LP IMA
-
Upload
yudha-wirawan -
Category
Documents
-
view
70 -
download
1
Transcript of LP IMA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN INFARK MIOCARD ACUT (IMA)
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat
suplaii darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang.
(Brunner & Sudarth, 2002 ; )
Infark miocard akut adalah nekrosis miocard akibat aliran darah ke otot
jantung terganggu.
Infark Miokard (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi
akibat kekurangan oksigen berkepanjangan. Hal ini adalah respon letal
terakhir terhadap iskemia miokard yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium
mulai mati setelah 20 menit mengalami kekurangan oksigen. (Corwin,
2009 : 495).
Acute Myocard Infark (AMI) adalah suatu keadaan gawat darurat jantung
dengan manifestasi klinik berupa perasaan tidak enak di dada atau gejala-
gejala lain sebagai akibat iskemia miokard (Wikipedia, Maret 23,2010)
2. Penyebab/Etiologi
Infark Miokard akut (AMI) terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai
dengan kebutuhan, sehingga menyebabkan kematian sel-sel jantung.
Beberapa hal yang menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut
diantaranya:
I. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard
Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain:
a. Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan
darah mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa
mengganggu kepatenan pembuluh darah diantaranya:
atherosclerosis (arteroma mengandung kolesterol), spasme
(kontraksi otot secara mendadak/ penyempitan saluran), dan
arteritis (peradangan arteri).
Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi dan biasanya
dihubungkan dengan beberapa hal antara lain: (i) mengkonsumsi
obat-obatan tertentu, (ii) stress emosional atau nyeri, (iii) terpapar
suhu dingin yang ekstrim, (iv) merokok.
b. Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung
ke seluruh tubuh sampai lagi ke jantung. Kondisi yang
menyebabkan gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi
hipotensi. Stenosis (penyempitan aorta dekat katup) maupun
isufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta, maupun
trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardiak out put (COP)
II. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh
Pada penderita penyakit jantung, meningkatnya kebutuhan oksigen
tidak mampu dikompensasi diantaranya dengan meningkatnya denyut
jantung untuk meningkatkan COP. Oleh karena itu segala aktivitas yang
menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen akan memicu
terjadinya infark. Misalnya: aktivitas berlebih, emosi, makan terlalu
banyak dan lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu terjadinya infark
karena semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen, sedangkan
asupan oksigen menurun akibat dari pemompaan yang tidak efektive.
Faktor risiko :
a. Merokok terlalu berlebihan selama bertahun-tahun
Menghirup asap rokok menyebabkan peningkatan kadar CO.
Hemoglobin lebih mudah berikatan dengan CO daripada oksigen. Jadi
oksigen yang disuplai ke jangtung juga berkurang sehingga kerja
jantung semakin berat. Selain itu, asam nikotinat pada tembakau
memicu pelepasan katekolamin yang menyebabkan vasokonstrisi
pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan adhesi trombosit yang
menyebabkan peningkatan terbentuknya trombus.
b. Diabetes Mellitus
Penderita Diabetes Mellitus memiliki prevalensi, prematuritas, dan
keparahan aterosklerosis koroner yang lebih tinggi. DM menginduksi
hiperkolesterolemia dan secara bermakna meningkatkan timbulnya
aterosklerosis. DM juga berkaitan dengan propilerasi sel otot polos
dalam pembuluh arteri koroner; sintesis kolesterol; trigliserida; dan
pospolipid ; peningkatan ADL/C ; dan kadar HDL yang rendah.
Hiperglikemi yang terjadi pada penderita Dm juga menyebabkan
peningkatan agregasi trombus.
c. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap
pemompaan darah dari ventrikel kiri; sehingga beban kerja jantung
bertambah. Sebagai akibatnya, terjadi hipertropi ventrikel untuk
meningkatkan kontraksi. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk
mempertahankan curah jantung dengan kompensasi hipertropi
akhirnya terlampaui, terjadi dilatasi dan payah jantung. Bila proses
aterosklerosis berlanjut, penyediaan oksigen miokardium berkurang.
Peningkatan kebutuhan oksigen pada miokradium terjadi akibat
hipertropi ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung sehingga
akhirnya akan menyebabkan Angina atau Infark Miokard.
Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk
jantung, sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau
pembesaran ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini tergantung
dari berat dan lamanya hipertensi. Tekanan darah yang tinggi dan
menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding
pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya
arterosklerosis koroner (faktor koroner). Hal ini menyebabkan angina
pektoris yang kemudian dapat berkembang menjadi AMI. Insufisiensi
koroner dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita
hipertensi dibanding orang normal.
d. Hiperlipidemia
Penyempitan dan penyumbatan pembuluh arteri koroner disebabkan
oleh penumpukan dari zat-zat lemak (kolesterol, trigliserida) yang
makin lama makin banyak dan menumpuk di bawah lapisan terdalam
(endotelium) dari dinding pembuluh nadi. Hal ini mengurangi atau
menghentikan aliran darah ke otot jantung sehingga mengganggu
kerja jantung sebagai pemompa darah.
Kolesterol Total
Kadar kolesterol total yang sebaiknya adalah ( 200 mg/dl, bila > 200
mg/dl berarti resiko untuk terjadinya PJK meningkat . Kadar
kolesterol Total normal <200 mg/dl , agak tinggi (Pertengahan) 200-
239 mg/dl, Tinggi >240 mg/dl.
LDL Kolesterol
LDL (Low Density Lipoprotein) kontrol merupakan jenis kolesterol
yang bersifat buruk atau merugikan (bad cholesterol) : karena kadar
LDL yang meninggi akan menyebabkan penebalan dinding pembuluh
darah. Kadar LDL Kolesterol;
Normal < 130 mg/dl
Agak tinggi (Pertengahan) 130-159 mg/dl
Tinggi >160 mg/dl
HDL Koleserol
HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol merupakan jenis
kolesterol yang bersifat baik atau menguntungkan (good cholesterol)
karena mengangkut kolesterol dari pembuluh darah kembali ke hati
untuk di buang sehingga mencegah penebalan dinding pembuluh
darah atau mencegah terjadinya proses arterosklerosis.
Kadar HDL Kolesterol
Normal <45 mg/dl
Agak tinggi (Pertengahan) 35-45 mg/dl
Tinggi >35 mg/dl
Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar kemungkinan
terjadinya PJK. Kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan
mengurangi berat badan, menambah exercise dan berhenti merokok.
Kadar Trigliserida
Trigliserid terdiri dari 3 jenis lemak yaitu Lemak jenuh, Lemak tidak
tunggal dan Lemak jenuh ganda. Kadar trigliserid yang tinggi
merupakan faktor resiko untuk terjadinya PJK.
Kadar Trigliserid
Normal < 150 mg/dl
Agak tinggi 150 – 250 mg/dl
Tinggi 250-500 mg/dl
Sangat Sedang >500 mg/dl
e. Obesitas
Obesitas meningkatkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan
berperan pada gaya hidup pasif. Lemak tubuh yang berlebihan
(terutama obesitas abdominal) dan ketidakaktifan fisik berperan dalam
terbentuknya resistensi insulin.
f. Diet.
Didapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah lemak di
dalam susunan makanan sehari-hari ( diet ). Makanan orang Amerika
rata-rata mengandung lemak dan kolesterol yang tinggi sehingga
kadar kolesterol cenderung tinggi. Sedangkan orang Jepang umumnya
berupa nasi dan sayur-sayuran dan ikan sehingga orang jepang rata-
rata kadar kolesterol rendah dan didapatkan resiko PJK yang lebih
rendah dari pada orang Amerika.
(Brunner & Suddarth. 2002 : 778 ; Wikipedia, Maret 23, 2010)
3. Tanda dan Gejala
Nyeri dada yang terasa berat dan menekan biasanya berlangsung
minimal 30 menit. Nyeri dapat menyebar ke lengan atau
rahang,kadang gejala terutama timbul dari epigastrium.
Sesak nafas dapat disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan
ventrikel kiri.
Terjadi mual dan muntah yang mungkin berkaitan dengan nyeri hebat
Perasaan lemas yang berkaitan dengan penurunan aliran darah ke otot
rangka
Kulit yang dingin dan pucat akibat vasokontriksi simpatis
Takikardi akibat peningkatan stimulasi simpatis jantung
Keadaan mental berupa perasaan sangat cemas disertai perasaan
mendekati kematian sering terjadi, mungkin berhubungan dengan
pelepasan hormon stres dan ADH (vasopresin)
Pengeluaran urin berkurang karena penurunan aliran darah ginjal serta
peningkatan aldosteron dan ADH
Diaporesis (keringat berlebihan),sakit kepala,mual muntah,palpitasi,
gangguan tidur
Kehilangan kesadaran karena perfusi cerebral yang tidak adekuat dan
syok kardiogenik, bisa juga menyebabkan kematian yang tiba-tiba.
(Corwin, 2009 : 497; Gray dkk,2002 : 136-137)
4. Patofisiologi dan Pohon Masalah Keperawatan
Arterosklerosis, spasme pembuluh darah, dan emboli trobus merupakan
etiologi yang paling sering menyebabkan terjadinya infark miokardium.
