Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

100
Gerakan Politik TARBIYAH Di Kampus-Kampus Besar Indonesia BlackBerry: Antara Kebutuhan dan Keinginan EDISI 25/XVI/2009 Rp 10.000 MAJALAH UNIVERSITAS INDONESIA ISSN: 0854-1086 http://suma.ui.ac.is/

description

Suara Mahasiswa UI

Transcript of Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

Page 1: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

Gerakan Politik TARBIYAH

Di Kampus-Kampus Besar Indonesia

BlackBerry: Antara Kebutuhan dan Keinginan

EDISI 25/XVI/2009 Rp 10.000MAJALAH UNIVERSITAS INDONESIA

ISS

N: 0

854-

1086

http

://su

ma.

ui.a

c.is

/

Page 2: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

tahun

berkarya

yangmudaterus

B A D A N O T O N O M P E R S

SuaraSuaraMahasiswaMahasiswaU N I V E R S I T A S I N D O N E S I A

Page 3: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

Pelindung Tuhan Yang Maha Esa

Penasihat Rektor Universitas IndonesiaProf. Dr. Gumilar R. Soemantri, der. Soz

Pembina Drs. Ade Armando, Msi

Pimpinan Umum Sururudin

Pemimpin Redaksi Bathara Rangga

Sekretaris Redaksi Nurul Farichah

Redaktur Pelaksana Sri Wulandah

Redaktur Foto Ade Irawan

Redaktur Artistik Dian Kusumawardhani

Redaktur Bahasa Sefti Oktarianisa

Redaktur Sururudin, Devi Raissa, Achdiyati Sumi, Nilam Winanda

Reporter Dian Rousta, Hesty Apriani, Chrissendy T.L. Sitorus, Laras Larasati, Nilam Winanda, Yuliniar Lutfaida, Adi Pratama, Febi Purnamasari, Sabrina Asril, Oky Sumadi, Lisan Sulaiman, Muhammad Megah, Yeremia Lalisang

Fotografer Riomanadona, Lila K. Hairani, Titah Hari Prabowo, Ali Budiharto, Putri Ayu Ningtyas, Ayuningdyah Sekararum, Agisa Muttaqien

Desain, Tata Letak, dan Pracetak Petra Patria, Febry Fawzi, Yoga Pradipta, Novita Eka Syahputri

Riset Faishal Dwi Ishmail, Roy Nababan, Sarah Albar, Arie Putra, Tommy Pasca Rifai

Sirkulasi, Promosi, dan Marketing Karina Larasati (Koordinator), Iqbal Fitrah Hanif, Aisha Ayu Syahputri, Febrian Alsah, Raisha Shadrina

Penerbit B.O. Pers Suara Mahasiswa Universitas Indonesia

Percetakan Suma Design & [email protected]

ISSN 0854-1086

Berdiri sejak 1992

Alamat Redaksi, Sirkulasi, Iklan, dan Promosi Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa Lantai 2 Kampus Universitas Indonesia, Depok 16424e-mail: [email protected]: http://www/suma.ui.ac.id/Contact Person: Bathara Rangga 08569226257 (Redaksi)Aisha Ayu 08561831188 (Iklan dan Sirkulasi)

Kerja keras ternyata mutlak dibutuhkan untuk membuat sebuah karya. Kami pun mengalaminya dalam setiap momen penerbitan majalah, tidak terkecuali di edisi kali ini yang sempat tertunda dikarenakan berbagai hal untuk penyempurnaan.

Terima kasih khu-susnya kepada segenap redaksi yang di dahinya selalu terdapat kata “SUMANGAT!!”, selalu memberikan yang terbaik bagi Suara Mahasiswa. Para reporter, DTP, riset, fotografer, dan marketing, khususnya yang sempat mencicipi kepanikan dead-line. Terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan majalah ini. Tanpa kesedi-aan individu-individu mulia ini takkan sampai gubahan kata ini di hadapan Anda.

Berbekal seman-gat memberikan yang terbaik bagi pembaca, tugas ini tidaklah kami jadikan beban. Dikawal oleh semangat para pen-dahulu kami yang dapat memberikan yang terbaik

kepada pembaca, terlebih di tengah keterbatasan yang mereka hadapi, memberikan segenap in-spirasi terhadap segenap awak redaksi majalah Suara Mahasiswa. Inspi-rasi yang sempat menciut lantaran menyempitnya tempat kami bernaung, karena penyekatan yang tidak menyeluruh kepada setiap UKM dan lembaga eksekutif di UI tidak mem-berikan korelasi berarti antara semakin kecilnya ruang kerja kami, dengan semangat berkarya.

Apa yang dihadirkan di dalam karya kami ini bukanlah sebuah instru-men adu domba, apa-lagi sampai menyebarkan fitnah. Semata hanya membuka fakta belum banyak terjamah, hanya membuka ruang informasi memperkaya khasanah pemikiran.

Karya ini merupakan sebuah awal penciptaan ide-ide segar dan menarik serta berbobot namun tidak lupa disajikan gaya mahasiswa yang khas. Enjoy!

(REDAKSI)

Dari Pusgiwa

SUMANGAT !

Page 4: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

2 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

LAPORAN UTAMA12 Dari Pojok Kampus Mereka Bermula18 Kaderisasi Sejak Dini21 Gerak Bersama Membangun Kuasa24 Dari Ideologis ke Pragmatis28 Kata Mereka tentang Tarbiyah

ARTIKEL KHUSUS

No. 25, Tahun XVi, 2009GERAKAN POLITIK TARBIYAHDI KAMPUS-KAMPUS BESARINDONESIA

11

29

Daftar Isi

30 Pemilih Pemula, Sekadar Ikut-Ikutan?33 Undang-Undang BHP: ......35 Neoliberalisme

LIPUTAN KHUSUS

Mitos Pembaruan22 Kuliah

Pada Perguruan Tinggi: Antara Harapan dan Kenyataan

31

Page 5: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

�SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

KAMPUS40 Berharap pada Presiden Men-datang

Daftar Isi

42 Kesiapan Indonesia dalamMenghadapi Pandemi Flu

KESEHATAN

45 Diplomat KIlat di Harvard

CATATAN PERJALANAN

47 Blackberry: Antara Kebutu-han dan Keinginan

BUDAYA

50 Tarbiyah: Penegasan Fitrah Manu-sia dan Kebebasan Memilih

OPINI

52 Ilusi Negara Islam54 Bumi Manusia55 James Scott56 Rumah Sakit

RESENSI

Cover Story

37

CERPEN57 19 Legi

RUBRIK TETAP52 Dari Pusgiwa54 Pojokan Pusgiwa55 Opini Foto56 Pembuka Suara57 Suara Pembaca58 Goresan59 Nuansa60 Mantan Aktivis61 Opini Sketsa62 Sorot63 Singkap64 UI Mania65 UI-ku, UI-mu, Ndut...!

Visi Top World Class University yang Dapat Berujung Bisnis

Foto: Ade IrawanTata Letak: DianKusumawardhani

Page 6: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

Pembangunan perpustakaan pusat, proyek “mercusuar” UI.

4

“Jaring-jaring Tarbiyah”

Diilhami gerakan Ikhwanul Muslimin yang dipelopori oleh Hasan al-Banna di Mesir. Gerakan ini sudah menganyam jaring-jaringnya di setiap sudut pengajian mushola dan masjid kampus-kampus besar di Indonesia. Tidak terkecuali UI.

Edisi ini mengajak pembaca menghantarkan pembaca berkenalan dengan gerakan tarbiyah, terlebih pada dimensi kultural, sebagai salah satu gerakan Islam neorevivalis di Indonesia.

Dulu...Pojokan Pusgiwa

“Diharapkan pada tahun 2012 kita sudah ada di jajaran Top Class Universiy (200 besar terbaik dunia) ungkap Prof. Dr. Soz. Gumilar R. Somantri, sang Rektor UISeeett…….kejer setoran ya pak? Pantesan biaya kuliah makin ma-hal……..

Teroris mengkalim pemboman yang dilakukan sebagai Jihad.Kalo meledaknya kena yang ga berdosa bukan jihad, coy!! JAHAT itu!!!

UI jadi Pilot Project Tram di Indonesia.Bikun aja datengnya lama, mau bikin Tram lagi….? haduh…

Opini Foto

SUMA Edisi 19/IX/2002

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

AD

E/S

UM

A

Page 7: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

“Kita bertanya:Kenapa maksud baik

tidak selalu berguna.Kenapa maksud baik

dan maksud baik bisa berlaga.

Orang berkata: “Kami ada maksud baik.”

Dan kita bertanya: “Maksud baik untuk siapa?””

(W.S Rendra)

DITERBITKAN OLEH BADAN OTONOM PERS SUARA MAHASISWAPimpinan Umum Sururudin Sekretaris Umum Devi Raissa R. Bendahara Umum Denissa Faradita Manajer Penerbitan Achdiyati Sumi P. Pemimpin Perusahaan Rifki Hidayat Manajer Kesekretariatan Happy Indah N. Manajer Riset Faishal Dwi Ismail Manajer Humas Lila K. Hai-rani Manajer Event Organizer Aisha Ayu S. Manajer Proyek Iqbal Fitrah H. Manajer Website Yunus Kuntawi Aji Kepala Divisi Fotografer Ade Irawan Kepala Divisi Desain, Tata Letak, dan

Pracetak Dian Kusumawardhani Kepala Divisi Marketing Karina Larasati Alamat Redaksi, Sirkulasi, Iklan, dan Promosi Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (Pusgiwa) Lantai 2 Kampus Unoversitas Indonesia, Depok 16424 E-mail: [email protected] website http://suma.ui.ac.id

B A D A N O T O N O M P E R S

SuaraSuaraMahasiswaMahasiswaU N I V E R S I T A S I N D O N E S I A

Pembuka Suara

SUMA Edisi 19/IX/2002

AD

E/S

UM

A

Page 8: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

Surat Pembaca

Pertama, saya ucapkan selamat datang kepada para mahasiswa baru di kampus perjuangan, Kampus Rakyat, Universitas Indonesia. Selain itu saya ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman panitia Welcome MABA dan OKK, baik kepanitiaan tingkat universitas maupun tingkat fakultas yang sudah menyambut kehadiran mahasiswa baru dari tanggal 2 Juni untuk jalur Simak dan PPKB, tanggal 4 Agustus untuk jalur UMB, dan tanggal 6 Agustus untuk jalur SNMPTN. Semangat kawan!!Pada kesempatan kali ini, saya ingin menyampaikan peran besar mahasiswa dalam keikutsertaannya membangun dan mengubah bangsa Indonesia. Kita sebagai mahasiswa memang mempunyai kewajiban

dalam bidang akademis, tetapi itu saja tidak cukup membawa perubahan bangsa ini tanpa kita memegang tridarma mahasiswa (mahasiswa sebagai iron stock, agent of change, dan moral force). Tridarma itulah yang harus selalu melekat dalam diri kita sebagai seorang mahasiswa. Janganlah kita menjadi mahasiswa yang hanya kuliah-pulang, kuliah-pulang (kupu-kupu) dan acuh tak acuh terhadap bangsa ini. Karena bagaimanapun juga masa depan negeri ini berada dalam genggaman kita para pejuang muda. HIDUP MAHASISWA, HIDUP BANGSA INDONESIA!!!

Sandra AmeliaFIK ‘ 07

Selamat datang di Kampus Perjuangan

Hidup MahasiswaMelalui rubrik surat pembaca ini saya ingin menyampaikan sedikit uneg-uneg tentang perkuliahan di UI. Pelaksanaan Biaya Operasional Pendidikan Berkeadilan (BOPB) yang dijanjikan akan memberikan kemaslahatan kepada mahasiswa ternyata dalam tataran pelaksanaannya masih banyak dirasakan kekurangan. Pelaksanaan BOPB selama ini kurang melibatkan mahasiswa sampai proses akhir. Pelibatan mahasiswa secara luas dapat memberikan jaminan tranparansi yang lebih. Besar atau

kecil BOPB yang dibebankan kepada mahasiswa sangat mempengaruhi kelancaran studi, apalagi jika BOPB yang dibebankan tidak sesuai dengan kondisi finansial keluarga/wali mahasiswa.Saya rasa dengan ini ketidaktepatan dalam penerapan BOPB pada masa yang akan datang dapat diminimalisir. Semoga filosofi BOPB dapat direalisasikan.

Mahasiswa FKG UI(Nama ada pada redaksi)

Pelaksanaan BOPB

6

Redaksi menerima opini dan suara pembaca. Tulisan disampaikan melalui e-mail atau langsung ke alamat redaksi. Mohon diketik rapi, lebih disukai dalam format RTF. Lampirkan identitas pribadi yang jelas. Tulisan yang masuk menjadi milik redaksi. Kirimkan ke: Suara Mahasiswa UI Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa UI Lt. 2 Kampus UI Depok 16424 atau [email protected]. Website: http://suma.ui.ac.id/

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 9: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

Surat Pembaca

Saya ingin menyampaikan keluhan tentang fasilitas perkuliahan yang ada di UI, khususnya mengenai keadaan fasilitas perkuliahan di Fakultas Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Salah satunya adalah kebersihan kantin mahasiswa FMIPA yang memprihatinkan. Sering kali terdapat sampah yang berceceran, lalat-lalat juga dapat ditemukan asik bercengkerama dengan mahasiswa yang sedan berada di kantin. Selain itu kondisi gedung tempat perkuliahan juga perlu mendapatkan perhatian yang serius. Gedung B misalnya, toilet yang sudah sempit ditambah dengan kondisi yang tidak terawat, serta air yang sering “ngambek” keluar membuat tempat ini menjadi sangat tidak nyaman. Kondisi fisik gedung ini juga memerlukan renovasi dari pihak fakultas untuk mengganti lantai-lantai yang rusak. Fakultas juga diharapkan menambah stop kontak yang berada di kampus. Semoga hal-hal diatas dapat diperhatikan oleh pihak fakultas agar mahasiswa dapat lebih fokus dalam menimba ilmu.

Radityo Adi PrabowoFISIKA ‘07FMIPA UI

7

Kenyamanan di Kampus

Selama hampir setahun saya men-jadi mahasiswa UI setidaknya ada satu hal yang cukup menjadi perha-tian saya, yaitu akses masuk kam-pus yang bisa dikatakan cukup ter-buka bagi siapa saja. Hal ini terlihat

Akses ke dalam UI

Badan Otonom Pers Suara Mahasiswa Universitas Indonesia (B.O. Pers SUMA UI) adalah satu-satunya organisasi pers mahasiswa tingkat universitas di UI. Organisasi yang bergerak di bidang jurnalistik dan penerbitan ini, dijalankan sepenuhnya oleh mahasiswa. B.O. Pers SUMA berdiri sejak 27 Juni 1992, berdasarkan SK Rektor UI No. 036/SK/R/UI/1992. Selama 17 tahun, B.O. Pers SUMA telah mengalami 18 kali regenerasi dan menghasilkan banyak produk dan kegiatan.

dari banyak ditemukannya “orang-orang luar” yang mencari penghasi-lan di dalam kampus dengan (maaf) meminta-minta dan juga anak-anak yang mengamen. Mereka yang ber-profesi sebagai peminta-minta sangat sering ditemukan di berbagai sudut kampus, terutama di Masjid Ukhu-wah Islamiyah setelah sholat Jumat, sedangkan para pengamen cilik bisa ditemukan di berbagai kantin-kantin fakultas. Pada dasarnya, menurut saya pribadi mereka memang tidak melakukan hal-hal yang meng-ganngu, hanya saja, secara estetika saya melihat bahwa untuk sebuah kampus (apalagi kampus UI) yang merupakan tempat/lingkungan pendidikan (bukan tempat umum), dengan adanya orang-orang tersebut membuat kampus terlihat kurang in-dah. Saya harap pihak rektorat dapat menanggapi hal ini dan lebih mene-tertibkan masalah akses ke dalam kampus, terutama untuk orang-orang yang memang tidak berkepentingan. Fauzan Prince Al-Rasyid

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 10: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

8

Berawal dari dis-kusi-diskusi maka akan terlahirlah sebuah perci-kan-percikan pemikiran segar dan baru. Setelah itu berlanjut ke sebuah tulisan yang dielaborasi-kan dengan fakta-fakta di lapangan, buku-buku di perpustakaan, dan perde-batan yang lebih panjang lagi sebelum naik cetak dan diedarkan. Setelah itu datanglah tanggapan dari para penikmat yang mem-baca, memprotes, dan tidak kadang pula memaki-maki dengan kata-kata kasar ke-pada redaksi. Awak redaksi yang semuanya mahasiswa, melakukannya dengan senang hati, tanpa paksaan dan bebas merdeka untuk melakukan aktifitas sesuai idealismenya.

Dalam kegiatan tersebut ada dua hal yang sering terkait, antara pers dan jurnalis. Pers dapat diartikan sebagai usaha pengumpulan dan penyiaran berita atau medium penyiaran berita itu sendiri, sedangkan jurnalis adalah orang yang bergerak dalam pekerjaannya mengumpul-kan dan menulis berita atau sering disebut wartawan.

Pers mahasiswa tumbuh dan berkem-bang dari kesadaran akan lingkungan, bangsa dan negara di mana dia tinggal. Menyuarakan kehidupan yang terus ber-jalan dan menjadi koreksi dalam setiap kejadian. Berawal dari proses seorang ju-rnalis memulai perjalanan mencari berita, mengolah, dan menyebarkannya, pada akhirnya masyarakat –kalangan dalam kampus sendiri atau khalayak umum-

yang akan menjadi penilai terakhir.

Tumbuh dan berkem-bang di kalangan kampus perguruan tinggi, mempu-nyai ciri yang tidak mau dikontrol pihak lain, akan selalu mandiri dalam setiap tindakannya. Pengontrolan yang ketat terhadap dunia yang digeluti ini dapat diang-gap sebagai upaya dalam mengerdilkan kebebasan dan hak untuk berpendapat. Dalam tingkat yang lebih jauh, pelarangan terhadap pemberitaan dunia jurnalistik ini adalah sebagai tindakan kontra demokrasi.

Mengapa saya katakan bahwa pers mahasiswa sebagai benteng terakhir gerakan mahasiswa Indone-sia, karena pers itu bersifat

membebaskan dan sebagai corong masyarakat. Pers mahasiswa tidak memperjuangkan sesuatu yang utopis dan hanya mimpi-mimpi semata. Harus tahu akan realitas masyarakat dan menuliskan-nya dalam sebuah karya, yang tidak hanya untuk kelompoknya sendiri, tapi untuk dinikmati oleh semua orang. Dengan melakukan sebuah usaha yang sungguh-sungguh serta tidak berafiliasi dengan satu kepentingan tertentu yang kini marak ditonjolkan dalam setiap aktifitas yang mengaku gerakan mahasiswa.

Gerakan mahasiswa yang dilaku-kan pasca reformasi menunjukkan ke-mandekan dan cenderung bersifat trans-aksional. Mandek dalam melakukan pem-baruan diri, masih menggunakan cara-cara lama dalam bingkai romatisme pergerakan yang terus berulang. Transaksional, karena

PERS MAHASISWA, BENTENG TERAKHIR GERAKAN

MAHASISWA INDONESIA

Sururudin

Pimpinan UmumSuara Mahasiswa 2009

Mahasiswa Fakultas HukumAngkatan 2006

Goresan

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 11: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

dalam setiap tindakan dan pengambilan si-kap atau keputusan penting, setiap elemen gerakan mahasiswa selalu menonjolkan diri dalam identitas kampus dan tak terke-cuali adalah eksistensi pribadi.

Akibat dari tindakan ini adalah pecah belahnya kampus-kampus atau universitas dalam melakukan gerakan. Cenderung untuk melindungi kepentingan masing-masing dan pada akhirnya gerakan ini akan mengekspoitasi rakyat dalam setiap aksi yang dilakukan. Sebuah gerakan ma-hasiswa yang pada akhirnya berlawanan dengan kebutuhan dan kepentingan ma-syarakat terkini.

Gerakan mahasiswa Indonesia yang kini terasa jumud, terus berteriak sesuatu yang terkadang kontradiktif. Masyarakat sudah bosan dengan segala aktifitas, yang kini dianggap sebagai pengganggu ke-tentraman para warga. Masyarakat, yang kini sudah berkembang dengan begitu pesat, teknologi dan informasi sudah tidak membeda-bedakan lagi status seseorang. Semua dapat memperoleh dan mengakses dalam waktu yang bersamaan. Namun, gerakan mahasiswa tidak menemukan inovasi dalam setiap kegiatannya. Gerakan yang menjenuhkan, kadang tidak mendi-dik masyarakat untuk hidup di alam yang berdemokrasi. Bersenang-senang dan ber-sorak-sorai dalam kemacetan jalan yang membuat semua orang terdiam dalam kemarahan. “Mahasiswa, apa pedulimu dengan kami, jika kerjamu hanya me-macetkan rejeki kami hari ini,” begitulah tangis sedih masyarakat, hanya diucapkan dalam batin, karena tidak ingin menyakiti mahasiswa yang dianggapnya masih mulia di mata mereka.

Paling penting dalam membangun dunia demokrasi, menghargai setiap per-bedaan dalam kedudukan yang berimbang. Mengungkapkan dalam tulisan sebagai upaya untuk menyebarkan informasi yang adil kepada semua orang. Informasi yang disampaikan harus dapat dipertang-gugjawabkan serta dapat dibuktikan ke-benarannya. Tulisan yang dihasilkan dan dibaca ini akan mempengaruhi pemikiran orang-orang yang membacanya. Menjadi-kan sebuah karya mahasiswa yang digarap

secara terencana ini menjadi sebuah bahan bacaan yang menambah informasi dan pengetahuan. Selanjutnya, masyarakat akan disadarkan untuk bergerak dengan realitas yang ditampilkan.

Gerakan mahasiswa harus dapat menampung aspirasi dan pemikiran ma-hasiswa. Sebagai ajang untuk melakukan tindakan kritis secara sopan dan siap bertanggung jawab atas apa yang sudah dilakukan. Tidak hanya sekedar berkoar, tapi ada sebuah rekomendasi dan refleksi kehidupan dalam media yang dihasilkan. Belajar secara mandiri dalam melakukan aktifitasnya, mahasiswa kini tidak lagi harus pergi kesana-kemari untuk mengelu-arkan aspirasinya.

Belajar menjadi jurnalis mahasiswa tidaklah mudah, ada istilah kalau mau menulis maka bisa menjadi jurnalis ma-hasiswa. Bukan sebatas keinginan untuk menulis seperti itu yang menjadi landasan hadirnya seorang jurnalis. Ada sebuah tun-tutan untuk terus belajar dan menganalisis setiap kejadian di lingkungan hidup dan masyarakatnya. Karena tindakan seorang jurnalis atau wartawan dalam menulis dan menyiarkan informasi sangat instrumental dengan kegiatan masyarakat.

Dengan tulisan maupun dengan si-arannya, seorang wartawan bisa diibarat-kan membawa senjata yang dapat men-gancam kehidupan seseorang. Seorang ju-rnalis mahasiswa dalam menulis atau me-nyiarkan informasi tidaklah menebarkan permusuhan atau kebencian. Ia bergerak dalam mengabarkan kebenaran ke tengah-tengah masyarakat. Untuk melakukan ke-giatan inilah seorang jurnalis mahasiswa dituntut untuk mau belajar dan mengeta-hui sebuah etika yang ada dalam dunia ju-rnalisme. Selain itu harus mengetahui pula tata krama dan susila di masyarakat, serta dilakukan secara berimbang sehingga in-formasi yang disampaikan dapat mendidik masyarakat. Tugas inilah yang menjadi benteng terakhir gerakan mahasiswa In-donesia, bergerak dengan kejujuran ideal-isme dalam setiap gagasan yang muncul. Melakukan dengan jujur tanpa mengek-sploitasi masyarakat dalam gerakan dan tindakan yang dilakukan.

Goresan

9SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 12: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Selamat datang teman-teman muda di tingkatan baru dalam kehidupan. Melangkah gagah dari dunia abu-abu, menuju alam yang pekat den-gan warna keilmuan. Sejuta bayangan semula yang tampak tak biasa, sekarang menjadi sesuatu yang harus kalian geluti dengan keteguhan hati. Nasihat-nasihat dari orang terkasih terus memberikan batasan antara yang normal dan menyimpang. Tak lagi ada sawah di desa, semua berganti dengan lembaran gagasan. Se-jenak, lupakan nikmatnya bulir nasi buatan ibu juga manisnya keringat ayah.

Kita dibebani oleh kata ‘Mahasiswa’, yang mengha-ruskan benar-benar sebagai seorang intelektual muda. Tapi awas, ‘Maha’ dalam kata di atas seringkali membuat kita alpa karena terselip ego untuk menjadi si pal-ing benar dan paling pintar.

Hati-hati kita melangkah, rona per-juangan serta putihnya keberpihakan kepada yang tertindas kadang tertutup kepentingan. Selamat datang ke dunia yang dengan kasat mata dulu kita gambarkan sebagai eksponen perjuangan. Ternyata tak semudah itu men-jaga idealisme. Tipu daya berwajah surga merangsek masuk dalam jiwa membawa kita menjadi individu yang berperan dalam mer-obek Pancasila.

Bosan sudah segelintir dari kita menden-gar makna ‘Perjuangan Mahasiswa’, kanan dan kiri seolah berkoar mengingatkan. ‘Agen Perubahan’, ‘Pembawa Amanat Rakyat’, serta masih banyak lagi hiasan yang mengekor. Tapi yang ada hanya menjadikan semua mak-na tadi dapat tergugat, ‘Agen’ siapa? Kelom-pok kepentingan berlomba mendapatkan kita. ‘Perubahan’ seperti apa? Yang menginjak kebhinekaan bahkan sampai mengkultuskan dominasi. ‘Amanat Rakyat’ yang mana? Yang memegang kendali produksi sehingga sanggup

membeli kita dengan segenap janji “sekolah gratis”.

Seringkali idealisme digadaikan demi kepentingan. Memegang leher perjuangan agar dapat mengarahkan kapan mahasiswa harus berkoar, dan kapan harus bungkam. Musuh bersama yang dulu memang sudah berhasil ditanam di bawah kaki, tapi kita malah kehilangan arah perjuangan. Corong suara 1998 bergantian di rente kepada golongan yang membonceng kepentingan.

Apatis, tak punya visi dalam perjuangan, atau bahkan tudingan “mahasiswa kuliah-pulang” kerap diarahkan kepa-da sesama teman hanya karena tak seragam. Yang tak punya simbol sama saat turun kejalan

dan tak pernah berdiskusi di rumah Tuhan, kadang dianggap tak layak jadi teman apalagi pemimpin dalam perjuangan.

Menyedihkan bukan? Inilah lembaran yang harus kalian robek dengan semangat perjuangan yang murni. Jiwa bebas dari pihak dan golongan yang seolah menjadi wakil ke-benaran. Kalian punya kesempatan, sebagai energi baru perjuangan. Tidak seperti kami yang sudah banyak merintih karena sesaknya rasa kekecewaan.

Kalau hanya masalah formalisasi kepent-ingan dalam bernegara jangan urungkan niat untuk melayangkan tangan ke wajahnya yang munafik. Dan sesungguhnya banyak sekali musuh bersama apabila kita mau kembali mengusir pertanyaan, “Kekuasaan apa yang kita dapat?seberapa banyak materi yang nanti kita nikmati?” Kembali lagi ke hati nurani dan semangat kemanusiaan, harus dikembangkan untuk membela mereka yang hidup dengan ketidakpastiaan. Jangan menjadi seseorang yang mengedepankan identitas kelompok. Haramkan pemikiran yang menghujat karena kebenaran hanya akan hadir kepada jiwa yang tenang.

REALITAS PERJUANGAN MAHASISWA TERKINI

Bathara Rangga

Pemimpin RedaksiMajalah Suara Mahasiswa

Mahasiswa Kriminologi 2005

10

Nuansa

Page 13: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

1�SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

MAHASISWA MENGGUNAKAN INTELEKTUALITASNYA MEMBANGUN KEHIDUPAN DI NEGERI INI, HARUS MENEKANAN PADA KEPENTINGAN MASYARAKAT LUAS, BUKAN KEPENTINGAN SALAH SATU GOLONGAN SAJA

RE

ZA/S

UM

A

Page 14: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Mahasiswa tidak hanya duduk di kelas mendengarkan dosen memberi kuliah. Di luar kelas, mereka melakukan berbagai aktivitas untuk mengisi waktu luangnya dengan berorganisasi. Melakukan kegiatan sesuai dengan ideologi organisasi yang diikutinya. Berhubungan dengan sesama mahasiswa, para dosen atau akademisi, hingga para politisi.

