LTM+4 Diagnosis+Diabetes+Mellitus

6
Diagnosis Diabetes Mellitus Ardeno, 0706258763 Diagnosis Diagnosis DM Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Untuk penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah permeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini: Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara: Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien, serta murah sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga, dengan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, tetapi memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit dilakukan berulang- ulang dan dalam praktik sangat jarang dilakukan. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) tergantung dari hasil yang diperoleh. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140-190 ml/dl (7,8-11,0 mmol/l). GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100-125 mg/dl (5,6-6,9 mmol/l). Banyak individu dengan TGT biasanya euglikemik pada kehidupan sehari-hari dan dapat memiliki kadar hemoglobin terglikosilasi yang normal atau mendekati normal. Subjek- sbujek ini juga memiliki kadar glukosa plasma puasa dalam rentang normal (<100mg/dl/ 6,1 mmol/l) dan seringkali gangguan metabolisme glukosa ini bermanifestasi hanya ketika diberikan tes toleransi glukosa oral. Kriteria Diagnosis DM 1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl (11,1 mmol/l). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Atau 2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl (7,0 mmol/l). Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. Atau 3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl (11,1 mmol/l). TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air. Pemeriksaan Penyaring

description

diabetes

Transcript of LTM+4 Diagnosis+Diabetes+Mellitus

Page 1: LTM+4 Diagnosis+Diabetes+Mellitus

Diagnosis Diabetes MellitusArdeno, 0706258763

DiagnosisDiagnosis DMDiagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Untuk penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah permeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:

Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara: Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl sudah cukup untuk

menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien, serta

murah sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga, dengan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik

dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, tetapi memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit dilakukan berulang-ulang dan dalam praktik sangat jarang dilakukan.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) tergantung dari hasil yang diperoleh.

TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140-190 ml/dl (7,8-11,0 mmol/l).

GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100-125 mg/dl (5,6-6,9 mmol/l).

Banyak individu dengan TGT biasanya euglikemik pada kehidupan sehari-hari dan dapat memiliki kadar hemoglobin terglikosilasi yang normal atau mendekati normal. Subjek-sbujek ini juga memiliki kadar glukosa plasma puasa dalam rentang normal (<100mg/dl/ 6,1 mmol/l) dan seringkali gangguan metabolisme glukosa ini bermanifestasi hanya ketika diberikan tes toleransi glukosa oral.

Kriteria Diagnosis DM1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl (11,1 mmol/l). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil

pemeriksaan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Atau2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl (7,0 mmol/l). Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori

tambahan sedikitnya 8 jam. Atau3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl (11,1 mmol/l). TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan

beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

Pemeriksaan PenyaringPemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko DM, tetapi tidak menunjukkan adanya gejala DM.Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT, maupun GDPT sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM. Keuda keadaan tersebut merupakan faktor risiko terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari.Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok yang memiliki salah satu faktor risiko DM.Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosadarah puasa. Apabila pada pemeriksaan penyaring ditemukan hasil positif, maka perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa atau dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar.Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal, serta pada umumnya tidak diikuti dengan rencana tindak lanjut bagi mereka yang diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring juga dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up.

Langkah-Langkah Diagnostik DM dan Gangguan Toleransi Glukosa

Page 2: LTM+4 Diagnosis+Diabetes+Mellitus

Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)Kadar Glukosa Preparat

laboratoriumBukan DM Belum Pasti DM DM

Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl)

Plasma vena <100 100-199 ≥200Darah kapiler <90 90-199 ≥200

Kadar glukosa darah puasa (mg/dl)

Plasma vena <100 100-125 ≥126Darah kapiler <90 90-99 ≥100

Catatan:Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkankelainan hasil, dilakukan ulangan tiap tahun. bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukansetiap 3 tahun.

Tes Toleransi Glukosa OralTTGO jarang diindiksikan karena dalam keseharian elbih sering digunakan kadar glukosa plasma puasa untuk diagnosis (lebih murah, cepat, nyaman, dan lebih diterima oleh pasien, dapat diperbanyak, dan murah). Pengambilan sampel untuk TTGO saat ni direkomendasikan hanya memerlukan puasa semalam dan pengambilan pada saat 2 jam setelah pemberian beban glukosa 75 gram. Sampel pada 30, 60, dan 90 menit tidak dibutuhkan lagi.

Page 3: LTM+4 Diagnosis+Diabetes+Mellitus

Jika kadar glukosa plasma puasa di antara 110 dan 126 mg/dl (glukosa darah puasa terganggu), TTGO dapat dilakukan, terutama pada laki-laki dengan disfungsi ereksi atau perempuan yang telah melahirkan bayi dengan berat badan di atas 4,1 kg atau mengalami infeksi jamur pada vagina yang rekuren.

Cara pelaksanaan TTGO: Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap

melakukan kegiatan jasmani seperti biasa. Untuk mengoptimalisasi sekresi dan efektivitas insulin, minimum 150-200 gram karbohidrat per hari harus dimasukkan dalam menu makanan selama tiga hari ini.

Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.

Diperiksa kadar glukosa darah puasa. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250-300 ml dan

diminum dalam waktu 5 menit. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa. Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

InterpretasiToleransi Glukosa Normal

Toleransi Glukosa Terganggu

Diabetes Mellitus

Glukosa plasma puasa (mg/dl)

<100 100-125 ≥126

Dua jam setelah beban glukosa (mg/dl)

<140 ≥140-199 ≥200

Hasil positif palsu dapat terjadi pada pasien malnourished pada saat tes, bedridden, atau terserang infeksi atau stress emosional parah. Hasil positif palsu juga dapat disebabkan oleh diuretik, kontrasepsi oral, glukokortikoid, thyroxine berlebihan, fenitoin, asam nikotinat, dan beberapa obat psikotropik.

