LP PPOK

29
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK) OLEH: NI DWI ANGGRAENI WULANDARI P07120012022 2.1 REGULER POLTEKKES KEMENKES DENPASAR

description

tugas praktek

Transcript of LP PPOK

Page 1: LP PPOK

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI

KRONIK (PPOK)

OLEH:

NI DWI ANGGRAENI WULANDARI

P07120012022

2.1 REGULER

POLTEKKES KEMENKES DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

2013

Page 2: LP PPOK

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN PPOK

A. PENGERTIAN

PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) ataupun COPD adalah klasifikasi

luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan

asma. PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat

aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. (Bruner & Suddarth,

2002 : 595).

PPOK adalah penakit pernafasan ang dikarakteristikkan oleh obstruksi pada

aliran udara yang penyebab utamanya adalah inflamasi jalan nafas, perlengketan

mukosa, penempitan lumen jalan nafas atau kerusakan jalan nafas.

(Doenges,1999:152).

PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok

penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan peningkatan retensi

terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya yang merupakan

bentuk kesatuan dari penyakit bronkitis kronis dan emfisema paru ataupun asma

bronkial. (Sylvia A. Price , 2005 : 784).

Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan

gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh

adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam

masa observasi beberapa waktu.

Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan

dengan kondisi sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut pada PPOK adalah kejadian

akut dalam perjalanan alami penyakit dengan karakteristik adanya perubahan basal

sesak napas, batuk, dan/atau sputum yang diluar batas normal da lam variasi hari ke

hari (GOLD,  2009).

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik

adalah sebagai berikut:

1. Bronkitis kronis

Didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu

tahun selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner & Suddarth, 2002)

2. Emfisema

Didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar bronkiolus

terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Bruner & Suddarth, 2002)

Page 3: LP PPOK

3. Asma

Adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan

bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Bruner & Suddarth,

2002)

C. ETIOLOGI

Etiologi penyakit PPOK ini belum diketahui secara pasti, namun penyakit

ini dikaitkan dengan factor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain:

1. Merokok

2. Polusi udara

3. Infeksi paru-paru berulang

4. Umur (semakin tua semakin berisiko)

5. Jenis kelamin

6. Pemajanan tempat kerja ( batu bara, kapas, padi-padian)

Pengaruh dari masing-masing factor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling

memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.

Penyebab eksaserbasi akut pada PPOK dapat primer yaitu infeksi

trakeobronkial (biasanya karena virus), atau sekunder berupa pneumonia, gagal

jantung, aritmia, emboli paru, pneumotoraks spontan, penggunaan oksigen yang tidak

tepat, penggunaan obat obatan (obat antidepresan, diuretik) yang tidak tepat, penyakit

metabolic (diabetes melitus, gangguan elektrolit), nutrisi buruk, lingkungan

memburuk atau polusi udara, aspirasi berulang, serta pada stadium akhir penyakit

respirasi (kelelahan otot respirasi) (PDPI, 2003).

D. EPIDEMIOLOGI

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sangat kurang dikenal di

masyarakat. Di Amerika Serikat pada tahun 1991 diperkirakan terdapat 14 juta orang

menderita PPOK, meningkat 41,5% dibandingkan tahun 1982, sedangkan mortalitas

menduduki peringkat IV penyebab terbanyak yaitu 18,6 per 100.000 penduduk pada

tahun 1991 dan angka kematian ini meningkat 32,9% dari tahun 1979 sampai 1991.

WHO menyebutkan PPOK merupakan penyebab kematian keempat didunia yaitu

akan menyebabkan kematian pada 2,75 juta orang atau setara dengan 4,8%. Selain itu

WHO juga menyebutkan bahwa sekitar 80 juta orang akan menderita PPOK dan 3 juta

meninggal karena PPOK pada tahun 2005.

Page 4: LP PPOK

Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan bahwa pada tahun

1990 PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia,

sedangkan pada tahun 2002 telah menempati urutan ke-3 setelah penyakit

kardiovaskuler dan kanker (WHO,2002). Hasil survei penyakit tidak menular oleh

Direktorat Jenderal PPM & PL di 5 rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat,

Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004,

menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka kesakaitan (35%),

diikuti asma bronkial bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%) (Depkes

RI, 2004).

