Lp Hemodialisa

34
LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA A. Pengertian Proses transportasi darah dalam tubuh dapat digantikan oleh suatu mesin dimana mesin tersebut menunjang kerja organ vital tubuh tertentu yaitu ginjal. Penurunan fungsi ginjal terjadi karena penderita mengalami kondisi klinis gagal ginjal kronik atau gagal ginjal terminal dimana fungsi penyaring pada organ ginjal tidak bekerja sehingga berdampak sistemik pada organ- organ lain ditubuh penderita. Oleh karena itu dialisa dibutuhkan oleh penderita gagal ginjal untuk memperpanjang usia penderita. Dialisa merupakan suatu proses pembuangan limbah metabolik dan kelebihan cairan dari tubuh. Terdapat dua metode dialisa yaitu : a. Hemodialisa, suatu proses dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan dipompa ke dalam mesin yang akan menyaring zat-zat racun keluar dari darah, kemudian darah yang sudah bersih dikembalikan lagi kedalam tubuh penderita. b. Dialisa peritoneal, suatu proses dimana cairan yang mengandung campuran gula dan garam khusus dimasukkan ke dalam rongga perut dan akan menyerap zat-zat racun dari jaringan. Hemodialisa merupakan suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh manusia/penderita dan beredar dalam suatu perangkat/mesin diluar tubuh yang biasa disebut dialyzer.Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke aliran darah,

description

gadar

Transcript of Lp Hemodialisa

Page 1: Lp Hemodialisa

LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA

A. Pengertian

Proses transportasi darah dalam tubuh dapat digantikan oleh suatu mesin dimana mesin

tersebut menunjang kerja organ vital tubuh tertentu yaitu ginjal. Penurunan fungsi ginjal

terjadi karena penderita mengalami kondisi klinis gagal ginjal kronik atau gagal ginjal

terminal dimana fungsi penyaring pada organ ginjal tidak bekerja sehingga berdampak

sistemik pada organ-organ lain ditubuh penderita. Oleh karena itu dialisa dibutuhkan oleh

penderita gagal ginjal untuk memperpanjang usia penderita.

Dialisa merupakan suatu proses pembuangan limbah metabolik dan kelebihan cairan

dari tubuh. Terdapat dua metode dialisa yaitu :

a. Hemodialisa, suatu proses dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan

dipompa ke dalam mesin yang akan menyaring zat-zat racun keluar dari darah,

kemudian darah yang sudah bersih dikembalikan lagi kedalam tubuh penderita.

b. Dialisa peritoneal, suatu proses dimana cairan yang mengandung campuran gula dan

garam khusus dimasukkan ke dalam rongga perut dan akan menyerap zat-zat racun

dari jaringan.

Hemodialisa merupakan suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh

manusia/penderita dan beredar dalam suatu perangkat/mesin diluar tubuh yang biasa disebut

dialyzer.Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke aliran darah, sehingga dibuatkan hubungan

diantara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan.

B. Etiologi

Hemodialisa dilakukan kerena pasien menderita gagal ginjal akut dan kronik akibat dari :

azotemia, simtomatis berupa enselfalopati, perikarditis, uremia, hiperkalemia berat, kelebihan

cairan yang tidak responsive dengan diuretic, asidosis yang tidak bisa diatasi, batu ginjal, dan

sindrom hepatorenal.

C. Tujuan

1. Membuang sisa produk metabolisme protein seperti : urea, kreatinin dan asam urat.

2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah dan

bagian cairan.

3. Mempertahankan atau mengembalikan sistim buffer tubuh.

Page 2: Lp Hemodialisa

4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.

D. Indikasi

Price dan Wilson (1995) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang jelas berdasarkan

kadar kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan harus dimulai. Kebanyakan ahli

ginjal mengambil keputusan berdasarkan kesehatan penderita yang terus diikuti dengan

cermat sebagai penderita rawat jalan. Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah

tidak sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan

gejala klinis lainnya. Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum

diatas 6 mg/100 ml pada pria , 4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro filtration rate (GFR)

kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat

tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan lagi.

1. Indikasi hemodialisis segera antara lain (Daurgirdas et al., 2007):

a. Kegawatan ginjal

1. Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi

2. Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)

3. Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)

4. Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5 mmol/l )

5. Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)

6. Uremia ( BUN >150 mg/dL)

7. Ensefalopati uremikum

8. Neuropati/miopati uremikum

9. Perikarditis uremikum

10. Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L)

11. Hipertermia

b. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.

2. Indikasi Hemodialisis Kronik

Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan seumur hidup

penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis.

Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien yang

mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu

dimulai jika dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah ini (Daurgirdas et al., 2007):

a. GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis

b. Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah.

Page 3: Lp Hemodialisa

c. Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.

d. Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.

e. Komplikasi metabolik yang refrakter.

E. Kontraindikasi

Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi

yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik.

Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak

mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas

hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah

penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan

ensefalopati dan keganasan lanjut.

