Luthfiana Aprilianita Sari

download Luthfiana Aprilianita Sari

of 123

description

EFEKTIVITAS KLOROFIL A Spirulina platensis YANG DIPRODUKSI DALAM MEDIA KULTUR DARI LIMBAH AMPAS KECAP SEBAGAI ANTIOKSIDAN

Transcript of Luthfiana Aprilianita Sari

  • EFEKTIVITAS KLOROFIL A Spirulina platensis YANG DIPRODUKSI

    DALAM MEDIA KULTUR DARI LIMBAH AMPAS KECAP

    SEBAGAI ANTIOKSIDAN

    Tesis

    Oleh:

    LUTHFIANA APRILIANITA SARI

    KARANGANYAR - JAWA TENGAH

    S-2 BIOTEKNOLOGI PERIKANAN DAN KELAUTAN

    FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN

    UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SURABAYA

    2012

  • 72

    EFEKTIVITAS KLOROFIL A Spirulina platensis YANG DIPRODUKSI

    DALAM MEDIA KULTUR DARI LIMBAH AMPAS KECAP

    SEBAGAI ANTIOKSIDAN

    Tesis sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

    Magister Sain pada Fakultas Perikanan dan Kelautan

    Universitas Airlangga

    Oleh :

    LUTHFIANA APRILIANITA SARI

    NIM. 140941001

    Menyetujui,

    Komisi Pembimbing

    Pembimbing Pertama

    Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP.

    NIP. 19690912 199702 2 001

    Pembimbing Kedua

    Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D.

    NIP. 19700116 199503 1 002

    Mengetahui,

    Ketua Program Studi S2

    Bioteknologi Perikanan dan Kelautan

    Dr. Ir. Gunanti Mahasri, M.Si.

    NIP. 19600912 198603 2 001

  • 73

    Setelah mempelajari dan menguji,kami berpendapat bahwa tesis ini, baik ruang

    lingkup maupun kualitasnya dapat diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk

    Memperoleh Gelar Magister Sain.

    Tanggal Ujian : 23 Februari 2012

    Menyetujui,

    Ketua Penguji

    Prof. Dr, Noor Erma Sugiyanto, Apt. MS.

    NIP. 195211281980022001

    Sekretaris

    Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA.

    NIP. 19520517 197803 2 001

    Anggota

    A. Shofy Mubarak, S.Pi., M.Si.

    NIP. 19731101 200112 1 002

    Anggota

    Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP.

    NIP. 19690912 199702 2 001

    Anggota

    Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D.

    NIP. 19700116 199503 1 002

    Surabaya, 23 Februari 2012

    Fakultas Perikanan dan Kelautan

    Universitas Airlangga

    Dekan,

    Prof. Dr. Drh. Hj. Sri Subekti B. S., DEA

    NIP. 19520517 197803 2 001

  • 74

    Yang bertanda tangan di bawah ini :

    N A M A : Luthfiana Aprilianita Sari

    N I M : 140941001

    Tempat, tanggal lahir : Ujung Pandang, 14 April 1987

    Alamat : Pokoh, RT 007 RW 008, Ngijo, Tasikmadu, Karanganyar,

    Surakarta

    Judul Tesis : Efektivitas Klorofil A Spirulina platensis yang Diproduksi

    dalam Media Kultur dari Limbah Ampas Kecap sebagai

    Antioksidan

    Pembimbing : 1. Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP.

    2. Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D.

    Menyatakan dengan sebenarnya bahwa hasil tulisan laporan Tesis yang saya buat

    adalah murni hasil karya saya sendiri (bukan plagiat) yang berasal dari Dana

    Penelitian : Mandiri / Proyek Dosen / Hibah / PKM (coret yang tidak perlu).

    Di dalam Tesis / karya tulis ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan

    atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam

    bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan

    saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya, serta kami

    bersedia :

    1. Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga;

    2. Memberikan ijin untuk mengganti susunan penulis pada hasil tulisan Tesis / karya tulis saya ini sesuai dengan peranan pembimbing Tesis;

    3. Diberikan sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga, termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh (sebagaimana diatur

    di dalam Pedoman Pendidikan Unair 2010/2011 Bab. XI pasal 38 42), apabila dikemudian hari terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan

    menyalin atau meniru tulisan orang lain yang seolah-olah hasil pemikiran

    saya sendiri

    Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari

    siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.

    Surabaya, 16 Februari 2012

    Yang membuat pernyataan,

    Luthfiana Aprilianita Sari

    NIM. 140941001

  • 75

    RINGKASAN

    LUTHFIANA APRILIANITA SARI. Efektivitas Klorofil a

    Spirulina platensis yang Diproduksi dalam Media Kultur dari Limbah

    Ampas Kecap sebagai Antioksidan. Dosen Pembimbing I Dr. Endang Dewi

    Masithah, Ir., MP. dan Dosen Pembimbing II Moch. Amin Alamsjah, Ir.,

    M.Si., Ph.D.

    S. platensis merupakan salah satu suplemen kesehatan yang bermanfaat

    sebagai antioksidan bersumber dari klorofil a S. platensis. Kestabilan produksi

    klorofil a S. platensis dapat ditunjang dengan kelimpahan nutrien. Salah satu

    alternatif media kultur S. platensis adalah dengan memanfaatkan limbah ampas

    kecap sebagai pupuk. Limbah ampas kecap mengandung magnesium yang

    merupakan prekursor sintesis klorofil a dan dapat memperkuat aktifitas

    antioksidan yang dimiliki oleh klorofil. Klorofil a sebagai antioksidan merupakan

    senyawa yang dapat memperlambat atau mencegah proses oksidasi. Antioksidan

    dapat menghambat laju oksidasi bila bereaksi dengan radikal bebas. Hasil produk

    oksidasi malondialdehid (MDA) secara in vivo dapat digunakan sebagai ukuran aktivitas

    suatu bahan antioksidan. Proses oksidasi di dalam tubuh hewan coba (mencit) dipacu dengan

    menggunakan timbal untuk mengaktifkan radikal bebas didalam tubuh hewan coba.

    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dan dosis terbaik pemberian

    limbah ampas kecap sebagai pupuk organik terhadap kepadatan dan klorofil a S.

    platensis. Kemudian untuk mengetahui aktifitas antioksidan (klorofil a) S.

    platensis yang dikultur pada media asal limbah ampas kecap dibandingkan dengan

    S. platensis komersil. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pendidikan Perikanan,

    Fakultas Perikanan dan Kelautan, Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran

    dan di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga

    dan di Laboratorium Budidaya Perikanan, Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan,

    Universitas Hang Tuah.

    Penelitian terdiri dari tiga tahap yaitu pengujian untuk memperoleh dosis

    terbaik limbah ampas kecap, eksplorasi waktu produksi untuk memperoleh kadar

    klorofil a S. platensis tertinggi dan pengaruh pemberian limbah ampas kecap

    sebagai antioksidan (klorofil a) S. pletensis dengan malondialdehid (MDA) serta

  • 76

    uji histopatologi. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak

    Lengkap (RAL). Analisis yang digunakan penelitian tahap I menggunakan

    ANAVA. Data yang dihasilkan bila terdapat perbedaan dapat dilakukan uji

    lanjutan yaitu Uji Jarak Berganda Duncan (Duncans Multiple Range Test).

    Penelitian tahap III dianalisis secara statistik dengan menggunakan Uji t

    Independent. Hasil penelitian uji histopatologi hati mencit dilakukan skoring yang

    dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis.

    Tahap penelitian I terdiri dari enam perlakuan dengan empat ulangan. Pada

    penelitian tahap II (eksplorasi waktu produksi) terdiri dari empat ulangan. Pada

    penelitian tahap III terdiri dari dua perlakuan dengan delapan ulangan. Parameter

    utama adalah pengukuran kepadatan, klorofil a S. platensis dan kadar

    malondialdehyde (MDA) serta uji histopatologi.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah ampas kecap dapat digunakan

    sebagai pupuk organik dengan dosis sebesar 1,8 mL/L pada media kultur S.

    platensis yang menghasilkan klorofil a sebesar 0,0361 mg/L. Aktifitas antioksidan

    (klorofil a) S. platensis hasil kultur pada media asal limbah ampas kecap yang

    diberikan secara oral pada mencit kemudian diuji dengan metode MDA memiliki

    kadar malondialdehid sebesar 5,07 nmol/L. Hasil uji histopatologi menujukkan

    klorofil a hasil kultur pada media asal limbah ampas kecap mampu menghambat

    kerusakan jaringan hati mencit akibat timbal. Parameter kualitas air selama

    penelitian masih berada dalam batas toleransi untuk pertumbuhan S. platensis,

    yaitu suhu air media kultur berkisar antara 28,6 - 30,5 oC, pH 8 - 9, suhu ruangan

    berkisar antara 28 - 32 oC dan salinitas berkisar antara 32 - 34 ppt.

  • 77

    SUMMARY

    LUTHFIANA APRILIANITA SARI. The Effectivety of Chlorophyll A

    Spirulina platensis which is Produced in Culture Media from Ketchup Waste

    as an antioxidant. Academic Advisor I Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP.

    And Academic Advisor II. Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Sc., Ph.D.

    S. platensis is a health supplement as an antioxidant, sourced from

    chlorophyll a of S. platensis. The stability of S. platensis chlorophyll a production

    can be supported with an abundance of nutrients. One alternative could be used

    for the culture media of S. platensis is ketchup waste as fertilizer. Ketchup waste

    contains magnesium acts as precursors for the synthesis of chlorophyll a and

    sustains the antioxidant activity which is owned by the chlorophyll. Chlorophyll a

    as an antioxidant is a compound that may slow or prevent the oxidation process.

    Antioxidants can inhibit the rate of oxidation when reacting with free radicals.

    The results of oxidation product malondialdehyde (MDA) in vivo represent the

    antioxidants activity. Oxidation processes in the body of experimental animals

    (Mus musculus) stimulated with the use of lead to activate the body's free radicals

    experimental animals.

    The purpose of this study was to determine the effects and the best dose of

    ketchup waste as organic fertilizer for the density and chlorophyll a of S.

    platensis. Also, to determine antioxidant activity (chlorophyll a) of S. platensis

    which is produced in culture media from ketchup waste compared to S. platensis

    commercial. The study was conducted in the Fisheries Education Laboratory,

    Fisheries and Marine Faculty, Laboratory Biochemistry Faculty of Medicine and

    Laboratory Pathology Faculty of Veterinary Medicine, Airlangga University and

    Aquaculture Laboratory, Engineering and Marine Sciences Faculty, Hang Tuah

    University.

    The study consisted of three phases examination to obtain the best dose of

    ketchup waste, exploration of production time in order to obtain the highest value

    of chlorophyll a of S. pletensis and the effect of ketchup waste as an antioxidant

    (chlorophyll a) of S. pletensis by malondialdehyde method (MDA). The design of

    this study is a Completely Randomized Design. ANAVA is used in the first step.

    Duncans Multiple-Range-Test then applied when the resulting data showed the

  • 78

    differences. Third step were statistically analyzed using Independent t Test. For

    histopathology analysis of mice liver, scoring data was analized by Kruskal Wallis

    Test.

    The first step in this research consisted of six treatments with four

    replications. The second step (exploration production time) consisted of four

    replications. The third phase consisted of two treatments with eight replications.

