Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

15
Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

Transcript of Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

Page 1: Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

Page 2: Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

VALUASI EKONOMI AIR BERSIH DI KOTA SURABAYA

Deni KusumawardaniFakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga

ABSTRAK

Air bersih merupakan salah satu sumber daya paling penting dan juga merupakan masalah serius yangdihadapi oleh sebagian besar kota-kota besar di Indonesia. Masalahnya menyebabkan konsekuensi ekonomiyang sangat besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ekonomi air bersih di Kota Surabaya,salah satu kota besar di Indonesia dan juga ibukota Jawa Timur. Penilaian terbatas pada sektor rumahtangga. Sebenarnya, ada beberapa metode untuk memperkirakan nilai ekonomi air bersih. Namun, makalahini memperkenalkan dua metode: harga pasar dan biaya pencegahan. Metode pertama digunakan untuknilai nilai ekonomi air bersih dari aspek kuantitas, dan yang kedua digunakan untuk nilai dari aspekkualitas. Metode-metode penilaian hasil nilai ekonomi air bersih di Surabaya adalah sebesar Rp 430 M.

Keywords: air bersih, biaya preventif.

ABSTRACT

Clean water is one of the most critical resources and also a serious problem encountered by most of bigcities in Indonesia. The problem leads to highly economic consequence. This paper aim is to valueeconomically clean water in Surabaya city, one of the big cities in Indonesia and also a capital of east java.The valuation is limited to household sector. Actually, there several methods to estimate the economic valueof clean water. However, this paper introduces two methods: market price and preventive cost. The firstmethod is used to value the economic value of clean water from a quantity aspect, and the second one isused to value from quality aspect. These valuation methods result the economic value of clean water inSurabaya is Rp 430.1 billion.

Keywords: clean water, preventive cost.

1. PENDAHULUAN

Surabaya merupakan salah satu kota besar, bahkanterbesar kedua setelah Jakarta,  di  Indonesia yangmenghadapi masalah air bersih yang hampir samadengan  kota­kota  besar  lainnya.  Dengan  jumlahpenduduk  sekitar  2,9  juta  jiwa  (BPS,  2008),kebutuhan air bersih di Surabaya sangat besar danselalu meningkat. Sekitar 85 persen (BPS,  2007)kebutuhan  air  bersih  tersebut  dipenuhi  oleh  airPDAM, baik melalui pipa (berlangganan) maupunnon­pipa  (eceran),   sedangkan  sisanyamemanfaatkan air sumur dan sumber­sumber lain.

Sebagaimana fenomena umum yang terjadi di kota­kota besar, Surabaya menghadapi masalah air bersih

yang cukup serius, baik dari aspek kuantitas maupun

aspek kualitas. Dari segi kuantitas, Perum Jasa Tirta(2007)  memprediksi  pada  tahun  2025  Surabaya

akan  mengalami  defisit  air  bersih.  Pada  tahuntersebut penduduk Surabaya akan mencapai lebih

dari  3,04  juta  jiwa  dengan  kebutuhan  air  bersihmencapai 47,05 meter kubik per detik. Di sisi lain

ketersediaan air bersih hanya mencapai 39,62 meterkubik  per  detik,  sehingga  akan  terjadi  defisit  air

bersih  sebesar  7,43  meter  kubik  per  detik.  Dariaspek kualitas, walaupun air produksi PDAM telah

memenuhi standar kualitas air minum sesuai denganKepmenkes 907/2002, namun kualitas yang sama

- 216 -

Page 3: Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

tidak sampai ke tingkat pelanggan yang disebabkanoleh banyak faktor, salah satunya kebocoran pipa.

Sekitar 96 persen air baku PDAM Kota Surabayadipasok  dari  Kali  Surabaya.  Berbagai  studimenyimpulkan  bahwa  Kali  Surabaya  telahmengalami  pencemaran  berat  (Perum  Jasa Tirta,1999; ECOTON, 2002; dan Rini, 2008), sehinggatidak layak dijadikan sebagai air baku PDAM, yaitukualitas  Kelas  1  menurut  Peraturan  PemerintahNomor  82 Tahun  2001  –  PP  82/2001  – TentangPengelolaan  Kualitas  Air  dan  PengendalianPencemaran  Air.  Kondisi  tersebut  membawakonsekuensi berat bagi PDAM yang berkewajibanuntuk  menyediakan  air  bersih  kepada  pendudukKota Surabaya dengan kualitas yang memadai.

Masalah air bersih dan pencemaran tersebut padaakhirnya menimbulkan dampak ekonomi yang besaryang  harus  ditanggung  oleh  masyarakat  sebagaikonsumen  akhir.  Dari  sudut  pandang  ekonomi,fenomena tersebut mengindikasikan bahwa dewasaini air bersih bukan lagi merupakan ‘barang bebas’(‘free good’), tetapi sudah menjadi barang ekonomi(economic good), sehingga untuk memperolehnyadiperlukan pengorbanan. BPS (2007) melaporkansekitar  98,5  persen  rumah  tangga  di  Surabayamemperoleh  air  bersih  untuk  kebutuhan  minum

dengan  cara  membeli.  Kondisi  yang  bertolakbelakang  terjadi di  kota­kota kecil  yang  sebagianbesar penduduknya memperoleh  air bersih  secaragratis. Sebagai contoh di Kabupaten Trenggalek, 96persen rumah tangga memperoleh air bersih dengantidak  membeli  dan  hanya  4  persen  yangmemperolehnya  dengan  cara  membeli.  Datatersebut menunjukkan bahwa di Surabaya, dan kota­kota  besar  lain  pada  umumnya,  air  bersih  telahmenjadi  barang  ekonomi  yang  mempunyai  nilaiekonomi yang  tinggi.

Konsep  air  sebagai  barang  ekonomi  merupakansalah satu prinsip dasar dari pengelolaan air, selainkeadilan  (equity)  dan  keberlanjutan  lingkungan(environmental sustainability)  sebagaimanadinyatakan  dalam  World Summit on SustainableDevelopment di Johannesburg tahun 2002 dan ThirdWorld Water Forum di Tokyo tahun 2003 (Langedan  Hassan,  2006).  Oleh  karena  itu,  valuasiekonomi  terhadap  air  bersih  mempunyai  perananpenting dalam memberikan informasi tentang nilaiair bersih yang sangat berguna untuk perencanaanstrategis  pengelolaan  air  bersih  yang  lebih  baik.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukanvaluasi ekonomi air bersih di Kota Surabaya. Dalampenelitian  ini,  air  bersih  dibatasi  hanya  pada  airPDAM yang dikonsumsi oleh sektor rumah tangga.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian dan Standar Kualitas Air Bersih