E. PATHOFISIOLOGI

PPOK dapat terjadi oleh karena terjadinya obstruksi jalan nafas yang

berlangsung bertahun-tahun. Salah satu penyakit yang dapat memicu terjadinya PPOK

ini adalah Asma. Hipersensitif yang terjadi karena bahan-bahan alergen menyebabkan

terjadinya penyempitan bronkus ataupun bronkiolus akibat bronkospasme, edema

mukosa ataupun hipersekresi mukus yang kental. Karena perubahan anatomis tersebut

menyebabkan kesulitan saat melakukan ekspirasi dan menghasilkan suara mengi.

Apabila asma ini terus berlangsung lama, semakin menyempitnya bronkus atau

bronkiolus selama bertahun-tahun dapat menyebabkan PPOK terjadi.

Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah

oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi

oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya

fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti

fungsi ventilasi paru.

Faktor-faktor risiko tersebut diatas seperti rokok dan polusi udara

menyebabkan kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel goblet akan meningkat

jumlahnya, serta fungsi silia menurun menyebabkan terjadinya peningkatan produksi

lendir yang dihasilkan, akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga

menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan

akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami

penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli

pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah

penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak

napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan

Page 5: LP PPOK

menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi.

Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan

mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).

PATHWAY

F. GEJALA KLINIS

Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:

1.      Mempunyai gambaran klinik dominan kearah bronchitis kronis.

2.      Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema dan asma.

Tanda dan gejalanya adalah sebagi berikut:

1. Kelemahan badan

2. Batuk

3. Sesak napas

4. Sesak napas saat melaksanakan aktivitas

5. Mengi, ronchi

Perubahan anatomis parenkim paru

PencetusAsma, Bronkitis, emfisema

PPOK

Rokok dan Polusi

Perbesaran Alveoli

Hipertiroid kelenjar mukosa

Penyempitan salurran udara

Gg. Pertukaran GasEkspansi paru menurun

Suplay O2 tida adekuat

Hipoksia

Sesak

Pola Nafas Tidak Efektif

Frekuensi pernafasancepat

Kontraksi otot pernafasanPenggunaan energi untuk

pernafasan meningkat

Intoleransi Aktifitas

Inflamasi

Sputum meningkat

Batuk

Bersihan Jalan Nafas tdk Efektif

Inflamasi

Leukosit meningkat

Imun menurun

Kuman patogen & endogen difagosit

makrofag

Anoreksia

Gg, Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Page 6: LP PPOK

6. Ekspirasi yang memanjang

7. Bentuk dada Barrel Chest pada penyakit lanjut.

8. Penggunaan otot bantu pernapasan

9. Suara napas melemah

10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal

11. Edema kaki, asites dan jari tabuh.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan radiologis

Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

a.       Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,

keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan

bronkus yang menebal.

b.      Corak paru yang bertambah

Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

a.       Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula.

Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.

b.      Corakan paru yang bertambah.

2.    Pemeriksaan faal paru

Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah

dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan

KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow

rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan

diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya

pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun

karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

3.   Analisis gas darah

Pada bronchitis dan emphysema PaCO2 normal atau naik, PaO2 menurun, saturasi

hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan

penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan

eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun

polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan

salah satu penyebab payah jantung kanan.

Page 7: LP PPOK

4.    Pemeriksaan EKG

Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor

pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan, peninggian gelombang P (asma berat),

disritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, dan aVF.

Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1.

Sering terdapat RBBB inkomplet.

5. Kultur sputum, untuk mengetahui adanya penyebab infeksi, mengidentifikasi

patogen, pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.

6. Laboratorium darah lengkap

H. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:

1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut,

tetapi juga fase kronik.

2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.

3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih

awal.

Penatalaksanaan PPOK adalah sebagai berikut:

1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,

menghindari polusi udara.

2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba

tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman

penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.

4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan

kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih

controversial.

5. Pengobatan simtomatik.

6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.

7. Pemberian oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran

lambat 1 – 2 liter/menit.

Page 8: LP PPOK

8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

a.       Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.

b.      Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan

yang paling efektif.

c.       Latihan dengan beban olahraga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan

kesegaran jasmani.

d.      Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat

kembali mengerjakan pekerjaan semula.

e.       Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita

dengan penyakit yang dideritanya.

Page 9: LP PPOK

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN PPOK

A. PENGKAJIAN

Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang:

1.    Biodata Pasien

Biodata pasien berisi tentang nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan

pendidikan. Umur pasien dapat menunjukkan tahap perkembangan pasien baik

secara fisik maupun psikologis. Jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk

mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya masalah atau penyakit,

dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang

masalah atau penyakitnya.

2.  Riwayat Kesehatan

a.    Keluhan Utama

Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji

pengetahuan klien tentang kondidinya saat ini. Keluhan utama yang biasa

muncul pada klien PPOK adalah sesak nafas yang sudah berlangsung lama

sampai bertahun-tahun , dan semakin berat setelah beraktivitas, keluhan

lainnya adalah batuk, dahak berwarna putih, kekuningan sampai kehijauan,

sesak semakin bertambah, dan badan lemah.

b.    Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien dengan serangan PPOK datang mencari pertolongan terutama dengan

keluhan sesak nafas, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti

wheezing, penggunaan otot bantu pernafasan, terjadi penumpukan lendir, dan

sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat jalan nafas.

c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Pada PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi

genetic dengan lingkungan. Misalnya pada orang yang sering merokok, polusi

udara dan paparan di tempat kerja, selain itu pula pernahkah pasien

mempunyai riwayat asma, bronkitis, TB dan penyakit pernafasan lainnya.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Page 10: LP PPOK

Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru

sekurang-kurangnya ada 3 hal, yaitu:

1) Penyakit infeksi tertentu khususnya tuberkolosis ditularkan melalui

satu orang ke orang lainnya. Manfaat menanyakan riwayat kontak

dengan orang terinfeksi akan dapat diketahui sumber penularannya.

2) Kelainan alergi, seperti asma bronchial, menunjukkan suatu

predisposisi keturunan tertentu. Selain itu serangan asma mungkin

dicetuskan oleh konflik keluarga atau orang terdekat.

3) Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang tingkat

polusi udaranya tinggi. Namun polusi udara tidak menimbulkan

bronchitis kronis, melainkan hanya memperburuk penyakit tersebut.

3.    Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual.

Data Bio-psiko-sosial-spiritual menurut Virginia Henderson

1. Bernafas

Pola nafas normalt, sesak (+), RR > 20x/mnt, takipnea, pernafasan cepat dan

dangkal.

2. Makan dan minum

Makan dan minum biasanya berkurang akibat nafsu makan yang

buruk/anoreksia, dan ketidakmampuan untuk makan dan minuum karena distres

pernafasan.

3. Eleminasi

BAB sukar dengan konsistensi agak padat / mengalami melena, BAK sedikit

dari normal

4. Gerak dan aktivitas

Mengalami kelemahan, keletihan, susah dan jarang beraktivitas, sebab ketika

bergerak akan merasa semakin sesak

5. Istirahat tidur

Sulit untuk tidur nyenyak karena merasa sesak dan sulit bernafas.

6. Kebersihan diri

Biasanya pasien yang mengalami PPOK jarang menjaga kebersihan dirinya,

sesabab enggan untuk bergerak karena akan merasa sesak.

7. Pengaturan suhu tubuh

Biasanya pasien yang mengalami PPOK suhu tubuhnya normal ( 36-36,5 C )

Page 11: LP PPOK

8. Rasa nyaman

Biasanya pasien yang mengalami PPOK merasakan nyeri pada daerah dada

9. Rasa aman

Biasanya pasien yang mengalami PPOK merasakan cemas karena memikirkan

penyakit yang dialami

10. Sosialisasi dan komunikasi

Jarang untuk berkominikasi karena akan menambah rasa sesak

11. Prestasi dan produktivitas

Kebanyakan tidak mengetahui penyebab dan cara menangani PPOK

12. Ibadah

Sering berdoa karena ingin cepat sembuh

13. Rekreasi

Tidak ingin melakukan aktivitas atau tidak ingin pergi dari tempat tidur

14. Pengetahuan/ belajar

Ingin mengetahui cara-cara mengatasi sesak yang dialami

4. Pemeriksaan fisik focus pada PPOK

a. Inspeksi

Pada klien denga PPOK, terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi

pernapasan, nafas pendek, serta penggunaan otot bantu nafas. Pada saat inspeksi,

biasanya dapat terlihat klien mempunyai batuk dada barrel chest akibat udara

yang terperangkap, penipisan massa otot, bernafas dengan bibir yang dirapatkan,

dan pernapasan abnormal yang tidak efektif. Pada tahap lanjut, dispnea terjadi

pada saat beraktifitas. Pengkajian produk produktif dengan sputum parulen

mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernafasan.                  

b.     Palpasi

Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.

c.      Perkusi

Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor, sedangkan

diafragma mendatar/menurun.

d.     Auskultasi

Sering didapatkan adanya suara nafas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat

keparahan obstruktif pada bronkhiolus. (Muttaqin. 2008)

Page 12: LP PPOK

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini:

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,

peningkatan produksi sputum/lendir, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya

tenaga dan infeksi bronkopulmonal.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi

3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,

bronkokontriksi dan iritan jalan napas.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah,

anoreksia.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, hipoksemia dan pola

pernafasan tidak efektif

C. RENCANA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,

peningkatan produksi sputum/lendir, batuk tidak efektif,

kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.

Tujuan:

Setelah diberikan askep diharapkan pencapaian kebersihan jalan nafas dgn

outcome:

- Frekwensi nafas 16-20x/mnt

- Bunyi nafas normal

- Sputum keluar dengan lancer

Rencana Keperawatan:

1. Kaji kemampuan pasien untuk mengeluarkan sekret.

Rasional:

Memantau tingkat kepatenan jalan nafas dan kemampuan pasien membebaskan

jalan nafas.

2. Ajarkan pasien teknik batuk efektif.

Rasional:

Teknik ini akan membantu memperbaiki ventilasi dan untuk menghasilkan

sekresi tanpa menyebabkan sesak nafas dan keletihan

3. Berikan pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.

Rasional:

Page 13: LP PPOK

Hidrasi sistemik menjaga sekresi tetap lembab dan memudahkan untuk

pengeluaran. Cairan harus diberikn kewaspadaan jika terdapat gagal jantung

sebelah kanan.

4. Bantu dalam memberikan tindakan nebulizer, inhaler dosis terukur

Rasional:

Menurubkan kekentalan sputum (mukolitik) sehingga mempermudah evakuasi

sekresi, bronkidilatasi.

5. Kolaborasi pemberian obat antibiotik sesuai anjuran.

Rasional:

Antibiotik mungkin diresepkn untuk mencegah atau mengatasi infeksi.

6. Lakukan drainase postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi dan malam

hari sesuai yang diharuskan.

Rasional: Menggunakan gaya gravitasi untuk membantu membangkaitkan

seksresi dapat lebih mudah dibatukkan atau di uap.

7. Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu

yang ekstrim dari asap.

Rasional: Iritan bronkial menyebabkan bronkokonstriksi dan meningkatkan

pembentukkan lendir yang kemudian mengganggu jalan napas.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan

permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret

yang kental, ketidaksamaan ventilasi perfusi.

Tujuan:

Setelah diberikan askep diharapkan pertukaran gas pasien lancar dengan outcome:

Tujuan : Hilang atau menurunnya dispnea.

Kriteria hasil :

-     Tidak terjadi dispnea.

-     Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat

-     GDA dalam rentang normal.

-     Bebas dari gejala distres pernapasan.

Rencana Keperawatan:

1. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal, peningkatan upaya 

respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.

Rasional:

Page 14: LP PPOK

Weezing atau mengi indikasi akumulasi sekret/ketidakmampuan

membersihkan jalan napas  sehingga otot aksesori digunakan dan kerja

pernapasan meningkat.

2. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan

perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.

Rasional:

Akumulasi sekret dapat mengganggu oksigenasi di organ  vital dan jaringan.

3. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.

Rasional:

Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.

4. Monitor GDA

Rasional:

Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan

perlunya penanganan yang lebih adekuat atau perubahan terapi.

5. Berikan oksigen sesuai indikasi

Rasional:

Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder terhadap

hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.

6. Berikan bronkodilator sesuai yang diharapkan:

Dapat dilakukan peroral, IV, rektal, atau dengan inhalasi

Berikan bronkodilator oral, IV pada waktu yang berselingan dengan tindakan

nebuliser

Rasional:

Bronkodilator mendilatasi jalan napas  dengan membantu melawan edema

mukosa bronkial dan spasme muskular. Karena efek samping biasa terjadi pada

tindakan ini, dosis obat disesuaikan dengan cermat untuk setiap pasien.

