Lp Sepsis Shinta
-
Upload
shintarosiana -
Category
Documents
-
view
34 -
download
4
Transcript of Lp Sepsis Shinta
SEPSIS NEONATAL
DEFINISI
Menurut The International Sepsis Definition Conferences (ISDC,2001), sepsis
adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome
(SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi,
SIRS, sepsis, sepsis berat, renjatan/syok septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya
kematian (Yurdakok, 1994). Defisisi lain menyebutkan bahwa sepsis adalah sindrom
yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah
yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik. (Doenges, Marylyn E.
2000, hal 871).
Sedangkan Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah bayi
selama empat minggu pertama kehidupan (Bobak, 2005). Sepsis terjadi pada
kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab dari 30% kematian pada
bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang
berat badannya kurang dari 2,75 kg. Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul
dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir, tetapi kebanyakan muncul dalam waktu 72 jam
setelah lahir.Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan
disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit).
KLASIFIKASI
a. Sepsis Awitan Dini
Sepsis awitan dini (SAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera
dalam periode postnatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat
proses kelahiran atau in utero.
Karakteristik : sumber organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion,
biasanya fulminan dengan angka mortalitas tinggi (Schuchat, 2000).
b. Sepsis Awitan Lambat
Sepsis awitan lambat (SAL) merupakan infeksi postnatal (lebih dari 72 jam)
yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial). Proses
infeksi pasien semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal. Angka
mortalitas SAL lebih rendah daripada SAD yaitu kira-kira 10-20% (Mupanemunda,
1999).
Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak langsung dengan organisme
yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami
komplikasi.
ETIOLOGI
Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya sepsis pada
neonatus antara lain :
Perdarahan
Demam yang terjadi pada ibu
Infeksi pada uterus atau plasenta
Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)
Proses kelahiran yang lama dan sulit
Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari
tiga kelompok, yaitu :
1. Faktor Maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan
terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang
berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya
padat dan tidak higienis.
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang
dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini (KPD)
e. Prosedur selama persalinan.
2. Faktor Neonatatal
a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko
utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah
dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama
terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi
imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat.
Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.
b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya
terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza.
c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali
lebih besar dari pada bayi perempuan.
3. Faktor diluar ibu dan neonatal
a. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan
tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin
terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bisa menimbulkan resiko pada
neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga
menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat
ganda.
c. Penyebaran mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial),
paling sering akibat kontak tangan.
d. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam
tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh E.colli.
PATOFISIOLOGI
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui
beberapa cara, yaitu :
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu
setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi melalui
sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat
menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki,
hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain
malaria, sipilis, dan toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi karena
yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya,
terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk
dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah
terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus
dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut.
Selain cara tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi
atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh
kuman. Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis,
Candida albican,dan N.gonorrea.
3. Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran
umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal
melalui alat- alat : penghisap lendir, selang endotrakhea, infus, selang
nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut
menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga
dapat terjadi melalui luka umbilikus (AsriningS.,2003)
MANIFESTASI KLINIS
Menurut Arief, 2008, manifestasi klinis dari sepsis neonatorum adalah sebagai berikut,
1. Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema
2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali
3. Saluran nafas: apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung, merintih,
sianosis
4. Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi, bradikardi
5. Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum,
pernapasan tidak teratur, ubun-ubun membonjol
6. Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan.
Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat
menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala lainnya
dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut kembung
Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya:
a. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari
pusar
b. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma,
kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada
ubun-ubun
c. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada
lengan atau tungkai yang terkena
d. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan
sendi yang terkena teraba hangat
e. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare
berdarah.