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416Tahun  1990  –  Permenkes  416/1990  –  TentangSyarat­Syarat  dan  Pengawasan  Kualitas Air,  airbersih adalah air yang digunakan untuk keperluansehari­hari  yang  kualitasnya  memenuhi  syaratkesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak,sedangkan air minum adalah air yang kualitasnyamemenuhi  syarat  kesehatan  dan  dapat  langsungdiminum.  Sementara  itu,  pengertian  air  minummenurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907Tahun  2002  –  Kepmenkes  907/  2002  –  TentangSyarat­Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum,adalah  air  yang  melalui  proses  pengolahan  atautanpa  proses  pengolahan  yang  memenuhi  syarat

kesehatan dan dapat  langsung diminum.  Jenis  airminum tersebut meliputi:

(1) Air  yang  didistribusikan  melalui  pipa  untukkeperluan rumah tangga;

(2) Air yang didistribusikan melalui tangki air;

(3) Air kemasan;

(4) Air  yang  digunakan  untuk  produksi  bahanmakanan dan minuman yang disajikan kepadamasyarakat;  yang  harus  memenuhi  syaratkesehatan air minum.

Alasan kesehatan merupakan dasar bagi penentuanstandar kualitas air bersih dan air minum. Standarkualitas tersebut ditunjukkan oleh parameter kualitasair,   yaitu  fisika,   kimia,   mikrobiologi  atau

- 217 -

Page 4: Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

bakteriologi,  dan  radiologi. Adapun  perbedaanantara air bersih dan air minum terletak pada batasmaksimum  yang  diperbolehkan  dari  setiapparameter  kualitas  air  tersebut.  Sebagai  batasanoperasional, dapat dikatakan bahwa air bersih adalahair  yang  memenuhi  persyaratan  kualitas  untukpenyediaan air minum.

Parameter  mikrobiologi  mendapatkan  prioritasutama dalam penilaian kualitas air karena gangguankesehatan  yang  ditimbulkan  oleh  kontaminasimikrobiologis dalam air minum terjadi dalam waktuyang  relatif  lebih  pendek  dibandingkan  dengankontaminasi  kimiawi.  Kontaminasi  mikrobiologisdalam  air  minum  mempunyai  kontribusi  terbesarterhadap  munculnya  penyakit  bawaan  air(waterborne disease), baik di negara­negara majumaupun  negara­negara  berkembang,  terutama  didaerah perkotaan (Thompson, et al., 2001; WHO,2008).

Dibandingkan  dengan  parameter  mikrobiologi,parameter kimia mendapat prioritas perhatian yangrelatif lebih rendah karena dampak kesehatan darikontaminasi  kimiawi  dalam  air  minum  padaumumnya dirasakan dalam jangka panjang, bahkanmencapai tahunan. Namun demikian, kontaminasikimiawi  dalam  air  minum  dapat  menimbulkandampak  yang  serius  terhadap  kesehatan,  berupapenyakit  kronis  bahkan  sampai  dengan  kematian(Thompson et al., 2001).

Kebutuhan Air Bersih

Kebutuhan  air  bersih  selalu  meningkat  seiringdengan  meningkatnya  jumlah  penduduk.  Namununtuk  menaksir  secara  pasti  total  kebutuhan  airbersih  sulit  dilakukan karena banyak  faktor  yangharus  dipertimbangkan,  diantaranya  adalahmeningkatnya keberagaman kegiatan dan peradabanpenduduk  (Dumairy,  1992).  Berdasarkan  tujuanpenggunaannya, pada dasarnya kebutuhan air bersihdapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitukebutuhan domestik dan kebutuhan non­domestik.Kebutuhan domestik digunakan untuk menunjangkegiatan  sehari­hari  atau  rumah  tangga,  sepertimencuci,  mandi,  memasak,  minum,  dan  lain­lain.White, et al. (1972) membagi kebutuhan air untuktujuan  ini  ke  dalam  tiga  kategori,  yaitu:  (1)

konsumsi,  seperti  minum  dan  memasak;  (2)kesehatan/higiene, meliputi kebutuhan dasar untukindividu  dan  kebersihan  rumah  tangga;  dan  (3)penggunaan untuk tujuan kesenangan (amenity use),seperti  mencuci  mobil  dan  menyiram  tanaman.Thompson,  et  al.  (2001)  menambahkan  kategorikeempat,  yaitu penggunaan  produktif  (productiveuse), seperti konstruksi, usaha hortikultura, dan lain­lain.

Kebutuhan non­domestik digunakan untuk beberapajenis  kegiatan,  yaitu:  institusional;  komersial;industri;  dan  fasilitas  umum.  Kebutuhaninstitusional meliputi kegiatan perkantoran, sekolah,rumah  sakit,  dan  lain­lain.  Kebutuhan  komersialterdiri dari pertokoan, hotel, restoran, dan lain­lain.Kebutuhan  industri  biasanya  digunakan  sebagaifaktor produksi. Kebutuhan untuk fasilitas umumdigunakan untuk kepentingan publik, seperti tempatrekreasi, ibadah, pasar, terminal, dan lain­lain.

Kebutuhan domestik air bersih berbeda antara satudaerah dengan daerah lainnya, yang disebabkan olehbeberapa faktor. Pertama, iklim. Penduduk di daerahpanas  membutuhkan  air  lebih  banyak  daripadapenduduk di daerah dingin  atau pada saat musimkemarau kebutuhan air lebih banyak dibandingkandengan musim hujan (Linsley dan Sasongko, 1996).Kedua, karakteristik penduduk. Kebutuhan air lebihbesar bagi penduduk dengan kondisi sosial­ekonomi(tingkat pendapatan,  tingkat pendidikan, dan lain­lain) yang lebih baik (Schefter, 1990; Usman, 2003).Ketiga, tingkat kemajuan daerah. Kebutuhan air didaerah maju atau di perkotaan biasanya lebih besardaripada  di  daerah  yang  kurang  maju  atau  diperdesaan.  Sementara  itu,  besarnya  konsumsi  airuntuk rumah tangga sendiri bervariasi, bergantungdari jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan,kebiasaan, karakteristik ketersediaan air, harga air,kualitas air, dan iklim (Linsley dan Sasongko, 1996;White, 1972).Kebutuhan  air  bersih  untuk  sektor  domestik  diperkotaan sangat besar dan terus meningkat seiringdengan  bertambahnya  jumlah  penduduk.  Hasilsurvey yang dilakukan oleh Direktorat Jendral CiptaKarya (1994) menunjukkan pemakaian air rata­ratarumah tangga di perkotaan di Indonesia sebanyak144  liter  per kapita per  hari,  melebihi kebutuhan

- 218 -

Page 5: Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

pokok minimal  pemakaian  air  sebanyak  121  literper  kapita  per  hari.   Martopo  (1984)  yangmembandingkan kebutuhan air di perkotaan dan diperdesaan  menyebutkan  bahwa  kebutuhan  air  diperkotaan  rata­rata  103  liter  per  kapita  per  harisedangkan di perdesaan 68 liter per kapita per hari.

