Uii Skripsi 06410090 Kurnia Budi Nugroho 06410090 KURNIA BUDI NUGROHO 6147973082 Bab 1
Lusi kurnia (06081181419023) tugas penelitian pendidikan
-
Upload
lusi-kurnia -
Category
Education
-
view
136 -
download
1
Transcript of Lusi kurnia (06081181419023) tugas penelitian pendidikan
PROPOSAL PENELITIAN PENDIDIKAN
OLEH :
Lusi Kurnia (06081181419023)
PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAR SRIWIJAYA
2016
Latar Belakang.
Pendidikan merupakan harga mati yang tidak dapat ditawar oleh manusia.
Tanpa pendidikan, manusia tidak akan bisa mencapai taraf hidup yang lebih baik
karena dalam pendidikan manusia akan diajarkan pada suatu proses pembentukan
kepribadian, pematangan akal, dan pemecahan masalah melalui ilmu yang ada.
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap
jenjang pendidikan dan mempunyai peran penting untuk mengembangkan sains
dan teknologi. Dibanding mata pelajaran lain, matematika dianggap mata
pelajaran yang sukar dipahami oleh sebagian siswa. Pada umumnya pembelajaran
berpusat pada guru dan siswa hanya menerima apa yang disampaikan guru,
sehingga siswa pasif dan kurang optimal dalam menggali kemampuan yang ada
pada diri siswa.
Hal ini dapat terlihat dari pelajaran matematika yang diberikan di semua
jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
sebagian di Perguruan Tinggi, tidak seperti halnya dengan mata pelajaran lain
yang hanya diberikan pada jenjang tertentu. Selain itu, matematika juga dapat
memberikan keterampilan kepada siswa untuk mampu menggunakan matematika
dan penalaran dalam memecahkan berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari
maupun dalam mempelajari ilmu lain
Kemampuan penalaran dalam pembelajaran itu penting. Siswa yang
mempunyai penalaran tinggi serta mampu mengkomunikasikan ide dengan baik
cenderung mempunyai pemahaman yang baik pula tentang apa yang telah
dipelajari dan mampu menyelesaikan masalah matematika yang dihadapi.
Sehingga penalaran berdampak pada hasil belajar matematika karena penalaran
matematika merupakan salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa
selain pemahaman, komunikasi dan pemecahan masalah. Dengan demikian
semakin baik tingkat penalaran matematika maka akan semakin baik pula hasil
belajar matematika dan begitu juga sebaliknya (Slamet HW, 2013). Penalaran
adalah salah satu kegiatan berfikir manusia untuk menarik kesimpulan yang sah,
yang dirumuskan dalam bentuk pernyataan-pernyataan, baik pernyatan tunggal
maupun pernyataan majemuk, dan disusun menurut formula atau kaidah tertentu
(Frans Susilo, 2012:7).
Pada kurikulum 2013 dituntut proses pembelajaran yang memfasilitasi
peserta didik agar memiliki kompetensi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan)
yang memadai untuk eksis pada abad 21 yang dapat dicirikan sebagai berikut
(Kemendikbud, 2013):
1. Pembelajaran diarahkan untuk mendorong siswa mencari tahu dari
berbagai sumber belajar, dengan melakukan observasi, bukan diberi tahu,
2. Pembelajaran diarahkan untuk mampu merumuskan masalah (menanya),
bukan hanya menyelesaikan masalah (menjawab)
3. Pembelajaran diarahkan untuk melatih berfikir analitis (pengambilan
keputusan) bukan berfikir mekanistis (rutin)
4. Pembelajaran menekankan pentingnya kerjasama dan kolaborasi dalam
menyelesaikan masalah
Pembelajaran dengan ciri-ciri tersebut adalah pembelajaran yang tidak
cukup hanya mengakomodasi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, namun
juga mengakomodasi proses mengamati, menanya, menalar, dan mencoba.
Pada pembelajaran matematika seorang guru hendaknya tidak memaksa
siswa menggunakan nalarnya untuk memecahkan masalah matematis. Karena jika
siswa tersebut dipaksa dan mereka tetap tidak bisa mengerjakannya, maka siswa
akan frustasi dan menganggap bahwa matematika itu sulit dan menakutkan. Hal
ini sesuai dengan pendapat Martuti (2008: 83), yang mengatakan bahwa
perubahan yang dipaksakan dalam waktu singkat tanpa tahapan yang wajar pada
siswa, akan sulit dilakukan. Ketika satu dua kali gagal, siswa akan frustasi dan
tidak yakin mampu melakukannya lagi sehingga dia tidak mau mencoba
melakukannya. Oleh karena itu perlu diupayakan suatu pembelajaran yang dapat
meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa.
Menurut Fogarty (dalam Rusman, 2012:243) Pembelajaran berbasis
masalah dimulai dengan masalah yang tidak terstruktur-sesuatu yang kacau. Dari
kekacauan ini siswa menggunakan berbagai kecerdasannya melalui diskusi dan
penelitian untuk menentukan isu nyata yang ada. langkah-langkah yang akan
dilalui oleh siswa dalam sebuh proses pembelajaran berbasis masalah adalah: (1)
menemukan masalah; (2) mendefinisikan masalah; (3) mengumpulkan fakta
dengan menggunakan KND (Know Need to Do); (4) pembuatan hipotesis; (5)
penelitian; (6) rephrasing masalah; (7) menyuguhkan alterntif; dan (8)
mengusulkan solusi.
Penalaran matematika dan materi matematika merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan
penalaran dipahami dan dilatih melalui belajar materi matematika (Depdiknas
dalam Shadiq, 2004). Kemampuan penalaran matematika merupakan suatu aspek
penting dan mendasar yang harus dimiliki oleh siswa, karena merupakan langkah
awal untuk mengembangkan segala macam kemampuan berfikir tingkat tinggi,
seperti kemampuan berfikir kreatif dan kritis. Selain itu, dapat juga digunakan
untuk menyelesaikan masalah-masalah lain, baik masalah matematika maupun
masalah kehidupan sehari-hari.Jika kemampuan penalaran seorang rendah, maka
akan sulit baginya untuk menyelesaikan berbagai macam bentuk masalah.
Dibalik pentingnya kemampuan penalaran matematika siswa, kemampuan
penalaran matematika siswa di Indonesia secara umum masih sangat
memprihatinkan, berdasarkan hasil berstandar internasional (International
standart test) yaitu International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun
2007, Literasi Matematika peserta didik Indonesia, hanya mampu menempati
peringkat 36 dari 49 negara. Sedangkan TIMSS 2011, Indonesia menempati
peringkat 38 dari 45 negara (Kemendikbud, 2011).Hal ini dapat pula dilihat dalam
laporan studi Programme for International Student Assessment (PISA). Untuk
literasi Sains dan Matematika, peserta didik usia 15 tahun pada tahun 2006 literasi
matematika berada pada peringkat ke 50 dari 57 negara, untuk hasil PISA 2009,
rangking Indonesia cenderung menurun. Indonesia berada pada peringkat ke 61
dari 65 negara. Untuk PISA 2012, Indonesia menduduki peringkat ke 64 dari 65
negara(OECD, 2013).
