Macapat

19
1 Filosofi Tembang Macapat MACAM TEMBANG MACAPAT 1. MASKUMAMBANG, janin dlm kandungan, masih kemambang(terapung) dlm rahim ibunya 2. MIJIL, setelah kurang lebih 9 bln 10 hari di lahirkan. mijil artinya muncul. 3. SINOM, nom=muda/belia. Artinya ada pada masa kanak kanak sampai remaja(nom noman) 4. KINANTHI, "di kantheni" artinya dlm bimbingan orang tua dan dlm masa belajar. 5. ASMARANDANA, kalau sudah menjadi "arek nom noman" atau muda mudi maka akan mengenal rasa suka kpd lawan jenis (asmara). 6. GAMBUH, berawal dari kata jumbuh=cocok. Jadi kalau sudah ada kecocokan maka akan menuju jenjang pernikahan. 7. DANDANGGULA, dandang=tmpt untuk menanak nasi, gula= manis. artinya dlm membina rumahtangga mencapai manisnya hidup. 8. DURMA, mundur senggama, artinya mulai mengurangi hubungan suami istri (bersenggama). durma jg berarti darmo=weweh, yaitu berbagi kpd sesama. 9. PANGKUR, nyimpang lan mungkur, maksudnya menyimpang dari adharma. juga menyimpang dr kehidupan duniawi. 10. MEGATRUH, megat=cerai, ruh=roh(atman). artinya bercerainya atau barpisahnya atman dgn badan kasar. juga di sebut waktu ajal/meninggal. 11. PUCUNG, yaitu sudah menjadi mayat dan di "pocong". FILSAFAT DIBALIK TEMBANG MACAPAT Ditengah-tengah gempuran budaya-budaya asing, baik dari Barat maupun dari Timur Tengah yang terus berupaya menggerus warisan budaya dan tradisi bangsa kita.Budaya barat yang Hedonis dan Liberalis kita sebut sebagai budaya Arus Kiri, sedangkan budaya Timur Tengah yang Primordialis dan anti perbedaan (Unegaliter) kita namai sebagai budaya Arus Kanan.Budaya barat mendominasi didunia entertainment kita mengubah wajah hiburan kita menjadi hingar bingar gemerlap dengan hedonisme merusak sendi-sendi kesantunan dan etika budaya bangsa kita. Budaya Timur Tengah muncul di mimbar-mimbar dakwah, menawarkan slogan-slogan kekerasan yang anti pada perbedaan, anti pada budaya dan tradisi negeri sendiri, dimana tradisi adiluhung warisan nenek moyang dianggab sebagai bid‟ah yang harus dimusnahkan. Setiap ada perbedaan maka mereka akan turun kejalan-jalan sambil membawa Pentungan. Dalam upaya untuk nguri-nguri tradisi bangsa sendiri, karena menurut pemahaman penulis tradisi-tradisi yang merupakan warisan dari nenek moyang bangsa kita itu menawarkan kearifan yang lebih cocok bagi kepribadian bangsa kita. Salah satu budaya yang masih terekam begitu indah di kalbu penulis adalah tembang-tembang macapatan. Maka dalam kesempatan ini penulis ingin mengajak kita semua untuk sekedar menyelami makna yang terkandung didalam tembang- tembang macapat tersebut.

Transcript of Macapat

1 Filosofi Tembang Macapat

MACAM TEMBANG MACAPAT

1. MASKUMAMBANG, janin dlm kandungan, masih kemambang(terapung) dlm rahim

ibunya

2. MIJIL, setelah kurang lebih 9 bln 10 hari di lahirkan. mijil artinya muncul.

3. SINOM, nom=muda/belia. Artinya ada pada masa kanak kanak sampai remaja(nom

noman)

4. KINANTHI, "di kantheni" artinya dlm bimbingan orang tua dan dlm masa belajar.

5. ASMARANDANA, kalau sudah menjadi "arek nom noman" atau muda mudi maka akan

mengenal rasa suka kpd lawan jenis (asmara).

6. GAMBUH, berawal dari kata jumbuh=cocok. Jadi kalau sudah ada kecocokan maka akan

menuju jenjang pernikahan.

7. DANDANGGULA, dandang=tmpt untuk menanak nasi, gula= manis. artinya dlm

membina rumahtangga mencapai manisnya hidup.

8. DURMA, mundur senggama, artinya mulai mengurangi hubungan suami istri

(bersenggama). durma jg berarti darmo=weweh, yaitu berbagi kpd sesama.

9. PANGKUR, nyimpang lan mungkur, maksudnya menyimpang dari adharma. juga

menyimpang dr kehidupan duniawi.

10. MEGATRUH, megat=cerai, ruh=roh(atman). artinya bercerainya atau barpisahnya atman

dgn badan kasar. juga di sebut waktu ajal/meninggal.