Organisasi ini bernama Tarbi-yah atau bisa disebut gerakan Tarbiyah. Tarbiyah sendiri jika kita lihat dari makna har-fiahnya adalah pendidikan.

Sekarang, hal ini lebih dimaknai khusus sebagai gerakan mahasiswa yang diinspi-

12

Suasana kampus yang sepi pada sabtu siang dimanfaatkan oleh sebagian mahasiswa yang me-namakan dirinya “Menggema” untuk pembinaan.

Gerakan Politik Tarbiyah

Dari Pojok Kampus Mereka

Bermula

Suasana kampus yang sepi di pinggir danau UI dimanfaatkan oleh sebagian mahasiswa yang mena-makan dirinya “Menggema” untuk pembinaan

Page 15: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

rasi oleh gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Gerakan ini dipelopori oleh Hasan Al Banna dan Sayyid Qutb sebagai acuan gerakannya.

Gerakan Tarbiyah dibawa ke tanah air oleh

para mahasiswa yang telah merampungkan pendidi-kannya di dari jazirah Arab. Sebenarnya ada banyak macam ajaran selain Tarbi-yah yang dibawa kelompok mahasiswa ini namun yang

dapat berhasil dengan suk-ses dicangkokan di Indone-sia adalah gerakan Tarbiyah ini.

Gerakan ini berusaha menegakkan amar maruf nahi mungkar, menegakkan

Gerakan Politik Tarbiyah

Dari Pojok Kampus Mereka

Bermula

1�

AD

E/S

UM

A

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 16: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

Gerakan Politik Tarbiyah

kebenaran dan mencegah kebatilan. Ia tumbuh di In-donesia sebagai pembaruan terhadap gerakan Islam yang ada sebelumnya, yang dianggap tidak menyele-saikan masalah sosial yang ada. Adanya berbagai tin-dakan brutal Amerika Seri-kat dan Sekutunya di Neg-ara-negara Timur Tengah, seperti Irak dan Afghani-stan, juga mempengaruhi semangat gerakan ini terus tumbuh dan berkembang.

Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif dalam buku Indone-sia Negara Islam mengang-gap kegagalan modernitas menghadapi arus moder-nitas sangat menyudutkan umat Islam. Menurutnya, karena ketidakberdayaan menghadapi arus panas ini, golongan fundamen-tal (wahabi, HTI Hisbut Tahrir Indonesia, dan Ikh-wanul Muslimin-red) men-

cari dalil-dalil agama untuk “menghibur diri” dalam sebuah dunia yang dibay-angkan belum tercemar. Terkadang, sekali mereka menyusun kekuatan politik untuk melawan modernitas dengan berbagai cara, maka benturan dengan golongan Muslim yang tidak setuju dengan mereka tidak dapat dihindari.

Masa-masa AwalGerakan Tarbiyah

dibawa ke Indonesia den-gan tujuan untuk menye-barkan ghirah (semangat) beragama untuk mencegah sekularisasi yang berkem-bang pesat pada tahun 1970-an. Berbeda dengan negara-negara Timur Ten-gah dimana gerakan ini berasal, Indonesia meru-pakan lahan subur gerakan ini berkembang. “Gerakan Tarbiyah di Timur Tengah

tidak berkembang karena disana karena kuatnya kul-tur agama dan larangan dari pemerintahnya”, ungkap Mujtahid Hashem, mantan Sekjen Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Timur Tengah.

Pada masa awal perkembangannya, Latihan Mujahidin Dakwah (LMD) merupakan generasi awal pembentukan para aktivis Tarbiyah di Indonesia. Or-ganisasi ini dikembangkan pertama kali di Institute Teknologi Bandung (ITB) tahun 1970. LMD memiliki karakteristik yang dikenal dengan istilah usroh karena cirinya yang dibangun se-cara diam-diam dan bersi-fat kekeluargaan Awalnya, LMD didirikan sebagai bentuk baru dari organisa-si Masyumi, yang pernah berdiri di masa Orde Lama. Sejumlah mahasiswa pun

14

HA

NA

/SU

MA

Aktivitas di Masjid Ukhuwah Islamiyah Universitas Indonesia

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 17: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

dikirimkan ke Timur Ten-gah untuk belajar Islam lebih mendalam sebagai usaha memperkuat ajaran Islam dalam kelompok ini di tahun 1970 hingga 1980-an. Namun, setelah para mahasiswa ini kembali ke tanah air, awal 1990-an, mereka justru membawa ajaran baru yakni Ikhwanul Muslimin ke Indonesia.

Dalam perkembangan selanjutnya, ajaran ini ke-mudian dikembangkan ke kampus-kampus lain yang berada di Pulau Jawa sep-erti Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, dan Universitas Gajah Mada. Bukan hanya di pu-lau Jawa, Ikhwanul Mus-limin pun dikembangkan di kampus-kampus lain di Indonesia meliputi Suma-tera, Sulawesi hingga Pap-ua. Kampus-kampus inilah yang nantinya menjadi pu-sat munculnya Lembaga Dakwah Kampus (LDK) yang sekarang mewabah di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

Kini, di beberapa per-guruan tinggi ternama di Indonesia, gerakan Tarbi-yah merepresentasikan dir-inya dengan beragam nama organisasi ke-Islaman yang menjadi salah satu Unit Ke-giatan Mahasiwa (UKM). Di UI misalnya, gerakan Tarbiyah diimplimentasi-kan dalam organisasi Salam UI (Nuansa Islam Universi-tas Indonesia). ”Salam UI dapat dikatakan sebagai wujud gerakan Tarbiyah

karena memang dibangun oleh para pengikut gerakan Tarbiyah itu sendiri”, ung-kap Ahmad, ketua Salam UI. Di kampus lain, mis-alnya UGM, tumbuhnya gerakan Tarbiyah ditandai dengan berkembangnya ja-maah Salahudin.

Di masa Orde Baru, gerakan Tarbiyah tidak mendapatkan tekanan be-rarti dari pemerintah ke-tika itu. Berbeda dengan gerakan ekstra kampus lain yang kerap kali ditekan le-wat kebijakan NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan), seperti Himpunan Mahasiswa Is-lam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indone-

sia (PMII), dan Ikatan Ma-hasiswa Muhammadiyah (IMM), erakan ini justru tumbuh subur berkat ben-tuk kelembagaan non-for-mal yang menjadi salah satu ciri mereka. Bentuk kelem-bangan non formal yang kerap mereka pakai ketika

itu adalah melalui kelom-pok liqa atau sering disebut mentoring. Liqa atau men-toring lebih menekankan pada gerakan kultural yang cenderung apolitis, berisi kajian dan pembinaan atas kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan sehari-hari.

Pada 29 April 1998 di Malang didirikanlah KAMMI (Kesatuan Maha-siswa Muslim Indonesia) sebagai organisasi bersama

Kini, di beberapa perguruan tinggi ternama di Indonesia, gerakan Tarbiyah merepresentasikan dirinya dengan beragam nama orga-nisasi keislaman yang menjadi salah satu Unit Kegiatan Mahasiwa (UKM).

15SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Gerakan Politik Tarbiyah

Page 18: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

aktivis Tarbiyah yang terse-bar di berbagai kampus di Indonesia. Meski UI me-nyatakan tidak bergabung dalam organisasi baru tersebut, ketua umum per-tama dari KAMMI adalah Fahri Hamzah yang ketika itu merupakan aktivis Tar-biyah dari UI. Keengganan UI untuk bergabung secara struktural kelembagaan dalam KAMMI terkait den-gan pelarangan masuknya organisasi ekstra universi-tas yang dikeluarakan oleh pemerintah. Dengan sikap tersebut aktifitas gerakan Tarbiyah dapat menjalank-an kegiatannya tanpa terke-na larangan aturan tersebut.

Di tahun 1998, era re-formasi, merupakan awal tonggak eksistensi gerakan Tarbiyah dalam politik praktis di Indonesia. Par-

tai Keadilan (PK), yang kini menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), merupakan kendaraan ger-akan Tarbiyah dalam upaya mencapai tujuan kelompok ini. Keputusan mendirikan partai didasarkan pada sur-vey yang dilakukan kepada aktivis gerakan dakwah kampus di seluruh Indone-sia hingga di luar negeri. Dari 6000 kuesioner, 68% mendukung membentuk partai politik, hanya 27 % berkeinginan membentuk ormas. Sementara itu si-sanya berkeinginan untuk mempertahankan apa yang sudah ada dan kembali ke yayasan, pesantren, kam-pus yang selama ini mereka geluti.

Di tahun 2001, Tarbi-yah untuk pertama kalinya dideklarasikan secara lang-

sung lewat sebuah seminar yang bertajuk Tarbiyah di Era Baru. Dalam seminar ini dicanangkan tahun ke-bangkitan Tarbiyah Islami-yah di Indonesia dimana Tarbiyah diyakini sebagai sebuah babak baru gerakan Islam di Indonesia. Dalam momentum itu, para aktivis Tarbiyah mendaulat K.H. Rahmat Abdullah, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Majelis Pertimban-gan Partai Keadilan sebagai Syaikhut Tarbiyah mereka.

Untuk menjamin ke-berlangsungan regenerasi kelompok ini, perkemban-gan gerakan Tarbiyah se-makin dikembangkan di kampus-kampus besar di Indonesia. Kini, gerakan Tarbiyah, sering disebut anak yang lahir dari pe-mikiran gerakan Ikhwanul

AG

ISA

/SU

MA

Gerakan Politik Tarbiyah

Kegiatan liqa’ atau mentoring di danau UI

16

Gerakan Politik Tarbiyah

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 19: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

Muslimin, tersebar di lebih 600 kampus di seluruh In-donesia. Jumlah yang cu-kup besar pengaruhnya dalam setiap aktifitas yang dilakukan.

Beragam Tangga-pan

Kegiatan gerakan Tar-biyah di kampus yang di-jalankan saat ini sudah jauh lebih maju dan dilakukan secara terencana. Mereka mempunyai agenda-agenda kegiatan yang sudah tersu-sun rapi dan terkonsep den-gan seksama.

Perkembangan lebih lanjut gerakan mereka telah masuk jauh ke arah kepent-ingan yang lebih besar, bukan sekedar aktifitas di kampus tetapi juga kepent-ingan dalam percaturan politik nasional. Hal yang terjadi sekarang adalah se-makin besar kegiatan ini dalam politik praktis. Bah-kan, jumlah mereka yang besar di kampus-kampus mudah dimobilisasi oleh partai politik tertentu.

Lalu, muncul sikap kritis dari sebagian ma-

syarakat terhadap gerakan ini. Berbagai perwakilan organisai massa (ormas) Islam menunjukkan sikap tegasnya. Di antaranya dilakukan oleh Nahdatul

Ulama (NU) dan Muham-madiyah sebagai represen-tasi perwakilan masyarakat Indonesia.

KH. Abdurrahman Wahid atau sering dikenal dengan Gus Dur mengung-kapkan bahwa para akti-vis ini (wahabi, HTI, dan Ikhwanul Muslimin-red) berjuang untuk mengubah Islam dari agama menjadi ideologi. Pada gilirannya Is-lam menjadi dalih dan sen-jata politik untuk mendis-kreditkan dan menyerang siapa pun yang pandangan politik dan keagamaannya berbeda dari mereka. Den-gan alasan memperjuang-kan Islam inilah gerakan ini menolak keras budaya dan tradisi yang selama ini telah menjadi bagian integral ke-hidupan bangsa Indonesia, ingin menggantinya dengan budaya dan tradisi asing dari Timur Tengah.

Lebih lanjut Gus Dur menekankan bahwa harus ada kesadaran jika Islam diubah dari ideologi ke politik, akan menjadi sem-pit karena dibingkai dengan

batasan ideologis dan plat-form politik. Watak dasar ideologi adalah menguasai dan menyeragamkan, dan akan mudah terjadi suatu penghakiman secara se-pihak jika terdapat suatu perbedaan pemahaman atas ideologi yang dianut.

Menanggapi ma-suknya gerakan ini ke dalam ormas-ormas Islam, Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan berpendapat ker-ibutan yang terjadi di ma-syarakat Muhammadiyah karena adanya infiltrasi ini dengan membawa isu-isu politik ke dalam masjid dan mudahnya mengkafir-kan orang harus ditanggapi, agar masyarakat menjadi damai dan tenang kembali.

Gus Dur mengungkapkan bahwa para aktivis ini (wahabi, HTI, dan Ikhwanul Muslimin-red) berjuang untuk mengubah Islam dari agama menjadi ideologi.

Gerakan Politik Tarbiyah

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 17

Gerakan Politik Tarbiyah

Page 20: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

Kaderisasi Sejak Dini

Iwan baru berumur lima tahun, pada pagi hari sudah di-antarkan ke sekolah. Menggunkan cela-

na panjang, berkaos, dan menggendong tas berisi bekal untuk makan siang. Diantar menggunakan mo-bil bersama ayahnya yang akan berangkat kerja, dari

dalam mobil terdengar alu-nan lagu dari grup nasyid Izzis. Sampai di sekolah dia langsung membaur dengan teman-temannya, sebelum pelajaran di mulai mer-eka bermain bola plastik di halaman luar kelasnya. Bersama teman sebayanya Iwan menjalani rutinitas ini di sekolah dengan ce-

ria, bila sudah bosan kadang menangis dan merengek minta pu-lang ke rumah sebelum waktunya.

Sekolah yang terletak di Kelapa Dua ini adalah salah satu sekolah yang cukup terkenal di kota Depok. Terdiri dari TKIT, SDIT, dan SMPIT, semua menggunakan nama belakang Nurul Fikri. Pe-lajaran yang diajarkan ti-dak jauh berbeda dengan sekolah pada umumnya.

Gerakan dibangun dengan rapi. Mulai dari pra-sekolah hingga perguruan tinggi.

RIO/SUMA

Gerakan Politik Tarbiyah

18 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 21: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

RIO/SUMA

Pendidikan agama dan moral peserta didik men-jadi prioritas. Untuk bisa menjadi siswa di sini harus mengeluarkan biaya yang lebih mahal daripada seko-lah negeri. Hal ini dikare-nakan waktu sekolah yang lebih lama, juga berbagai kegiatan yang memerlukan biaya tambahan.

Guru-guru di sekolah ini sebagian besar berasal dari aktivis gerakan Tarbi-yah. Setelah mereka lulus dari bangku kuliah, seba-gian dari mereka menjadi pengajar di sekolah seperti ini. Sekolah yang berlabel-kan Islam Terpadu (IT) ini tergabung dalam kelompok yang lebih luas lagi, yaitu Jaringan Sekolah Islam Ter-padu (JSIT) seperti yang di-ungkapkan Musoli, pendiri Nurul Fikri kepada majalah Madina. JSIT ini akan men-ghubungkan antara satu sekolah dengan sekolah yang lain yang mempunyai kesamaan visi.

Selain di sekolah Is-lam Terpadu kaderisasi ini juga ada di sekolah-seko-lah umum. Biasanya dilak-sanakan dalam bentuk keg-iatan ekstrakurikuler Kero-hanian Islam (Rohis). ”Ada pengkaderan dari SMA, tapi kita juga milih dari hati nurani. Kita meniru orang-nya, jadi tidak asal ikut-ikutan”, terang Omi, maha-siswa UI yang berasal dari Lombok. Di tingkat SMA inilah ada semacam keg-iatan untuk mengumpulkan para kader, misalnya Iqra

club. Iqra club inilah yang melakukan pendampingan dan bimbingan di setiap SMA dalam proses kaderi-sasi gerakan Tarbiyah, ter-masuk di dalamnya adalah tempat koordinasi murobbi dan mutarrobi yang mem-bawahi SMA-SMA di suatu kota.

Proses pendidikan di sini adalah bagian dari kaderisasi yang terus ber-jenjang. Dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Tingkatan seperti inilah yang akan lebih memu-dahkan gerakan Tarbiyah dalam mengatur jalannya proses kaderisasi. Pemaha-man sejak dini memudah-kan proses transfer ilmu dalam gerakan yang diban-gun. Hingga sampai pada tingkat yang lebih lanjut ketika memasuki perguruan tinggi, sehingga langsung dapat menyesuaikan diri dengan aktifitas gerakan Tarbiyah di kampus.

Sistem Pembinaan Setelah melewati

pembinaan dalam paham gerakan Tarbiyah di SMA, selanjutnya akan mudah dalam menyesuaikan diri dalam lingkungan gerakan Tarbiyah di kampus. Hal ini seperti dialami oleh Omi, mahasiswa baru 2009 jurusan teknik elektro yang berasal dari Lombok. Dia langsung direkomendasi-kan oleh murobbi di SMA-nya agar mengikuti organ-isasi Salam yang ada di UI. ” Saya dari dulu ya sudah

ikut rohis. Saya ada surat rekomendasi dari rohis sma saya di Lombok. Tujuan-nya agar materi yang sudah diberikan tidak diulang”, terang Omi.

Salah satu cara yang gerakan ini dalam melaku-kan proses pengkaderannya adalah menggunakan sistem sel. Sistem yang dilakukan secara bertingkat dengan cara liqa, kajian yang bi-asanya dilakukan seminggu sekali. Terdapat murobbi sebagai mentor dan mutar-robi anak didiknya, setiap murobbi akan membawahi minimal lima orang mutar-robi. Dengan cara ini, maka proses pengkaderan dan transfer ilmu akan dilaku-kan.

Di dalam kampus, ke-giatan ini akan mudah di-jalankan dengan memasuki lembaga formal kampus atau fakultas. Dengan cara ini kegiatan dapat tumbuh dan berkembang dengan dukungan pendanaan dari dalam kampus. Misalnya saja dalam organisasi yang ada di UI seperti Salam (Nuansa Islam Mahasiswa), berbentuk Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Salam UI ini berada di tingkat uni-versitas yang berkoordinasi dengan lembaga di fakultas, seperti Serambi (Senantiasa Ramah Benuansa Islam) di Fak.Hukum, MMI (Musho-la Izzatul Islam) di FMIPA, dan FSI (Forum Studi Is-lam) di Fisip UI.

Kegiatan lain yang di-lakukan seperti di melalui

Gerakan Politik Tarbiyah

19SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 22: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Gerakan Politik Tarbiyah

20

asistensi mata kuliah pendidikan Agama Islam. ”Program Asistensi Agama Islam (AAI) menjadi salah satu program bi-rokrat kampus sebagai bagian dari misi”, terang Arya Sandiyudha, ketua Salam UI 2005-2006 dalam buku Renovasi Dakwah Kampus. Secara tidak langsung mahasiswa yang menjadi peserta AAI ini akan menjadi mutarrobi. Kegiatan asistensi seperti ini di-lakukan juga di ITB dan UGM.

Tempat Tinggal, Bacaan, dan Musik pun Sama

Untuk memudahkan koordinasi ses-ama aktivis gerakan Tarbiyah, biasanya bertempat tinggal dalam satu tempat yang sama. Berkumpul dalam satu kontrakan atau kos. Misalnya adalah asrama PPSDMS

(Program Pembinaan Sumber Daya Manu-sia Strategis) ataupun Etos yang merupakan asrama beasiswa. ”Saya tinggal di asrama PPSDMS, kami memang diajarkan untuk mengamalkan aktifitas keagamaan dengan serius, melakukan diskusi mengenai keg-iatan kampus dan dipantau oleh para pen-gawas yang akan menilai setiap hari,” tutur salah seorang mahasiswa UI yang tidak mau disebutkan namanya. Setiap mahasiswa peraih beasiswa PPSDMS akan bertambah poin-nya jika mampu berprestasi di kam-pus, bisa dengan menduduki jabatan strate-gis seperti BEM, BPM (Badan Perwakilan Mahasiswa), MWA (Majelis Wali Amanat) atau prestasi lainnya. Selain yang tinggal di asrama beasiswa, para aktivis Tarbiyah ini juga tinggal dalam suatu tempat bersama yang di situ melakukan berbagai aktivita-

snya. Seperti mengontrak salah satu rumah atau kos, di UI send-iri terdapat Asrama UI dimana tumbuh Sahabat Asrama.

Untuk memenuhi kebu-tuhan intelektual, diserta pula buku-buku bacaan yang menjadi panduan. Misalnya buku karan-gan Hasan Al Banna Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin dan Al Matsurat. Gerakan ini juga berkumpul untuk membi-carakan sekitar sastra seperti kelompok Lingkar Pena yang dipelopori oleh Asma Nadia. Agar tidak bosan, biasanya para aktivis Tarbiyah ini mendengar-kan nasyid, musik yang diang-gap islami, berisi syair-syair perjuangan.

TIM LAPUT

Kehidupan Asrama UI yang kental akan suasana Tarbiyah

Page 23: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

ADE/SUMA

Namanya Riki (bukan nama sebenarnya), mahas i swa UI angkatan

2005. Ia cukup aktif dalam berorganisasi di kampus,

mengikuti berbagai kepa-nitiaan, dan dikenal sebagai pribadi yang mudah ber-gaul oleh teman-temannya. Merasa mempunyai ke-mampuan memimpin, pada tahun 2007 dia memantap-

kan diri untuk mengajukan sebagai ketua BEM tingkat universitas. Dorongan juga datang dari Devi, temannya di UGM yang juga aktivis tarbiyah. ”Kita harus sela-lu berusaha memanfaatkan

Untuk menanamkan ideologi dan kepentingannya, gerakan Tarbiyah mulai memasuki ranah baru, tidak sekedar berada pada tingkat organisasi keislaman saja. Gerakan ini juga mulai merambah unit kegiatan mahasiswa lain yang lebih memiliki pengaruh kuat terhadap keseluruhan kegiatan kampus.

21

Gerakan Politik Tarbiyah

Salah satu bentuk aksi lapangan untuk menyalurkan aspirasi

Gerak BersamaMembangun Kuasa

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 24: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

momen penting, karena itu dijadikan simpul untuk ber-juang dan kita tidak ngaji terus”, dukung Devi.

Sebagai mahasiswa yang masuk dalam Aktivis Dakwah Kampus (ADK) dia harus meminta pertim-bangan dahulu kepada mu-rabbinya. “Nanti malam antum bertemu dahulu den-gan pihak yang lebih ber-hak menentukan, karena ini adalah problematika umat,” terang murobbi. “Baiklah, ane akan mempersiapkan diri sebaik mungkin tadz” jawab Riki penuh seman-gat.

Diajaklah oleh sang murabbi untuk meminta

pendapat m a j e l i s s y u r a ADK di t i n g k a t universi-tas. Se-lanjutnya bertemu pula den-gan ma-jelis siy-asi yang m e m -b a w a h i u r u s a n p o l i t i k kampus. D a l a m s e b u a h ruangan yang ter-tutup di salah satu ruangan k a m p u s m e r e k a

diskusi ke-sana-kemari, membahas mengenai aktifitas kampus, keimanan, kesungguhan, dan peluang untuk meme-nangkan pemilihan. Ak-hirnya majelis syura dan siyasi memutuskan bahwa Riki belum saatnya untuk mengajukan diri sebagai ketua BEM. Majelis sudah memilih calon lain untuk maju sebagai calon ketua yang dianggap lebih tepat untuk memegang amanah dan tentunya mempunyai peluang untuk menang.

Tiga jam kemudian, Riki keluar ruangan den-gan kepala menunduk. Raut wajahnya terlihat lebih

lesu daripada sebelumnya. Hanya memendam rasa kecewa dalam hati dengan keputusan tersebut, antara hak pribadinya untuk men-jadi seorang pemimpin dan tuntutan untuk mematuhi garis perjuangan dakwah-nya. “Bersabarlah, kita se-mua berjuang untuk umat bukan untuk pribadi kita,” ucap sang murabbi dengan bijak.

Setelah mendapatkan nasihat dari murabbi, Riki dengan berbesar hati me-nerima keputusan tersebut. Dia tetap masuk menjadi tim sukses untuk meme-nangkan pemilihan ketua BEM tersebut. Bekerja sama mengkonsolidasikan jaringan tarbiyah dan te-man-temannya yang terse-bar di setiap fakultas.

Strategi mulai diatur. Hal yang pertama dilaku-kan adalah berusaha ma-suk menjadi panitia Pemira (Pemilihan Raya). Panitia inilah yang akan mengatur jalannya pemilihan ketua BEM di UI nantinya. Den-gan kemampuan Riki, dia bisa mempengaruhi kawan SMA yang bernama Doni agar mau menjadi panitia Pemira. “Don, antum harus mulai berlatih memegang amanah ya, tolong jadikan Pemira kali ini demokratis dan semua mahasiswa ak-tif di dalamnya”. Sebagai junior di SMA, Doni hanya menganggukan kepala me-nunjukkan setuju.

Selanjutnya, Riki ber-sama tim sukses lainnya

Gerakan Politik Tarbiyah

22

ADE/SUMA

Page 25: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

Gerakan Politik Tarbiyah

19

menentukan tema kampanye, membuat program, mendesain pamflet dan mengatur publikasinya, serta ikut menyebarkan di fakultas-fakultas dan titik strategis. Semua ikhwan dan akhwat terlibat dalam kegia-tan ini, akan dibagi jadwal pendampingan dalam setiap debat kandidat yang diusung. Akan terlihat ramai dengan yel-yel di se-tiap fakultas.

Sebelum hari pemilihan, kemudian diatur strategi terakhir, yaitu dengan sms. Mengirim pesan pendek kepada semua ADK-ADK yang ada di UI agar jangan menggunakan hak pilihnya, serta arahan untuk memilih kandidat yang telah dise-pakati bersama. Dengan membeli nomor baru, Riki mengirim pesan yang sama ke kawan-kawan yang tidak masuk dalam ADK.

Hari penghitungan suara pun tiba. Dengan semua kerja keras ini akhirnya Riki dan kawan-kawannya dapat menikmati ha-silnya. Sesuai dengan harapan bersama, amanah kepemimpinan dapat dipegang se-

perti tahun-tahun sebelumnya. Riki sekarang mendapat balasan atas

hasil kerja kerasnya. Kini dia menjadi sa-lah satu orang yang masuk dalam Badan Pengurus Harian (BPH) BEM. Tetap dapat berjuang sesuai dengan idealisme yang te-rus ia katakan. “Berjuang demi rakyat, to-talitas perjuangan mahasiswa Indonesia,” begitu ucapannya setiap ada orasi dan aksi demonstrasi.

Ini adalah salah satu cerita mengenai seorang aktivis gerakan Tarbiyah. Kejadi-an seperti ini masih terjadi di berbagai ke-giatan lain. Bahwa ada pengekangan atas kebebasan seorang dalam menentukan pi-lihan hidup yang diyakininya. Tidak seha-rusnya ini terjadi, mahasiswa dibebaskan untuk mengembangkan dirinya dan disitu-lah ia akan belajar.

Page 26: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Gerakan Politik Tarbiyah

24

Setelah mereka cukup berak-tivitas di kampus sebagai mahasiswa, akan berlanjut ke tingkat yang lebih tinggi. Bisa jabatan-jabatan struktu-

al dalam dunia akademis kampus atau bersentuhan dengan partai politik. Jika dikampus biasanya berkaitan dengan kepentingan mahasiswa, seperti direk-tur kemahasiswaan.

Dalam beraktifitas inilah, para ka-der gerakan tarbiyah memerlukan bim-

bingan dari para senior atau murabbi-nya. Sebagian murabbi ini adalah para simpatisan atau pengurus Partai Keadi-lan Sejahtera (PKS). Kemungkinan pula kegiatan dalam kampus dimanfaatkan untuk kepentingan para politisi ini. ”Para aktivis LDK ini bisa dianggap sa-yap partai yang ada di kampus,” terang salah satu dosen UI yang tidak mau di-sebutkan namanya.

Dalam dunia politik praktis, tak da-pat dihindari lagi bahwa Partai Keadilan

Dari Ideologis ke Pragmatis

AD

E/S

UM

A

Pejabat struktural BEM UI, dilindungi oleh para kader

Sebuah cita-cita yang diyakini mulia harus menghadapi realitas yang ada di depan mata, tidak terkecuali terhadap idealisme gerakan Tarbiyah ini.

Page 27: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

Gerakan Politik Tarbiyah

25

Sejahtera adalah kiblat gerakan mereka. Dalam partai ini mereka menja-lin hubungan bagai orang tua dan anaknya. Men-genai hal ini Mahfudz Sidik, dalam wawancara dengan Majalah Suara Mahasiswa UI (SUMA UI) edisi sebelumnya, menerangkan kalau ti-dak ada misi dan strategi khusus dalam menggarap kampus karena dakwah lewat tarbiyah sudah ada sebelum partai politiknya muncul.

Inilah pandangan gerakan tarbiyah dari masa awal berdirinya hingga saat ini. Gerakan yang pada masa awal ke-munculannya terkenal sebagai gerakan dakwah. Kegiatan yang dilaku-kan saat ini harus sesuai dengan agenda dan garis gerakan partai. Dimana partai akan selalu meny-esuaikan dengan problem kekuasaan kenegaraan.