Manifestasi klinis sepsis neonatorum (DepKes RI, 2007)Keadaan umum Demam, hipotermia, tidak mau makan, sklerema
Sistem Gastointestinal Perut kembung, muntah, diare, hepatomegali
Sistem Pernapasan Apnea, dispnea, takipnea, retraksi, grunting,
sianosis
Sistem Saraf Pusat Iritabilitas, lesu, tremor, kejang, hiporefleksia,
hipotonia, refleks Moro abnormal, pernapasan
tidak teratur, fontanela menonjol, tangisan nada
tinggi
Sistem Kardiovaskuler Pucat, mottling, dingin,kulit lembab, takikardi,
hipotensi, bradikardi
Sistem Hematologi Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura,
perdarahan
Sistem Ginjal Oliguria
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Bila sindrom klinis mengarah ke sepsis, perlu dilakukan evaluasi sepsis secara
menyeluruh.
a) Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab.
b) Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi dapat mendeteksi
organisme.
c) DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan peningkatan neutrofil
immatur yang menyatakan adanya infeksi.
d) Laju endah darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat menandakan adanya inflamasi.
PENATALAKSANAAN
Bebrapa terapi Supportif yang sering diberikan,antara lain:
1. Pemberian immunoglobulin secara intravena (Intravenous Immunoglobulin IVIG). Pemberian
immunoglobulin dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan antibodi tubuh serta
memperbaiki fagositosis dan kemotaksis sel darah putih.
2. Pemberian Fresh Frozen Plasma (FFP). Pemberian FFP diharapkan dapat mengatasi gangguan
koagulasi yang diderita pasien.
3. Tindakan transfusi tukar. Tindakan ini bertujuan untuk:
-Mengeluarkan/mengurangi toksin atau produk bakteri serta mediator-mediator penyebab
sepsis
-Memperbaiki perfusi perifer dan pulmonal dengan meningkatkan kapasitas oksigen dalam
darah
-Memperbaiki sistem imun dengan adanya tambahan neutrofil dan berbagai antibodi yang
mungkin terkandung dalam darah donor.
4. Lakukan monitoring cairan elektrolit dan glukosa
5. Berikan koreksi jika terjadi hipovolemia, hipokalsemia dan hipoglikemia
6. Bila terjadi SIADH (Syndrome of Inappropriate Anti Diuretik Hormon) batasi cairan
7. Atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolic.
8. Awasi adanya hiperbilirubinemia
Selain beberapa upaya diatas berbagai tatalaksana lain dilakukan pula dalam rangka mengatasi
mortilitas dan morbiditas sepsis neonatal. Pemberian transfusi granulosit dikemukakan dapat
memperbaiki pengobatan pada penderita sepsis. Hal ini dilakukan karena produksi dan respons fungsi
sel darah putih yang menurun pada keadaan sepsis neonatal. Demikian pula pemberian transfusi
packed red blood cells bertujuan mengatasi keadaan anemia dan menjamin oksigenisasi jaringan yang
optimal pada pasien sepsis (Darmstadt, 2005)
ASUHAN KEPERAWATAN
A. BIODATA
- Pengkajian
- Identitas orang tua
B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Cara lahir, apgar score, jam lahir, kesadaran
2. Riwayat Prenatal
Lama kehamilan, penyakit yang menyertai kehamilan
3. Riwayat Persalinan
Cara persalinan, trauma persalinan
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
- Kesadaran
- Vital sign
- Antropometri
2. Kepala
Adakah trauma persalinan, adanya caput, cepat hematan, tanda ponsep
3. Mata
Apakah ada Katarak congenital, blenorhoe, ikterik pada sclera, konjungtiva
perdarahan dan anemis.
4. Sistem Gastrointestinal
Apakah palatum keras dan lunak, apakah bayi menolak untuk disusui, muntah,
distensi abdomen, stomatitis, kapan BAB pertama kali.
5. Sistem Pernapasan
Apakah ada kesulitan pernapasan, takipnea, bradipneo, teratur/tidak, bunyi napas
6. Tali Pusat
Periksa apakah ada pendarahan, tanda infeksi, keadaan dan jumlah pembuluh darah (2
arteri dan 1 vena)
7. Sistem Genitourinaria
Apakah terdapat hipospadia, epispadia, testis, BAK pertama kali
8. Ekstremitas
Apakah ada cacat bawaan, kelainan bentuk, jumlah, bengkak, posisi/postur,
normal/abnormal.