11. PUCUNG, yaitu sudah menjadi mayat dan di "pocong".

FILSAFAT DIBALIK TEMBANG MACAPAT

Ditengah-tengah gempuran budaya-budaya asing, baik dari Barat maupun dari Timur Tengah

yang terus berupaya menggerus warisan budaya dan tradisi bangsa kita.Budaya barat yang

Hedonis dan Liberalis kita sebut sebagai budaya Arus Kiri, sedangkan budaya Timur Tengah

yang Primordialis dan anti perbedaan (Unegaliter) kita namai sebagai budaya Arus

Kanan.Budaya barat mendominasi didunia entertainment kita mengubah wajah hiburan kita

menjadi hingar bingar gemerlap dengan hedonisme merusak sendi-sendi kesantunan dan etika

budaya bangsa kita. Budaya Timur Tengah muncul di mimbar-mimbar dakwah, menawarkan

slogan-slogan kekerasan yang anti pada perbedaan, anti pada budaya dan tradisi negeri sendiri,

dimana tradisi adiluhung warisan nenek moyang dianggab sebagai bid‟ah yang harus

dimusnahkan. Setiap ada perbedaan maka mereka akan turun kejalan-jalan sambil membawa

Pentungan.

Dalam upaya untuk nguri-nguri tradisi bangsa sendiri, karena menurut pemahaman penulis

tradisi-tradisi yang merupakan warisan dari nenek moyang bangsa kita itu menawarkan kearifan

yang lebih cocok bagi kepribadian bangsa kita. Salah satu budaya yang masih terekam begitu

indah di kalbu penulis adalah tembang-tembang macapatan. Maka dalam kesempatan ini penulis

ingin mengajak kita semua untuk sekedar menyelami makna yang terkandung didalam tembang-

tembang macapat tersebut.

2 Filosofi Tembang Macapat

Macapat merupakan tembang klasik asli Jawa, dan pertama kali muncul adalah pada awal jaman

para Wali Songo, dimana para wali pada saat itu mencoba berdakwah dan mengenalkan Islam

melalui budaya dan diantaranya adalah tembang-tembang macapatan ini.Sunan Bonang, Sunan

Kalijaga, Sunan Derajat serta Sunan Kudus adalah kreator awal munculnya tembang-tembang

macapat. Apabila diperhatikan dari asal-usul bahasanya(kerata basa), macapat berarti maca

papat-papat(membaca empat-empat).

Kalo berdasarkan jenis dan urutannya tembang macapat ini sebenarnya menggambarkan

perjalanan hidup manusia, tahap-tahap kehidupan manusia dari mulai alam ruh sampai dengan

meninggalnya.

Sebagaimana dalam Al-qur‟an disebutkan: “Latarkabunna Thobaqon An Thobaq”, “Sungguh

kamu akan menjalani fase demi fase kehidupan”

Berikut ini penulis rangkaikan urut-urutan dari jenis tembang macapat:

1. Maskumambang

Adalah gambaran dimana manusia masih di alam ruh, yang kemudian ditanamkan dalam rahim/

gua garba ibu kita. Dimana pada waktu di alam ruh ini Allah SWT telah bertanya pada ruh-ruh

kita: “Alastu Bi Robbikum”, “Bukankah AKU ini Tuhanmu”, dan pada waktu itu ruh-ruh kita

telah menjawabnya: “Qoolu Balaa Sahidna”, “Benar (Yaa Allah Engkau adalah Tuhan kami) dan

kami semua menjadi saksinya”.

2. Mijil

Merupakan ilustrasi dari proses kelahiran manusia, mijil/mbrojol/mencolot dan keluarlah jabang

bayi bernama manusia. Ada yang mbrojol di India, ada yang di China, di Afrika, di Eropa, di

Amerika dst. Maka beruntunglah kita lahir di bumi pertiwi yang konon katanya Gemah Ripah

Loh Jinawi Tata Tentrem Karta Raharjo Lir Saka Sambikala. Dan bukan terlahir di Somalia,

Etiopia atau negara-negara bergizi buruk lainnya.

3. Sinom

Adalah lukisan dari masa muda, masa yang indah, penuh dengan harapan dan angan-angan.

4. Kinanthi

Masa pembentukan jatidiri dan meniti jalan menuju cita-cita. Kinanti berasal dari kata kanthi

atau tuntun yang bermakna bahwa kita membutuhkan tuntunan atau jalan yang benar agar cita-

cita kita bisa terwujud. Misalnya belajar dan menuntut ilmu secara sungguh-sungguh.”Apa yang

akan kita petik esok hari adalah apa yang kita tanam hari ini”.

“In Ahsantum, Ahsantum ILaikum, Walain Asa‟tum Falahaa”, “Jika kamu berbuat kebajikan

maka kebajikan itu akan kembali padamu, tapi jika kamu berbuat jahat itu akan kembali padamu

juga”.

5. Asmarandana

Menggambarkan masa-masa dirundung asmara, dimabuk cinta, ditenggelamkan dalam lautan

kasih. Asmara artinya cinta, dan Cinta adalah ketulusan hati, meminjam istilahnya kang Ebiet

G.Ade dalam lagunya: “ Cinta Yang Kuberi Setulus Hatiku Entah Apa Yang Kuterima Aku Tak

Peduli”.

Cinta adalah anugerah terindah dari Gusti Allah dan bagian dari tanda-tanda keAgungan-Nya.

“…..Waja‟alna Bainakum Mawwaddah Wa Rahmah, Inna Fi Dzaalika La‟aayatil Liqoumi

3 Filosofi Tembang Macapat

Yatafakkaruun”. “…Dan Kujadikan diantara kalian Cinta dan Kasih Sayang, sesungguhnya

didalamnya merupakan tanda-tanda(Ke-Agungan-Ku) bagi kaum yang berfikir”.

6. Gambuh

Awal kata gambuh adalah jumbuh / bersatu yang artinya komitmen untuk menyatukan cinta

dalam satu biduk rumah tangga. Dan inti dari kehidupan berumah tangga itu yaitu: “ Hunna Li

Baasulakum, Wa Antum Libaasu Lahun”, “Istri-istrimu itu merupakan pakaian bagimu, dan

kamu adalah merupakan pakaian baginya”.Lumrahnya fungsi pakaian adalah untuk menutupi

aurat, untuk melindungi dari panas dan dingin.Dalam berumah tangga seharusnya saling

menjaga, melindungi dan mengayomi satu sama lain, agar biduk rumah tangga menjadi harmonis

dan sakinah dalam naungan Ridlo-Nya.

7. Dhandhanggula

Gambaran dari kehidupan yang telah mencapai tahap kemapanan sosial, kesejahteraan telah

tercapai, cukup sandang, papan dan pangan (serta tentunya terbebas dari hutang piutang).

Kurangi Keinginan Agar Terjauh Dari Hutang, sebab kata Iwan Fals: “ Keinginan adalah sumber

penderitaan ”.Hidup bahagia itu kuncinya adalah rasa syukur, yakni selalu bersyukur atas rezeki

yang di anugerahkan Allah SWT kepada kita.

8. Durma

Sebagai wujud dari rasa syukur kita kepada Allah maka kita harus sering berderma, durma

berasal dari kata darma / sedekah berbagi kepada sesama. Dengan berderma kita tingkatkan

empati sosial kita kepada saudara-saudara kita yang kekurangan, mengulurkan tangan berbagi

kebahagiaan, dan meningkatkan kepekaan jiwa dan kepedulian kita terhadap kondisi-kondisi

masyarakat disekitar kita.

“Barangsiapa mau meringankan beban penderitaan saudaranya sewaktu didunia, maka Allah

akan meringankan bebannya sewaktu di Akirat kelak”.

9. Pangkur

Pangkur atau mungkur artinya menyingkirkan hawa nafsu angkara murka, nafsu negatif yang

menggerogoti jiwa kita. Menyingkirkan nafsu-nafsu angkara murka, memerlukan riyadhah /

upaya yang sungguh-sungguh, dan khususnya di bulan Ramadhan ini mari kita gembleng hati

kita agar bisa meminimalisasi serta mereduksi nafsu-nafsu angkara yang telah mengotori

dinding-dinding kalbu kita.

10. Megatruh

Megatruh atau megat roh berarti terpisahnya nyawa dari jasad kita, terlepasnya Ruh / Nyawa

menuju keabadian (entah itu keabadian yang Indah di Surga, atau keabadian yang Celaka yaitu di

Neraka).

“ Kullu Nafsin Dzaaiqotul Maut “, “ Setiap Jiwa Pasti Akan Mati “.

“ Kullu Man Alaiha Faan “, “ Setiap Manusia Pasti Binasa “.

Akankah kita akan menjumpai Kematian Yang Indah (Husnul Qootimah) ataukah sebaliknya ?

Seperti kematian Pujangga kita WS Rendra, disaat bulan sedang bundar-bundarnya (bulan

Purnama) ditengah malam bulan Sya‟ban tepat pada tanggal 6 Agustus atau tanggal 15 Sya‟ban

(Nisfu Sya‟ban).

Diatas ranjang kematiannya, menjelang saat-saat Sakratul Mautnya dia bersyair:

4 Filosofi Tembang Macapat

“ Aku ingin kembali pada jalan alam,

“ Aku ingin meningkatkan pengabdian pada Allah,

“ Tuhan aku cinta pada-Mu ”

11. Pocung (Pocong / dibungkus kain mori putih)

Manakala yang tertinggal hanyalah jasad belaka, dibungkus dalam balutan kain kafan / mori

putih, diusung dipanggul laksana raja-raja, itulah prosesi penguburan jasad kita menuju liang

lahat, rumah terakhir kita didunia.

“ Innaka Mayyitun Wainnahum Mayyituuna “, “ Sesungguhnya kamu itu akan mati dan mereka

juga akan mati”.