Rendahnya prestasi ini, disebabkan oleh rendahnya kemampuan penalaran
dan pemecahan masalah siswa. Karena soal tes berstandar internasioal TIMSS dan
PISA tidak hanya soal yang mengukur kemampuan soal biasa tapi disini akan
dilihat kemampuan siswa dalam bernalar dan memecahkan masalah, mulai dari
menganalisisnya, memformulasikannya dan mengkomunikasikan gagasannya
kepada orang lain. Selain itu, dimensi kognitif yang di uji terdiri dari empat
domain yakni : (a) pengetahuan fakta dan prosedur (b) menggunakan konsep (c)
memecahkan masalah rutin dan, (d) penalaran (OECD, 2013).
Secara garis besar matematika memiliki 4 cabang yaitu goemetri, analisis,
aljabar, dan aritmatika. Dalam hal ini aljabar memegang peranan yang sangat
penting dalam matematika karena semua yang berhubungan dengan aljabar
sangatlah dekat dalam kehidupan sehari-hari.Salah satu materi pada aljabar adalah
Aritmatika Sosial.Dengan mempelajari materi ini, siswa diharapkan dapat
menggunakan bentuk aljabar untuk menyelesaikan masalah aritmatika sosial dan
dapat menggunakannya dalam kegiatan ekonomi. Selain itu, menurut Solaikah
(2013:4) pentingnya materi ini karena tidak hanya disekolah saja tetapi materi ini
erat kaitannya dengan lingkungan masyarakat dan lebih khusus lagi dalam
lingkungan siswa sehari-hari dan materi aritmatika sosial merupakan salah satu
materi yang memungkinkan untuk memunculkan masalah. Sehingga dibutuhkan
penalaran dalam proses penyelesaiannya. Mengingat penggunaan materi
aritmatika sangat banyak ditemukan dalam masalah sehari-hari.
Pendekatan dan strategi yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan
penalaran adalah pendekatan scientific melalui strategi Problem Based Learning.
Pendekatan scientific merupakan pendekatan yang ditekankan pada kurikulum
2013. Dalam pendekatan ini meliputi kegiatan mengamati, menanya, menalar,
mencobaan dan membentuk jejaring. Pendekatan scientific atau pendekatan ilmiah
adalah mekanisme atau cara mendapatkan pengetahuan dengan prosedur yang
didasarkan pada suatu struktur logis yang terdiri atas tahapan kerja: (1) adanya
kebutuhan obyektif, (2) perumusan masalah, (3) pengumpulan teori, (4)
perumusan hipotesis, (5) pengumpulan data/informasi/fakta, (6) penarikan
kesimpulan (Sutama, 2010:7).
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik mengambil judul
penelitian “Kemampuan penalaran siswa untuk pembelajaran materi
peluang melalui pendekatan Scientific di kelas X SMA Tunas Bangsa
Palembang”
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Bagaimana kemampuan penalaran siswa pokok bahasan Peluang
melalui pendekatan Scientific di kelas X SMA Tunas Bangsa Palembang?”
Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kmampuan
penalaran siswa pokok bahasan peluang melalui pendekatan scientific di kelas
X SMA Tunas Bangsa Palembang.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
a. Siswa
dapat menggunakan kemampuan penalaran yang dibutuhkan dalam
mempelajari matematika sehingga dapat mencapai hasil belajar seperti yang
diharapkan.
b. Guru
dapat memberi masukan informasi terkini tekait pendekatan scientific dan
dapat dijadikan salah satu inovasi dalam pembelajaran matematika yang
menekankan pada kemampuan penalaran.
c. peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan meningkatkan
wawasan dan pengetahuan tentang pendekatan mengajar bagi guru yang
berkaitan dengan pembelajaran matematika, serta sebagai bekal bagi masa
depan sebagai seorang calon pendidik (guru).
Hipotesis
1. Hipotesis Penelitian
a. Hipotesis H0/Ho
1) Penggunaan pendekatan scientific tidak dapat meningkatkan
kemampuan penalaran matematis siswa di kelas X SMA Tunas
Bangsa Palembang.
2) Tidak terdapat respon yang berarti pada siswa kelas kelas X SMA
Tunas Bangsa Palembang terhadap pembelajaran matematika
dengan menggunakan pendekatan scientific kaitannya dengan
kemampuan penalaran matematis.
b. Hipotesis H1/Ha
1) Penggunaan pendekatan scientific dapat meningkatkan kemampuan
penalaran matematis siswa di kelas X SMA Tunas Bangsa
Palembang.
2) Terdapat respon yang berarti pada siswa kelas SMA Tunas Bangsa
Palembang terhadap pembelajaran matematika dengan
menggunakan pendekatan scientific kaitannya dengan kemampuan
penalaran matematis.
2. Hipotesis Statistik
a. H0/Ho = X1< X2
H1/Ha = X1> X2
b. H0/Ho = X1< X2
H1/Ha=X1>X2
KAJIAN TEORI
1. Hakikat Penalaran Matematik
Penalaran adalah suatu bentuk pemikiran, demikian dinyatakan oleh R.G. Soekadijo
(1985: 3). Adapun Suhartoyo Hardjosatoto dan Endang Daruni Asdi (1979: 10) memberikan
definisi penalaran sebagai berikut, “Penalaran adalah proses dari budi manusia yang berusaha
tiba pada suatu keterangan baru dari sesuatu atau beberapa keterangan lain yang telah
diketahui dan keterangan yang baru itu mestilah merupakan urutan kelanjutan dari sesuatu
atau beberapa keterangan yang semula itu.”
Mereka juga menyatakan bahwa penalaran menjadi salah satu kejadian dari proses
berfikir. Batasan mengenai berpikir yaitu, “Berpikir atau thinking adalah serangkaian proses
mental yang banyak macamnya seperti mengingat-ingat kembali sesuatu hal, berkhayal,
menghafal, menghitung dalam kepala, menghubungkan beberapa pengertian, menciptakan
sesuatu konsep atau mengira-ngira berbagai kemungkinan.”
Secara lebih tegas Suhartoyo Hardjosatoto dan Endang Daruni Asdi menyatakan
perbedaan antara penalaran dan berfikir sebagai berikut, “Memang penalaran atau reasoning
merupakan salah satu pemikiran atau thinking, tetapi tidak semua thinking merupakan
penalaran (1979: 10).” R.G. Soekadijo membuat kronologi mengenai terjadinya penalaran.
Proses berfikir dimulai dari pengamatan indera atau observasi empirik. Proses itu di dalam
pikiran menghasilkan sejumlah pengertian dan proposisi sekaligus. Berdasarkan pengamatan-
pengamatan indera yang sejenis, pikiran menyusun proposisi yang sejenis pula. Proses inilah
yang disebut dengan penalaran yaitu bahwa berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui
atau dianggap benar kemudian digunakan untuk menyimpulkan sebuah proposisi baru yang
sebelumnya tidak diketahui (Soekadijo, 1985: 6).
Menurut Drs. Kasdi Haryanta dalam artikel di blognya (http://kasdiharyanta-
kasdih.blogspot.com, diakses pada tanggal 25/10/14),
“Penalaran merupakan suatu corak atau cara seseorang mengunakan nalarnya dalam
menarik kesimpulan sebelum akhirnya orang tersebut berpendapat dan
dikemukakannya kepada orang lain. Penalaran seseorang mengungkapkan cara
kerja sistematis pola berpikirnya sehingga dimunculkanlah suatu opini
ataupendapat, konsep, dan gagasan.”
Masih mengenai definisi penalaran, Keraf (1982: 5) dalam Fadjar Shadiq (2004: 2)
menjelaskan penalaran (jalan pikiran atau reasoning) sebagai: “Proses berpikir yang berusaha
menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada
suatu kesimpulan”. Secara lebih lanjut, Fadjar Shadiq mendefinisikan bahwa penalaran
merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berfikir untuk menarik
kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa
pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.
Adapun Copi (1978) sebagaimana dikutip oleh Fadjar Shadiq (2007) menyatakan sebagai
berikut: “Reasoning is a special kind of thinking in whichinference takes place, in which
conclusions are drawn from premises” Berdasarkan definisi yang disampaikan Copi tersebut,
Fajar Shadiq menerjemahkan pernyataan Copi tersebut yaitu bahwa penalaran merupakan
kegiatan, proses atau aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu
pernyataan baru berdasar pada beberapa pernyataan yang diketahui benar ataupun yang
dianggap benar yang disebut premis. Dari definisi yang dinyatakan oleh Copi tersebut dapat
diketahui bahwa kegiatan penalaran terfokus pada upaya merumuskan kesimpulan
berdasarkan beberapa pernyataan yang dianggap benar. Istilah penalaran matematis dalam
beberapa literatur disebut dengan mathematical reasoning. Karin Brodie (2010: 7)
menyatakan bahwa, “Mathematical reasoning is reasoning about and with the object
ofmathematics.” Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa penalaran matematis adalah
penalaran mengenai dan dengan objek matematika. Objek matematika dalam hal ini adalah
cabang-cabang matematika yang dipelajari seperti statistika, aljabar, geometri dan
sebagainya. Referensi lain yaitu Math Glossary (http://www.surfnetparents.com) menyatakan
definisi penalaran matematis sebagai berikut, “Mathematicalreasoning: thinking through
math problems logically in order to arrive at solutions. It involves being able to identify what
is important and unimportantin solving a problem and to explain or justify a solution.”
Salah satu tujuan mata pelajaran matematika di sekolah adalah menggunakan penalaran
pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi,
menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Ini juga didukung
oleh Ball, Lewis & Thamel (dalam Widjaya, 2010) bahwa “mathematical reasoning is the
foundation for the construction of mathematical knowledge”. Hal ini berarti penalaran
matematika adalah fondasi untuk mendapatkan atau menkonstruk pengetahuan matematika.
Dengan demikian berarti guru di sekolah dasar dan menengah harus mengembangkan
kemampuan penalaran siswa dalam pembelajaran matematika, seperti yang dikemukakan
oleh Bambang Riyanto dalam laporan penelitiannya. Selanjutnya Jhonson dan Rising (1972)
menyatakan bahwa “mathematics is a creation of the human mind, concened primarily with
idea processes and reasoning”. Ini berarti bahwa matematika merupakan kreasi pemikiran
manusia yang pada intinya berkait dengan ide-ide, proses-proses dan penalaran. Dengan
demikian, guru matematika seharusnya mengembangkan kemampuan penalaran siswa di
dalam proses pembelajaran matematika, tetapi kenyataan di lapangan berdasarkan hasil
penelitian kemampuan penalaran siswa masih kurang, seperti yang dikemukakan oleh
laporan penelitian Priatna.
Menurut Amir Hulopi didalam tesisnya (2012) “Fokus pada kemampuan penalaran
matematika siswa, matematika danpenalaran merupakan dua hal yang tak terpisahkan,
dimana matematika dipahami dari penalaransedangkan penalaran dipahami dan dilatih
melalui belajar matematika.”
Dari pernyataan tersebut dapat dijelaskan oleh Enika Wulandari (2011) dalam studi
skripsinya, bahwa penalaran matematis adalah berpikir mengenai permasalahan-
permasalahan matematika secara logis untuk memperoleh penyelesaian dan bahwa penalaran
matematis mensyaratkan kemampuan untuk memilah apa yang penting dan tidak penting
dalam menyelesaikan sebuah permasalahan dan untuk menjelaskan atau memberikan alasan
atas sebuah penyelesaian.
Melalui kegiatan bernalar dalam matematika, diharapkan siswa dapat melihat bahwa
matematika merupakan kajian yang masuk akal atau logis. Dengan demikian siswa merasa
yakin bahwa matematika dapat dipahami, dipikirkan, dibuktikan, dan dievaluasi. Seperti
dinyatakan oleh Silver et al. (1990) bahwa dalam “doing mathematics” melibatkan kegiatan
bernalar.
Menurut Sugianto, Dian Armanto, Mara Bangun Harahap didalam jurnal nasionalnya,
“Fondasi dari matematika adalah penalaran (reasoning), salah satu tujuan terpenting
dari pembelajaran matematika adalah mengajarkan kepada siswa penalaran logika
(logical reasoning). Bila kemampuan bernalar tidak dikembangkan pada siswa,
maka bagi siswa matematika hanya akan menjadi materi yang mengikuti
serangkaian prosedur dan meniru contoh-contoh tanpa mengetahui maknanya.”
Menurut Jumanta dalam artikel ilmiahnya, dalam prosesnya penalaran dibedakan menjadi
dua.
a. Penalaran induktif
Secara formal dapat dikatakan bahwa induksi adalah proses penalran untuk sampai
pada suatu keputusan, prinsip, atau sikap yang bersifat umum dan khusus, beradasarkan
pengamatan atas hal-hal yang khusus.
Proses induktif dapat dibedakan:
1) Generalisasi, ialah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas jumlah gejala
dengan sifat-sifat tertentu untuk menarik kesimpulan mengenai semua atau sebagian
dari gejala serupa.
2) Analogi, adalah suatu proses penalaran untuk menarik kesimpulan tentang kebenaran
suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran gejala khusus lain yang memiliki sifat-
sifat esensial yang bersamaan.
3) Hubungan sebab akibat, Penalaran dari sebab ke akibat mulai dari pengamatan
terhadap suatu sebab yang diketahui. Berdasarkan itu, kita menarik kesimpulan
mengenai akibat yang mungkin ditimbulkan.
b. Penalaran deduktif
Penalaran deduktif didasarkan atas prinsip, hukum, atau teori yang berlaku umum
tentang suatu hal atau gejala. Berdasarkan prinsip umum itu, ditarik kesimpulan tentang
sesuatu yang khusus, yang merupakan bagiuan dari hal atau gejala itu. jadi, penalaran
deduktif bergerak dari hal atau gejala yang umum menuju pada gejala yang khusus.
Menurut Al Krismanto (1997), di dalam mempelajari matematika kemampuan penalaran
dapat dikembangkan pada saat siswa memahami suatu konsep (pengertian), atau menemukan
dan membuktikan suatu prinsip. Ketika menemukan atau membuktikan suatu prinsip,
dikembangkan pola pikir induktif dan deduktif. Siswa dibiasakan melihat ciri-ciri beberapa
kasus, melihat pola dan membuat dugaan tentang hubungan yang ada diantara kasus-kasus
itu, serta selanjutnya menyatakan hubungan yang berlaku umum (generalisasi, penalaran
induktif). Disamping itu siswa juga perlu dibiasakan menerima terlebih dahulu suatu
hubungan yang jelas kebenarannya, selanjutnya menggunakan hubungan itu untuk
menemukan hubungan-hubungan lainnya (penalaran deduktif). Jadi baik penalaran deduktif
maupun induktif, keduanya amat penting dalam pembelajaran matematika.
Departemen Pendidikan Nasional dalam Peraturan Dirjen Dikdasmen No.506/C/PP/2004
sebagaimana yang dikutip oleh Fadjar Shadiq (2005: 25) memberikan cakupan aktivitas
penalaran yang lebih luas sekaligus melengkapi penjelasan cakupan kemampuan penalaran
matematis dalam Math Glossary sebagai berikut:
a. Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram.
b. Mengajukan dugaan (conjectures)
c. Melakukan manipulasi matematika
d. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap beberapa
solusi.
e. Menarik kesimpulan dari pernyataan
f. Memeriksa kesahihan suatu argumen
g. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.
Berdasarkan beberapa definisi mengenai kemampuan penalaran matematis di atas maka
peneliti yakni Enika Wulandari (2011) dalam studi skripsinya, menetapkan definisi
kemampuan penalaran matematis pada penelitian ini sebagai kemampuan siswa untuk
merumuskan kesimpulan atau pernyataan baru berdasarkan pada beberapa pernyataan yang
kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya, yang ditandai dengan tujuh
indikator sebagai berikut:
a. Kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan
diagram.
b. Kemampuan mengajukan dugaan.
c. Kemampuan melakukan manipulasi matematika.
d. Kemampuan menyusun bukti, memberikan alasan terhadap suatu solusi.
e. Kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan.
f. Kemampuan memeriksa kesahihan suatu argumen.
g. Kemampuan menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat
generalisasi.
Dari seluruh uraian di atas menurut studi skripsi yang dilakukan oleh Hariyanti, dapat
disimpulkan bahwa kemampuan penalaran matematika adalah kemampuan atau kesanggupan
untuk melakukan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir secara sistematik
untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar pada
beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.
Kemampuan penalaran matematika ada dua jenis yaitu kemampuan penalaran deduktif dan
kemampuan penalaran deduktif. Indikator dari kemampuan penalaran matematika yaitu:
menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, diagram; mengajukan
dugaan; melakukan manipulasi matematika; memberikan alasan atau bukti terhadap
kebenaran solusi; menarik kesimpulan dari pernyataan; memeriksa kesahihan suatu argumen,
menemukan sifat atau pola dari suatu gejala matematis untuk membuat generalisasi.
Penalaran dalam matematika memiliki peran yang sangat penting dalam proses berfikir
seseorang. Materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan. Materi matematika dipahami melalui penalaran, dan penalaran dipahami dan
dilatihkan melalui belajar matematika. Ada dua tipe penalaran yang digunakan dalam menarik
sebuah kesimpulan yaitu :
1. Penalaran Induktif
Penalaran induktif diartikan sebagai penarikan kesimpulan yang bersifat umum atau
khusus berdasarkan data yang teramati. Nilai kebenaran dalam penalaran induktif dapat bersifat
benar atau salah. Beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran induktif diantaranya adalah:
a) Transduktif: menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu
diterapkan pada yang kasus khusus lainnya.
b) Analogi: penarikan kesimpulan berdasarkan keseruapaan data atau proses
c) Generalisasi: penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang teramati
d) Memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan: interpolasi dan ekstrapolasi
e) Memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada
f) Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, dan
menyusunkonjektur(Sumarmo, 2010:6)
Pada umumnya penalaran transduktif tergolong pada kemampuan berfikir matematika tingkat
rendah sedang yang lainnya tergolong berfikir matematik tingkat tinggi
2. Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati.
Nilai kebenaran dalam penalaran deduktif bersifat mutlak benar atau salah dan tidak
keduanyabersama-sama.Penalaran deduktif dapat tergolong tingkat rendah atau tingkat tinggi.
Beberapakegiatan yang tergolong pada penalaran deduktif di antaranya adalah:
a) Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu.
Kemampuan ini pada umumnya tergolong berpikir matematika tingkat rendah.
b) Menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa validitas
argumen,membuktikan, dan menyusun argumen yang valid. Kemampuan ini
tergolong berpikir matematika tingkat tinggi.
c) Menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan
pembuktiandenganinduksi matematika.Kemampuan ini tergolong berpikir
matematika tingkat tinggi.
(Sumarmo,2010:6)
Menurut Herdian (2010) menyatakan bahwa penalaran memiliki ciri-ciri yaitu:
1. Adanya suatu pola pikir yang disebut logika.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir
logis. Berpikir logis ini diartikan sebagai berpikir menurut suatu pola tertentu atau
menurut logika tertentu.
2. Proses berpikirnya bersifat analitik
Penalaran merupakan suatu kegiatan yang mengandalkan diri pada suatu analitik, dalam
kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analitik tersebut adalah logika penalaran
yang bersangkutan.
Sesuai dengan tingkat kognitif siswa, siswa SMA yang umumnya adalah tingkat berfikir
operasional konkret dan peralihan ke tingkat operasional formal, sehingga cara memperoleh
pengetahuan matematika pada diri siswa SMP/MTs banyak dilakukan dengan penalaran induktif.
Adapun indikator kemampuan penalaran menurut Peraturan Dirjen Dikdasmen No.
506/C/Kep/PP/2004 (Depdiknas, dalam Liyani, 2011 :10) yaitu seperti di bawah ini :
1. Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram.
Soal yang meminta siswa untuk menyajikan suatu pernyataan matematika baik lisan,
tulisan, gambar maupun diagram. Soal-soal yang ditampilkan setidaknya dapat
menggugah siswa untuk menyelesaikan permasalahan dengan model yang dikembangkan
sendiri oleh siswa.
2. Mengajukan dugaan.
Karakter utama soal jenis ini adalah meminta siswa menduga kemudian dibuktikan
dengan menampilkan beragam konsep yang dikuasai siswa yang ada hubungannya
dengan permasalahan yang diberikan.
3. Melakukan manipulasi matematika.
Soal dengan karakter ini memungkinkan siswa untuk melakukan apapun yang menurut
siswa perlu yang dapat membantunya mengingat kembali konsep yang telah dimengerti.
4. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran
solusi.
5. Menarik kesimpulan dari pernyataan.
Soal jenis ini menekankan pada kejelian siswa dalam menentukan kebenaran dari suatu
pernyataan yang diberikan.
Dalam menarik kesimpulan dari pernyataan, siswa menuliskan hasil penyelesaian dengan
menentukan harga yang harus dibayar dalam dua argumen tersebut lalu siswa dapat
menyimpulkan jawaban yang diperoleh dengan menentukan apakah terdapaat perbedaan
dari dua argumen tersebut.
6. Memeriksa kesahihan suatu argumen.
Soal biasanya dimulai dengan menyebutkan jawaban suatu masalah atau pernyataan yang
sengaja dibuat salah. Tujuannya hanyalah memancing ketelitian siswa untuk mengecek
kesahihan suatu argumen.
Dalam memeriksa kesahihan suatu argumen, siswa akan menentukan argumen mana
yang benar disertai alasan yang tepat.
7. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.
Biasanya soal yang ditawarkan merupakan soal yang meminta siswa untuk meneliti pola
dan secara tidak langsung akan membuat kesimpulan dari pola yang ditemukan.
Dalam Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi,
siswa akan mencari panjang, lebar dan tinggi dengan mengalikan 2 sehingga di hasilkan
perubahan volum.
2.1 Pendekatan Scientific
Pendekatan scientificatau lebih umum dikatakan pendekatan ilmiah merupakan
pendekatan dalam kurikulum 2013. Pendekatan ini pertama kali diperkenalkan ke ilmu
pendidikan Amerika pada akhir abad ke-19, sebagai penekanan pada metode laboratorium
formalistik yang mengarah pada fakta-fakta ilmiah (Hudson dalam Atsnan, 2013:2).Pendekatan
scientific merupakan suatu cara atau mekanisme pembelajaran untuk memfasilitasi siswa agar
mendapatkan pengetahuan atau keterampilan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu
metode ilmiah.Proses pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai non ilmiah.
Pendekatan non ilmiah dimaksud meliputi semata-mata berdasarkan intuisi, akal sehat,
prasangka, penemuan melalui coba-coba, dan asal berpikir kritis (Kemendikbud, 2013:142).
Pendekatan ini diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan peserta didik.
Pendekatan scientific dalam pembelajaran merupakan proses pembelajaran yang
memang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum
atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan
masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data
dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep,
hukum atau prinsip yang “ditemukan”.
Pendekatan scientific dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik
dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi
bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh
karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta
didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu
(Lazim, 2013:2)
Penerapan pendekatan scientific dalam proses pembelajaran merupakan perpaduan antara
proses pembelajaran yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, dilengkapi
dengan mengamati, menanya, menalar, mencoba dan mengkomunikasikan (Kemendikbud,
2013). Proses pembelajaran dengan pendekatanan scientific akan dilakukan dengan cara
mempelajari dari khusus ke umum (induktif) yang mencakup tiga ranah yaitu: sikap (afektif),
pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor). Pada ranah kognitif (pengetahuan) akan
mengamati materi ajar “apa”, afektif (sikap) tentang “mengapa”, dan psikomotorik
(keterampilan) tentang “bagaimana”. Sehingga apabila ketiga ranah tersebut semuanya
diterapkan dalam pembelajaran akan adanya keseimbangan antara kemampuan, kecakapan dan
pengetahuan. Dengan proses pembelajaran yang demikian maka diharapkan hasil belajar
melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.
2.2 Kriteria pendekatan Scientific
Dalam pembelajaran scientific, Suatu pendekatan pembelajaran dapat dikatakan sebagai
pembelajaran scientific, apabila memenuhi 7 kriteria berikut ini (Kemendikbud, 2013) :
1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan
logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng
semata.
2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka
yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir
logis.
3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam
mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi
pembelajaran.
4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan,
kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.
5. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi
pembelajaran.
6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem
penyajiannya.
2.3 Langkah- langkah pembelajaran melalui pendekatan Scientific
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan
menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Pendekatan saintifik atau pendekatan ilmiah ini memerlukan
langkah-langkah pokok pada gambar berikut berikut (Kemdikbud, 2013) :
Gambar 2.1 Langkah-langkah pendekatan scientific
Observing (mengamati)
Dalam langkah mengamati, peserta didik diberi kesempatan secara luas untuk
mengamati masalah yang diberikan melalui kegiatan-kegiatan, seperti, melihat, mendengar,
dan membaca. Mengamati objek matematika dapat dikelompokkan dalam dua macam
kegiatan yang masing-masing mempunyai ciri berbeda, yaitu:
a. Mengamati fenomena dalam lingkungan kehidupan sehari-hari yang berkaitan
dengan objek matematika tertentu.
b. Mengamati objek matematika yang abstrak.
1. Questioning (menanya)
Kegiatan “menanya” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam
Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi
yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapat informasi
tambahan tentang apa yang diamati.
Dalam kegiatan menanya, siswa diberikan kesempatan untuk mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan masalah yang diamati.Melalui kegiatan bertanya
dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa
ingin tahu semakin dapat dikembangkan.
Setelah mengamati dan merumuskan permasalahan (pertanyaan) pada objek
matematika, siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan permasalahan yang
diamati. Pertanyaan-pertanyaan tersebut berfungsi sebagai penuntun. Muatan pertanyaan
penuntun harus relevan dengan permasalahan dan jawabannya dapat memfasilitasi siswa agar
mudah dalam memperoleh pengetahuan atau keterampilan yang dipelajari sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Pertanyaan-pertanyaan penuntun seperti itu diharapkan
dapat menumbuhkan keingintahuan siswa. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru juga
dapat melatih tumbuhnya sikap kritis dan logis.
2. Associating (menalar)
Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah
yang dianut dalam Kurikulum 2013 merupakan penalaran ilmiah, meski penalaran nonilmiah
tidak selalu tidak bermanfaat. Dalam proses pembelajaran matematika, pada umumnya proses
menalar terjadi secara simultan dengan proses mengolah atau menganalisis kemudian diikuti
dengan proses menyajikan atau mengkomunikasikan hasil penalaran sampai diperoleh suatu
simpulan. Bentuk penyajian pengetahuan atau ketrampilan matematika sebagai hasil
penalaran dapat berupa konjektur atau dugaan sementara atau hipotesis.
Ada dua cara menalar, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran
deduktifmerupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari pernyataan-pernyataan atau
fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Penalaran
induktifmerupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari fenomena khusus untuk hal-
hal yang bersifat umum. Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada hasil
pengamatan inderawi atau pengalaman empirik.
Proses penalaran yang dilakukan secara induktif dan melibatkan proses tanya jawab
yang dapat terjadi antara guru-siswa, siswa-siswa, siswa-guru. Sehingga dalam proses
menalar juga terlibat proses menanya. Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan pada proses
menalar siswa dapat memperoleh pengetahuan baru.
Sesuai dengan tingkat berpikirnya, siswa SD/MI dan SMP/MTs yang umumnya dalam
tingkat berpikir operasional konkret dan peralihan ke tingkat operasional formal, sehingga
cara memperoleh pengetahuan matematika pada diri siswa SD/MI dan SMP/MTs banyak
dilakukan dengan penalaran induktif, sedangkan untuk siswa SMA/MA sudah mulai banyak
dilakukan dengan penalaran deduktif (kemendikbud 2013).
3. Experimenting (mencoba)
Berdasarkan hasil penalaran yang diperoleh pada tahap sebelumnya yakni berupa
konjektur atau dugaan sementara sampai diperoleh kesimpulan, maka selanjutnya perlu
dilakukan kegiatan ‘mencoba’. Kegiatan mencoba dalam proses pembelajaran matematika di
SMP/MTs ini dimaknai sebagai menerapkan pengetahuan atau keterampilan hasil penalaran
ke dalam suatu situasi atau bahasan yang masih satu lingkup, kemudian diperluas ke dalam
situasi atau bahasan yang berbeda lingkup.
Tahap mencoba ini menjadi wahana bagi siswa untuk membiasakan diri berkreasi dan
berinovasi menerapkan dan memperdalam pengetahuan atau keterampilan yang telah
dipelajari bersama guru.Pengalaman mencoba akan melatih siswa yang memuat latihan
mengasah pola pikir, sikap dan kebiasaan memecahkan masalah itulah yang akan banyak
memberi sumbangan bagi siswa dalam menuju kesuksesan mengarungi kehidupan sehari-
harinya.
4. Networking (mengkomunikasikan)
Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik
untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan
melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari
informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan
dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut.
Kegiatan mengkomunikasikandalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan
dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan,
kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.Adapun
indikator dan deskriptor kegiatan Siswa dalam pembelajaran dengan Pendekantan Scientific
adalah sebagai berikut:
1. Tahap Observing (Mengamati)
- Peserta didik mendengarkan penjelasan guru
- Peserta didik melakukan pengamatan dengan melihat gambar yang berhubungan
dengan permasalahan aritmatika sosial
- Peserta didik membaca fenomena/permasalahan yang diamati
2. Tahap Questioning (Menanya)
- Peserta didik mengajukan pertanyaan berkaitan dengan permasalahan yang di
amati.
- Peserta didik mengajukan pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan
tentang apa yang diamati
3. Tahap Asscociating (Menalar)
- Peserta didik menjawab pertanyaan-pertanyaan penuntun yang diberikan guru
dalam lembar LKS
- Peserta didik menemukan langkah penyelesaian.
4. Tahap Experimenting (Mencoba)
- Peserta didik menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh pada proses
mengamati, menanya, dan menalar dengan cara menyelesaikan permasalahan yang
berkaitan dengan materi aritmatika sosial
5. Tahap Networking (Membentuk Jejaring)
- Peserta didik berbagi informasi dengan mempresentasikan hasil dari diskusi dalam
menyelesaikan permasalahan di LKS
- Peserta didik menanggapi peserta didik / kelompok lainnya yang sedang presentasi
2.4 Kemampuan penalaran matematika dalam pembelajaran Scientific
Kurikulum 2013 menganut pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan
begitu saja dari guru ke siswa. Agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan,
siswa perlu didorong untuk bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk
dirinya dan mewujudkan ide-idenya. Siswa didorong untuk memiliki kemampuan untuk secara
aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan dalam proses
kognitifnya. Di dalam pembelajaran peserta didik difasilitasi untuk terlibat secara aktif untuk
mengembangkan potensi dirinya. Hal ini bearti darisegi kognitif pada pendekatan scientific,
siswa dituntut untuk lebih banyak memperdalam matematika dan sains sebagai upaya untuk
peningkatan kemampuan penalaran peserta didik.
Dalam proses pembelajaran scientific terdiri dari lima pengalaman belajar pokok yaitu :
mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengkomunikasikan. Pada proses
mengamati, siswa mencermati permasalahan yang diberikan oleh guru hal ini bearti dapat
melatih kemampuan mengajukan dugaan siswa. Selain itu terdapat proses diskusi yang
membahas permasalahan yang terdapat dalam lembar kegiatan siswa , hal ini bearti siswa sudah
dapat dilatih kemampuan menyajikan pernyataan matematika tertulis, mengajukan
dugaan,melakukan manipulasi matematika, memeriksa kesahihan suatu argumen, dan menyusun
bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi. Dalam kegiatan akhir
pembelajaran siswa membuat kesimpulan atas materi yang dipelajari, hal ini dapat melatih
kemampuan siswa dalam menarik kesimpulan dari pernyataan.
Untuk materi peluang, indikator penalaran tidak semuanya dapat digunakan.Jadi hanya
enam indikator yang dimunculkan dalam materi peluang. Pada indikator Menemukan pola atau
sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi sulit untuk digunakan dalam materi ini.
Menurut Nizar (2007:22) soal dengan karakteristik ini dirancang agar siswa meneliti sebuah pola
dan secara tidak langsung membuat kesimpulan dari pola yang ditemukan. Dalam materi
aritmatika sosial untuk membuat pola dari suatu konsep berhitung akan membentuk deret
aritmatika dan pelajaran tersebut nanti akan dipelajari di kelas XI. Jadi, enam indikator yang
dimunculkan dalam materi aritmatika sosial yaitu :
1. Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram
2. Mengajukan dugaan,
3. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap
kebenaran solusi.
4. Menarik kesimpulan dari pernyataan,
5. melakukan manipulasi matematika dan,
6. Memeriksa kesahihan suatu argumen.
Dengan memodifikasi pendapat Polya (dalam Marlina:2013), maka dapat ditentukan
langkah-langkah penyelesaian suatu persoalan matematika. Langka-langkah penyelesaiaan soal
matematika, meliputi:
1. Memahami masalah
2. Merencanakan penyelesaian
3. Melaksanakan perencanaan
4. Mengambil keputusan
Jika dilihat dari langkah-langkah diatas, maka dikatakan indikator tersebut tercapai
apabila ≥ 70% dari langkah-langkah penyelesaian jawaban persoalan matematika dapat
diselesaikan siswa atau terjawab oleh siswa.
Materi Pelajaran Peluang
PELUANG SUATU KEJADIAN
Definisi Peluang
Peluang Suatu kejadian yang diinginkan adalah perbandingan banyaknya titik sampel
kejadian yang dimaksud dengan banyaknya anggota ruang sampel tersebut (kejadian yang
mungkin). Peluang disebut juga dengan nilai kemungkinan. Contoh beberapa kejadian–
kejadian yang berhubungan dengan peluang atau kemungkinan :
Hari ini cuaca mendung, kemungkinan besar hari akan hujan
kemungkinan tim Portugal untuk merebut Piala Eropa/Euro 2008 sangat besar
Contoh soal :
Pada percobaan melempar sebuah dadu bermata 6, pada ruang sampelnya terdapat sebanyak 6
titik sampel, yaitu munculnya sisi dadu bermata 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Kejadian-kejadian yang
mungkin terjadi misalnya : Jika pada percobaan tersebut diinginkan kejadian munculnya mata
dadu prima maka mata dadu yang diharapkan adalah munculnya mata dadu 2, 3, dan 5, atau
sebanyak 3 titik sampel. Sedang banyaknya ruang sampel adalah 6, maka peluang kejadian
munculnya mata dadu prima
adalah
Nilai Peluang
Dimana : P (A) = peluang munculnya kejadian A n (A) = banyaknya kejadian A yang dimaksud
n (S) = banyaknya kejadian yang mungkin terjadi Nilai peluang suatu kejadian (P)
memenuhi :
0 < P (A) < 1
P (A) = 0, maka peluang kejadian tersebut tidak mungkin terjadi atau suatu kemustahilan
P (A) = 1, maka peluang kejadian tersebut merupakan kepastian.
Contoh Soal : Sebuah dadu berbentuk mata enam dilempar sekali. Tentukan nilai
peluang :
1. Munculnya mata dadu bilangan asli
2. Munculny mata dadu 7
Jawab :
1. Nilai peluang munculnya mata dadu bilangan asli adalah 1, karena merupakan suatu
kepastian.
2. Nilai peluang munculnya mata dadu 7 adalah 0, karena merupakan suatu kemustahilan
3. Frekuensi Harapan Frekuensi Harapan (fh) dari suatu kejadian adalah banyaknya
kemunculan kejadian yang dimaksud dalam beberapa kali percobaan. Ataudirumuskan:
Contoh soal : Sebuah dadu bermata enam dilempar sebanyak 120 kali. Berapa harapan
frekuensi akan muncul mata dadu 6?
METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui
gambaran tentang kemampuan penalaran siswa pokok bahasan peluang melalui pendekatan
Scientific yang akan dilaksanakan di kelas X SMA Tunas Bangsa Palembang.
2. Subjek Penelitian
Subjek yang akan diteliti adalah siswa kelas X SMA Tunas Bangsa Palembang sebanyak 20
siswa.
3. Teknik Pengumpulan data
a. Observasi
Teknik pengumpulan data ini akan dilakukan dengan cara observasi ini bertujuan
untuk mengetahui apakah kelima langkah utama (5M) yaitu observing (mengamati),
questioning (menanya), asscociating (menalar), experimenting (mencoba), dan networking
(membentuk jejaring/mengkomunikasikan) ada atau tidak dalam pembelajaran. Observasi
dilaksanakan oleh observer pada setiap pembelajaran selama penelitian.Adapun indikator
dan deskriptornya adalah sebagai berikut:
1. Tahap Observing (Mengamati)
- Peserta didik mendengarkan penjelasan guru
- Peserta didik melakukan pengamatan dengan melihat gambar yang berhubungan
dengan permasalahan aritmatika sosial
- Peserta didik membaca fenomena/permasalahan yang diamati
2. Tahap Questioning (Menanya)
- Peserta didik mengajukan pertanyaan berkaitan dengan permasalahan yang di
amati.
- Peserta didik mengajukan pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan
tentang apa yang diamati
3. Tahap Asscociating (Menalar)
- Peserta didik menjawab pertanyaan-pertanyaan penuntun yang diberikan guru
dalam lembar LKS
- Peserta didik menemukan langkah penyelesaian.
4. Tahap Experimenting (Mencoba)
- Peserta didik menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh pada proses
mengamati, menanya, dan menalar dengan cara menyelesaikan permasalahan yang
berkaitan dengan materi aritmatika sosial
5. Tahap Networking (Membentuk Jejaring)
- Peserta didik berbagi informasi dengan mempresentasikan hasil dari diskusi dalam
menyelesaikan permasalahan di LKS
- Peserta didik menanggapi peserta didik / kelompok lainnya yang sedang presentasi
B. Tes tertulis
Teknik pengumpulan data ini yang akan dilakukan dengan tes ini bertujuan untuk
mengetahui kemampuan penalaran matematika siswa yang di laksanakan pada akhir
penelitian pada pertemuan keempat. Tes yang akan disajikan berbentuk essay dan
dibuat melalui validasi. Hasilnya akan dianalisis untuk mengetahui kemampuan
penalaran siswa dalam menyelesaikan masalah matematika.
4. Tehnik Analisis Data
Yang dimaksud analisis data adalah cara mengelola data yang sudah diperoleh dari
dokumen. Agar hasil penelitian dapat terwujud sesuai dengan tujuan yang diharapkan maka
dalam menganalisis data penelitian ini menggunakan analisis model interaktif Milles dan
Huberman. Kegiatan pokok analisa model ini meliputi: reduksi data, penyajian data,
kesimpulan-kesimpulan penarikan/verifikasi (Milles dan Huberman, 2000: 20).
Adapun rincian model tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data yaitu proses pemilihan perhatian pada penyederhaan, pengabstrakan dan
transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan, reduksi data
merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,
membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan dengan cara sedemikian sehingga
kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi (Milles dan Huberman
2000 : 16).
2. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam pelaksanaan penelitian
penyajian-penyajian data yang lebih baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisis
kualitatif yang valid.
3. Menarik kesimpulan/Verifikasi
Setelah data-data direduksi dan disajikan, langkah terakhir adalah dilakukannya
penarikan kesimpulan: penarikan/verifikasi. Data-data yang telah didapatkan dari hasil
penelitian kemudian diuji kebenarannya. Penarikan kesimpulan ini merupakan bagian
dari konvigurasi utuh, sehingga kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama
penelitian berlangsung. Verifikasi data yaitu: pemeriksaan tentang benar dan tidaknya
hasil laporan penelitian. Sedang kesimpulan adalah tinjauan ulang pada catatan di
lapangan atau kesimpulan dapat diuji kebenarannya, kekokohannya merupakan
validitasnya. (Milles Huberman, 2000:19).
Berdasarkan uraian di atas maka reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan /
verifikasi sebagai suatu yang jalin-menjalin pada saat sebelum, selama dan sesudah
pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar, untuk membangun wawasan umum yang
disebut analisis. Kegiatan pengumpulan data itu sendiri merupakan siklus dan interaktif.
A. Observasi
Observasi yang akan dilakukan dengan melihat proses pembelajaran. Data yang akan
diperoleh melalui kegiatan observasi kemudian diberi skor.
a. Tiap indikator terdiri dari dua deskriptor. Kategori deskriptor yang tampak pada tiap
indikator disajikan pada Tabel 1
Tabel 3.1
Penyekoran data Observasi
Rentang Skor Kategori Observasi
0 Tidak ada deskriptor yang tampak
1 Satu deskriptor yang tampak
2 Dua deskriptor yang tampak
b. Semua skor yang akan diperoleh dikonversi menjadi skor akhir dengan menggunakan
rumus:
skor ak h ir= skor yangdiperole hskor maksimum
x100
(Djaali dan Muljono, 2008:103)
c. Skor akhir dari observasi dikonversi dengan kategoriskor yang disajikan pada Tabel
3.2
Tabel 3.2
Kategori Keterlaksanaan
Skor akhir Kategori Keterlaksanaan
≥ 75 Terlaksana
≤75 Tidak terlaksana
(Borich,1994)
Setelah diperoleh skor, kemudian dianalisis sehingga didapat skor akhir keterlaksanaan
pembelajaran siswa
B. Analisis Data Tes
Data kemampuan penalaran yang akan diperoleh dari data tes berformat uraian. Data tes
akan diperoleh dengan memeriksa lembaran tes yang kemudian dianalisis untuk melihat
tingkat kemampuan penalaran dengan cara menjumlahkan skor semua jawaban dari setiap
soal. Langkah-langkah yang akan dilakukan untuk menganalisis data tes adalah sebagai
berikut :
a. Membuat kunci jawaban dan rubrik penskoranpada masing-masing jawaban soal.
Adapun pedoman penskoran yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3
Rubrik penskoran soal penalaran
Skor Indikator Penskoran
4 Jawaban sempurna, respon (penyelesaian) diberikan secara lengkap dan
benar
3 Jawaban benar, tetapi respon (penyelesaian) yang diberikan memiliki
satu kesalahan yang signifikan
2 Jawaban benar secara parsial, namun respon (penyelesaian) yang
diberikan mengandung lebih dari satu kesalahan/kekurangan yang
signifikan
1 Jawaban salah, respon (penyelesaian) tidak terselesaikan secara
keseluruhan namun mengandung sekurang-kurangnya satu argumen yang
benar
0 Jawaban salah, respon (penyelesaian) didasarkan pada proses atau
argumen yang salah atau tidak mengandung respon sama sekali.
(modifikasi Thomson, 2006 : 8)
b. Memeriksa jawaban siswa. Memberikan skor sesuai dengan ketentuan rubrik
penyekoran.
c. Skor siswa yang akan diperoleh dibuat bentuk nilai dengan rentang (0-100)
menggunakan aturan sebagai berikut:
Nilai Siswa = jumlah skor yang diperoleh siswa
jumlahskor maksimum x 100
d. Untuk menentukan kategori tingkat kemampuan penalaran siswa dalam
menyelesaikan soal-soal. Rata-rata nilai kemampuan siswa diklasifikasikan ke
dalam kategori sesuai dengan tabel di bawah ini :
Tabel 3.4
kategori Kemampuan Penalaran Siswa
Nilai Kategori
85 – 100
70 - 84
56 - 69
41 - 55
0 – 40
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat Kurang
(Modifikasi Arikunto, 2009: 245)
e. Untuk menentukan ketercapaian tingkat kemampuan penalaran siswa per-
indikator, maka setiap indikator akan dikatan tercapai apabila ≥ 70% siswa dapat
menyelesaikan soal tes tersebut.
5. Prosedur Penelitian
prosedur penelitian yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1. Persiapan Penelitian
a. Melakukan pengurusan izin.
b. Menentukan subjek penelitian.
c. Membuat dan mempersiapkan RPP
d. Menyiapkan media pembelajaran berupa LKS
e. Menyiapkan soaltes berupa soal penalaran matematika.
f. Validasi instrumen
2. Pelaksanaan Penelitian
a. Mengobservasi keterlaksanaan guru yang sedang melaksanakan kegiatan pembelajaran
matematika dengan pendekatan scientific.
b. Pengambilan data penelitian berupa observasi dan tes
c. Analisis data
3. Pelaporan Penelitian
Setelah selesai semua pelaksanaan penelitian, maka data yang akan didapat kemudian
dianalisis, yang kemudian disajikan dalam hasil penelitian dalam bentuk skripsi
6. JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN
No Nama Kegiatan
Jadwal PelaksanaanOktober November Desember
1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 51 Menentukan Judul
Proposal2 Penyusunan Proposal
3 Menentukan Subjek Penelitian
4 Penyusunan Instrumen
5 Uji Coba Instrumen
6 Pelaksanaan Siklus 1
7 Pelaksanaan Siklus 2
8 Wawancara dan Angket
9 Pengumpulan Data
10
Menganalisis Data
11
Menarik Kesimpulan
12
Penyempurnaan Laporan
Daftar Pustaka
Thompson, Jill. 2006. Assessing Mathematical Reasoning: An Action Research Project.www.tp.edu.sg/files/../assessing.reasoning.pdf. Diakses tanggal 29 Januari 2014.
Tim Penyusun Kamus. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Bani, Asmar. 2011. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Penemuan Terbimbing, SPS,UPI,Bandung. Tersedia pada: http:// .upi.edu/file/2-Asmar_Bani.pdf . Diakses yanggal 20 April 2014.