Kerangka Teoritis: Valuasi Ekonomi

Nilai Ekonomi Air

Seperti barang dan  jasa  lingkungan  lainnya,  nilaiair diturunkan dari arti penting dan kontribusi airbagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Nilai airdapat diidentifikasi dari peranan air yang meliputi:

(1) Sumber  kehidupan  (physiological need)  bagiseluruh  makhluk  hidup,  terutama  manusia(provisioning services);

(2) Memberikan  manfaat  tidak  langsung  sebagaiinput antara (intermediate input) dalam prosesproduksi,  terutama  untuk  sektor  pertanian(irigasi) dan industri, serta menjaga fungsi danproses ekologi; dan

(3) Digunakan  untuk  tujuan  rekreasi,  estetika,sosial, dan keagamaan (cultural services). Darisudut  pandang  ekonomi,  peranan  air  tersebutdapat diringkas menjadi tiga jenis, yaitu sebagai:barang akhir untuk konsumi; input antara untukproduksi;  dan  penyedia  jasa  lingkungan  danekosistem (Lange dan Hassan, 2006).

Air merupakan komoditas khusus yang mempunyaidua  karakteristik  yang  menghambat  terseleng­garanya  pasar  persaingan  (competitive market),sehingga harga pasar air tidak mencerminkan nilaiekonomi air. Pertama, air adalah komoditas dasaruntuk kehidupan  sehingga nilainya  tak  terhingga.Kedua,  penawaran  air  bersifat  monopoli  alamiah(natural monopoly)  dengan  alasan  economies ofscale. Dengan dua karakteristik tersebut, maka hakkepemilikan  (property right)  yang  menjadi  dasaruntuk  bekerjanya  pasar  persaingan  sulit  untukdidefinisikan. Berdasarkan fakta tersebut, kebijakanpenggunaan  air  yang  efisien  secara  ekonomiseharusnya melibatkan penetapan hak kepemilikan,penciptaan pasar air, pajak polusi dan deplesi air,serta  insentif  untuk  konservasi  air  (Lange  danHassan, 2006).

Estimasi nilai ekonomi total (total economic value)air  seharusnya melibatkan semua nilai,  baik nilaiguna (use value) maupun nilai bukan guna (non-use value). Nilai  guna  langsung dari  air merujukpada penggunaan air untuk menunjang kehidupandan  aktivitas  ekonomi  manusia,  sedangkan  nilaiguna tidak langsung terkait dengan fungsi air sebagaisuatu  ekosistem.  Nilai  pilihan  (option value)merupakan  nilai  untuk  mempertahankan  nilai  airyang akan digunakan di waktu yang akan datang,baik  secara  langsung  maupun  tidak  langsung.Sementara  itu,  nilai  bukan  guna  meliputi  nilaipengetahuan tentang ketersediaan air untuk generasimendatang (bequest value) dan nilai intrinsik dariekosistem air (existence value).

Teknik Valuasi

Pada  umumnya,  terutama  di  negara­negaraberkembang,   barang  dan  jasa  air  t idakdiperdagangkan di pasar atau kondisi  pasar  tidaksempurna,  sehingga  tidak  tersedia  informasi yangmemadai untuk menentukan fungsi permintaan airdan menghitung nilai ekonomi  total dan marjinal.Dalam  kondisi  tersebut,  valuasi  ekonomi  denganpendekatan berbasis biaya (cost-based approach)relatif  lebih mudah  daripada pendekatan berbasismanfaat  (benefit-based approach)  (Lange  danHassan, 2006). Berdasarkan spesifikasi dari masing­masing metode valuasi, maka ada beberapa metodeyang  relevan digunakan untuk mengestimasi nilaiair  bersih,  yaitu:  metode  biaya  pencegahan  danmetode biaya penggantian/pemulihan.

Metode  biaya  pencegahan  (preventive cost)mempunyai beberapa istilah lain, yaitu: pengeluaranpencegahan (preventive expenditure) (Dixon, et al.,1988;  Field  dan  Olewiler,  2002);  pengeluaran/perilaku  mitigasi  (mitigation expenditurebehaviour)  (Barton,  1994;  Field  dan  Olewiler,2002);  pengeluaran  untuk  bertahan  (defensiveexpenditure)  (Barton,  1994);  biaya  pemeliharaan(maintenance cost) (Lange dan Hassan, 2006); danbiaya  kerusakan  yang  dihindari  (damage costavoided) (King dan Mazzotta, 2000).  Semua istilahtersebut mempunyai arti yang kurang  lebih sama,yaitu  biaya  atau  pengeluaran  untuk  menghindaridampak negatif atau hilangnya manfaat akibat dari

- 219 -

Page 6: Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

degradasi  lingkungan,  contoh  pembangunanteknologi  pengendali  banjir.  Biaya  tersebutmerupakan  estimasi  minimum  nilai  kualitaslingkungan,  yang  diukur  dari  kehilangan  potensinilai guna atau nilai bukan guna sebelum degradasilingkungan terjadi.

Menurut  Lange  dan  Hassan  (2006),  pendekatanpengeluaran pencegahan/ pemeliharaan (preventive/maintence expenditure)  terdiri  dari  tiga  jenismetode,  yaitu;  biaya  penyesuaian  struktrural(structural adjustment cost);  biaya  pengurangan(abatement cost); dan biaya pemulihan (restorationcost).  Biaya  penyesuaian  struktural  adalah  biayayang dikeluarkan untuk merestrukturisasi kegiatanekonomi (pola produksi dan konsumsi) agar dapatmenurunkan tingkat pencemaran air atau degradasilingkungan  lainnya pada  tingkat kualitas  tertentu.Penerapan  metode  ini  membutuhkan  pemodelanekonomi  yang  rumit.  Metode  biaya  penguranganmengukur  biaya  penerapan  teknologi  untukmencegah  terjadinya  pencemaran  air,  sedangkanmetode biaya pemulihan mengukur biaya pemulihanair  sampai  pada  tingkat  yang  dapat  diterima.Diantara  ketiga  metode  tersebut,  metode  biayapengurangan  (abatement cost)  paling  banyakdigunakan.