F. Prinsip

Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam

darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Ada tiga prinsip yang mendasari kerja

hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah

dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi

lebih tinggi ke cairan dialisat yang konsentrasinya rendah. Air yang berlebihan dikeluarkan

dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan

menciptakan gradien tekanan: dengan kata lain, air bergerak dari daerah dengan tekanan yang

lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradien ini dapar

ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal dengan ultrafiltrasi pada

mesin dialisis. Tekanan negatif diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan pengisap pada

membran dan memfasilitasi pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat mengekskresikan air,

kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovolemia

(keseimbangan cairan ) (Smeltzer, 2001).

Prinsip dialisis digunakan dalam alat cuci darah bagi penderita gagal ginjal, di mana

fungsi ginjal digantikan oleh dialisator. Prinsip dari Hemodialisis adalah dengan menerapkan

proses osmotis dan ultrafiltrasi pada ginjal buatan, dalam membuang sisa-sisa metabolisme

tubuh. Pada hemodialisis, darah dipompa keluar dari tubuh lalu masuk kedalam mesin

dialiser (yang berfungsi sebagai ginjal buatan) untuk dibersihkan dari zat-zat beracun melalui

proses difusi dan ultrafiltrasi oleh cairan khusus untuk dialisis (dialisat).

Page 4: Lp Hemodialisa

Tekanan di dalam ruang dialisat lebih rendah dibandingkan dengan tekanan di dalam

darah, sehingga cairan, limbah metabolik dan zat-zat racun di dalam darah disaring melalui

selaput dan masuk ke dalam dialisat. Proses hemodialisis melibatkan difusi solute (zat

terlarut) melalui suatu membrane semipermeable. Molekul zat terlarut (sisa metabolisme)

dari kompartemen darah akan berpindah kedalam kompartemen dialisat setiap saat bila

molekul zat terlarut dapat melewati membran semipermiabel demikian juga sebaliknya.

Setelah dibersihkan, darah dialirkan kembali ke dalam tubuh

Gambar 4. Skema Hemodialisa

Mesin hemodialisis (HD) terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan larutan dialisat,

dan sistem monitor. Pompa darah berfungsi untuk mengalirkan darah dari tempat

tusukan vaskuler ke alat dializer.

Dializer adalah tempat dimana proses HD berlangsung sehingga terjadi pertukaran

zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat. Sedangkan tusukan vaskuler merupakan

tempat keluarnya darah dari tubuh penderita menuju dializer dan selanjutnya kembali

lagi ketubuh penderita. Kecepatan dapat di atur biasanya diantara 300-400 ml/menit.

Lokasi pompa darah biasanya terletak antara monitor tekanan arteri dan monitor

larutan dialisat. Larutan dialisat harus dipanaskan antara 34-39 C sebelum dialirkan

kepada dializer. Suhu larutan dialisat yang terlalu rendah ataupun melebihi suhu tubuh

dapat menimbulkan komplikasi.

Page 5: Lp Hemodialisa

Sistem monitoring setiap mesin HD sangat penting untuk menjamin efektifitas proses

dialisis dan keselamatan.

G. Komplikasi

1.Komplikasi akut

Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis berlangsung.

Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram otot, mual muntah, sakit kepala, sakit

dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil (Daurgirdas et al., 2007; Bieber dan

Himmelfarb, 2013). Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah gangguan hemodinamik.

Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia,

tamponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, emboli udara, neutropenia,

aktivasi komplemen, hipoksemia (Daurgirdas et al., 2007).

Berikut adalah komplikasi hemodialisa dan penyebabnya :

No Komplikasi Penyebab

1 Hipotensi penarikan cairan yang berlebihan, terapi antihipertensi, infark jantung, tamponade, reaksi anafilaksis

2 Hipertensi kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi yang tidak adekuat

3 Reaksi Alergi Reaksi alergi, dialiser, tabung, heparin, besi, lateks

4 Aritmia Gangguan elektrolit, perpindahan cairan yang terlalu

cepat, obat antiaritmia yang terdialisis

5 Kram Otot Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan elektrolit

6 Emboli Udara Udara memasuki sirkuit darah

7 Dialysis disequilibirium

Perpindahan osmosis antara intrasel dan ekstrasel

menyebabkan sel menjadi bengkak, edema serebral.

Page 6: Lp Hemodialisa

Penurunan konsentrasi urea plasma yang terlalu cepat

8 Chlorine Hemolisis oleh karena menurunnya kolom charcoal

9 Kontaminasi Fluoride

Gatal, gangguan gastrointestinal, sinkop, tetanus, gejala neurologi, aritmia

10 Kontaminasi bakteri / endotoksin

Demam, mengigil, hipotensi oleh karena kontaminasi dari dialisat maupun sirkuti air

H. Bagian beserta fungsi dialis

a. Pompa darah

Pompa ini berguna untuk memompa darah dari dalam tubuh ke alat hemodialisa dan

mengalirkannya ke blood path. Pompa juga berguna untuk memompa darah dari alat

ke dalam tubuh.

b. Blood path (jalur darah)

Blood path ini merupakan saluran darah pada proses hemodialisa. Digunakan untuk

mengalirkan darah dari pasien ("arterial" catheter port) menuju filter dan detektor

udara gumpalan dan kembali ke pasien.

c. Ultrafiltrate path

Ultrafiltrate path merupakan jalur yang digunakan untuk mengeluarkan air, zat

terlarut, creatinin, dan zat tertentu lainnya dari darah pasien. Zat-zat tersebut

dikeluarkan melewati detektor dan saringan ultrafiltrasi, yang nantinya berakhir pada

collection bag (kantong penampung).

d. Fluid replacement path

Cairan yang diambil oleh pompa ketiga, dipanaskan, dan dipompa kembali ke sirkuit

sebelum filter.

e. Quinton catheter

Page 7: Lp Hemodialisa

Kateter ini memiliki ujung terbuka (bercabang). Masing-masing ujung terbuka

tersebut digunakan sebagai aliran darah pasien untuk mengalir ke luar tubuh dan

kembali lagi ke tubuh.

f. Hemofilter

Darah mengalir melalui bagian ini. Hemofilter memiliki beberapa ruang di sekitar

tabung clump dan dinding plastik bening.

g. Membran

Digunakan untuk menyaring molekul-molekul yang lewat, dengan ukuran lebih besar

dari lubang-lubang membran. Membran bersifat semipermeabel.

h. Air detector

Detektor udara ini berguna untuk memantau blood path utama, memantau kondisi

darah sebelum kembali ke tubuh pasien agar tidak terdapat udara yang masuk.

Sehingga menghindarkan terjadinya penyumbatan darah karena adanya udara.

i. Blood leak detector

Detektor ini digunakan untuk mendeteksi adanya darah pada jalur ultrafiltrasi

(ulttrafiltrate path).

j. Transducer

Transduser berfungsi untuk memantau tekanan dalam sistem. Terdapat beberapa

macam transduser, yaitu arterial transducer, venous transducer, dan transducer

lainnya. Arterial transducer digunakan untuk mengukur tekanan negatif, yaitu ketika

darah ditarik ke luar tubuh pasien. Venous transducer digunakan untuk mengukur

tekanan positif yaitu ketika darah dikembalikan masuk ke dalam tubuh. Transduser

lainnya salah satunya berfungsi untuk mengukur tekanan yang berasal dari blood leak

detector yang penuh dengan ultrafiltrat.

k. Circuit heater

Digunakan untuk meningkatkan suhu (panas) pada aliran replacement fluid bags,

karena cairan pada replacement fluid bags akan terasa dingin pada tubuh pasien jika

tanpa pemanasan.

I. Prosedur

Hemodialisa mencakup shunting / pengalihan arus darah dari tubuh pasien ke dialisator

dimana terjadi difusi dan ultrafiltrasi dan kemudian kembali ke sirkulasi pasien. Untuk

Page 8: Lp Hemodialisa

pelaksanaan hemodialisa terjadi yang masuk ke darah pasien, suatu mekanisme yang

mentraspor darah ke dan dari dialisator, dan dialisator (daerah dimana terjadi pertukaran

larutan elektrolit dan produk-produk sisa berlangsung). Cara utama yang masuk ke aliran

darah pasien. Ini terdiri dari yang berikut:

a. Fistula aerteriovena

b. External arteriovenous/arus arteriorvena eksternal

c. Kateterisasi vena femoral

d. Kateterisasi vena subklavia

Tipe Indikasi Keuntungan Implikasi keperawatan

Kateterisasi

vena lemoral

1. Segera

masuk

2. Agara

terlihat segera

masuk dalam

waktu singkat

1. Mudah

masuk

2. Dapat

segera dipakai

1. Mengkaji klien yang

sering mengenai perdarahan

pada tempat masuk

2. Harus sering dibilas

dengan larutan heparin agar

tetap paten

3. Teknik steril sangat

penting bila mengenai

kateter.

Eksternal

shunt

1. Perlu waktu

lama

(mingguan

atau bulanan)

untuk masuk

ke vaskuler

2. Masuk

dalam

beberapa jam

1. Mudah

masuk

2. Dapat

segera dipakai

1. Mengkajik lien yang

sering mengenai perdarahan

pada tempat masuk

2. Mengkaji kepatenan

masuk yang sering dan

memperhatikan aliran darah

lewat shunt

3. Shunt merupakan tempat

potensial menjadi infeksi

Kateterisasi

vena

subclavia

1. Langsung

masuk

2. Waktu

pendek atau

1. Aktifitas

klien tidak

terbatas

2. Hanya

1. Mengkaji klien yang

sering mengenai perdarahan

pada tempat masuk

2. Teknik sterilitas

Page 9: Lp Hemodialisa

panjang diperlukan

satu kateter

diperlukan bila mengelola

kateter

3. Perlu dibilas dengan

larutan heparin untuk

pemeliharaan kepatenan

Fistual dan

graft

arteriovena

1. Perlu

masuk yang

permanen

1. Semua

tempat masuk

sangat kurang

untuk infeksi

2. Setelah ada

memudahkan

untuk masuk

1. Pengkajian fistula atau

graft depalpasi atau

austkultasi bruit/bunyi arus

2. Pesankan kepada klien

agar fistula tidak tertekan

oleh baju yang ketat atau

mengangkat sesuatu dengan

lengan dibelokkan

3. Klien diminta untuk

mengkaji fistula mengenai

tanda-tanda gejala infeksi,

terdiri dari nyeri, merah

bengkak atau sangat panas.

Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa keamanan

peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke system sirkulasi dicapai

melalui salah satu dari beberapa pilihan: fistula atau tandur arteriovenosa (AV) atau kateter

hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang besar (diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk

mengkanulasi fistula atau tandur AV. Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena

subklavikula, jugularis interna, atau femoralis, harus dibuka dalam kondisi aseptic sesuai

dengan kebijakan institusi.

Page 10: Lp Hemodialisa

Gambar 6. Fistula (Arteriovenous Fistula)

Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa darah.

Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran “arterial”,

keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah yang belum

mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum: jarum “arterial” diletakkan

paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran

darah. Kantong cairan normal salin yang di klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat

sebelum pompa darah.

Pada kejadian hipotensi, darah yang  mengalir dari pasien dapat diklem sementara

cairan normal salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus  untuk

memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan

ke sirkuit  pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus

heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang

digunakan.

Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke dalam

kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa. Darah

yang meninggalkan dialiser melewati detektor udara dan foam yang mengklem dan

menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap obat-

obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan melalui port obat-obatan. Penting untuk

diingat, bahwa kebanyakan obat-obatan ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali

memang diperintahkan.

Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau selang

postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan mengklem

darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan membilas sirkuit untuk

mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang kedalam perangkat akut, meskipun

program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk membersihkan dan menggunakan

ulang dialiser.

Page 11: Lp Hemodialisa

Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialysis

karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib untuk

digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.

Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan

ini, maka dibuat suatu hubungan buata diantara arteri dan vena (fistula arteriovenosa), lebih

populer disebut (Brescia-) Cimino Fistula, melalui pembedahan yang cukup baik agar dapat

diperoleh aliran darah yang cukup besar. Fistula arteriovenosa dapat berupa kateter yang

dipasang di pembuluh darah vena di leher atau paha dan bersifat temporer.

Gambar 8. Pemasangan selang inlet dan outlet

Kemudian aliran darah dari tubuh pasien masuk ke dalam sirkulasi darah mesin HD

yang terdiri dari selang Inlet/arterial (ke mesin) dan selang Outlet/venous (dari mesin ke

tubuh). Kedua ujungnya disambung ke jarum dan kanula yang ditusukkan ke pembuluh darah

pasien. Selama proses HD, darah pasien diberi Heparin agar tidak membeku ketika berada di

luar tubuh yaitu dalam sirkulasi darah mesin. Selama menjalani HD, posisi pasien dapat

dalam keadaan duduk atau berbaring. Selain menjalani HD, dalam jangka panjang, obat-obat

yang diperlukan antara lain obat yang mengatasi anemia seperti suntikan hormon eritropoetin

serta pemberian zat besi. Selain itu obat yang menurunkan kadar fosfat darah yang meningkat

yang dapat mengganggu kesehatan tulang, diberikan obat pengikat fosfat (Phosphate binder).

Obat-obat lain yang diperlukan sesuai kondisi pasien misalnya obat hipertensi, obat-obat

antigatal, vitamin penunjang (yang bebas fosfor maupun mineral yang tidak perlu).

Page 12: Lp Hemodialisa

Nefropati Toksik

1. Pendahuluan

Ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang sangat penting bagi manusia oleh

karena organ ini bekerja sebagai alat ekskresi utama untuk zat-zat yang tidak dibutuhkan lagi

oleh tubuh. Dalam melaksanakan fungsi ekskresi ini maka ginjal mendapat tugas yang berat

mengingat hampir 25 % dari seluruh aliran darah mengalir ke kedua ginjal. Besarnya aliran

darah yang menuju ke ginjal ini menyebabkan keterpaparan ginjal terhadap bahan/zat-zat

yang beredar dalam sirkulasi cukup tinggi. Akibatnya bahan-bahan yang bersifat toksik akan

mudah menyebabkan kerusakan jaringan ginjal dalam bentuk perubahan struktur dan fungsi

ginjal. Keadaan inilah yang disebut sebagai nefropati toksik dan dapat mengenai glomerulus,

tubulus, jaringan vaskuler, maupun jaringan interstitial ginjal.

Nefropati toksik penting diperhatikan, mengingat penyakit ini merupakan penyakit

yang dapat dicegah dan bersifat refersibel sehingga penggunaan berbagai prosedur diagnostik

seperti arteriografi, pielografi retrograd atau biopsi ginjal dapat dihindarkan.

Sampai sekarang tidak diketahui dengan pasti angka kejadian nefropati toksik baik

pada anak maupun orang dewasa. Nanra melaporkan bahwa kemungkinan 60% dari semua

konsultasi penyakit ginjal disebabkan oleh zat nefrotoksik dan sebanyak 5-10 % benar-benar

diketahui sebagai akibat nefrotoksik. Cronin yang melakukan penelitian pada kasus penyakit

ginjal menemukan bahwa 20 % penderita gagal ginjal disebabkan oleh pemakaian obat

antibiotik. Penelitian lain menunjukkan bahwa hampir 25 % kasus-kasus gagal ginjal akut

dan kronik diakibatkan oleh zat nefrotoksik.

Selain obat antibiotik maka pemakaian obat analgesik jangka panjang yang cukup

luas baik di negara maju maupun negara berkembang dapat menyebabkan timbulnya

nefropati analgesik yang merupakan penyebab penting gagal ginjal kronik.

2. Etiologi

Zat-zat yang dapat merusak ginjal baik struktur maupun fungsi ginjal disebut sebagai

nefrotoksin, yang dapat merupakan :

1. Makanan, yaitu makanan yang tercemar racun kimia, racun tanaman serangga atau

makanan yang secara alamiah sudah mengandung racun seperti jengkol, singkong atau

jamur yang dapat merusak ginjal.

2. Bahan kimia, yaitu bahan yang mengandung logam berat seperti timah (Pb),emas,

kadmium.

3. Obat-obatan; antibiotik, obat kemoterapi, siklosporin, sitostatik, dll.

Page 13: Lp Hemodialisa

4. Zat radiokontras.

Dari keempat nefrotoksin maka obat dan bahan kimia yang paling sering menyebabkan

kerusakan ginjal.

3. Patogenesis

Ginjal merupakan organ tubuh yang paling sering terpapar zat kimia dan metabolitnya

terutama obat yang dipakai secara meluas dimasyarakat. Kemudahan keterpaparan ginjal

terhadap zat-zat tersebut diakibatkan oleh sifat-sfat khusus ginjal, yaitu :

1. Ginjal menerima 25 %, curah jantung sedangkan beratnya hanya kira-kira 0,4% dari berat

badan.

2. Untuk menampung curah jantung yang begitu besar, ginjal mempunyai permukaan endotel

kapiler yang relatif luas dianatara organ tubuh yang lain.

3. Permukaan endotel kapiler yang sangat luas ini menyebabkan bahan yang bersifat

imunologik sering terpapar didaerah kapiler glomerulus dan tubulus.

4. Fungsi transportasi melalui sel-sel tubulus dapat menyebabkan terkonsentrasinya zat-zat

toksin di tubulus sendiri.

5. Mekanisme counter current sehingga medulla dan papil ginjal menjadi hipertonik dapat

menyebabkan konsentrasi zat toksik sangat meningkat di kedua daerah tersebut.

Sifat-sifat khas yang disebut di atas inilah yang memudahkan terjadinya gangguan

struktur dan fungsi ginjal, bila didalam darah terdapat zat yang bersifat nefrotoksik. Berikut

beberapa obat serta zat kimia dengan potensi dapat merusak ginjal, yaitu :

1. Asetaminofen, dapat menimbulkan kerusakan pada papilla renalis.

2. Salisilat, dapat menimbulkan nefritis interstitial.

3. Antibiotik golongan aminoglikosida dan golongan sefalosporin, berpotensi menimbulkan

keadaan nefritis interstitial dan kerusakan sel-sel tubulus.

4. Basitrasin, dapat menimbulkan degenerasi epitel tubulus.

5. Polimiksin B dan E, berpotensi menimbulkan kerusakan tubulus ginjal.

6. Tetrasiklin, dapat menimbulkan sindrom fanconi.

7. Amfoterisin B, berpotensi menimbulkan kerusakan pada glomerulus dan atrofi pada

jaringan tubulus ginjal.

8. Logam berat, misalnya merkuri dapat menimbulkan nekrosis pada jaringan tubulus secara

akut dan iskemia pada ginjal. Timah (Pb) berpotensi menimbulkan keadaan sindrom

fanconi dan kerusakan pada tubulus ginjal.

Page 14: Lp Hemodialisa

Dikenal 5 macam mekanisme terjadinya nefropati toksik, yaitu :

A. Dampak langsung terhadap sel parenkim ginjal.

Kerusakan langsung ini terutama disebabkan oleh penggunaan zat yang mengandung

logam berat. Logam berat yang difiltrasi oleh glomerulus dapat diresorpsi kembali oleh sel

tubulus sehingga sel tubuluslah yang paling sering mengalami kerusakan. Kerusakan ini

mengenai hampir seluruh struktur subseluler seperti membran plasma, mitokondria, lisosom,

retikulum endoplasma dan inti sel.

B. Reaksi imunologis

Proses imunologis lebih sering terjadi pada pemakaian obat-obatan seperti penisilin,

metisilin, dsb. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi hipersensitifitas terhadap zat tersebut di

atas, sedangkan proses yang timbul merupakan proses imunologik baik secara humoral

seperti terbentuknya deposit imun kompleks, reaksi antara antibodi dengan antigen

membrana basalis glomerulus, maupun secara seluler.

C. Obstruksi saluran kemih.

Umumnya obstruksi yang terjadi sebagai akibat kristalisasi zat tertentu yang

kemudian mengendap di lumen tubulus yang selanjutnya disertai pula dengan pengendapan

sel tubulus yang rusak. Pengendapan kristal dan sel tubulus yang rusak ini sering disertai

proses inflamasi yang akhirnya menyebabkan obstruksi lumen tubulus. Di Indonesia dikenal

keracunan jengkol yang dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih baik intrarenal maupun

ekstrarenal. Diduga pengendapan asam jengkol yang menyumbat saluran kemih.Gangguan

fungsi ginjal yang paling sering terjadi akibat keracunan jengkol ini ialah gagal ginjal akut.

D. Penghambatan produksi prostaglandin

Terdapat obat-obat yang dapat menghambat sintesis prostaglandin E2 yaitu aspirin

dan anti inflamasi non steroid. Obat-obat ini menghambat sintesis prostaglandin E2 dengan

cara mengikat siklo-oksigenase, suatu enzim yang dipakai untuk memproduksi Prostaglandin

E2. Penggunaan obat ini dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan penurunan aliran

darah ke ginjal dan laju filtrasi glomerulus sehingga dapat berpotensi menimbulkan keadaan

gagal ginjal.

Page 15: Lp Hemodialisa

E. Memperburuk penyakit ginjal yang telah ada sebelumnya.

Misalnya pielonefritis yang diperberat akibat pemakaian obat-obat tertentu yang

meningkatkan ekskresi asam urat atau obat-obat yang menyebabkan hipokalemia.

4. Manifestasi klinik

Gejala nefropati toksik tergantung dari jenis-jenis bahan kimia atau obat yang terpapar

pada ginjal. kelainan ginjal yang ditimbulkan mulai dari proteinuria, hematuria, sindrom

nefritik akut, sindrom nefrotik, nefritis interstitial akut, nefritis tubulo-interstitial, sampai

gagal ginjal baik akut maupun kronik.

5. Diagnosis

Diagnosis nefropati toksik sering terlambat diketahui, kalaupun diagnosis dapat

ditegakkan, kelainan ginjal yang terjadi sudah berat, misalnya terjadi gagal ginjal baik akut

maupun kronik. Atas dasar inilah maka pada gagal ginjal nefropati toksik harus selalu

dipertimbangkan sebagai penyebab dalam diagnosis banding. Hal-hal yang dapat membantu

diagnosis nefropati toksik adalah :

1. Anamnesis: riwayat pemakaian obat tertentu atau kontak dengan bahan kimia baik dalam

waktu singkat maupun waktu lama.

2. Gejala klinik: tergantung dari kelainan ginjal yang timbul seperti yang telah disebutkan di

atas. Walaupun begitu gejala sukar jadi pegangan oleh karena banyak penyakit ginjal

dengan kausa yang berbeda memberikan gejala yang sama dengan nefropati toksik.

3. Pemeriksaan laboratorium :berguna untuk mengetahui kadar bahan toksik dalam darah

dan urin, ada tidaknya penurunan Prostaglandin E2 dalam urin,untuk mengetahui Kadar

beta-2 mikroglobulin di urin, serta kadar enzim di urin misalnya alkali fosfatase dan

LDH.

6. Penatalaksanaan

1. Keracunan obat

Mengingat sering terlambatnya diagnosis nefropati toksik akibat obat-obatan ini,

maka penanganan yang dilakukan sama dengan penanganan penyakit ginjal pada umumnya

seperti sindrom nefrotik atau GGA. Bila pada pengobatan penyakit tertentu dengan antibiotik

terjadi penigkatan kadar ureum atau kretinin dalam darah, maka pemberian obat sebaiknya

dihentikan atau bila sangat perlu maka dosis harus diturunkan sesuai dengan penurunan

fungsi ginjal.

Page 16: Lp Hemodialisa

2. Keracunan zat kontras

Dengan berkembangnya prosedur diagnostik radiologik yang memakai zat kontras

pada 20 tahun terakhir ini, maka kecendrungan menigkatnya kejadian GGA dihubungkan

juga dengan menigkatnya pemakaian zat kontras tersebut. Untuk menghindari terjadinya

nefropati toksik akibat pemakaian zat kontras ini, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai

berikut :

a. Menggunakan zat kontras dengan dosis yang tepat dan tidak melebihi dosis maksimal.

b. Menghindari terjadinya dehidrasi.

c. Menghindarkan pemeriksaan radiologik yang memakai zat kontras secara berturut-

turut.

d. Memperhatikan faktor-faktor predisposisi seperti azotemia, anemia, proteinuria,

hiperurikemia, hipertensi dan gangguan fungsi hati.

Dari seluruh faktor pencetus atau faktor predisposisi di atas maka hal yang terpenting

yang harus diperhatikan sebelum dilakukan pemeriksaan radiologik ialah adanya azotemia

yang ditandai oleh kadar kretinin serum yang meninggi.

Page 17: Lp Hemodialisa

Asuhan Keperawatan Pasien Hemodialisis

I. Pengkajian

a. Keluhan:

Klien dengan hemodialisis biasanya mengeluhkan: Lemas, pusing, gatal, baal-baal,

bengkak-bengkak, sesak, kram, BAK tidak lancar, mual, muntah, tidak nafsu makan, susah

tidur, berdebar, mencret, susah BAB, penglihatan tidak jelas, sakit kepala, nyeri dada, nyeri

punggung, susah berkonsentrasi, kulit kering, pandangan gelap, nyeri otot, nyeri pada

penusukkan jarum, rembes pada akses darah, keringat dingin, batuk berdahak/tidak.

b.Riwayat Kesehatan Saat Ini

Pengembangan Keluhan Utama dengan perangkat PQRST dan pengaruhnya terhadap

aktivitas sehari-hari.

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

Menanyakan adanya riwayat infeksi saluran kemih, infeksi organ lain, riwayat

kencing batu/obstruksi, riwayat konsumsi obat-obatan, jamu, riwayat trauma ginjal, riwayat

penyakit endokrin, riwayat penyakit kardiovaskuler, riwayat darah tinggi, riwayat kehamilan,

riwayat dehidrasi, riwayat trauma.

d.Riwayat Kesehatan Keluarga

Menanyakan riwayat polikistik, diabetes, hipertensi, riwayat penyakit ginjal yang lain.

e.Pemeriksaan Fisik

Aktivitas istirahat/tidur

o Lelah, lemah atau malaise

o Insomnia

o Tonus otot menurun

o ROM berkurang

Sirkulasi

o Palpitasi, angina, nyeri dada

o Hipertensi, distensi vena jugularis

o Disritmia

o Pallor

o Hipotensi/hipertensi, nadi lemah/halus

o Edema periorbital-pretibial

o Anemia

Page 18: Lp Hemodialisa

o Hiperlipidemia

o Hiperparatiroid

o Trombositopeni

o Pericarditis

o Aterosklerosis

o CHF

o LVH

Eliminasi

o Poliuri pada awal gangguan ginjal, olguri dan anuri pada fase lanjut

o Disuri, kaji warna urin

o Riwayat batu pada saluran kencing

o Ascites, meteorismus, diare, konstipasi

Nutrisi/cairan

o Edema, peningkatan BB

o Dehidrasi, penurunan BB

o Mual, muntah, anorexia, nyeri ulu hati

o Efek pemberian diuretic

o Turgor kulit

o Stomatitis, perdarahan gusi

o Lemak subkutan menurun

o Distensi abdomen

o Rasa haus

o Gastritis ulserasi

Neurosensor

o Sakit kepala, penglihatan kabur

o Letih, insomnia

o Kram otot, kejang, pegal-pegal

o Iritasi kulit

o Kesemutan, baal-baal

Nyeri/kenyamanan

o Sakit kepala, pusing

o Nyeri dada, nyeri punggung

o Gatal, pruritus,

Page 19: Lp Hemodialisa

o Kram, kejang, kesemutan, mati rasa

Oksigenasi

o Pernapasan kusmaul

o Napas pendek-cepat

o Ronchi

Keamanan

o Reaksi transfuse

o Demam (sepsis-dehidrasi)

o Infeksi berulang

o Penurunan daya tahan

o Uremia

o Asidosis metabolic

o Kejang-kejang

o Fraktur tulang

Seksual

o Penurunan libido

o Haid (-), amenore

o Gangguan fungsi ereksi

o Produksi testoteron dan sperma menurun

o Infertile

f. Pengkajian Psikososial

o Integritaqs ego

o Interaksi social

o Tingkat pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaannya

o Stress emosional

o Konsep diri

g. Laboratorium

o Urine lengkap

o Darah lengkap meliputi: Hb,Hct, L, Trombosit, LED, Ureum pre dan post, kreatinin

pre dan post, protein total, albumin, globulin, SGOT-SGPT, bilirubin, gama gt, alkali

fosfatase, kalsium, fosfor, kalium, natrium, klorida, gula darah, SI, TIBC, saturasi

Page 20: Lp Hemodialisa

transferin, feritin serum, pth, vit D, kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida, asam

urat, Hbs Ag, antiHCV, anti HIV, CRP, astrup:pH/P02/pC02/HCO3

o Biasanya dapat ditemukan adanya: anemia, hiperkalemia, hiperfosfatemia,

hipokalsemi, ureumikum, kreatinin meningkat, pH darah rendah, GD klien DM

menurun

Radiologi

o Ronsen, Usg, Echo: kemungkinan ditemukan adanya gambaran pembesaran jantung,

adanya batu saluran kencing/ginjal, ukuran korteks, gambaran keadaan ginjal, adanya

pembesaran ukuran ginjal, vaskularisasi ginjal.

o Sidik nuklir dapat menentukan GFR

Biopsi

o Mendeteksi adanya keganasan pada jaringan ginjal

 ii. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi1 Pola nafas tidak efektif

b.d.Over hidrasi: penumpukan cairan di paruAsidosis: pernapasan kusmaulAnemiaHiperkalemi

KarakteristikKlien mengeluh sesakRR > 30 X/mntTerdapat pola napas kusmaulRetraksi interkostalis (+)Pernapasan cuping hidung (+)Sianosis pada akral (+)Pallor (+)Ronchi (+)Hb < 9 mg/dlDispneu (+)Orthopneu (+)Sputum berbusa darah (+)

Pola napas efektif dengan kriteria:Keluhan sesak berkurang/hilangRetraksi interkostalis (-)Rr 16-20 X/mntPola napas kusmaul (-)Sianosis (-)Hb 10-11 mg/dlOrthopneu (-)Dispneu (-)Pallor (-)Pch (-)

1. Observasi tanda vital, kaji pola napas; kaji adanya kusmaul, periksa suara napas dari adanya ronchi.

2. Atur posisi semifowler

3. Berikan oksigen lembab sesuai kebutuhan.

4. Atur UFR dengan berdasar pada BB kering

5. Berikan dialisat bicnat

6. Lakukan ultrafiltrasi terpisah bila perlu

7. Berikan transfusi darah PRC bila Hb<

8. Lakukan kolaborasi pemberian therafi obat untuk mengkoreksi asidosis, anemia

2 Gangguan Klien mengatakan bengkak 1. Monitor

Page 21: Lp Hemodialisa

keseimbangan cairan : berlebih b.d. Penurunan fungsi ginjal dalam dalam mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit

Karakteristik:Klien mengeluh bengkak-bengkak pada perut, wajah atau anggota gerak, sesakAnuri/oliguri (+)Hipertensi (+)Peningkatan BB yang signifikanPernapasan pendek-cepatRonchi (+), edema paru

berkurang/hilangKlien mengatakan sesak berkurangEdema (-)Peningkatan BB interdialitik tidak lebih dari 5% BB keringPola napas normal, RR Normal

peningkatan tensi, edema perirbital dan peripheral

2. Auskultasi paru untuk mengidentifikasi adanya cairan dalam paru

3. Ajarkan klien untuk pentingnya pengendalian dan pengukuran air dan berat badan untuk mencegah overhidrasi; jumlah air yang diminum = 500 cc + diuresis / hari

4. Ajarkan klien tentang diet rendah sodium untuk mengontrol edema dan hipertensi

5. Ajarkan klien agar peningkatan BB interdialitik tidak lebih dari 5% BB kering

6. Berikan oksigen lembab bila sesak

7. Lakukan UF untuk mencapai BB kering

8. Lakukan SQHD bila perlu

3 Gangguan rasa nyaman: nyeri saat insersi pada tempat penusukkan b.d. insersi fistula needle.

Karakeristik :Klien mengeluh nyeri pada akses vaskuler saat dilakukan penusukkan.Ekspresi wajah tampak meringisTerdapat luka penusukkan untuk akses darah

Keluhan pada saat ditusuk minimalSaat penususkan ekspresi wajah tenang

1. Lakukan penusukkan yang tepat dan hati-hati untuk mengurangi resiko nyeri yang berlebihan

2. Berikan anestesi local pada daerah yang akan ditusuk untuk mengurangi rasa nyeri terutama saat punksi femoralis. Bisa berbentuk injeksi atau spray.

3. Ajarkan dan anjurkan teknik relaksasi dan distrraksi

4. Lakukan kompres

Page 22: Lp Hemodialisa

dingin untuk memblok rasa nyeri

5. Kaji tingkat nyeri, apakah hilang setelah penusukkan, menetap atau bertambah

Page 23: Lp Hemodialisa

DAFTAR PUSTAKA

Joane. 2004. Nursing Intervention Classification. Mosby : USA

Joane. 2004. Nursing Outcomes Classification. Mosby : USA

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Nurarif, A.H. & Kusuma, H.K. 2013. Aplikasi Asuhan Kepreawatan Berdasarkan Diagnosa

Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction Publishing

Price,S.A. & Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Jakarta : EGC

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth. Jakarta : EGC