7. Instruksikan dan berikan dorongan pada pasien dengan pernapasan

diafragmatik dan batuk efektif.

Rasional: Teknik ini memperbaiki ventilasi dengan membuka jalan  napas dan

sputum, serta pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan

meningkatkan ventilasi alveolar.

3. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan penurunan

ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan sekret di rongga pleura

Page 15: LP PPOK

Tujuan:

Setelah diberikan askep diharapkan perbaikan dalam pola pernafasan dengan

outcome:

- Pernafasan px teratur

- Px bernafas dengan normal

Rencana Keperawatan:

1. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau

perubahan tanda-tanda vital.

Rasional:

Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai

akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock

sehubungan dengan hipoksia

2. Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir dirapatkan.

Rasional:

Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien

akan berbafas lebih efektif dan efisien karena menurunkan frekuensi

pernafasan dan meningkatkan ventilasi alveolar

3. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan istirahat

Rasional:

Memberikan jeda aktivitas akan memungkinkan pasien melakukan aktivitas

tanpa distress berlebih

4. Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan

Rasional:

Menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan

5. Berikan posisi yang nyaman pada pasien (semi fowler / fowler)

Rasional:

Memudahkan dalam respirasi karena memperluas ekspansi paru.

4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d kelelahan, batuk

yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia.

Tujuan:

Status nutrisi optimal dapat dipertahankan

Kriteria hasil:

- Menunjukkan peningkatan berat dan bebas tanda malnutrisi.

Page 16: LP PPOK

- Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan

berat badan yang tepat.

Rencana Keperawatan:

1.  Catat status nutrisi pasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa

mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/muntah atau

diare.

Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah intervensi yang tepat.

2.  Kaji pola diet pasien yang disukai dan yang tidak.

Rasional: Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake

diet pasien.

3.  Monitor intake dan output secara periodik

Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.

4. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya

dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar

(BAB).

Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan 

masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.

5.  Anjurkan bedrest

Rasional: Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi  peningkatan

metabolik.

6.  Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein

dan karbohidrat.

Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.

7.  Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.

Rasional: Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat

untuk kebutuhan metabolik dan diet.

8. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).

Rasional: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.

5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen.

Tujuan: Intoleransi aktivitas teratasi.

Kriteria hasil:

- Klien mampu melakukan aktivitas secara perlahan

- Mendemonstrasikan kemampuan beraktivitas.

Rencana Keperawatan:

Page 17: LP PPOK

1.  Kaji kemampuan pasien melakukan aktivitas. Catat laporan dispnea,

peningkatan kelemahan & perubahan tanda vital setelah aktivitas.

     Rasional: Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien dan memudahkan

dalam menentukan pilihan intervensi keperawatan yang sesuai untuk pasien.

2.  Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai

indikasi.

     Rasional: Menurunkan stres dan rangsangan yang berlebihan, serta

meningkatkan istirahat pasien.

3.  Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya

keseimbangan aktivitas dan istirahat.

     Rasional: Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan

kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan.

4.  Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat atau tidur.

Rasional: Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur dikursi, atau

menunduk.

5.  Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.

Rasional: Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan

kebutuhan oksigen.

Page 18: LP PPOK

Daftar Pustaka

Anonym.2013.http://perawatyulius.blogspot.com/2013/09/laporan-pendahuluan-ppok-

ea.html. Opened at 23 November 2013 (20.15 Wita)

Brunner & Suddarth.2002.Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Jakarta. Penerbit Buku

Kedokteran

Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien edisi 3, Jakarta: EGC

Kusuma, Hardi dkk. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis

dan NANDA NIC-NOC.Yogyakarta.Mediaaction

Lynda, Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta. Penerbit Buku

Kedokteran

NANDA. 2012-2014. Diagnosa Keperawatan. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-

proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Page 19: LP PPOK

Mengetahui Denpasar, 26 November 2013Pembimbing Praktik, Mahasiswa,

Ni Nyoman Purnawati Ni Dwi Anggraeni WulandariNIP. 198604242008042002 NIM. P07120012022

Pembimbing Akademik,

Ns.Drs I Made Widastra,M.Kep

Nip. 195412311975091002