Sementara  itu,  metode  biaya  penggantian(replacement cost)  serupa  dengan  metode  biayapreventif tetapi biaya tersebut dikeluarkan setelahdegradasi  lingkungan  terjadi dengan  tujuan untukmengembalikan  kualitas  lingkungan  pada  kondisiawal. Metode ini bersifat obyektif karena mengukurbiaya  nyata  (true cost)  yang  dikeluarkan  setelah

terjadinya  degradasi  lingkungan,  bukan  lagimerupakan potensi kerusakan seperti pada metodebiaya pencegahan. Penerapan metode penggantiansangat sederhana untuk kasus kerusakan aset fisikseperti  jembatan  atau  jalan,  tetapi  untuk  kasusseperti tanah atau air, pengukurannya menjadi lebihrumit.  Pada  banyak  kasus,  metode  penggantianmempunyai  kegunaan  yang  sama  denganpendekatan produktivitas. Variasi lain dari metodepenggantian  adalah  metode  biaya  relokasi(relocation cost) (Dixon, et al., 1994).

Studi  tentang  valuasi  ekonomi  kualitas  air  untukkasus  di  Indonesia  salah  satunya  dilakukan  olehHidayati  (2002),  dengan  lokasi  penelitian  yangsama,  yaitu  di  Kota  Surabaya.  Tujuan dari  studitersebut adalah untuk menghitung:

(1) Biaya yang ditanggung oleh konsumen akibatrendahnya  kualitas  air  baku  PDAM  yangdiestimasi  dengan  metode  biaya  kesempatan(opportunity cost); dan

(2) Keinginan untuk membayar (WTP) kualitas airPDAM yang lebih baik dan kualitas air PDAMyang setara dengan air mineral, yang diestimasidengan metode CVM.

Hasil studi menyimpulkan sebagai berikut:(1) Besarnya  biaya  kesempatan  yang  ditanggung

oleh konsumen senilai Rp 5.873.713.456,62,­;

(2) WTP untuk kualitas air yang lebih baik adalahRp 150.963,74,­ per bulan per pelanggan danuntuk kualitas air yang setara dengan air mineraladalah  Rp  127.849,64,­  per  bulan  perpelanggan.

3. METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Penelitian  ini  dilakukan  di  Kota  Surabaya.Pemilihan  lokasi  tersebut  didasarkan  pada

pertimbangan bahwa  Surabaya adalah  salah  satukota  besar  (terbesar  kedua  setelah  Jakarta)  di

Indonesia,  sehingga  masalah  air  yang  terjadi  diSurabaya  merepresentasikan  fenomena  umum

yang terjadi di kota­kota besar di Indonesia. Secaraadministratif, Kota Surabaya dibagi ke dalam lima

wilayah, yaitu: Surabaya Pusat;  Surabaya Utara;Surabaya Selatan; Surabaya Barat; dan SurabayaTimur,  dengan  total  31  kecamatan  dan  163kelurahan.

Surabaya mempunyai karakteristik yang mendorongterjadinya  masalah  air  bersih.  Secara  geografisSurabaya  terletak  di  muara  Kali  Mas  yangmerupakan salah satu pecahan dari Sungai Brantas

- 220 -

Page 7: Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

dengan tingkat pencemaran air yang sangat tinggi,sehingga  sangat  mempengaruhi  kualitas  air  bakuPDAM.  Surabaya  mempunyai  jumlah  pendudukbesar, bahkan terbesar ketiga di Indonesia setelahJakarta  dan  Jawa  Barat,  sehingga  kebutuhan  airbersih untuk sektor domestik juga besar.

Metode Analisis

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatifdengan  menggunakan  metode  statistik,  baikdeskriptif  maupun  inferensial.  Statistik  deskriptifdigunakan  untuk  menghitung  besaran  statistik,seperti  rata­rata  dan  standar  deviasi,  sedangkanstatistik  inferensial  digunakan  untuk  tujuanmengestimasi  nilai  populasi  berdasarkan  datasampel.

Metode valuasi yang digunakan adalah mengestimasinilai ekonomi air bersih di Kota Surabaya adalahmetode  berdasarkan  biaya  (cost-based method)yang  relatif  mudah  dilakukan  daripada  metodeberdasarkan  manfaat  (benefit-based method).Adapun  jenis  metode valuasi  untuk  kedua  tujuantersebut adalah sebagai berikut:

1. Harga  pasar  (market price),  yang  digunakanuntuk  menghitung  pengeluaran  rumah  tanggauntuk konsumsi air PDAM. Hasil perhitungan

dengan  metode  ini  mencerminkan  nilai  airbersih dari segi kuantitas.

2. Biaya  pencegahan  (preventive cost),  yangdigunakan  untuk  menghitung  seluruhpengeluaran rumah tangga untuk menghindaridampak  dari  tingkat  kualitas  air  PDAM,terutama  terkait  dengan  aspek  kesehatan.Besarnya  pengeluaran  tersebut  salah  satunyaditentukan oleh persepsi atau penilaian rumahtangga  terhadap  kualitas  air  PDAM,  selainpendapatan. Jenis biaya tersebut diukur denganpengeluaran untuk pemakaian air minum dalamkemasan  (AMDK)  dan  air  minum  isi  ulang(AMIU)  yang  dianggap  mempunyai  kualitasyang  lebih  baik  dibandingkan  air  PDAM.Seluruh  pengeluaran  tersebut  diukur  denganharga  pasar.  Hasil  perhitungan  ini  dianggapsebagai nilai air bersih dari aspek kualitas.

Data

Valuasi ekonomi membutuhkan berbagai jenis datayang dapat  dikelompokkan ke  dalam  data  primerdan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasilsurvei  terhadap  responden  rumah  tangga  denganteknik wawancara terpadu menggunakan kuesioner.Sementara  data  sekunder  diperoleh  dari  PDAMKota  Surabaya  dan  sumber­sumber  lain  denganteknik  dokumentasi.

Tabel 1DATA PENELITIAN

Jenis Data

Primer

Sekunder

Konsumsi air PDAM

Pengeluaran untuk AMDK dan AMIU

Kondisi sosial­ekonomi (penghasilan,pendidikan, umur, jenis kelamin, dan jumlahanggota keluarga)

Persepsi konsumen terhadap kualitas air PDAM

Volume produksi air PDAM

Volume konsumsi air PDAM

Jumlah pelanggan PDAM

Rincian Data Sumber Data Teknik

Survey

PDAMKota Surabaya

Wawancara terpadu

Dokumentasi

- 221 -

Page 8: Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

Populasi dan Sampel

Unit analisis yang digunakan adalah rumah tanggapengguna air PDAM pipa (berlangganan). Jumlahtotal  pelanggan  air  PDAM  sektor  rumah  tanggatahun 2009  sebanyak 367.456 yang diperlakukansebagai  populasi.  Dari  jumlah  populasi  tersebutselanjutnya  diambil  sejumlah  sampel  untukdiwawancarai.