    The main parameters are the measurement of the density of S. platensis,

    chlorophyll a of S. platensisand malondialdehyde content(MDA).

    The results showed that the ketchup waste can be used as organic fertilizer

    with 1.8 mL/L in dose, respectively, placed in the culture media of S. platensis

    which produces 0.0361 mg/L in chlorophyll a. Antioxidant activity (chlorophyll a)

    of S. platensis cultured in the waste residue of ketchup waste media which is

    administered orally in mice and then tested by MDA method shows 5.07 nmol/L

    in malondialdehyde content. Histopathologic test results showed chlorophyll a in

    the culture ketchup waste media can inhibit murine liver tissue damage caused by

    lead. Water quality parameters during the study is within tolerance for the growth

    of S. platensis, the culture media ranged from 28.6 to 30.5 C in water

    temperature, 8-9 in pH, 28-32 C in room temperature ranged and 32-34 ppt in

    salinity.

  • 79

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

    1. Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga yang telah memberi

    saya kesempatan untuk menempuh pendidikan S2 Bioteknologi Perikanan

    dan Kelautan.

    2. Prof. Dr. Drh. Hj. Sri Subekti B. S., DEA selaku Dekan Fakultas Perikanan

    dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

    3. Dr. Ir. Endang Dewi Mashitah, MP. selaku dosen pembimbing pertama

    4. Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D. selaku dosen pembembing kedua.

    5. Prof. Dr, Noor Erma Sugiyanto, Apt. MS. selaku ketua penguji.

    6. Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA. selaku sekretaris penguji.

    7. A. Shofy Mubarak, S.Pi., M.Si. selaku anggota penguji.

    8. Kedua orang tua Ir. Sumijarto, MP. dan Dra. Siti Khumaidah serta adekku

    Tomi Ahmad Farobi yang telah memberikan bantuan, motivasi serta doa.

    9. Keluarga besar Surabaya Simbah Indun, Simbah Karimin, Tante Jili, Om

    Wahib, Tante Alfiah, Om Sumali, Yuma Bella Saiful Islam AlFarobi, Yuma

    Darulloh Saiful Islam, Immamatunnisa dan Ayuma Qubaila Putri Madinah.

    10. Keluarga Karanganyar Bude, Pakde, Bulek, Om, Mbak-mbak, Mas-mas,

    Adek-adek serta Ponakan-ponakanku yang telah memotivasi.

    11. Fahruddin Rosyadi yang selalu mensuport dan mendampingi dalam

    kelangsungan proses tesis ini.

    12. Bapak / Ibu dosen Bioteknologi Perikanan dan Kelautan Universitas

    Airlangga yang telah memberikan ilmu kepada penulis.

    13. Bapak Kustiawan Tri Pursetyo dan Bapak Budi (Karantina Perak)yang telah

    membantu saya dalam menunjang tesis ini.

    14. Teman dan sahabat yang selalu mensuport Irene Rahmawati, Nenli Prabowo

    Putri Desi Wulansari dan Fitria Dwi Ratna Mahesti

    15. Adek adek kelas yang turut membantu.

    16. Semua pihak yang telah mendukung hingga selesainya Tesis ini.

  • 80

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya,

    sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis tentang Efektivitas Klorofil A

    Spirulina platensis yang Diproduksi dalam Media Kultur dari Limbah

    Ampas Kecap sebagai Antioksidan. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat

    untuk memperoleh gelar Magister Perikanan pada Fakultas Perikanan dan

    Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

    Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih sangat jauh dari kesempurnaan,

    sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi

    perbaikan dan kesempurnaan Tesis ini. Akhirnya penulis berharap semoga Tesis

    ini dapat memberikan manfaat dan informasi bagi semua pihak, khususnya bagi

    mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya

    demi kemajuan dan perkembangan teknologi dalam bidang perikanan.

    Surabaya, Februari 2012

    Penulis

    .

  • 81

    DAFTAR ISI

    Halaman

    RINGKASAN ............................................................................................. iv

    SUMMARY ................................................................................................ vi

    KATA PENGANTAR ................................................................................ viii

    UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................... ix

    DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii

    DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv

    I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

    1.1 Latar belakang ........................................................................... 1

    1.2 Perumusan masalah ................................................................... 3

    1.3 Tujuan ....................................................................................... 4

    1.4 Manfaat ..................................................................................... 4

    II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5

    2.1 Biologi S. platensis.................................................................... 5 2.1.1 Klasifikasi dan morfologi S. platensis .......................... 5 2.1.2 Habitat S. platensis ........................................................ 6 2.1.3 Reproduksi S. platensis ................................................. 6 2.1.4 Pertumbuhan S. platensis .............................................. 7 2.1.5 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

    pertumbuhan S. platensis .............................................. 8

    2.2 Kebutuhan Nutrien S. platensis ................................................. 9 2.2.1 Nitrogen ......................................................................... 10 2.2.2 Magnesium .................................................................... 11 2.2.3 Besi (Fe) ........................................................................ 11

    2.3 Kandungan gizi dan manfaat S. platensis ................................. 12

    2.4 Limbah ampas kecap ................................................................. 13

    2.5 Proses fotosintesis ..................................................................... 14

    2.6 Klorofil a ................................................................................... 15

    2.7 Klorofil sebagai antioksidan ..................................................... 18

  • 82

    2.8 Pengujian antioksidan Metode Malondialdehid (MDA) ........... 21

    2.9 Timbal ....................................................................................... 22

    III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 24

    3.1 Kerangka Konseptual Penelitian ............................................... 24

    3.2 Hipotesis Penelitian ................................................................... 28

    IV MATERI DAN METODE PENELITIAN ......................................... 29

    4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 29

    4.2 Materi Penelitian ....................................................................... 29

    4.3 Metode Penelitian...................................................................... 30 4.3.1 Rancangan Penelitian .................................................... 30 4.3.2 Prosedur Kerja Penelitian .............................................. 32

    A. Sterilisasi peralatan dan media kultur ..................... 32 B. Persiapan limbah ampas kecap................................ 33 C. Penebarab bibit ........................................................ 34 D. Kultur ...................................................................... 34 E. Kepadatan S. platensis ............................................ 35 F. Klorofil A ................................................................ 36 G. Ekstraksi S. platensis komersil dan S. platensis hasil kultur dengan limbah

    ampas kecap ............................................................ 36

    H. Pemeliharaan mencit ............................................... 38 I. Pemberian S. platensis komersil dan S. platensi hasil kultur dengan limbah ampas kecap yang telah

    diberi timbal (Pb) pada mencit ................................ 38

    J. Metode malandialdehyde (MDA) ........................... 39 K. Perhitungan pertumbuhan populasi S. platensis ..... 40 L. Pengujian histopatologi hati mencit ........................ 40 M. Pengukuran kualitas air ........................................... 41

    4.3.3 Parameter pengamatan .................................................. 41

    A. Parameter utama ...................................................... 41 B. Parameter pendukung .............................................. 42

    4.3.4 Analisis data .................................................................. 42

    V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 46

    5.1 Hasil Penelitian ......................................................................... 46

    5.1.1 Kepadatan S. platensis .................................................. 46 5.1.2 Klorofil S. platensis ....................................................... 49 5.1.3 Metode Malondialdehyde (MDA) ................................. 47 5.1.4 Histopatologi hati mencit .............................................. 49 5.1.5 Kualitas Air ...................................................................... 54

    5.2 Pembahasan ............................................................................... 54

  • 83

    VI SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 61

    6.1 Simpulan.... ............................................................................... 61 6.2 Saran......... ................................................................................. 62

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 63

    LAMPIRAN ................................................................................................ 71

  • 84

    DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    1. Data kepadatan Spirulina platensis (x 104 unit/ml) setelah yang

    dikultur pada media limbah ampas kecap hari pertama hingga hari

    kedelapan............................................................................................... 43

    2. Data Klorofil S. platensis setelah yang dikultur pada media limbah

    ampas kecap hari pertama hingga hari ketujuh ..................................... 46

    3. Data kadar malondialdehyde (MDA) pada darah mencit yang sudah

    diberi klorofil a S. platensis hasil kultur limbah ampas kecap dan

    klorofil a S. platensis komersil .............................................................. 48

    4. Skoring kerusakan jaringan hati mencit ................................................ 49

    5. Kompisisi pupuk Walne dari BBPAP Jepara ........................................ 72

    6. Kadar MDA pada darah mencit yang sudah diberi klorofil a S.

    platensis hasil kultur limbah ampas kecap .......................................... 83

    7. Kadar MDA pada darah mencit yang sudah diberi klorofil a S. platensis komersil ................................................................................. 83

    8. Skoring kerusakan jaringan hati mencit ................................................ 84

    9. Standart klorofil a ................................................................................ 96

    10. Standart MDA ...................................................................................... 98

    11. Data Suhu Ruang (C) S. platensis ..................................................... 99

    12. Data pH pagi hari media kultur S. platensis........................................ 100

    13. Data pH siang hari media kultur S. platensis ....................................... 100

    14. Data pH sore hari media kultur S. platensis ......................................... 100

    15. Data salinitas pagi hari media kultur S. platensis ................................ 101

    16. Data salinitas siang hari media kultur S. platensis ............................... 101

    17. Data salinitas sore hari media kultur S. platensis ................................. 101

    18. Data Suhu air C pagi hari media kultur S. platensis ........................... 102

  • 85

    19. Data Suhu air C siang hari media kultur S. platensis ......................... 102

    20. Data Suhu air C sore hari media kultur S. platensis ........................... 102

  • 86

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    1. S. platensis ............................................................................................ 5

    2. Siklus hidup S. platensis ................................................................. 7

    3. Pembentukan glutamat ................................................................. 16

    4. Mekanisme sintesis klorofil ............................................................... 17

    5. Klorofil a ................................................................. 18

    6. Bagan rancangan penelitian .................................................................. 26

    7. Desain penelitian ................................................................. 30

    8. Bagan rancangan penelitian tahap I ...................................................... 40

    9. Bagan rancangan penelitian tahap II ..................................................... 41

    10. Bagan rancangan penelitian tahap III (Metode MDA) ......................... 42

    11. Grafik kepadatan S. platensis (x 104 unit/ml) setelah yang dikultur

    pada media limbah ampas kecap hari pertama hingga hari kedelapan . 44

    12. Grafik klorofil a S. platensis (mg/mL) setelah yang dikultur pada

    media limbah ampas kecap hari pertama hingga hari keenam .............. 47

    13. Histopatologi hati mencit normal .......................................................... 50

    14. Histopatologi hati mencit diberi timbal dan klorofil a S. platensis

    komersil ................................................................. 51

    15. Histopatologi hati mencit yang diberi timbal dan klorofil a S.

    platensis hasil kultur limbah ampas kecap ............................................ 52

    16. Histopatologi hati mencit yang hanya diberi timbal ............................. 53

    17. Standart skoring .................................................................................... 85

    18. Grafik standart kurva baku klorofil a .................................................... 97

  • 87

    19. Grafik standart kurva baku malondialdehid (MDA) ............................. 98

  • 88

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran Halaman

    1. Laporan hasil uji limbah ampas kecap ................................................ 71

    2. Kompisisi pupuk Walne dari BBPAP Jepara ...................................... 72

    3. Konversi perhitungan nitrogen ............................................................ 73

    4. Teknik Pemeriksaan Histopatologi dengan Pewarnaan

    Hematoxylin-Eosin ............................................................................. 74