Kumpulan Tembang Macapat Lengkap dengan

Penjelasan Serta Contohnya

Tembang macapat merupakan salah satu tembang atau lagu daerah yang paling populer di Jawa.

Tembang macapat merupakan tembang atau puisi tradisional Jawa yang mencertitakan tahap-

tahap kehidupan manusia. Filosofinya menggambarkan tentang seorang manusia dari lahir, mulai

belajar di masa kanak-kanak, saat dewasa, hingga akhirnya meninggal dunia.

Tembang macapat sendiri mempunyai sebutan tembang cilik (kecil). Tembang macapat yang

berarti lagu ini mempunyai karakteristik yang berbeda dari setiap jenisnya. Ciri-ciri tersebut

diantaranya dari Guru Gatra, Guru Lagu, dan Guru Bilangan (wilangan).

Sejarah Tembang Macapat

Macapat diperkirakan muncul pada akhir masa Majapahit dan dimulainya pengaruh dari

Walisanga. Bisa dikatakan ini untuk situasi di Jawa tengah, sebab di Jawa timur dan Bali

macapat sudah dikenal sebelumnya, bahkan sebelum datangnya islam.

5 Filosofi Tembang Macapat

Sebagai contohnya yaitu sebuah teks dari Bali atau Jawa timur yang dikenal dengan judul

Kidung Ranggalawe disebutkan telah selesai ditulis pada tahun 1334 Masehi. Di sisi lain tarikh

ini disangsikan karena karya tersebut hanya dikenal versinya yang lebih mutakhir dan sari semua

naskahnya yang memuat teks yang berasal dari Bali.

Mengenai usia macapat, terdapat dua pendapat yang berbeda terutama yang ada hubungannya

dengan Kakawin atau puisi tradisional Jawa Kuna, mana yang lebih tua. Prijohoetomo

berpendapat bahwa macapat adalah turunan Kakawin dengan tembang Gedhe (besar) sebagai

perantara.

Pendapat tersebut disangkal oleh Poerbatjaraka dan Zoetmulder. Menurut keduanya macapat ini

sebagai metrum puisi asli Jawa yang lebih tua usianya daripada Kakawin. Karena itu macapat

baru muncul setelah pengaruh India semakin memudar.

Pengertian Guru Gatra, Guru Lagu, dan Guru Bilangan.

• Guru Gatra merupakan banyaknya jumlah larik (baris) dalam satu bait.

• Guru Lagu merupakan persamaan bunyi sajak di akhir kata dalam setiap larik (baris).

• Guru Wilangan merupakan banyaknya jumlah wanda (suku kata) dalam setiap larik (baris).

Untuk mempermudah membedakan guru gatra, guru lagu, dan guru wilangan dari tembang-

tembang macapat tadi, maka bisa dibuat tabel seperti berikut :

6 Filosofi Tembang Macapat

Dengan adanya aturan berupa Guru Gatra, Guru Lagu, dan Guru Bilangan maka tembang

macapat dibedakan menjadi 11 jenis tembang.

Jenis Tembang Macapat beserta penjelasannya serta dilengkapi dengan

Guru Gatra, Guru Lagu, dan Guru Bilangan

1. Tembang Pocung (Pucung)

Kata pocung (pucung) berasal dari kata „pocong‟ yang menggambarkan ketika seseorang sudah

meninggal yang dikafani atau dipocong sebelum dikuburkan. Filosofi dari tembang pocung

menunjukkan tentang sebuah ritual saat melepaskan kepergian seseorang.

Dari segi pandang lain ada yang menafsirkan pucung merupakan biji kepayang (pengium edule).

Di dalam Serat Purwaukara, pucung memiliki arti kudhuping gegodhongan (kuncup dedaunan)

yang biasanya tampak segar.

Ucapan cung dalam kata pucung cenderung mengarah pada hal-hal yang lucu sifatnya, yang

dapat menimbulkan kesegaran, misalnya kucung dan kacung. Biasanya tembang pucung

digunakan untuk menceritakan lelucon dan berbagai nasehat. Pucung menceritakan tentang

kebebasan dan tindakan sesuka hati, sehingga pucung berwatak atau biasa digunakan dalam

suasana santai.

Contoh Tembang Pocung (12u – 6a – 8i – 12a)

Ngelmu iku kelakone kanthi laku

Lekase lawan kas

Tegese kas nyantosani

Setya budya pengekesing dur angkara

Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang

pucung.

7 Filosofi Tembang Macapat

1. Guru gatra = 4

Artinya tembang Pocung ini memiliki 4 larik kalimat.

2. Guru wilangan = 12, 6, 8, 12

Maksudnya setiap kalimat harus mempunyai suku kata seperti di atas. Kalimat pertama

berjumlah 12 suku kata. Kalimat kedua berjumlah 6 suku kata. Kalimat ketiga berjumlah 8 suku

kata. Kalimat keempat berjumlah 12 suku kata.