Pergeseran Per-juangan

Sejak berdirinya pada 1999, PK (kemudian PKS) menyatakan diri se-bagai partai dakwah. Ter-tuang dalam Muqaddi-mah Anggaran Dasarnya “Bertolak dari kesadaran tersebut maka dibentuk-lah Partai Keadilan yakni partai politik yang men-gemban amanah dakwah demi mewujudkan cita-cita universal dan meny-

alurkan aspirasi politik kaum muslimin beserta seluruh lapisan masyara-kat Indonesia”.

Hal tersebut juga disebut-sebut Anis Mat-ta dalam bukunya Dari Qiyadah untuk Para Ka-der bahwa ”Partai ini adalah wujud daripada gerakan dakwah kita. Partai adalah representa-si keseluruhan dari total kekuatan yang kita miliki sepanjang 18 tahun perta-ma kita membina umat”.

Kini setelah berjuang panjang dengan sebagai manusia mereka juga ha-rus memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya. Kemewahan dan tercu-kupnya kebutuhan hidup merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan be-gitu saja. Masih dalam buku yang sama, Sek-jen PKS ini menyatakan kalau kita melihat mo-bil bagus, rumah bagus, hinggap sebentar mobil itu, sapu baik-baik lalu berdo’alah. Ini menunju-kan bahwa kemewahan memang bukan sesuatu yang diharamkan dalam tubuh partai dakwah ini.

Menurut Anis Matta bukanlah berarti bahwa mereka melupakan ide-ide untuk memperjuang-kan dirinya. Bagi sang Sekjen, kemiskinan dan kepapaan justru menja-di salah satu penyebab lemahnya dakwah. ”Ma-syarakat Indonesia ini rusak salah satu indika-

sinya karena orang-orang shalehnya sebagian besar adalah para fuqara dan masakin. Ahlul masjid di negeri ini terdiri atas fuqara dan masakin”.

Akan tetapi artikula-si dari pandangan sema-cam ini justru terkesan naïf. Di tengah bangsa yang sedang terpuruk dan serakan kaum miskin di seluruh pelosok negeri, sebagian kalangan partai dakwah ini justru hidup dalam gelimang kemewa-han. Mobil mereka, ru-mah mereka, gaya hidup mereka, jauh dari kesan sederhana.

Salah satu contoh kondisi ini ialah apa yang dilakukan anggota Fraksi PKS Andi Rahmat salah satu anggota Badan Le-gislasi (Baleg) DPR yang dibiayai Bank Indonesia (BI) ke London dan New York, pada Maret 2007.

Seperti diberitakan, berkaitan dengan berak-hirnya pembahasan UU Mata Uang, BI, mengajak empat anggota Baleg DPR melakukan kunjungan ke London dan New York. Lawatan dilakukan sela-ma 10 hari, 3-12 Maret 2007. Selain menanggung ongkos perjalanan, BI juga memberikan uang saku ke masing-masing anggota dewan senilai le-bih dari Rp100 juta.

Sikap Fraksi-PKS dalam kasus Hak Inter-plasi berkait persoalan BLBI ialah sisi lain yang

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 28: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

menunjukan bahwa gera-kan ini tak lagi ‘sesuci’ yang dibayangkan. Fraksi PKS nyata-nyata menolak pengajuan HAK Interpla-si ini. Sebuah sikap yang menunjukan ketidakber-pihakan partai ini pada pengusutan mega kasus korupsi itu.

Perkara iklan kam-panye yang menampil-kan Soeharto sebagai P a h l a w a n merupakan contoh lain-nya. Bahwa pergeseran ideologi da-lam tubuh PKS bukan suatu asumsi semata, ma-lainkan fakta yang jelas di depan mata. Banyak su-dah fakta yang menun-jukan kian pragmatis-nya gerakan ini, terutama dalam gerak langkah PKS sebagai sebuah partai po-litik.

Hal ini diakui oleh kalangan internal gera-kan ini. Sapto Waluyo, seorang kader senior gerakan ini, pernah me-nulis satu artikel di ha-rian Republika. Artikel berjudul Komunikasi Politik PKS cukup keras mengkritik manuver poli-tik PKS menjelang Pemi-

lu yang lalu. “Evaluasi total dan

otokritik tuntas perlu di-lakukan, bila PKS tetap ingin menjaga jati dirinya sebagai ‘Partai Dakwah’. Inti dakwah adalah nasi-hat: untuk menegakkan perintah Allah dan rasul-Nya, mengingatkan para pemimpin dan membim-bing masyarakat awam. Jika semua pernyataan

dan manuver itu dibiar-kan berlalu begitu saja tanpa corrective action, yang memadai dan ke-mampuan untuk belajar dari kesalahan sekecil apa pun, kapasitas PKS seba-gai learning organization mulai diragukan.”

Pernyataan keras Sapto ini bisa jadi hanya segumpal gunung es. Pada dunia yang lebih nyata,

kasus-kasus yang menun-jukkan memarnya gera-kan ini terhampar begitu banyak. Gerakan ini ia-lah gerakan yang diusung oleh manusia. Tentu saja tidak terlepas dari kesa-lahan. Sayangnya para kader, termasuk dari ka-langan mahasiswa, justru beranggapan gerakan ini ialah suatu gerakan yang tidak mungkin salah.

“ K i t a harus se-lalu tsiqoh d e n g a n qiyadah kita. Qiyadah kita gak mung-kin maksiat atau tidak a m a n a h . Kita memilih mereka, ka-rena mereka selama ini telah terbuk-ti amanah”. Kalimat dari salah satu diskusi on-line di atas ialah kali-mat yang

biasa muncul jika ada seseorang yang mengkri-tik atau meragukan ke-putusan pimpinan (dalam bahasa mereka qiyadah) gerakan ini.

Sikap taqlid manut menurut seperti ini se-benarnya telah menum-pulkan daya kritis kader gerakan ini ketika meng-hadapi realitas. Sikap ga-mang beberapa lembaga

Gerakan Politik Tarbiyah

26

Sikap taqlid manut menurut

seperti ini sebenarnya

telah menumpulkan daya kritis kader gerakan ini ketika

menghadapi realitas

Page 29: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

Gerakan Politik Tarbiyah

27

mahasiswa yang dikuasai tarbiyah berkait dengan persoalan UU BHP dapat diapungkan sebagai con-toh. Sampai sekarang, ti-dak ada sikap yang jelas dan tegas dari Salam UI atau Jamaah Sholahudin UGM berkait persoalan UU BHP ini, padahal keduanya mempuny-ai pengaruh di lembaga eksekutif kampusnya. Dalam tingkat lanjut ini berpengaruh pada aliansi BEM SI (Seluruh Indo-nesia), yang di dalamnya terdapat pula IPB (Insti-tut Pertanian Bogor). Si-kap antara tunduk pada patron partai politik dan kepentingan menyuara-kan kepentingan raky-at terbentur. Pada satu sisi mereka mengkritisi, namun pada sisi lainnya mereka menerima dengan catatan.

Contoh lain ialah ketika PKS menyatakan mendukung SBY-Boedi-ono. Tidak seperti kader PAN, PPP, atau partai lain yang begitu kritis bahkan berani membelot dari ke-putusan pimpinan pusat. Kader-kader PKS cende-rung manut nurut tanpa kritis terhadap keputusan itu. Keyakinan mereka “Kita harus yakin bahwa qiyadah kita selalu istiqo-mah di jalan da’wah, dan tidak akan menyimpang. Keputusan jama’ah su-dah dimusyawarahkan oleh ustadz-ustadz kita yang lebih ngerti syari’ah

dan lebih luas wawasan-nya dari kita.” Begitulah argumen yang muncul dari kader-kader ini.

Pada Pilpres kali ini, PKS mendapatkan sekitar 8 juta suara. Dari jumlah ini, kader inti hanya ber-jumlah + 1 juta orang. Di samping itu terdapat juga sebagian kader pendu-kung yang bersikap ter-hadap PKS seperti kader intinya. Mereka inilah yang setiap saat didoktrin dengan berbagai doktrin agama (sebut: menggu-nakan agama) yang ter-kadang dijelaskan jauh dari pemahaman yang sebenarnya. Hasilnya me-reka tidak sempat meng-gunakan akal sehat dalam membaca sepak terjang para petinggi partai dan menalar fenomena yang ada.

Bahkan, belajar ni-lai-nilai Islam pun seakan sudah tidak perlu lagi, ka-rena semua apa yang dila-kukan elite selalu menda-pat stempel kesucian dan kebenaran lembaga tinggi partai yang bernama De-wan Syari’ah atau Dewan Syuro. Setiap saat para kader hanya dijejali in-formasi satu arah bersifat top down dan kewajiban mentaati semua kepu-tusan elite atau lembaga tinggi partai serta laran-gan menalar dan mem-pertanyakannya.

Pernyataan pada pa-ragraf di atas bukanlah muncul dari kalangan luar

tarbiyyah, melainkan dari “orang dalam” mereka sendiri yaitu Ustadz Fat-huddin Ja’far, MA. Per-nyataan dari kader “yang bukan sembarangan ini” sebenarnya merupakan otokritik yang menyehat-kan bagi gerakan ini. Sa-yangnya, memperhatikan pernyataan semacam ini malah sering dituding se-bagai tidak tsiqoh bah-kan lebih jauh dikatakan membahayakan gerakan tarbiyyah secara keselu-ruhan.

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 30: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

28

Kata Mereka tentang Tarbiyah

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin

Gerakan tarbiyah di fakultas saya tergabung dalam Medical Moeslem Family (M2F). Kegiatan mereka ada kajian, baksos, wisata alam, dan se-bagainya. Biasanya berperan dalam pemilihan ketua BEM (badan Eksekutif Mahasiswa). Kegiatan mereka terkait dengan masa-masa mahasiswa baru caranya cukup smooth, dengan men-jadi anggota organisasi yang bertugas berjaga di tempat pengambilan for-mulir untuk mensosialisasikan organ-isasinya.

Siti Hapsari Rizki

Mahasiswi Akuntansi Uni-versitas Airlangga 2008

Kegiatan gerakan ini tidak terlalu kelihatan walau jumlah mereka cukup banyak. Ke-giatan mereka terbuka kok. Kadang juga mengundang ma-hasiswa kampus lain. Namun memang kebanyakan yg ikut adalah kalangan mereka send-iri, di luar mereka biasanya kurang tertarik.

Aqsath Rasyid NaradhipaSekjen Himpunan Mahasiswa Informatika Jurusan Teknik Informa-tika Institut Teknologi Band-ung 2006

Namanya gamais (Ke-luarga Mahasiswa Islam). Kegiatannya

pengajian dan mentoring agama, sisanya ada event untuk seluruh mahasiswa kampus yang islam, con-tohnya buka puasa bareng, juga ada lainnya. Ada ka-derisasinya pula. Biasanya mereka lebih akrab dengan sesama mereka. Aktivis tar-biyah ini main cantik dalam setiap aktivitas, sehingga perbedaan pendapat dalam kepanitiaan misalnya diang-gap perdebatan biasa, tidak menjurus ke konflik.

Gerakan Politik Tarbiyah

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 31: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

Gerakan Politik Tarbiyah

29

Brahmanto Adinugroho

Mahasiswa Institut Pertanian Bogor Jurusan Manajemen Agribisnis, angkatan 2004

Kegiatan rohis di kampus kami, masih kental. Misalnya klo IPB mau ngadain konser music, DKM (dewan Keluarga Masjid, semacam FPI versi lunak), pasti akan mengadakan protes. Mereka menentang

kareng konser musik dianggap bukan bagian dari kehidupan islam. Bi-asanya akan mendatangi panitia penyelenggara ataupun rektorat untuk me-nyampaikan keberatannya. Ada konser musik yang akhirnya dibatalkan dan ada juga yg tetap dijalankan. Akan dijalankan konser musik yg misalnya mengundang Yovie Nuno atau Chrisye, pokoknya yg tidak terkesan seronok lah. Namun konser yang menggunakan sponsor rokok juga ditentang un-tuk masuk kamus. Klo ada konser di IPB tuh ada hijabnya, kan konsernya dalam gedung. Mereka tetap bisa bergaul dengan yang lain misalnyabong-krong di kantin untuk makan.

Coki

Wakil Ketua BEM FHUI

Kalo di Fakultas Hukum UI na-manya Serambi. Kegiatan mereka terkait dengan masa-masa ma-hasiswa baru memasuki kuliah ada open house. Serambi itu kan masuk di Badan Semi Otonom, yang biasanya ada koordinasi dengan UKM seperti Salam. BSO seperti ini akan menerima dana dari fakultas untuk kegiatannya. Namun mereka tetap diwajib-kan untuk memberikan laporan penadaannya ke dekanat.

Putri

Mahasiswa Universitas Gadjah Mada

Gerakan tarbiyah ini ada komuni-tasnya, masuk ke dalam Jamaah Salahudin. Mereka selalu punya kegiatan macam ceramah, kajian, yang diselenggarakan biasanya di masjid UGM. Pernah beberapa kali mereka demo juga, ada pengkaderan pastinyaa. Misalnya ngasih undangan ke maba kalo hari ini, hari itu, ada acara ini dan itu, kemudian di acara tersbut bakal seru..bla..bla.. Serta segu-dang agenda mereka yang pasti-nya dibuat menarik.

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 32: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

28 SUMA NO.25/XVI/2009

VisitIndonesia!

Opini Sketsa

Page 33: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

��SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

FOTO PEMBATASARTIKEL KHUSUS

Pada ulang tahun yang ke-17, berikut kami hadirkan kembali dua artikel pilihan yang relevan dengan kondisi saat ini

Suara Mahasiswa UI

Page 34: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009�2

Sesuai nama-nya Perguruan Tinggi ber-fungsi sebagai institusi pe-nyelenggara

program pendidikan tinggi berupa program diploma, sarjana, magister, samapai tingkat doktoral. Bentuk konkrit perguruan tinggi diantaranya universitas.

Universitas seperti Universitas Indonesia mi-salnya, menempati tempat khusus dalam masyarakat karena universitas diidenti-kan sebagai station for the general publik yang diben-tuk dan terbentuk untuk pe-layanan masyarakat. Dari lembaga inilah masyarakat mengharapkan datangnya pembaharuan yang men-cakup segala aspek kehidu-pan.

Secara historis, Uni-versitas Indonesia sebagai salah satu Universitas ter-besar di Indonesia, memi-liki peran signifikasi dalam konstelasi kehidupan ber-bangsa dan bermasyarakat. Meskipun demikian dalam diri Universitas Indonesia itu sendiri (termasuk ma-hasiswa) terjadi benturan-

benturan kepentingan dida-lamnya.

Di satu sisi, letak Universitas Indonesia di ibukota negara dengan ane-ka kompleksitas metropoli-tannya memberi nilai-nilai anutan yang jauh berbeda di universitas-universitas lain di negeri ini. Lebih dari itu, mahasiswa Universitas Indonesia sebagian besar datang atau berkembang dalam komunitas metropo-litan, yang kemungkinan besar dalam penghayatan dan tingkah lakunya me-refleksikan nilai-nilai yang hidup dalam lingkungan-nya.

Di sisi lain, masyara-kat menuntut kiprah maha-siswa Universitas Indone-sia lebih berorientasi pada kepentingan masyarakat banyak yang notabene me-rupakan lapisan masyarakat terbawah dari piramida so-sial masyarakat.

Berorientasi dari rea-lita di atas, sudah sepatut-nya kita (mahasiswa) sejak dini melakukan introspeksi dan retrospeksi tentang ba-gaimana seharusnya ber-prilaku agar peran yang disandang diantara dua kul-

tur kepentingan yang ber-beda dapat berjalan dalam rangka melesarikan dan memperjuangkan nilai-ni-lai kebenaran dan keadilan hakiki.

Atau dengan kalimat lain, adalah sangat wajar sedini mungkin menentu-kan, setidaknya mencari si-kap yang tepat dalam men-gakomodir harapan-harapan masyarakat menghadapi realitas (kenyataan) kehidu-pan masyarakat, khususnya kehidupan kampus Univer-sitas Indonesia.

Mahasiswa Univer-sitas Indonesia An-tara Harapan Dan Kenyataan

Sebagai makhluk Al-lah SWT, sepatutnya kita bersyukur kehadirat-Nya atas nikmat-nikmat yang telah diberikan-Nya, terma-suk kelulusan di Universitas Indonesia. Betapa tidak ! diantara dua juta peminat untuk masuk Universitas Indonesia, kita termasuk tiga ribu mahasiswa baru Universitas Indonesia dipi-lih oleh Allah SWT. Lulus pada Universitas Indonesia,

KULIAH PADA PERGURUAN TINGGI:

ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN

Artikel Khusus

Page 35: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

Artikel Khusus

��

ibarat lolos dari lubang ja-rum, demikian kata orang banyak. Kesuksesan me-masuki Universitas Indone-sia mengisyaratkan adanya perubahan status dari siswa menjadi mahasiwa.

Roger menyitir peru-bahan (status) sebagai pro-ses yang membuat sesuatu atau seseorang menjadi berbeda dari keadaan sebe-lumnya.

Perubahan status men-jadi mahasiswa berakibat pada perubahan akontabili-tas dan responsibilitas kita. Pendek kata, kita dituntut sebagai change agents : agent pembaharu.

Sejarah telah mencatat peranan mahasiswa sebagai agen pembaharu dan pe-rombakan tata nilai tidaklah keci. Penggulingan Juar Peron (Argentina 1955), Perez Jimenez (Venezuela 1958), Soekarno (Indonesia 1966), Ayub Khan (Pakis-tan 1969), Reza Pahlevi di Iran tahun 1981 dan banyak lagi.

Sejarah mencatat pula, peran mahasiswa Universi-tas Indonesia dalam per-juangan membela kebena-ran dan keadilan di Indo-nesia. Kita tidak menutup mata dengan perjuangan mahasiswa Universitas In-donesia yang melahirkan orde baru. Dan tentu kita pula tidak menutup mata dengan duduk segudang alumni Universitas Indo-nesia sebagai Top Manager pada berbagai instansi pe-merintah maupun swasta.

Semua itu tak lepas dari mahasiswa.

Mahasiswa, sedikit banak dapat dikategorikan dalam kelompok orang pin-tar/cendikia. Akan tetapi berlaianan dengan orang pintar yang telah menem-pati posisi sosial tertentu, mahasiswa dalam kaitannya dengan posisi dan hubungan sosial ini, sifatnya sangat sementara. Karena itu sulit untuk menyerderhanakan mahasiswa baik pada posisi maupun arah yang hendak

dituju. Jadi, tidak menghe-rankan bahwa nilai kultural yang berlaku dikalangan mahasiswa, seharusnya be-rasal dari nilai kebenaran dan keadilan yang hakiki,

tidak berasal dari pusat kekuasaan.

Sebagai orang pin-tar, mahasiswa adalah so-sok yang tak pernah puas menerima kenyataan se-bagaimana adanya. Selalu mempertanyakan kebena-ran (relatif) yang berlaku pada suatu skala baik spa-sial atau temporal tertentu, dalam kaitannya mencari kebenaran yang berpijak pada kepentingan umum. Dengan posisi dan kenya-taan diatas, tak salah jika

masyarakat berharap ba-nyak pada mahasiswa Uni-versitas Indonesia.

Sebagai mahasiswa, yang nantinya merupakan produk Universitas Indo-

...nilai kultural yang berlaku di kalangan

mahasiswa, seharusnya berasal dari nilai kebenaran dan keadilan yang

hakiki, tidak berasal dari pusat

kekuasaan....

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 36: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

�4

nesia sebagai lembaga pen-gejewantahan Tri Dharma Perguruan Tinggi, tidak sa-lah jika masyarakat berha-rap agar kita kelak menjadi sarjana-sarjana yang be-rakhlak tinggi, tinggi ilmu dan tinggi pengabdiannya. Tak salah masyarakat men-gharapkan agar Fakultas Kedokteran UI menghasil-kan dokter-dokter yang ra-mah, pandai dan tidak ma-hal bayaran,.

Juga tidak salah berha-rap agar Fakultas Hukum UI mencetaks sarjana hukum sebanyaknya, agar bisa la-hir hakim-hakim yang le-bih jujur, agar bisa lebih banyak jaksa yang kurang galaknya, agar lahir pem-bela-pembela yang berani membela ketidakadilan dan berani melawan apa yang disebut mafia pengadilan, agar banyak mendidik para petani kita tentang hak dan kewajibannya supaya tidak dikibuli terus menerus, agar lebih banyak membela bu-ruh, karyawan dan sebagai-nya.

Masih banyak lagi ha-rapan-harapan masyarakat. Ini baru untuk dokter dan meester fin the rechten.

Belum lagi dari ahli bahasa dan sastra, ahli bio-logi, sarjana teknik, dan se-bagainya. Saya kira masya-rakat tidak teralu salah jika mengharapkan agar Fakul-tas Ekonomi UI melahirkan ekonom-ekonom yang lebih mampu menyusu konsep ekonomi yang menguntun-gkan rakyat yang banyak dhu afa.

Namun demikian, kita tidak menutup mata dengan kenyataan yang ada diseki-tar kita. Sebagai mahasiswa Universitas Indonesia kita dibuat pusing dengan ke-naikan SPP (Sumbangan Pelaksanaan Pendidikan) yang kronis dan terkesan ‘semau gue’. Padahal jika kita cermati kenaikan SPP belum optimal dibarengi dengan penyempurnaan fa-silitas pendidikan. Fasilitas buku-buku perpustakaan yang serba minim. Besar-nya dana sumbangan pen-didikan (PPKM ) tak kalah menarik. Pada beberapa fakultas bahkan mencapai dua sampai tiga juta rupiah.

Belum lagi sistim be-lajar SKS (Sistim Kredit Semester) membuat kita lupa akan masalah disekitar

kita. Kita menjadi cuek dan tidak peduli pada realitas sosial ditengah masyarakat. Kita phobi terhadap hal-hal berbau politik. Kesemuanya memang ditentukan oleh kebijakan penguasa. Jika ada yang mengeritik, dia dicap ekstrim dan diaman-kan agar tidak mengkonta-minasi yang lain.

Pendek kata, jadilah mahasiswa apatis. Ia beran-gkat kuliah dipagi hari den-gan mulut ternganga minta disuapi ilmu dan ketrampi-lan, lalu ia pulang. Begitu dan begitu seterusnya. Dan banyak lagi masalah yang melilit pada diri seseorang yang berpredikat maha-siswa.

Bersyukurlah, Allah SWT menciptakan kita dengan akal pikiran. Di-samping itu, Allah membe-kali kita dengan keimanan dan ketaqwaan. Hanya den-gan modal itulah kita dapat berkiprah dan mewujudkan harapan masyarakat. Se-moga Allah Yang Maha Esa memberi petunjukNya ke-pada kita. Amin.

Artikel Khusus

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 37: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

�5

Suatu ketika, sekelompok ma-hasiswa UI bakti sosial di daerah. Jaket kuning

pun dipakai. Seorang pen-duduk menegur, ”Hati-hari dengan jaket kuningnya, Dik. Masyarakat desa ini, bisa curiga, lho.”

Pada kesempatan yang berbeda, masih di daerah, sekelompok mahasiswa UI lainnya sedang mengada-kan pemeriksaan kesehatan di puskesmas desa. Dokter yang bertugas di sana ber-pesan, ”Jaket kuningnya jangan dilepas, ya, Dik. Pakai aja untuk pemeriksa-an. Mudah-mudahan ka-lian bisa jadi ’kader’ yang baik”

Begitu besarkah mak-na jaket kuning? Sehingga, perlakuan terhadapnya ini pun beragam? Jawaban-nya dapat ditelusuri dengan mengungkap latar belakang historis keberadaannya.

UI dan Orde BaruEra ’kebesaran’ jaket

kuning bermula dari aksi mahasiswa setelah peristi-wa G 30S/ PKI tahun 1965. Mereka menuntut tiga tun-tutan: Tritura, bubarkan PKI, rombak kabinet dwi-kora dan turunkan harga.

Pada 25 Oktober1966, mereka membentuk KAMI, sebagai wadah untuk de-monstrasi, demi tegaknya Pancasila dan UUD ’45 secara murni dan konse-kuen’.

Jenderal TNI A.H. Nasution dalam amanatnya di Institut Pertanian Bogor (IPB) tanggal 14 Mei 1966, mengatakan lahirnya ang-katan ’66 untuk menjamin politik anti kontra revolusi gestapu, untuk menurun-kan harga dan untuk kabi-net yang wajar. ”Pokoknya KAMI memelopori pen-dobrakan terhadap vested-vested interest gestapu dan sekutu-sekutunya, serta ter-hadap penyelewengan pol-ek-sos-mental,” katanya waktu itu.

Angkatan ’66 dalam arti sempit, menurut Cos-mas Batubara, adalah para mahasiswa, pemuda, pelajar yang ikut serta atau sekurang-kurangnya yang menyetujui atau bersimpati terhadap perjuangan dan aksi-aksi tahun 1965-1967.

Sedang arti luasnya menurut dia, adalah semua pihak yang terlibat dan me-nyetujui perjuangan dan aksi-aksi pada waktu itu tanpa melihat statusnya.

Sebelum peristiwa

G30 S/PKI, pergolakan politik semakin tajam, dan Presiden Soekarno tidak ada kejelasan terhadap pe-ristiwa itu.

Dr. Amir Santoso, pa-kar politik UI, menjelaskan keterlibatan mahasiswa UI saat itu disebabkan keadaan yang makin pengap, harga nggak karu-karuan dan su-asana anti PKI sangat keras. ”Yang saya ingat, tarif bis dari Rp. 250,- dinaikkan sampai Rp. 1000,-. Maha-siswa UI kan miskin semua waktu itu. Ya, ikut saja de-monstrasi,” kata dosen FI-SIP UI ini.

Situasi ini, membuat Soe Hok Gie, tokoh maha-siswa saat itu, bersama ma-hasiswa UI lainnya menga-dakan long march dari Salemba ke Rawamangun. ”Tujuanku sebenarnya ti-dak banyak,” tulis Soe Hok Gie dalam catatan harian-nya, ”Aku ingin agar ma-hasiswa menyadari bahwa mereka : the happy selected few yang dapat kuliah. Ka-rena itu mereka harus juga menyadari dan melibat-kan diri dalam perjuangan bangsanya. Dengan long march ini moga-moga me-reka sadar bahwa soal tarif bukanlah semata-mata soal tarif an sich, akan tetapi

MENGGUGAT ‘MITOS’ PEMBARUAN

Artikel Khusus

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 38: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009�6

merupakan satu aspek kecil saja daripada seluruh perju-angan rakyat. Dan kepada rakyat aku ingin tunjukkan bahwa mereka dapat men-gharapkan perbaikan-per-baikan dari keadaan dengan menyatukan diri di bawah pimpinan patriot-patriot Universitas. ”

Jaket kuning yang se-mula biasa-biasa saja, sejak aksi ’66 itu, lalu dianggap sebagai simbol perjuangan. Tokoh-tokoh mahasiswa yang menjadi motor peng-

gerak demonstrasi maha-siswa, baik melalui Dewan Mahasiswa (Dema) UI maupun melalui KAMI, muncul ke panggung poli-tik dan ekonomi nasional sebagai pendiri Orde Baru. Mereka bekerja keras da-

lam mengisi Orde Baru dengan pembangunan yang berorientasi ekonomi dan stabilitas politik-keamanan. Mereka mengisi jabatan-jabatan strategis di supra struktur kekuasaan: Abdul Ghafur, Cosmas Batubara, dan Mari’e Muhammad, di samping ada juga yang me-milih sebagai pengusaha: Fahmi Idris dan Liem Bian Koen (Sofyan Wanandi). Namun, ada pula yang kem-bali ke kampus dan berkutat dengan buku: Soe Hok Gie.

UI pun dinyatakan sebagai Kampus Perjuangan Orde Baru, sebagaimana yang terpampang dalam papan nama yang terpancang di Kampus UI Salemba seka-rang.

Di samping itu, do-

sen-dosen UI pun masuk mendukung pemerinta-han Orde Baru: Soemantri Brodjonegoro, Emil Salim, Ali Wardana, Widjojo Niti-sastro. Koordinasi di antara mereka terjalin dengan baik karena di antara mereka ada yang dituakan, yaitu mantan Rektor UI, Prof. Soemantri Brodjonegoro. Tak hanya sampai di situ, hingga dekade ketiga Orde Baru ini orang-orang UI sudah menjadi langganan kursi eksekutif, legislatif dan yudikatif. Tercatat, se-jak berdirinya UI hanya 2 (dua) orang mantan Rektor UI yang tidak menempuh jalur menteri. Salah satunya adalah Mahar Mardjono. Ia adalah Rektor UI ketika Peristiwa Malari ’74 dan peristiwa Anti Presiden ’78 meletus di UI, yang juga merebak ke jalanan ibukota. Kedua peristiwa itu sempat menggoncangkan situasi politik nasional, legenda-ris dan dianggap sebagai ’kekalahan’ gerakan maha-siswa. masing-masing pim-pinan Dema UI waktu itu masuk penjara Orde Baru, yaitu Hariman Siregar (’74) dan Lukman Hakim (’78).