Teknik  pengambilan  sampel  dilakukan  denganmetode  bertahap  (multistage  atau  multiphasesampling) atau berjenjang (sequential sampling).Adapun prosedur dan penentuan ukuran sampel dariteknik tersebut adalah sebagai berikut:

1. Menentukan ukuran sampel total dengan rumussebagai berikut (Cochran, 1997):

Z2 P(1-P)

(N-1)d2 - Z2 P(1-P)n =

Dimana :n = adalah ukuran sampelN = adalah ukuran populasiP = adalah proporsi populasid = adalah kesalahan yang ditolerirZ = adalah nilai statistik distribusi normal baku

dengan tingkat kesalahan () tertentu.

Populasi (N) sebanyak 367.456 rumah tangga,sedangkan  jumlah  rumah  tangga  di  Surabayasebanyak  801.599,  dengan  demikian  proporsipopulasi  (P) sebesar 0,5.  Dalam penelitian  inidigunakan  d  sebesar  5  persen  dan  intervalkeyakinan 95 persen atau tingkat kesalahan ()sebesar 5 persen sehingga nilai Z sebesar 1,96.Berdasarkan  ukuran­ukuran  tersebut,  makadengan  menggunakan  rumus  (1)  diperolehukuran sampel (n) sebanyak 384 rumah tangga.

2. Mendistribusi ukuran  total  sampel  tersebut  keseluruh wilayah (Pusat, Utara, Selatan, Barat,Dan Timur)  secara  proporsional  berdasarkanjumlah  rumah  tangga.  Selanjutnya  ukuransampel  di  t iap­tiap  wilayah  tersebutdidistribusikan ke tingkat kecamatan. Pemilihankecamatan sebagai sampel di tiap­tiap wilayah

didasarkan pada proporsi jumlah rumah tanggaterbesar.

3. Tahap  akhir  proses  penarikan  sampel  adalahmendistribusikan  ukuran  sampel  dari  tiapkecamatan  terpilih  ke  tingkat  kelurahan.Pemilihan kelurahan sebagai sampel dilakukandengan kriteria akses rumah tangga terhadap airledeng minimal 90 persen. Dari tiap kecamatandipilih dua kelurahan secara random berdasarkankriteria tersebut

Berdasarkan proses tersebut, maka diperoleh jumlahdaerah  sampel  dengan  rincian  5  wilayah,  12kecamatan, dan 24 kelurahan. Adapun nama­namadaerah sampel dan ukuran sampel di tiap­tiap daerahdisajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Proses Penarikan Sampel

- 222 -

Page 9: Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

4. PEMBAHASAN

Gambaran Umum

Produksi Air PDAM

Produksi  air  PDAM  dalam  lima  tahun  terakhir(2005 – 2009) mengalami peningkatan (Tabel 2).Pada  tahun  2005  produksi  air  PDAM  sebesar246.754.832  m3  meningkat  menjadi  261.213.902m3 atau mengalami kenaikan rata­rata sebesar 1,4persen per tahun. Berdasarkan sumbernya, sekitar30  persen  air  produksi  dihasilkan  dari  IPAMKarangpilang II dengan rata­rata produksi sekitar

78  juta  m3  per  tahun.  Kondisi  tersebut  tidakmengherankan karena IPAM Karangpilang II relatifbaru didirikan dan mempunyai kapasitas produksiterbesar  dibandingkan  dengan  sumber  lainnya.Adapun  sumber  produksi  di  Bukit  Palmamerupakan kerja sama antara PDAM Kota Surabayadengan  pihak  swasta  yang  dilakukan  denganpertimbangan faktor efisiensi lokasi.

Tabel 2Produksi Air PDAM

Konsumsi Air PDAM

Konsumsi air bersih di Kota Surabaya sangat besardan mengalami  tren peningkatan setiap  tahunnya,seiring dengan meningkatnya  jumlah dan aktivitaspenduduk  kota.  Pada  tahun  2005  konsumsi  airPDAM  sebesar  153.993.140  m3  telah  meningkatmenjadi  171.226.645  m3  pada  tahun  2009  ataumengalami kenaikan rata­rata sebesar 2,7 persen pertahun  (Tabel  3).  Pertumbuhan  konsumsi  tersebutlebih  tinggi  dibandingkan  dengan  pertumbuhanproduksi yang hanya  sebesar 1,4 persen.  Kondisitersebut harus diwaspadai karena dapat menimbul­kan ancaman terjadinya krisis air bersih di waktuyang akan datang.

Sektor perumahan merupakan konsumen  terbesarair PDAM yang mengonsumsi rata­rata 72,5 persendari total konsumsi selama periode tahun 2005 – 2009dengan tren peningkatan setiap tahunnya (Tabel 4).Kondisi tersebut mudah dipahami karena lebih dari90 persen jumlah pelanggan PDAM adalah sektorperumahan.  Sementara  itu,  konsumsi  total  daripelanggan lain (pemerintahan, perdagangan, industri,sosial, dan pelabuhan) mempunyai porsi yang kecil,yaitu sekitar 27 persen.

1

2

3

4

5

6

7

8

IPAM Kayoon

Sumber Air

IPAM Ngagel I

IPAM Ngagel II

IPAM Ngagel III

IPAM Karangpilang I

IPAM Karangpilang II

Bukit Palma

JUMLAH

3.125.921

10.044.910

48.695.000

27.196.481

44.762.625

35.940.182

76.989.713

246.754.832

3.138.192

10.234.638

47.420.077

27.217.074

49.825.414

35.464.713

78.517.411

251.817.519

405.882

9.852.763

49.539.466

24.790.525

56.462.733

39.182.468

76.700.270

256.934.107

10.055.201

50.362.644

25.208.057

54.742.300

42.330.648

78.975.695

261.674.545

10.126.202

45.628.784

27.316.986

56.893.087

42.553.260

78.679.955

15.628

261.213.902

Sumber: PDAM (2010), diolah

2005 2006 2007 2008 2009

Volume (m3)Jenis PelangaranNo.

- 223 -

Page 10: Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

 Tabel 3Konsumsi Air PDAM

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Perumahan

Pemerintahan

Perdagangan

Industri

Sosial umum

Sosial khusus

Pelabuhan

Penjualan air tanki

Lainnya (hasil operasipenertiban pelanggarandan sweeping)

JUMLAH

110.960.683

6.196.679

14.672.307

4.845.683

6.989.072

9.648.255

548.427

104.977

27.057

153.993.140

2005

Volume (m3)

Sumber: PDAM (2010), diolah

Jenis PelangaranNo.

115.784.820

6.422.018

15.374.319

5.281.520

6.821.520

10.336.082

542.693

15.830

783.436

161.362.238

2006

122.995.647

6.565.830

16.084.072

6.024.201

6.267.974

10.711.290

408.624

13.421

607.850

169.678.909

2007

124.149.816

6.638.564

16.877.327

6.107.125

5.304.534

11.099.958

375.475

13.160

321.929

170.887.888

2008

125.639.148

6.583.547

16.275.374

5.797.255

5.189.188

10.988.951

383.994

12.700

356.478

171.226.635

2009

Kebocoran  merupakan  salah  satu  masalah  seriusyang  dihadapi  oleh  PDAM  Kota  Surabaya  danseluruh  PDAM  di  Indonesia  pada  umumnya.Besarnya tingkat kebocoran tersebut dapat dihitungdengan membandingkan besarnya angka produksi(Tabel  2)  dan  konsumsi  air  (Tabel  3).  Hasilperhitungan menunjukkan angka kebocoran selamaperiode 2005 – 2009 sebesar rata­rata 90.249.219m3 atau sekitar 35 persen dari besarnya produksi.Hasil  perhitungan  tersebut  relevan  denganpemantauan Dinas PU Cipta Karya Provinsi JawaTimur yang  menyimpulkan bahwa  kehilangan airPDAM di Jawa Timur rata­rata sebesar 36 persendengan angka tertinggi 65 persen dan terendah 13persen.  Idealnya,  tingkat  kehilangan  air  PDAMmaksimum seharusnya sekitar 25 persen untuk kotabesar dan 30 persen untuk kota kecil (Sunarto, 2002).

Hasil Perhitungan

Pengeluaran Rumah Tangga untukKonsumsi Air PDAM

Hasil perhitungan pengeluaran rumah tangga untukkonsumsi air PDAM menhasilkan rata­rata senilaiRp 65.156,5 per bulan. Namun demikian, statistikmenunjukkan  bahwa  data  pengeluaran  untuk

konsumsi air PDAM tersebut sangat bervariasi, yangditunjukkan  oleh  ukuran  sebaran  (range,  standardeviasi, dan koefisien variasi) yang bernilai sangatbesar (Tabel 4).

Tabel 4Pengeluaran Untuk Konsumsi Air PDAM

CountMeansample  standard  deviationMinimumMaximumRange

standard error of the mean

confidence interval 95.% lowerconfidence interval 95.% upper

SkewnessKurtosiscoefficient of variation (CV)

1st  quartileMedian3rd  quartileinterquartile  rangeMode

normal curve GOF

p­valuechi­square(df=7)

38465,156.564,183.3

3,500.0650,000.0646,500.0

3,275.3

58,716.671,596.4

4.125.5

1.0

30,000.050,000.080,000.050,000.050,000.0

5.60E­58286.10

Sumber: PDAM (2010), diolah

- 224 -

Page 11: Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

Hasil ploting data (Gambar 2) menunjukkan bahwabentuk distribusi pengeluaran untuk konsumsi airPDAM  menceng  ke  kanan/positif  dengan  tingkatkemencengan  (skewness)  yang  sangat  tinggi.  Ujinormalitas  dengan  menggunakan  Chi-Squaremenghasilkan  kesimpulan  bahwa  distribusi  datatersebut sangat tidak normal. Dengan distribusi dataseperti itu, maka penggunaan rata­rata (mean) secarastatistik,  terutama untuk  tujuan estimasi, menjadikurang  tepat  (Lind,  et  al.,  2005).  Dalam  kasustersebut, penggunaan  jenis nilai sentral yang lain,yaitu median dan modus, akan lebih baik.

Gambar 2.Distribusi Pengeluaran untuk Konsumsi

Air PDAM

Berdasarkan  data  sampel  diperoleh  modus  danmedian bernilai sama, yaitu Rp 50.000,­. Denganjumlah pelanggan PDAM sektor rumah tangga padatahun  2009  sebanyak  367.456,  maka  besarnyapengeluaran total untuk konsumsi air PDAM senilaiR p 1 8 . 3 7 2 . 8 0 0 . 0 0 0 , - p e r   b u l a n   a t a uR p 220.473.600.000,- pada  tahun  2009.  Nilaitersebut dapat dianggap sebagai nilai ekonomi airbersih dari segi kuantitas.

Jika  dibandingkan  dengan  besarnya  jenispengeluaran  rumah  tangga  lainnya  (kebutuhanpokok,  listrik,  telepon,  transportasi,  pendidikan,kesehatan, dan lain­lain), maka pengeluaran untukkonsumsi air PDAM relatif kecil, bahkan terkecil,dengan porsi sekitar 2 persen dari total pengeluaranrumah tangga. Kondisi tersebut tentunya merupakansesuatu yang ironis mengingat air mempunyai nilai(kehidupan) yang sangat penting, bahkan tertinggidi  antara  jenis  kebutuhan  rumah  tangga  lainnya,

tetapi justru mempunyai nilai ekonomi yang sangatrendah.

Gambar 3.Pengeluaran Rumah Tangga

Nilai  ekonomi air  bersih  tersebut  juga  jauh  lebihrendah  daripada  telepon  dan  listrik  di  manaketiganya termasuk ke dalam kelompok kebutuhanutama  penduduk,  terutama  di  daerah  perkotaan.Pada umumnya pengeluaran rumah tangga terbesardialokasikan  untuk  kebutuhan  pokok  (terutamamakanan), yaitu rata­rata Rp 1.316.133,­ per bulanatau 38,6 persen dari total pengeluaran.

Rendahnya  pengeluaran  rumah  tangga  untukkonsumsi air PDAM lebih disebabkan oleh tarif airPDAM  yang  murah  daripada  volume  pemakaianyang kecil karena hasil perhitungan membuktikanbahwa  konsumsi  air  PDAM  penduduk  KotaSurabaya  cukup  besar,  yaitu  antara  25  –  30  m3.Kebijakan penetapan tarif air PDAM yang rendahmerupakan amanat dari pasal 33 UUD 1945 yangmemposisikan  air  bukan  barang  ekonomi,  tetapisebagai barang sosial. Selain itu, dalam PeraturanMenteri  Dalam  Negeri  Nomor  23 Tahun  2006  –Permendagri  23/2006 – Tentang Pedoman TeknisDan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum PadaPerusahaan Daerah Air Minum dinyatakan bahwatarif  air  PDAM  harus  memenuhi  prinsipketerjangkauan dengan indikator pengeluaran rumahtangga untuk memenuhi standar kebutuhan pokokair  minum  tidak  melampaui  4  persen  daripendapatan pelanggan. Dengan rata­rata pendapatanpelanggan  senilai  Rp  3.692.693,­,  makapengeluaran untuk konsumsi air PDAM hanya1,8 persen dari pendapatan  tersebut,  atau dengan

- 225 -

Page 12: Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

kata  lain  tarif  yang  dikenakan  oleh  PDAM  KotaSurabaya  telah  memenuhi  ketetapan  yang  diaturdalam Permendagri No.23/2006 tersebut.

Pemakaian Air Minum Dalam Kemasan (AMDK)dan Air Minum Isi Ulang (AMIU)

Hasil survei menunjukkan bahwa sekitar 47 persenrumah  tangga  tidak  menggunakan  air  PDAMsebagai  air  minum  dengan  alasan  umum  terkaitdengan  kualitas,  terutama  parameter  fisika(kekeruhan,  berasa  dan  berbau). Alasan  tersebutkonsisten dengan persepsi pelanggan di mana sekitar40  persen  menyatakan  jelek  dan  sangat  jelekterhadap kualitas air PDAM. Reaksi umum rumahtangga menghadapi kondisi tersebut adalah mencarialternatif  air  bersih  yang  dianggap  mempunyaikualitas yang lebih baik daripada air PDAM. Sekitar85 persen rumah tangga membeli air minum dalamkemasan (AMDK),  air minum  isi ulang  (AMIU),atau keduanya. Biasanya AMDK digunakan untukkebutuhan  minum  sedangkan AMIU  digunakanuntuk  memasak  dan  sebagian  rumah  tanggamenggunakannya  untuk  minum.  Perilaku  rumahtangga  tersebut  membawa  konsekuensi  ekonomisberupa  tambahan  pengeluaran.  Jenis  pengeluaranseperti itu dikenal dengan pengeluaran pencegahan(preventive expenditure)  atau  biaya  pencegahan(preventive cost).

Pengeluaran rumah tangga rata­rata untuk AMDKdan AMIU lebih tinggi daripada air PDAM. Hasilperhitungan  menunjukkan  pengeluaran  rumahtangga untuk AMDK dan AMIU senilai Rp 74.074.­atau  sekitar  14  persen  lebih  tinggi  dibandingkanpengeluaran  untuk  air  PDAM.  Namun  sepertipengeluaran untuk air PDAM, data tersebut sangatbervariasi  yang  ditunjukkan  oleh  ukuran  sebaran(range, standar deviasi, dan koefisien variasi) yangbernilai sangat besar (Tabel 5).

Tabel 5.Pengeluaran untuk AMDK dan AMIU

countmeansample standard deviationminimummaximumrange

standard error of the mean

confidence interval 95.% lowerconfidence interval 95.% upper

skewnesskurtosiscoefficient of variation (CV)

1st quartilemedian3rd quartileinterquartile rangemode

normal curve GOF

p­valuechi­square(df=6)

32674,073.770,310.4

5,000.0510,000.0505,000.0

3,894.1

66,412.881,734.6

2.912.2

0.9

30,000.056,000.096,000.066,000.080,000.0

 

1.49E­23120.19

Hasil ploting data (Gambar 4) menunjukkan bahwabentuk  distribusi  pengeluaran  untuk AMDK  danAMIU  menceng  ke  kanan/positif  dengan  tingkatkemencengan (skewness) yang tinggi. Uji normalitasdengan  menggunakan  Chi-Square   menghasilkankesimpulan bahwa distribusi  data  tersebut  sangattidak  normal.  Dengan  distribusi  data  seperti  itu,maka penggunaan rata­rata (mean) secara statistik,terutama  untuk  tujuan  estimasi,  menjadi  kurangtepat  (Lind,  et  al.,  2005).  Dalam  kasus  tersebut,penggunaan jenis nilai sentral yang lain, yaitu me­dian dan modus, akan lebih baik.

- 226 -

Page 13: Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

Gambar 4. Distribusi Pengeluaran untuk

AMDK & AMIU

Perhitungan estimasi pengeluaran untuk AMDK danAMIU  akan  menggunakan  nilai  median  denganpertimbangan  nilai  modus  tidak  unique,  artinyadalam suatu kelompok data terdapat kemungkinantidak ada modus atau modus ganda.  Berdasarkandata  sampel  diperoleh  nilai  median  Rp  56.000,­dengan proporsi rumah tangga yang menggunakanAMDK dan AMIU sebesar 84,9 persen. Jika jumlahpelanggan PDAM sektor rumah tangga pada tahun2009  sebanyak  367.456,  maka  pelanggan  yangmenggunakan AMDK dan AMIU sekitar 311.971rumah  tangga.  Dengan  demikian,  besarnyapengeluaran total rumah tangga untuk penggunaanAMDK  dan AMIU  senilai  Rp 17.470.328.064,-atau Rp 209.643.936.768,- pada tahun 2009. Nilaitersebut dapat dianggap sebagai nilai ekonomi airbersih  dari  segi  kualitas  yang  dihitung  denganpendekatan  pengeluaran  pencegahan  (preventiveexpenditure).

Berdasarkan  perhitungan  pengeluaran  untukkonsumsi  air PDAM dan  pemakaian AMDK danAMIU tersebut, maka dapat diperoleh nilai ekonomi

total untuk air bersih di Kota Surabaya, yaitu senilaiR p 3 5 . 8 4 3 , 1 2 8 , 0 6 4 , -   p e r   b u l a n   a t a uR p 430.117,536,768,- pada  tahun  2009.  Nilaitersebut merupakan nilai ekonomi air bersih yangmemenuhi  persyaratan  kuantitas  dan  kualitas  airminum.

Walaupun pengeluaran rumah tangga untuk AMDKdan AMIU lebih besar daripada air PDAM, namundibandingkan  jenis  pengeluaran  lainnya  nilaitersebut masih relatif kecil, yaitu hanya 2,6 persendari total pengeluaran rumah tangga. Bahkan, jikapengeluaran  untuk AMDK  dan AMIU  tersebutdigabungkan dengan pengeluaran untuk air PDAMyang mewakili pengeluaran untuk air bersih, makaporsinya  tetap  kecil  (sekitar  4  persen)  terhadappengeluaran  total.  Porsi  tersebut  lebih  kecildibandingkan  dengan  pengeluaran  untuk  telepon(4,8 persen) dan listrik (4,6 persen), bahkan terkecildari  seluruh  jenis  pengeluaran  rumah  tangga(Gambar  4.18).  Dengan  rata­rata  pendapatanpelanggan senilai Rp 3.692.693,­ maka pengeluaranuntuk konsumsi air bersih tersebut senilai 3,8 persendari pendapatan, atau masih berada di bawah angkayang ditetapankan dalam Permendagri 23/2006.

Gambar 5. Porsi Pengeluaran Rumah Tangga

Sumber: data primer, 2010

5. PENUTUP

Nilai ekonomi air bersih yang digunakan oleh sektorrumah  tangga  dihitung dengan dua  metode,  yaitumetode harga pasar (market price) dan metode biayapencegahan  (preventive cost).  Metode  pertamamengestimasi  nilai  ekonomi  air  bersih dari  aspekkuantitas dengan ukuran pengeluaran rumah tanggauntuk  konsumsi  air  PDAM.  Hasil  perhitungan

menghasilkan  nilai  ekonomi  air  bersih  Rp  18,37milyar per bulan atau Rp 220,5 milyar pada tahun2009. Sementara  itu, metode kedua mengestimasinilai  air  bersih  dari  aspek  kuantitas  yang  diukurdengan  pengeluaran  untuk  pemakaian  air  minumdalam kemasan (AMDK) dan air minum isi ulang(AMIU). Hasil perhitungan menghasilkan nilai air

- 227 -

Page 14: Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

bersih Rp  18,37 milyar per  bulan  atau Rp  206,5milyar  pada  tahun  2009.  Dengan  demikian,  totalnilai ekonomi air  bersih di Kota Surabaya senilaiRp 430,1 milyar pada tahun 2009.

Nilai  ekonomi  air  bersih  di  Kota  Surabaya  yangdihitung  pada  penelitian  ini  masih  rendah  darikondisi  yang  sebenarnya  karena  hanya  dibatasiuntuk  rumah  tangga  yang  memperoleh  akses  airPDAM  dalam  pipa.  Pelanggan  penting  lain  yangmengkonsumsi  air  PDAM  adalah  sektorperdagangan,  industri  yang  dikenakan  tarif  lebihmahal.  Selain  itu,  sebagian  rumah  tangga  tidakmemperoleh akses air PDAM, sehingga pengorbanan

yang diukur oleh pengeluaran untuk konsumsi airbersih lebih besar daripada rumah tangga pelangganPDAM.

Berdasarkan  temuan  tersebut,  maka  terdapatbeberapa  rekomendasi  kebijakan  untuk  PDAM,yaitu: (1) PDAM seharusnya tidak hanya fokus padaaspek  kuantitas  dan  kontinuitas  saja,  tetapi  jugakualitas  air  untuk  mengurangi  biaya  pencegahan(preventive cost) yang dikeluarkan oleh masyarakat;(2)  mengurangi  tingkat  kebocoran/kehilangan  airsehingga,  sehingga  memberikan  keuntunganekonomis, baik bagi PDAM maupun pelanggan.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Barton, D. N. 1994. Economic Factors and Valuation of Tropical Coastal Resources, SMR Rapport. Norway:University of Bergen.

BPS. 2007. Survei Sosial Ekonomi Nasional 2007 Provinsi Jawa Timur. Jakarta: Prodata Nusaraya.

____. 2008. Proyeksi Penduduk Jawa Timur 2008. Jakarta: Prodata Nusaraya.

Cochran, W.G. 1997. Teknik Penarikan Sampel. Terjemahan. Edisi Ketiga. Jakarta: UIP.

Direktorat Jendral Cipta Karya. 1994. Petunjuk Teknis Air Bersih. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.

Dumairy. 1992. Ekonomi Sumberdaya Air: Pengantar ke Hidronomika. Yogyakarta: BPFE.

Dixon, J.A., Carpenter, R.A., Fallon, L.A., Sherman, P.B., dan Manopimoke, S. 1988. Economic Analysisof the Environmental Impacts of Development Projects. London: British Library Cataloguing  inPublication Data.

ECOTON. 2002. Teror Mercury dan Koliform di Kali Surabaya. Diakses dari www.terranet.or.id pada2 Pebruari 2010.

Field, B. C., and Olewiler, N. 2002. Environmental Economics. Second Canadian Edition. USA: McGraw­Hill.

Hidayati, N. A. 2002. Valuasi Ekonomi Kualitas Air Kali Surabaya sebagai Sumber Air Baku untuk AirMinum Penduduk di Kota Surabaya. Tesis. Program Studi Ilmu Lingkungan. Sekolah Pascasarjana.Universitas Gadjah Mada.

King, D.M., and Mazzotta, M.J. 2000. Ecosystem Valuation. US Department of Agriculture Natural Resources Conservation Service and National  Oceanographic and Atmospheric  Administration. Diakses dariwww.ecosystemvaluation.org pada 19 Desember 2008.

Lange, G.M., and Hassan, R.M. 2006. The Economics of Water Management in Southern Africa. USA:Edward Elgar Publishing.

Lind, D.A., Marchal, W.G., and Wathen, S.A.. 2005. Statistical Technique in Business and Economics. 12th

Edition. USA: McGraw­Hill.

Linsley, R.K., dan Sasongko, J.B. 1996. Teknik Sumberdaya Air. Jakarta: Penerbit Erlangga.

- 228 -

Page 15: Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011

Martopo, S. 1984. Ketersediaan dan Kebutuhan Air Bersih di Indonesia Menjelang Tahun 2000. SeminarHidrologi, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

PDAM Surabaya, www.pdam­sby.go.id

Perum  Jasa  Tirta.  1999.  Surabaya River Pollution Control Action Plan Study.  Diakses  dariwww.jasatirta1.go.id pada 2 Pebruari 2010.

­­­­­­­­­­­­______________. 2007. Master Plan Penyediaan Air Hingga 2025 PDAM Surabaya. SimposiumPengembangan  Surabaya  Metropolitan Area,  diselenggarakan  oleh  Fakultas Teknik  Sipil  ITSSurabaya, 16 Nopember.

Republik  Indonesia.  2002.  Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907 Tahun 2002tanggal 29 Juli 2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Diakses dariwww.depdag.go.id pada 29 Januari 2010.

_______________.  2001.  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentangPengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Diakses dari www.dpuairjatim.orgpada 1 Pebruari 2010.

_______________, 1990. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 tentang Syarat-syaratdan Pengawasan Kualitas Air. Diakes dari www.ipb.ac.id pada 5 Januari 2010.

Rini, D. S. 2008. WC Umum Bernama Kali Surabaya. Diakses dari www.ecoton.or.id pada 2 Pebruari 2010.

Schefter, J.E. 1990. Domestik Water Use in The United State, 1960 – 1985. Paper presented at NationalWater Summary 1987: Hydrologic Events and Water Supply and Use, Geological Survey WaterSupply, 2350: 71 – 80.

Sunarto. 2002. Trend Kualitas Kali Surabaya. PDAM Surabaya, 2 Nopember 2002.

Thompson, J., Porras I. T., Tumwine, J. K., Mujwahuzi M. R., Katui­Katua, M., Johnstone N. and Wood L.2001. Drawers of Water II: 30 Years of Change in Domestic Water Use and Environmental Healthin East Africa, London: IIED.

Usman, W. 2003. Air Sebagai Sumber Daya Alam dan Aspek Ekonominya. Jurnal No.1. Pusat Studi Indonesia.Jakarta: Universitas Terbuka.

White, G. F., Bradley, D. J., White, A. U. 1972. Drawers of Water: Domestic Water Use in East Africa,Chicago: University of Chicago Press.

WHO. 2008. Guidelines for Drinking-Water Quality, Third Edition Incorporating The First and SecondAddenda, Volume 1 Recommendations, WHO Publication.

- 229 -