3. Guru lagu = u, a, i, a

Maksudnya adalah akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal u, a, i, a.

Berikut ini adalah contoh tembang pucung.

Ngelmu iku kelakone kanthi laku -> u

Lekase lawan kas -> a

Tegese kas nyantosani -> i

Setya budya pengekesing dur angkara -> a

2. Tembang Maskumambang

Tembang Maskumambang menceritakan sebuah filosofi hidup manusia dari mulainya manusia

diciptakan. Sosok manusia yang masih berupa embrio di dalam kandungan, yang masih belum

diketahui jati dirinya, serta belum diketahui apakah dia laki-laki atau perempuan.

Dari segi pandangan lain Maskumambang berasal dari kata „mas‟ dan „kumambang‟. Asal kata

„mas‟ berasal dari kata Premas yang berarti Punggawa dalam upacara Shaministis.

Kata „kumambang‟ berasal dari kata kambang dengan sisipan -um. Kambang sendiri asalnya dari

kata ambang yang berarti terapung. Kambang juga berarti Kamwang yang berarti kembang.

Ambang berkaitannya dengan Ambangse yang berarti menembang. Dengan demikian

Maskumambang dapat diartikan punggawa yang melakukan upacara Shamanistis, mengucap

mantra atau lafal dengan menembang disertai sajian bunga.

8 Filosofi Tembang Macapat

Di dalam Serat Purwaukara, Maskumambang berarti Ulam Toya yang berati ikan air tawar,

sehingga terkadang diisyaratkan dengan lukisan atau ikan berenang.

Watak Maskumambang yaitu meiliki gambaran perasaan sedih atau kedukaan, dan juga suasana

hati yang sedang dalam keadaan nelangsa.

Contoh Tembang Maskumambang ( 12i – 6a – 8i – 8o )

Wong tan manut pitutur wong tuwa ugi

Ha nemu duraka

Ing donya tumekeng akhir

Tan wurung kasurang-surang

Tembang Maskumambang di atas menceritakan tentang hidup seseorang yang tidak mematuhi

nasehat orang tua, maka dia akan hidup sengsara dan menderita di dunia dan akhirat.

Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang

maskumambang.

1. Guru gatra = 4

Artinya tembang maskumambang ini memiliki 4 larik atau baris kalimat.

2. Guru wilangan = 12, 6, 8, 8

Kalimat pertama berjumlah 12 suku kata. Kalimat kedua berjumlah 6 suku kata. Kalimat ketiga

berjumlah 8 suku kata. Kalimat keempat berjumlah 8 suku kata.

3. Guru lagu = i, a, i, o

Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal i, a, i, o.

3. Tembang Megatruh

9 Filosofi Tembang Macapat

Kata Megatruh berasal dari kata „megat‟ dan „roh‟, artinya putusnya roh atau telah terlepasnya

roh dari tubuh. Filosofi yang terkandung di Megatruh adalah tentang perjalanan kehidupan

manusia yang telah selesai di dunia.

Dari segi pandang lain Megatruh berasal dari awalan -am, pegat dan ruh. Dalam serat

Purwaukara, Megatruh memiliki arti mbucal kan sarwa ala (membuang apa-apa yang sifatnya

jelek).

Kata pegat ada hubungannya dengan peget yang berarti istana, tempat tinggal. Pameget atau

pemegat berarti jabatan. Samgat atau samget berarti jabatan ahli atau guru agama. Dapat

disimpulkan Megatruh mempunyai arti petugas yang ahli dalam kerohanian yang selalu

menghindari perbuatan jahat.

Watak tembang Megatruh yaitu tentang kesedihan dan kedukaan. Biasanya menceritakan

mengenai kehilangan harapan dan rasa putus asa.

Contoh Tembang Megatruh (12u – 8i – 8u – 8i – 8o)

Kabeh iku mung manungsa kang pinujul

Marga duwe lahir batin

Jroning urip iku mau

Isi ati klawan budi

Iku pirantine ewong

Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang

Megatruh .

1. Guru gatra = 5

Tembang Megatruh ini memiliki 5 larik atau baris kalimat.

2. Guru wilangan = 12, 8, 8, 8, 8

Kalimat pertama berjumlah 12 suku kata. Kalimat kedua berjumlah 8 suku kata. Kalimat ketiga

berjumlah 8 suku kata. Kalimat keempat berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke lima berjumlah 8

suku kata.

3. Guru lagu = u, i, u, i, o

Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal u, i, u, i, o.

4. Tembang Gambuh

10 Filosofi Tembang Macapat

Kata Gambuh memiliki arti menyambungkan. Filosofi tembang Gambuh ini menceritakan

mengenai perjalanan hidup dari seseorang yang telah bertemu dengan pasangan hidupnya yang

cocok. Keduanya dipertemukan untuk menjalin ikatan yang lebih sakral yaitu dengan

pernikahan. Sehingga keduanya akan memiliki kehidupan yang langgeng.

