membahayakan makhluk hidup. Selain karbon
monoksida, gas lain seperti karbon dioksida merupakan gas rumah kaca yang memicu
pemanasan global. Banyak sumber energi alternatif telah diteliti secara intensif. Salah
satunya adalah sel surya yang digunakan untuk menggerakkan mobil.
Namun, sel surya dianggap belum bisa diandalkan karena tidak bisa menggerakkan
mobil dalam waktu lama. Selain sel surya, satu isu yang menjadi kontroversi perihal
penggunaan bahan bakar alternatif adalah diluncurkannya konsep mobil berbahan
bakar air. Jelas terdengar seperti film fiksi ilmiah. Apakah benar air bisa digunakan
sebagai bahan bakar? Untuk menjawab pertanyaan ini, berikut akan disajikan fakta
tentang mobil berbahan bakar air.
11 FAKTA & INFORMASITentang MOBIL BERBAHAN BAKAR AIR
Khasanah Lingkungan
50 SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
Fakta tentang Mobil Berbahan Bakar Air
1. Mobil dengan bahan bakar air pertama kali diperkenal-
kan oleh sebuah perusahaan Jepang bernama Genepax.
2. Teknologi ini telah ada selama hampir 100 tahun, tetapi
tetap dirahasiakan karena alasan politik.
3. Mobil bertenaga air pada kenyataan-
nya tidak langsung menggunakan air
tetapi menggunakan gas H2O yang
dihasilkan dari air.
4. H2O juga dikenal sebagai ‘gas Brown’
terbentuk ketika listrik dilewatkan
melalui air.
5. Sebuah mobil bertenaga air efektif
jika dijalankan pada campuran air dan
bensin.
6. Ketika arus listrik dilewatkan melalui
air, ikatan kimia antara hidrogen dan
oksigen terlepas sehingga menghasil-
kan gas H2O.
7. Pada mobil berbahan bakar air, gas
H2O ditambahkan ke bahan bakar
minyak menggunakan perangkat khu-
sus yang dipasang pada mobil. Alat seperti itu disebut
sebagai ‘conversion kit’.
8. Pada mobil berbahan
bakar air, bukan air
yang digunakan untuk
menjalankan mesin,
melainkan hidrogen
yang terdapat dalam
air.
9. Mobil berbahan bakar
air memiliki jarak tem-
puh lebih jauh diband-
ing mobil berbahan
bakar minyak saja.
10. Mobil berbahan bakar
air lebih ramah ling-
kungan karena jumlah
emisi yang dikeluarkan
lebih rendah diband-
ing mobil berbahan
bakar minyak.
11. Mobil berbahan bakar air hanya memerlukan sekitar
20 liter air suling yang bisa digunakan untuk memberi
energi pada mobil selama satu tahun.
sumber : www.amazine.com
Khasanah Lingkungan
51SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
PROPINSI SUMATERA BARAT
Bapedal
Jl. Khatib Sulaiman No. 22 Telp. (0751) 445231,446571,445154 Fax. (0751) 445232 Padang
Kota Padang Bapedalda
Kompleks Terminal Aie Pacah
Telp. (0751) 32386 – 463927 Fax : (0751) 32386
Padang
Kab. Pasaman Kantor Lingkungan Hidup
JL. Ahmad Yani No 13 lubuk Sikaping
Telp/Fax: (0753) 20066
Kab. Agam Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Jl. Soekarno Hatta No. 11 Padang Baru
Telp. (0752) 76314 Fax : (0752) 76314
Lubuk Basung
Kota Pariaman
Kantor Lingkungan Hidup
Jl. Diponegoro No. 48
(0751) 93844, 92202, 91012 Fax:91448
Pariaman – Sumatera Barat 25538
Kab. Padang
Pariaman
Kantor Lingkungan Hidup
Jl. Mohd. Syafei No. 10
Telp. (0751). 93603
Pariaman
Kab. Tanah Datar Badan Lingkungan Hidup
Kantor Bupati Tanah Datar
Jl. Sultan Alam Bagagarsyah,
Telp. (0752) 574899, Fax. (0752) 574000
Pagarruyung – Batu Sangkar 27281
Kab. 50 Kota Badan Lingkungan Hidup Kebersihan dan Pertamanan
JL. Negara KM 11 Ketinggian Kec. Harau
Telp. (0751) 91195 Payakumbuh
Kab. Pesisir Selatan Kantor Lingkungan Hidup
Jl. Rohana Kudus
Telp. (0755) 20439Fax. (0755) 31481
Painan – Sumatera Barat
Kab. Solok Kantor Lingkungan Hidup
Jl. Raya Sukarami Km. 20 Arosuka
Solok – Padang - Prov.Sumbar
Telp. (0755) 7334058,7334057,755405
Fax. (0755) 7334058
Kab.Sijunjung Kantor Lingkungan Hidup, Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Jl. Sudirman No. 19
Telp/fax. (0754) 20745, 20553 Fax. (0754) 20158
Muara Sijunjung - 27511
Khasanah Lingkungan
52 SUARA BUMI Th. IX / Edisi 4, Juli - Agustus 2013
Kab.Kepulauan Mentawai
Kantor Lingkungan Hidup
JL. Raja Tua Pejat Km. 4
Telp. (0759) 320108,32001,32006,320049
Fax. (0759) 320223
Tua Pejat – Sipora
Kota Solok Kantor Lingkungan Hidup Jl. Kapten Bahar Hamid No. 1 Laing
Telp. (0755) 20439
Kantor Walikota (0755) 20316, 20084
Solok – Sumatera Barat
Kota Bukittinggi Kantor Lingkungan Hidup
Jl. M. Hadjrab – Talao
Kelurahan Guguk Bulek – Kec. Mandiangin Koto Selayan
Telp.(0752) 8015533.Fax : (0752) 32767
Bukittinggi – Provinsi Sumatera Barat
Kota Payakumbuh Kantor Lingkungan Hidup
Jl. Anggrek 1 No. 24 – Komplek Terminal Koto Nan IV
Telp./Fax : (0752) 94496
Payakumbuh – Sumatera Barat
Kota Padang Panjang Kantor Lingkungan Hidup
Jl. KH. Ahmad Dahlan No.1
Telp. (0752) 7020699 Fax : (0752) 485541
Padang Panjang – Sumatera Barat
Kota. Sawahlunto
Badan Lingkungan Hidup Jl. Lubang Tembok, Kel. Saringan,Kec. Barangin
Telp. (0754) 61165,62166,61641,62043
Fax : (0754) 61011
Kota Sawahlunto – Sumatera Barat
Kab. Pasaman Barat Kantor Lingkungan Hidup
Jl. Ki Hajar Dewantara No. 29
Simpang 4 _sumbar
Telp/fax (0753) 466302
Kab. Dharmasraya Bapedalda
Jl. Lintas Sumatera Km. 5 Sikabau
Pulau Punjung – Sumbar
Telp/fax: (0754) 451603
Kab. Solok Selatan Kantor Lingkungan Hidup Jl. Simpang Tambang – Padang Aro
T: ( 0755) 583329. Fax: (0755) 583346