Pemeriksaan Kadar InsulinUntuk mengukur kadar insulin selama tes toleransi glukosa, serum atau plasma harus dipisahkan dalam 30 menit setelah pengambilan spesimen atau dibekukan sebelum penilaian.

Kadar insulin immunoreaktif normal adalah 5-20 µU/ml pada saat puasa, mencapai 50-130 µU/ml pada satu jam, dan biasanya kembali ke kadar di bawah 30 µU/ml dalam 2 jam.

Kadar insulin jarang memliliki kegunaan klinis selama tes toleransi glukosa karena: ketika kadar glukosa puasa melebihi 120 mg/dl, sel-sel β secara umum responsnya akan berkurang terhadap derajat hiperglikemi lebih lanjut (diabetes tipe apa pun). Ketika kadar glukosa di bawah 120 mg/dl, hiperinsulinemia lambat dapat terjadi sebagai hasil resistensi insulin pada diabetes tipe 2. Namun, hal itu juga dapat terjadi dalam bentuk ringan pada fase awal diabetes tipe 1 ketika pelepasan insulin awal yang lambat pada hiperglikemia lanjut yang dapat menstimulasi sekresi insulin berlebih dalam 2 jam.

Tes Toleransi Glukosa IntravenaTes ini dilakukan dengan memberikan infus cepat glukosa diikuti dengan pengukuran glukosa plasma berkelanjutan untuk menentukan laju menghilangnya glukosa per menit. Laju menghilangnya ini mencerminkan kemampuan pasien dalam mendisposisikan beban glukosa.

Penggunaannya paling luas adalah untuk screening saudara kandung pada risiko diabetes tipe 1 untuk menentukan apakah destruksi autoimun dari sel-sel β telah mengurangi respon insulin puncak (pada 1-5 menit setelah bolus glukosa) pada kadar di bawah batas bawah 40µU/ml. Tes ini juga digunakan untuk mengevaluasi toleransi glukosa pada pasien dengan abnormalitas gastrointestinal (seperti malabsorpsi). Tes ini relatif tidak sensitif dan kriteria yang cukup untuk diagnosis diabetes belum ada untuk berbagai kelompok usia.

Persiapan tes sama seperti TTGO.Prosedurnya:

Akses intravena dibuat dan pasien diberikan bolus 50 g glukosa per 1,7 m2 luas permukaan tubuh (atau 0,5 g/kg berat badan ideal) dalam bentuk larutan 25% atau 50% selama 2-3 menit.

Waktu pengukuran dimulai dengan injeksi. Sampel untuk menentukan glukosa plasma diambil dari jarum pada lengan yang lainnya pada 0, 10, 15, 20, dan 30 menit.

Page 4: LTM+4 Diagnosis+Diabetes+Mellitus

Nilai glukosa plasma diplot pada kertas grafik semilogaritmik terhadap waktu.K yang merupakan suatu konstanta laju yang mencerminkan laju penurunan kadar glukosa darah dalam persen per menit dikalkulasikan dengan menetukan waktu yang diperlukan agar konsentrasi glukosa turun menjadi setengah dan menggunakan persamaan berikut:

InterpretasiNilai K rata-rata pada pasien nondiabetik sekitar 1,72% per menit. Nilai ini berkurang seiring usia, tetapi tetap berada di atas 1,3% per menit. Pasien dengan diabetes hampir selalu mempunyai nilai K kurang dari 1% per menit.Perhatian dan kehati-hatian diperlukan pada akses vena, sebab kebocoran atau infiltrasi larutan hipertonik ini ke jaringan subkutan dapat menyebabkan rasa tidak nyaman yang dapat berlangsung selama beberapa hari.

Pemeriksaan LainKadar hemoglobin A1c (HbA1c) dapat diukur, tetapi tidak direkomendasikan untuk diagnosis diabetes. Alasannya adalah karena belum adanya standardisasi penilaian untuk HbA1c dan korelasi yang tidak sempurna antara HbA1c dan FPG dan kadar glukosa plasma 2 jam. Namun, HbA1c dapat menjadi metode efektif untuk memonitor efektivitas tatalaksana diabetes.

Diagnosis Banding Diabetes MellitusKondisi Autoantibodi Islet Genetik KomentarDiabetes tipe 1A Autoantibodi positif

>90%30%50% DR3 and DR490% DR3 or DR4<3% DQB1*0602

Anak-anak: 90% non-Hispanic kulit putih tipe 1A 50% kulit hitam tipe 1A 50% Hispanic American tipe 1A

Diabetes tipe 1B Autoantibodi negatif Tidak diketahui Tipe 1B jarang pada kulit putihDiabetes tipe 2 Autoantibodi negatif Tidak diketahui Jika Ab + LADA (latent autoimmune diabetes adults) dan

HLA yang serupa dengan tipe 1 ABentuk lain diabetes mellitus

Autoantibodi negatif Mutasi MODY, sindrom lainnya

Keterangan:Ab, antibody; HbA1c , hemoglobin A1c ; HLA, human leukocyte antigen; MODY, maturity-onset diabetes of youth.

ReferensiLarsen PR, Kronenberg HM, Melmed S, Polonsky KS. Williams textbook of endocrinology. 10th ed. Philadelphia: Elsevier; 2003.p.1429German MS. Pancreatic hormones and diabetes mellitus. In: Gardner DG, Shoback D. Greenspan’s basic and clinical endocrinolog. 8th ed. New York: McGraw-Hills; 2007Soegondo S, Rudianto A, Manaf A, Subekti I, Pranoto A, Arsana PM, et al. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di indonesia 2006. Jakarta: Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PB PERKENI); 2006.p5-8