Lp Hemodialisa
-
Upload
banny-larasati -
Category
Documents
-
view
63 -
download
3
description
Transcript of Lp Hemodialisa
LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA
A. Pengertian
Proses transportasi darah dalam tubuh dapat digantikan oleh suatu mesin dimana mesin
tersebut menunjang kerja organ vital tubuh tertentu yaitu ginjal. Penurunan fungsi ginjal
terjadi karena penderita mengalami kondisi klinis gagal ginjal kronik atau gagal ginjal
terminal dimana fungsi penyaring pada organ ginjal tidak bekerja sehingga berdampak
sistemik pada organ-organ lain ditubuh penderita. Oleh karena itu dialisa dibutuhkan oleh
penderita gagal ginjal untuk memperpanjang usia penderita.
Dialisa merupakan suatu proses pembuangan limbah metabolik dan kelebihan cairan
dari tubuh. Terdapat dua metode dialisa yaitu :
a. Hemodialisa, suatu proses dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan
dipompa ke dalam mesin yang akan menyaring zat-zat racun keluar dari darah,
kemudian darah yang sudah bersih dikembalikan lagi kedalam tubuh penderita.
b. Dialisa peritoneal, suatu proses dimana cairan yang mengandung campuran gula dan
garam khusus dimasukkan ke dalam rongga perut dan akan menyerap zat-zat racun
dari jaringan.
Hemodialisa merupakan suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh
manusia/penderita dan beredar dalam suatu perangkat/mesin diluar tubuh yang biasa disebut
dialyzer.Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke aliran darah, sehingga dibuatkan hubungan
diantara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan.
B. Etiologi
Hemodialisa dilakukan kerena pasien menderita gagal ginjal akut dan kronik akibat dari :
azotemia, simtomatis berupa enselfalopati, perikarditis, uremia, hiperkalemia berat, kelebihan
cairan yang tidak responsive dengan diuretic, asidosis yang tidak bisa diatasi, batu ginjal, dan
sindrom hepatorenal.
C. Tujuan
1. Membuang sisa produk metabolisme protein seperti : urea, kreatinin dan asam urat.
2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah dan
bagian cairan.
3. Mempertahankan atau mengembalikan sistim buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
D. Indikasi
Price dan Wilson (1995) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang jelas berdasarkan
kadar kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan harus dimulai. Kebanyakan ahli
ginjal mengambil keputusan berdasarkan kesehatan penderita yang terus diikuti dengan
cermat sebagai penderita rawat jalan. Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah
tidak sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan
gejala klinis lainnya. Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum
diatas 6 mg/100 ml pada pria , 4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro filtration rate (GFR)
kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat
tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan lagi.
1. Indikasi hemodialisis segera antara lain (Daurgirdas et al., 2007):
a. Kegawatan ginjal
1. Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
2. Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
3. Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
4. Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5 mmol/l )
5. Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
6. Uremia ( BUN >150 mg/dL)
7. Ensefalopati uremikum
8. Neuropati/miopati uremikum
9. Perikarditis uremikum
10. Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L)
11. Hipertermia
b. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.
2. Indikasi Hemodialisis Kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan seumur hidup
penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis.
Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien yang
mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu
dimulai jika dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah ini (Daurgirdas et al., 2007):
a. GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
b. Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah.
c. Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
d. Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
e. Komplikasi metabolik yang refrakter.
E. Kontraindikasi
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi
yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik.
Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak
mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas
hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah
penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan
ensefalopati dan keganasan lanjut.
F. Prinsip
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam
darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Ada tiga prinsip yang mendasari kerja
hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah
dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi
lebih tinggi ke cairan dialisat yang konsentrasinya rendah. Air yang berlebihan dikeluarkan
dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan
menciptakan gradien tekanan: dengan kata lain, air bergerak dari daerah dengan tekanan yang
lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradien ini dapar
ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal dengan ultrafiltrasi pada
mesin dialisis. Tekanan negatif diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan pengisap pada
membran dan memfasilitasi pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat mengekskresikan air,
kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovolemia
(keseimbangan cairan ) (Smeltzer, 2001).
Prinsip dialisis digunakan dalam alat cuci darah bagi penderita gagal ginjal, di mana
fungsi ginjal digantikan oleh dialisator. Prinsip dari Hemodialisis adalah dengan menerapkan
proses osmotis dan ultrafiltrasi pada ginjal buatan, dalam membuang sisa-sisa metabolisme
tubuh. Pada hemodialisis, darah dipompa keluar dari tubuh lalu masuk kedalam mesin
dialiser (yang berfungsi sebagai ginjal buatan) untuk dibersihkan dari zat-zat beracun melalui
proses difusi dan ultrafiltrasi oleh cairan khusus untuk dialisis (dialisat).
Tekanan di dalam ruang dialisat lebih rendah dibandingkan dengan tekanan di dalam
darah, sehingga cairan, limbah metabolik dan zat-zat racun di dalam darah disaring melalui
selaput dan masuk ke dalam dialisat. Proses hemodialisis melibatkan difusi solute (zat
terlarut) melalui suatu membrane semipermeable. Molekul zat terlarut (sisa metabolisme)
dari kompartemen darah akan berpindah kedalam kompartemen dialisat setiap saat bila
molekul zat terlarut dapat melewati membran semipermiabel demikian juga sebaliknya.
Setelah dibersihkan, darah dialirkan kembali ke dalam tubuh
Gambar 4. Skema Hemodialisa
Mesin hemodialisis (HD) terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan larutan dialisat,
dan sistem monitor. Pompa darah berfungsi untuk mengalirkan darah dari tempat
tusukan vaskuler ke alat dializer.
Dializer adalah tempat dimana proses HD berlangsung sehingga terjadi pertukaran
zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat. Sedangkan tusukan vaskuler merupakan
tempat keluarnya darah dari tubuh penderita menuju dializer dan selanjutnya kembali
lagi ketubuh penderita. Kecepatan dapat di atur biasanya diantara 300-400 ml/menit.
Lokasi pompa darah biasanya terletak antara monitor tekanan arteri dan monitor
larutan dialisat. Larutan dialisat harus dipanaskan antara 34-39 C sebelum dialirkan
kepada dializer. Suhu larutan dialisat yang terlalu rendah ataupun melebihi suhu tubuh
dapat menimbulkan komplikasi.
Sistem monitoring setiap mesin HD sangat penting untuk menjamin efektifitas proses
dialisis dan keselamatan.
G. Komplikasi
1.Komplikasi akut
Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis berlangsung.
Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram otot, mual muntah, sakit kepala, sakit
dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil (Daurgirdas et al., 2007; Bieber dan
Himmelfarb, 2013). Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah gangguan hemodinamik.
Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia,
tamponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, emboli udara, neutropenia,
aktivasi komplemen, hipoksemia (Daurgirdas et al., 2007).
Berikut adalah komplikasi hemodialisa dan penyebabnya :
No Komplikasi Penyebab
1 Hipotensi penarikan cairan yang berlebihan, terapi antihipertensi, infark jantung, tamponade, reaksi anafilaksis
2 Hipertensi kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi yang tidak adekuat
3 Reaksi Alergi Reaksi alergi, dialiser, tabung, heparin, besi, lateks
4 Aritmia Gangguan elektrolit, perpindahan cairan yang terlalu
cepat, obat antiaritmia yang terdialisis
5 Kram Otot Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan elektrolit
6 Emboli Udara Udara memasuki sirkuit darah
7 Dialysis disequilibirium
Perpindahan osmosis antara intrasel dan ekstrasel
menyebabkan sel menjadi bengkak, edema serebral.
Penurunan konsentrasi urea plasma yang terlalu cepat
8 Chlorine Hemolisis oleh karena menurunnya kolom charcoal
9 Kontaminasi Fluoride
Gatal, gangguan gastrointestinal, sinkop, tetanus, gejala neurologi, aritmia
10 Kontaminasi bakteri / endotoksin
Demam, mengigil, hipotensi oleh karena kontaminasi dari dialisat maupun sirkuti air
H. Bagian beserta fungsi dialis
a. Pompa darah
Pompa ini berguna untuk memompa darah dari dalam tubuh ke alat hemodialisa dan
mengalirkannya ke blood path. Pompa juga berguna untuk memompa darah dari alat
ke dalam tubuh.
b. Blood path (jalur darah)
Blood path ini merupakan saluran darah pada proses hemodialisa. Digunakan untuk
mengalirkan darah dari pasien ("arterial" catheter port) menuju filter dan detektor
udara gumpalan dan kembali ke pasien.
c. Ultrafiltrate path
Ultrafiltrate path merupakan jalur yang digunakan untuk mengeluarkan air, zat
terlarut, creatinin, dan zat tertentu lainnya dari darah pasien. Zat-zat tersebut
dikeluarkan melewati detektor dan saringan ultrafiltrasi, yang nantinya berakhir pada
collection bag (kantong penampung).
d. Fluid replacement path
Cairan yang diambil oleh pompa ketiga, dipanaskan, dan dipompa kembali ke sirkuit
sebelum filter.
e. Quinton catheter
Kateter ini memiliki ujung terbuka (bercabang). Masing-masing ujung terbuka
tersebut digunakan sebagai aliran darah pasien untuk mengalir ke luar tubuh dan
kembali lagi ke tubuh.
f. Hemofilter
Darah mengalir melalui bagian ini. Hemofilter memiliki beberapa ruang di sekitar
tabung clump dan dinding plastik bening.
g. Membran
Digunakan untuk menyaring molekul-molekul yang lewat, dengan ukuran lebih besar
dari lubang-lubang membran. Membran bersifat semipermeabel.
h. Air detector
Detektor udara ini berguna untuk memantau blood path utama, memantau kondisi
darah sebelum kembali ke tubuh pasien agar tidak terdapat udara yang masuk.
Sehingga menghindarkan terjadinya penyumbatan darah karena adanya udara.
i. Blood leak detector
Detektor ini digunakan untuk mendeteksi adanya darah pada jalur ultrafiltrasi
(ulttrafiltrate path).
j. Transducer
Transduser berfungsi untuk memantau tekanan dalam sistem. Terdapat beberapa
macam transduser, yaitu arterial transducer, venous transducer, dan transducer
lainnya. Arterial transducer digunakan untuk mengukur tekanan negatif, yaitu ketika
darah ditarik ke luar tubuh pasien. Venous transducer digunakan untuk mengukur
tekanan positif yaitu ketika darah dikembalikan masuk ke dalam tubuh. Transduser
lainnya salah satunya berfungsi untuk mengukur tekanan yang berasal dari blood leak
detector yang penuh dengan ultrafiltrat.
k. Circuit heater
Digunakan untuk meningkatkan suhu (panas) pada aliran replacement fluid bags,
karena cairan pada replacement fluid bags akan terasa dingin pada tubuh pasien jika
tanpa pemanasan.
I. Prosedur
Hemodialisa mencakup shunting / pengalihan arus darah dari tubuh pasien ke dialisator
dimana terjadi difusi dan ultrafiltrasi dan kemudian kembali ke sirkulasi pasien. Untuk
pelaksanaan hemodialisa terjadi yang masuk ke darah pasien, suatu mekanisme yang
mentraspor darah ke dan dari dialisator, dan dialisator (daerah dimana terjadi pertukaran
larutan elektrolit dan produk-produk sisa berlangsung). Cara utama yang masuk ke aliran
darah pasien. Ini terdiri dari yang berikut:
a. Fistula aerteriovena
b. External arteriovenous/arus arteriorvena eksternal
c. Kateterisasi vena femoral
d. Kateterisasi vena subklavia
Tipe Indikasi Keuntungan Implikasi keperawatan
Kateterisasi
vena lemoral
1. Segera
masuk
2. Agara
terlihat segera
masuk dalam
waktu singkat
1. Mudah
masuk
2. Dapat
segera dipakai
1. Mengkaji klien yang
sering mengenai perdarahan
pada tempat masuk
2. Harus sering dibilas
dengan larutan heparin agar
tetap paten
3. Teknik steril sangat
penting bila mengenai
kateter.
Eksternal
shunt
1. Perlu waktu
lama
(mingguan
atau bulanan)
untuk masuk
ke vaskuler
2. Masuk
dalam
beberapa jam
1. Mudah
masuk
2. Dapat
segera dipakai
1. Mengkajik lien yang
sering mengenai perdarahan
pada tempat masuk
2. Mengkaji kepatenan
masuk yang sering dan
memperhatikan aliran darah
lewat shunt
3. Shunt merupakan tempat
potensial menjadi infeksi
Kateterisasi
vena
subclavia
1. Langsung
masuk
2. Waktu
pendek atau
1. Aktifitas
klien tidak
terbatas
2. Hanya
1. Mengkaji klien yang
sering mengenai perdarahan
pada tempat masuk
2. Teknik sterilitas
panjang diperlukan
satu kateter
diperlukan bila mengelola
kateter
3. Perlu dibilas dengan
larutan heparin untuk
pemeliharaan kepatenan
Fistual dan
graft
arteriovena
1. Perlu
masuk yang
permanen
1. Semua
tempat masuk
sangat kurang
untuk infeksi
2. Setelah ada
memudahkan
untuk masuk
1. Pengkajian fistula atau
graft depalpasi atau
austkultasi bruit/bunyi arus
2. Pesankan kepada klien
agar fistula tidak tertekan
oleh baju yang ketat atau
mengangkat sesuatu dengan
lengan dibelokkan
3. Klien diminta untuk
mengkaji fistula mengenai
tanda-tanda gejala infeksi,
terdiri dari nyeri, merah
bengkak atau sangat panas.
Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa keamanan
peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke system sirkulasi dicapai
melalui salah satu dari beberapa pilihan: fistula atau tandur arteriovenosa (AV) atau kateter
hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang besar (diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk
mengkanulasi fistula atau tandur AV. Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena
subklavikula, jugularis interna, atau femoralis, harus dibuka dalam kondisi aseptic sesuai
dengan kebijakan institusi.
Gambar 6. Fistula (Arteriovenous Fistula)
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa darah.
Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran “arterial”,
keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah yang belum
mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum: jarum “arterial” diletakkan
paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran
darah. Kantong cairan normal salin yang di klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat
sebelum pompa darah.
Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara
cairan normal salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk
memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan
ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus
heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang
digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke dalam
kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa. Darah
yang meninggalkan dialiser melewati detektor udara dan foam yang mengklem dan
menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap obat-
obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan melalui port obat-obatan. Penting untuk
diingat, bahwa kebanyakan obat-obatan ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali
memang diperintahkan.
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau selang
postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan mengklem
darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan membilas sirkuit untuk
mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang kedalam perangkat akut, meskipun
program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk membersihkan dan menggunakan
ulang dialiser.
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialysis
karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib untuk
digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.
Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan
ini, maka dibuat suatu hubungan buata diantara arteri dan vena (fistula arteriovenosa), lebih
populer disebut (Brescia-) Cimino Fistula, melalui pembedahan yang cukup baik agar dapat
diperoleh aliran darah yang cukup besar. Fistula arteriovenosa dapat berupa kateter yang
dipasang di pembuluh darah vena di leher atau paha dan bersifat temporer.
Gambar 8. Pemasangan selang inlet dan outlet
Kemudian aliran darah dari tubuh pasien masuk ke dalam sirkulasi darah mesin HD
yang terdiri dari selang Inlet/arterial (ke mesin) dan selang Outlet/venous (dari mesin ke
tubuh). Kedua ujungnya disambung ke jarum dan kanula yang ditusukkan ke pembuluh darah
pasien. Selama proses HD, darah pasien diberi Heparin agar tidak membeku ketika berada di
luar tubuh yaitu dalam sirkulasi darah mesin. Selama menjalani HD, posisi pasien dapat
dalam keadaan duduk atau berbaring. Selain menjalani HD, dalam jangka panjang, obat-obat
yang diperlukan antara lain obat yang mengatasi anemia seperti suntikan hormon eritropoetin
serta pemberian zat besi. Selain itu obat yang menurunkan kadar fosfat darah yang meningkat
yang dapat mengganggu kesehatan tulang, diberikan obat pengikat fosfat (Phosphate binder).
Obat-obat lain yang diperlukan sesuai kondisi pasien misalnya obat hipertensi, obat-obat
antigatal, vitamin penunjang (yang bebas fosfor maupun mineral yang tidak perlu).
Nefropati Toksik
1. Pendahuluan
Ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang sangat penting bagi manusia oleh
karena organ ini bekerja sebagai alat ekskresi utama untuk zat-zat yang tidak dibutuhkan lagi
oleh tubuh. Dalam melaksanakan fungsi ekskresi ini maka ginjal mendapat tugas yang berat
mengingat hampir 25 % dari seluruh aliran darah mengalir ke kedua ginjal. Besarnya aliran
darah yang menuju ke ginjal ini menyebabkan keterpaparan ginjal terhadap bahan/zat-zat
yang beredar dalam sirkulasi cukup tinggi. Akibatnya bahan-bahan yang bersifat toksik akan
mudah menyebabkan kerusakan jaringan ginjal dalam bentuk perubahan struktur dan fungsi
ginjal. Keadaan inilah yang disebut sebagai nefropati toksik dan dapat mengenai glomerulus,
tubulus, jaringan vaskuler, maupun jaringan interstitial ginjal.
Nefropati toksik penting diperhatikan, mengingat penyakit ini merupakan penyakit
yang dapat dicegah dan bersifat refersibel sehingga penggunaan berbagai prosedur diagnostik
seperti arteriografi, pielografi retrograd atau biopsi ginjal dapat dihindarkan.
Sampai sekarang tidak diketahui dengan pasti angka kejadian nefropati toksik baik
pada anak maupun orang dewasa. Nanra melaporkan bahwa kemungkinan 60% dari semua
konsultasi penyakit ginjal disebabkan oleh zat nefrotoksik dan sebanyak 5-10 % benar-benar
diketahui sebagai akibat nefrotoksik. Cronin yang melakukan penelitian pada kasus penyakit
ginjal menemukan bahwa 20 % penderita gagal ginjal disebabkan oleh pemakaian obat
antibiotik. Penelitian lain menunjukkan bahwa hampir 25 % kasus-kasus gagal ginjal akut
dan kronik diakibatkan oleh zat nefrotoksik.