Jaket Kuning dan Lambang Beringin

Jika ditelusuri, sejarah keberadaan jaket kuning bukanlah bermula dari pi-hak universitas, melainkan diusulkan oleh Dema UI. Dema UI ini dibentuk tang-gal 31 Me 1951 dan baru diakui keberadaannya oleh

”Jaket kuning yang semula biasa-

biasa saja, sejak aksi ’66 itu, lalu

dianggap sebagai simbol perjuangan.

Tokoh-tokoh mahasiswa yang

menjadi motor peng-gerak demonstrasi

mahasiswa

Artikel Khusus

Page 39: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

�7

Rektor UI pada tanggal 20 November 1955. Pe-kerjaan awal mereka ada-lah menyediakan fasilitas pondokan mahasiswa, ba-lai pengobatan mahasiswa dan sarana kesejahteraan mahasiswa lainnya. Pada tahun 1955 itu pula maha-siswa jurusan sejarah FSUI Nugroho Notosusanto (al-marhum: mantan rektor UI dan Mendikbud RI—Red.) menciptakan sistem atribut mahasiswa UI dengan dua unsur sebagai dasar, yaitu (1) warna kuning UI dan (2) lambang beringin UI. Dengan kedua unsur itu ke-mudian dikonsepsikan be-berapa kostum mahasiswa UI, di antaranya Jaket Ku-ning. Dema UI pada tahun 1955 itu langsung mensya-hkan pemakaian atribut itu.

Melalui perjalanan yang berliku, 9 tahun ke-mudian, tepatnya tanggal 6 Agustus 1964 keluar ke-putusan Rektor UI Syarief Thayep nomor 203/HM/IN/K-64 tentang atribut bagi mahasiswa UI. Keputusan itu berdasarkan kepada pe-raturan Dema UI. Produksi jaket kuning dalam jumlah besar kemudian dilakukan atas bantuan Koperasi Ma-hasiswa (KOPMA) UI di bawah pimpinan Tony Si-hombing dan Koordinator Proyek-proyek Khusus UI, Drs. Hendrayogi.

Hampir dua tahun ke-mudian, jaket kuning mera-jai jalanan ibukota. Dimulai dengan aksi Tritura tanggal 12 Januari 1966 dari kampus

UI Salemba, maka proses penumbangan rezim Orde Lama dilakukan. Didukung oleh kekuatan ABRI yang anti PKI, terutama Angka-tan Darat, penumpasan dan pembersihan terhadap ang-gota PKI dan onderbownya berlangsung massal, baik di kota maupun di desa. Juga di lingkungan universitas.

Mitos Jaket Kuning dan Ujung Tombak Pembaruan

Sejak tahun 1966 itu jaket kuning dilumuri ber-bagai mitos. W.S. Rendra menyebutnya sebagai sim-bol perjuangan, terutama jaket kuning berlumuran darah yang dikenakan Arief Rahman Hakim. Arief gu-gur sebagai syuhada dan tumbal Orde Baru akibat tembakan Cakrabirawa. Selain itu gugur pula Zai-nal Zakse, wartawan surat kabar kampus KAMI. Ke-duanya menjadi pahlawan kelahiran Orde Baru.

Nama dari Arief dia-badikan menjadi nama Me-sjid yang berdiri di kam-pus UI Salemba, Mesjid ARH dan Radio ARH. W.S Rendra menghadiahkan sa-jak berjudul ’Jaket kuning berlumuran darah’. Taufik Ismail, mahasiswa Fakultas Kedokteran UI Bogor (se-karang IPB. Red.), yang sa-jak-sajaknya turut mewar-nai perjuangan Angkatan ’66, pun menyisakan judul ’Karangan Bunga’ untuk merekam gugurnya Arief

Rahman Hakim dalam sa-jaknya: Tiga anak kecil/da-lam langkah malu-malu/da-tang ke salemba sore itu/ini dari kami bertiga/pita hitam pada karangan bunga/tan-da kami ikut berduka/bagi kakak yang ditembak mati siang tadi/.

Jaket kuning inilah yang memberikan kebang-gaan bagi sebagian besar mahasiswa UI, termasuk mahasiswa UI yang masuk setelah tahun 1965-1966. Fahmi Alatas, Direktur Operasional TPI, misalnya, mengakui bahwa jaket ku-ning UI yang dikenakannya sangat mempengaruhi ak-tifitas kemahasiswaannya. ”Kebanggan itu menyertai keterlibatan saya dalam pers mahasiswa, senat ma-hasiswa fakultas dan HMI,” katanya. Sedangkan bagi Amir Santoso,” Aktifitas ilmiah dan suasana antar mahasiswa waktu itu pun mendorong cara berpikir mahasiswa UI,” ungkapnya. Cholifah B, PD III FMIPA UI, yang masuk UI tahun 1968, juga mengakui ke-banggaannya dengan jaket kuningnya. Menurutnya, jaket kuning dibagikan se-telah acara mapram. ”Dari acara mapram itu juga kami diminta untuk berpikir kre-atif, mempunyai perasaan senasib, saling kenal dan kompak,” ujarnya.

UI dan GolkarKeterkaitan UI dan

Golkar pantas dikemuka-kan di tengah merebaknya

Artikel Khusus

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 40: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009�8

hanya mahasiswa UI yang ikut, melainkan juga maha-siswa perguruan tinggi lain. Setelah menunjukkan hasil pertama yang memuaskan, maka untuk penggunaan yang lebih efisien diben-tuklah Resimen Mahasiswa yan gpada tanggal 22 Mei 1962 diresmikan dengan nama Resimen Mahajaya.

Jika dilihat, terdapat kemiripan antara atribut mahasiswa UI ciptaan Nu-groho Notosusanto dengan atribut Golkar. Dalam buku ’Sedjarah Singkat Uni-versitas Indonesia’ (terbit tahun 1967) yang disusun oleh Team Redaksi Jurusan Sejarah FSUI tidak terdapat perjelasan lebih lanjut mengenai hal itu. Buku ini hanya menguraikan proses lahirnya atribut mahasiswa UI. Missing link terjadi keti-ka lambang beringin maha-siswa UI tidak lagi disebut sebagai lambang beringin, melainkan hanya Makara. Penyebutan itu sendiri, menurut Hariman Siregar, sudah ada sejak masa ke-mahasiswaannya. ”Dari dulu juga Makara, koq,” ungkapnya. Pihak rekto-Pihak rekto-rat UI juga membenarkan bahwa lambang beringin itulah yang disebut sebagai makara. Jadi hanya per-bedaan penamaan belaka, tanpa ada perbedaan antara lambang beringin dengan lambang makara.

Disebut dalam Buku Kuning UI bahwa lambang UI berupa beringin yang distyleer dengan air man-

cur dan kepala kala makara, yang dilingkungi oleh per-segi lima yang melukiskan universitas dalam segala se-ginya. Lambang itu adalah ciptaan Prof. Djokosutono SH. Dalam lampiran pidato Dies Natalis Prof. Bahder Djohan pada tahun 1956 disebutkan bahwa lambang UI terdiri dari tiga sendi: (1) universitas sebagai sumber ilmu pengetahuan, (2) universitas sebagai pu-sat kebudayaan, dan (3) universitas sebagai gudang ilmu dan budaya untuk ke-

bahagiaan dan kebesaran nusa dan bangsa Indonesia serta umat manusia pada umumnya.

Jadi jelaslah bahwa lambang UI mempunyai unsur beringin secara do-minan dilengkapi dengan kepala kala makara.

Untuk simbol itu bu-kan berarti kemiripan antara

simbol dunia kemaha-sis-waan UI – jaket kuning dan lambang beringin – dengan simbol Golkar menunjuk-kan kesamaan. Pernya-taan Freddy Latumahina menunjukkan perbedaan yang signifikan antara sim-bol mahasiswa UI dengan simbol Golkar.

Jaket Kuning UI: Pemberian CIA?

Polemik lain diseki-tar jaket kuning dilontar-kan oleh Manai Sophiaan, mantan Dubes RI di Mos-

kow ketika G30S/PKI me-letus. Menyusul terbitnya buku Kehormatan bagi Yang Berhak, Manai le-wat wawancaranya dengan majalah Tiara edisi no. 14 tanggal 12 September 1994 mengatakan bahwa aksi ma-hasiswa tahun ’66 dibiayai CIA. “Itu baju kuning itu, kalau menurut orang-orang

’kuningisasi’ di beberapa daerah, yang juga berimbas pada kecurigaan terhadap mahasiswa UI yang berja-ket kuning, sebagaimana yang ditulis pada bagian awal. Persoalan jaket ku-ning dekat dengan ke-pentingan politik Golkar, memang juga sempat men-cuat ke permukaan ketika sekelompok mahasiswa UI mengenakan jaket almama-ternya dalam suatu kegiatan yang dicanangkan salah se-orang Ketua Golkar, Abdul Ghafur. Wadahnya adalah Mahasiswa Pembangunan Indonesia (MPI). Beberapa media massa ibukota sem-papt memuat beritanya.

Dedi, mahasiswa Juru-san Ilmu Politik FISIP UI, yang sempat ditemui repor-ter SM menolak berkomen-tar tentang keterlibatannya di MPI. Menurutnya soal itu akan dijelaskan setelah Kongres MPI. ”Saya ber-harap agar mahasiswa UI memanfaatkan jaket kuning dengan sebaik-baiknya un-tuk kegiatan positif bagi banyak pihak dengan ti-dak menyakiti pihak lain,” katanya. Untuk persoalan itu Drs. Umar Mansyur M.Sc., PR III UI, menjelas-kan bahwa jaket kuning ha-nya bisa dipakai untuk kegi-atan resmi UI. ”Di kalangan mahasiswanya diwakili oleh organisasi kemahasis-waan formal di UI”, kata-nya. Hal itu pun dibenarkan oleh Doddy Ahmad Fau-zy, fungsionaris SM FISIP UI. Sedangkan Abdul Gha-

fur mengakui bahwa MPI belum mempunyai seragam sendiri, karena itu maha-siswa sepakat untuk meng-gunakan seragam alma-maternya. ”Kalau itu tidak dibenarkan, lain kali jangan dipakai,” ungkapnya, seba-gaimana diberitakan Gatra.

Untuk itu, Tim Laput SM berupaya mencari keje-lasan tentang sejauh mana hubungan antara UI dengan Golkar.

Drs. Freddy Latu-mahina, anggota Fraksi Karya Pembangunan DPR RI, ketika dikonfirmasikan SM menjelaskan bahwa jaket kuning dan beringin UI berbeda dengan jaket kuning dan beringinnya Golkar. Kedua atribut Gol-kar itu pun lahir lebih dari lima belas tahun setelah kelahiran atribut -maha-siswa UI (1955-1970-an). Ketua I Dema UI Periode 1969-1971 ini mengatakan bahwa tidak ada sangkut pautnya antara kuning-nya UI dengan beringin-nya Golkar. ”Kuningnya Golkar adalah kebangsaan, sedangkan kuningnya UI adalah keemasan ilmu pengetahuan. Begitu pun beringinnya UI merupakan beringin ilmu pengetahu-an, sedangkan beringinnya Golkar merupakan beringin yang dikutip dari pancasila. Jangan lupa itu,” kata alum-ni Jurusan Filsafat FSUI dan sarjana muda FMIPA UI ini. Dengan demikian tidaklah beralasan jika ada pihak yang mengidentikkan

UI dengan Golkar. apalagi jika ada yang mengatakan bahwa kuning dan bering-innya Golkar terinspirasi dari kuning dan beringin-nya UI, sekali pun sebagian dari pendiri Sekber Gol-kar berasa dari UI. Cho-lifah B. pun sependapat. ”Itu hanya suatu kebetulan saja. Sah-sah saja. Kan ti-dak dilarang,”katanya. Se-kalipun demikian masih ada yang menganggap ba-hwa mungkin saja secara psikologis Golkar terin-spirasi oleh UI. ”Apalagi pada waktu kelahiran Gol-kar tampuk pemerintahan (Orde Baru. Red.) berlatar-belakang gerakan ’66, yang identik dengan UI,” cetus Hadi Sugiharto, mencoba menganalisa.

Keterlibatan maha-siswa UI sendiri dengan Golkar sudah dimulai sejak diberikannya latihan militer kepada mahasiswa UI, jauh sebelum Golkar menjadi Organisasi Sosial Politik. Pada bulan Januari 1962, misalnya, mahasiswa UI memobilisasikan diri dan ikut dalam Apel Besar Go-longan Karya. Kegiatan ini merupakan pelaksanan dari Tri Komando rakyat yang bermaksud mengembalikan Irian Barat ke pangkuan RI. Latihan militer dilakukan secara teratur di Lapangan Banteng. Latihan dilaks-anakan oleh Peperda Jaya dengan Mayor Agus Djami-li BcHk sebagai komandan pertama mahasiswa Jakarta. Ternyata kemudian bukan

Artikel Khusus

Page 41: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

hanya mahasiswa UI yang ikut, melainkan juga maha-siswa perguruan tinggi lain. Setelah menunjukkan hasil pertama yang memuaskan, maka untuk penggunaan yang lebih efisien diben-tuklah Resimen Mahasiswa yan gpada tanggal 22 Mei 1962 diresmikan dengan nama Resimen Mahajaya.

Jika dilihat, terdapat kemiripan antara atribut mahasiswa UI ciptaan Nu-groho Notosusanto dengan atribut Golkar. Dalam buku ’Sedjarah Singkat Uni-versitas Indonesia’ (terbit tahun 1967) yang disusun oleh Team Redaksi Jurusan Sejarah FSUI tidak terdapat perjelasan lebih lanjut mengenai hal itu. Buku ini hanya menguraikan proses lahirnya atribut mahasiswa UI. Missing link terjadi keti-ka lambang beringin maha-siswa UI tidak lagi disebut sebagai lambang beringin, melainkan hanya Makara. Penyebutan itu sendiri, menurut Hariman Siregar, sudah ada sejak masa ke-mahasiswaannya. ”Dari dulu juga Makara, koq,” ungkapnya. Pihak rekto-Pihak rekto-rat UI juga membenarkan bahwa lambang beringin itulah yang disebut sebagai makara. Jadi hanya per-bedaan penamaan belaka, tanpa ada perbedaan antara lambang beringin dengan lambang makara.

Disebut dalam Buku Kuning UI bahwa lambang UI berupa beringin yang distyleer dengan air man-

cur dan kepala kala makara, yang dilingkungi oleh per-segi lima yang melukiskan universitas dalam segala se-ginya. Lambang itu adalah ciptaan Prof. Djokosutono SH. Dalam lampiran pidato Dies Natalis Prof. Bahder Djohan pada tahun 1956 disebutkan bahwa lambang UI terdiri dari tiga sendi: (1) universitas sebagai sumber ilmu pengetahuan, (2) universitas sebagai pu-sat kebudayaan, dan (3) universitas sebagai gudang ilmu dan budaya untuk ke-

bahagiaan dan kebesaran nusa dan bangsa Indonesia serta umat manusia pada umumnya.

Jadi jelaslah bahwa lambang UI mempunyai unsur beringin secara do-minan dilengkapi dengan kepala kala makara.

Untuk simbol itu bu-kan berarti kemiripan antara

simbol dunia kemaha-sis-waan UI – jaket kuning dan lambang beringin – dengan simbol Golkar menunjuk-kan kesamaan. Pernya-taan Freddy Latumahina menunjukkan perbedaan yang signifikan antara sim-bol mahasiswa UI dengan simbol Golkar.

Jaket Kuning UI: Pemberian CIA?

Polemik lain diseki-tar jaket kuning dilontar-kan oleh Manai Sophiaan, mantan Dubes RI di Mos-

kow ketika G30S/PKI me-letus. Menyusul terbitnya buku Kehormatan bagi Yang Berhak, Manai le-wat wawancaranya dengan majalah Tiara edisi no. 14 tanggal 12 September 1994 mengatakan bahwa aksi ma-hasiswa tahun ’66 dibiayai CIA. “Itu baju kuning itu, kalau menurut orang-orang

’kuningisasi’ di beberapa daerah, yang juga berimbas pada kecurigaan terhadap mahasiswa UI yang berja-ket kuning, sebagaimana yang ditulis pada bagian awal. Persoalan jaket ku-ning dekat dengan ke-pentingan politik Golkar, memang juga sempat men-cuat ke permukaan ketika sekelompok mahasiswa UI mengenakan jaket almama-ternya dalam suatu kegiatan yang dicanangkan salah se-orang Ketua Golkar, Abdul Ghafur. Wadahnya adalah Mahasiswa Pembangunan Indonesia (MPI). Beberapa media massa ibukota sem-papt memuat beritanya.

Dedi, mahasiswa Juru-san Ilmu Politik FISIP UI, yang sempat ditemui repor-ter SM menolak berkomen-tar tentang keterlibatannya di MPI. Menurutnya soal itu akan dijelaskan setelah Kongres MPI. ”Saya ber-harap agar mahasiswa UI memanfaatkan jaket kuning dengan sebaik-baiknya un-tuk kegiatan positif bagi banyak pihak dengan ti-dak menyakiti pihak lain,” katanya. Untuk persoalan itu Drs. Umar Mansyur M.Sc., PR III UI, menjelas-kan bahwa jaket kuning ha-nya bisa dipakai untuk kegi-atan resmi UI. ”Di kalangan mahasiswanya diwakili oleh organisasi kemahasis-waan formal di UI”, kata-nya. Hal itu pun dibenarkan oleh Doddy Ahmad Fau-zy, fungsionaris SM FISIP UI. Sedangkan Abdul Gha-

fur mengakui bahwa MPI belum mempunyai seragam sendiri, karena itu maha-siswa sepakat untuk meng-gunakan seragam alma-maternya. ”Kalau itu tidak dibenarkan, lain kali jangan dipakai,” ungkapnya, seba-gaimana diberitakan Gatra.

Untuk itu, Tim Laput SM berupaya mencari keje-lasan tentang sejauh mana hubungan antara UI dengan Golkar.

Drs. Freddy Latu-mahina, anggota Fraksi Karya Pembangunan DPR RI, ketika dikonfirmasikan SM menjelaskan bahwa jaket kuning dan beringin UI berbeda dengan jaket kuning dan beringinnya Golkar. Kedua atribut Gol-kar itu pun lahir lebih dari lima belas tahun setelah kelahiran atribut -maha-siswa UI (1955-1970-an). Ketua I Dema UI Periode 1969-1971 ini mengatakan bahwa tidak ada sangkut pautnya antara kuning-nya UI dengan beringin-nya Golkar. ”Kuningnya Golkar adalah kebangsaan, sedangkan kuningnya UI adalah keemasan ilmu pengetahuan. Begitu pun beringinnya UI merupakan beringin ilmu pengetahu-an, sedangkan beringinnya Golkar merupakan beringin yang dikutip dari pancasila. Jangan lupa itu,” kata alum-ni Jurusan Filsafat FSUI dan sarjana muda FMIPA UI ini. Dengan demikian tidaklah beralasan jika ada pihak yang mengidentikkan

UI dengan Golkar. apalagi jika ada yang mengatakan bahwa kuning dan bering-innya Golkar terinspirasi dari kuning dan beringin-nya UI, sekali pun sebagian dari pendiri Sekber Gol-kar berasa dari UI. Cho-lifah B. pun sependapat. ”Itu hanya suatu kebetulan saja. Sah-sah saja. Kan ti-dak dilarang,”katanya. Se-kalipun demikian masih ada yang menganggap ba-hwa mungkin saja secara psikologis Golkar terin-spirasi oleh UI. ”Apalagi pada waktu kelahiran Gol-kar tampuk pemerintahan (Orde Baru. Red.) berlatar-belakang gerakan ’66, yang identik dengan UI,” cetus Hadi Sugiharto, mencoba menganalisa.

Keterlibatan maha-siswa UI sendiri dengan Golkar sudah dimulai sejak diberikannya latihan militer kepada mahasiswa UI, jauh sebelum Golkar menjadi Organisasi Sosial Politik. Pada bulan Januari 1962, misalnya, mahasiswa UI memobilisasikan diri dan ikut dalam Apel Besar Go-longan Karya. Kegiatan ini merupakan pelaksanan dari Tri Komando rakyat yang bermaksud mengembalikan Irian Barat ke pangkuan RI. Latihan militer dilakukan secara teratur di Lapangan Banteng. Latihan dilaks-anakan oleh Peperda Jaya dengan Mayor Agus Djami-li BcHk sebagai komandan pertama mahasiswa Jakarta. Ternyata kemudian bukan

�9

Terdapat kemiripan antara atribut mahasiswa UI ciptaan Nugroho Notosusanto dengan atribut Golkar.

Artikel Khusus

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 42: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/200940

itu, diimpor dari Hawaii. Dibawa kesini, dibagi-ba-gikan kepada mahasiswa,” ungkapnya.

Tentu saja ungkapan itu bagaikan petir di siang bolong bagi eksponen ’66, terutama tokoh-tokohnya yang banyak bertengger di struktur kekuasaan. Ke-tua umum Fosko ’66, Drs. Soemarno Diposisastro kepada tabloid Simponi mengatakan bahwa tuding-an Manai sama sekali tidak mengandung kebenaran. Pernyataan senada datang dari Akbar Tanjung, Luk-man Harun, Abdul Gha-fur, Amir Santoso, Freddy Latumahina, Fahmi Alatas sampai Hariman Siregar. Menurut mereka jaket ku-ning UI dibagikan pasca Mapram (Masa Prabakti Mahasiswa) selama14 hari, pada malam inaugurasi. “Jaket kuning kan miliknya IKM (Ikatan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa) UI, yang dibagikan setelah ma-pram. Jadi kalau ada yang tidak ikut Mapram, tidak dapat jaket kuning dan ti-dak jadi anggota IKM UI. Tapi mereka tetap jadi ma-hasiswa UI,” tutur Hariman Siregar kepada SM.

Dalam menanggapi polemik yang mengarah

pada perpecahan di ka-langan tokoh-tokoh tua tersebut, sejarawan Taufik Abdullah berusaha ber-sikap objektif dan netral. Sebagaimana yang dikutip Simponi, Taufik Abdul-lah meminta bahwa sudah saatnya berdamai dengan sejarah. “Peristiwa masa lalu itu cukup kita jadikan sebagai pelajaran, bahan untuk bercermin, sehingga sejarah bukan lagi dijadi-kan alat untuk memusuhi bangsa sendiri. Mengung-Mengung-kit-ungkit terus soal Bung Karno, IA, dan segala ma-cam, berarti kita memper-panjang kutuk sejarah atau nemesis sejarah. Ini kan sama saja kita menciptakan dendam dalam masyarakat. Sudah waktunya kita me-ningkatkan kehangatan dan meningkatkan rasa humor,” katanya.

Tapi toh bola-bola per-bedaan pendapat tetap dige-lindingkan oleh tokoh-tokoh tua ke lapangan sejarah. Ti-dak hanya menyangkut soal keberadaan jaket kuning UI, tetapi juga persoalan kebangsaan, nasionalisme, sampai pada ‘bungkus’ ber-bagai organisasi-organisasi baru yang keluar dari kubur sejarahnya. Kalangan tua terus-menerus menjadi ‘pe-

lopor’, dan kalangan muda menjadi ‘pengekor’. Bu-kan sebaliknya, atau seperti yang diungkapkan Hariman bahwa pemuda Indonesia kini cepat ‘tua’ karena ter-lalu dihegemoni oleh orang tua-tua. “Jadi orang muda sekarang belum jadi orang muda sudah ingin jadi orang tua. Jadi bapak-ba-pak. Pingin cepat mapan,” katanya.

Kini, setelah sekian lama tenggelam dalam ke-besaran masa silam yang penuh mitos dan seringkali jadi sumber polemik, ma-sih tetapkan mahasiswa UI jadi motor pembaharuan? Yang jelas, banyak suara-suara di masyarakat, baik dari kalangan oposisi pe-merintah sampai kepada yang loyal kepada pemerin-tah Orde Baru mengatakan, “Kami menunggu UI dan jaket kuningnya! Jika UI memimpin, kami mengik-uti!” Sampai kapan mereka harus menunggu? AkankahAkankah mereka menunggu Godot? Wallahu’alam.

INDRA JAYA PILIANG, WIEN

MULDIAN

Artikel Khusus

Page 43: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

39SUMA NO.25/XVI/2009

PESTA DEMOKRASI TELAH USAI, BERBAGAI

PERMASALAHAN PERNAH DIANGKAT

SEBAGAI TEMA KAMPANYE. APAKAH

HANYA SEBATAS BUALAN ATAU

AKAN MENJADI KENYATAAN

RIO

/SU

MA

Page 44: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

Pemilih pemula adalah mereka yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu,

dan berusia antara 17 sam-pai 21 tahun. Bagi pemilih pemula, pendidikan politik menjadi hal yang sangat pen-ting karena pendidikan poli-tik akan menjadi titik tolak perilaku mereka dalam pemi-lu selanjutnya. Angka diatas tidak dapat diabaikan begitu saja. Itu memberi gambaran bahwa jumlah suara untuk pemilu dari pemilih pemula cukup signifikan.

Alasan di balik si-kap dan perilaku pemilih pemula dalam pemilu bisa beragam, tetapi preferensi dalam menentukan pilihan tentu dipengaruhi oleh pen-didikan politik yang mereka dapat. Pendidikan politik bagi pemilih pula banyak dipengaruhi oleh agen-agen sosialisasi seperti keluarga, teman, dan juga media. Me-dia memegang peranan pen-ting karena media khusus-nya televisi sudah dianggap sebagai satu-satunya sumber informasi yang ikut berperan membentuk pandangan poli-tik pemilih pemula. Seperti dikatakan oleh Aditya Can-dra, siswa kelas XII SMA

Pemilih Pemula,Sekadar Ikut-Ikutan?

Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), jumlah pemilih pemula di Indonesia mencapai 30% dari total 174 juta pemilih Tahun 2009.

Partisipasi kamu muda dalam pemilu

42

RIO

/SU

MA

Liputan Khusus

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 45: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

Pemilih Pemula,Sekadar Ikut-Ikutan?

Negeri 82 Jakarta Selatan bahwa faktor dominan yang mempengaruhi pilihan par-tai politiknya pada pemilu Legislatif 9 April 2009 lalu berasal dari pemberitaan di televisi. ”Saya memilih par-tai Demokrat karena melihat sosok SBY yang berwibawa, tenang, dan nggak arogan. Menurut saya pemerintahan sekarang sudah baik, nggak ada berita-berita negatif di televisi.” tutur pelajar yang akrab disapa Adit ini.

Dari pernyataan di atas bisa disimpulkan pula bahwa kebanyakan pemilih pemu-la melihat gambaran partai politik berdasarkan sosok elit politik yang ditampilkan oleh partai tersebut. Untuk kasus partai Demokrat, ha-dirnya sosok presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang merupakan dewan pembina partai Demokrat telah berha-sil mendongkrak popularitas partai Demokrat. Hal ini telah dibuktikan dengan perolehan suara sementara pemilu yang menempatkan partai Demo-krat sebagai pemenang. LSI juga pernah menyebutkan bahwa fenomena ini terjadi karena adanya pemilih yang terombang-ambing atau den-gan kata lain swing voter, dan partai Demokrat terkena dampak positif akan hal ter-sebut.

Peran media dalam membingkai citra elit dan partai politik ternyata me-mang berhasil menarik sim-pati para pemilih pemula. Implikasinya bisa kita lihat bagaimana fenomena perang

iklan politik menjelang pe-milu yang sangat genjar di-tayangkan. Masing-masing partai politik yang mampu beriklan di televisi berupaya mengamas iklannya sedemi-kian rupa untuk menjangkau anak muda. Mulai dari ak-tornya, isi pesannya, hingga kemasan pelengkapnya se-perti jingle, slogan, dan lain sebagainya.

Tetapi upaya ini seper-tinya tidak banyak berhasil jika dibandingkan dengan publisitas yang dilakukan partai politik melalaui pro-gram berita di televisi. Hal

ini dituturkan oleh Anindhi-ta, siswi kelas XII SMA Al Azhar I, yang mengatakan bahwa iklan partai politik di media tidak banyak mem-pengaruhi pilihan politiknya. ”Aku memilih PKS karena pemberitaan tentang PKS yang selalu positif di televisi, awalnya sih PKS itu Islam-Islam gitu, tapi lama-lama lebih demokrat.” ujarnya saat diwawancarai oleh SUMA. Gadis yang kerap disapa Teta ini juga menambahkan bah-wa media menjadi sumber informasi politik yang utama. Ditanya tentang peran orang

Harap cemas melihat partai idola mendu-lang suara

4�

HA

NA

/SU

MA

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Liputan Khusus

Page 46: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

tua, ia mengatakan, ”Aku punya pilihan partai politik yang berbeda dengan orang tua, jadi orang tuaku nggak terlalu berpengaruh buat aku menentukan pilihan partai.” Masalahnya publisitas me-lalui pemberitaan di media juga merupakan bagian dari strategi komunikasi politik yang dilakukan partai politik.

Sulit membedakan mana be-rita yang benar atau bias jika penonton atau pembaca tidak memiliki literacy tentang sis-tem politik dan kepartaian yang ada.

Pengamat politik yang juga direktur lembaga survey CIRUS, Adrinov Chaniago, dalam wawancara melalui te-lepon dengan reporter SUMA menyatakan, ”Jumlah pemilih pemula memang sangat sig-

nifikan yakni sekitar 15 juta jiwa. Angka ini menunjukkanAngka ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi po-litik pemilih pemula tinggi. Tetapi sayangnya pendidikan politik dalam hal ini adalah kesadaran politik, memaha-mi hak dan kewajiban dia da-lam partisipasi politik, masih sangat kurang. KPU, sebagai pihak yang seharusnya ber-

tanggungjawab juga belum ada tindakan nyata.”

Adrinov juga me-nambahkan bahwa perilaku memilih para pemilih pemula memiliki kecenderungan di-dorong oleh rasa ingin tahu dan rasa untuk bisa terlibat dalam pemilu. Ditanya ten-tang pemahaman pemilih pemua tentang partisipasi po-litik dalam pemilu, Adrinov menuturkan ”Para pemilih

pemula itu mengerti secara terbatas. Tetapi mereka be-lum mempertimbangkan efek dan konsekuensi dari pilihan politiknya”. Kenyataan ini seharusnya bisa menjadi per-hatian lebih. ”Pemberitaan di televisi bisa berpotensi memberi salah pengertian karena tujuan partai politik adalah dukungan suara. Dan kecenderungan yang ada saat ini pemberitaan di televisi ti-dak menampilkan kenyataan yang menyeluruh, sehingga pemahaman para pembaca atau penonton tentang isu da-lam pemberitaan tersebut ha-nya sebagian,” jelas Adrinov.

Kembali pada masalah angka, jumlah pemilih pe-mula dengan asumsi kesemu-anya memberikan suara pada pemilu sebenarnya bisa men-jadi potensi dukungan bagi partai politik. Tak heran jika pemilih pemula merupakan pihak yang rentan pada upa-ya eksploitasi dari partai po-litik dalam mobilisasi massa pendukung. Pendidikan po-litik diperlukan agar pemi-lih pemula bisa lebih kritis dalam memahami dinamika politik menjelang pemilu, seperti terhadap ajakan partai pemilu dalam aksi kampa-nye, politik uang, atau upaya persuasif partai dalam iklan kampanye yang ditampilkan media.

DIAN ROUSTA F.

44

”Para pemilih pe-mula itu mengerti

secara terbatas. Te-tapi mereka belum

mempertimbangkan efek dan konseku-

ensi dari pilihan politiknya.”

Adrinov

Liputan Khusus

Page 47: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

45

Page 48: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Filosofi UU BHP“Tujuan dari pendidikan itu

jelas, yakni mencerdaskan ke-hidupan bangsa”, papar Jusuf Kalla atau yang akrab disapa JK ini di awal diskusi. Pernyataan ini mengantarkan pendengar pada pernyataan-pernyataan JK selan-jutnya yang memang sangat men-dukung adanya BHP. Menurut JK, inti dari perguruan tinggi adalah untuk memberikan suatu kreatifi-tas dan inovasi. “Ilmu pengetahuan sangat dinamis sekali”, imbuhnya. Beliau pun memberi contoh men-genai dinamika ilmu pengetahuan, IT (Information Technology) yang berkembang setiap 18 bulan, hingga perkembangan mengenai teknologi lainnya, yakni hand phone. “Itulah

contoh teknologi yang sangat dinamis, artinya kalau Anda tidak belajar terus memperbaiki ilmu pada tahun ke dua ilmu anda tinggal setengah, sama juga yang lain.”

Teknologi yang dinamis ini tentunya sangat berpengaruh pada perguruan tinggi, yang memang concern terhadap kreatifitas dan inovasi secara terus menerus. Ino-vasi dapat terus berjalan jika dana yang tersedia memadai. Menurut JK, sebelum diratifikasinya BHP, mekanisme dana yang mengalir pada perguruan tinggi harus me-lewati beberapa tahapan. Seluruh pembayaran SPP harus masuk ke kas negara terlebih dahulu dan

Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan:

Sekelumit Kebijakanyang Tak Kunjung

PadamUU BHP telah diratifikasi setengah tahun yang lalu.

Namun, gaungnya selalu terdengar. Kontroversi penolakan mahasiswa terus diperjuangkan. Sang petinggi pendidikan

dan wakil eksekutor tak tinggal diam. Forum ilmiah dialog interaktif kembali dilangsungkan. Forum berdurasi

90 menit, berlokasi di gedung arsip nasional serta mempertemukan Jusuf Kalla, Hikmahanto Juwana, dan

Donny Gahral Adian ini pun tetap menimbulkan reaksi keras mahasiswa. Berikut merupakan petikan wacana

rangkuman forum tersebut.

Liputan Khusus Liputan Khusus

46

Page 49: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

menunggu anggarannya keluar. Begitu pula jika terdapat kerjasama antara industri dengan perguruan tinggi. Seluruhnya harus masuk ke dalam kas nega-ra sebelum pada akhirnya dapat digunakan. “Dulu me-mang rumit sekali,” terang-nya. Untuk itulah, menurut JK kembali, semua pihak menyadari bahwa otonomi sangat dibutuhkan, agar para dosen, pimpinan serta indvidu terkait lainnya leb-

ih mudah untuk bergerak dalam menyesuaikan din-amika ilmu pengetahuan. “Substansi atau filosofi di balik UU merupakan per-mintaan PT (Perguruan Tinggi –red) sendiri untuk lebih otonom,” imbuhnya.

Peran BHP dalam Birokrasi Pendidi-kan

Melihat filosofi awal dibentuknya UU BHP versi

JK memang terkait dengan birokrasi dana yang terke-san menyulitkan pada per-guruan tinggi. JK yang saat ini masih menjabat sebagai wapres tersebut menerang-kan bahwa jika kerumitan serta ketelatan birokrasi dana tetap berlangsung, maka penyelesaian ma-salah-masalah penelitian akan terhambat. Hal ini sungguh bertentangan den-gan perkembangan teknolo-gi yang semakin dinamis.

ADE/SUMA

Liputan Khusus Liputan Khusus

47SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 50: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/20094850 SUMA NO.25/XVI/2009

Mahasiswa dalam satu ideologi telah membuat pergerakan nyata, merentas jalan dalam struktur untuk menuju suatu tujuan

Mahasiswa adalah mortir negara. Mortir yang berisikan ideologi, siap melakukan ledakan untuk suatu perubahan Apakah negara ini akan diledakkan oleh satu ideologi itu?

Tidaklah lama lagiwaktu terus berputar bersiap untuk perubahan dengan satu ideologi..Mahasiswa golongan

Foto dan teks:Ade Irawan

Page 51: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

49SUMA NO.25/XVI/200950 SUMA NO.25/XVI/2009

Mahasiswa dalam satu ideologi telah membuat pergerakan nyata, merentas jalan dalam struktur untuk menuju suatu tujuan

Mahasiswa adalah mortir negara. Mortir yang berisikan ideologi, siap melakukan ledakan untuk suatu perubahan Apakah negara ini akan diledakkan oleh satu ideologi itu?

Tidaklah lama lagiwaktu terus berputar bersiap untuk perubahan dengan satu ideologi..Mahasiswa golongan

Foto dan teks:Ade Irawan

Page 52: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

“Proses administrasinya sendiri begitu sulitnya. Karena itulah kebebasan itu agar universitas mudah bekerjasama dengan indus-tri, tinggal tanda tangan dan dana langsung berlaku” imbuhnya. Alasannya, menurut JK lagi, sebelum diratifikasinya BHP, dana perguruan tinggi yang ha-rus disetor dulu ke dalam kas negara tersebut pada awalnya akan digunakan untuk kepentingan negara. “Mungkin bulan atau ta-hun ini tidak bisa lang-sung dipakai karena harus dengan berbagai syarat,” ujarnya. “Oleh karena itu-lah, padang rumput pergu-ruan tinggi dapat memak-simalkan kemampuannya dengan adanya otonomi tersebut,” imbuh cawapres 2005-2009 ini.

Hal ini menggelitik mahasiswa Fisip 2007 salah satu peserta forum, Yusuf Hakim Gumilar. Menu-rutnya, jika permasalahan pada perguruan tinggi ter-kait dengan birokrasi, seha-rusnya birokrasi tersebutlah yang dibenahi dan dievalu-asi, tidak dengan membuat kebijakan baru, yakni BHP. Namun, Kalla berkilah bahwa salah satu fungsi BHP justru terkait dengan birokrasi, “BHP mengu-rangi birokrasi yang ada. Jika dulu uang yang masuk harus melalui kas negara terlebih dahulu dan belum tentu keluar lagi, maka sek-arang universitas memiliki kewenangan dalam penge-

lolaan dana tersebut secara mandiri. BHP mengurangi birokrasi universitas,” jelas-nya pada Yusuf.

Campur Tangan Pemerintah Pasca BHP

Pengelolaan dana universitas secara mandiri inilah yang kemudian di-perdebatkan di antara ma-hasiswa. Pemerintah dini-lai lepas tangan dalam hal pendidikan tinggi, terutama dalam pemberian subsidi pada mahasiswa kurang mampu yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Melihat hal terse-but, JK memiliki asum-sinya sendiri. Menurutnya,

hal tersebut merupakan kesalahpahaman. Dengan adanya BHP, bukan berarti pemerintah lepas tangan. UUD tetap menjamin bah-wa negara membiayai biaya pendidikan. “Hal ini hanya terkait dengan pelaksanaan otonomi agar dapat berjalan sebaik-baiknya sehingga

dinamisnya sama dengan dinamisnya ilmu pengeta-huan.” Asumsinya pula, perguruan tinggi tidak perlu menjadi departemen. Jika di kantor pemerintahan semua serba harus teratur, maka di perguruan tinggi ha-rus dinamis. “Itulah makna otonomi tersebut sehingga sebenarnya ini adalah jus-tru permintaan perguruan tinggi untuk lebih otonom,” tambahnya sembari menu-tup sambutan singkatnya. UU BHP : Dari Kon-sekuensi hingga Selekti-vitas

Konsekuensi UU BHP ke Depan

“Sebelum ada UU BHP, perguruan tinggi neg-

eri memang menjadi unit pelaksana teknis (UPT),” jelas prof. Hikmahanto Ju-wana. Hikmahanto yang juga guru besar hukum in-ternasional ini menjelas-kan bahwa UPT tersebut menginduk kepada Dep-diknas, Departemen Agama

“BHP pangkas birokrasi yang selama

ini menyulitkan perguruan tinggi”

JUSUF KALLAWAKIL PRESIDEN RI

Liputan Khusus

50 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 53: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

untuk IAIN, pemerintah daerah, dan sebagainya. Ih-wal inilah yang mendasari pemikiran mengenai oton-omisasi perguruan tinggi agar memiliki kebebasan sejak tahun 2000an.

Dalam pembukaan singkat tersebut, Hikmah-anto juga merinci beberapa permasalahan terkait UU BHP. Hal pertama, pem-berlakuan UU ke seluruh Indonesia, termasuk di dalamnya masa peralihan yang dibutuhkan untuk itu. Profesor hukum ini berujar, “Jika kita lihat jumlah SD, SMP, SMA itu sangat ban-yak sekali. Itu berarti, dalam jangka waktu, saya lupa berapa tahun masa perali-han ini, semua harus men-jadi BHP.” Selanjutnya, terkait dengan aturan badan hukum. BHP sendiri meru-pakan badan hukum yang khusus pendidikan sehingga jika ingin mendirikan badan hukum, maka badan hukum saja. “Waktu itu saya sem-pat melontarkan kritik, ka-lau mau mendirikan badan hukum, badan hukum saja. Kalau kita bicara tentang pendidikan, nanti kita akan bicara dengan departemen pendidikan kemudian disat-ukan kira-kira seperti itu,” terangnya. Terakhir, men-genai komersialisasi BHP. Sebagai badan usaha, keun-tungan yang diperoleh BHP harus digunakan kembali untuk kesejahteraan BHP tersebut, “BHP tidak boleh mendapatkan keuntungan. Jika misalnya nanti meng-

hasilkan, harus dikemba-likan ke Badan Hukum itu sendiri.”

“Pendidikan Tinggi Bukan Untuk Semua Orang”

Pernyataan tersebut dilontarkan oleh Donny Gahral Adian, pengajar filsafat UI, pada sambu-tannya dalam forum. Hal ini terkait dengan tuduhan terhadap BHP selama ini, yakni komersialisasi yang mengorbankan selektivi-tas. Pria yang akrab disapa Doni ini kemudian berceri-ta mengenai sistem selekti-vitas pendidikan yang telah berlaku di Jerman. Menurut dosen yang juga penggagas lingkar muda Indonesia ini, calon mahasiswa di Jerman yang nilainya tidak me-menuhi syarat, tidak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi, tetapi ke politeknik, tempat yang notabenenya diperuntukkan bagi mereka yang secara kualitas tidak bisa melanjutkan ke univer-sitas. “Saya kira selektivitas tetap harus kuat. Komersial-isasi tidak bisa mengalah-kan selektivitas. Tidak bisa anak orang kaya, karena membayar uang, diterima di Universitas Indonesia sebagai Altes Liberal (ko-munitasnya para ilmuwan -red),” imbuhnya.

Menurut Dony pula, selektivitas harus kokoh dan berjenjang, dimulai dari Sekolah Menengah Atas (SMA) hingga perguruan

tinggi yang harus selektif, S1 ke S2, serta S2 ke S3 yang tingkat selektifitasnya harus bertambah. Ia pun menganalogikan pendidi-kan nasional tersebut den-gan paramida. Selain itu, dirinya turut menambahkan bahwa tidak semua siswa SMU harus melanjutkan ke universitas, terkait dengan kompetensi siswa. “Perso-alannya adalah selektivitas itu basisnya adalah kom-petensi, bukan kelas sosial mereka yang miskin, tapi kompeten bisa masuk uni-versitas itu harus dijamin. Aksebilitas ini dijamin oleh UUD, UU Sisdiknas, dan UU BHP,” ujarnya.

Menanggapi UU BHP sendiri, Dony berujar bah-wa UU hanyalah secarik kertas belaka jika tidak ada political will, tidak berani, dan tidak cepat. Dirinya juga mengkritik tentang 20% anggaran pendidikan yang peruntukannya tak pasti, “Kalau dicermati, 20 % anggaran pendidikan itu habis ke mana? Kalau habis di rutin, listrik, ATK, gaji, percuma. Justru anggaran itu sebesar-besarnya un-tuk pengembangan SDM karena kompetisi ke depan adalah bukan lagi kompe-tisi domestik melainkan kompetisi global,” imbbuh-nya menutup sesi sambutan pada forum.

NILAM W., YULINIAR L.

51

Liputan Khusus

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 54: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

Perang Isu Seputar Neoliberalisme

Neoliberalisme merupakan sebuah sistem pereko-nomian dimana terdapat mekanisme ”pasar bebas”

berdasarkan model pasar persaingan sempurna yang menjadi acuan mazhab teori ekonomi neoklasik.

Pada model ini, sejatinya berlaku persyaratan free entry dan free exit’ (bebas masuk dan keluar). SemuaSemua aktivitas perekonomian diatur oleh mekanisme pasar, tanpa sama sekali ada campur tangan dari pemerin-

tah. Dalam prinsip ini, pasarlah yang berkuasa, bukan pemerintah.

52

Liputan Khusus

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 55: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

Perang Isu Seputar Neoliberalisme

Neoliberalisme sebagai Akibat dari Globalisasi

Menurut Prof. karya Prof. DR. Didin S. Daman-huri pada acara peluncu-ran bukunya yang bertajuk “Indonesia: Negara, Civil Society, dan Pasar dalam Kemelut Globalisasi” di Dewan Pers beberapa waktu lalu mengatakan bahwa ada sejumlah unsur yang bisa dijadikan indikasi dari sis-

tem ekonomi berbasis pasar ini. Indikasi yang dimaksud seperti nilai individualisme yang menjadi penentu, ada-nya minimum state dimana negara cenderung hanya ditempatkan sebagai wa-sit, mencari profit maksi-mum, mengurangi subsidi dan proteksi secara radikal, melakukan privatisasi un-tuk menambal APBN, serta terjadinya liberalisasi pasar uang dan modal yang mem-buat sektor riil menjadi sulit bergerak. Ciri lainnya yang menandakan

Pasar bebas menjadi syarat utama dari keberha-silan neoliberalisme. per-dagangan bebas merupakan sebuah konsep ekonomi yang mengacu pada pen-jualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau tanpa hambatan per-dagangan lainnya (tanpa regulasi legal). Bentuk-bentuk hambatan perda-gangan yang ditolak kaum neoliberalisme (dalam per-dagangan bebas): bea cu-kai, kuota, subsidi yang di-hasilkan dari pajak sebagai bantuan pemerintah untuk produsen lokal, peraturan administrasi dan peratu-ran anti-dumping. Menurut kaum neoliberalisme pihak yang diuntungkan dari ada-nya hambatan perdagangan adalah produsen dan peme-rintah.

Ia juga menjelaskan bahwa munculnya wacana sistem perekonomian neoli-beralisme ini memang tidak lepas dari pengaruh globali-

sasi yang menekankan ada-nya sebuah free trade area di tingkat regional maupun global. “Namun, globalisasi ini kebanyakan negatifnya. Globalisasi cenderung ha-nya menguntungkan nega-ra-negara Eropa, Amerika, dan Jepang,“ ujarnya lebih lanjut.

Pendapat ini diamini oleh ekonom independen Dawam Rahardjo yang tu-rut serta dalam acara dis-kusi tersebut. “Kita ini apa-apa semuanya impor mulai dari bahan baku sampai impor enegeri. Devisa kita ini jadi terkuras betul. Ke-kayaan negara jadi hilang. Apalagi diperparah dengan adanya privatisasi,“ ung-kapnya. Dawam Rahardjo merasa prihatin dengan na-sib aset negara yang harus direbut oleh pihak asing seperti Bank Central Asia (BCA), Bank Internasional Indonesia (BII), Telkom, hingga Indosat.”Ini meru-pakan penggerogotan ke-kayaan negara. Globalisasi itu sangat memiskinkan ne-gara berkembang, termasuk Indonesia,” ujar pria yang sudah cukup senior diban-ding pembicara lainnya da-lam diskusi tersebut.

Namun, ia melan-jutkan bahwa globalisasi ini memang mau tidak mau ha-rus dihadapi oleh bangsa ini. Menurutnya, hanya ada dua sikap dalam menghadapi globalisasi yakni mengang-gap globalisasi itu sebagi sebuah kesempatan atau sebagai ancaman. ”Dian-

5�

Liputan Khusus

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 56: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

tara para calon presiden ini memang sudah cukup menggambarkan arah kebi-jakan ekonominya. Tinggal masyarakat yang memilih. Mau pilih ekonomi yang mandiri? Apa mau pilih yang tergantung sama asing dan utang luar negeri?” ungkapnya yang langsung membuat peserta diskusi tertawa karena pernta-nyaannya tersebut seperti mengarah kepada program ekonomi yang dicanangkan oleh salah satu calon Presi-den.

Tim Sukses Saling Serang

Isu seputar neolib ini memang menjadi alat persaiangan di tiap kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden. Dalam diskusi yang dihadiri oleh berbagai perwakilan Lem-baga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Massa (Ormas), dan kalangan ma-hasiswa ini juga turut men-gundang para ekonom dari tim sukses masing-masing calon presiden. Ketiga tim sukses tersebut yakni Syar-if Hasan (SBY-boediono), Fuad Bawazier (JK-Wiran-to), dan Fadli Zon (Mega-Prabowo). Sepanjang dis-kusi isu neolib ini memang menjadi senjata bagi kubu Mega dan Jusuf Kalla me-nyerang kubu SBY. Silang pendapat seputar baik ti-daknya neoliberalisme ini diterapkan di Indonesia pun tak pelak terjadi.

Kubu Megawati

Prabowo yang diwakili Fad-li Zon menjadi kubu yang paling keras dalam meno-lak sistem ekonomi neo-liberalisme ini. Indonesia menurutnya masih bingung dalam menghadapi global-isasi. “Kalau misalnya kita ambil keuntungan dari glo-balisasi. Ini sama saja kita perang melawan yang kuat, sama saja seperti Persita la-wan MU. Oleh karena itu, kita perlu melakukan suatu proteksi,” ungkap ekonomi muda dari Partai Gerindra ini. Ia melanjutkan bahwa hanya Indonesia yang pal-ing bodoh dalam menyika-pi globalisasi. Menurutnya, Jepang dan Amerika Seri-kat saja melakukan proteksi yang super ketat.

Pendapat yang dikelu-arkan Fadli Zon juga dijelas-kan oleh Dawam Rahardjo. Ekonom independent ini memang sebenarnya glo-balisasi bisa dipandang se-bagai sebuah kesempatan karena akan terjadi akses pasar yang terbuka luas, terjadi kemajuan bidang teknologi, demokratisasi, dan sebagainya. Namun, yang bisa mengambil keun-tungan dari globalisasi ini adalah negara-negara yang siap seperti Cina, Malay-sia, dan Korsel. Mengapa? Hal ini dikarenakan pada di negara-negara tersebut ke-butuhan dasar seperti pan-gan, sandang, kesehatan, serta pendidikan sudah ter-penuhi.

Fadli Zon juga me-nambahkan bahwa hanya

kaum neoliberalislah yang memiliki pandangan bah-wa globalisasi akan men-datangkan kemakmuran bagi rakyat. “Aturan glo-balisasi itu ada akses pasar yang terbuka. Siapa yangSiapa yang kuat yang menang. Yang ada nanti akan ada bawang dari cina dan merugikan petani Brebes. Semuanya kita impor, gandum, tempe. Inilah kebijakan-kebijakan neoliberal,” ungkapnya bersemangat.

Sementara itu, Fuad Bawazier yang mewakili tim sukses Mega-Prabowo memberikan komentar pe-das perihal isu neolib ini. ”Saya rasa puncak kunci ekonom-ekonom neolib itu mencapai masa kejayannya pada masa pemerintahan SBY,” ujarnya. Menurut-nya, bentuk perekonomian neoliberalisme ini merupa-kan suatu bentuk penjajahan baru atau neoimperalisme yang bisa menyengsarakan rakyat.

Diserang bertubi-tubi oleh kubu lawan, Syarief Hasan menanggapinya te-nang. Ia mengaku bahwa isu neolib ini tidah henti-hentinya dijadikan black campaign oleh berbagai pihak. Kebijakan ekonomiKebijakan ekonomi di pemerintah SBY yang dianggap tidak pro rakyat dibantah oleh Syarief Hasan dengan mengeluarkan data. “Di tahun 1998, tingkat ke-miskinan mencapai 24 % namun di tahun 2008 turun menjadi 12,6 %. Apakah ini jelek? Ini fakta saya tidak

Liputan Khusus Liputan Khusus

54 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 57: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

mengada-ada,“ ungkap ke-tua fraksi Partai Demokrat ini.

Ia juga menjelaskanb bahwa kebijakan ekonomi yang ada sekarang ini dia-rasakan oleh masryarakat. Buktinya, tingkat pertum-buhan ekonomi Indonesia di masa krisis global ini masih plus 4,4% jauh lebih baik dari pertumbuhan eko-nomi Singapura dan Ma-layasia yang sedang terpe-rosok hingga posisi minus.

Syarief Hasan juga mempertanyakan asal isti-lah neolib ini. “Kalau me-mang terminologi neolib itu ada, ya buktikan. Mungkin orang kampus juga bingung cari buku Neolib itu dima-na? Mungkin bukunya Pak Fuad Bawazier yang meng-arang,” ucapnya yang lang-sung ditanggapi gelak tawa peserta dan senyuman Fuad Bawazier.

Menurutnya, system perekonomian yang diaju-kan oleh tim SBY-Boediono itu adalah system campuran. Pemerintah bukan berarti lepas tangan begitu saja pada perekonomian namun tidak memungkuri untuk dapat mengadopsi keung-gulan globalisasi. “Global-isasi bisa kita adopsi dengan proteksi kepentingan raky-at. Dukungan pemerintah juga bisa dilakukan dalam bentuk kepastian hokum yang harus diimplementa-sikan sehingga kepentingan public dapat diutamakan,” ucapnya.

Neolib di Kacamata Mahasiswa

Tidak hanya jajaran elite saja ribut membicara-kan masalah ini kalangan mahasiswa pun juga turut memberikan perhatian terh-adap isu ekonomi ini. Seba-gian besar memang kontra terhadap system neoliberal-isme ini seperti yang diung-kapkan oleh Eko, Komuni-kasi angkatan 2006. “Gue gak setuju kalau semuanya dilimpahkan ke pasar. In-donesia menurut gw belom siap untuk menghadapi per-saingan dari produk asing dengan modal besar. Jus-tru bisa merugikan industri kecil dan menengah,” ung-kapnya.

Hal senada juga dis-ampaikan oleh Thomas, Ketua BEM FISIP UI. Ia juga menyinggung masalah ketidaksesuaian neoliberal-isme dengan kultur bangsa. “Perekonomian bangsa ini nggak bisa semuanya dis-erahkan ke pasar. Dari awal Indonesia berdiri, Soek-arno-Hatta sudah men-gamanatkan bahwa negara harus bertanggung jawab kepada rakyatnya di semua lini, termasuk ekonomi,” ucapnya.

Namun, beberapa ma-hasiswa juga memandang bahwa neolib tidak sela-manya buruk. Neolib hanya dijadikan label untuk meny-erang kubu tertentu. “Ban-yak or ang tidak tahu neolib itu apa. Padahal, neolib itu tidak pernah ada di negara

manapun yang mengimple-mentasikannya. Pasti ada campurannya,” ujarnya. Patrya juga menyebutkan system perekonomian yang sesuai dengan kondisi eko-nomi bangsa adalah per-campauran atara system liberal yang berbasis pasar disertai dengan campur tan-gan pemerintah.

Perbincangan seputar neoliberalisme ini memang tidak ada habisnya. Kini pemilu sudah dilaksanakan. Siapapun yang menang akan menjalankan system ekonomi yang diusungnya selama ini. Meski memiliki racikan yang berbeda, na-mun tujuannya tentu mulia yaitu untuk kesejahteraan rakyat. Pemerintahan yang nanti terpilih sebaiknya sa-dar bahwa setiap system ekonomi yang dijalankan tujuannya hanya satu, yaitu kemakmuran rakyat. Se-mentara itu, rakyat juga haru selalu buka mata dan teling untuk mengawasi setiap ke-bijakan pemerintahan yang dikeluarkan. (sab/adi)

Liputan Khusus Liputan Khusus

55SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 58: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/200954

Page 59: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

57

Pesta demokrasi Indonesia baru saja berlangsung. Rakyat menaruh banyak harapan kepada presiden yang terpilih agar dapat menjadikan

Indonesia lebih baik lagi. Untuk mengetahui kriteria yang diinginkan oleh rakyat khususnya mahasiswa, dilakukan survei terhadap 380 mahasiswa UI.

Di awali dengan jajak pendapat mahsiswa UI mengenai tingkat kepuasan mereka terhadap pemerintahan sebelumnya, sebagian besar reponden menjawab kurang puas terhadap pemerintahan 2004-2009. Persentase sebanyak 49% menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa menjawab kurang puas terhadap pemerintahan saat ini. Penilaian tersebut bersifat umum,bukan terhadap presiden saja tetapi terhadap seluruh elemen pemerintahan yang bertugas membuat dan menjalankan kebijakan. Sekitar 25% menjawab puas terhadap kinerja pemerintah sekarang. Sebanyak 41% responden berharap kepada presiden selanjutnya agar pendidikan ditingkatkan, disusul perbaikan ekonomi. Hal lain juga diperlihatkan oleh 39% responden yang menjawab masalah pengangguran dan kemiskinan harus lebih diperhatikan disusul oleh pendidikan dan pemberantasan koruptor. Pendidikan dan kondisi ekonomi negara merupakan salah satu pilar dari 12 pilar daya saing global. Pendidikan yang berkualitas akan meningkatkan daya saing global suatu negara.