    5. Proses fotosintesis ............................................................................... 75

    6. Data kepadatan S. platensis ................................................................. 78

    7. Data klorofil a ..................................................................................... 82

    8. Kadar MDA pada darah mencit yang telah diberi

    klorofil a S. platensis hasil kultur limbah ampas kecap

    dan klorofil a S. platensis komersil .................................................... 83

    9. Skoring histopatologi kerusakan hati mencit yang telah diberi

    klorofil a S. platensis hasil kultur limbah ampas kecap dan

    klorofil a S. platensis komersil serta diberi timbal

    sebagai pemicu radikal bebas ............................................................. 84

    10. Gambar standart skoring kerusakan hati mencit .................................

    11. Analisis statistik kepadatan S. platensis ............................................. 86

    12. Analisis statistik metode MDA ........................................................... 94

    13. Analisis statistik skoring histopatologi hati mencit ............................ 95

    14. Standart klorofil a ................................................................................ 97

    15. Standart malondialdehid (MDA)......................................................... 98

    16. Data Suhu Ruang (C) S. platensis..................................................... 99

  • 89

    17. Data alkalinitas (pH) media kultur S. platensis .................................. 100

    18. Data salinitas (ppt) media kultur S. platensis ..................................... 101

    19. Data Suhu air (C) media kultur S. platensis ..................................... 102

    20. Laporan Hasil Uji Kadar Nitrogen Pupuk Walne dan

    Limbah Ampas Kecap ........................................................................ 103

    21. Sertifikat Kelaikan Etik ....................................................................... 104

    I PENDAHULUAN

  • 90

    1.1 Latar Belakang

    Pertambahan populasi manusia diiringi perkembangan pembangunan di

    segala macam bidang menciptakan suatu dampak negatif bagi manusia itu sendiri.

    Manusia beraktivitas tanpa mengenal waktu, sehingga pola makan dan kesehatan

    tubuh mudah terganggu. Aktivitas manusia juga menciptakan suatu manipulasi

    lingkungan sehingga muncul berbagai pencemaran yang berakibat pada kesehatan

    tubuh manusia (Supyan, 2008). Permasalahan yang muncul menyebabkan muncul

    berbagai penelitian untuk menciptakan suatu suplemen yang bermanfaat sebagai

    sumber protein, peningkat daya imun tubuh dan antioksidan. Salah satu suplemen

    alami yang mudah untuk dibudidayakan adalah S. platensis (Susanna et al., 2007).

    S. platensis merupakan salah satu jenis alga yang memiliki kandungan gizi

    seperti protein berkisar antara 70 78 persen, karbohidrat berkisar antara 15 25

    persen, lemak berkisar antara 4 7 persen, serat berkisar antara 8 10 persen dan

    mineral berkisar antara 6 13 persen (Bhowmik et al., 2009). Selain itu juga

    mengandung S. platensis 1,6% klorofil a, 18% fikosianin, 17 % -Carotene

    (Promya et al., 2008). Klorofil a (Kusmita and Limantara, 2009) bermanfaat

    sebagai antioksidan. Pernyataan bahwa Klorofil a bermanfaat sebagai antioksidan

    dinyatakan pula oleh beberapa peneliti bahwa klorofil a juga bermanfaat sebagai

    senyawa anti kanker dan antioksidan (Harttig and Bailey, 1998).

    Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menunda atau menghambat

    reaksi oksidasi (Pokorny et al., 2001). Reaksi oksidasi berkaitan dengan stres

    oksidatif, melalui pembentukan molekul reactive oxygen species akibat pengaruh

    buruk radikal bebas. Radikal bebas diketahui dapat menginduksi penyakit kanker,

    arteriosklerosis dan penuaan, disebabkan oleh kerusakan jaringan karena oksidasi

  • 91

    (Kikuzaki and Nakatani, 1993). Radikal bebas dapat berasal dari pemaparan

    ultraviolet, polusi udara, senyawa berbahaya (insektisida), logam berat dan stress

    secara berlebihan. Manfaat dari antioksidan membuat produsen berupaya

    menghasilkan antioksidan sintetis. Antioksidan sintetis memiliki efektifitas yang

    tinggi namun kurang aman bagi kesehatan sehingga pengunaannya diawasi secara

    ketat (Pujimulyani, 2003).

    Tingginya kandungan nutrien dan manfaat yang didapat dari S. platensis

    memacu terjadinya peningkatan produksi spirulina untuk memenuhi kebutuhan

    manusia. Hal yang dapat mendorong peningkatan produksi Spirulina adalah

    peningkatkan pertumbuhan, yaitu meningkatkan jumlah sel (Isnansetyo and

    Kurniastuti, 1995). Harrison and Berges (2005) menyatakan bahwa salah satu cara

    untuk meningkatkan pertumbuhan fitoplankton adalah mengontrol kandungan

    nutrien baik makro maupun mikro pada media kultur.

    Salah satu alternatif untuk membuat media S. platensis dari bahan alami

    dengan biaya murah serta memiliki unsur makro dan mikro yang optimal adalah

    dengan memanfaatkan limbah ampas kecap. Ampas kecap berasal dari sisa hasil

    penyaringan kedelai yang telah difermentasi oleh Aspergillus oryzae.

    Pemanfaatan limbah ampas kecap sebagai pupuk akan mengurangi penggunaan

    pupuk kimia. Las (2006) menyatakan bahwa pupuk kimia telah mencemari

    sebagian sumber daya lahan, air, dan lingkungan. Penggunaan pupuk kimia

    meningkat enam kali lipat setiap tahun.

    Hasil pengujian PT. Lombok Gandaria (2009) pada limbah ampas kecap

    hasil buangan produksi menyebutkan bahwa ampas kecap tersebut mengandung

    nitrogen 1,98%, fosfor 0,28%, kalium 0,59%, kalsium 0,16%, magnesium 0,06%,

  • 92

    besi 0,01%, natrium 2%, mangan 11,26 ppm, seng 26,71 ppm, belerang 7,15ppm,

    klor 8,12% dan karbon organik 38%. Habib and Parvin (2008) menyatakan bahwa

    unsur hara yang dibutuhkan S. platensis terdiri dari unsur hara N, P, K, S, Mg, Ca,

    Na, Cl, Fe, Zn, Cu, Ni, Co dan Mo.

    Salah satu unsur yang penting dalam sintesis klorofil dan meningkatkan

    aktifitas antioksidan dari klorofil a (C55H72O5N4Mg) adalah magnesium.

    Magnesium merupakan komponen unsur logam utama sebagai atom pusat dari

    klorofil a dan defisiensi magnesium akan menghambat pembentukan klorofil a

    (Riyono, 2007). Hasil penelitian Granick (1948) pada sel Chlorella diketahui

    bahwa proses pembentukan klorofil terjadi setelah sintesis protoporfirin kemudian

    disisipkan magnesium. Hasil penelitian Endo et al., (1984) diketahui bahwa

    magnesium juga berfungsi dalam memperkuat aktifitas antioksidan yang dimiliki

    oleh klorofil. Berdasarkan hal inilah perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh

    limbah ampas kecap sebagai pupuk terhadap pertumbuhan S. platensis.

    1.2 Perumusan Masalah

    a. Apakah pemberian limbah ampas kecap sebagai pupuk organik dapat

    mempengaruhi kepadatan dan klorofil a dari S. platensis?

    b. Apakah aktifitas antioksidan (klorofil a) S. platensis yang dikultur pada

    media asal limbah ampas kecap berbeda dengan S. platensis komersil?

    c. Apakah histopatologi hati mencit yang telah diberi secara oral S. platensis

    (klorofil a) hasil kultur pada media asal limbah ampas kecap berbeda

    dengan S. platensis komersil?

    1.3 Tujuan

  • 93

    a. Mengetahui pengaruh pemberian limbah ampas kecap sebagai pupuk

    organik terhadap kepadatan dan klorofil a dari S. platensis.

    b. Mengetahui aktifitas antioksidan (klorofil a) S. platensis yang dikultur pada

    media asal limbah ampas kecap dibandingkan dengan S. platensis komersil.

    c. Mengetahui histopatologi hati mencit yang telah diberi secara oral S.

    platensis (klorofil a) hasil kultur pada media asal limbah ampas kecap

    dibandingkan dengan S. platensis komersil.

    1.4 Manfaat

    Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi ilmiah tentang

    pengaruh pemberian limbah ampas kecap sebagai pupuk organik dapat

    mempengaruhi kepadatan dan klorofil a dari S. platensis.. Hal tersebut disebabkan

    karena limbah ampas kecap memiliki nutrien kebutuhan yang dibutuhkan S.

    platensis . Selain itu manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dosis

    terbaik dari pupuk yang berasal dari limbah ampas kecap untuk mendapatkan

    kepadatan dan klorofil a dari S. platensis tertinggi. Hasil S. platensis dari

    penelitian tersebut digunakan untuk diuji kadar antioksidan. Diharapkan

    antioksidan yang dikultur pada media kultur asal limbah ampas kecap lebih baik

    dibandingkan dengan S. platensis komersil.

    II TINJAUAN PUSTAKA

  • 94

    2.1 Biologi Spirulina platensis

    2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi S. platensis

    Geitler (1925) menyatakan, klasifikasi S. platensis adalah:

    Empire : Prokaryota

    Kingdom : Bacteria

    Subkingdom : Negibacteria

    Phylum : Cyanobacteria

    Class : Cyanophyceae

    Subclass : Synechococcophycideae

    Order : Pseudanabaenales

    Family : Pseudanabaenaceae

    Subfamily : Spirulinoideae

    Genus : Spirulina

    Spesies : Spirulina platensis (Gambar 1.)

    1 2

    a b c

    Gambar 1. S. platensis a. S. platensis perbesaran 400x. b. S. platensis diamati

    mikroskop elektron (Tomaselli, 1997). c. S. platensis perbesaran 1000x

    Keterangan:

    1. Filamen 2. Sel A. Unit

    Habib and Parvin (2008) menyatakan bahwa S. platensis merupakan

    cyanobacteria yang memiliki dinding sel yang mirip dengan bakteri gram negatif

    yaitu mengandung peptidoglikan. S. platensis berbentuk filamen (Pelizer et al.,

    2002) berupa rangkaian trichome yang tersusun atas banyak sel berbentuk silidris

    (Richmond, 1986). Snchez et al. (2002) mengemukakan, panjang trichome 500

    m dengan lebar antara 6 - 12 m. Sel S. platensis yang berukuran kecil

  • 95

    berdiameter berkisar antara 1 - 3 m dan yang berukuran besar berdiameter antara

    3 - 12 m (Isnansetyo and Kurniastuty, 1995). Strohmeyer (2008) menyebutkan,

    Spirulina mempunyai pigmen fikosianin (biru), klorofil a (hijau) dan karotenoid

    (kuning kemerahan).

    2.1.2 Habitat S. platensis

    Spirulina merupakan fitoplankton yang dapat ditemukan di lingkungan yang

    berbeda, yaitu tanah, rawa, air tawar, air payau, air laut hingga danau garam

    (Habib and Parvain, 2008). Richmond (1986) menyatakan bahwa spirulina dapat

    bertahan hidup pada kadar garam berkisar antara 20 70 ppt. Lingkungan yang

    baik untuk pertumbuhan Spirulina adalah lingkungan yang kaya sinar matahari,

    curah hujan sedang, alkalinitas tinggi dan pH berkisar antara 7,2 - 9,5 (Isnansetyo

    and Kurniastuti, 1995). Akan tetapi, S. platensis dapat ditemukan di Danau

    Aranguadi Ethiopia dengan pH mencapai 10,3 (Richmond, 1986).

    2.1.3 Reproduksi S. platensis

    S. platensis berkembangbiak secara aseksual, yaitu membelah diri (Snchez

    et al., 2002). Ciferri (1983) menyatakan bahwa siklus reproduksi S. platensis

    berlangsung melalui pembentukan hormogonium. Pembentukan homogonium

    dimulai ketika salah satu atau beberapa sel yang terdapat ditengah trichoma

    mengalami kematian dan membentuk badan yang disebut cakram pemisah

    berbentuk bikonkaf. Sel-sel mati yang disebut nikridia tersebut akan putus.

    Trichoma kemudian terfragmentasi menjadi koloni sel yang terdiri atas 2 - 4 sel

    yang disebut hormogonium dan memisahkan diri dari filamen induk untuk

    menjadi trichoma baru. Hormogonium memperbanyak sel dengan pembelahan

  • 96

    pada sel terminal. Pada tahap akhir proses pendewasaan sel yang ditandai

    terbentuknya granula pada sitoplasma dan perubahan warna sel menjadi hijau

    kebiruan. Siklus hidup S. platensis dapat dilihat pada Gambar 2.

    Gambar 2. Siklus hidup S. platensis (Richmond, 1986)

    2.1.4 Pertumbuhan S. platensis

    S. platensis merupakan salah satu golongan fitoplankton yang dalam

    pertumbuhannya dapat ditandai dengan bertambah banyaknya jumlah sel yang

    secara langsung akan berpengaruh terhadap kepadatan fitoplankton (Habib and

    Parvin, 2008). Edhy et al. (2003) menjelaskan bahwa pertumbuhan fitoplankton

    terdiri atas empat fase, yaitu istirahat, eksponensial, stasioner dan kematian. Fase

    istirahat merupakan masa adaptasi setelah penambahan inokulum ke dalam media

    kultur. Pada fase istirahat ini terjadi peningkatan ukuran sel, tetapi populasi tidak

    mengalami perubahan karena belum terjadi pembelahan sel.

    Fase eksponensial diawali oleh pembelahan sel dengan laju pertumbuhan

    terus meningkat kemudian setelah itu, laju pertumbuhan menurun, namun jumlah

    populasi masih yang terus meningkat. Pada fase stasioner, jumlah populasi tidak

  • 97

    mengalami perubahan dibandingkan dengan puncak fase eksponensial. Laju

    pertumbuhan sama atau seimbang dengan laju kematian, sehingga kepadatan

    fitoplankton tetap. Fase kematian merupakan fase dimana terjadi penurunan

    kepadatan fitoplankton karena laju kematian lebih cepat daripada laju

    pertumbuhan (Isnansetyo and Kurniastuty, 1995).

    2.1.5 Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Pertumbuhan S. platensis

    Pertumbuhan S. platensis sangat tergantung kondisi lingkungan, untuk

    mendapatkan jumlah pertumbuhan populasi dan berat biomassa yang tinggi,

    dibutuhkan kondisi lingkungan yang mendukung. Faktor lingkungan yang

    berpengaruh terhadap pertumbuhan fitoplankton antara lain cahaya, suhu, pH, dan

    salinitas (McVey, 1983). Cahaya mutlak diperlukan sebagai sumber energi. Pada

    budidaya fitoplankton di laboratorium, cahaya matahari dapat digantikan dengan

    sinar lampu TL. Spirulina membutuhkan cahaya 1900 lux (lampu TL 40 W)

    selama 12 jam (Costa et al., 2002).

    Suhu optimum S. platensis untuk dapat tumbuh dengan baik, yaitu berkisar

    antara 25 - 35oC (Isnansetyo and Kurniastuty, 1995). Suriawiria (1985)

    menjelaskan, suhu sangat berpengaruh terhadap reaksi kimia. Jika reaksi kimia

    mengalami kenaikan suhu maka, kecepatan reaksi akan naik. Setiap kenaikan suhu

    10C dapat mempercepat reaksi 2 - 3 kali lipat, karena di dalam proses

    metabolisme terjadi suatu rangkaian reaksi kimia, maka kenaikan suhu sampai pada

    batas nilai tertentu dapat mempercepat proses metabolisme. Suhu tinggi yang

    melebihi suhu maksimum akan menyebabkan denaturasi protein dan enzim serta

    akan menyebabkan terhentinya proses metabolisme dalam sel.

  • 98

    Derajat keasaman merupakan titik sensitif pada mikroalga yang diukur pada

    skala satuan pH. Pada pH tertentu suatu enzim mengubah substrat menjadi hasil

    akhir, maka perubahan pH dapat membalik aktifitas enzim dengan mengubah hasil

    akhir kembali menjadi substrat (Dwidjoseputro, 1986). Isnansetyo and Kurniastuty

    (1995) menyatakan, pH optimum untuk S. platensis agar dapat tumbuh dengan baik,

    yaitu berkisar antara 7,2 9,5.

    Darley (1982) menyatakan, salinitas sangat berpengaruh terhadap

    pertumbuhan dan distribusi fitoplakton. Hal ini bisa diketahui dari aktifitas

    osmosis sel dalam penyerapan cairan. Sel akan menyerap segala macam cairan

    yang ada di luar membran sel yang memiliki kadar lebih rendah dibandingkan di

    dalam sel. Sebaliknya, sel akan mengeluarkan cairan jika kadar cairan di dalam

    sel lebih rendah dibandingkan di luar sel. Hasil penelitian Kebede (1997)

    menyatakan, salinitas yang optimal untuk pertumbuhan Spirulina adalah berkisar

    antara 30 40 ppt.

    2.2 Kebutuhan Nutrien S. platensis

    Pertumbuhan S. platensis memerlukan berbagai nutrien yang diabsorbsi dari

    lingkungannya. Secara umum, nutrien yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh

    digolongkan menjadi dua, yaitu makro dan mikro nutrien (Edhy et al., 2003).

    Makro dan mikro nutrien tersebut berperan dalam sintesa klorofil, unsur tersebut

    adalah nitrogen, magnesium, besi. Defisiensi unsur tersebut akan mencegah

    terjadinya sintesa klorofil yang disebut chlorosis (Riyono, 2007). Pada budidaya

    fitoplankton, media kultur digunakan sebagai tempat untuk tumbuh dan

    berkembang biak, sehingga ketersediaan unsur nutrien, baik makro maupun mikro

  • 99

    nutrien mutlak diperlukan dalam media kultur (Isnansetyo and Kurniastuty,

    1995).

    2.2.1 Nitrogen.

    Nitrogen merupakan salah satu molekul pembentuk klorofil, maka tidak

    mengherankan bila defisiensi unsur ini akan menghambat pembentukan klorofil

    (Riyono, 2007). Hasil penelitian Chaudhari et al., (1980) diketahui bahwa

    kebutuhan nitrogen yang dibutuhkan S. platensis untuk memperoleh pertumbuhan

    optimal adalah 2 g/L dari sampah segar yang ada di Environmental Engineering

    Research Institute India.

    Kaplan et al. (1986) menyatakan bahwa sumber nitrogen yang mudah

    diserap oleh S. platensis adalah dalam bentuk ammonium (NH4+), sedangkan

    Nybakken (1988) menyatakan bahwa nutrien anorganik utama yang paling

    dibutuhkan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembangbiak ialah nitrogen dalam

    bentuk nitrat. Ammonium dapat mudah diserap oleh cyanobacteria sebab

    memiliki bilangan oksidasi nitrogen -3.. Proses reduksi nitrat tersebut terjadi saat

    nitrat dengan bilangan oksidasi +5 tereduksi menjadi nitrit yang memiliki

    bilangan oksidasi nitrogen +3 kemudian nitrit tereduksi menjadi ammonium yang

    memiliki bilangan oksidasi nitrogen -3 (Kaplan et al., 1986).

    Nitrogen juga salah satu unsur dalam pembentukan klorofil, sehingga

    dengan peningkatan jumlah nitrogen maka akan meningkatkan jumlah klorofil

    (Nishio et al., 1985) sebab salah satu unsur pembentuk klorofil adalah nitrogen.

    Klorofil yang terdapat pada S. platensis adalah klorofil a dengan rumus kimia

    C55H72O5N4Mg. Peningkatan jumlah klorofil maka akan meningkatkan laju proses

    fotosintesis (Weissner, 1962). Lawlor (1993) menyatakan bahwa proses

  • 100

    fotosntesis mempengaruhi pertumbuhan organisme yang melakukan proses

    fotosintasis. Pada kondisi perairan yang kaya nitrogen, alga mensintesis protein

    yang berhubungan dengan struktur fungsional sel, sementara apabila kekurangan

    nitrogen sel-sel alga akan mengalihkan produk hasil fotosintesisnya menjadi

    senyawa-senyawa yang tidak mengandung nitrogen, seperti karbohidrat dan

    lemak (Klau, 2003).

    2.2.2 Magnesium

    Magnesium memegang peranan amat penting dalam proses kehidupan

    hewan dan tumbuhan. Magnesium (Mg) adalah satu-satunya unsur logam yang

    merupakan komponen utama, karena merupakan atom pusat dari klorofil dan

    defisiensinya akan menghambat (Riyono, 2007). Magnesium terdapat di dalam

    klorifil, yaitu yang digunakan oleh tumbuhan hijau untuk fotosintesis. Hasil

    penelitian Chaudhari et al., (1980) diketahui bahwa kebutuhan magnesium yang

    dibutuhkan S. platensis untuk memperoleh pertumbuhan optimal adalah 0,1 g/L

    dari sampah segar (daun dan sampah organik lainnya) di Environmental

    Engineering Research Institute India. Magnesium terdapat di klorofil dan juga

    bergabung dengan ATP (menjadikan ATP berfungsi dalam berbagai reaksi),

    mengaktifkan enzim yang diperlukan dalam fotosintesis mempercepat reaksi

    kimia, respirasi dan pembentukan DNA serta RNA (Salisbury and Ross, 1995).

    2.2.3 Besi (Fe)

    Besi merupakan nutrien yang penting di laut, selain itu juga merupakan

    komponen zat kimia penting yang sulit diukur dan dikontrol di media kultur

    (Harrison and Berges, 2005). Sandmann and Malkin (1983) menyatakan, besi

  • 101

    mempengaruhi pertumbuhan alga hijau biru. Hasil penelitian Hardie et al. (1982)

    diketahui bahwa terjadi penurunan pertumbuhan cyanobacteria Agmenellum

    quadruplicatum saat kadar besi di dalam media kultur menurun.

    Besi berperan dalam mempercepat proses reduksi nitrat (Kosakowska et al.,

    2006). Hasil penelitian Hardie et al. (1982) menyebutkan bahwa terjadi proses

    reduksi nitrat (NO3-) akan menghasilkan nitrit (NO2

    -) dan Kaplan et al. (1986)

    mengemukakan, reduksi nitrit (NO2-) akan menghasilkan ammonium (NH4

    +).

    Proses reduksi adalah hasil kerjasama antara besi sebagai kofaktor dengan enzim

    nitrat reduktase yang terjadi di membran thylakoid.

    2.3 Kandungan Gizi dan Manfaat S. platensis

    Dangeard (1940) dalam Snchez et al. (2003) melaporkan bahwa di daerah

    Afrika para penduduk mengkonsumsi sejenis alga. Leonard (1966) melaporkan

    bahwa alga yang dikonsumsi di daerah tersebut adalah spirulina. Sanchez et al.

    (2008) menyatakan bahwa pada tahun 1967 The International Association of

    Applied Microbiology menyatakan bahwa spirulina merupakan sumber makanan

    bagi masa depan. S. platensis telah dianalisa secara kimia memiliki kandungan

    nutrien yang sangat tinggi. Peng et al. (2005) mengemukakan bahwa kandungan

    dari Spirulina berupa protein berkisar antara 55 - 70 persen, karbohidrat berkisar

    antara 15 25 persen, asam lemak esensial 18 persen, vitamin dan mineral dua

    persen.

    Hasil penelitian Endo et al. (1985) diketahui bahwa klorofil menunjukkan

    aktifitas antiokasidan pada metil linoleat. Hasil penelitian Handoko (2005)

    menyatakan bahwa terjadi penurunan nilai Serum Glutamic Oxaloacetic

    Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamic Piruvic Transaminase (SGPT) dari

  • 102

    hati tikus wistar jantan yang telah dipapar karbon tetraklorida sebagai pemacu

    radikal bebas setelah diberi ekstrak daun Apium graviolens yang mengandung

    klorofil. Hasil penelitian Prangdimurti et al. (2006) menyatakan bahwa terjadi

    aktifitas antioksidan yang ditandai dengan penurunan kadar MDA serta

    peningkatan aktivitas enzim katalase dan superoksida dismutase (SOD) pada hati

    tikus Sprague Dawley jantan setelah diberi daun suji yang mengandung klorofil.

    2.4 Limbah Ampas Kecap

    Limbah ampas kecap merupakan sisa hasil buangan proses produksi kecap

    yang berbentuk padat. Kecap merupakan salah satu jenis bumbu khas Indonesia,

    baik di perdesaan maupun di perkotaan sehingga produsen terus mengembangkan

    usahanya (Nugroho et al., 1998). Peningkatan tersebut menyebabkan peningkatan

    pula pada limbah hasil sisa produksi (ampas kecap). Proses pembuatan kecap

    diawali dengan memfermentasi kedelai yang telah dicuci bersih kemudian diberi

    Aspergillus oryzae. Setelah proses fermentasi selesai dilakukan pemasakan

    kemudian setelah matang disaring. Hasil saringan padat merupakan limbah ampas

    kecap, sedangkan yang cair diolah lagi menjadi kecap dengan dengan

    penambahan gula dan bumbu. Pembuatan kecap secara fermentasi pada

    prinsipnya yaitu pemecahan protein, lemak dan karbohidrat menjadi senyawa

    yang lebih sederhana sehingga diperoleh pula ampas kecap yang memiliki

    senyawa sederhana (Ernawati, 2010). Limbah ini terus meningkat seiring dengan

    peningkatan kebutuhan manusia terhadap kecap sebagai bahan tambahan dalam

    mengolah masakan.

    Hasil uji PT. Lombok Gandaria (2009) terhadap limbah ampas kecap hasil

    produksinya (Lampiran 1), disebutkan bahwa limbah ampas kecap tersebut

  • 103

    mengandung nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg),

    besi (Fe), natrium (Na), mangan (Mn), seng (Zn), belerang (Zn), klor (Cl) dan

    karbon organic (C). Kandungan nutrien tersebut dapat dimanfaatkan sebagai

    pupuk alternatif pengganti pupuk kimia yang saat ini digalakan untuk dikurangi

    penggunaannya. Las (2006) menyatakan bahwa pupuk kimia telah mencemari

    sebagian sumber daya lahan, air dan lingkungan. Penggunaan pupuk kimia

    meningkat enam kali lipat setiap tahun.

    Limbah ampas kecap mengandung magnesium sebesar 0,06 %. Aminot and

    Rey (2000) menyatakan bahwa magnesium merupakan prekursor dalam

    pembentukan klorofil a dalam proses fotosintesis. Pernyataan tersebut telah

    dibuktikan dari hasil penelitian Granick (1948) pada isolasi magnesium

    protoporphyrin dari Chlorella diketahui bahwa sintesis klorofil diawali dengan

    sintesis protoporphyrin, tahap selanjutnya adalah penyisipan magnesium.

    Klorofil berfungsi sebagai antioksidan (Kamat et al., 2000). Hasil penelitian

    Endo et al., (1984) diketahui bahwa magnesium berfungsi dalam memperkuat

    aktifitas antioksidan yang dimiliki oleh klorofil.

    2.5 Proses fotosintesis

    Fotosintesis merupakan suatu proses pembentukan glukosa dari senyawa

    anorganik dengan bantuan energi cahaya. Pembentukan molekul glukosa

    memerlukan bahan anorganik (H2O dan CO2) dan energi sekitar 2000 kkal per

    mol glukosa. Selain bahan anorganik (CO2 dan H2O) diperlukan alat (antena)

    yang digunakan untuk menangkap energi cahaya disebut pigmen. Strickland

    (1960) menyatakan bahwa pigmen S. platensis berupa klorofil yang merupakan

    pusat penyerap energi cahaya. Lips and Avissar (1986) juga menyatakan bahwa

  • 104

    fikosianin dan karotenoid yang membantu penyerapan energi cahaya tersebut.

    Klorofil a yang dengan kuat mengabsorbsi cahaya biru dan merah dengan panjang

    gelombang (670 nm). Karotenoid yang mengabsorbsi cahaya hijau dan biru

    dengan panjang gelombang antara 400 - 540 nm dan fikosianin yang

    mengabsorbsi cahaya hijau dengan panjang gelombang antara 545 650 nm (Lips

    and Avissar, 1986).

    Proses fotosintesis terjadi pada kloroplas yang memiliki tumpukan kantung

    tipis disebut grana. Setiap kantung tipis pada satu grana disebut tilakoid. Tilakoid

    dikelilingi oleh membran yang merupakan tempat untuk menyimpan klorofil.

    Didalam kloroplas terdapat pula matriks seperti gel yang disebut stroma. Grana

    dan stroma yang berperan dalam proses fotosintesis. Fotosintesis terdiri dari dua

    reaksi yaitu reaksi terang dan reaksi gelap. Reaksi terang merupakan reaksi yang

    mengubah energi cahaya menjadi energi kimia. Reaksi terang ini terjadi di grana

    menghasilkan ATP dan NADPH. Reaksi gelap merupakan reaksi yang

    berlangsung pada stroma, memerlukan ATP, NADPH dan menghasilkan

    karbohidrat. Proses fotosintesis terdapat pada Lampiran 5.

    2.6 Klorofil a

    Struktur klorofil terdiri atas cincin porfirin dan rantai fitol. Elektron pada cincin berada dalam sistem

    terkonjugasi, sehingga dapat bergerak bebas. Akibatnya, cincin berpotensi menangkap atau melepaskan

    elektron, dan memberikannya pada molekul lain (Kurniasih, 2001)

    Kandungan klorofil alga berkisar 0,5-1,5 % bobot keringnya. Klorofil merupakan pigmen utama bagi

    alga dan merupakan pusat reaksi fotosintesis. Spirulina hanya memiliki klorofil a dari lima jenis klorofil

    yang ada pada tumbuhan; yaitu klorofil a, b, c, d, dan e. Keberadaan jenis klorofil lain selain klorofil a pada

    kultur Spirulina menunjukkan adanya kontmninasi oleh alga lain (Becker, 1994).

    Proses sintesis klorofil a diawali dengan proses pembentukan glutamat yang

  • 105

    terbetuk dari bahan cadangan karbohidrat bersama dengan NH4+. Proses

    pembentukan tersebut dapat pada Gambar 2. Proses ini terjadi di plastid (stroma

    kloroplas). Glutamat diaktifkan ke dalam bentuk Glu-tRNAGlu. Glutamat

    direduksi oleh Gluta-reduktase myl-tRNA (Glu-R) membentuk asam glutamat 1-

    semialdehid (GSA) yang kemudian dibentuk menjadi d-aminolevulinic acid

    (ALA) dengan bantuan enzim GSA amino trasferase.

    Gambar 3. Pembentukan glutamat (Kaplan et al., 1986)

    Dua molekul d-aminolevulinic acid (ALA) digunakan untuk membentuk

    por-phobilinogen (PBG). Empat molekul PBG membentuk menjadi tetrapyrrole

    linear, biasa disebut dengan hydroxymethylbilane, kemudian dibentuk menjadi

    uroporphyrinogen (uro) III. Uroporphyrinogen (uro) III direduksi menjadi

    kelompok metil, menghasilkan coproporphyrinogen (Copro) III dengan bantuan

    Uro III decarboxylase. Lalu, coproporphyrinogen (Copro) III direduksi

    membentuk protoporphyrinogen (Protogen) IX, yang kemudian dioksidasi

    menjadi protoporfirin (Proto) IX. Kemudian terjadi penyisipan sebuah Ion Mg2

    di pusat Proto-IX menjadi Mg-Proto-IX. Mg-Proto-IX merupakan alkohol untuk

    menghasilkan monomethyl ester Mg-Proto-IX (Mg-Proto-IX-Mme).

    COOH COOH

    CH2 + NH3 + NADPH + H+

    CH2 + NADP+ + NH2 + H2O

    CH2 CH2

    CO CHNH2

    COOH COOH

  • 106

    Gambar 4. Mekanisme sintesis klorofil (Schoefs and Bertrand, 2004)

    Setelah monomethyl ester Mg-Proto-IX terbentuk proses selanjutnya terjadi

    di membrane kloroplas. Langkah berikutnya adalah terbentuk cincin isocyclic

    sehingga menjadi protochlorophyl- LiDE (Pchlide) sintesis. Pchlide direduksi

    menjadi kloro-phyllide (Chlide), yang baik esterifikasi membentuk klorofil a

    (CHL) atau dioksidasi menjadi Chlide b (klorofil b). Mekanisme sintesis klorofil

    dapat diliahat pada Gambar 3 dan struktur kimia klorofil a dapat dilihat pada

    gambar 4.

  • 107

    Gambar 5. Klorofil a (Barr and Crane, 2005)

    2.7 Klorofil Sebagai Antioksidan

    Antioksidan adalah bahan untuk menangkal radikal bebas. Radikal bebas

    merupakan molekul yang mempunyai elektron pada orbit luarnya yang tidak

    berpasangan sehingga cenderung menarik elektron (Southorn and Powis. 1988).

    Molekul ini mempunyai reaktifitas tinggi dan cenderung membentuk radikal baru,

    sehingga terjadi reaksi rantai (chain reaction). Radikal bebas ini tidak stabil,

    kadar rendah, dan waktu paruh pendek sehingga sulit dideteksi. Radikal bebas

    secara normal terbentuk dalam jumlah kecil pada metabolisme normal karena

    untuk melawan mikroorganisme patogen. Pada keadaan tertentu misalnya

    terpapar sinar ultraviolet, menyebabkan konsentrasi radikal bebas meningkat

    sampai 300 kali. Keadaan ini dapat merusak membran sel, mengubah bentuk

    DNA, serta mengganggu proses metabolisme di dalam tubuh (Halliwell and

    Gutteridge, 1999). Efek radikal bebas dalam tubuh akan dinetralisir oleh

    antioksidan (electron donor) yang dibentuk oleh tubuh sendiri dan suplemen dari

    luar melalui makanan, minuman atau obat-obatan, seperti klorofil (Kamat et al., 2000).

  • 108

    Mekanisme antioksidan dalam menghambat proses oksidasi atau

    menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dikelompokkan menjadi dua

    yaitu antioksidan primer dan antioksidan sekunder. Antioksidan primer

    merupakan antioksidan yang mengikuti mekanisme pemutusan rantai reaksi

    radikal dengan mendonorkan atom hidrogen secara cepat pada suatu lipid radikal.

    Antioksidan sekunder merupakan antioksidan yang dapat menghilangkan

    penginisiasi oksigen maupun radikal atau bereaksi dengan komponen atau enzim

    yang menginisiasi reaksi radikal antara lain dengan menghambat enzim

    pengoksidasi dan menginisiasi enzim pereduksi atau mereduksi oksigen tanpa

    membentuk spesies radikal yang reaktif.

    Klorofil a sebagai antioksidan berperan sebagai pemecahan rantai radikal

    bebas dengan mendonorkan hidrogen. Radikal bebas Reaksi klorofil sebagai

    sebagai antioksidan (Endo et al., 1984) adalah:

    Tahap awal mekanisme antioksidan yaitu klorofil bertemu dengan radikal

    peroksi yang dihasilkan dari proses oksidasi minyak diubah kedalam bentuk

    kation radikal klorofil. Kation radikal klorofil berikatan dengan (-) radikal peroksi

    negatif membentuk ikatan kompleks radikal. Selanjutnya, ikatan kompleks

    bereaksi dengan radikal peroksi lain menghasilkan produk yang inaktif. Rantai

    reaksi yang melibatkan radikal bebas berhenti dengan reaksi ini.

    ROO + Klorofil ROO (-)

    + Klorofil (+)

    ROO (-)

    + Klorofil (+)

    + ROO Inaktif produk

  • 109

    2.8 Pengujian Antioksidan

    Metode Malondialdehid (MDA)

    Malondialdehid (MDA) kadang disebut malonaldehid, merupakan salah satu

    golongan aldehid yang dihasilkan akibat peroksidasi asam lemak poli tak jenuh

    yang mempunyai ikatan rangkap lebih. Peningkatan kadar MDA dalam suspensi

    lazim digunakan sebagai salah satu indikator untuk peroksidasi lipid membran

    (Halliwell and Gutteridge, 1999). Asam lemak tak jenuh ganda yang mengandung

    dua atau lebih ikatan rangkap sangat rentan terhadap oksidasi oleh radikal bebas

    atau molekul-molekul reaktif lainnya. Molekul reaktif seperti radikal hidroksil

    menarik atom hidrogen dari ikatan rangkap asam lemak tak jenuh dan membentuk

    radikal peroksil lipid. Radikal ini kemudian bereaksi dengan asam lemak tak

    jenuh lainnya membentuk hidroperoksida lipid dan radikal peroksil lipid yang

    baru, yang kemudian meneruskan reaksi oksidasi terhadap lipid lainnya, biasa

    disebut dengan auto-oksidasi lipid atau peroksidasi lipid. Proses tersebut juga

    akan membentuk endoperoksida siklik yang akan terurai menjadi malondialdehida

    (Kl et al., 2003).

    Malondialdehid (MDA) mempunyai berat molekul rendah merupakan satu

    dari beberapa molekul hasil penguraian endoperoksida lipid yang terbentuk

    selama proses peroksidasi lipid. MDA menjadi alat ukur yang paling banyak

    digunakan sebagai indikator peroksidasi lipid. Pengukuran kadar MDA dilakukan

    dengan dasar reaksi MDA dengan asam tiobarbiturat yang membentuk senyawa

    berwarna dan mengabsorbsi sinar dengan panjang gelombang 532 nm (Mardiani,

    2008). Senyawa berwarna tersebut dapat diukur konsentrasinya berdasarkan

    absorbansi warna yang terbentuk, dengan membandingkannya pada absorbansi

  • 110

    warna larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya menggunakan

    spektrofotometer.

    2.9 Timbal (Pb)

    Timbal (Pb) merupakan senyawa yang berasal dari pembakaran bahan bakar

    kendaraan bermotor, emisi industri, penggunaan cat bangunan dan lain-lain yang

    banyak ditemui di lingkungan sekitar dalam bentuk gas dan partikel. Sifat

    toksikologi timbal saat ini banyak diteliti terutama efek karsinogeniknya. Telah

    diketahui bahwa timbal dapat menyebabkan stres oksidatif dengan meningkatkan

    pembentukan radikal bebas dan menurunkan sistem antioksidan dijaringan. Stres

    oksidatif ini dapat menyebabkan kerusakan molekul-molekul dalam sel.

    Molekul lipid yang mengalami stres oksidatif akan mengalami autooksidasi atau

    yang lebih dikenal dengan peroksidasi lipid. Protein yang mengalami oksidasi

    menjadi tidak berfungsi dan DNA yang teroksidasi menjadi mutagen, karsinogen

    atau menyebabkan kematian sel (Ercal et al., 2001).

    Sel darah merah memiliki affinitas yang tinggi terhadap timbal (Pb). Setelah

    diresorbsi dari saluran pencernaan, timbal (Pb) masuk ke sirkulasi darah dan lebih

    dari 99% akan berikatan dengan eritrosit. Pada eritrosit 80% timbal (Pb) terdapat

    di sitoplasma sel dan 20% sisanya terdapat pada membran (Zhao et al., 2004).

    Beberapa faktor seperti konsentrasi oksigen tinggi, autooksidasi Hb dan kepekaan

    komponen membran terhadap peroksidasi lipid menyebabkan eritrosit peka

    terhadap stres oksidatif oleh karena timbal (Pb) (Gurer-Orhan et al., 2003).

    Kepekaan komponen membran disebabkan adanya asam lemak tak jenuh

    peroksidasi lipid yang ada pada membran tersebut.

  • 111

    Peroksidasi lipid adalah suatu reaksi rantai radikal bebas yang diawali

    dengan terbebasnya hidrogen dari suatu asam lemak tak jenuh ganda oleh radikal

    bebas. Radikal lipid yang terbentuk akan bereaksi dengan oksigen membentuk

    radikal peroksi-lipid dan lipid peroksida serta malondialdehyde (MDA) yang

    larut dalam air dan dapat dideteksi dalam darah. Konsekuensi penting dari

    peroksidasi lipid adalah meningkatnya permeabilitas membran dan menganggu

    distribusi ion-ion yang mengakibatkan kerusakan fungsi sel dan organela (Devlin,

    2002).

  • 112

    III KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN DAN HIPOTESIS

    3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

    S. platensis merupakan salah satu jenis alga yang sangat diminati sebagai

    suplemen kesehatan manusia sejak akhir tahun 1970 (Vonshak, 1997). Salah satu

    manfaat dari suplemen S. platensis adalah sebagai sumber antioksidan yang

    berasal dari klorofil a S. platensis. Peningkatan kebutuhan S. platensis akan terus

    terjadi seiring dengan peningkatan populasi manusia sehingga para produsen

    berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan hasil produksinya.

    Usaha yang dapat mendorong peningkatan produksi Spirulina adalah

    dengan meningkatkan pertumbuhan yang akan memacu peningkatan klorofil a

    (Kutner and Ajdar, 1905). Harrison and Berges (2005) menyatakan bahwa salah

    satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan adalah dengan mengoptimalkan

    kandungan nutrien baik makro maupun mikro pada media kultur. Salah satu

    alternatif untuk membuat media kultur S. platensis dari bahan alami dengan biaya

    murah serta memiliki unsur makro dan mikro yang optimal adalah dengan

    memanfaatkan limbah ampas kecap.

    Pemanfaatan limbah ampas kecap sebagai pupuk akan mengurangi

    penggunaan pupuk kimia. Hasil pengujian PT. Lombok Gandaria (2009) pada

    limbah ampas kecap hasil buangan produksi menyebutkan bahwa ampas kecap

    tersebut mengandung nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, besi,

    natrium, mangan, seng, belerang, klor dan karbon organik yang merupakan unsur

    penunjang pertumbuhan. Magnesium yang dimiliki limbah ampas kecap

    merupakan unsur penting dalam sintesis klorofil (Rissler et al., 2002).

  • 113

    Sntesis klorofil diawali dengan proses fotosintesis yang merupakan reaksi

    Fotosintesis merupakan suatu proses oksidasi air dan reduksi CO2 untuk

    membentuk karbohidrat (Salisbury and Ross, 1995). Cadangan karbohidrat dan

    NH3 membentuk glutamat kemudian menjadi protoporfirin. Setelah terbentuk

    protoporfirin terjadi penyisipan sebuah Ion Mg2 menjadi magnesium

    protoporfirin. Langkah berikutnya adalah terbentuk cincin isocyclic sehingga

    menjadi pchlide. Pchlide direduksi menjadi kloro-phyllide (Chlide), yang

    diesterifikasi membentuk klorofil a (Schoefs and Bertrand, 2004).

    Penyisipan magnesium dalam proses sintesis klorofil merupakan bukti

    pentingnya unsur tersebut. Hasil penelitian Granick (1948) pada sel Chlorella

    diketahui bahwa proses pembentukan klorofil terjadi setelah sintesis protoporfirin

    kemudian disisipkan magnesium. Magnesium merupakan komponen unsur logam

    utama sebagai atom pusat dari klorofil a dan defisiensi magnesium akan

    menghambat pembentukan klorofil a (Riyono, 2007).

    Klorofil a sebagai antioksidan merupakan senyawa yang dapat

    memperlambat atau mencegah proses oksidasi (Hudson, 1990). Antioksidan dapat

    menghambat laju oksidasi bila bereaksi dengan radikal bebas. Proses oksidasi

    mudah terjadi pada asam lemak tidak jenuh biasa disebut dengan reaksi

    peroksidasi lipid. Reaksi peroksidasi lipid dimulai dengan keluarnya atom

    hidrogen dari asam lemak tidak jenuh. Radikal lipid yang terbentuk kemudian

    bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksil. Akan terjadi reaksi rantai

    radikal, ketika radikal peroksil ini menarik atau mengeluarkan atom hidrogen dari

    molekul asam lemak yang lain. Rantai reaksi ini terus berlanjut jika radikal bebas

  • 114

    yang terbentuk bereaksi dengan molekul-molekul lain disekitarnya (Mardiani,

    2008).

    Mekanisme antioksidan klorofil yaitu klorofil bertemu dengan radikal

    peroksil yang dihasilkan dari proses oksidasi lemak diubah kedalam bentuk kation

    radikal klorofil. Kation radikal klorofil berikatan dengan (-) radikal peroxy negatif

    membentuk ikatan kompleks radikal. Selanjutnya, ikatan kompleks bereaksi

    dengan radikal peroxy lain menghasilkan produk yang inaktif. Rantai reaksi yang

    melibatkan radikal bebas berhenti dengan reaksi ini. Hasil penelitian Endo et al.

    (1984) diketahui bahwa magnesium juga berfungsi dalam memperkuat aktifitas

    antioksidan yang dimiliki oleh klorofil.

    Pengujian kadar antioksidan dapat dilakukan dengan metode

    malondialdehid (MDA). Metode MDA adalah metode dengan mengukur kadar

    malondialdehid yang merupakan produk hasil reaksi peroksidasi lipid pada darah

    sehingga akan terukur aktivitas antioksidan secara in vivo. Gil et al. (2010)

    menyatakan bahwa malondialdehid (MDA) merupakan produk hasil reaksin lipid

    peroksida. Mardiani (2008) menyatakan bahwa pengukuran kadar malondialdehid

    diawali dengan memacu kadar radikal bebas yang ada didalam tubuh hewan coba,

    salah satunya dengan logam berat (timbal). Uji histopatologi digunakan untuk

    melihat kerusakan jaringan akibat radikal bebas. Hasil pengujian tersebut

    diharapkan S. platensis sebagai antioksidan dapat menghambat proses radikal

    sehingga dapat menurunkan kadar lipid perosida (malondialdehid).

  • 115

    Mg2

    Bahan antioksidan alami

    Menstabilkan elektron

    tunggal akibat radikal

    bebas (Pb)

    Diuji dengan metode

    Malondialdehid

    Kadar lipid peroksida

    Klorofil

    a

    Kebutuhan bahan alami untuk meningkatkan antioksidan tubuh manusia

    Bahan alami (S. platensis)

    Protoporfirin (Proto)

    Kultur S. platensis

    Nutrien (memanfaatan limbah ampas kecap sebagai

    pupuk organik untuk proses fotosintesis)

    Hasil fotosintesis (karbohdirat) dan NH3

    Glutamat

    Bereaksi dengan komponen atau enzim yang

    menginisiasi reaksi radikal

    1. Inisiasi, 2. Propagasi, 3. Terminasi

    Diperkuat

    dengan uji

    Histopatologi

    Mg2

  • 116

    Gambar 6. Bagan kerangka konseptual penelitian

    3.2 Hipotesis Penelitian (H1)

    a. Terdapat pengaruh pemberian limbah ampas kecap sebagai pupuk organik

    terhadap kepadatan dan klorofil a dari S. platensis.

    b. Terdapat perbedaan aktifitas antioksidan (klorofil a) S. platensis yang

    dikultur pada media asal limbah ampas kecap dibandingkan S. platensis

    komersil.

    c. Terdapat perbedaan histopatologi hati mencit yang telah diberi secara oral S.

    platensis (klorofil a) hasil kultur pada media asal limbah ampas kecap

    dibandingkan dengan S. platensis komersil.

  • 117

    IV METODOLOGI PENELITIAN

    4.1 Waktu dan Tempat

    Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada tanggal 01 Agustus sampai

    dengan 30 Desember 2011 di Laboratorium Pendidikan Perikanan Fakultas

    Perikanan dan Kelautan, Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran,

    Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga,

    Laboratorium Budidaya Perikanan, Universitas Hang Tuah dan Balai Karantina

    Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas 1 Surabaya 1.

    4.2 Materi Penelitian

    Materi penelitian yang digunakan terdiri atas bahan dan alat penelitian.

    Bahan penelitian yang digunakan adalah S. platensis, limbah ampas kecap (PT.

    Lombok Gandaria Karanganyar), pupuk Walne (BBPAP Jepara) komposisi pada

    Lampiran 2, air laut (situbondo dan pasar ikan Gunung sari), aquades (Brataco),

    khlorin (Brataco), Na Thiosulfat (Brataco), alkohol (Brataco), klorofil a standart

    (nacalai-Japan), metanol absolut (Cat), etanol (1.06009.2500 dietil eter), buffer

    fosfat (Lab. Kimia, LPPMHP Surabaya), metanol KOH (Cat), Thiobabituric acid

    (Lab. Biokimia FK), larutan PBS (Lab. Biokimia FK) dan HCl (Sigma).

    Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah steroform, toples kaca

    volume 800 mL, aerator set, selang aerator, gabus, gelas ukur, erlenmeyer, pipet

    tetes, pipet volume, mikroskop, homogenezer, handtally counter, autoclave

    American 25X, haemacytometer, spectrophotometer 788B, sentrifuge Hettich

    EBA-20, stirer hot plate, refraktometer, pH paper, termometer, timbangan digital

    Ohaus PA 2102, timbangan digital OHAUS Analytical Balance PA413, lampu TL

    40 watt, kapas, corong air, kasa, aluminium foil, waterbath dan kertas saring.

  • 118

    4.3 Metode Penelitian

    4.3.1 Rancangan Penelitian

    Penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Penelitian tahap pertama bertujuan

    untuk mendapatkan dosis pupuk limbah ampas kecap terbaik untuk menunjang

    pertumbuhan S. platensis. Penentuan dosis perlakuan pada penelitian tahap I,

    berdasarkan kesetaraan konsentrasi nitrogen dalam media antara media dari

    limbah ampas kecap dengan media Walne (Lampiran 3). Penetilian tahap kedua

    bertujuan untuk mengetahui waktu hari diproduksi klorofil a S. platensis tertinggi

    (Hari ke berapa). Dosis pupuk yang digunakan pada penelitian tahap II,

    berdasarkan hasil penelitian tahap I.

    Penelitian tahap III betujuan untuk mengetahui efek pemberian S. platensis

    hasil kultur dengan menggunakan pupuk limbah ampas kecap dibandingkan

    dengan S. platensis komersil terhadap pengaruh radikal bebas yang dinyatakan

    dalam (parameter metode MDA). Dosis pupuk limbah kecap yang digunakan

    untuk produksi S. platensis pada penelitian tahap III, berdasar pada hasil

    penelitian tahap I. Umur kultur S. platensis yang diberikan pada mencit,

    berdasarkan hasil penelitian tahap II, yang menghasilkan ketiga pigmen klorofil a

    paling tinggi.

    Penelitian tahap III pada metode malondialdehid (MDA), pengujian aktifitas

    antioksidan S. platensis menggunakan hewan coba mencit secara oral yang

    sebelumnya telah diberi timbal (Pb) secara oral. Fauzi (2008) menyatakan, timbal

    (Pb) mampu sebagai pemacu peningkat kadar radikal bebas di dalam tubuh mencit

    yang diukur dengan metode malondialdehid (MDA). Desain penelitian

    ditampilkan pada Gambar 7.

  • 119

    Kultur S. platensis

    D A E B D C

    B F A E C A

    F B E C E F

    D C F D A B

    (PenelitianTahap I)

    Eksplorasi waktu produksi klorofil a

    Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7 Hari ke-8

    (Penelitian Tahap II)

    Perlakuan pada Mencit (Mus musculus)

    b a b b a b a b

    a a b a b a b a

    (Penelitian Tahap III)

    Gambar 7. Desain penelitian

    Keterangan :

    A : Dosis pemberian pupuk yang berasal dari limbah ampas kecap 0 mL/L

    B : Dosis pemberian pupuk yang berasal dari limbah ampas kecap 0,9 mL/L

    C : Dosis pemberian pupuk yang berasal dari limbah ampas kecap 1,8 mL/L

    D : Dosis pemberian pupuk yang berasal dari limbah ampas kecap 2,7 mL/L

    E : Dosis pemberian pupuk yang berasal dari limbah ampas kecap 3,6 mL/L

    F : Dosis pemberian pupuk Walne

    aa : Mencit yang diberi S. platensis komersil

    bb : Mencit yang diberi S. platensis hasil kultur dari limbah ampas kecap

    Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

    (RAL), sebab dalam penelitian ini semua dikondisikan sama kecuali perlakuan

    (Kusriningrum, 2008). Pada penelitian tahap I terdiri dari 6 perlakuan dengan 4

    ulangan. Pada penelitian tahap II (eksplorasi waktu produksi) terdiri dari 4

    ulangan. Pada penelitian tahap III terdiri dari 2 perlakuan dengan 8 ulangan.

    Dosis yang digunakan dalam penelitian tahap I berdasarkan kesetaraan

    konsentrasi nitrogen dalam media antara media dari limbah ampas kecap dengan

    media Walne (Lampiran 3). Hasil pengukuran nitrogen di Laboratorium Kimia,

    Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP)

    Provinsi Jawa Timur bahwa 100 g/L pupuk limbah ampas kecap mengandung

    nitrogen 1,3172 % dan pupuk Walne mengandung nitrogen 2,3835 %

  • 120

    (Lampiran 20). Pupuk Walne merupakan salah pupuk yang dapat memberikan

    pertumbuhan terbaik dari S. pletensis. Pernyataan ini sesuai dengan hasil

    penelitian Widianti (2009) bahwa pupuk Walne berpengaruh sangat nyata

    terhadap pertumbuhan S. platensis dibandingkan pupuk Zarrouk dan pupuk

    TMRL.

    4.3.2 Prosedur Kerja

    A. Sterilisasi Peralatan dan Media Kultur

    Kultur skala laboratorium merupakan kultur yang murni atau monospesies

    sehingga diperlukan kesterilan media kultur dan peralatan dengan proses

    sterilisasi. Kawachi and Nol (2005) mengemukakan, sterilisasi merupakan suatu

    proses untuk menjaga kondisi aseptik dengan cara menghilangkan atau membunuh

    mikroorganisme. Air laut yang akan digunakan untuk kultur dengan salinitas 32

    ppt disterilisasi menggunakan larutan khlorin. Air laut terlebih dahulu disaring

    dengan kapas yang diletakkan dalam corong air, kemudian disterilkan dengan

    khlorin 60 ppm selama 24 jam. Sisa-sisa khlorin dihilangkan dengan memberikan

    Na Thiosulfat 20 ppm dan diaerasi sampai khlorin hilang yang ditandai dengan

    bau khlorin sudah tidak ada. Air laut yang sudah steril disimpan dalam wadah

    yang tidak tembus cahaya dan tertutup rapat (Ekawati, 2005).

    Peralatan kultur yang akan digunakan dicuci sampai bersih kemudian

    dibilas air tawar dan dikeringkan. Peralatan yang terbuat dari kaca tahan panas

    harus ditutup dengan kapas dan kasa, kemudian peralatan tersebut dibungkus

    dengan aluminium foil. Setelah peralatan terbungkus, disterilisasi menggunakan

    autoclave pada suhu 121oC selama 15 menit. Peralatan yang tidak tahan panas

  • 121

    disterilkan dengan larutan klorin 150 ppm selama 24 jam, kemudian peralatan

    tersebut dibilas dengan air tawar hingga bersih dan bau khlorin hilang.

    B. Persiapan Limbah Ampas Kecap

    Limbah ampas kecap yang akan digunakan sebagai pupuk dalam

    penelitian diperoleh dari PT. Kecap Gandaria, jalan Raya Jaten Km. 7,

    Karanganyar, Surakarta, Jawa Tengah. Konsentrasi media kultur limbah ampas

    kecap yang akan digunakan dalam penelitian tahap I adalah 0,9 - 3,6 mL/L. Proses

    pembuatan media kultur limbah ampas kecap dimulai dengan pengeringan limbah

    ampas kecap menggunakan oven dengan suhu berkisar antara 60 - 70oC selama 24

    jam. Limbah ampas kecap yang sudah kering kemudian digiling menjadi serbuk.

    Serbuk limbah ampas kecap kemudian ditimbang sebanyak 10 g lalu

    dilarutkan dalam 100 mL aquades. Larutan limbah ampas kecap kemudian

    dimasukkan ke dalam erlenmeyer sambil disaring dengan kertas saring.

    Erlenmeyer yang berisi larutan limbah ampas kecap kemudian ditutup dengan

    gause (kapas yang balut dengan kasa) dan dibalut dengan aluminium foil lalu

    disterilkan menggunakan autoclave. Pembuatan larutan limbah ampas kecap

    kering untuk kultur Spirulina platensis menggunakan rumus (Rosales, 1982):

    Keterangan:

    Q = berat bahan yang dilarutkan (mg, gram)

    V = volume pelarut/ aquadest (mL, L)

    P = volume penggunaan dalam media kultur (mL/L)

    K = konsentrasi pupuk yang akan digunakan (ppm, mg/L)

    C. Penebaran Bibit S. Platensis

  • 122

    S. platensis murni diperoleh dari Balai Besar Budidaya Air Payau

    Situbondo. Bibit S. platensis dimasukkan ke dalam toples kaca dengan kepadatan

    10.000 unit/ml. Suryati (2002) mengemukakan, kepadatan optimum untuk kultur

    Spirulina sp. adalah 10.000 unit/ml. Unit Spirulina sp. yaitu 1 panjang gelombang

    (1 lembah 1 gunung). Jika dalam akhir penghitungan terdapat jumlah pecahan

    maka dibuat patokan bahwa pecahan diatas 0,5 dibulatkan menjadi 1 dan pecahan

    dibawah 0,5 tidak ikut dihitung. Penghitungan jumlah bibit (pengenceran) S.

    platensis untuk kultur menggunakan rumus (Edhy et al., 2003):

    Keterangan:

    V1 = Volume bibit untuk penebaran awal (ml)

    N1 = Kepadatan bibit/ stock S. platensis (unit/ml)

    V2 = Volume media kultur yang dikehendaki (L)

    N2 = Kepadatan bibit S. platensis yang dikehendaki (unit/ml)

    D. Kultur

    Kultur diawali dengan menghitung kepadatan stok bibit S. platensis yang

    dimiliki. Setelah diketahui, dilakukan penghitungan jumlah bibit (pengenceran)

    yang diinginkan, jumlah bibit yang dibutuhkan dikurangi jumlah media kultur

    yang diinginkan yaitu 0,5 liter, sehingga didapatkan jumlah air laut yang

    dibutuhkan. Media kultur yang digunakan dalam penelitian adalah air laut (32

    ppt). Air alut yang dibutuhkan dimasukkan dalam toples kaca kemudian

    ditambahkan larutan limbah ampas kecap sesuai dengan konsentrasi yang

    ditentukan. Selanjutnya, media kultur diletakkan di rak kultur lalu diberi aerasi

    dan siap dimasukkan bibit S. platensis dengan kepadatan yang diinginkan. Rak

    kultur ditutup dengan plastik hitam, upaya suhu ruang stabil, menghindari

  • 123

    kontaminan dan mengatur photoperiode. Lingkungan kultur dapat mempengaruhi

    pertumbuhan S. platensis, oleh karena itu lingkungan dikondisikan sama untuk

    setiap perlakuan. Lingkungan kultur S. platensis yang diharapkan dalam

    penelitian adalah suhu 28 - 32oC, salinitas 32 ppt, pH 8 - 9, intensitas cahaya 1800

    - 1900 lux dan photoperiod 12 jam keadaan terang dan 12 jam keadaan gelap.

    E. Perhitungan pertumbuhan populasi S. platensis

    Pertumbuhan populasi dihitung dengan cara menghitung jumlah unit S.

    platensis, tidak menghitung jumlah sel sebab sel S. platensis sulit diamati (ukuran

    kecil dan saling bertumpuk-tumpukan). Penghitungan dilakukan dengan

    menggunakan Sedgewick Raffter dan Handtally Counter untuk memudahkan

    perhitungan. Pengamatan pertumbuhan S. platensis dilakukan setelah 24 jam

    penebaran awal setiap hari. Weng et al. (2008) menyatakan bahwa pengamatan

    pertumbuhan Dinophyceae (fitoplankton) dilakukan 24 jam setelah penebaran

    awal setiap hari.

    Perhitungan dilakukan dengan rumus (Ekawati, 2005):

    ( )

    Keterangan:

    N = Kepadatan S. platensis (unit/ ml)

    d = Diameter bidang pandang (mm)

    n = Jumlah rata-rata S. platensis per bidang pandang (unit/ ml)

    F. Klorofil a

    Pengukuran kadar klorofil a menggunakan metode yang berasal dari

    Vonshak (1997). Sebanyak 10 mL hasil kultur S. platensis disentrifuge pada

    kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Hasil supernatan sentrifuge

  • 124

    dibuang dan pellet S. platensis yang berada di dasar tube diekstraksi dengan 10

    mL metanol absolut, didistrupsi dengan homogenezer dan diinkubasi pada suhu

    70 oC selama 2 menit. Setelah itu campuran disentrifuge pada kecepatan 3000 rpm

    selama 5 menit, filtrat yang diperoleh diukur serapannya pada panjang

    gelombang 665 nm. *Koefisien absorbansi : 169. Rumus perhitungan kadar

    klorofil a berasal dari Vonshak (1997) yaitu:

    Klorofil (mg/L) = Koefisien Absorbansi x A665

    G. Pemeliharaan Mencit

    Penelitian tahap ketiga ini terdiri dari dua perlakuan yaitu pemberian S.

    platensis komersil dan S. platensis hasil kultur dengan limbah ampas kecap. Setia

    perlakuan terdiri dari 12 ekor mencit. Mencit yang digunakan dalam penilitian

    untuk keseragaman berjenis kelamin jantan, memiliki berat berkisar antara 12 - 14

    gram. Tempat pemeliharaan mencit disebuah rak yang berada pada ruang tertutup

    memiliki beberapa buah jendela sebagai tempat sumber cahaya dan sirkulasi

    udara. Pakan yang diberikan berupa pellet komersil dan air minum berasal dari

    PDAM diberikan secara ad libitum. Sertifikat kelaikan etik sebagai tanda

    kelayakan dalam pemeliharaan hewan coba dapat dilihat dalam Lampiran 21.

    H. Pemberian S. platensis komersil dan S. platensis Hasil Kultur dengan Limbah Ampas Kecap yang telah Diberi Timbal (Pb) pada mencit

    Pemberian S. platensis hasil kultur dengan limbah ampas kecap pada mencit

    bertujuan untuk mengetahui aktifitas antioksidan dari S. platensis tersebut. S.

    platensis klorofil a bermanfaat sebagai antioksidan (Kusmita and Limantara,

    2009). Prangdimurti et al. (2006) menyatakan bahwa dosis klorofil pada

    pengujian aktivitas antioksidan menggunakan tikus yaitu 0,2 mg klorofil/10 gram

  • 125

    berat badan. Dosis pada penelitian ini didapatkan setelah dilakukan penelitian

    tahap 2 yaitu tahap pengujian kadar klorofil tertinggi dikonversikan dengan berat

    S. platensis kering. Hasil penelitian diketahui bahwa empat liter S. platensis yang

    diambil dari media kultur menghasilkan 1,6 gram berat S. platensis kering. S.

    platensis yang diambil dari media kultur sebanyak 10 mL mengandung klorofil a

    0,35 mg (pellet S. platensis dilarutkan ke dalam 10 mL metanol sehingga

    didapatkan hasil 0,035 mg/mL). Klorofil a 0,2 mg dapat diperoleh pada S.

    platensis sebanyak 2,2 mg S. platensis kering.

    S. platensis hasil kultur dengan limbah ampas kecap serbuk diberikan pada

    mencit dengan dosis 2,2 mg/10 gram berat badan. Sebagai pembanding digunakan

    serbuk S. platensis komersil dengan dosis sesuai S. platensis hasil kultur dengan

    limbah ampas kecap dosis 2,2 mg/10 g berat badan secara oral menggunakan

    jarum oral/gavage setiap hari selama 7 hari.

    Pengujian kadar antioksidan pada mencit diperlukan suatu zat yang dapat

    meningkatkan kadar radikal bebas sehingga dengan penambahan S. platensis

    dapat menurunkan kadar radikal bebas di dalam tubuh mencit. Bahan yang

    digunakan dalam penelitian ini adalah timbal (Pb). Hasil penelitian Mardiani

    (2008) bahwa pemberian timbal (Pb) dengan rentang konsentrasi terendah 0,05

    gram/10 g berat badan ternyata sudah dapat meningkatkan peroksidasi lipid yang

    diukur dengan kadar MDA plasma. Timbal (Pb) diberikan secara oral

    menggunakan jarum oral/gavage setiap hari selama tujuh hari.

    I. Metode Malondialdehid (MDA)

    Pengukuran kadar malondialdehid (MDA) dilakukan di Laboratorium

    Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga. Prosedur pemeriksaan

  • 126

    malondialdehid (MDA) sebagai berikut, sampel yang berupa darah mencit

    ditimbang sebanyak 1 g. Larutan PBS 9 mL dingin diambil lalu digerus kemudian

    disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Setelah itu diambil

    supernatannya lalu supernatan tersebut ditambahkan 1 mL larutan Thiobarbituric

    Acid (TCA) 0,37% dalam HCl 0,25 N. Setelah itu bahan tersebut dipanaskan

    dalam waterbath 80o C selama 15 menit lalu didinginkan pada suhu ruang selama

    60 menit. Setelah dingin, bahan tersebut dicentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm

    selama 15 menit. Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi dengan panjang

    gelombang 532 nm.

    J. Pengujian Histopatologi Hati Mencit

    Pemeriksaan histopatologi sampel dilakukan terhadap hati mencit yang

    diberi timbal (logam berat), klorofil a S. platensis hasil kultur dengan limbah

    ampas kecap ditambah timbal dan klorofil a S. platensis komersil ditambah timbal

    dan tanpa diberi perlakuan (kontrol negatif). Sampel hati mencit diproses sebagai

    blok parafin untuk pembuatan preparat histopatologi dan diwarnai dengan

    Hematoxilin and Eosin. Selanjutnya preparat diperiksa secara mikroskopik untuk

    mengetahui perubahan yang terjadi pada jaringan dari masing-masing sampel.

    Cara pembuatan preparat histopatologi dapat dilihat pada Lampiran 4 (Bell and

    Lightner, 1988 In Baumgartner et al. 2009). Preparat histopatologi hati mencit

    normal (sehat), diberi timbal (logam berat), klorofil a S. platensis hasil kultur

    dengan limbah ampas kecap plus timbal dan klorofil a S. platensis komersil plus

    timbal diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 1000x serta dilakukan

    skoring untuk menentukan tingkat kerusakan pada jaringan. Penilaian kerusakan

  • 127

    jaringan hati berdasarkan Wulandari (2008) diklasifikasikan menjadi empat

    kategori (Gambar terlampir pada