Selain obat antibiotik maka pemakaian obat analgesik jangka panjang yang cukup
luas baik di negara maju maupun negara berkembang dapat menyebabkan timbulnya
nefropati analgesik yang merupakan penyebab penting gagal ginjal kronik.
2. Etiologi
Zat-zat yang dapat merusak ginjal baik struktur maupun fungsi ginjal disebut sebagai
nefrotoksin, yang dapat merupakan :
1. Makanan, yaitu makanan yang tercemar racun kimia, racun tanaman serangga atau
makanan yang secara alamiah sudah mengandung racun seperti jengkol, singkong atau
jamur yang dapat merusak ginjal.
2. Bahan kimia, yaitu bahan yang mengandung logam berat seperti timah (Pb),emas,
kadmium.
3. Obat-obatan; antibiotik, obat kemoterapi, siklosporin, sitostatik, dll.
4. Zat radiokontras.
Dari keempat nefrotoksin maka obat dan bahan kimia yang paling sering menyebabkan
kerusakan ginjal.
3. Patogenesis
Ginjal merupakan organ tubuh yang paling sering terpapar zat kimia dan metabolitnya
terutama obat yang dipakai secara meluas dimasyarakat. Kemudahan keterpaparan ginjal
terhadap zat-zat tersebut diakibatkan oleh sifat-sfat khusus ginjal, yaitu :
1. Ginjal menerima 25 %, curah jantung sedangkan beratnya hanya kira-kira 0,4% dari berat
badan.
2. Untuk menampung curah jantung yang begitu besar, ginjal mempunyai permukaan endotel
kapiler yang relatif luas dianatara organ tubuh yang lain.
3. Permukaan endotel kapiler yang sangat luas ini menyebabkan bahan yang bersifat
imunologik sering terpapar didaerah kapiler glomerulus dan tubulus.
4. Fungsi transportasi melalui sel-sel tubulus dapat menyebabkan terkonsentrasinya zat-zat
toksin di tubulus sendiri.
5. Mekanisme counter current sehingga medulla dan papil ginjal menjadi hipertonik dapat
menyebabkan konsentrasi zat toksik sangat meningkat di kedua daerah tersebut.
Sifat-sifat khas yang disebut di atas inilah yang memudahkan terjadinya gangguan
struktur dan fungsi ginjal, bila didalam darah terdapat zat yang bersifat nefrotoksik. Berikut
beberapa obat serta zat kimia dengan potensi dapat merusak ginjal, yaitu :
1. Asetaminofen, dapat menimbulkan kerusakan pada papilla renalis.
2. Salisilat, dapat menimbulkan nefritis interstitial.
3. Antibiotik golongan aminoglikosida dan golongan sefalosporin, berpotensi menimbulkan
keadaan nefritis interstitial dan kerusakan sel-sel tubulus.
4. Basitrasin, dapat menimbulkan degenerasi epitel tubulus.
5. Polimiksin B dan E, berpotensi menimbulkan kerusakan tubulus ginjal.
6. Tetrasiklin, dapat menimbulkan sindrom fanconi.
7. Amfoterisin B, berpotensi menimbulkan kerusakan pada glomerulus dan atrofi pada
jaringan tubulus ginjal.
8. Logam berat, misalnya merkuri dapat menimbulkan nekrosis pada jaringan tubulus secara
akut dan iskemia pada ginjal. Timah (Pb) berpotensi menimbulkan keadaan sindrom
fanconi dan kerusakan pada tubulus ginjal.
Dikenal 5 macam mekanisme terjadinya nefropati toksik, yaitu :
A. Dampak langsung terhadap sel parenkim ginjal.
Kerusakan langsung ini terutama disebabkan oleh penggunaan zat yang mengandung
logam berat. Logam berat yang difiltrasi oleh glomerulus dapat diresorpsi kembali oleh sel
tubulus sehingga sel tubuluslah yang paling sering mengalami kerusakan. Kerusakan ini
mengenai hampir seluruh struktur subseluler seperti membran plasma, mitokondria, lisosom,
retikulum endoplasma dan inti sel.
B. Reaksi imunologis
Proses imunologis lebih sering terjadi pada pemakaian obat-obatan seperti penisilin,
metisilin, dsb. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi hipersensitifitas terhadap zat tersebut di
atas, sedangkan proses yang timbul merupakan proses imunologik baik secara humoral
seperti terbentuknya deposit imun kompleks, reaksi antara antibodi dengan antigen
membrana basalis glomerulus, maupun secara seluler.