Presiden yang diinginkan oleh rakyat adalah presiden yang berdedikasi secara konkret tidak hanya pandai berjanji ketika

kampanye. Setidaknya, 205 atau 54% responden menjawab hal tersebut. Dalam menjalankan pemerintahannya, presiden dibantu oleh orang-orang kepercayaannya yang dapat bertindak sebagai menteri atau pejabat lainnya. 65% responden berpendapat bahwa suatu pemerintahan akan berjalan dengan baik apabila isi dari kabinetnya adalah para pakar yang sudah terbukti kemampuannya. Menurut responden, memiliki pengalaman banyak di pemerintahan saja tidak cukup untuk dapat menjalankan suatu pemerintahan dengan baik. Hal tersebut dibuktikan dengan hanya 1% responden berpendapat sebaliknya.

SARAH ALBAR

BERHARAP KEPADA PRESIDEN MENDATANG

Kampus

SUARA MAHASISWA

Page 60: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/200958

Kampus

Secara umum, puaskah Anda den-gan kinerja pemerintahan periode 2004-2009 saat ini?

Dari 12 pilar Daya Saing Global sebuah negara, empat merupakan pilar dasar. Di antara ke-empat pilar dasar yang ada di bawah ini, manakah pilar yang sebaiknya menjadi prioritas yang penting untuk ditingkatkan oleh presiden selanjutnya?

n : 380

Puas

Kurang puasTidak puasTidak tahu/tidak jawab

Institusi/lembaga-lembaga

InfrastrukturKondisi makro ekonomiPendidikan dan kesehatan dasar

Perbaikan di bidang apa yang Anda harapkan dari kinerja seorang pres-iden selanjutnya?

Ekonomi

Sosial budayaPendidikanKesehatanPolitik dan hukum

Hankam

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 61: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

59

Survei telah dilakukan terhadap �80 mahasiswa UI di kampus Depok & Salemba pada tanggal �0 Maret-8 April 2009. Metode pengambilan sam-pel menggunakan metode Accidental sampling se-cara acak. Tingkat keper-cayaan 95%. Sampling er-ror 5,0�%.Hasil survei ini tidak dimaksudkan untuk mewakili pendapat selu-ruh mahasiswa UI. TIM DIVISI RISET

BO PERS SUMA UI

Di antara masalah di bawah ini, masalah apa yang harus mendapatkan perhatian lebih oleh Presiden RI?

Ekonomi

Sosial budayaPendidikanKesehatanPolitik dan hukum

Hankam

Menurut Anda, siapa saja ‘isi’ dari kabinet seorang presiden?

Orang-orang yang pernah/biasa menjadi menteri atau pejabat

Para pakar yang sudah terbukti kemampuannya di pemerintahan

Para pakar baru yang ahli di bidangnya

Tidak tahu/tidak jawab

Kampus

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 62: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/200960

Me n j a d i universi-tas kelas d u n i a . Itulah visi

Universitas Indonesia. Ten-tulah sulit untuk mencapai impian tersebut. Hal itu di-

karenakan UI harus mampu menyesuaikan diri dengan standar kampus-kampus teratas di dunia, baik dari segi akademik, terutama penelitian atau riset, mau-pun infrastruktur. Kita tahu,Kita tahu, butuh dana yang tidak sedi-

kit untuk mengembangkan sebuah universitas bertaraf internasional. Dengan be-gitu, pihak rektorat harus siap mengeluarkan dana da-lam jumlah yang sangat be-sar. Lantas, bagaimana UILantas, bagaimana UI dapat memperoleh “modal”

VISI TOP WORLD CLASS UNIVERSITY YANG DAPAT BERUJUNG BISNIS

ADE/SUMA

Kampus

Page 63: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

Kampus

ADE/SUMA

61

sebagai world class univer-sity? Apakah kampus iniApakah kampus ini nantinya akan berorientasi pada uang dalam penca-paian target tersebut? Apa pula maksud dari visi yang dibuat Universitas Indone-sia itu?

“Biasanya dengan melihat kultur sebuah uni-versitas yang civitas aca-demica-nya berpandangan bahwa mereka mampu un-tuk duduk sejajar bersama komunitas akademik inter-nasional dari top universi-ties,” ujar Rektor Universi-tas Indonesia, Prof. Gumilar R. Soemantri. Namun, UI ternyata tidak lagi bercita-cita menjadi universitas kelas dunia karena kampus yang didirikan tahun 1987 ini telah berhasil mendu-duki peringkat 287 sedunia. Itu berarti gelar universitas kelas dunia telah diperoleh UI sekarang. Maka dari itu, doktor lulusan Jerman ini menargetkan tingka-tan yang lebih menantang: universitas kelas atas du-nia. Berbeda dengan world class yang mencakup pe-ringkat tiga ratus besar, top class mencakup peringkat dua ratus besar. Pak Gumi-lar sendiri mengharapkan dapat meraih gelar tersebut pada tahun 2012. Lalu, apa saja yang menjadi patokan UI dalam mengejar impian-nya itu?

Menurut Pak Gumi-lar, indikator untuk menjadi universitas kelas atas dunia adalah internasionalisasi yang berjalan dengan baik.

Hal tersebut tercermin, di antaranya dari infrastruktur bertaraf internasional dan riset, termasuk ruang publi-kasi luar negeri yang meru-pakan hal penting. Mantan dekan FISIP UI ini juga menargetkan empat hingga lima ratus jurnal interna-sional dapat dipublikasikan per tahunnya. “Supaya kita bisa menjadi salah satu dari sedikit saja perguruan ting-gi terbaik di Asia,” tambah-nya.

Kemudian, hal lain yang menjadi indikator adalah kekuatan keuangan. Menurut rektor asal Ciamis ini, uang dibutuhkan untuk menopang riset. Berdasar-kan informasi dari Dr. Ir. Budiarso, M.Eng, wakil di-rektur Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, ta-hun lalu, total pengeluaran riset sebesar delapan belas milyar rupiah. Sebagian dari kita mungkin bertanya-ta-nya asal dana riset tersebut. Begitu pula, penerapannya. Apakah realisasi riset di UI sebanding dengan nominal uang yang dikeluarkan?

Kondisi Riset di Universitas Indone-sia

Wakil Direktur Direk-torat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas In-donesia Budiharso menga-takan bahwa total riset yang terdaftar berikut dibiayai adalah kurang lebih dua ratus. Ia juga menegaskan,

jumlah tersebut meningkat dari tahun-tahun sebelum-nya. Selain itu, hingga se-karang, Universitas Indone-sia memiliki lima unggulan riset, antara lain indigenous (tradisional), nanotekno-logi, genom, policy studies, dan ITT. “Sebenarnya, sih, kalau menjadi world class university kita harus punya unggulan-unggulan,” ujar lulusan salah satu universi-tas di Jepang ini menjelas-kan.

Menurutnya, Fakul-tas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam meru-pakan fakultas yang cukup banyak menghasilkan riset. Departemen Farmasi, mis-alnya. Dr. Katrin, dosen pe-neliti Departemen Farmasi, mengatakan bahwa departe-mennya memang sudah ba-nyak menghasilkan produk riset. Selain itu, kerja sama dengan beberapa industri seperti Daria dan Indofar-ma sudah terjalin. “Itu kan industri minta tolong sini, misalnya standardisasi, uji khasiat, dan keamanan pro-duknya,” ujar dosen yang proposal risetnya, yakni obat penurun asam urat, te-lah diterima oleh lembaga riset Universitas Indonesia.

Walaupun begitu, pemenang poster terbaik DRPM UI ini mengeluhkan dana yang kurang menun-jang penelitiannnya. Se-lama ini, ia membiayainya sendiri dan hanya satu riset yang dibiayai DRPM UI. Bu Katrin juga akan kerepotan apabila ia ingin menerus-

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 64: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/200962

kan dana risetnya yang su-dah melewati setahun. Hal itu dikarenakan pengajuan proposal pendanaan riset diizinkan sekali saja, se-dangkan proses penelitian panjang harus ia lalui.

Beralih ke Departe-men Fisika. Berbeda dengan Dr. Katrin yang risetnya memungkinkan dihasilkan-nya produk, selama ini hasil riset Dr. Terry Mart hanya berupa publikasi model-model fisika. Ia pun meng-eluhkan sulitnya mendapat dana karena produk nyata-lah yang dikehendaki dari riset unggulan. Maka dari itu, Pak Terry memberikan tanggapan positif terhadap fasilitasi riset saat ini. “Saya baru merasakan angin se-gar sejak Pak Gumilar naik tahta. Karena Pak Gumilar begitu peduli dengan riset,” ujar dosen peneliti yang sudah menghasilkan tujuh puluh jurnal internasional ini. Ternyata, proposalnya yang berjudul Mengubah Paradigma Penelitian di UI diterima oleh rektorat dan akhirnya, direktorat riset bersedia mendanai pene-litiannya di bidang teori nuklir dan partikel. Dosen yang sudah meneliti del-apan belas tahun ini ber-hasil mengubah paradigma

lama penelitian UI mela-lui proposalnya itu. “Ka-“Ka-lau paradigma lama, nih, saaya kasih uangnya. Yang penting nanti ada laporan keuangan, ada laporan ha-sil riset,” ujar wakil ketua The Fourth Asia-Pacific Conference on Few-Body Problems in Physics 2008 ini. Menurutnya, tuntutanMenurutnya, tuntutan penelitian itu bukan lapo-ran, melainkan jurnal. Hal itu dikarenakan jurnal dip-eriksa oleh ahlinya, sedang-kan laporan tidak. Juga, antara dosen peneliti dan pemberi dana perlu terjalin hubungan kontrak. “Jadi, ada semacam konsekuensi kalau nggak tercapai,” tam-bahnya.

Meski prosedur riset di UI sudah lebih maju, pendanaan masih menjadi hambatan utama. Selain Dr. Katrin, Dra. Noverita Dian Takarina, dosen De-

partemen Biologi, menga-kui hal itu. Bu Noverita yang meneliti pencemaran logam berat di perairan Ja-karta ini menyayangkan penunjang penelitiannya yang kurang optimal. “Ka-lau biayanya agak banyak, kita bisa membeli sampel lebih banyak lagi sehingga kesalahan dapat dimini-malisasi,” ujarnya. Begitu juga Pak Terry yang harus mengurungkan niat untuk mempunyai komputer para-lel sebagai penunjang riset-nya karena harganya sangat mahal.

Pendanaan risetLalu, bagaimana UI

memperoleh dana besar untuk pengembangan riset yang menjadi indikator pen-ting sebuah top world class research university? Tentu, Universitas Indonesia yang

AD

E/S

UM

A

Laboratorium yang tidak dibiayai

universitas

Kampus

Page 65: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

6�

sekarang berstatus BHP se-harusnya lebih memegang kendali atas pembangunan kampus, termasuk perihal pendanaan riset. Wakil Di-rektur DRPM UI Budiharso menyatakan, untuk seka-rang, pendanaan riset cen-derung bersifat vertikal dan nantinya akan diarahkan menjadi horizontal, mis-alnya melalui kerja sama dengan industri. Sementara itu, tahun lalu, pengeluaran untuk riset sebesar delapan belas milyar rupiah kebany-akan berasal dari luar kam-pus. “Itu tidak semuanya dari industri,dari lembaga-lembaga lain juga dapet. Kita kerja sama, misalnya, dengan BPPOM, DIKTI,

terus juga MENRISTEK. Itu totalnya 23 milyar,” kata Pak Budi yang ketika diwawancara ditemani oleh Direktur DRPM UI, Bach-tiar Alam. Ketika ditanya mengenai asal pendanaan riset yang berasal dari ma-hasiswa ia menjawab, “Itu memang sudah terintegrasi dananya. Semua dana di-kumpulkan UI melalui rencana kerja anggaran ta-hunan. Jadi, kita (DRPM UI) nggak tahu dari mana saja.” Di lain tempat, Prof. Gumilar menyatakan, se-jak Universitas Indonesia statusnya berubah menjadi BHP, pihak rektorat mulai melakukan penyesuaian. Salah satunya dengan me-

matok presentasi pemasu-kan dana universitas sebe-sar tiga puluh persen yang di antaranya berasal dari hasil wirausaha kampus.

Jika kita perhatikan, memang, kewirausahaan di Universitas Indonesia le-bih berkembang ketimbang dulu. Hal ini terbukti dengan tumbuhnya praktik-praktik franchise dan bisnis café serta resto di beberapa fakultas. Namun, menurut rektor UI ini, kehadiran bisnis semacam itu me-mang diperlukan untuk me-nopang aktivitas riset dan pendidikan. Dengan begitu, kebutuhan sivitas akade-mika dapat terpenuhi dan mereka menjadi lebih fo-

ADE/SUMASalah satu franchise yang terdapat di UI

Kampus

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 66: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

Kampus

64

kus akan kegiatan di kam-pus. “Contohnya di FISIP. Ada toko buku, ada tempat mahasiswa browsing data, sampai toko roti juga tidak apa-apa, tapi tetap korbis-nisnya itu akademik,” tam-bah Pak Gumilar. “Di luar negeri, saya sudah keliling dunia hampir ke semua ne-gara, sama saja.”

Namun, gencarnya praktik modernisasi kewi-rausahaan di universitas ternyata menuai pro dan kontra. Misalnya, Fitrah Arien, mahasiswa Sastra Inggris UI, yang menentang keberadaan bisnis franchise di lingkungan kampus . “Nggak setuju! Selain me-matikan potensi pengusaha kecil di kantin, banyaknya franchise akan memberi ke-san UI eksklusif,” ujar ma-hasiswa angkatan 2007 ini.

Di lain sisi, Ketua BEM UGM Qadaruddin Fajri medukung kewirausa-haan kampus, khususnya franchise. Baginya, hal itu dapat menambah pemasu-kan universitas selain dana dari masyarakat juga seb-agai sarana menumbuhkan spirit kewirausahaan warg-anya. “Selama orientasin-ya pembangunan menuju kemandirian universitas, sekaligus sebagai bentuk tanggung jawab moral uni-versitas untuk memban-gun kehidupan ekonomi di sektor riil, baik-baik saja,” ujarnya via surat elektron-ik. Meskipun begitu, maha-Meskipun begitu, maha-siswa universitas yang juga termasuk kategori kelas

dunia ini tidak memungkiri komersialisasi mungkin timbul di kalangan maha-siswa. Pasalnya, praktik franchise dikemas dengan konsep manajemen yang baik profesional dan “mo-dern”.

Kemudian, Dr. Terry Mart menyatakan hal senada dengan Fitriah. “Sekarang, semuanya harus dijiwai entrepreneurship. Sampai pemilihan ketua program studi pun syaratnya harus berjiwa kewirausahaan, tapi jangan semua dosen itu di-paksa begitu,” ujarnya. Hal itu dikarenakan ia khawa-tir apabila kewirausahaan yang menjamur di kampus membuat Universitas Indo-nesia melupakan Tri Dhar-ma Perguruan Tinggi-nya. Ia juga mengingatkan agar universitas tidak mencari keuntungan dari pendidikan dengan menaikkan SPP. Se-lain itu, Bu Noverita kurang setuju apabila pendanaan riset berasal dari mahasis-wa. Menurut kedua dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam itu, ada cara-cara lain yang dapat dijadikan alternatif pendanaan riset UI selain dari mahasiswa. Universi-tas lebih baik berwirausaha di luar kampus. Misalnya, menurut Pak Terry, kerja sama dengan industri perlu digencarkan. Produk-pro-duk risetlah yang semesti-nya diwirausahakan. Selain itu, Bu Noverita menyaran-kan cara lain, yakni kerja sama dengan luar negeri.

“Itu akan lebih mengun-tungkan, kayak dengan In-ternational Foundation For Science. Kita nanti meng-erjakan dana dari mereka. Kita presentasi ke luar,” ujar dosen peneliti yang pernah mempresentasikan risetnya di Kanada ini. Kerja sama dengan luar negeri juga da-pat dijalin dengan organisa-si-organisasi seperti WWF, UNESCO, bahkan DIKTI. Dengan begitu, Universi-tas Indonesia lebih di kenal di dunia internasional. Ia juga menyarankan univer-sitas tidak mengandalkan dana dari mahasiswa. “Kita justru mau mengembang-kan mahasiswa di sini,” tambahnya. Baginya, do-sen sebaiknya mencarikan biaya untuk mahasiswanya agar dapat mengembang-kan ilmunya dengan baik, bukan sebaliknya.

FEBI PURNAMASARI

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 67: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

65

Pandemi influen-za menjadi topik yang marak di-perbincangkan pasca badan ke-

sehatan dunia (WHO) men-geluarkan peringatan ten-tang terjangkitnya flu babi di Meksiko, California, dan Kanada. Diduga juga ada pasien terinfeksi flu babi di Perancis dan Selandia Baru. Setelah peringatan itu pemerintah Indonesia mengadakan rapat koordi-nasi untuk mengantisipasi

flu babi tersebut. Pasalnya virus H1N1 pada flu babi hampir serupa dengan den-gan H5N1 pada flu burung yang berimbas pada ke-matian manusia. Hal yang menjadi perhatian adalah H1N1 telah menular dari manusia ke manusia di Meksiko. Lantas bagaimanaLantas bagaimana jadinya jika hal itu terjadi di Indonesia?

“Kita tidak dapat memprediksi kapan, dan dimana episenter pandemi akan muncul.” Demikian

disampaikan Koordinator Komunikasi Komite Na-sional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi In-fluenza (Komnas FBPI) Drh. Memed Zoelkarnain Hasan. Kamis (16/4) di Ja-karta. Sedangkan Dr. Gindo M. Simanjuntak, MPH se-bagai Head of Secretariat Pilot Project Avian Inlu-enza Control and Pande-mic Influenza Preparednes Tanggerang, Banten Pro-vince beranggapan, “jika

Kesiapsiagaan Pandemi Influenza di Indonesia

Kesehatan

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 68: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

66

kita bicara pandemi Influ-enza tidak bisa main-main, karena hanya dua kemun-gkinan episenter yaitu Cina dan Indonesia.”

Berdasarkan kete-rangan Dr. Gindo, faktor-faktor yang menyebabkan pandemi influenza adalah terjadinya mutasi virus dan cepatnya mobilasasi pendu-duk. “Mutasi virus itu tidak selalu ganas karena bisa jadi patogenisitasnya lebih rendah, namun jika terjadi reabsorbment virus tipe A dengan virus tipe B maka virusnya bisa saja aeorge-nik (menular via pernafasan –red). Nah, kondisi de-mikian yang ditakutkan jika terjadi penularan manusia ke manusia,” tandas epide-miologis setengah baya itu.

“Berdasarkan per-hitungan rumus tertentu untuk pandemi influenza, dalam tempo enam bulan

dengan tranportasi yang be-gitu cepat seperti sekarang, 20 % penduduk dunia akan sakit keras karena pandemi influenza. Katakan pendu-duk dunia 5 milyar berarti 1 milyar akan sakit. Dan 30 % dari 1 milyar yang sakit tadi akan meninggal. Berarti 300 juta jiwa akan meninggal karena pandemi ini. Kita harus siap untuk mengantisipasi hal ini. Pa-dahal pada tahun 1918 tran-portasi pesawat tidak se-perti sekarang sudah ada 40 juta penduduk meninggal, apalagi sekarang!” Tandas Dr. Gindo sambil berulang kali mengetukkan jarinya ke meja saat menjelaskan seriusnya masalah pandemi influenza.

Kegiatan Apa yang Sudah Dilakukan Pemerintah?

Direktur Jenderal

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan (Dirjen P2PL Depkes) Tjandra Yoga Aditama, Minggu (26/4), di Jakarta menyampaikan pihaknya telah mengirimkan surat edaran kewaspadaan dini kepada dinas kesehatan dan kantor kesehatan pelabuhan di seluruh provinsi di Indo-nesia. Ia menyatakan te-lah mengumpulkan jajaran kantor kesehatan pelabuhan se-Indonesia untuk mening-katkan kewaspadaan. Dan dalam perkumpulan itu ke-giatan yang dilakukan ada-lah simulasi episenter pan-demi yang dilaksanakan di Makassar pada 25-26 April. Kegiatan ini merupakan salah satu upaya persiapan Depkes dan lintas sektor terkait dalam menghadapi berbagai kemungkinan pan-demi influenza.

Kesehatan

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 69: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

Kesehatan

67

Drh. Memed menya-takan Komnas FBPI selaku pemerintah telah berbuat banyak untuk menghadapi kemungkinan terjadinya pandemi influenza se-perti: menyiapkan sebuah pedoman kesiapsiagaan menghadapi pandemi, dan melakukan beberapa simu-lasi. Simulasi dilakukan dari bentuk yang sederhana di beberapa lokasi di Jawa Barat, Jawa Tengah, sam-pai secara nasional yang pernah dilakukan di Bali, dan Batam pada tanggal 22-23 April 2009.

Komnas FBPI juga ikut andil dalam komuni-kasi risiko pada simulasi yang dilakukan Departe-men Kesehatan di Makas-sar tanggal 25-26 April 2009. “Bahkan dalam la-poran pertemuan ASEAN working group di Malaysia menunjukkan hanya kita yang memiliki pedoman kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza” ujar Drh. Memed seusai wor-king group communication yang diadakan di ruang rapat Komnas FBPI, di Ja-karta.

Strategi yang Dilakukan untuk Menghadapi Pandemi?

Meski Komnas FBPI akan berakhir pada 1 April 2010 sesuai dengan Kepu-tusan Presiden, Drh. Me-med menambahkan akan

ada khasanah baru yaitu pembentukan suatu badan yang berbasis k e d o k t e r a n hewan (ve-teriner) dan medis atau badan yang terdiri dari para dokter dan dokter hewan untuk menghadapi kejadian pan-demi. Badan ini sebagai perwujudan suatu istilah yaitu “One World One Health” yang sempat di-dengungkan bersama di Is-tana Ballroom, Hotel Salak, Bogor, 20 Desember 2008. Badan ini direncanakan se-bagai strategi mengantisi-pasi adanya kemungkinan timbulnya penyakit zoono-sis, penyakit pada hewan yang dapat menular ke ma-nusia, yang tidak hanya flu burung. Penyakit lainnya seperti antraks, rabies, sapi gila, kuku dan mulut, dan sebagainya yang dapat ber-potensi pandemi.

Untuk mengantisipasi kejadi pandemi influenza di Indonesia kita harus mela-tih setiap lini. “Saat saya di San Fransisco, jika terjadi wabah yang saat itu adalah influenza semua perawat, angkatan darat, angkatan

udara, angkatan laut, kemu-dian Depkes (departemen kesehatan-red) Amerika di San Francisco itu semua diberi vaksin dan obat. Pen-duduk San Fransisco yang terdiri dari 6 juta dalam tempo 2 minggu 80 % pen-duduknya mampu divaksi-nasi. Nah sekarang mampu atau tidak itu dilakukan di Indonesia. “ ujar Dr. Gindo sambil menambahkan telah ada pramuka pelajar di kota Tangerang yang siap dilatih untuk menghadapi pandemi influeza.

Tubagus Arie Ruk-mantara, Media Specialist (Consultant) Avian Influen-za/Pandemic Preparednes Communication UNICEF Indonesia menerangkan bahwa perlu ada kelompok

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 70: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Kesehatan

68

yang terlibat yang bekerja secara cepat dengan keahli-an yang tepat dan tidak ter-halang birokrasi. Salah satu kekurangan mengandalkan tim pengendali Flu Burung dari pemerintah, baik pusat maupun daerah, ialah mere-ka akan terhambat dengan birokrasi. Dalam konsep kampanye nasional Tang-gap Flu Burung semua komponen bangsa perlu ikut andil, termasuk ma-hasiswa. Arie menyatakan adanya sebuah Forum Ma-hasiswa Indonesia Tang-gap Flu Burung Jawa Ba-gian Barat (FMITFB JBB) yang juga ambil bagian da-lam penanggulangan masa-lah flu burung di beberapa wilayah terjadinya kasus flu burung adalah gerakan yang ”hampir ideal” sesuai

dengan apa yang dibutuh-kan generasi dan zaman-nya.

Pernyataan Arie terse-but terlihat, pada presentasi yang dilakukan oleh So-fyan Suri selaku koordina-tor FMITFB JBB bersama koordinator riset forum tersebut. Setelah presentasi itu Komnas FBPI mendapat kesimpulan bahwa forum mahasiswa itu cukup ber-hasil menjalankan kegiatan berbasis masyarakat, dan kelompok kerja komuni-kasi dapat memanfaat po-tensi yang dimiliki FMIT-FB. Demikian kesimpulan ini berdasarkan notulensi hasil pertemuan working group communication yang diadakan KOMNAS FBPI, Kamis (16/4). “Kesiapsia-“Kesiapsia-gaan menghadapi pandemi

influenza harus dicermati dan dihayati semua kom-ponen bangsa. Sebagai ma-hasiswa yang merupakan generasi pelanjut, mulai se-karang mulai bersiap-siap mengambil alih peranan dengan mengetahui bagai-mana menghadapi pandemi influenza.” Demikian pesan Drh.Memed Koordinator Komunikasi Komnas FBPI kepada mahasiswa pemba-ca setia majalah Suara Ma-hasiswa.

CHRISSENDY T.L. SITORUS (FKM UI, EP-

IDEMIOLOGI 2005)

Page 71: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

69

Senin, 9 Februari 2009 menjadi hari yang ber-beda bagi saya bersama delapan

orang rekan-rekan yang tergabung dalam Delegasi Universitas Indonesia (UI) untuk Harvard National Model United Nations (HN-MUN) 2009. Rasanya sung-guh berbeda ketika kaki saya akhirnya berpijak di Bandara Internasional So-ekarno – Hatta. Jerih payah lima bulan terakhir telah

siap digantikan dengan ke-sempatan luar biasa, ber-sama tiga ribu mahasiswa lain dari universitas dari seantero dunia, untuk men-ghadiri sebuah konferensi simulasi sidang Perserika-tan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diselenggarakan oleh Harvard University, 12 – 15 Februari 2009, di Boston, Amerika Serikat.

Pesawat Qatar Air-ways dengan nomor pener-bangan QA 639 siap meng-antar kami dari Jakarta

melewati Singapura, Doha, lalu New York selama 33 jam terbang. Melelahkan, tetapi seluruh anggota dele-gasi tidak mampu menutupi antusiasme, apalagi saya yang baru pertama kali menginjakan kaki di Ne-gara Adidaya itu. Perjalan di lanjutkan melalui perja-lanan darat ke Washington D.C., yang sempat menjadi pusat perhatian mata dunia internasional ketika Bar-rack Obama resmi menjadi presiden kulit hitam perta-

Diplomat Kilat di Harvard National Model United Nations 2009

DO

K. P

RIB

AD

I

Catatan Perjalanan

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 72: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/200970

ma negeri itu. Para delegasi menumpang di kediaman Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat. Esoknya, kami menghabiskan waktu melihat Ibu Kota negara itu, lalu bertolak ke Boston. Ja-lur udara kami pilih untuk menuju kota di Timur Laut Washington D. C, tempat perhelatan berlangsung. Disanalah seluruh pengala-man tidak terbayarkan itu dimulai.

Delegasi UI menjadi salah satu peserta konferen-si yang memfasilitasi maha-siswa untuk merasakan dan terlibat langsung dalam pro-ses pengambilan kebijakan di PBB. Hal ini sebenarnya sudah tidak asing bagi saya. Jurusan Ilmu Hubungan Internasional (HI) Fakultas llmu Sosial dan Ilmu Poli-tik (FISIP) UI, tempat saya menuntut ilmu, juga mela-kukan hal serupa, walaupun dalam lingkup yang lebih kecil. Saya merepresentasi-

kan Niger, sebuah negara di Afrika Barat, dalam komite di bawah Sidang Umum PBB, Disarmament and In-ternational Security. Bersa-ma dengan Mutti Anggita, teman seangkatan di HI, kami berusaha untuk mere-presentasikan kepentingan Niger dalam permasalahan yang diangkat dalam si-dang. Pertemuan dengan mahasiswa asing menjadi hal yang tidak dapat dihin-dari. Amat menarik, apala-gi mereka datang dari latar belakang ilmu yang berbe-da bahkan dari tingkat pen-didikan yang lebih tinggi. Kami pun bertemu dengan rekan-rekan senegara dari ITB, Unpad, UGM, dan Universitas Katolik Para-hyangan.