Dari segi pandang lain Gambuh berarti roggeng tahu, terbiasa, dan nama tumbuhan. Berkaitan

dengan hal ini, tembang Gambuh memiliki watak atau biasa digunakan dalam suasana yang

sudah pasti atau tidak ragu-ragu, maknanya kesiapan pergerakan maju menuju medan yang

sebenarnya.

Watak Gambuh juga menggambarkan tentang keramahtamahan dan tentang persahabatan.

Tembang Gambuh biasanya juga digunakan untuk menyampaikan cerita-cerita kehidupan.

Contoh Tembang Gambuh (7u – 10u – 12i – 8u – 8o)

Lan sembah sungkem ipun

Mring Hyang Sukma elinga sireku

Apan titah sadaya amung sadermi

Tan welangsira andhaku

Kabeh kagungan Hyang Manon

Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang

Gambuh .

1. Guru gatra = 5

Tembang Gambuh memiliki 5 larik atau baris kalimat.

2. Guru wilangan = 7, 10, 12, 8, 8

Kalimat pertama berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke tiga

berjumlah 12 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 8

suku kata.

11 Filosofi Tembang Macapat

3. Guru lagu = u, u, i, u, o

Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal u, u, i, u, o.

5. Tembang Mijil

Tembang Mijil memiliki filosofi yang melambangkan bentuk sebuah biji atau benih yang lahir di

dunia. Mijil menjadi lambang dari awal mula dari perjalanan seorang anak manusia di dunia fana

ini, dia begitu suci dan lemah sehingga masih membutuhkan perlindungan.

Dari segi pandang lain Mijil berarti keluar. Selain itu berhubungan juga dengan wijil yang

mempunyai arti sama dengan lawang atau pintu. Lawang juga berarti nama sejenis tumbuh-

tumbuhan yang wangi bunganya.

Watak tembang Mijil yaitu menggambarkan keterbukaan yang pas untuk mengeluarkan nasehat,

cerita-cerita dan juga asmara.

Contoh Tembang Mijil (10i – 6o – 10e – 10i – 6i – 6o)

Dedalanne guna lawan sekti

Kudu andhap asor

Wani ngalah dhuwur wekasane

Tumungkula yen dipundukanni

Ruruh sarwa wasis

Samubarangipun

Tembang Mijil di atas menceritakan mengenai bagaimana menjadi sosok orang yang baik,

rendah hati, dan juga ramah.

12 Filosofi Tembang Macapat

Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Mijil

1. Guru gatra = 6

Tembang Mijil memiliki 6 larik atau baris kalimat.

2. Guru wilangan = 10, 6, 10, 10, 6, 6

Kalimat pertama berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 6 suku kata. Kalimat ke tiga

berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj

6 suku kata. Kalimat ke enam 6 suku kata.

3. Guru lagu = i, o, e, i, i, o

Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal i, o, e, i, i, o.

6. Tembang Kinanthi

Kinanthi berasal dari kata „kanthi‟ yang berarti menggandeng atau menuntun. Tembang Kinanthi

memiliki filosofi hidup yang mengisahkan kehidupan seorang anak yang masih membutuhkan

tuntunan agar bisa berjalan dengan baik di dunia ini.

Seorang anak tidak hanya membutuhkan tuntutan untuk belajar berjalan, tetapi tuntunan secara

penuh. Tuntunan itu meliputi tuntunan dalam berbagai norma dan adat yang berlaku agar dapat

dipatuhi dan dijalankan pada kehidupan dengan baik.

13 Filosofi Tembang Macapat

Watak tembang Kinathi yaitu menggambarkan perasaan senang, teladan yang baik, nasehat serta

kasih sayang. Tembang Kinanthi digunakan untuk menyampaikan suatu cerita atau kisah yang

berisi nasehat yang baik serta tentang kasih sayang.

Contoh Tembang Kinanthi (8u – 8i – 8a – 8i – 8a – 8i)

Kukusing dupa kumelun

Ngeningken tyas kang apekik

Kawengku sagung jajahan

Nanging saget angikipi

Sang resi kaneka putra

Kang anjog saking wiyati

Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang

Kinanthi .

1. Guru gatra = 6

Tembang Kinanthi memiliki 6 larik atau baris kalimat.

2. Guru wilangan = 8, 8, 8, 8, 8, 8,

Kalimat pertama berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke tiga

berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke lima berjumlah 8

suku kata. Kalimat ke enam 8 suku kata.

3. Guru lagu = u, i, a, i, a, i

Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal u, i, a, i, a, i

7. Tembang Asmarandana

14 Filosofi Tembang Macapat

Tembang Asmarandana berasal dari kata „asmara‟ yang berarti cinta kasih. Filosofi tembang

Asmarandana adalah mengenai perjalanan hidup manusia yang sudah waktunya untuk memadu

cinta kasih dengan pasangan hidup.