C. Obstruksi saluran kemih.
Umumnya obstruksi yang terjadi sebagai akibat kristalisasi zat tertentu yang
kemudian mengendap di lumen tubulus yang selanjutnya disertai pula dengan pengendapan
sel tubulus yang rusak. Pengendapan kristal dan sel tubulus yang rusak ini sering disertai
proses inflamasi yang akhirnya menyebabkan obstruksi lumen tubulus. Di Indonesia dikenal
keracunan jengkol yang dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih baik intrarenal maupun
ekstrarenal. Diduga pengendapan asam jengkol yang menyumbat saluran kemih.Gangguan
fungsi ginjal yang paling sering terjadi akibat keracunan jengkol ini ialah gagal ginjal akut.
D. Penghambatan produksi prostaglandin
Terdapat obat-obat yang dapat menghambat sintesis prostaglandin E2 yaitu aspirin
dan anti inflamasi non steroid. Obat-obat ini menghambat sintesis prostaglandin E2 dengan
cara mengikat siklo-oksigenase, suatu enzim yang dipakai untuk memproduksi Prostaglandin
E2. Penggunaan obat ini dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan penurunan aliran
darah ke ginjal dan laju filtrasi glomerulus sehingga dapat berpotensi menimbulkan keadaan
gagal ginjal.
E. Memperburuk penyakit ginjal yang telah ada sebelumnya.
Misalnya pielonefritis yang diperberat akibat pemakaian obat-obat tertentu yang
meningkatkan ekskresi asam urat atau obat-obat yang menyebabkan hipokalemia.
4. Manifestasi klinik
Gejala nefropati toksik tergantung dari jenis-jenis bahan kimia atau obat yang terpapar
pada ginjal. kelainan ginjal yang ditimbulkan mulai dari proteinuria, hematuria, sindrom
nefritik akut, sindrom nefrotik, nefritis interstitial akut, nefritis tubulo-interstitial, sampai
gagal ginjal baik akut maupun kronik.
5. Diagnosis
Diagnosis nefropati toksik sering terlambat diketahui, kalaupun diagnosis dapat
ditegakkan, kelainan ginjal yang terjadi sudah berat, misalnya terjadi gagal ginjal baik akut
maupun kronik. Atas dasar inilah maka pada gagal ginjal nefropati toksik harus selalu
dipertimbangkan sebagai penyebab dalam diagnosis banding. Hal-hal yang dapat membantu
diagnosis nefropati toksik adalah :
1. Anamnesis: riwayat pemakaian obat tertentu atau kontak dengan bahan kimia baik dalam
waktu singkat maupun waktu lama.
2. Gejala klinik: tergantung dari kelainan ginjal yang timbul seperti yang telah disebutkan di
atas. Walaupun begitu gejala sukar jadi pegangan oleh karena banyak penyakit ginjal
dengan kausa yang berbeda memberikan gejala yang sama dengan nefropati toksik.
3. Pemeriksaan laboratorium :berguna untuk mengetahui kadar bahan toksik dalam darah
dan urin, ada tidaknya penurunan Prostaglandin E2 dalam urin,untuk mengetahui Kadar
beta-2 mikroglobulin di urin, serta kadar enzim di urin misalnya alkali fosfatase dan
LDH.
6. Penatalaksanaan
1. Keracunan obat
Mengingat sering terlambatnya diagnosis nefropati toksik akibat obat-obatan ini,
maka penanganan yang dilakukan sama dengan penanganan penyakit ginjal pada umumnya
seperti sindrom nefrotik atau GGA. Bila pada pengobatan penyakit tertentu dengan antibiotik
terjadi penigkatan kadar ureum atau kretinin dalam darah, maka pemberian obat sebaiknya
dihentikan atau bila sangat perlu maka dosis harus diturunkan sesuai dengan penurunan
fungsi ginjal.
2. Keracunan zat kontras
Dengan berkembangnya prosedur diagnostik radiologik yang memakai zat kontras
pada 20 tahun terakhir ini, maka kecendrungan menigkatnya kejadian GGA dihubungkan
juga dengan menigkatnya pemakaian zat kontras tersebut. Untuk menghindari terjadinya
nefropati toksik akibat pemakaian zat kontras ini, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
a. Menggunakan zat kontras dengan dosis yang tepat dan tidak melebihi dosis maksimal.
b. Menghindari terjadinya dehidrasi.
c. Menghindarkan pemeriksaan radiologik yang memakai zat kontras secara berturut-
turut.
d. Memperhatikan faktor-faktor predisposisi seperti azotemia, anemia, proteinuria,
hiperurikemia, hipertensi dan gangguan fungsi hati.