Terdapat dua isu utama yang harus dipelajari men-dalam oleh saya dan Mutti. Hari pertama jalannya per-sidangan lebih mengarah kepada pembahasan topik hubungan narkoba dan kelompok bersenjata non negara, daripada konflik etnik di Afrika. Partisipasi kami pun dimulai. Uniknya, persidangan benar-benar menggambarkan proses diplomasi yang tidak kami dapat secara teoritis di kam-pus. Usai kami menyatakan formal statement, tiba-tiba secarik kertas datang dari negara tetangga. Adriana dan Tatiyana, delegasi Ni-geria, mengajak kami dan seluruh negara Afrika un-tuk bergabung dalam koa-lisi untuk dapat menekan

negara-negara maju demi kepentingan kawasan Afri-ka. Rapat pertama koalisi pun dimulai diakhir persi-dangan. Semua delegasi negara Afrika terlibat me-nyatakan kepentingannya masing-masing dan berjanji untuk memperkuat koalisi.

Hari kedua persi-dangan dimulai pukul sem-bilan pagi. Dengan setelan jas dan sepatu pantofel, saya mendahului Mutti menuju ruang persidangan. Persidangan kali ini akan berlangsung dengan agen-da utama untuk menyusun working papers, kertas berisi usulan-usulan dan konsiderasi negara tehadap solusi permasalahan yang diangkat. Terdapat delapan working papers, yang me-representasikan delapan koalisi utama negara-ne-gara dalam sidang terse-but. Negara-negara maju, misalnya, menitikberatkan instrument militer. Berbeda dengan negara Asia Tengga-ra, yang lebih mengedepan-kan instrumen-instrumen ekonomi dan budaya. Ne-gara-negara Afrika, di sisi lain, berusaha untuk menda-patkan keuntungan-keun-tungan ekonomis melalui bantuan-bantuan finansial dengan mengklaim sebagai negara yang dirugikan dari perdagangan narkoba yang mendukung kelompok ber-senjata non negara. Suasa-na persidangan memanas. Pernyataan-pernyataan tiap negara semakin menunju-kan kepentingannya. Ada

DO

K. P

RIB

AD

ICatatan Perjalanan

Page 73: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

Catatan Perjalanan

71

yang berbicara dengan nada tinggi, berkobar-kobar, atau bahkan dengan aksi-aksi yang menarik perha-tian anggota delegasi lain. Usaha tersebut dilakukan untuk meyakinkan bahwa working papers yang dibuat koalisinya lah yang paling komprehensif untuk meny-elesaikan masalah.

Hari kedua menjadi saksi bagaimana saya yang bertindak sebagai diplomat harus melakukan lobi-lobi, negosiasi dengan berbagai delegasi untuk mendukung working papers koalisi Afrika. Akan tetapi, kami pun juga didatangi oleh negara lain, diajak untuk sekedar melihat working

papers mereka, bahkan ada yang mengajak makan ma-lam bersama agar kami ber-gabung dengan koalisi me-reka. Diplomasi informal pun berjalan. Tarik-mena-rik kepentingan negara ti-dak terlihat menarik dalam ruang sidang. Justru, dalam suasana yang lebih informal negosiasi alot terjadi di luar sidang yang penuh dengan kumpulan-kumpulan ang-gota delegasi yang berusa-ha meperluas jaringan dan pengaruh untuk mening-katkan dukungan terhadap koalisi yang dibentuk. Hal ini terjadi hingga hari keti-ga, dimana sebuah draft re-solusi harus segera dihasil-kan untuk akhirnya dipilih

menjadi satu resolusi akhir persidangan atas masalah yang dibahas.

Proses negosiasi infor-mal kembali harus terjadi di luar sidang. Prosesnya mirip dengan aktivitas menawar yang dilakukan ibu rumah tangga di pasar. Pada akhir-nya di hari ketiga, koalisi Afrika harus merelakan be-berapa poin didalam reso-lusi yang telah dibuat untuk bergabung dengan koalisi lain yang juga memenuhi kepentingan negara-negara Afrika dengan menghapus elemen-elemen yang diang-gap merugikan. Hari inilah titik klimaks perjuangan masing-masing delegasi untuk menghimpun seba-nyak mungkin dukungan bagi draft resolusi yang akan melalui proses voting di hari keempat.

Di akhir persidangan, suasana tegang mendadak sirna. Persidangan akhirnya berhasil memilih sebuah draft resolusi yang akhir-nya disahkan menjadi reso-lusi akhir. Kelelahan sela-ma empat hari persidangan juga tidak terasa, setelah kami harus berpisah dengan teman-teman yang baru saja dikenal, namun terasa amat dekat. Pengalaman, ilmu, bahkan buah tangan juga kami bawa pulang. Mun-gkin ini pengalaman per-tama saya yang tidak akan saya lupakan. Pengalaman menjadi diplomat kilat se-lama empat hari.

YEREMIA LALISANGDO

K. P

RIB

AD

I

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 74: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

72

BlackBerry : Teknologi cang-gih yang cenderung membuat orang berperilaku konsumtif?

BlackBerry(BB) men-jadi salah satu kemajuan

teknologi yang fenomenal saat ini. Wa-laupun baru diperkenalkan di Indonesia pada tahun 2004, permintaan gadget ini menunjukkan peningkatan yang tinggi. Research in Motion (RIM) selaku penye-dia teknologi BlackBerry mencatat bahwa pertumbuhan penggunaan layanan terse-but di Indonesia merupakan yang tertinggi di antara negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik. Angka peningkatan ini men-capai 494% pada tahun 2008.

Dilihat dari fitur-fitur yang ditawar-kan, pangsa pasar BlackBerry sebenarnya adalah untuk seorang bussinesman atau public figure. Bagi kalangan tersebut e-mail dan media campaign online menjadi penting untuk mendukung performa dan pergerakan mereka. Melihat realitanya, BB kebanyakan digunakan remaja yang notabene bukan bussinesman maupun public figure. Dengan fungsi umum bagi mereka yaitu untuk chatting dan browsing, sangat disayangkan karena BB memiliki fungsi jauh daripada hanya itu. Kecend-erungan yang muncul adalah BB menjadi sebuah pola hidup yang konsumtif.

Istilah konsumtif biasanya digu-

BLACKBERRY: Antara Kebutuhan

dan Keinginan

Budaya

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

AG

ISA

/SU

MA

Page 75: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

7�

nakan untuk menunjuk pada perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi ke-butuhan pokok. Mereka yang berperilaku konsumtif cenderung membeli barang berdasarkan ‘keinginan’ bukan ‘kebu-tuhan’. Memiliki BB sifatnya menjadi konsumtif saat remaja memaksakan untuk membeli gadget ini padahal mereka me-miliki kemampuan finansial yang terbatas, lebih-lebih masih dibiayai orang tuannya. Rangga, seorang mahasiswa fisip me-nyatakan “BB gue ini baru dibeliin orang tua gue beberapa bulan lalu. Sebenarnya hape gue yang lama masih bisa dipakai sih, tapi udah nggak ngetrend lagi, yaudah gue minta orang tua gue. Eh dikasih. Ya gue terimalah.”, sambi tertawa terbahak-bahak.

Fitur-fitur unggulan dari BB, seperti surat-e gegas (push e-mail), jarang sekali digunakan oleh remaja yang bukan pebis-nis maupun public figure. “Jarang banget sih gue pakai fasilitas itu, habisnya rebek dan lebih jelas dilihat pakai internet di laptop”, ujar Nindi, seorang mahasiswa FMIPA UI. Hal demikian membuat fitur dalam BB tidak digunakan secara optimal oleh sebagian besar kalangan mahasiswa.

Kebanyakan dari mereka hanya menggunakan fitur standar yang juga bisa didapatkan di gadget lain dengan harga yang jauh lebih murah.

Peningkatan pengguna BlackBerry ini dapat kita amati di sekitar kita. Saat kita jalan-jalan di mall kita kerap kali melihat orang yang mencolok dengan BlackBerry –nya. Seakan itu merupakan bagian dari hiasan di tubuh mereka, atau yang biasa disebut dengan aksesoris. Di kantor-kantor kita juga dengan mudah mendapati eksekutif baik muda maupun tua menggunakan teknologi ini. Pangsa pasar BlackBerry sebenarnya adalah untuk seorang bussinesman atau public figure di mana e-mail dan media campaign online

menjadi sedemikian penting untuk mendu-kung performa mereka.

Informasi dari Research in Motion (RIM) selaku penyedia teknologi Black-Berry menyatakan bahwa pertumbuhan penggunaan layanan tersebut di Indonesia merupakan yang tertinggi di antara nega-ra-negara lain di kawasan Asia Pasifik.

Saat ini saja diperkirakan ada sekitar tiga ratus ribu lebih pengguna layanan BlackBerry dari tiga operator yang me-nyediakan layanannya di Indonesia, yaitu Indosat, Telkomsel, serta Excelcomindo Pratama (XL)

Pada awalnya teknologi ini banyak digunakan oleh eksekutif muda, namun sekarang ini mulai merambah ke berbagai kalangan masyarakat tak terbatas pada yang tingkat ekonominya menengah ke atas saja, seperti kalangan pelajar, maha-siswa, dan lain sebagainya.

Banyak rekan-rekan di sekitar kita yang menggunakan perangkat canggih ini. Sebagian di antara mereka menggunakan fitur BB secara maksimal dan sebagian lagi belum. Bagaimana dengan anda? Bagi anda yang belum punya BB, masih ingin punya BB? Untuk kebutuhan anda atau hanya memuaskan keinginan anda?

Adi PratamaDiolah dari berbagai sumber

Budaya

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 76: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/200974

Sekali lagi bukti bawa demokrasi di bumi Indonesia masih mengalami pendangkalan substansial, ini bisa

tercermin dalam respon khalayak atas terbitnya buku yang berjudul “Ilusi

Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia”. Wacana yang dilemparkan oleh Gerakan Bhineka Tunggal Ika, The Wahid Institute, dan Ma’arif Intitute, menghasilkan respon yang keras dari berbagai kalangan yang merasa buku

ini “tamparan” terhadap bagian kelompok-kelompok yang disinggung. Alhasil buku ini pun mengalami tudingan sebagai buku yang berisi hasutan, fitnah, serta sebagai upaya mengadu domba umat islam yang ada di Indonesia. Hal tersebut berimplikasi secara langsung terhadap pembatasan penyebaran buku ini kepada publik.Mengapa demikian?

Buku ini diangkat dari penelitian yang digawangi oleh peneliti dari Wahid Institute dan Maarif Intitute yang disebar pada 24 kota yang tersebar di 17 propinsi di tanah air guna

Resensi Resensi

ILUSI NEGARA ISLAMA

DE

/SU

MA

Page 77: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

75

Resensi Resensi

mengangkat permasalahan seputar pembuktian adanya kelompok-kelompok Islam garis keras di Indonesia. Yang ditunjukkan dengan respon kelompok-kelompok garis keras pada isu-isu sosial politik dan keagamaan di Indonesia. Dengan melihat hal tersebut pembaca dapat menarik ke”unik”an kelompok-kelompok garis keras tersebut.

Para Kyai besar turut berperan dalam mengawal penerbitan buku ini. KH. Abdurrahman Wahid menyumbangkan pemikirannya sebagai editor, prolog oleh Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif, serta dilengkapi dengan epilog yang digubah oleh KH. A. Mustofa Bisri.

Buku ini berisikan identifikasi gerakan-gerakan Islam garis keras seperti Wahabi dan Ikhwanul Muslimin di Indonesia baik yang berada di dalam dan di luar institusi pemerintahan/parlemen yang menggalang kekuatan bersama untuk mencapai agenda bersama mereka. Dan tujuan akhir daripada agenda tersebut dinilai sebagai bentuk formalisasi Islam yang dilakukan dengan dalih memperjuangkan Islam dan secara berkala membunuh kebhinekaan atau dalam bahasa buku ini disebut sebagai cultural genocide. Alih-alih memperjuangkan Islam, formalisasi Islam yang mereka hanya mengincar kekuasaan politik belaka.

Apabila dilihat dari latar belakang penggagas buku ini sudah tentu tidak lepas dari perang kepentingan antara NU dan Muhammadiyah melawan kelompok Islam lain seperti Hisbut Tahrir serta Partai Keadilan Sejahtera. Oleh karena itu dalam membaca diharapkan pembaca dapat menilai secara sehat apa yang dihadirkan oleh buku ini. Bukan sebagai upaya adu

domba akan tetapi sebagai instrumen penambah khasanah keberagaman pemahaman tentang Islam di Indonesia. Apabila pemaknaan berjalan seperti itu pembatasan serta teror-teror terhadap upaya penyebarluasan buku ini tidak akan terjadi lagi. Dan sekali lagi Indonesia melalui masyarakatnya berhasil mengambil satu langkah maju dalam berdemokrasi.

BATHARA RANGGA

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Judul: Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan

Islam Transnasional di Indonesia

Penulis:KH. Abdurahman

Wahid

Penerbit: PT. Desantara Utama

Media

Tahun:2009, Mei

Jumlah Halaman:�21

Page 78: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/200976

Resensi Resensi

Mungkin generasi milenium ini masih ba-nyak yang masih asing dengan novel usang “Bumi Manusia” yang menjadi salah satu buku dari rangkaian karya Pramoedya Ananta Toer. Novel fiksi scientific ini bernuansa konsep-konsep yang bersifat sosiologis, antropologis, politis, dan historis yang dimunculkan dalam ka-rakter tokoh dan alur ce-rita. Ide cerita yang kuat, alur cerita yang menarik, dan bahasa yang bisa membuat pembaca ter-bawa emosinya merupa-kan kekuatan dan daya tarik karya anak bangsa ini. Novel yang sudah diterjemahkan ke bebe-rapa bahasa diantaranya Belanda dan Perancis ini sering menjadi nominasi di Nobel Sastra Dunia.

Novel ini berlatar saat zaman kolonial Belanda. Minke seba-gai tokoh utama dalam cerita ini adalah siswa H.B.S, sebuah sekolah tinggi terbaik pada Za-

man Kolonial Belanda. Dalam kesehariannya, Minke, yang berasal dari keturunan Priyai Jawa, berpegang teguh pada nilai-nilai pendidikan dan pola pikir Eropa. Menurutnya, nilai-nilai tersebut sangat rasional dan membuatnya lupa akan jati dirinya seba-gai seorang keturunan Priyai. Dia adalah salah satu murid yang pintar di sekolah yang terdiri dari kalangan Eropa, Indo dan Priyai Jawa itu sehingga dia mendapat-kan perhatian lebih dari guru sastra Belandanya, Mevrow Magda Peters. Namun, kehidupan Minke langsung beru-bah 180 derajat setelah mengenal sebuah kelu-arga nyai Ontosoroh, yang aneh dimana nyai yang telah bertahun-ta-hun menjadi gundi Tuan Mallema pengusaha Be-landa yang termasyur.

Dalam keluarga itu, Minke bertemu dan jatuh hati dengan seo-rang putri yang sangat

rupawan peranakan Jawa-Belanda yang ber-nama Anneless, sang putri pun juga memiliki perasaan yang sama pada Minke. Namun sayangnya, putri cantik tersebut tak lain adalah putri dari sang gundik keluarga aneh tersebut. Dinamika kehidupan yang sangat bergejolak bagi seorang pribumi di Zaman itu yang selalu terdiskriminasi, mem-buat banyak hak Minke terunggut dalam kehidu-pan sosialnya,termasuk masalah cinta Minke dan Anneless, walaupun Nyai Ontosoroh mere-stui mereka, tetapi ling-kungan sosial, ras dan anggota keluarga aneh tersebut tidak memberi kerelaan kepada Minke yang hanya seorang Pri-bumi.

Banyak pelajaran yang bisa didapat dari novel ini, diantaranya tentang bagaimana seorang akademisi yang rendah hati harus bert-indak dan sudah “mulai adil dari pikiran sendiri”. Karena “pendidikan adalah sebuah proses dimana seseorang untuk mengenal batas bukan untuk memakan maka-nan orang lain” (kutipan novel ini). PenasaranPenasaran bagaimana akhir cerit-anya?

Arie Putra

BUMI MANUSIAJudul Buku:

Bumi Manusia Pengarang:

Pramoedya Ananta ToerPenerbit:

Lentera Dipantara, Jakarta, 2005

Page 79: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Penyanyi : Jamie Scott

Album : Park Bench Theories

Label : Universal Music

Salah lagi album musik Jamie Scott yang menunjukkan suara khasnya yang R&B dan british pop beredar, terutama pada singel hitsnya “when will I see your face again”. Lagu ini menceritakan seorang laki-laki yangLagu ini menceritakan seorang laki-laki yang jatuh cinta kepada sahabatnya sendiri. Sentuhan ornamen musik yang sederhana

Ini seakan menjadi kekuatan tersendiri disamping lirik lagu dari penyanyi yang biasa berpenampilan dengan gitar akustik kesayangannya. Jamie juga memperlihatkan kekayaannya akan aransemen musik, dari lirik yang sederhana bisa dijadikan lantunan musik funky ala Wes Brown dalam lagu “Lady West”. Lagu-lagu yang menghiasi album ini akan memperkaya referensi musik anda karena di sini ia kembali menunjukkan kemampuan musikalitasnya yang sudah tidak diragukan lagi.

(Arie Putra)

77

Resensi Resensi

“Bila usai bermimpi semua kan ku benahi,biar dunia mengerti betapa indah isi mimpi ini,” sepenggal lirik dari band Rumah Sakit. Band yang kental dengan nuansa Brith Pop ini memiliki karakter bermusik seperti The Stone Roses, The Charlatans, Blur, Chapter House, The Beatles dan The Byrds. Band yang telah mewarnai belantika musik indie di Jakarta sejak taun 1993 bersama Band seangkatannya yaitu Naif, Pure Saturday dan Waiting Rooms. Band Rumah Sakit kini telah jarang tampil untuk menghibur para pengge-marnya, terakhir tampil pada tahun 2006.

Band yang terdiri dari Gorry (drums), Shendy ( bass ), Dion (gitar), Mark ( gitar), dan Andri (vokal). Nama Rumah Sakit sendiri di ambil karena simpel dan mudah diingat. Band yang berasal dari IKJ ini telah me-Remix dua la-gunya yaitu “Datang” dan” Hilang”. Kedua lagu tersebut sempat menduduki puncak tangga lagu Prambors “IndieLapan”. Lagu yang di ambil dari Album Perdana meraka yang berjudul sama dengan nama band mereka “Rumah Sakit” di Produksi oleh “Independent Record”.

(Ade)

RUMAH SAKIT

Page 80: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/200978

Cerpen

19 LEGI19 LEGI,Penanggalan jawa..Malam itu terlihat seperti biasa,

lolongan anjing liar atau entah seri-gala, terdengar sama bagi Sularso. Ia sedang duduk menunggu di pendopo seberang rumahnya, menunggu istri-nya dalam proses persalinan. Entah setan apa yang merasukinya malam itu, bukan Lucifer, bukan pula setan numpang lewat, seperti setan-setan penuh inspirasi di tv-tv atau layar lebar, setan ini, setan yang sama dengan setan yang mencobai Nabi Isa di perjalanan hidupnya.

Sumenep lahir tanpa kaki dan mata. Cacat. Ayahnya, Sularso men-ghardik istrinya, Lastri, dengan pan-dangan penuh dengki. Lastri tidak mengerti arti pandangan Sularso. Bayi itu tidak bersalah untuk mene-rima pandangan dengki dengan umur sedini itu dari ayahnya sendiri, tapi Sularso tidak peduli, tapi Lastri peduli, dia peduli apapun yang dilakukan sua-minya, apapun yang dilakukan orang-orang di hidupnya, sama dengan dia tidak pedulinya dengan dirinya.

Sularso, orang kecil yang tinggal di kaki Gunung Slamet, dia menafkahi istrinya dengan menjadi apapun yang dibutuhkan orang-orang sekitar desa itu, sampai suatu saat dia menang togel, padahal hanya pasang tiga angka, tapi bisa dapat 15 juta, wah! Anugerah untuk Sularso dan Lastri tentunya, mereka belikan rumah dan pindah dari gubuk reyot lama yang mereka tinggali dulu, mereka membeli apapun perabotan yang bisa dibeli. Saat itu Lastri sedang mengandung 4

bulan, kekayaan mereka yang tiba-tiba menimbulkan kabar tidak enak di seki-tar lingkungan mereka, maklum orang desa, hanya tau bertani dan mengurus diri, selebihnya yang terkesan di luar sistem mereka akan bilang itu rahmat Yang Kuasa atau malah pesugihan. Sularso kena batunya, dia dibilang nyugih jin yang dipelihara oleh dukun daerah situ, namanya Nyak Demit, pa-dahal Sularso yakin benar masyarakat sekitar tidak yakin dengan eksistensi si Nyak Demit. Mengenai kabar betul atau hanya kabar numpang lewat, Lastri hanya bisa terdiam, tidak pe-duli ‘toh tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupannya, ada mungkin, tetapi tidak lebih dari satu atau dua frase dalam satu kalimat kehidupan-nya, dia tidak akan berani bertanya macam-macam pada suaminya. Dia takut, takut kalau ternyata itu benar dan akan mengambil nyawa bayinya tersayang. Dia sungguh tidak mau merasa kehilangan lagi. Cukup.

Lastri seorang Katolik Ortodoks, memang dia pergi ke gereja tiap waktu, tidak pernah absen pada hari minggu, dan tidak lupa mengaku dosa di hadapan pastor, itu ritualnya karena dia tidak pernah berhenti berpikir diri-nya bersih di hadapan-Nya, tapi pas-tor terlihat mulai jenuh mendengarkan dan memberitahu Lastri sesuatu, apa itu? Mari kita tanya Lastri.

“Pastor, saya ingin mengaku dosa saya tetapi sebelum itu boleh saya bertanya seperti Yesus menanyai Pet-rus sebelum dia menyangkal nama-Nya tiga kali?”

“Silakan Lastri....”

Page 81: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

79

Cerpen

“Pastor, suami saya, Sularso me-nerima cemooh dari warga desa, me-reka bilang suami saya nyugih, saya harus bagaimana, pastor?”

“Doakan mereka Lastri, Tuhan tahu mana yang benar dan mana yang salah”

“Tapi apakah Tuhan tahu pas-tor, perasaan yang mendatangi saya tiap malam tentang bayi yang ada di kandungan saya ini, pastor?”

“Tuhan itu Maha Tahu, Lastri”“Pastor, apa Tuhan juga men-

dengar doa-doa saya tiap malam? Supaya suami saya ikut bersama saya untuk ke gereja?”

“Tentu Lastri, semua akan indah pada waktunya...”

“Pastor........berjudi itu dosa bu-kan?”

“Memasang togel seperti yang suamimu lakukan maksudmu, Lastri?”

“Anakku, Tuhan berbicara kepa-damu melaluiku, tapi aku berbicara kepadamu melalui apa yang Tuhan kehendaki. Tolong jangan menanya-kan yang sekiranya engkau sudah mengetahui jawabannya..”

“Itu dosa, pastor?”“Iya, Lastri..”“Tuhan akan membalasnya, bu-

kan begitu, pastor?”“Mari kita berdoa agar itu tidak

terjadi..”“Pastor...”“Ya, Lastri...”“Tahukah Tuhan seperti apa

pastor dulu, saat kita bertemu di ping-giran jalan di kota, saat pastor masih mengenakan celana jeans merah, menghimpit rokok di antara jari tengah dan telunjuk, saat tangan kanan pastor memegang kuas dan melukis dengan santai, rambut gondrong pas-tor tertiup angin, apa Tuhan tahu apa yang kita lakukan saat itu pastor?”

“........................”“Pastor, apakah Tuhan tahu?

Saat engkau membawa aku kabur dari rumahku, saat engkau berjanji kepada aku untuk memberikan aku suatu yang indah, yang lebih indah daripada rumah? Apa engkau ingat, pastor?”

“....................”“Katamu Tuhan berbicara kepa-

damu, dan itu menurut apa yang dia kehendaki. Apakah Tuhan tahu, apa yang kau perbuat padaku? Apa harus aku menyebutkan kata itu di rumah Allah yang suci ini? Apa Tuhan juga tahu, saat engkau melukisku di sebe-lahmu, bersandar pada pundakmu, menjajakan diriku saat engkau tidak mampu membeli kanvas, kuas, dan cat minyak?”

“Lastri.........”“Ya, pastor...”“Tuhan tahu dan aku juga tahu...

Maaf, Lastri”“Tapi apa juga Tuhan dan engkau

tahu, betapa karma tidak berhenti mengunjungiku saat aku mening-galkan ayah ibuku? Apa engkau tahu mengapa aku menikahi Sularso? Pas-tor tahu? Aku dijual lima keping uang emas, dibuang begitu saja dan dite-mukan lelaki paruh baya yang suka main togel dan minta aku mengurusi-nya. Apa pastor juga tahu, bayi yang aku kandung ini adalah anak kedua, bukan dari Sularso, karena yang per-tama dia buang begitu saja di sungai, karena ‘tak bermata ‘tak berkaki? Tu-han tahu itu, pastor? Saat saya men-jerit memohon namanya berdoa pada Bunda Maria, memohon belas kasi-hannya, saya tahu Tuhan mendengar, Tuhan mendengar saya melalui orang yang dulu menjual saya, bukan begitu Pastor?”

“.................”“Mengapa diam pastor? Hilang

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 82: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

80

kata? Atau pengakuan dosa ini men-jadi pembunuhan emosional karena rasa berdosa menghantui pastor?”

“Engkau tahu Lastri...”“Pastor, saya harus pergi, me-

ninggalkan Anda, Sularso dan togel-nya, anak ini, dan mungkin diri saya sendiri..”

“Pastor tahu, mungkin benar, iblis di dunia ini sudah tidak ada lagi, me-reka sudah pergi, saya lihat di koran mimpi saya semalam bahwa mereka berunjuk rasa karena kehilangan pe-kerjaan di dunia, karena pekerjaan mereka digantikan oleh manusia-ma-nusia dalam hidup saya, saya berpikir tidak hanya dalam hidup saya saja, mungkin semua manusia di dunia. Terimakasih Pastor, Tuhan berkati Pastor, dan semoga Tuhan dan Bunda Maria mengampuni segala dosa yang saya lakukan sebagai perpanjangan tangan iblis.............”

Nama saya Lastri, bersuamikan Sularso, dengan dua anak, tetapi anak pertama saya dibuang begitu saja oleh suami saya karena dia cacat. Apa yang salah dengan ketidaksem-purnaan? Itu pertanyaan yang kerap saya lontarkan, saya adalah mantan

pacar Pastor yang selalu saya cintai walaupun dia membuang saya begitu saja, atau saat itu memang saya yang pergi darinya. Entah sejahat apapun dia, saya mencintainya, sebagai pria, dan menghormatinya sebagai pastor. Saya rindu rumah saya, saya rindu ayah, ibu, dan kedua saudara lelaki kembar saya, entah kapan saya bisa pulang, saya tidak tahu, tidak tahu apa yang saya lakukan, mungkin inilah mengapa dulu nenek saya berkata ihwal dosa neraka dan amal surga hanya sebatas kornea mata. Saya berharap saya tahu dengan lontaran lima kata tanya, saya meninggalkan pastor dengan pandangan kosong, karena baju saya berdarah-darah, darah segar dengan wangi anyir se-perti darah yang keluar tiap bulan dari rahim saya, menyiratkan kotornya saya, dosa saya yang saya limbahkan ke dunia, entah darah apa. Darah dari ketuban yang pecah pertanda kelahi-ran anak saya yang lain, darah mens, darah yang keluar dari luka hati yang tiap hari saya tabung, darah dari pisau yang berada pada tangan kanan saya saat saya membunuh pastor, atau dar-ah dari luka yang mengering sebelum saya pergi ke gereja, sebelum saya membunuh Sularso, yang tega mem-bunuh bayi cantik saya, Sumenep.

Ampuni saya, Tuhan. Amin..Entah apa yang merasuki saya,Saya rela masuk neraka, saya

siap, Bapa!Saya Lastri,Wanita berdosa...

JESSY ISMOYOCIBUBUR, 20 APRIL 2009

00.03 WIB

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Cerpen

Page 83: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

81SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Aktivis kampus harus mengawal agenda reformasi di dalam masa transisi demokrasi, agar cita-cita kemakmuran dan keadilan tercapai , jangan hanya menerima ‘cek kosong’ saja dari partai-partai. Pada kenyataannya, keadilan dan kemakmuran saat ini hanya dimiliki oleh mereka yang memiliki akses ekonomi.

Saat ini pendidikan di Indonesia mahal, oleh karena itu pihak swasta harus turut serta membantu negara. Pada akhirnya pihak swasta juga yang menikmati hasilnya, jadi jangan hanya dibebankan saja kepada negara.

Perlu diingat bahwa mahasiswa juga memiliki fungsi sebagai pengontrol sosial. Jadi sebaiknya aktivis kampus harus lebih memperhatikan lagi perkembangan sistem demokrasi di Indonesia.

Chudry Sitompul, SH. MA.

Sekretaris Dewan Mahasiswa UI 1982

Mantan Aktivis

Page 84: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Ruang hidup manusia secara populer terkotakkan pada as-pek politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan lain-lain. Masing-masing disesak-

kan dengan ragam teori dan berbagai aliran sebagai penghuni dunianya. Akan tetapi, juga tidak jarang ditemukan titik sing-

gung yang mengingatkan kita pada satu atau beberapa gerakan tertentu. Politik dan pendidikan misalnya, dalam konteks wa-cana Islam, mendudukan politik dan pen-didikan –yang dalam Islam populer dengan sebutan tarbîyah– sebagai sebuah gerakan segera mengingatkan kita pada objek yang salah satunya adalah Ikhwanul Muslimin. Ikhwanul Muslimin adalah sebuah gerakan Islam internasional yang di negara asalnya –yakni Mesir– menjadi gerakan terlarang, yang mencoba turut serta mengembalikan kejayaan Islam.

Dari Usroh ke Tarbîyah Berawal dari Latihan Mujahid Da-

kwah (LMD) yang ia lakukan pada tahun 1974. Dalam kegiatan para ini anggota diberikan kajian keislaman tematis dan sistematis dalam kelompok-kelompok ke-cil, yang kemudian dikenal dengan istilah ‘usroh’.

Secara etimologi, usroh berarti ke-luarga. Dalam konteks ini, usroh adalah sebentuk pengajian yang para anggotanya dibagi ke dalam satuan-satuan kecil (6-10 orang) dengan seorang mentor (murabbi). Metode pengajian ini cenderung rahasia, mengingat konteks zamannya yang ma-sih berada di bawah kekuasaan Orde Baru yang sangat represif pada kegiatan politik keagamaan. Meski semula dimaknai seb-agai bentuk pengajian, usroh mengalami pemburukan citra terutama karena kecen-derungan para anggota kelompoknya cen-derung tertutup dari dunia luar, serta kesan radikal yang dilahirkannya.

Terjadinya kasus-kasus yang dilaku-

82

TARBIYAH: Penegasan Fitrah Manusia dan Kebebasan Memilih

Arip MustophaSeorang bla bla bla lalala lilil lululu lelele lololol hahahah hihihiRit veliquatem dio coreet wisit lor sim dolut prat alit augait am, verci tin ut utpat essi.Vulputpatum zzril incing eum quat.Pit illa con eugiamet dolorti

Opini

Page 85: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 8�

kan, yaitu pembajakan pesawat Garuda di Woyla, Thailand, yang dilakukan oleh ke-lompok Usrah Imran, dan eksklusifisme Jama’ah Usrah Warsidi di Lampung yang terkenal, adalah contoh kesan negatif pola pembinaan usroh. Kemunculan fakta-fakta serupa, ditambah gerakan politik identitas –untuk membedakan diri dengan HTI (Hiz-but Tahrir Indonesia), Dakwah Salafi, dan NII (Negara Islam Indonesia)– membuat kelompok LDK tidak lagi menggunakan nama ‘usroh’ dan menggantinya dengan sebutan ‘tarbîyah’.

Terjebak pada TradisionalismeKeyakinan Ikhwanul Muslimin akan

Islam yang mengajarkan segala aspek kehidupan dan kekhawatirannya pada peradaban Barat memaksa kita kembali untuk melihat lembaran lama; dikotomi Islam Tradisionalis dan Modernis. Meski penerus gerakan Ikhwanul Muslimin di In-donesia menganggap diri sebagai gerakan yang moderat, pada kenyataannya kedua sifat ideologi Ikhwanul Muslimin di atas –ajaran Islam yang lengkap dan kebencian pada Barat– mengingatkan kepada dua si-fat dasar kalangan tradisionalis Islam

Pertama, masuknya modernitas ke dunia Islam lewat –meminjam istilah Mo-hammed Arkoun– l’irruption (serbuan) militer oleh Napoleon Bonaparte di Mesir, adalah salah satu alasan penjelas menilai Ikhwanul Muslimin yang memang terla-hir di Mesir. Sejarah mencatat, di samping penjajahan militer Bonaparte juga melaku-kan ekspansi ilmu pengetahuan dengan membawa lima ratus ilmuan ke Mesir.

Pembaharuan yang berkiblat pada modernisasi Islam tidak lebih dari bagian agenda imperialisasi Barat yang beropera-si dengan dua cara kerja; pertama, untuk melegitimasi imperialisme sebagai ses-uatu yang juga membawa manfaat dengan sistem modern, yang karenanya penjajahan bukanlah suatu tantangan yang harus diha-dapi. Kedua, kemunculan sarjana-sarjana Barat yang banyak mengungkit-ungkit

perbedaan mazhab, membesarkan perten-tangan antar golongan dan bangsa Muslim, baik dari segi kesukuan, geografis, maupun sistem pemerintahan adalah bentuk pem-ecah-belahan kalangan Islam.

Argumen lain –yang kedua– adalah karena umat Islam mempercayai bahwa se-gala sesuatunya harus dikembalikan pada ajaran suci al-Qur’an. John L. Esposito menjelaskan, salah satu keyakinan seba-hagian besar umat Islam –yang membeda-kannya dengan agama lain– adalah karena mereka mengimani Islam sebagai agama sempurna yang mengatur segala sesuatun-ya. Islam adalah keyakinan akan suatu cara hidup yang lengkap dan menyeluruh, kare-nanya pembaharuan tidak dibutuhkan.

Memaknai Kembali TarbîyahKedua sifat di atas bukan saja tidak

dewasa melihat Islam, justru menyalahi makna “tarbîyah” yang dipahami Islam. Dalam bahasa Arab, sebagaimana dalam Al-Qur’an, “pendidikan” dengan kata “tar-bîyah” memiliki makna kebahasaannya yang berarti “meningkatkan” atau “mem-buat sesuatu lebih tinggi”. Pengertian ini mengandung pra-anggapan bahwa pada dasarnya dalam diri manusia terdapat bibit-bibit kebaikan. Bibit-bibit itu dapat dikem-bangkan (dilakukan “tarbîyah”).

Gerakan ini diakui berasal dari niat murni kebangkitan Islam. Mengemba-likan warisan tradisi nilai-nilai luhur Islam dalam al-Qur’an dan Hadis merupakan misi suci yang harus dihargai. Lebih dari itu, tarbiyah yang semula berangkat dari sistem usroh dengan semangat membang-kitkan tradisi adalah langkah sistematis dalam pembentukan karakter, khususnya para pemuda.

Permasalahannya kemudian terletak pada sifat pengkaderannya yang eksklusif serta terjebak pada Islam simbolik, baik di kampus maupun di tengah masyarakat. Semangat kebangkitan Islam yang ditawar-kan oleh sistem tarbiyah – ala Ikhwanul Muslimin – yang dilanjutkan oleh beberapa

Opini

Page 86: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/200984

Opini

organ di Indonesia, menambah daftar pan-jang kekeliruan mekanisme kebangkitan Islam yang terjebak pada ritualisme, dan tidak mendudukkan sejarah tradisi Islam pada ruang semestinya.

Menoleh kembali sejarah, gerakan kebangkitan Islam yang berbasis tradisi sesungguhnya adalah bentuk reaksi dunia Arab untuk meneguhkan identitas Islam (ihya’ al-turâts) dari serangan dunia Barat yang sayang nya menyimpang. Betapa ti-dak, tradisi –sebagai segala bentuk warisan ajaran Islam– yang semestinya menjadi sarana meneguhkan identitas dari persing-gungannya dengan Barat, kemudian men-jadi tujuan. Sehingga, bukannya menja-dikan warisan tradisi sebagai kacamata pandang untuk sensitif merespon zaman, ia justru menjadi tempat pelarian umat Islam yang terkesan takut menerima kenyataan.

Hal ini yang menjadikan niat baik dan mekanisme sistematis tarbiyah, harus terhambat oleh eksklusifisme dan Islam simbolik. Efektifitas kerja sistem perkad-eran tarbiyah seharusnya meraih sukses yang lebih besar seandainya membuka diri dan melihat tradisi dalam konteks kekin-ian; bukannya terjebak di masa lalu. Pada kenyataannya, turats (tradisi) sebagai wari-san ajaran tidak setua yang dibayangkan. Ia bahkan lahir justru di zaman modern.

Kata turats (tradisi) dalam makna sekarang –warisan ajaran dan pemikiran– bahkan tidak dikenal sama sekali di zaman dahulu. Satu-satunya kata turats dalam al-Qur’an “wa ta’kuluna turatsa aklan lam-man” – Surah al-Fajr: 19 – bahkan masih dimaknai sebagai warisan yang sifatnya bukan berupa konsepsi pemikiran, melain-kan sama seperti term-term tradisi al-Quran lainnya sebagai warisan yang sifatnya 1] kekayaan atau jabatan, yang 2] diwariskan setelah generasi sebelumnya meninggal.

Tradisi sebagai warisan pemikiran –yang berbeda dengan pemahaman di atas bukan berasal dari pemahaman klasik, me-lainkan justru masa modern. Karena itu, pemahaman tradisi juga mestinya diting-

galkan, karena hanya berlaku untuk tradisi dalam artian kekayaan dan jabatan. Tra-disi sebagai warisan ajaran dan pemikiran adalah tradisi yang terus berlanjut tanpa perlu memotong beberapa generasi untuk kemudian meloncat jauh dan terjebak ke zaman klasik.

Pemahaman mendasar inilah yang perlu diluruskan untuk menghilangkan si-kap eksklusifisme dalam tubuh gerakan tarbiyah. Dakwah seharusnya tidak hanya mengakomodir satu paham tertentu dalam pengembangan karakter pemuda baik di perguruan tinggi maupun masyarakat. Se-bab selain sebagai sebentuk penyakralan satu paham, ia juga hanya akan memben-tuk kader yang tidak kritis, yang kemudian lebih mementingkan ritual ketimbang sub-stansi ajaran.

Kebebasan Memilih Jalan Islam dan Dialog Antar Keyakinan

Islam adalah sikap kepasrahan ke-pada Yang Maha Esa. BerIslam adalah si-kap alamiah, karena pada dasarnya Islam adalah agama yang sejalan dengan hati nurani, sehingga tidak ada paksaan dalam beragama agar dapat mencapai puncak pe-nerimaan esensi agama, yakni “kemurnian dan keikhlasan”.

Tidak adanya paksaan bukan saja mengandaikan larangan untuk membatas-batasi datangnya kebenaran, sebagai pe-nolakan Ikhwanul Muslimin pada segala sesuatu yang berbau ideologis Barat. Itu merupakan gambaran betapa Islam mem-beri ruang besar pada para penganutnya untuk tidak berpikir tertutup, kaku, dan mengarahkannya untuk mencari jalannya masing-masing.

Itu sebabnya dalam al-Qur’an kata “jalan” diistilahkan dengan berbagai nama, seperti sirât, sabîl, syarî’ah, tarîqah, min-hâj, mansak (jamaknya manâsik), dan maslâk (jamaknya masâlik) yang kes-emuanya berarti jalan, cara, metode atau

Page 87: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 85

semacamnya. Ini mengandaikan bahwa dalam ajaran Islam, jalan beragama tidak hanya satu. Ini berkaitan dengan suatu ke-tentuan penting dalam Islam, bahwa Islam tidak mengenal sistem kependetaan. Islam tidak mengakui adanya orang yang diang-kat sebagai pemimpin agama. Oleh karena hanya masing-masing individu yang tahu seberapa besar dosa dan kedekatannya dengan Tuhan. Dengan kata lain –kalaupun menggunakan istilah kependetaan– mas-ing-masing manusia adalah pendeta bagi dirinya. Inilah yang dimaksud dengan kon-sep manusia adalah pemimpin bagi dirinya sendiri.

Jika Islam diyakini benar, maka tidak seharuskan kebenaran Islam hanya diden-gungkan di tubuh komunitas sendiri saja. Kalau memang Islam benar, ia harusnya disuarakan keluar dengan percaya diri dan berwibawa; bukan dengan sikap menutup diri. Sudah seharusnya umat Islam membu-ka mata untuk melihat sistem pembentukan kader pada tubuh komunitas lain, bahkan lintas agama sekalipun.

Setiap organisasi memiliki caranya sendiri dalam pengembangan kader pemu-danya. Untuk itu, banyak melakukan dia-log dan bersosialisasi dengan komunitas

lain –khususnya yang berbeda pemaha-man– adalah alernatif menarik untuk pengembangan kader yang lebih kaya. Dialog-dialog inklusif dan membuka diri pada wacana berbeda akan memunculkan keragaman berpikir yang justru produktif untuk tubuh organisasi. Ia akan membuka mata para pemuda untuk berinteraksi pada zaman sesuai dengan konteksnya.

Bagi para penganutnya, kita sama-sama meyakini bahwa Islam adalah agama senantiasa sejalan dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, tidak seharus-nya umat Islam terjebak pada persoalan “apakah zaman menyesuaikan diri dengan Islam, atau sebaliknya”. Memposisikan Islam sebagai ajaran yang sejalan dengan zaman mestinya dilakukan dengan menga-komodir pekembangan zaman, dan bukan malah meneguhkan eksklusifitas diri untuk kemudian ditumbukkan dengan zaman atas nama Islam. Islam adalah agama universal, karenanya ia harus dibahasakan dengan si-fat universal bahasa; komunikasi aktif pada siapapun. Wallahu a’lam bi ashshawab.

Opini

Page 88: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/200986

Berangkat dari kesempatan mempe-roleh PMDK di UI, Adrianus mulai berkecimpung dalam bidang krimi-nologi. Tak ada alasan khusus dalam pemilihan jurusan ini. Bahkan dirinya

sempat merasa bingung kelak nanti akan terjun di bidang apa. Prioritasnya saat itu hanyalah keingi-nan luhur untuk bisa membantu orang tua. “Yang penting bisa masuk UI dan membantu orang tua. Mengingat perguruan tinggi swasta yang cukup mahal, sementara saya memiliki adik, dan ayah saya telah meninggal dunia”. “Saat pertama kali masuk UI pun, saya seperti rusa masuk kampung karena selama ini dibesarkan di sekolah suster atau monastri dari SD hingga SMA,” imbuh bapak tiga orang anak ini. Namun, pengorbanan dan je-rih payahnya tidak sia-sia. Selang kelulusannya, ia memperoleh beasiswa KOMPAS untuk mengambil S-2 di psikologi UI, yang kemudian dilanjutkan dengan memperoleh gelar PhD bidang kriminologi dari University of Queensland Australia. Tidak cu-kup sampai disitu, beliau juga memperoleh predikat

Dulunya Seorang Jurnalis

Sosok Adrianus Meliala mungkin sudah tak asing lagi. Wajahnya kerap muncul

di media cetak dan televisi.

Pengalaman dan pengetahuannya

tentang kriminologi telah

mengantarkannya pada gerbang

popularitas.

Sorot

DOK. PRIBADI

Page 89: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 87

guru besar pada usianya yang ke 39 tahun.Kehidupannya sebagai mahasiswa di-

warnai dengan segudang aktivitas positif. “Saya aktif di paduan suara Paragita dan juga koran kampus Warta UI,” ujar pakar kriminolog yang tengah menjabat sebagai ketua departemen ini. Kecintaannya pada bidang jurnalistik memang tak diragukan lagi. Sebelum gelar S-1 diraihnya, Adria-nus telah bekerja part time di majalah Editor yang pada masanya merupa-kan saingan Tempo. Hanya saja saat ini majalah tersebut te-lah hilang karena dibredel pada masa Soeharto.

Perjalanan ka-rirnya di majalah Editor hanya berta-han selama 2,5 ta-hun. Kebimbangan-nya membuatnya ragu untuk terus menekuni dunia jur-nalistik atau seba-liknya. Menurut pria yang hobi menyanyi dan bermain dengan ketiga buah hatinya ini, dirinya cenderung termasuk orang yang harus terlebih dahulu merenungi dan mendalami setiap masalah. Menurutnya pula, ini merupakan penghambat karena dunia jurnalistik terkenal dengan deadline waktu yang tidak memberinya kesempa-tan untuk memahami permasalahan secara mendalam. Selain itu, pria yang sejak kecil bercita-cita terjun ke dunia politik ini juga berujar bahwa pekerjaan jurnalistik sangat melelahkan. “Sangat sulit bila nanti mem-bayangkan sampai usia 40 tahun saya be-lum mampu mencapai posisi manajerial,” tambahnya.

Walaupun demikian, ternyata kecinta-annya pada dunia jurnalistik tidak seluruh-nya pudar. Adrianus muda tetap menulis

di koran dan majalah hingga sepuluh judul setiap bulannya. Tujuannya saat itu hanya dua, mengejar uang dan mengincar nama. Hal tersebut ternyata memang membuah-kan hasil. Dua tahun berikutnya ia mulai banyak dicari untuk dimintai pendapatnya mengenai permasalahan kriminal. Keek-sisannya di dunia media terus berlangsung. Saat tengah mengemban ilmu di Australia,

ia masih menyem-patkan waktunya un-tuk menulis di me-dia-media Indonesia. Pencitraan diri akan akademisi dan pakar kriminologi pun te-rus berkembang da-lam dirinya, dengan diterbitkannya dua buku hasil kompilasi tulisan-tulisan sebe-lumnya.

P e n c i t r a a n tersebut terus mem-buahkan hasil. Hingga kini Adria-nus sering dipanggil dan dimintai kete-rangannya sebagai narasumber di ba-

nyak stasiun televisi. Padahal, awal mula keterlibatannya di televisi hanya untuk mewakili seniornya yang tidak bisa hadir. Namun, berkat sifatnya yang komunikatif, hal ini malah menjadi salah satu ladang pe-ningkatan karirnya. Tak sedikit media-me-dia yang memintanya menjadi narasumber pakar kriminalitas. ”Untuk tampil di dunia TV tidak hanya butuh pintar, tetapi juga kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik”, ujar pria yang bermotto hidup men-galir seperti air ini .

NILAM WINANDA

“Untuk tampil dan sukses di dunia TV, kita tidak hanya butuh pintar tetapi juga butuh kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik“

Sorot

DOK. PRIBADI

Page 90: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

Pernah membaca novel “Ketika Cinta Bertasbih” karya Habiburahman El Shirazy? Novel berna-faskan Islam ini yang telah difilmkan tersebut

memang diharapkan bisa mengikuti kesuksesan besar novel “Ayat-Ayat Cinta” karya penulis yang sama yang telah lebih dulu difilmkan. Filmnya kini dapat kita saksikan di layar lebar.Uni-versitas Indonesia boleh berbangga karena salah satu dosennya, Ninik L Karim menjadi salah satu pemeran di dalam film tersebut. Dalam film be-sutan sutradara senior Haerul Umam tersebut, wanita yang kini menjabat sebagai dosen sekaligus kepala labora- torium psikologi so-sial terse- but berperan

sebagai Malikatun, seorang janda yang periang dan sangat perhatian dan sayang terhadap anaknya. Watak Malikatun tidak jauh berbeda dengan keseharian Ibu dua orang anak ini, yang selalu bersahaja dan bersaha-bat.

Ninik L Karim juga beradu akting dengan Dedy Mizwar, walaupun hanya dua scene saja dalam film tersebut. Selebihnya wanita yang aktif menjadi konsultan di dalam tim Sahabat Sampah Jakarta ini banyak beradu peran dengan bintang baru. Pengalaman syuting “Ketika Cinta Bertasbih” menjadi begitu berkesan karena di sela-sela syuting, wanita yang hobi mengamati pemandan-gan alam ini banyak memperoleh pengalaman religi karena dikelilingi banyaknya kru yang fasih di dalam ilmu agama Islam.” Aku banyak berdiskusi dengan ustadz yang juga turut andil dalam pembuatan film ini. Mereka sangat membantuku untuk menghayati peran sekaligus mendal-ami agama Islam,” ujar wanita yang sangat menggemari masakan lokal Indonesia ini.

Di sela-sela kesibukan menga-jar dan bermain seni peran, wanita yang pernah bermain di dalam film “Ibunda, Pacar Ketinggalan Kereta” dan beberapa FTV ini juga aktif di banyak kegiatan sosial dan ling-kungan. Bahkan istri dari Fauzi

Bowo, Gubernur DKI Jakarta menjadi salah satu rekan-

nya di dalam Tim “Sahabat Sampah Jakarta”, sebuah tim yang mengupayakan pendaur

88

Singkap

Dosen UI Main Film

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 91: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

89

Nama :SriRochaniSoesetioKarimTTL :Mataram,Lombok/14Januari1949Pendidikan :SMAdiKediri S1danS2diUIFakultasPsikologijur. PsikologiSosialAnak :AzfansadraKarimdanSharliNicitakarimJabatan :-DosendanKepalaLaboratorum PsikologiSosial -StaffakademikFakultasSeni PertunjukkanIKJ(namuntidakmengajar) -Konsultasididalamtim “SahabatSampahJakarta”Hobi :Membacadanmelihatpemandanganalam yangindahMakananFavorit :SemuamasakanlokalIndonesiaWarnafavorit :WarnayangkalemAktordanAktrisfavorit :MerylStreep,JohnnyDeep, danRobertdeNiroSutradarafavorit :HaerulUmam (sekaligusorangyangdianggappaling berjasadidalamkarirseniperannya)Tempatfavorit :AlamIndonesiaKatamutiarafavorit :Semua karunia Tuhan harus dipelihara danSemuakaruniaTuhanharusdipeliharadandiasahsemaksimalmungkin.Dandidalam duniainitidakadasatumanusiapun yangdilahirkantanpamemilikiartidan gunauntukmanusialainnya.

Singkap

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

ulangan sampah agar kembali men-jadi berguna untuk masyarakat. “Aku memiliki cita-cita untuk minimal mem-buat sepuluh pengemis di Indonesia agar tidak menjadi pengemis lagi dan kembali produktif,” ujarnya dengan semangat. Wanita kelahiran Mataram ini juga berpesan agar sebagai manu-sia kita harus mengasah terus seluruh bakat yang kita miliki. “Aku percaya bahwa tidak ada manusia di dunia

ini yang lahir tanpa memiliki arti dan guna untuk manusia lainnya, semua keberhasilanku hingga bisa bermain di dalam film merupakan keajaiban dari Tuhan, dan untuk keajaiban itu aku terus mengasahnya agar berlian pada diriku menjadi lebih bersinar,” ucapnya sekaligus mengakhiri perbincangan.

OKY SUMADI

Page 92: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SELAMAT WISUDA

90

M. Iqbal Lazuardi, S.Sos - Reporter#13

Kemala Widya Paramita, S.Hum - reporter #13

Sumarno, S.Sos - Fotografer#13

Ike Pertiwi, S.Hum - Marketing#14

Meltari Daruningtyas, S.Sos - Reporter #14

Heggy Kearens, S.Psi - Reporter #14

Fanny Fajarianti, S.Hum - Reporter # 14

Syefri Luwis, S.Hum - Reporter #14

Erik Cahyanta, S.Hum - Reporter #14

Hariyani Puspita, S.Sos - Reporter #14

Rifka Rizqia, S.E - Reporter#15

Diah Setiawaty, S.Sos - Reporter#15

Rizki Amalia, S.T - DTP #15

Rita Ayu, S.E - Marketing #15

Endang Rukmana, S.Hum - Reporter #15

Putri Rahayu Wulandari, S.Psi - Fotografer #15

Fita Rizki Utami, SKM - Reporter #15

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 93: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

91

Imam Fahmi Wibowo, S.Sos - DTP #15

Pratika Indri, S.Sos - Marketing #15

Izza Soraya, SKM - Repoter #15

Niken Wulandari, S.E Marketing #15

Lila K Hairani, SKM - Fotografer #16

Riomanadona M Putra, S.Sos - Fotografer#16

Januarsyah Sutan, S.Hum - DTP #16

Titah Hari Prabowo, S.Sos - Fotografer#16

Sefti Oktaniarisa, S.Sos - Reporter #16

Yuri Yustisian, A.Md - Marketing #16

M. Prabu Wibowo, S.Hum - DTP #16

Devi Raissa, S.Psi - Reporter #16

Achdiyati Sumi, S.Hum - Reporter #16

Ade irawan, .....-Fotografer #16

Hana Nika Rustia, SKM - Fotografer #17

Cindy Fortuna, S.E - Marketing #17

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Page 94: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/200992

UI-ku, UI-mu, Ndut..!

Page 95: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

9�

Page 96: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/200994

Galeri

Pada tanggal 0� Agustus 2009,

Mahasiswa yang tergabung dalam

BEM se-UI menga-dakan aksi di

depan gedung DPR, berorasi menuntun

Alokasi dana APBN, namun banyak di

antara mahasiswa kita mengangkat solidaritas yang tinggi terhadap

Palestina.

Page 97: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

95SUMA NO.25/XVI/2009

Galeri

Solidaritas mereka dapat kita lihat dalam simbol yang meraka rekat dalam almamaternya, dan banyak di antara mahasiswa kita mengangkat simbol tersebut di atas simbol negara kesatuan Indonesia, dan juga lebih gemar merekatkan simbol negara lain dibanding simbol negaranya sendiri.Apakah itu hanya simbol solidaritas semata atau sudah lebih dari itu? ”Fenomena era pergerakan mahasiswa kini.”

Page 98: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009

Jurus Merayu PerempuanSi Asep sedang membaca emailnya, dan ada artikel menarik tentang cara berkenalan atau merayu perempuan. Salah satunya adalah memulai perbincangan seperti ini:

A: “Maaf mbak, punya obeng nggak?”

B: “Hah? Nggak.”

A: “Kalo nomor HP punya kan?”

…..

Akhirnya Asep mencoba rayuan maut tersebut suatu hari

A: “Maaf mbak, punya obeng nggak?”

P: “Punya… mas mau yang plus atau minus?”

A: “Engg.. yang minus aja mbak. Kalau palu punya nggak?”

P: “Punya juga”

A: “Kalau kunci Inggris ada nggak?” (berharap perempuan itu berkata tidak)

P: “Itu juga ada, dari ukuran 10 sampai 20. Mas mau yang mana?”

A: “Langsung aja deh mbak, mbak punya nomor HP nggak?” tanyanya langsung

P: “Oh, ini.. (sambil menyodorkan kartu nama dan brosur toko perkakas) hubungi saya saja, saya sales promotion toko perkakas ini, paling lengkap loh.”

(dari berbagai sumber)

Ui mania

96

Kelangkaan Seorang Hakim AgungSeorang Janda Muda di Jakarta mengatakan dengan bangga kepada temannya: “Kau sudah tahu siapa yang akan mengawiniku? Seorang hakim agung yang sangat jujur”

Temannya heran: “Lho, kamu bakal punya suami dua orang?”

Bekerja NormalGara-gara kerap jatuh, pesawat CN-2�5 buatan IPTN tidak laku dijual. Untuk mengatasi hal ini kepala bagian pemasaran IPTN mengusulkan kepada pimpinannya, Habibie sebuah strategi baru. Selain mengubah mesinnya menjadi serba otomatis, Habibie diminta agar merekam suaranya untuk kemudian disiarkan di setiap pesawat buatan IPTN, CN-250. “Agar penumpang merasa dihormati dan diperhatikan oleh Pak Menteri,” ujar staf pemasaran. Habibie pun setuju. Alhasil, dalam sebuah penerbangan pesawat CN-250 terdengar suara Habibie melalui intercom, “Para penumpang yang saya hormati, selamat datang di pesawat terbang buatan anak sendiri. Pesawat ini sepenuhnya otomatis. Mesin yang digunakan pesawat ini merupakan mesin pertama di dunia dan dibuat oleh para insinyur aeronautika di IPTN.” Penumpang bertepuk tangan dan tersenyum. Mereka gembira dan merasa dihormati. Tetapi senyum penumpang tak berlangsung lama. Selang kemudian terdengar lagi suara. “Kita akan terbang dengan ketinggian 10 ribu meter di atas permukaan laut. Penerbangan bebas rokok ini akan mempunyai kecepatan 5 ribu kilometer per jam. Pesawat ini tidak mempunyai pilot dan tidak ada pramugari. Seluruhnya dikontrol secara elektronis, fly by wire. Semua instrument bekerja normal….

bekeja normal…..

bekerja normal…..

bekerja normal…..

bekerja normal…. bzzzzt.”

Page 99: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25

Wisma Harapan I Blok B/19Mekarsari DepokTelp. 021-8725829Fax.021-8726169Hp. 021-93030442

PRODUCTION.HOUSEADVERTISING.AGENCYEVENT.ORGANIZER

we.provide

Page 100: Majalah Suara Mahasiswa Edisi 25