LP PPOK
-
Upload
anggraeni-wulandari -
Category
Documents
-
view
127 -
download
12
description
Transcript of LP PPOK
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI
KRONIK (PPOK)
OLEH:
NI DWI ANGGRAENI WULANDARI
P07120012022
2.1 REGULER
POLTEKKES KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2013
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN PPOK
A. PENGERTIAN
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) ataupun COPD adalah klasifikasi
luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan
asma. PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat
aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. (Bruner & Suddarth,
2002 : 595).
PPOK adalah penakit pernafasan ang dikarakteristikkan oleh obstruksi pada
aliran udara yang penyebab utamanya adalah inflamasi jalan nafas, perlengketan
mukosa, penempitan lumen jalan nafas atau kerusakan jalan nafas.
(Doenges,1999:152).
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan peningkatan retensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya yang merupakan
bentuk kesatuan dari penyakit bronkitis kronis dan emfisema paru ataupun asma
bronkial. (Sylvia A. Price , 2005 : 784).
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan
gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh
adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam
masa observasi beberapa waktu.
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan
dengan kondisi sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut pada PPOK adalah kejadian
akut dalam perjalanan alami penyakit dengan karakteristik adanya perubahan basal
sesak napas, batuk, dan/atau sputum yang diluar batas normal da lam variasi hari ke
hari (GOLD, 2009).
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik
adalah sebagai berikut:
1. Bronkitis kronis
Didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu
tahun selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner & Suddarth, 2002)
2. Emfisema
Didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar bronkiolus
terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Bruner & Suddarth, 2002)
3. Asma
Adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Bruner & Suddarth,
2002)
C. ETIOLOGI
Etiologi penyakit PPOK ini belum diketahui secara pasti, namun penyakit
ini dikaitkan dengan factor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain:
1. Merokok
2. Polusi udara
3. Infeksi paru-paru berulang
4. Umur (semakin tua semakin berisiko)
5. Jenis kelamin
6. Pemajanan tempat kerja ( batu bara, kapas, padi-padian)
Pengaruh dari masing-masing factor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling
memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.
Penyebab eksaserbasi akut pada PPOK dapat primer yaitu infeksi
trakeobronkial (biasanya karena virus), atau sekunder berupa pneumonia, gagal
jantung, aritmia, emboli paru, pneumotoraks spontan, penggunaan oksigen yang tidak
tepat, penggunaan obat obatan (obat antidepresan, diuretik) yang tidak tepat, penyakit
metabolic (diabetes melitus, gangguan elektrolit), nutrisi buruk, lingkungan
memburuk atau polusi udara, aspirasi berulang, serta pada stadium akhir penyakit
respirasi (kelelahan otot respirasi) (PDPI, 2003).
D. EPIDEMIOLOGI
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sangat kurang dikenal di
masyarakat. Di Amerika Serikat pada tahun 1991 diperkirakan terdapat 14 juta orang
menderita PPOK, meningkat 41,5% dibandingkan tahun 1982, sedangkan mortalitas
menduduki peringkat IV penyebab terbanyak yaitu 18,6 per 100.000 penduduk pada
tahun 1991 dan angka kematian ini meningkat 32,9% dari tahun 1979 sampai 1991.
WHO menyebutkan PPOK merupakan penyebab kematian keempat didunia yaitu
akan menyebabkan kematian pada 2,75 juta orang atau setara dengan 4,8%. Selain itu
WHO juga menyebutkan bahwa sekitar 80 juta orang akan menderita PPOK dan 3 juta
meninggal karena PPOK pada tahun 2005.
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan bahwa pada tahun
1990 PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia,
sedangkan pada tahun 2002 telah menempati urutan ke-3 setelah penyakit
kardiovaskuler dan kanker (WHO,2002). Hasil survei penyakit tidak menular oleh
Direktorat Jenderal PPM & PL di 5 rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004,
menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka kesakaitan (35%),
diikuti asma bronkial bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%) (Depkes
RI, 2004).
E. PATHOFISIOLOGI
PPOK dapat terjadi oleh karena terjadinya obstruksi jalan nafas yang
berlangsung bertahun-tahun. Salah satu penyakit yang dapat memicu terjadinya PPOK
ini adalah Asma. Hipersensitif yang terjadi karena bahan-bahan alergen menyebabkan
terjadinya penyempitan bronkus ataupun bronkiolus akibat bronkospasme, edema
mukosa ataupun hipersekresi mukus yang kental. Karena perubahan anatomis tersebut
menyebabkan kesulitan saat melakukan ekspirasi dan menghasilkan suara mengi.