Dari seluruh faktor pencetus atau faktor predisposisi di atas maka hal yang terpenting
yang harus diperhatikan sebelum dilakukan pemeriksaan radiologik ialah adanya azotemia
yang ditandai oleh kadar kretinin serum yang meninggi.
Asuhan Keperawatan Pasien Hemodialisis
I. Pengkajian
a. Keluhan:
Klien dengan hemodialisis biasanya mengeluhkan: Lemas, pusing, gatal, baal-baal,
bengkak-bengkak, sesak, kram, BAK tidak lancar, mual, muntah, tidak nafsu makan, susah
tidur, berdebar, mencret, susah BAB, penglihatan tidak jelas, sakit kepala, nyeri dada, nyeri
punggung, susah berkonsentrasi, kulit kering, pandangan gelap, nyeri otot, nyeri pada
penusukkan jarum, rembes pada akses darah, keringat dingin, batuk berdahak/tidak.
b.Riwayat Kesehatan Saat Ini
Pengembangan Keluhan Utama dengan perangkat PQRST dan pengaruhnya terhadap
aktivitas sehari-hari.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Menanyakan adanya riwayat infeksi saluran kemih, infeksi organ lain, riwayat
kencing batu/obstruksi, riwayat konsumsi obat-obatan, jamu, riwayat trauma ginjal, riwayat
penyakit endokrin, riwayat penyakit kardiovaskuler, riwayat darah tinggi, riwayat kehamilan,
riwayat dehidrasi, riwayat trauma.
d.Riwayat Kesehatan Keluarga
Menanyakan riwayat polikistik, diabetes, hipertensi, riwayat penyakit ginjal yang lain.
e.Pemeriksaan Fisik
Aktivitas istirahat/tidur
o Lelah, lemah atau malaise
o Insomnia
o Tonus otot menurun
o ROM berkurang
Sirkulasi
o Palpitasi, angina, nyeri dada
o Hipertensi, distensi vena jugularis
o Disritmia
o Pallor
o Hipotensi/hipertensi, nadi lemah/halus
o Edema periorbital-pretibial
o Anemia
o Hiperlipidemia
o Hiperparatiroid
o Trombositopeni
o Pericarditis
o Aterosklerosis
o CHF
o LVH
Eliminasi
o Poliuri pada awal gangguan ginjal, olguri dan anuri pada fase lanjut
o Disuri, kaji warna urin
o Riwayat batu pada saluran kencing
o Ascites, meteorismus, diare, konstipasi
Nutrisi/cairan
o Edema, peningkatan BB
o Dehidrasi, penurunan BB
o Mual, muntah, anorexia, nyeri ulu hati
o Efek pemberian diuretic
o Turgor kulit
o Stomatitis, perdarahan gusi
o Lemak subkutan menurun
o Distensi abdomen
o Rasa haus
o Gastritis ulserasi
Neurosensor
o Sakit kepala, penglihatan kabur
o Letih, insomnia
o Kram otot, kejang, pegal-pegal
o Iritasi kulit
o Kesemutan, baal-baal
Nyeri/kenyamanan
o Sakit kepala, pusing
o Nyeri dada, nyeri punggung
o Gatal, pruritus,
o Kram, kejang, kesemutan, mati rasa
Oksigenasi
o Pernapasan kusmaul
o Napas pendek-cepat
o Ronchi
Keamanan
o Reaksi transfuse
o Demam (sepsis-dehidrasi)
o Infeksi berulang
o Penurunan daya tahan
o Uremia
o Asidosis metabolic
o Kejang-kejang
o Fraktur tulang
Seksual
o Penurunan libido
o Haid (-), amenore
o Gangguan fungsi ereksi
o Produksi testoteron dan sperma menurun
o Infertile
f. Pengkajian Psikososial
o Integritaqs ego
o Interaksi social
o Tingkat pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaannya
o Stress emosional
o Konsep diri
g. Laboratorium
o Urine lengkap
o Darah lengkap meliputi: Hb,Hct, L, Trombosit, LED, Ureum pre dan post, kreatinin
pre dan post, protein total, albumin, globulin, SGOT-SGPT, bilirubin, gama gt, alkali
fosfatase, kalsium, fosfor, kalium, natrium, klorida, gula darah, SI, TIBC, saturasi
transferin, feritin serum, pth, vit D, kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida, asam
urat, Hbs Ag, antiHCV, anti HIV, CRP, astrup:pH/P02/pC02/HCO3
o Biasanya dapat ditemukan adanya: anemia, hiperkalemia, hiperfosfatemia,
hipokalsemi, ureumikum, kreatinin meningkat, pH darah rendah, GD klien DM
menurun
Radiologi
o Ronsen, Usg, Echo: kemungkinan ditemukan adanya gambaran pembesaran jantung,
adanya batu saluran kencing/ginjal, ukuran korteks, gambaran keadaan ginjal, adanya
pembesaran ukuran ginjal, vaskularisasi ginjal.