Terjadinya penyumbatan pembuluh darah koroner menyebabkan aliran
darah ke seluruh miokardium yang diperdarahi oleh pembuluh tersebut
menjadi terhambat. Dengan terhambatnya aliran darah maka oksigen juga
tidak dapat disuplai ke sel-sel miokardium. Kebutuhan oksigen yang
melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah yang mengalami
gangguan menyebabkan terjadinya infark miokardium.. Sel-sel
miokardium tersebut mulai mati setelah 20 menit mengalami kekurangan
oksigen. Berkurangnya oksigen mendorong miokardium untuk mengubah
metabolism aerob menjadi metabolism anaerob. Metabolism anaerob
melalui jalur glikolitik jauh lebih tidak efisien apabila dibandingkan
dengan metabolism aerob melalui fosforilasi oksidatif dan siklus krebs.
Pembentukkan fosfat berenergi tinggi menurun cukup besar. Hasil akhir
metabolism anaerob yaitu penimbunan asam laktat yang menyebabkan
nyeri dada yang bisa menyebar ke lengan atau rahang,kadang gejala
terutama timbul dari epigastrium. Tanpa ATP, pompa natrium kalium
berhenti dan sel terisi ion natrium dan air yang akhirnya menyebabkan sel
pecah (lisis). Dengan lisis, sel melepaskan kalium intrasel dan enzim
intrasel, yang mencederai sel-sel di sekitarnya. Protein intrasel mulai
mendapatkan akses ke sirkulasi sistemik dan ruang interstitial dan ikut
menyebabkan edema dan pembengkakan interstitial di sekitar sel
miokardium. Akibat dari kematian sel, tercetus reaksi inflamasi. Di tempat
inflamasi, terjadi penimbunan trombosit dan pelepasan faktor pembekuan.
Terjadi degranulasi sel mast yang menyebabkan pelepasan histamin dan
berbagai prostaglandin. Sebagian bersifat vasokontriksi. Dengan
dilepaskannya berbagai enzim intrasel dan ion kalium serta penimbunan
asam laktat, jalur hantaran listrik jantung terganggu. Hal ini dapat
menyebabkan hambatan depolarisasi atrium atau ventrikel atau terjadinya
distritmia. Dengan matinya sel otot, pola listrik jantung berubah,
pemompaan jantung menjadi kurang terkoordinasi sehingga
kontraktilitasnya menurun. Volume sekuncup menurun sehingga terjadi
penurunan tekanan darah sistemik. Penurunan tekanan darah merangsang
respon baroreseptor, sehingga terjadi pengaktifan sistem saraf simpatis,
sistem renin-angiotensin, dan peningkatan pelpasan hormon antidiuretik.
Hormon stres (ACTH dan kortisol) juga dilepaskan disertai peningkatan
produksi glukosa. Pengaktifan sistem saraf parasimpatis berkurang.
Dengan berkurangnya perangsangan saraf parasimpatis dan meningkatnya
rangsangan simpatis ke nodus SA, kecepatan denyut jantung meningkat.
Demikian juga pada ginjal, terjadi penurunan aliaran darah sehingga
produksi urin juga berkurang dan ikut merangsang sistem renin-
angiotensin. Perangsangan simpatis ke kelenjar keringat dan kulit
menyebabkan individu berkeringat dan merasa dingin.
Secara singkat, semakin banyak darah (peningkatan preload) disalurkan ke
jantung, jantung akan memompa lebih cepat untuk melawan arteri yang
menyempit (peningkatan afterload) akibatnya beban jantung yang telah
rusak tersebut meningkat. Kebutuhan oksigen jantung juga meningkat. Hal
ini mengakibatkan semakin banyak sel jantung yang mengalami hipoksia.
Apabila kebutuhan oksigen sel miokard tidak dapat dipenuhi, maka terjadi
perluasan daerah sel yang cedera dan iskemik di sekitar zona nekrotik
yang akan berisiko mengalami kematian. Akibatnya kemampuan pompa
jantung semakin berkurang dan terjadi hipoksia semua jaringan dan organ.
Ketidakmampuan ventrikel kiri untuk memompa darah menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan tekanan ventrikel kiri dan vena pulmonal.