Apabila asma ini terus berlangsung lama, semakin menyempitnya bronkus atau
bronkiolus selama bertahun-tahun dapat menyebabkan PPOK terjadi.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah
oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi
oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya
fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti
fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas seperti rokok dan polusi udara
menyebabkan kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel goblet akan meningkat
jumlahnya, serta fungsi silia menurun menyebabkan terjadinya peningkatan produksi
lendir yang dihasilkan, akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga
menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan
akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami
penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli
pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah
penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak
napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan
menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi.
Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan
mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).
PATHWAY
F. GEJALA KLINIS
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:
1. Mempunyai gambaran klinik dominan kearah bronchitis kronis.
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema dan asma.
Tanda dan gejalanya adalah sebagi berikut:
1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sesak napas
4. Sesak napas saat melaksanakan aktivitas
5. Mengi, ronchi
Perubahan anatomis parenkim paru
PencetusAsma, Bronkitis, emfisema
PPOK
Rokok dan Polusi
Perbesaran Alveoli
Hipertiroid kelenjar mukosa
Penyempitan salurran udara
Gg. Pertukaran GasEkspansi paru menurun
Suplay O2 tida adekuat
Hipoksia
Sesak
Pola Nafas Tidak Efektif
Frekuensi pernafasancepat
Kontraksi otot pernafasanPenggunaan energi untuk
pernafasan meningkat
Intoleransi Aktifitas
Inflamasi
Sputum meningkat
Batuk
Bersihan Jalan Nafas tdk Efektif
Inflamasi
Leukosit meningkat
Imun menurun
Kuman patogen & endogen difagosit
makrofag
Anoreksia
Gg, Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
6. Ekspirasi yang memanjang
7. Bentuk dada Barrel Chest pada penyakit lanjut.
8. Penggunaan otot bantu pernapasan
9. Suara napas melemah
10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
11. Edema kaki, asites dan jari tabuh.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan
bronkus yang menebal.
b. Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula.
Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
b. Corakan paru yang bertambah.
2. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah
dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan
KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow
rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan
diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya
pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun
karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis dan emphysema PaCO2 normal atau naik, PaO2 menurun, saturasi
hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan
penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan
eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun
polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan
salah satu penyebab payah jantung kanan.
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan, peninggian gelombang P (asma berat),
disritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, dan aVF.
Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1.
Sering terdapat RBBB inkomplet.
5. Kultur sputum, untuk mengetahui adanya penyebab infeksi, mengidentifikasi
patogen, pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.
6. Laboratorium darah lengkap
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut,
tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih
awal.
Penatalaksanaan PPOK adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,
menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba
tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman
penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pemberian oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran
lambat 1 – 2 liter/menit.
8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan
yang paling efektif.
c. Latihan dengan beban olahraga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula.
e. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita
dengan penyakit yang dideritanya.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN PPOK
A. PENGKAJIAN
Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang:
1. Biodata Pasien
Biodata pasien berisi tentang nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan
pendidikan. Umur pasien dapat menunjukkan tahap perkembangan pasien baik
secara fisik maupun psikologis. Jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk
mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya masalah atau penyakit,
dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang
masalah atau penyakitnya.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji
pengetahuan klien tentang kondidinya saat ini. Keluhan utama yang biasa
muncul pada klien PPOK adalah sesak nafas yang sudah berlangsung lama
sampai bertahun-tahun , dan semakin berat setelah beraktivitas, keluhan
lainnya adalah batuk, dahak berwarna putih, kekuningan sampai kehijauan,
sesak semakin bertambah, dan badan lemah.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dengan serangan PPOK datang mencari pertolongan terutama dengan
keluhan sesak nafas, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti
wheezing, penggunaan otot bantu pernafasan, terjadi penumpukan lendir, dan
sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat jalan nafas.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi
genetic dengan lingkungan. Misalnya pada orang yang sering merokok, polusi
udara dan paparan di tempat kerja, selain itu pula pernahkah pasien
mempunyai riwayat asma, bronkitis, TB dan penyakit pernafasan lainnya.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru
sekurang-kurangnya ada 3 hal, yaitu:
1) Penyakit infeksi tertentu khususnya tuberkolosis ditularkan melalui
satu orang ke orang lainnya. Manfaat menanyakan riwayat kontak
dengan orang terinfeksi akan dapat diketahui sumber penularannya.
2) Kelainan alergi, seperti asma bronchial, menunjukkan suatu
predisposisi keturunan tertentu. Selain itu serangan asma mungkin
dicetuskan oleh konflik keluarga atau orang terdekat.
3) Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang tingkat
polusi udaranya tinggi. Namun polusi udara tidak menimbulkan
bronchitis kronis, melainkan hanya memperburuk penyakit tersebut.
3. Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual.
Data Bio-psiko-sosial-spiritual menurut Virginia Henderson
1. Bernafas
Pola nafas normalt, sesak (+), RR > 20x/mnt, takipnea, pernafasan cepat dan
dangkal.