Dari segi pandang lain Asmaradana berasal dari kata asmara dan dhana. Asmara merupakan

nama dewa percintaan. Dhana berasal dari kata dahana yang berarti api.

Asmaradana berkaitan dengan kajidian hangusnya dewa Asmara yang disebabkan oleh sorot

mata ketiga dewa Siwa seperti yang dituliskan dalam Kakawin Smaradhana karya Mpu Darmaja.

Dalam Serat Purwaukara Smaradhana diberi arti remen ing paweweh, berarti suka memberi.

Watak Asmarandana yaitu menggambarkan cinta kasih, asmara dan juga rasa pilu atau rasa

sedih.

Contoh Tembang Asmarandana (8i – 8a – 8e – 7a – 8a – 8u – 8a)

Lumrah tumrap wong ngaurip

Dumunung sadhengah papan

Tan ngrasa cukup butuhe

Ngenteni rejeki tiba

Lamun tanpa makarya

Sengara bisa kepthuk

Kang mangkono bundhelana

Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang

Asmarandana .

1. Guru gatra = 7

Tembang Asmarandana memiliki 7 larik atau baris kalimat.

2. Guru wilangan = 8, 8, 8, 7, 8, 8, 8

Kalimat pertama berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke tiga

berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 8

suku kata. Kalimat ke enam berjumlah 8 suku kata, Kalimat ke tujuh berjumlah 8 suku kata.

3. Guru lagu = i, a, e, a, a, u, a

Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal i, a, e, a, a, u, a.

8. Tembang Durma

15 Filosofi Tembang Macapat

Durma memiliki arti pemberian. Tembang Durma mengandung filosofi tentang kehidupan yang

suatu saat dapat mengalami duka, selisih dan juga kekurangan akan sesuatu.

Tembang Durma mengajarkan agar dalam hidup ini manusia dapat saling memberi dan

melengkapi satu sama lain sehingga kehidupan bisa seimbang. Saling tolong menolong kepada

siapa saja dengan hati yang ikhlas adalah nilai kehidupan yang harus selalu dijaga.

Dari segi lain Durma berasal dari kata Jawa klasik yang memiliki arti harimau. Dengan begitu

Durma memiliki watak atau biasa digunakan dalam suasana seram. Dapat dikatakan tembang

Durma seperti lagu yang digunakan di saat akan maju perang.

Dapat disimpulkan tembang Durma juga memilki watak yang tegas, keras dan penuh dengan

amarah yang bergejolak.

Contoh Tembang Durma (12a – 7i – 6a – 7a – 8i – 5a – 7i)

Ayo kanca gugur gunung bebarengan

Aja ana kang mangkir

Amrih kasembadan

Tujuan pembangunan

Pager apik dalan resik

Latar gumelar

Wisma asri kaeksi

Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang

Durma .

1. Guru gatra = 7

Tembang Durma memiliki 7 larik atau baris kalimat.

2. Guru wilangan = 12, 7, 6, 7, 8, 5, 7

16 Filosofi Tembang Macapat

Kalimat pertama berjumlah 12 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke tiga

berjumlah 6 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 8

suku kata. Kalimat ke enam berjumlah 5 suku kata. Kalimat ke tujuh berjumlah 7 suku kata.

3. Guru lagu = a, i, a, a, i, a, i

Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal a, i, a, a, i, a, i.

9. Tembang Pangkur

Pangkur berasal dari kata „mungkur‟ yang memiliki arti pergi atau meninggalkan. Tembang

Pangkur memiliki filosofi yang menggambarkan kehidupan yang seharusnya dapat menjauhi

berbagai hawa nafsu dan angkara murka.

Di saat mendapati sesuatu yang buruk hendaknya pergi menjauhi dan meninggalkan yang buruk

tersebut. Tembang Pangkur menceritakan tentang seseorang yang sudah siap untuk

meninggalkan segala sesuatu yang bersifat keduniawian dan mencoba mendekatkan diri kepada

Tuhan.

Dari segi pandang lain, Pangkur berasal dari kata punggawa dalam kalangan kependetaan seperti

tercantum di dalam piagam-piagam bahasa Jawa kuno.

Dalam Serat Purwaukara, Pangkur memiliki arti buntut atau ekor. Karena itu Pangkur terkadang

diberi sasmita atau isyarat tut pungkur yang berarti mengekor, tut wuri dan tut wuntat yang

berarti mengikuti.

Watak tembang Pangkur menggambarkan karakter yang gagah, kuat, perkasa dan hati yang

besar. Tembang Pangkur cocok digunakan untuk mengisahkan kisah kepahlawanan, perjuangan

serta peperangan.

Contoh Tembang Pangkur (8a – 11i – 8u – 7a – 8i – 5a – 7i)

Muwah ing sabarang karya

Ingprakara gedhe kalawan cilik

17 Filosofi Tembang Macapat

Papat iku datan kantun

Kanggo sadina-dina

Lan ing wengi nagara miwah ing dhusun

Kabeh kang padha ambegan

Papat iku nora lali

Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang

Pangkur .

