LP MIOMA

22
BAB I KONSEP DASAR A. Pendahuluan Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomyoma merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpanginya.1 Kejadian mioma uteri terbesar ditemukan pada usia produktif, dimana prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70 % dengan pemeriksaan patologi anatomi uterus, membuktikan banyak wanita yang menderita mioma uteri asimptomatik. Walaupun jarang terjadi mioma uteri biasa berubah menjadi malignansi (<1%). Gejala mioma uteri secara medis dan sosial cukup meningkatkan morbiditas, disini termasuk menoragia, ketidaknyamanan daerah pelvis, dan disfungsi reproduksi.1,2 Kejadiannya lebih tinggi pada usia di atas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40 %. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35-50 tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen. Mioma uteri dilaporkan belum pernah terjadi sebelum menarke dan menopause. Di Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39%-11,87% dari semua penderita ginekologi yang dirawat. Di USA warna kulit hitam 3-9 kali lebih tinggi menderita mioma uteri.3,4

description

LP MIOMA

Transcript of LP MIOMA

BAB IKONSEP DASAR

A. PendahuluanMioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomyoma merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpanginya.1 Kejadian mioma uteri terbesar ditemukan pada usia produktif, dimana prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70 % dengan pemeriksaan patologi anatomi uterus, membuktikan banyak wanita yang menderita mioma uteri asimptomatik. Walaupun jarang terjadi mioma uteri biasa berubah menjadi malignansi (16tahun) menurunkan resiko relatif mioma uteri (Parker, 2007). 3. Riwayat keluargaWanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma dalam 2 garis keturunan pertama mempunyai 2 kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-( myoma-related growth factor)dibandingkan penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri(Parker,2007).4. ParitasMioma lebih sering terjadi pada wanita nullipara atau wanita yang hanya mempunyai 1 anak (Llewellyn,2001). Parker mengemukakan bahwa semakin meningkatnya jumlah kehamilan maka akan menurunkan insidensi mioma uteri. Resiko terjadinya mioma uteri akan menurun dari 20 50% dengan melahirkan minimal 1 orang anak. Dalam sebuah penelitian dikemukakan bahwa risiko menurun hingga 70% pada wanita yang melahirkan 2 anak atau kebih.5. Ras Suatu penelitian menemukan bahwa wanita Afrika-Amerika mempunyai resiko 2,9 kali lebih besar dibandingkan wanita kaukasia, dan risiko ini tidak berhubungan dengan factor risiko lain (Parker, 2007) 6. KehamilanMeningkatnya vaskularisasi uterus ditambah dengan meningkatnya kadar estrogen sirkulasi sering menyebabkan pembesaran dan pelunakan mioma. Jika pertumbuhan mioma terlalu cepat, akan melebihi suplai darahnya, sehingga terjadi perubahan degeneratif tumor ini. Hasil yang paling serius adalah nekrobiosis (degenerasi merah). Pasien dapat mengeluh nyeri dan demam derajat rendah, biasanya pada kehamilan sepuluh minggu kedua. Palpasi menunjukan bahwa mioma sangat lunak (Llewellyn, 2001). Berdasarkan hasil penelitian Lev-Toaff et-al (1987) didapatkan akibat mioma uteri pada kehamilan adalah pertumbuhan mioma tidak dapat diprediksi.Implantasi plasenta yang terjadi pada mioma akan meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus, persalinan prematur dan perdarahan postpartum . Mioma yang multipel akan disertai dengan peningkatan insiden malposisi janin dan persalinan prematur, degenerasi mioma biasanya disertai dengan pola sonografik yang khas, frekuensi dilakukan tindakan seksio sesaria semakin menigkat (Cunnigham,2005)

D. Etiologi Etiologi belum jelas tetapi asalnya diangka dari sel-sel otot yang belum matang. Diduga bahwa estrogen memiliki peranan penting, tetapi dengan teori ini sulit dijelaskan apa sebabnyapada seorang wanita estrogen dapat menyebabkan mioma, sedang pada wanita lain tidak padahal kita ketahui bahwa estrogen dihasilkan oleh semua wanita. Juga pada beberapa wanita yang terjadi ovulasi, dapat menghasilkan progesterone yang sifatnya anti estrogenic. Percobaan pada binatang dengan penyuntikan estrogen dapat menimbulkan tumor myomatus tetapi sifatnya agak berbeda dengan myoma biasa.

E. PatogenesisMeyer dan De Snoo mengajukan teori Cell nest atau teori genitoblast. Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen ke kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain diabdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesterone dan estrogen. Puukka dkk menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak didapati dari pada myometrium normal. Menurut Meyer asal Mioma adalah sel imatur, bukan dari selaput otot yang matur.

F. Patologi AnatomiSarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uteri (1-3%) dan selebihnya adalah dari korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain:1. Mioma submukosa2. Mioma intramural3. Mioma subserosa4. Mioma intraligamenter

Gambar 1. Gambar Jenis-jenis mioma uterus

Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa (48%), submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%). 1. Mioma submukosaBerada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump dan dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor.3Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas.2. Mioma intramuralTerdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.3. Mioma subserosaApabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.4. Mioma intraligamenterMioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut wondering parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari bekas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorie like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan.

Gambar 1. Representasi gambar uterus normal dan struktur vaskulernyaA. Pelebaran pembuluh darah pada endometrium dan miometrium pada uterus normalB. Pelebaran pembuluh darah obstruksi fisik pada pembuluh darah uterus miomatosus(Dikutip dari Gross Karen L,BA 20)

G. Manifestasi klinisHampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang dikeluhkan sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada, besarnya tumor, perubahan, dan komplikasi yang terjadi. Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :a. Perdarah abnormalGangguan perdarahan yang umumnya terjadi adalah hipermenore, menoragia, dan dapat juga terjadi metroragia. Beberapa factor yang menjadi penyebab perdarahan ini antara lain adalah :1) Pengaruh ovarium sehingga terjadi hyperplasia endometrium sampai adenokarsinoma endometrium.2) Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasanya3) Atrofi endometrium diatas mioma submukosum4) Myometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma diantara serabut myometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.b. Nyeri Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan, pola pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga dismenorea.c. Gejala dan tanda-tanda penekananGangguan ini tergantung besar dan tempat mioma uteri. Penekanan kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe dipanggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.

H. Komplikasi a. Degenerasi ganasMioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0.32 0,6 % dari seluruh mioma serta merupakan 50 75% dari semua sarcoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause. b. Torsi (putaran tangkai) Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindroma abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaknya dibedakan dengan suatu keadaan dimana terdapat banyak sarang mioma di rongga peritoneum.

I. Pemeriksaan penunjang UltrasonografiUltrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokusfokus hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang hipoekoik.14 HiteroskopiDengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat. MRI (Magnetic Resonance Imaging)Sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.

J. Penatalaksanaan Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apa pun, terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulakan gangguan. Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan. Penanganan mioma uteri menurut usia,paritas,lokasi dan ukuran tumor terbagi kepada: 1. Terapi medikamentosa (hormonal) Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis memberikan hasil yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri. Tujuan pemberian GnRH agonis adalah mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan pembedahan. Terapi hormonal yang lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan mengurangi gejala pendarahan tetapi tidak mengurangi ukuran mioma uteri (Hadibroto, 2005).

2. Terapi pembedahan Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive Medicine (ASRM) adalah a. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif b. Sangkaan adanya keganasan c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause d. Infertilitas kerana ganggaun pada cavum uteri maupun kerana oklusi tuba e. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu f. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius g. Anemia akibat perdarahan

Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah : 1. Miomektomi Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Miomektomi ini dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosum dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Apabila miomektomi ini dikerjakan kerana keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50% (Prawirohardjo, 2007). Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun dengan laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan melakukan miomektomi adalah lapangan pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan miomektomi dapat ditangani dengan segera. Namun pada miomektomi secara laparotomi resiko terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien, disamping masa penyembuhan paska operasi lebih lama, sekitar 4-6 minggu. Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap mioma submukosum yang terletak pada kavum uteri. Keunggulan tehnik ini adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2 hari. Komplikasi yang serius jarang terjadi namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan. Miomamektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi. Mioma yang bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat dengan mudah secara laparoskopi. Mioma subserosum yang terletak didaerah permukaan uterus juga dapat diangkat dengan tehnik ini. Keunggulan laparoskopi adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2-7 hari. Resiko yang terjadi pada pembedahan ini termasuk perlengketan, trauma terhadap organ sekitar seperti usus, ovarium,rektum serta perdarahan. Sampai saat ini miomektomi dengan laparoskopi merupakan prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri yang masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya.

2. Histerektomi Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah tindakan terpilih (Prawirohardjo, 2007). Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus. Histerektomi dijalankan apabila didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu (Hadibroto, 2005). Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal (laparotomi), vaginal dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi. Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal hysterectomy (TAH) dan subtotal abdominal histerectomy (STAH). Masing-masing prosedur ini memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH kita meninggalkan serviks, di mana kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada tungkul vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdaraahn paska operasi di mana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH. Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginam, dimana tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi. Maka histerektomi pervaginam tidak terlihat parut bekas operasi sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi lebih minimal dan masa penyembuhan lebih cepat dibandng histerektomi abdominal. Histerektomi laparoskopi ada bermacam-macam tehnik. Tapi yang dijelaskan hanya 2 yaitu : Histerektomi vaginal dengan bantuan laparoskopi (Laparoscopically assisted vaginal histerectomy / LAVH) Classic intrafascial serrated edged macromorcellated hysterectomy / CISH tanpa colpotomyPada LAVH dilakukan dengan cara memisahkan adneksa dari dinding pelvic dengan memotong mesosalfing kearah ligamentum kardinale dibagian bawah, pemisahan pembuluh darah uterine dilakukan dari vagina. CISH merupakan modifikasi dari STAH, di mana lapisan dalam dari serviks dan uterus direseksi menggunakan morselator. Dengan prosedur ini diharapkan dapat mempertahankan integritas lantai pelvik dan mempertahankan aliran darah pada pelvik untuk mencegah terjadinya prolapsus. Keunggulan CISH adalah mengurangi resiko trauma pada ureter dan kandung kemih, perdarahan yang lebih minimal, waktu operasi yang lebih cepat, resiko infeksi yang lebih minimal dan masa penyembuhan yang cepat. Jadi terapi mioma uteri yang terbaik adalah melakukan histerektomi. Dari berbagai pendekatan, prosedur histerektomi laparoskopi memiliki kelebihan karena masa penyembuhan yang singkat dan angka morbiditas yang rendah dibanding prosedur histerektomi abdominal (Hadibroto, 2005).

XIII. Tinjauan Pustaka1. ButtramVC, Reiter ARAC. Uterine leiomyomata: Etiologi, symptomatology, and managementFertil Steril 1981;36 :433-4452. Coronado GD, Marshall LM, Schwartz SM. Complications in pregnancy, labor, and delivery withuterine leiomyomas: a population based study. Obstet Gynecol. 2000;95;764-7693. Thomas EJ. The aetiology and pathogenesis of fibroid. In: Shaw RW.eds. Advances inreproductive endocrinology uterine fibroids. England-New Jersey. The Phartenon PublishingGroup. 1992; 1-84. Baziad A. Pengobatan medikamentosa mioma uteri dengan analog GnRH. Dalam: Endokrinologiginekologi edisi kedua. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2003; 151-1565. Lepine L, Hillis S, Marchbanks P, et al. Hysterectomy surveilances United States 1980-1993.MMWR Mortal Morbid Wkly Rep. CDC Surveill Summ. 1997; 46: 1-156. Joedosaputro MS. Tumor jinak alat genital. Dalam Sarwonoprawiraharjo, edisi kedua ilmukandungan Yayasan Bina Pustaka. Jakarta: 1994; 338-3457. Friedman AJ, Rein MS, Murugan R, Pandian, Barbieri RL. Fasting serum growth hormone andInsulin like growth factor-I and II concentration in women with leiomyomata uteri treated withleuprolide acetate or plaacebo. Fertility and sterility, 1990; 53:250-2538. nillbert M, Heim S uterine leiomyoma cytogenetics. Genes Chromosomes Cancer, 1990;2:3-139. Rein MS, Friedman AJ Barbieri RL, et al. Cytogenetics Abnormalities in Uterine Leiomyomata.Obstet Gynecol, 1992; 80: 209-21710. Meloni AM, Surti U, Contento AM, et al. Uterine leiomyoma: cytogenetic abnormalities in uterinemyomas are associated with myoma size. MolHum Reprod, 1998; 4:83-8611. Pandis N, Heim S, Bardi G, et al. Chromosome analysis of 96 uterine leiomyomas. Cancer GenetCytogene, 1991; 55: 11-1812. Rein MS, Friedman AJ, Barbieri RL, et al. Cytogenetic and histologic profile. Obstet Gynecol,1991; 55: 11-1813. Brosens I, Deprest J, Dal Cin P, et al. Clinical significance of cytogenetic abnormalities in uterinemyomas. Fertil Steril, 1998; 69: 232-23514. Crow J. Uterine Fibroid: Histological features. In : Shaw RW, eds. Advances in reproductiveendocrinology uterine fibroid. England- New Jersey: The Parthenon Publishing Group, 1992: 21-3315. Schweppe KW. GnRH analogues in treatment uterine fibroid: results of clinical studies. In: ShawRW, eds. Advances in reproductive endocrinology uterine fibroids. England-New Jersey: TheParthenon Publishing Group, 1992:103-10516. Sivecney G. Mc, Shaw RW. Attempts at medical treatment of uterine fibroid. In: Shaw RW, eds.Advances in reproductive endocrinology uterine fibroids. England-New Jersey: The ParthenonPublishing Group, 1992: 95-10117. Friedman AJ, Harrison D, Atlas CNM, Barbieri RL, Benacerraf B, Gleason R, Schiff I. Arandomized, placebo controlled, double blind study evaluating the efficacy of leuprolide acetatedepot in the treatment of uterine leiomyomata. Fertility and Sterility, 1989; 51:251-25618. Lumsden MA. The role of Oestrogen and growth factors in the control of the growth of uterineleiomyomata. In: Shaw RW, eds. Advances in reproductive endocrinology uterine fibroids.England-New Jersey: The Parthenon Publishing Group, 1992: 9-2019. Rein MS, Friedman, Stuart JM, David T, Laughlon M. Fibroid and myometrial steroid receptors inWomen treated with gonadotropin-releasing hormone agonist leuprolide acetate. Fertility andSterility, 1990; 53: 1018-102120. Gross K, Morton C, Genetic and development of fibroid. Clin Obstet and Gynecology 2001; 44:335-3