Hal ini meningkatkan tekanan hidrostatik yang mengakibatkan cairan
merembes keluar dan lolos ke jaringan alveoli di sekitarnya melalui
hubungan antara bronkioli dan bronki. Cairan ini kemudian bercampur
dengan udara selama pernapasan. Karena adanya timbunan cairan, paru
menjadi kaku dan tidak dapat mengembang dan udara tidak dapat masuk
sehingga gangguan pertukaran O2 dan CO2. (Brunner & Suddarth. 2002 : 798 ; Corwin, 2009 : 495-496 ; Sylvia, 1995 ; 59
Metabolisme anaerob / mediasi kimia
Arterosklerosis Spasme pembuluh darah Emboli Trombus
Penyumbatan pembuluh darah koroner
Iskemia miocard
Necrosis miocard
Peningkatan asam laktat
Nyeri dada
Cardiak out put menurun
Fungsi pompa jantung menurun
Nutrisi dan O2 ke jaringan menurun
Gangguan Perfusi jaringan↓Difusi O2 dan
CO2
Kerusakan pertukaran gas
Terjadi bendungan di paru-paru
Cairan plasma keluar ke alveoli dan jaringan
sekitarnya
Edema paru
Mekanisme kompensasi
(↑Kerja Surfaktan)
↑Produksi mukus
Bersihan Jalan Nafas Tidak
Efektif
Pola Nafas Tidak Efektif
Hipoksia
Kelemahan
Intoleransi aktivitas
PK Syok Kardiogenik
Volume darah menurun
Ekspansi paru tak maksimal
5. Klasifikasi
Ada dua jenis infark miokardial (Sylvia, 1995 ; 590)
1. Infark Transmural
Infark yang mengenai seluruh tebal dinding ventrikel. Biasanya
disebabkan oleh aterosklerosis koroner yang parah, plak yang
mendadak robek dan trombosis oklusif yang superimposed.
2. Infark Subendokardial
Terbatas pada sepertiga sampai setengah bagian dalam dinding
ventrikel yaitu daerah yang secara normal mengalami penurunan
perfusi.
6. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1. Pemeriksaan EKG
Hasil EKG yang menunjukkan infark myocardium akut
dikelompokkan menjadi infark gelombang Q, dan infark gelombang
non-Q. Perubahan hasil EKG yang berhubungan dengan infark
miocardium gelombang Q mencakup peningkatan segmen ST, inversi
gelombang T dan gelombang Q yang nyata pada sadapan yang
terpasang pada miocardium yang mengalami infark. Selang beberapa
waktu segmen ST dan gelombang T akan kembali normal; hanya
gelombang Q tetap bertahan pada hasil EKG yang menunjukkan
adanya infark miocardium gelombang Q. Namun hanya separuh
hingga dua per tiga pasien infark miocardium akut yang menunjukkan
pemulihan elektrokardiografis klasik ini. Infark miocardium
gelombang non-Q (non-Q-wave MI, NQWMI) terjadi pada sekitar
30% pasien yang didiagnosa menderita infark miocardium. Hasil
pemeriksaan EKG pada NQWMI adalah penurunan segmen ST
sementara atau inversi gelombang T (atau keduanya) pada sadapan yng
dipasang pada daerah infark.
2. Kreatinin kinase merupakan suatu enzim yang dilepaskan saat terjadi
cedera otot dan memiliki 3 fraksi isoenzim, yaitu CK-MM, CK-BB,
dan CK-MB, CK-BB paling banyak terdapat pada jaringan otak dan
biasanya tidak terdapat dalam serum. Peningkatan dan penurunan CK
dan CK-MB merupakan pertanda cedera otot yang paling spesifik
seperti infark miocardium. Setelah infark miocardium akut, CK dan
CK-MB meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam dengan kadar puncak
dalam 18 hingga 24 jam dan kembali menurun hingga normal setelah 2
hingga 3 hari.
3. Troponin jantung spesifik (yaitu cTnT dan cTnI) juga merupakan
petunjuk adanya cedera miocardium. Troponin akan meningkat 4
hingga 6 jam setelah cedera moocardium setelah menetap selama 10
hari.
4. Proten C-reaktiv (CRP) juga dianggap sebagai penanda biokimia pada
cedera miocardium, meningkat 4 sampai 6 jam dan mencapai
puncaknya selama 10 hari.
5. Elektrolit : Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan
dapat mempengaruhi kontraktilitas, contoh hipokalemia atau
hiperkalemia.
6. Sel Darah Putih : Leukosit (10.000 – 20.000) biasanya tampak pada
hari kedua setelah IM sehubungan dengan proses inflamasi.
7. Kecepatan sedimentasi : Meningkat pada hari kedua sampai ketiga
setelah MI, menunjukkan inflamasi.
8. Kimia : Mungkin normal tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi
organ akut atau kronis.
9. GDA/Oksimetri nadi : Dapat menunjukkan hipoksia atau proses
penyakit paru akut atau kronis.
10. Kolesterol/Trigeliserida serum : Meningkat, menunjukkan
arteriosklerosis sebagai penyebab IM.
11. Foto dada : Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung
diduga GJK atau aneurisme ventrikuler.
12. Ekokardiogram : Mungkin dilakukan untuk menentukan dimensi
serambi, gerakan katup/dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi
katup. Terdapat gerakan abnormal dinding yang baru terjadi
(namun sangat tergantung operator dan kecermatan pembacaan)
13. Pemeriksaan Pencitraan nuklir:
- Thalium : Mengevaluasi aliran darah miokardia dan status sel
miokardia,
contoh lokasi/luasnya IM akut/sebelumnya.
- Technetium : Terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik.
14. Pencitraan darah jantung/MUGA: Mengevaluasi penamoilan ventrikel
khusus dan umum, gerakan dinding regional, dan fraksi ejeksi (aliran
darah).
15. Angiografi koroner : Menggambarkan penyempitan/sumbatan arteri
koroner dan biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran
tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi).
Prosedur tidak selalu dilakukan pada fase akut IM kecuali mendekati
bedah jantung angioplasty/emergensi.
16. Digital substraction angiography (DSA): Teknik yang digunakan untuk
menggambarkan status penanganan arteri dan untuk mendeteksi
penyakit arteri perifer.
17. Nuclear magnetic resonance (NMR): Memungkinkan visualisasi aliran
darah, serambi jantung/katup ventrikel, katup, lesi vaskuler,
pembentukan plak, area nekrosis/infark, dan bekuan darah.
18. Test stress olahraga : Menentukan respon kardiovaskuler terhadap
aktivitas (sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada
fase penyembuhan).
19. Pemeriksaan radiologi disini seperti pemeriksaan EKG:
Gambaran spesifik pada rekaman EKG:
1. Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien
dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai stemi
2. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak
kedatangan di UGD sebagai center untuk menentukan terapi
3. EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12
sandapan secara continue harus dilakukan untuk mendeteksi
potensi perkembangan elevasi segmen st.
(Corwin, 2009 : 496 ; Doenges, 1999 : 85 ; Hudag & Gallo : 386-387 ;
Brunner & Suddarth. 2002 : 790).
7. Komplikasi
Tromboembolus : akibat kontraktilitas miokard berkurang
Daerah
Infark
Perubahan EKG
Anteriol Elevasi segmen ST pada lead V3-V4, perubahan
resiprokal (depresi ST) pada lead II, III, aVF.
Inferior Elevasi segmen T pada lead II, II, aVF,
perubahan resiproakal (depresi ST) V1-V6, I,
aVL
Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5-V6
Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III,
aVF, terutama gelombang R pada V1-V2
Vetrikel
kanan
Perubahan gambaran dinding inferior
Gagal jantung kongesti yang merupakan kongesti akibat disfungsi
miokardium. Gagal jantung kiri merupakan komplikasi mekanisme
yang paling sering terjadi setelah infark miokardium.
Distritmia : paling sering terjadi, terjadi akibat perubahan
keseimbangan elektrolit dan penurunan pH
Syok kardiogenik : apabila curah jantung sangat kurang dalam waktu
lama. Syok kardiogenik terjadi akibat disfungsi nyata ventrikel kiri
sesudh mengalami infark yang masih, biasanya mengenai lebih dari
40% ventrikel kiri.
Ruptur miokardium
Perikarditis : terjadi sebagai bagian dari reaksi inflamasi setelah
cedera dan kematian sel
Setelah, infark miokard sembuh, muncul jaringan parut yang
menggantikan sel-sel miokardium yang mati.
Aneurisme ventrikel. penonjolan paradoks sementara pada iskemia
miokardium sering terjadi, dan pada 15% pasien, aneurisme ventrikel
akan menetap. Aneurisme ini sering terjadi pada permukaan anterior
atau apeks jantung.
Defek septum ventrikel ruptur jantung
Disfungsi otot papilaris
Oedema paru akut adalah timbunan cairan abnormal dalam paru,baik
di rongga interstisial maupun dalam alveoli. Oedema paru merupakan
tanda adanya kongesti paru tingkat lanjut, dimana cairan mengalami
kebocoran melalui dinding kapiler, merembes ke luar dan
menimbulkan dispnu yang sangat berat. Oedema terutama paling
sering ditimbulkan oleh kerusakan otot jantung akibat MI acut.
Perkembangan oedema paru menunjukan bahwa fungsi jantung sudah
sangat tidak adekuat.
(Corwin, 2009 : 498 ; Sylvia, A Price,1995 : 594-596 Brunner & Suddarth.
2002 : 798).
8. Terapi/Penatalaksanaan
Rencana tindakan yang dapat dilakukan :
a. Pertahankan kepatenan jalan nafas
b. Antisipasi dalam penggunaan alat bantu pernafasan
c. Antisipasi dalam menggunakan ventilasi dengan bag valve mars
(BVM) jika usaha ventilasi tidak adekuat.
d. Persiapakan untuk ventilasi mekanik (dengan atau tanpa PEEP /
positive End Exspiratory Pressure) Setelah menempatkan alat bantu
nafas seperti inkubasi.
e. Diberikan oksigen untuk meningkatkan oksigenasi darah sehingga
beban atas jantung berkurang dan perfusi sistemik meningkat
f. Jika tidak ada nadi awali dengan bantuan hidup dasar/Lanjutan (RJP)
g. Dapatkan akses untuk IV, ambil sampel darah untuk pemeriksaan
laboratorium dan berikan Normal salin dengan frekuensi terbuka,
Pada pasien IMA di indikasikan untuk terapi trombolitik, pemasukan
jarum/ tindakan penusukan yang berlebihan seharusnya di hindari
seperti untuk AGD dan kateter IV.
h. Dapatkan rekaman EKG 12-15 lead dan koreksi gejala disritmia
(Misalnya : Bradikardi dan Prematur Kontraksi Ventrikel).
i. Koreksi awal adanya kekurangan cairan atau meningkatkan preload
(Infark Ventrikel Kanan) dengan hati-hati, ini di kontraindikasikan
pada pasien dengan kongesti Pulmonal.
j. Berikan caiaran Infus dengan bolus kecil, normal salin, larutan ringer
laktat, produk darah (Jika data laboratorium mendukung).
k. Monitor status hemodinamik pasien
l. Dapatkan sampel AGD untuk menetapkan :
m. Koreksi ketidak seimbangan asam basa, alkalosis respiratori
kemungkinan terjadi pada fase kompensasi, tidak diperlukan tindakan,
kemungkinan asidosis metabolic pada fase trdak terkompensasi dan
fase irreversible, pemberian sodium bikarbonat tidak di anjurkan
untuk meningkatkan PH (koreksi asidosis metabolic terjadi sebagai
hasil perbaikan perfusi dan oksigenasi)
n. Atasi hipoksemia
o. Pasang kateter urine
p. Pasang NGT jika di indikasikan untuk mencegah aspirasi
q. Berikan agen farmokologis tunggal atau kombinasi :
Menurunkan preload ; furosemid (lasik), nitrat (nitrogliserin),
morphin sulfat (digunakan untuk mengurangi nyari, reduksi
preload adalah efek sekundernya).
Meningkatkan kontraktilitas ; dofamin hidroklorida (intropin),
dobutamin hidroklorida (dobutrex), amrinone laktat (inocor),
milrinone (promacor).
Menurunkan afterload ; nitropruside sodium (nipride), nitrat
(nitrogliserin), angiotensin convertin enzim (ACE) inhibitor
misalnya ; captopril (capoten), enapril (vasotec)
Meningkatkan afterload ; norepinephrine bitartrate (levophed),
epinefrin.
r. Berikan agen farmokologis melalui IV atau rute intraosseous
s. Persiapakan pasien untuk terapi reperfusi atau kaji alat misalnya ;
PTCA / Percutaneous Transluminal Coronary Angiplasty, Intra
Aortic Ballon Pump / IABP jika diperlukan.
t. Pertahankan ketenangan
u. Minimalkan rangsangan lingkungan .
v. Monitoring secara berkelanjutan dan kaji respon pasien.
(ENA, 2000 : 69 ; Corwin, 2009 : 499).
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Primer assessment
a. Data Subjektif
a) Keluhan utama
Pasien mengatakan sesak
b) Riwayat penyakit saat ini
c) Riwayat sebelumnya
Riwayat merokok, riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu,
riwayat penyakit hipotensi, hipertensi, diabetes melitus, hipoksia,
obesitas, hiperlipidemia
b. Data Objektif
a) Airway
Terdapat sumbatan atau penumpukan
secret
b) Breathing
Pasien tampak sesak dengan aktifitas
ringan atau istirahat
RR lebih dari 24 kali/menit,
irama irreguler dangkal
terdapat suara nafas wheezing, krekel
pasien tampak menggunakan otot
bantu nafas
tampak ekspansi dada tidak penuh
c) Circulation
Takikardi / nadi teraba lemah dan
cepat (Normal : 60 – 100 x/menit)
TD meningkat / menurun
Edema pada ekstremitas
Akral dingin dan berkeringat
Kulit pasien tampak pucat, sianosis
pada mukosa mulut dan kuku
Output urine menurun
Mual dan muntah
penurunan turgor kulit
diaphoresis
palpitasi
d) Disability
Lemah/fatique
Kehilangan kesadaran
Sekunder assessment
a) Eksposure
Tidak ada jejas atau kontusio pada
dada, punggung dan abdomen.
Adanya edema.
b) Five Intervention/Full set of vital sign
Perubahan hasil EKG yang
berhubungan dengan infark miocardium gelombang Q
mencakup peningkatan segmen ST
Pemeriksaan Tanda Vital (terjadi
peningkatan denyut nadi dan pernapasan, penurunan tekanan
darah)
GDA/Oksimetri nadi : Dapat
menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut atau
kronis.
c) Give Confort
Nyeri dada yang terasa berat dan
menekan biasanya berlangsung minimal 30 menit. Nyeri dapat
menyebar ke lengan atau rahang,kadang gejala terutama timbul
dari epigastrium.
d) Head to toe
Kepala dan leher : Adanya sianosis dan bendungan vena
jugularis
Daerah dada : Tidak ada jejas akibat trauma, suara
nafas ronchi, suara jantung S4 /
murmur.
Daerahy Abdomen : Adanya hematomegali.
Daerah Ektremitas : Adanya edema, penurunan kekuatan
otot karena kelemahan, Kulit yang
dingin dan pucat akibat vasokontriksi
simpatis
e) Inspect the posterior surface
Tidak ada jejas
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
secret
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan perfusi
jaringan.
4. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kegagalan
pompa jantung
5. Nyeri akut berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan dan
suplai oksigen pada miokardium
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
kebutuhan dan suplai energy.
7. Pk : Syok kardiogenik
3. RENCANA TINDAKAN
NO.DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN DAN KRITERIA
HASILINTERVENSI RASIONAL
1. Bersihan jalan nafas
tidak efektif
berhubungan dengan
peningkatan produksi
mukus
Setelah diberikan askep
selama...x 24 jam diharapkan
jalan nafas pasien kembali
efektif.
Dengan kriteria hasil:
Pasien melaporkan
keluhan sesak
berkurang
Frekuensi pernafasan
dalam rentang normal (
16 – 24 x / menit)
Suara napas normal
(vesikular)
Pasien tampak dapat
batuk efektif
Tidak terdapat mukus
Mandiri
Auskultasi adanya suara
napas tambahan seperti
wheezing, krekel
Berikan posisi semi
fowler jika tidak terdapat
kontraindikasi.
Bantu dan ajarkan
pasien nafas dalam dan
batuk efektif.
Pantau tanda- tanda
vital pasien terutama
frekuensi pernafasan.
Lakukan suction atas
indikasi.
Mandiri
Suara napas bronkial normal diatas
bronkus dapat juga, ronkhi, terdengar
sebagai respon dari akumulasi cairan,
sekresi kental, dan spasme/obstruksi saluran
napas.
Memberikan kenyamanan dan
meningkatkan ekspansi paru-paru.
Batuk efektif merangsang secret untuk
keluar.
Adanya secret pada saluran pernafasan
mempengaruhi frekuensi pernafasan.
Menstimulasi batuk atau pembersihan
saluran napas secara mekanis pada pasien
yang tidak mampu melakukannya
dikarenakan ketidakefektifan batuk atau
penurunan kesadaran.
Kolaborasi
Berikan O2 sesuai
indikasi
Berikan pengobatan
atas indikasi: mukolitik,
ekspoktoran,
bronkodilator, serta
analgesik.
Kolaborasi
Membantu pemenuhan oksigen pasien.
Membantu mengurangi bronkospasme
dengan mobilisasi dri sekret. Analgesik
diberikan untuk meningkatkan usaha batuk
dengan mengurangi rasa tidak nyaman,
tetapi harus digunakan sesuai penyebabnya.
2. Pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan
ekspansi paru tak
maksimal
Setelah diberikan askep selama
....x 24 jam diharapkan pola
nafas pasien kembali efektif.
Dengan kriteria:
Secara verbal tidak ada
keluhan sesak
Tidak menggunakan
otot bantu pernafasan
Mandiri
Mengkaji frekuensi,
kedalaman pernafasan dan
ekspansi dada. Catat upaya
pernafasan, termasuk
penggunaan otot
bantu/pelebaran nasal.
Mandiri
Kecepatan biasanya meningkat. Dispnea
dan terjadi penigkatan kerja nafas (pada
awal atau hanya tanda Efusi Pleura subakut).
Kedalaman pernafasan bervariasi tergantung
derajat gagal nafas. Ekspansi dada terbatas
yang berhubungan dengan atelektasis dan
atau nyeri dada pleuritik
Jumlah pernapasan
dalam batas normal
sesuai usia (16-
20x/mnt)
Tanda-tanda vital
dalam batas normal
(TD : 120/80 mmHg,
Nadi : 80-100 x/menit)
Oksigen terpenuhi
Auskultasi bunyi napas
dan catat adanya napas
ronchi.
Pantau tanda vital
Kolaborasi
Panatu nadi oksimetri
Berikan oksigen dengan
metode yang tepat.
Suara napas bronkial normal diatas
bronkus dapat juga, ronkhi, terdengar
sebagai respon dari akumulasi cairan,
sekresi kental, dan spasme/obstruksi saluran
napas.
Takikardia, takipnea dan perubahan pada
tekanan darah terjadi dengan beratnya
hipoksemia dan asidosis
Kolaborasi
Menentukan keefektifan dari ventilasi
dan intervensi
Memaksimalkan sedíaan oksigen untuk
pertukaran gas.
3. Kerusakan pertukaran
gas berhubungan
dengan penurunan
difusi O2 dan CO2
Setelah diberikan askep
selama.....x 24 jam diharapkan
pertukaran gas kembali efektif.
Dengan kriteria :
Pasien melaporkan
keluhan sesak
Mandiri
Mengkaji frekuensi dan
kedalaman pernafasan.
Catat penggunaan otot
aksesori, napas bibir,
ketidak mampuan
Mandiri
Berguna dalam evaluasi derajat distress
pernapasan atau kronisnya proses penyakit
Sianosis kuku menggambarkan
berkurang
Tidak terjadi sianosis
Hasil AGD dalam
batas normal (PCO2 :
35-45 mmHg, PO2 :
95-100 mmHg)
berbicara / berbincang
Mengobservasi warna
kulit, membran mukosa
dan kuku, serta mencatat
adanya sianosis perifer
(kuku) atau sianosis pusat
(circumoral)
Mengobservasi kondisi
yang memburuk. Mencatat
adanya hipotensi,pucat,
cyanosis, perubahan dalam
tingkat kesadaran, serta
dispnea berat dan
kelemahan.
Menyiapkan untuk
dilakukan tindakan
keperawatan kritis jika
diindikasikan
vasokontriksi/respon tubuh terhadap
demam. Sianosis cuping hidung, membran
mukosa, dan kulit sekitar mulut dapat
mengindikasikan adanya hipoksemia
sistemik
Mencegah kelelahan dan mengurangi
komsumsi oksigen untuk memfasilitasi
resolusi infeksi.
Shock dan oedema paru-paru merupakan
penyebab yang sering menyebabkan
kematian memerlukan intervensi medis
secepatnya. Intubasi dan ventilasi mekanis
dilakukan pada kondisi insufisiensi respirasi
berat.
Kolaborasi
Pemberian terapi oksigen untuk menjaga
Kolaborasi
Memberikan terapi
oksigen sesuai kebutuhan,
misalnya: nasal kanul dan
masker
Memonitor ABGs,
pulse oximetry.
PaO2 diatas 60 mmHg, oksigen yang
diberikan sesuai dengan toleransi dengan
pasien
Untuk memantau perubahan proses
penyakit dan memfasilitasi perubahan dalam
terapi oksigen
4. PELAKSANAAN
Pelaksanaan dikerjakan sesuai dengan rencana yang telah disusun
5. EVALUASI
Diagnosa keperawatan 1 :
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret
Secara verbal tidak ada keluhan sesak
Suara napas normal (vesikular)
Pasien tampak dapat batuk efektif
Tidak terdapat mukus
Diagnosa keperawatan 2 :
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
Secara verbal tidak ada keluhan sesak
Tidak menggunakan otot bantu pernafasan
Jumlah pernapasan dalam batas normal sesuai usia
(16-20x/mnt)
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Oksigen terpenuhi
Diagnosa keperawatan 3 :
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan.
Keluhan sesak berkurang
Tidak terjadi sianosis
Hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg, PO2 : 95-100
mmHg)
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Sudoyo, S. 2001. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius
Robbin, 2007. Basic Pathology 8th Edition.
Gray, dkk. 2002. Lecturer Notes Kardiologi. Jakarta : Erlangga
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3 Revisi. Jakarta: EGC
Guyton, Arthur C., dkk. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC
Emergency Nurses Association. 2005. Emergency Care. USA. Elsevier
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medical Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC
Wikipedia, the free encylopedia, 2009, Infark Miokart, (Online), (http://en. Wikipedia.org/wiki/Infark Miokard, Diakses tanggal 23 Maret 2010)