1. Guru gatra = 7

Tembang Pangkur memiliki 7 larik atau baris kalimat.

2. Guru wilangan = 8, 11, 8, 7, 8, 5, 7

Kalimat pertama berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 11 suku kata. Kalimat ke tiga

berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 8

suku kata. Kalimat ke enam berjumlah 5 suku kata. Kalimat ke tujuh berjumlah 7 suku kata.

3. Guru lagu = a, i, u, a, i, a, i

Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal a, i, u, a, i, a, i.

10. Tembang Sinom

Kata Sinom memiliki arti pucuk yang baru tumbuh dan bersemi. Filosofi tembang Sinom

menggambarkan seorang manusia yang mulai beranjak dewasa dan telah menjadi pemuda atau

remaja yang mulai tumbuh.

Di saat menjadi remaja, tugas mereka adalah menuntut ilmu sebaik mungkin dan setinggi-

tingginya agar bisa menjadi bekal kehidupan yang lebih baik kelak.

Dari segi pandang lain Sinom ada hubungannya dengan kata sinoman, yang memiliki arti

perkumpulan para pemuda untuk membantu orang yang sedang punya hajat.

18 Filosofi Tembang Macapat

Ada juga yang berpendapat lain yang menyatakan bahwa sinom berkaitan dengan upacara bagi

anak-anak muda zaman dulu. Bahkan sinom juga dapat merujuk pada daun pepohonan yang

masih muda (kuncup), sehingga terkadang diberi isyarat dengan menggunakan lukisan daun

muda. Di dalam Serat Purwaukara, Sinom berarti seskaring rambut yang memiliki arti anak

rambut.

Contoh Tembang Sinom (8a – 8i – 8a – 8i – 7i – 8u – 7a – 8i – 12a)

Punika serat kawula

Katura sira wong kuning

Sapisan salam pandonga

Kapindo takon pawarti

Jare sirarsa laki

Ingsun mung sewu jumurung

Amung ta wekasi wang

Gelang alit mungging driji

Lamun sida aja lali kalih kula

Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang

Sinom .

1. Guru gatra = 9

Tembang Sinom memiliki 9 larik atau baris kalimat.

2. Guru wilangan = 8, 8, 8, 8, 7, 8, 7, 8, 12

Kalimat pertama berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke tiga

berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj

7 suku kata. Kalimat ke enam berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke tujuh berjumlah 7 suku kata.

Kalimat ke delapan berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke sembilan berjumlah 12 suku kata.

3. Guru lagu = a, i, a, i, i, u, a, i, a

Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal a, i, a, i, i, u, a, i, a.

11. Tembang Dhandhanggula

19 Filosofi Tembang Macapat

Kata Dhandhanggula berasal dari kata „dandang‟ dan „gula‟ yang berarti sesuatu yang manis.

Filosofi tembang Dhandhanggula menggambarkan tentang kehidupan pasangan baru yang

sedang berbahagia karena telah berhasil mendapatkan apa yang dicita-citakan.

Kehidupan manis merupakan suatu yang dirasakan bersama keluraga yang terasa begitu

membahagiakan.

Dari segi pandang lain Dhandhanggula diambil dari nama raja Kediri yaitu Prabu

Dhandhanggendis yang terkenal setelah Prabu Jayabaya. Dalam Serat Purwaukara,

Dhandhanggula berarti ngajeng-ajeng kasaean yang memiliki arti menanti-nantikan kebaikan.

Watak tembang Dhandhanggula yaitu menggambarkan sifat yang lebih universal atau luwes dan

merasuk ke dalam hati. Tembang Dhandhanggula dapat digunakan untuk menuturkan kisah

dalam berbagai hal dan kondisi apa pun.

Contoh tembang dhandanggula (10i – 10a – 8e – 7u – 9i – 7a – 6u – 8a – 12i – 7a)

Sinengkuyung sagunging prawali

Janma tuhu sekti mandra guna

Wali sanga nggih arane

Dhihin Syeh Magrib tuhu

Sunan ngampel kang kaping kalih

Tri sunan bonang ika

Sunan giri catur

Syarifudin sunan drajat

Anglenggahi urutan gangsal sayekti

Iku ta warnanira

Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang

Dhandhanggula .

1. Guru gatra = 10

Tembang Dhandhanggula memiliki 10 larik atau baris kalimat.

2. Guru wilangan = 10, 10, 8, 7, 9, 7, 6, 8, 12, 7

Kalimat pertama berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke

tiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj

9 suku kata. Kalimat ke enam berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke tujuh berjumlah 6 suku kata.

Kalimat ke delapan berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke sembilan berjumlah 12 suku kata. Kalimat

ke sepuluh berjumlah 7 suku kata.

3. Guru lagu = i, a, e, u, i, a, u, a, i, a

Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal i, a, e, u, i, a, u, a, i, a.