2. Makan dan minum
Makan dan minum biasanya berkurang akibat nafsu makan yang
buruk/anoreksia, dan ketidakmampuan untuk makan dan minuum karena distres
pernafasan.
3. Eleminasi
BAB sukar dengan konsistensi agak padat / mengalami melena, BAK sedikit
dari normal
4. Gerak dan aktivitas
Mengalami kelemahan, keletihan, susah dan jarang beraktivitas, sebab ketika
bergerak akan merasa semakin sesak
5. Istirahat tidur
Sulit untuk tidur nyenyak karena merasa sesak dan sulit bernafas.
6. Kebersihan diri
Biasanya pasien yang mengalami PPOK jarang menjaga kebersihan dirinya,
sesabab enggan untuk bergerak karena akan merasa sesak.
7. Pengaturan suhu tubuh
Biasanya pasien yang mengalami PPOK suhu tubuhnya normal ( 36-36,5 C )
8. Rasa nyaman
Biasanya pasien yang mengalami PPOK merasakan nyeri pada daerah dada
9. Rasa aman
Biasanya pasien yang mengalami PPOK merasakan cemas karena memikirkan
penyakit yang dialami
10. Sosialisasi dan komunikasi
Jarang untuk berkominikasi karena akan menambah rasa sesak
11. Prestasi dan produktivitas
Kebanyakan tidak mengetahui penyebab dan cara menangani PPOK
12. Ibadah
Sering berdoa karena ingin cepat sembuh
13. Rekreasi
Tidak ingin melakukan aktivitas atau tidak ingin pergi dari tempat tidur
14. Pengetahuan/ belajar
Ingin mengetahui cara-cara mengatasi sesak yang dialami
4. Pemeriksaan fisik focus pada PPOK
a. Inspeksi
Pada klien denga PPOK, terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi
pernapasan, nafas pendek, serta penggunaan otot bantu nafas. Pada saat inspeksi,
biasanya dapat terlihat klien mempunyai batuk dada barrel chest akibat udara
yang terperangkap, penipisan massa otot, bernafas dengan bibir yang dirapatkan,
dan pernapasan abnormal yang tidak efektif. Pada tahap lanjut, dispnea terjadi
pada saat beraktifitas. Pengkajian produk produktif dengan sputum parulen
mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernafasan.
b. Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.
c. Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor, sedangkan
diafragma mendatar/menurun.
d. Auskultasi
Sering didapatkan adanya suara nafas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat
keparahan obstruktif pada bronkhiolus. (Muttaqin. 2008)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum/lendir, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah,
anoreksia.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, hipoksemia dan pola
pernafasan tidak efektif
C. RENCANA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum/lendir, batuk tidak efektif,
kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
Tujuan:
Setelah diberikan askep diharapkan pencapaian kebersihan jalan nafas dgn
outcome:
- Frekwensi nafas 16-20x/mnt
- Bunyi nafas normal
- Sputum keluar dengan lancer
Rencana Keperawatan:
1. Kaji kemampuan pasien untuk mengeluarkan sekret.
Rasional:
Memantau tingkat kepatenan jalan nafas dan kemampuan pasien membebaskan
jalan nafas.
2. Ajarkan pasien teknik batuk efektif.
Rasional:
Teknik ini akan membantu memperbaiki ventilasi dan untuk menghasilkan
sekresi tanpa menyebabkan sesak nafas dan keletihan
3. Berikan pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.
Rasional:
Hidrasi sistemik menjaga sekresi tetap lembab dan memudahkan untuk
pengeluaran. Cairan harus diberikn kewaspadaan jika terdapat gagal jantung
sebelah kanan.
4. Bantu dalam memberikan tindakan nebulizer, inhaler dosis terukur
Rasional:
Menurubkan kekentalan sputum (mukolitik) sehingga mempermudah evakuasi
sekresi, bronkidilatasi.
5. Kolaborasi pemberian obat antibiotik sesuai anjuran.
Rasional:
Antibiotik mungkin diresepkn untuk mencegah atau mengatasi infeksi.
6. Lakukan drainase postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi dan malam
hari sesuai yang diharuskan.
Rasional: Menggunakan gaya gravitasi untuk membantu membangkaitkan
seksresi dapat lebih mudah dibatukkan atau di uap.
7. Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu
yang ekstrim dari asap.
Rasional: Iritan bronkial menyebabkan bronkokonstriksi dan meningkatkan
pembentukkan lendir yang kemudian mengganggu jalan napas.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan
permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret
yang kental, ketidaksamaan ventilasi perfusi.
Tujuan:
Setelah diberikan askep diharapkan pertukaran gas pasien lancar dengan outcome:
Tujuan : Hilang atau menurunnya dispnea.
Kriteria hasil :
- Tidak terjadi dispnea.
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat
- GDA dalam rentang normal.
- Bebas dari gejala distres pernapasan.
Rencana Keperawatan:
1. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal, peningkatan upaya
respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
Rasional:
Weezing atau mengi indikasi akumulasi sekret/ketidakmampuan
membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja
pernapasan meningkat.
2. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan
perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.
Rasional:
Akumulasi sekret dapat mengganggu oksigenasi di organ vital dan jaringan.
3. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
Rasional:
Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
4. Monitor GDA
Rasional:
Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan
perlunya penanganan yang lebih adekuat atau perubahan terapi.
5. Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional:
Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder terhadap
hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.
6. Berikan bronkodilator sesuai yang diharapkan:
Dapat dilakukan peroral, IV, rektal, atau dengan inhalasi
Berikan bronkodilator oral, IV pada waktu yang berselingan dengan tindakan
nebuliser
Rasional:
Bronkodilator mendilatasi jalan napas dengan membantu melawan edema
mukosa bronkial dan spasme muskular. Karena efek samping biasa terjadi pada
tindakan ini, dosis obat disesuaikan dengan cermat untuk setiap pasien.
7. Instruksikan dan berikan dorongan pada pasien dengan pernapasan
diafragmatik dan batuk efektif.
Rasional: Teknik ini memperbaiki ventilasi dengan membuka jalan napas dan
sputum, serta pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan
meningkatkan ventilasi alveolar.
3. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan sekret di rongga pleura
Tujuan:
Setelah diberikan askep diharapkan perbaikan dalam pola pernafasan dengan
outcome:
- Pernafasan px teratur
- Px bernafas dengan normal
Rencana Keperawatan:
1. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau
perubahan tanda-tanda vital.
Rasional:
Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai
akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock
sehubungan dengan hipoksia
2. Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir dirapatkan.
Rasional:
Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien
akan berbafas lebih efektif dan efisien karena menurunkan frekuensi
pernafasan dan meningkatkan ventilasi alveolar
3. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan istirahat
Rasional:
Memberikan jeda aktivitas akan memungkinkan pasien melakukan aktivitas
tanpa distress berlebih
4. Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan
Rasional:
Menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan
5. Berikan posisi yang nyaman pada pasien (semi fowler / fowler)
Rasional:
Memudahkan dalam respirasi karena memperluas ekspansi paru.
4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d kelelahan, batuk
yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia.
Tujuan:
Status nutrisi optimal dapat dipertahankan
Kriteria hasil:
- Menunjukkan peningkatan berat dan bebas tanda malnutrisi.
- Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan
berat badan yang tepat.
Rencana Keperawatan:
1. Catat status nutrisi pasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa
mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/muntah atau
diare.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah intervensi yang tepat.
2. Kaji pola diet pasien yang disukai dan yang tidak.
Rasional: Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake
diet pasien.
3. Monitor intake dan output secara periodik
Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
4. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya
dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar
(BAB).
Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan
masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
5. Anjurkan bedrest
Rasional: Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan
metabolik.
6. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein
dan karbohidrat.
Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
7. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Rasional: Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat
untuk kebutuhan metabolik dan diet.
8. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
Rasional: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.
5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen.
Tujuan: Intoleransi aktivitas teratasi.
Kriteria hasil:
- Klien mampu melakukan aktivitas secara perlahan
- Mendemonstrasikan kemampuan beraktivitas.
Rencana Keperawatan:
1. Kaji kemampuan pasien melakukan aktivitas. Catat laporan dispnea,
peningkatan kelemahan & perubahan tanda vital setelah aktivitas.
Rasional: Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien dan memudahkan
dalam menentukan pilihan intervensi keperawatan yang sesuai untuk pasien.
2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi.
Rasional: Menurunkan stres dan rangsangan yang berlebihan, serta
meningkatkan istirahat pasien.
3. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional: Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan.
4. Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat atau tidur.
Rasional: Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur dikursi, atau
menunduk.
5. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional: Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
Daftar Pustaka
Anonym.2013.http://perawatyulius.blogspot.com/2013/09/laporan-pendahuluan-ppok-
ea.html. Opened at 23 November 2013 (20.15 Wita)
Brunner & Suddarth.2002.Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran
Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien edisi 3, Jakarta: EGC
Kusuma, Hardi dkk. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan NANDA NIC-NOC.Yogyakarta.Mediaaction
Lynda, Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran
NANDA. 2012-2014. Diagnosa Keperawatan. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-
proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Mengetahui Denpasar, 26 November 2013Pembimbing Praktik, Mahasiswa,
Ni Nyoman Purnawati Ni Dwi Anggraeni WulandariNIP. 198604242008042002 NIM. P07120012022
Pembimbing Akademik,
Ns.Drs I Made Widastra,M.Kep
Nip. 195412311975091002