o Sidik nuklir dapat menentukan GFR
Biopsi
o Mendeteksi adanya keganasan pada jaringan ginjal
ii. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi1 Pola nafas tidak efektif
b.d.Over hidrasi: penumpukan cairan di paruAsidosis: pernapasan kusmaulAnemiaHiperkalemi
KarakteristikKlien mengeluh sesakRR > 30 X/mntTerdapat pola napas kusmaulRetraksi interkostalis (+)Pernapasan cuping hidung (+)Sianosis pada akral (+)Pallor (+)Ronchi (+)Hb < 9 mg/dlDispneu (+)Orthopneu (+)Sputum berbusa darah (+)
Pola napas efektif dengan kriteria:Keluhan sesak berkurang/hilangRetraksi interkostalis (-)Rr 16-20 X/mntPola napas kusmaul (-)Sianosis (-)Hb 10-11 mg/dlOrthopneu (-)Dispneu (-)Pallor (-)Pch (-)
1. Observasi tanda vital, kaji pola napas; kaji adanya kusmaul, periksa suara napas dari adanya ronchi.
2. Atur posisi semifowler
3. Berikan oksigen lembab sesuai kebutuhan.
4. Atur UFR dengan berdasar pada BB kering
5. Berikan dialisat bicnat
6. Lakukan ultrafiltrasi terpisah bila perlu
7. Berikan transfusi darah PRC bila Hb<
8. Lakukan kolaborasi pemberian therafi obat untuk mengkoreksi asidosis, anemia
2 Gangguan Klien mengatakan bengkak 1. Monitor
keseimbangan cairan : berlebih b.d. Penurunan fungsi ginjal dalam dalam mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit
Karakteristik:Klien mengeluh bengkak-bengkak pada perut, wajah atau anggota gerak, sesakAnuri/oliguri (+)Hipertensi (+)Peningkatan BB yang signifikanPernapasan pendek-cepatRonchi (+), edema paru
berkurang/hilangKlien mengatakan sesak berkurangEdema (-)Peningkatan BB interdialitik tidak lebih dari 5% BB keringPola napas normal, RR Normal
peningkatan tensi, edema perirbital dan peripheral
2. Auskultasi paru untuk mengidentifikasi adanya cairan dalam paru
3. Ajarkan klien untuk pentingnya pengendalian dan pengukuran air dan berat badan untuk mencegah overhidrasi; jumlah air yang diminum = 500 cc + diuresis / hari
4. Ajarkan klien tentang diet rendah sodium untuk mengontrol edema dan hipertensi
5. Ajarkan klien agar peningkatan BB interdialitik tidak lebih dari 5% BB kering
6. Berikan oksigen lembab bila sesak
7. Lakukan UF untuk mencapai BB kering
8. Lakukan SQHD bila perlu
3 Gangguan rasa nyaman: nyeri saat insersi pada tempat penusukkan b.d. insersi fistula needle.
Karakeristik :Klien mengeluh nyeri pada akses vaskuler saat dilakukan penusukkan.Ekspresi wajah tampak meringisTerdapat luka penusukkan untuk akses darah
Keluhan pada saat ditusuk minimalSaat penususkan ekspresi wajah tenang
1. Lakukan penusukkan yang tepat dan hati-hati untuk mengurangi resiko nyeri yang berlebihan
2. Berikan anestesi local pada daerah yang akan ditusuk untuk mengurangi rasa nyeri terutama saat punksi femoralis. Bisa berbentuk injeksi atau spray.
3. Ajarkan dan anjurkan teknik relaksasi dan distrraksi
4. Lakukan kompres
dingin untuk memblok rasa nyeri
5. Kaji tingkat nyeri, apakah hilang setelah penusukkan, menetap atau bertambah
DAFTAR PUSTAKA
Joane. 2004. Nursing Intervention Classification. Mosby : USA
Joane. 2004. Nursing Outcomes Classification. Mosby : USA
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Nurarif, A.H. & Kusuma, H.K. 2013. Aplikasi Asuhan Kepreawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction Publishing
Price,S.A. & Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC