LP Eliminasi

19

Click here to load reader

description

Laporan Pendahuluan eliminasi fekal dan miksi. patofisiologi eliminasi fekal dan miksi. gangguan eliminasi

Transcript of LP Eliminasi

Page 1: LP Eliminasi

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN ELIMINASI FEKAL DAN MIKSI

Disusun Oleh :

NURUL AHDIAH

20154030083

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2015

Page 2: LP Eliminasi

A. Pengertian EliminasiMenurut kamus bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran, penghilangan,

penyingkiran, penyisihan.Dalam bidang kesehatan, Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses). Eliminasi pada manusia digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:1. Defekasi

Buang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal dari sistem pencernaan (Dianawuri, 2009).

2. MiksiMiksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Miksi ini sering disebut buang air kecil.

B. Fisiologi Dalam Eliminasi (Potter & Perry, 2009)1. Fisiologi Defekasi

Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Seorang yang mempunyai kebiasaan teratur akan merasa kebutuhan membung air besar kira-kira pada waktu yang sama setiap hari. Hal ini disebabkan oleh refleks gastro-kolika yang biasanya bekerja sesudah makan pagi. Setelah makanan ini mencapai lambung dan setelah pencernaan dimulai maka peristaltik di dalam usus terangsang, merambat ke kolon, dan sisa makanan dari hari kemarinnya, yang waktu malam mencapai sekum mulai bergerak. Isi kolon pelvis masuk ke dalam rektum, serentak peristaltik keras terjadi di dalam kolon dan terjadi perasaan di daerah perineum. Tekanan intra-abdominal bertambah dengan penutupan glottis dan kontraksi diafragma dan otot abdominal, sfinkter anus mengendor dan kerjanya berakhir (Pearce, 2002).

2. Fisiologi MiksiSistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu :Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih.

C. Patofisiologi1. Eliminasi fekal.

Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi. Defekasi biasanya dimulai oleh refleks defekasi instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum,

Page 3: LP Eliminasi

pengembangan dinding rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar. Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik.. Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses. Cairan feses di absorpsi sehingga feses menjadi keras dan terjadi konstipasi.

2. Eliminasi miksiGinjala. Ginjal terbentang dari vertebra torakalis ke-12 sampai dengan vertebra lumbalis ke-

3. Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 – 2 cm dari ginjal kanan karena posisi anatomi hepar (hati). Setiap ginjal dilapisi oleh kapsul yang kokoh dan dikelilingi oleh lapisan lemak. Produk pembuangan hasil metabolisme yang terkumpul dalam darah di filtrasi di ginjal.

b. Darah sampai ke setiap ginjal melalui arteri renalis yang merupakan percabangan dari aorta abdominalis. Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum. Setiap ginjal berisi 1 juta nefron, yang merupakan unit fungsional ginjal kemudian membentuk urine.

c. Darah masuk ke nefron melalui arteiola aferen. Sekelompok pembuluh darah ini membentuk jaringan kapiler glomerulus, yang merupakan tempat pertama filtrasi darah dan pembentukan urine. Apabila dalam urine terdapat protein yang berukuran besar (proteinuria), maka hal ini merupakan tanda adanya cedera pada glomelorus. Normalnya glomelorus memfiltrasi sekitar 125 ml filtrat/menit.

d. Sekitar 99 % filtrat direabsorsi ke dalam plasma, dengan 1 % sisanya diekskresikan sebagai urine. Dengan demikian ginjal memiliki peran dalam pengaturan cairan dan eletrolit.

e. Ginjal juga sebagai penghasil hormon penting untuk memproduksi eritrisit, pengatur tekanan darah dan mineralisasi mineral. Ginjal memproduksi eritropoietin, sebuah hormon yang terutama dilepaskan dari sel glomerolus sebagai penanda adanya hipoksia ( penurunan oksigen) eritrosit. Setelah dilepaskan dari ginjal, fungsi eritropoesis ( produksi dan pematangan eritrosit ) dengan merubah sel induk tertentu menjadi eritoblast. Klien yang mengalami perubahan kronis tidak dapat memproduksi hormon ini sehingga klien tersebut rentan terserang anemia.

f. Renin adalah hormon lain yang diproduksi oleh ginjal berfungsi untuk mengatur aliran darah pada saat terjadi iskemik ginjal ( penurunan suplai darah ). Fungsi renin

Page 4: LP Eliminasi

adalah sebagai enzim untuk mengubah angiotensinogen ( substansi yang disentesa oleh hati ) menjadi angiotensin I. Kemudian angiotensi I bersikulasi dalam pulmonal ( paru-paru ), angiotensin I diubah menjadi angiotensin II dan angeotensin III. Angeotensin II menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan menstimulasi pelepasan aldosteron dari korteks adrenal.

g. Aldesteron menyebabkan retensi air sehingga meningkatkan volume darah. Angiotensin III mengeluarkan efek yang sama namun dengan derajat yang lebih ringan. Efek gabungan dari keduanya adalah terjadinya peningkatan tekanan darah arteri dan aliran darah ginjal.

h. Ginjal juga berfungsi sebagai pengatur kalsium dan fosfat. Ginjal bertanggungjawab untuk memproduksi substansi mengaktifkan vitamin D. Klien dengan gangguan fungsi ginjal tidak membuat metabolik vitamin D menjadi aktif sehingga klien rentan pada kondisi demineralisasi tulang karena adanya gangguan pada proses absorbsi kalsium.

Uretera. Ureter membentang pada posisi retroperitonium untuk memasuki kandung kemih di

dalam rongga panggul ( pelvis ) pada sambungan uretrovesikalis. Dinding ureter dibentuk dari tiga lapisan jaringan. Lapisan dalam, merupakan membran mukosa yang berlanjut sampai lapisan pelvis renalis dan kandung kemih. Lapisan tengah merupakan serabut polos yang mentranspor urine melalui ureter dengan gerakan peristaltis yang distimulasi oleh distensi urine di kandung kemih. Lapisan luar adalah jaringan penyambung fibrosa yang menyokong ureter.

b. Gerakan peristaltis menyebabkan urine masuk kedalam kandung kemih dalam bentuk semburan. Ureter masuk dalam dinding posterior kandung kemih dengan posisi miring. Pengaturan ini berfungsi mencegah refluks urine dari kandung kemih ke dalam ureter selama proses berkemih ( mikturisi ) dengan menekan ureter pada sambungan uretrovesikalis ( sambungan ureter dengan kandung kemih ).

Kandung Kemiha. Merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi dan tersusun atas jaringan otot

serta merupakan wadah tempat urine dan ekskresi. Vesica urinaria dapat menampungan sekitar 600 ml walaupun pengeluaran urine normal 300 ml. Trigonum ( suatu daerah segetiga yang halus pada permukaan bagian dalam vesica urinaria ) merupakan dasar dari kandung kemih.

b. Sfingter uretra interna tersusun atas otot polos yang berbentuk seperti cincin berfungsi sebagai pencegah urine keluar dari kandung kemih dan berada di bawah kontrol volunter ( parasimpatis : disadari ).

Uretraa. Urine keluar dari vesica urinaria melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui meatus

uretra. Uretra pada wanita memiliki panjang 4 – 6,5 cm. Sfingter uretra eksterna yang terletak sekitar setengah bagian bawah uretra memungkinkan aliran volunter urine.

b. Panjang uretra yang pendek pada wanita menjadi faktor predisposisi mengalami infeksi. Bakteri dapat dengan mudah masuk ke uretra dari daerah perineum. Uretra

Page 5: LP Eliminasi

pada ria merupakan saluran perkemihan dan jalan keluar sel serta sekresi dari organ reproduksi dengan panjang 20 cm.

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi1. Faktor-faktor yang mempengaruhi defekasi antara lain:

a. UMURUmur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3 tahun. Orang dewasa juga mengalami perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalah atony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yang juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa jugamengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi.

b. DIETMakanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanan tertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon.

c. CAIRANPemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chime ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme.

d. TONUS OTOTTonus perut, otot pelvik dan diafragma yang baik penting untuk defekasi. Aktivitasnya juga merangsang peristaltik yang memfasilitasi pergerakan chyme sepanjang colon. Otot-otot yang lemah sering tidak efektif pada peningkatan tekanan intraabdominal selama proses defekasi atau pada pengontrolan defekasi. Otot-otot yang lemah merupakan akibat dari berkurangnya latihan (exercise), imobilitas atau gangguan fungsi syaraf.

Page 6: LP Eliminasi

e. FAKTOR PSIKOLOGIDapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yang depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi.

f. GAYA HIDUPGaya hidup mempengaruhi eliminasi feses pada beberapa cara. Pelatihan buang air besar pada waktu dini dapat memupuk kebiasaan defekasi pada waktu yang teratur, seperti setiap hari setelah sarapan, atau bisa juga digunakan pada pola defekasi yang ireguler. Ketersediaan dari fasilitas toilet, kegelisahan tentang bau, dan kebutuhan akan privacy juga mempengaruhi pola eliminasi feses. Klien yang berbagi satu ruangan dengan orang lain pada suatu rumah sakit mungkin tidak ingin menggunakan bedpan karena privacy dan kegelisahan akan baunya.

g. OBAT-OBATANBeberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi.Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkaneliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadang-kadang digunakan untuk mengobati diare.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi miksia. Jumlah air yang diminum Semakin banyak air yang diminum jumlah urin semakin

banyak. Apabila banyak air yang diminum, akibatnya penyerapan air ke dalam darah sedikit, sehingga pembuangan air jumlahnya lebih banyak dan air kencing akan terlihat bening dan encer. Sebaliknya apabila sedikit air yang diminum, akibatnya penyerapan air ke dalam darah akan banyak sehingga pembuangan air sedikit dan air kencing berwarna lebih kuning .

b. Jumlah garam yang dikeluarkan dari darahSupaya tekanan osmotik tetap, semakin banyak konsumsi garam maka pengeluaran urin semakin banyak.

c. Konsentrasi hormon insulinJika konsentrasi insulin rendah, orang akan sering mengeluarkan urin. Kasus ini terjadi pada orang yang menderita kencing manis.

d. Hormon antidiuretik (ADH)Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofisis bagian belakang. Jika darah sedikit mengandung air, maka ADH akan banyak disekresikan ke dalam ginjal, akibatnya penyerapan air meningkat sehingga urin yang terjadi pekat dan jumlahnya sedikit. Sebaliknya, apabila darah banyak mengandung air, maka ADH yang disekresikan ke

Page 7: LP Eliminasi

dalam ginjal berkurang, akibatnya penyerapan air berkurang pula, sehingga urin yang terjadi akan encer dan jumlahnya banyak.

e. Suhu lingkunganKetika suhu sekitar dingin, maka tubuh akan berusaha untuk menjaga suhunya dengan mengurangi jumlah darah yang mengalir ke kulit sehingga darah akan lebih banyak yang menuju organ tubuh, di antaranya ginjal. Apabila darah yang menuju ginjal jumlahnya samakin banyak, maka pengeluaran air kencing pun banyak.

f. Gejolak emosi dan stressJika seseorang mengalami stress, biasanya tekanan darahnya akan meningkat sehingga banyak darah yang menuju ginjal. Selain itu, pada saat orang berada dalam kondisi emosi, maka kandung kemih akan berkontraksi. Dengan demikian, maka timbullah hasrat ingin buang air kecil.

g. Minuman alkohol dan kafeinAlkohol dapat menghambat pembentukan hormon antidiuretika. Seseorang yang banyak minum alkohol dan kafein, maka jumlah air kencingnya akan meningkat.

E. Jenis-jenis gangguan eliminasi fekal:Secara umum terdapat beberapa masalah defekasi yang umum diantaranya konstipasi, impaksi, diare, inkontinensia (Potter & Perry, 2009).1. Konstipasi : Keadaan individu yang mengalami atau berisiko tinggi mengalami stasis

usus besar sehingga menimbulkan eliminasi yang jarang atau keras, atau keluarnya tinja terlalu kering dan keras.Penyebab :a. Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera serebrospinalis, CVA

dan lain-lainb. Pola defekasi yang tidak teraturc. Nyeri saat defekasi karena hemoroidd. Menurunnya perstaltik karena stress psikologise. Penggunaan obat, seperti penggunaan antasida, laksantif, atau anaestesif. Proses penuaanGejala :a. Adanya feses yang kerasb. Defekasi kurang dari 3 kali semingguc. Menurunnya bising ususd. Adanya keluhan pada rectume. Nyeri saat mengejan dan defekasif. Adanya persaan masih ada sisa feses

2. Impaksi : Kumpulan feses yang mengeras.mengendap di dalam rectum yang tidak dapat dikeluarkan. Pada kasus impaksi berat, massa dapat lebih jauh masuk ke dalam kolon sigmoid. Klien yang menderita kelemahan, kebingungan atau tidak sadar adalah klien

Page 8: LP Eliminasi

yang paling berisiko mengalami impaksi. Mereka terlalu lemah atau tidak sadar akan kebutuhannya untuk melakukan defekasi.Penyebab : Akibat dari konstipasi yang tidak diatasiGejala :a. ketidakmampuan untuk mengeluarkan feses selama beberapa hari, walaupun terdapat

keinginan berulang untuk melakukan defekasib. kehilngan nafsu makanc. distensid. kram abdomene. nyeri rektum

3.       Diare : Peningkatan jumlah feses dan peningkatan pengeluaran feses yang cair dan tidak berbentuk. Atau arti lain adalah keadaan individu yang mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare adalah gejala gangguan yang mempengaruhi proses pencernaan, absorpsi, dan sekresi di dalam saluran GI. Isi usus terlalu cepat keluar melalui usus halus dan kolon sehingga absorpsi cairan yang biasa tidak dapat berlangsung. Iritasi di dalam kolon dapat menyebabkan peningkatan sekresi lendir. Akibatnya feses menjadi lebih encer sehingga klien menjadi tidak mampu mengontrol keinginan untuk defekasi. Penyebab :a. Malabsorpsi atau inflamasi, proses infeksib. Peningkatan peristaltic karena peningkatan metabolismc. Efek tindakan pembedahan ususd. Efek penggunaan obat seperti antasida, laksansia, antibiotic dan lain-laine. Stress psikologisGejala :a. Adanya pengeluaran feses cairb. Frekuensi lebih dari 3 kali seharic. Nyeri/kram abdomend. Bising usus meningkat

4. Inkontinensia : Ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari anus. Kondisi fisik yang merusakkan fungsi atau control sfingter anus dapat menyebabkan inkontinensia. Pengertian lain mengenai inkontinensia adalah keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan defekasi normal dengan pengeluaran feses tanpa disadari, atau juga dapat dikenal dengan inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sfingter akibat kerusakan sfingter.Penyebab :a. Gangguan sfingter rectal akibat cedera anus, pembedahan, dan lain-lainb. Distensi rectum berlebihc. Kurangnya control sfingter akibat cedera medulla spinalis, CVA, dan lain-laind. Kerusakan kognitifGejala :

Page 9: LP Eliminasi

a. Pengeluaran fese yang tidak dikehendaki5. Flatulen : Suatu keadaan dimana gas terakumulasi di dalam lumen usus, dinding usus

meregang dan berdistensi. Flatulen adalah penyebab umum abdomen menjadi penuh , terasa nyeri, dan kram.Penyebab :a. Penurunan motilitas usus akibat penggunaan opiateb. Agens anestesi umumc. Bedah abdomend. ImobilisasiGejala :a. Tidak terjadinya sendawa dan pengeluaran flatus

6. Hemoroid : Keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus. Ada dua jenis hemoroid, yakni hemoroid internal dan hemoroid eksternal.Penyebab :a. Konstipasib. Peregangan saat defekasiGejala :a. Terlihat penonjolan kulit, apabila vena mengeras akan terjadi perubahan menjadi

keunguan

F. Jenis-jenis gangguan eliminasi miksi1. Retensi urin. Merupakan penumpukan urin dalam kandung kemih dan keridakmampuan

kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih. Penyebab distensi kandung kemih adalah urin yang terdapat dalam kandung kemih melebihi 400 ml. Normalnya adalah 250-400 ml.

2. Inkontinensia urin. Adalah ketidakmamapuan otot sfingter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urin. Ada dua jenis inkotinensia yaitu: inkotinensia stress dan ikontinensia urgensi.

3. Enuresis. Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih yang diakibatkan ketidakmampuan untuk mengendalikan sfingter eksterna. Biasanya terjadi pada anak-anak atau orang jompo.

G. PATHWAY ELIMINASI FEKAL

Page 10: LP Eliminasi

H. PengkajianPengkajian eliminasi miksi dimulai dari menemukan perubahan-perubahan yang terjadi saat proses eliminasi. Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang mengalami gangguan pola eliminasi urine, disebabkan oleh multipel (obstruksi anatomis), kerusakan motorik sensorik, infeksi saluran kemih. Perubahan pola eliminasi terdiri atas :1. Frekuensi : Frekuensi merupakan jumlah berkemih dalam sehari. Meningkatnya frekuensi

berkemih dikarenakan meningkatnya jumlah cairan yang masuk. Frekuensi yang tinggi tanpa tekanan asupan cairan dapat diakibatkan oleh sistitis. Frekuensi yang tinggi dijumpai pada keadaan stres atau hamil.

2. Urgensi : Urgensi adalah perasaan seseorang untuk berkemih, takut mengalami inkontinensia jika tidak berkemih. Pada umunya, anak kecil memiliki kemampuan yang

Page 11: LP Eliminasi

buruk dalam mengontrol sfingter eksternal dan perasaan segera ingin berkemih biasanya terjadi pada mereka.

3. Disuria : Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih (ISK), trauma, dan striktur uretra.

4. Poliuria : Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besra oleh ginjal tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Hal ini biasanya ditemukan pada penderita diabetes melitus, defisiensi anti diuretik hormon (ADH), dan penyakit ginjal kronik.

5. Urinaria Supresi : Urinaria supresi adalah berhentinya produksi urine secara mendadak. Secara normal, urine diproduksi oleh ginjal secara terus-menerus pada kecepatan 60-120 ml/jam.

Untuk pengkajian eliminasi fekal dimulai dengan mengkaji pola defekasi dan keluhan-keluhan selama defekasi. Setelah itu tanyakan kepada klien mengenai karakteristik feses yang dikeluarkan, meliputi :

No Keadaan Normal Abnormal Penyebab

1. warna Bayi, kuning. Putih, hitam/tar, atau merah

Kurang kadar empedu, perdarahan saluaran saluaran cerna bagian atas, atau peradangan saluran cerna bagian bawah

Dewasa: coklat Pucat berlemak Malabsorpsi lemak

2. Bau Khas feses dan dipengaruhi oleh makanan

Amis dan perubahan bau

Darah dan infeksi

3. konsistensi Lunak dan berbentuk.

cair Diare dan absorpsi kurang.

4. bentuk Sesuai diameter rektum

Kecil, bentuknya sesperti pensil.

Obstruksi dan peristaltik yang cepat

5. konsituen Makanan yang dicerna, bakteri yang maati, lemak, pigmen, empedu, mukosa usus, air

Darah, pus, benda asing, mukus, atau cacing.

Internal belding, infeksi, trtelan bendam iritasi, atau inflamasi.

Perlu juga dilakukan pemeriksaan fisik yang meliputi keadaan abdomen seperti ada tidaknya distensi, simetris atau tidak, gerakan peristaltic, adanya massa pada perut, dan tenderness. Khusus untuk gangguan eliminasi miksi dibutuhkan juga pemeriksaan lab untuk mengetahui adanya zat-zat abnormal yang terkandung dalam urin seperti protein, nilai ph, glukosa, dll.

Page 12: LP Eliminasi

I. Diagnosa Keperawatan dan IntervensiELIMINASI FEKAL

No Dx NOC NIC1

2

Diare b/d psikologis, situasional, fisiologis

Gangguan

kesimbangan

cairan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam, diharapkan diare pad apsien teratasai dengan kriteria hasil :Bowel Elimination (Domain II, class F)1. Pola eliminasi menjadi

normal dan teratur dengan skala 3

2. Warna feses normal dengan skala 3

3. Konsistensi feses normal dengan skala 3

4. Suara peritaltik usus normal dengan skala 3

5. Darah di feses berkurang menjadi skala 3

6. Nyeri saat proses defekasi berkurang menjadi skala 3

Setelah Dilakukan Tindakan

Keperawatan 2x24 Jam

dengan Tujuan : volume cairan

dan elektrolit dalam tubuh

seimbang (kurangnya cairan

dan elektrolit terpenuhi)

Dengan KH :

        Turgor kulit cepat kembali.

        Mata kembali normal

        Membran mukosa basah

        Intake output seimbang

Diarrhea Management

1. Observasi karakteristik feses dan frekuensi diare

2. Observasi turgor kulit3. Monitor kulit di area anal dari

iritasi4. Intruksikan keluarga untuk

mencatat warna, volume, konsistensi feses serta frekuensi BAB

5. Identifikasi factor yang menyebabkan diare (kuman, bacteri. Dll)

6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diit yang hieginis

7. Kolaborasi dengan dokter untuk menggunakan obat antidiare

pantau tanda kekurangan cairan

2.      observasi/catat hasil intake output

cairan

3.      anjurkan klien untuk banyak

minum

4.        jelaskan pada ibu tanda

kekurangan cairan

5.        berikan terapi sesuai advis :

        Infus RL 15 tpm

Eliminasi Miksi1 Retensi urin b/d

hambatan di jalur urin, tingginya

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan retensi urin pada pasien dapat teratasi dengan

Observasi urin outputMelakukan poemasangan kateterAnjurkan untuk minum bantak airAnjurkan klien mengnali reflek

Page 13: LP Eliminasi

tekanan uretra kriteria hasil :Memahami eliminasi urin nomal dengan skala 3Meningkatkan pengeluaran urin yang normal dengan skala 3Mencapai pengosongan kandung kemih yg lengkap dengan skala 3Mencegah infeksi dengan skala 3Mempertahankan integritas kulit dengan skala 3

berkemihAnjurkan keluarga untuk mencatat frekuensi, volume, dan karakteristik urinLakukan perineal hyegini untuk mencegah ISKKolaborasi dengan dokter uuntuk pemberian obat

J. Daftar PustakaPotter, P.A. & Perry A.G. (2009). Fundamentals of Nursing (7th ed.). St. Loois; Mosby ElsevierDianawuri. (2009). Arti Defekasi. http://dianawuri.multiply.com/journal. Diakses tanggal 19 Oktober 2015