9. Muskuloskletal
Tonus otot, kekuatan otot, apakah kaku, apakah lemah, simetris/asimetris
10. Kulit
Apakah ada pustule, abrasi, ruam dan ptekie.
D. PEMERIKSAAN SPESIFIK
1. Apgar Score
2. Frekuensi kardiovaskuler
Apakah ada takikardi, bradikardi, normal
3. Sistem Neurologis
- Refleks moro : tidak ada, asimetris/hiperaktif
- Refleks menghisap : kuat, lemah
- Refleks menjejak : baik, buruk
- Koordinasi refleks menghisap dan menelan
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan system imun
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan vasodilatasi pemb darah
3. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
pengeluaran,dehidrasi
4. Resiko tinggi septik syok berhubungan dengan imaturitas system imun
5. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme penyakit
F. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun
- Berikan isolasi/pantau pengunjung sesuai indikasi
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
- Batasi penggunaan alat/prosedur invasive jika memungkinkan
- Gunakan sarung tangan/pakai kain steril pada waktu perawatan
- Buang balutan/bahan yang kotor dalam kantong ganda
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah
Tujuan Umum :
Mencegah terjadinya syok
Jaringan mendapat suplay darah yang normal/tidak terhambat
Mencegah terjadi iskhemik dan nekrotik jaringan
Tujuan Khusus
Setelah dilakukan intervensi keperawatan perfusi jaringan terpenuhi
Kriteria Hasil :
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Nadi perifer kuat dan reguler
Kulit hangat dan kering
Akral hangat
Intervensi
Intervensi Rasional
MandiriPantau tekanan darah, catat perkembangan hipotensi
Pantau frekuensi dan irama jantung
Perhatikan kualitas/kekuatan dari denyut perifer
Kaji frekuensi pernafasan,kedalaman,dan kualitas.perhatikan dispnoe berat
Hipotensi akan berkembang bersamaan dengan mikroorganisme menyerang aliran adrah
Bila terjadi takhikardi mengacu pada stimulasi sekunder sistem saraf simpatis untuk menekan respons dan untuk menggantikan kerusakan pada hipertensi
Bila nadi menjadi lambat harus diwaspadai adanya penurunan curah jantung dan vasokontriksi perifer jika terjadi syok
Peningkatan pernafasan terjadi sebagai responsterhadap efek-efek langsung dari
Kaji kulit terhadap perubahan warna,suhu dan kelembaban
Auskultasi bising usus
KolaborasiBerikan cairan parenteral
Pantau pemeriksaan laboratorium,mis GDA
Berikan suplay O2 tambahan
endotoksin pada pusat pernafasan di dalam otak
Mekanisme kompensasi dari vasodilatasi mengakibatkan kulit hangat, merah muda, kering adalah karakteristik dari hiperfusi pada fase hiperdinamik dari syok sepsis dini
Penurunan aliran darah pada mesenterium menurunkan peristaltik dan dapat menimbulkan illeus paralitik
Untuk mempertahankan perfusi jaringan,cairan dibutuhkan untuk mendukung volume sirkulasi
Perkembangan asidosis respiratorik/metabolik merefleksikan kehilangan mekanisme kompensasi
Memaksimalkan O2 yang tersedia untuk masukan seluler
3. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler.
Tujuan Umum :
Mencegah terjadi dehidrasi
Mencegah terjadi syok hipovolemi
Mencegah gagal ginjal
Tujuan khusus :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan volume cairan dapat dipertahankan
secara adekuat
Kriteria Hasil :
Jumlah urine normal 0.5cc-1cc/kg BB
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi :Turgor kulit elastis,membran mukosa
lembab,tidak ada rasa haus yang berlebihan
Tekanan darah ,nadi 100-120x/menit,suhu tubuh 36-37°c
Intervensi
Intervensi Rasional
MandiriCatat/ukur pengeluaran urin dan berat jenisnya
Kaji membrane mukosa, turgor kulit dan rasa haus
Amati edema dependen/perifer pada sacrum, skurutum, punggung kaki
Timbang popok jika diperlukan
Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa,turgor kulit,kekuatan nadi)
KolaborasiBerikan cairan IV
Pantau nilai laboratorium,mis : Ht,jumlah SDM
Penurunan keluaran urine dan berat jenis urine akan menyebabkan hipovolemi
Hipovolemi/cairan ruang ketiga akan memperkuat tanda-tanda dehidrasi
Kehilangan cairan dari kompartemen vaskuler ke dalam ruang interstisial akan menyebabkan edema jaringan
Untuk mengetahui jumlah pengeluaran urine
Untuk mengetahui keberhasilan therapi cairan yang telah diberikan
Sejumlah cairan diperluakn untuk mengatasi hipovolemi
Mengevaluasi perubahan didalam hidrasi/viskositas darah
4. Resiko tinggi terhadap septik syok berhubungan dengan imaturitas sistem imun
Tujuan Umum :
Sistem imun kembali normal
Pasien terbebas dari infeksi
Pasien terbebas dari purulensi/drainase atau eritema atau afebris
Tujuan Khusus :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan sepsis syok tidak terjadi
Kriteria hasil
Suhu afebris
Penurunan kadar leukosist dalam darah
Kesadaran compos mentis (CM)
Denyut nadi kuat dan reguler
Intervensi
Intervensi Rasional
MandiriLakukan isolasi/pantau pengunjung sesuai indikasi
Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan intervensi walaupun menggunakan sarung tangan steril
Pantau kecenderungan peningkatan dan penurunan suhu tubuh pasien
Amati adanya menggigil dan diaforesis
Pantau tanda-tanda penyimpangan kondisi selama masa therapi
Infeksi rongga mulut terhadap plak,selidiki rasa gatal
KolaborasiDapatkan spesimen urine,darah,sputum sesuai petunjuk untuk pewarnaan gram,kultur dan sensitivitas
Berikan obat anti infeksi sesuai petunjuk
Pembatasan pengunuung dubutuhkan untuk melindungi pasien imunosupresif serta menguransi resiko terpapar infesi nsokomialMengurangi kontaminasi silang
Demam disebabkan oleh efek-efek dari endotoksin pada hipotalamus dan endokrin yang melepaskan pirogen.Hipotermi adalah tanda-tanda genting yang merefleksikan perkembangan status syok/penurunan ferpusi jaringan
Menggigil seringkali mendahului memuncaknya suhu pada adanya infeksi umum
Dapat menunjukan ketidakadekuatan therafi antibiotik atau pertumbuhan berlebihan dari organisme oportunik
Depresi sistem imun dan penggunaan dari antibiotik dapat meningkatkan resiko infeksi sekunder
Identifikasi terhadap portal entry dan organisme penyebab septisemia adalah penting bagi efektivitas pengobatan
Dapat membasmi/memberikan imunitas sementara untuk infeksi
5. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme penyakit
Tujuan Umum :
Pasien terhindar dari febris /suhu dalam batas normal
Menghindari dari komplikasi akibat peningkatan suhu tubuh
Pasien merasa nyaman,kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhi
Tujuan Khusus:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan suhu tubuh pasien kembali normal
Kriteria hasil :
Suhu tubuh 36°c-37°c
Tidak ada perubahan warna kulit dan pasien tidak mengeluh pusing
Nadi 100x/menit-120x/menit
RR 30-60x/menit
Intervensi
Intervensi Rasional
MandiriPantau suhu pasien (derajat dan pola),perhatikan menggigil dan diaforesis
Pantau suhu lingkungan ,batasi/tambah linen tempat tidur sesuai indikasi
Beri kompres hangat hindari penggunaan alkohol
Anjurkan pasien untuk banyak minum
Tingkatkan sirkulasi udara
KolaborasiBerikan obat antipiretik
Demam menunjukan proses infeksius akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis Menggigil sering mendahului puncak suhu.
Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
Dapat membantu mengurangi demam,alohol dapat menyebabkan pasien merasa kedinginan
Mencegah dehidrasi serta mempertahan jumlah cairan tubuh dalam batas normal
Untuk menghindari udara yang pengap serta mencegah peningkatan suhu ruangan
Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus