LP CK
-
Upload
rahajeng-intan-handayani -
Category
Documents
-
view
24 -
download
7
description
Transcript of LP CK
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN CIDERA KEPALA
OLEH:
NI KETUT RAHAJENG INTAN HANDAYANI
1002105016
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2012
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi Pengertian
Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada
jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang
terjadi (sylvia anderson Price, 1985)
Disebut cedera kepala sedang bila GCS 9-12, kehilangan kesadaran atau terjadi
amnesia lebih dari 24 jam bahkan sampai berhari-hari. Resiko utama pasien yang
mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan
otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan TIK.
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung
atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis,
fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanent.
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan
pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh
serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang
mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
2. Epidemiologi/insiden kasus
Insiden cedera kepala nyata yang memerlukan perawatan di RS dapat diperkirakan
480 ribu kasus pertahun (200 kasus, 100 ribu orang) yang meliputi concussion, fraktur
tengkorak, peradarahan intracranial, laserasi otak, hematoma dan cedera serius lainnya.
Dari total ini, 75 – 85 % adalah concussion dan sekuele cedera kepala ringan. Cedera
kepala banyak terjadi pada laki – laki berumur antara 15 – 24 tahun, dan biasanya karena
kecelakaan bermotor. Menurut Rinner, dari 1200 pasien yang dirawat di RS dengan
cedera kepala tertutup, 55 % dengan cedera kepala ringan (minor).
3. Penyebab/faktor predisposisi
Kecelakaan lalu lintas
Perkelahian
Jatuh
Cedera olahraga
Trauma tertembak (peluru) dan pecahan bom
Trauma benda tumpul
Kecelakaan kerja
Kecelakaan rumah tangga
4. Patofisiologi terjadinya penyakit
Cedera kulit kepala
Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah bila
mengalami cedera dalam. Kulit kepala juga merupakan tempat masuknya infeksi
intrakranial. Trauma dapat menimbulkan abrasi, kontisio, laserasi atau avulsi.
Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan oleh
trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur
tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur
tengkorak diklasifikasikan terbuka/tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak
dan fraktur tertutup dura tidak rusak. Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak
pada sekitar fraktur dan karena alasan yang kurang akurat tidak dapat ditetapkan
tanpa pemeriksaan dengan sinar X, fraktur dasar tengkorak cenderung melintas sinus
paranasal pada tulang frontal atau lokasi tengah telinga di tulang temporal, juga
sering menimbulkan hemorragi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di
bawah konjungtiva. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS keluar dari telinga
dan hidung.
Cidera otak
Kejadian cedera “ Minor “ dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna. Otak tidak
dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna sel-sel
cerebral membutuhkan supalai darah terus menerus untuk memperoleh makanan.
Kerusakan otak tidak dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah
yang mengalir tanpa henti hanya beberapa menit saja dan kerusakan neuron tidak
dapat mengalami regenerasi.
Komosio
Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah kehilangan fase neuologik sementara
tanpa kerusakan struktur. Jika jaringan otak dan lobus frontal terkena, pasien dapat
menunjukkan perilaku yang aneh dimana keterlibatan lobus temporal dapat
menimbulkan amnesia disoreantasi.
Kontusio
Kontusio cerebral merupakan CKB, dimana otak mengalami memar dan
kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak sadarkan
diri. Pasien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernafasan dangkal,
kulit dingin dan pucat.
Hemoragi cranial
Hematoma ( pengumpulan darah ) yang terjadi dalam tubuh kranial adalah akibat
paling serius dari cedera kepala. Ada 3 macam hematoma :
1. Hematoma Epidural (hematoma Ekstradural)
Setelah terjadi cedera kepala, darah berkumpul di dalam ruang epidural
(ekstradural) diantara tengkorak di dura. Keadaan ini sering diakibatkan dari
fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri meningkat tengah putus atau
rusak (laserasi), dimana arteri ini berada diantara dura dan tengkorak daerah
frontal inferior menuju bagian tipis tulang temporal, hemoragi karena arteri ini
menyebabkan penekanan pada otak.
2. hematoma subdural
hematoma subdural adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak,
yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hemoragi sub dural lebih sering
terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang
menjembatani ruang subdural. Hematoma subdural dapat terjadi akut, sub akut
atau kronik tergantung pada ukuran pembuluh darah yang terkena dan jumlah
perdarahan yang ada. Hematoma subdural akut: dihubungkan dengan cedera
kepala mayor yang meliputi kkontusio atau laserasi. Hematoma subdural
subakut: sekrela kontusio sedikit berat dan dicurigai pada bagian yang gagal
untuk menaikkan kesadaran setelah trauma kepala. Hematoma subdural kronik:
dapat terjadi karena cedera kepala minor dan terjadi paling sering pada lansia.
Lansia cenderung mengalami cedera tipe ini karena atrofi otak, yang
diperkirakan akibat proses penuaan.
3. Hemoragi Intra cerebral dan hematoma
hematoma intracerebral adalah perdarahan ke dalam substansi otak. Hemoragi
ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak kepala sampai
daerah kecil. Hemoragi in didalam menyebabkan degenerasi dan ruptur
pembuluh darah, ruptur kantong aneorima vasculer, tumor infracamal, penyebab
sistemik gangguan perdarahan.
Trauma otak mempengaruhi setiap sistem tubuh. Manifestasi klinis cedera otak
meliputi :
- Gangguan kesadaran
- Konfusi
- Sakit kepala, vertigo, gangguan pergerakan
- Tiba-tiba defisit neurologik
- Perubahan TTV
- Gangguan penglihatan
- Disfungsi sensorik
- lemah otak
5. Klasifikasi
Cedera Kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, tingkat keparahan, dan
morfologi cidera.
Berdasarkan Mekanisme
Trauma Tumpul : kecepatan tinggi (tabrakan otomobil), kecepatan rendah
(terjatuh, terpukul)
Trauma Tembus : luka tembus peluru dan cdera tembus lainnya.
Berdasarkan Tingkat Keparahan
Biasanya Cedera Kepala berdasarkan tingkat keparahannya didasari atas GCS.
Dimana GCS ini terdiri dari tiga komponen yaitu :
Reaksi membuka mata (E)
Score 4: Membuka mata dengan spontan
Score 3: Membuka mata bila dipanggil
Score 2: Membuka mata bila dirangsang nyeri
Score 1: Tidak ada reaksi dengan rangsangan apapun
Reaksi berbicara
Score 5: Komunikasi verbal baik, jawaban tepat
Score 4: Bingung disorientasi waktu, tempat dan orang
Score3: Dengan rangsangan, reaksi hanya kata, tidak berbentuk
kalimat
Score 2: Dengan rangsangan, reaksi hanya suara, tak berbentuk kata
Score 1: Tidak ada reaksi dengan rangsangan apapun
Reaksi Gerakan lengan / tungkai
Score 6: Mengikuti perintah
Score 5:Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui rangsangan atau
tempat
Score 4: Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan
Score 3: Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal
Score 2: Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal
Score 1: Dengan rangsangan nyeri tidak ada reaksi
Dengan Glasgow Coma Scale (GCS), cedera kepala dapat diklasifikasikan
menjadi :
Cedera Kepala Ringan (CKR) : bila GCS 14-15 (kelompok resiko rendah)
Cedera Kepala Sedang (CKS) : bila GCS 9-13 (kelompok resiko sedang)
Cedera Kepala Berat (CKB) : bila GCS 3-8 (kelompok resiko berat)
Berdasarkan morfologi
Fraktur tengkorak
- Kranium : linear / stelatum ; depresi / non depresi ; terbuka / tertutup.
- Basis : dengan / tanpa kebocoran cairan serebrospinal ; dengan / tanpa
kelumpuhan nervus VII
Lesi intracranial
- Fokal diakibatkan dari kerusakan local yang meliputi konsio serebral
dan hematom serebal, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan
oleh perluasan masa lesi, pergeseran otak.
- Difus : konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus.
6. Tanda dan Gejala
Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia, cara berjalan tidak tegap,
kehilangan tonus otot.
Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung
(bradikardi, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia disritmia).
Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis).
Inkontinensia kandung kemih atau usus atau mengalami ganggua fungsi.
Muntah atau mungkin proyektil, gangguan menelan (batuk, air liur, disfagia)
Perubahan kesadaran bisa sampai koma. Perubahan status mental (orientasi,
kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi atau
tingkah laku dan memori). Perubahan pupil (respon terhadap cahaya simetris)
deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti. Kehilangan penginderaan seperti
pengecapan, penciuman dan pendengaran, wajah tidak simetris, refleks tendon tidak
ada atau lemah, kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, kehilangan
sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
Wajah menyeringai, respon pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa
beristirahat, merintih.
Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi,
stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).
Fraktur atau dislokasi, gangguan penglihatan, kulit : laserasi, abrasi, perubahan
warna, adanya aliran cairan (drainase) dari telinga atau hidung (CSS), gangguan
kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum
mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi tubuh.
Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, berbicara berulang – ulang.
Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi, dan impulsif.
Mual, muntah, mengalami perubahan selera.
Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,
tinitus,kehilangan pendengaran. Perubahan dalam penglihatan,seperti ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotopobia, gangguan pengecapan dan
penciuman.
Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
Trauma baru atau trauma karena kecelakaan.
7. Manifestasi klinis
Pada konkusio, segera terjadi kehilangan kesadaran, pada hematoma, kesadaran
mungkin hilang, atau bertahap sering dengan membesarnya hematoma atau edema
intestisium.
Pola pernafasan dapat secara progresif menjadi abnormal.
Respon pupil mungkin lenyap atau segera progresif memburuk.
Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan tekanan
intracranial kranium.
Perubahan prilaku, kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik
timbul dengan segera atau secara lambat.
Hematoma epidural dimanifestasikan dengan awitan yang cepat. Hematoma ini
mengancam hidup dan dikarakteristikkan dengan detoriorasi yang cepat, sakit
kepala, kejang, koma dan hernia otak dengan kompresi pada batang otak.
Hematoma subdural terjadi dalam 48 jam cedera dan dikarakteristikkan dengan sakit
kepala, agitasi, konfusi, mengantuk berat, penurunan tingkat kesadaran, dan
peningkatan TIK. Hematoma subdural kronis juga dapat terjadi.
8. Pemeriksaan Fisik
Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi, rhonkhi, takhipnea)
Sistem saraf : Saraf kranial adanya anosmia, agnosia, kelemahan gerakan otot mata,
vertigo.
Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan
penurunan fungsi saraf kranial.
Tingkat kesadaran : adanya perubahan mental seperti lebih sensitive, gelisah,
stupor, koma
Rangsangan meningeal : kaku kuduk, kernig, brudzinskhi.
Fraktur tengkorak : jenis fraktur, luka terbuka, perdarahan konjungtiva, rihinorrea,
otorhea, ekhimosisis periorbital, gangguan pendengaran.
Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh peningkatan TIK dan
disritmia jantung.
Kognitif : amnesia postrauma, disoroentasi, amnesia retrograt, gangguan bahasa dan
kemampuan matematika.
Fungsi sensori : lapang pandang, diplopia, gangguan persepsi, gangguan pedengaran,
gangguan sensasi raba.
Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik hemiparesis/plegia, gangguan gerak
volunter, ROM, kekuatan otot.
Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan disfagia atau afasia
akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
9. Pemeriksaan diagnostik/Penunjang
CT Scan (tanpa atau dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
MRI : sama dengan CT Scan
Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, pendarahan, trauma
EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis.
Sinar X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang ( fraktur ), pergeseran
struktur dari garis tengah ( karena perdarahan ) adanya fragmen tulang.
Fungsi Lumbal : CSS, dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan sub
arakhnoid.
AGD : untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi perdarahan sub
arakhnoid.
Kimia elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam
peningkatan TIK atau perubahan mental.
10. Diagnosis/kriteria diagnosis
a. Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah
terjadinya cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisikyang nyata atau
cedera kepala tertutup yang ditandai oleh hilangnya kesadaran. Konkusio
menyebabkan periode apnu yang singkat.
b. Hematoma Epidura adalah penimbunan darah diatas durameter. Hemotoma epidural
terjadi secara akut dan biasanya terjadi karena pendarahan arteri yang mengancam
jiwa.
c. Hematoma subdura adalah penimbunan darah dibawah durameter tetapi diatas
membrane abaknoid. Hematoma ini biasanya disebabkan oleh pendarahan vena,
tetapi kadang-kadang dapat terjadi perdarahan arteri subdura.
d. Pendarahan subaraknoid adalah akumlasi darah dibawah membran abaknoid tetapi
diatas diameter, ruang ini hanya mengandung cairan serebra spinalis bila dalam
keadaan normal.
e. Hematoma intra serebrum adalah pendarahan didalam otak itu sendiri, hal ini dapat
timbul pada cedera kepala tertutup yang berat ataupun pada cedera kepala terbuka.
11. Theraphy/tindakan penanganan
A. Penatalaksanaan
- Konkusio ringan atau sedang biasanya diterapi dengan observasi dan tirah
baring.
- Diperlukan ligasi pembuluh darah yang pecah dan evakuasi hematoma secara
bedah.
- Dilakukan pembersihan / debredement (pengeluaran benda asing) dan sel-sel
yang mati (secara bedah terutama pada cedera kepala terbuka)
- Dilakukan ventilasi mekanis
- Untuk cedera kepala terbuka diperlukan antibiotika
- Dilakukan metode-metode untuk menurukan tekanan intracranial termasuk
pemberian diuretic dan anti inflamasi
- Meningkatkan pencegahan terutama jatuh, dorong untuk menggunakan alat
pengaman seperti helm,sabuk pengaman
- Lakukan pengkajian neurologic
1. Fungsi serebral ( kesadaran, orientasi, memori, bicara )
2. TTV ( TD, nadi)
3. Pupil (isokor,anisokor)
4. Fungsi motorik dan sensorik
- Kaji adanya cedera lain, terutama cedera servikal. Jangan memindahkan anak
sampai kemungkinan cedera servikal telah disingkirkan / ditangani. Tinggikan
kepala tempat tidur sampai 30 derajat jika tidak terdapat cedera servikal.
- Pantau adanya komplikasi
1. Pantau TTV dan status neurologist dengan sering
2. Periksa adanya peningkatan TIK
3. Periksa adanya drainase dari hidung dan telinga.
B. Pengobatan
- Dapat diberikan alkaloid ergot (ergonovino) sebagai profilaksis
- Dapat diberikan phenothiazine
- Amitriptilin dan propanol untuk mengendalikan kecemasan yang berlebihan
- Menggunakan ergonovine amitriptilin dan propanol pada 100 pasien,19
diperoleh perbaikan yang nyata, 24 pebaikan sedang dan sisanya hanya sedikit
perbaikan atau tidak ada perubahan. Pemberian analgesic dapat mendukung,
namun harus dibatasi penggunaan hariannya.
- Endemelasin (15 – 250 mg/hari) dan naproxen (1000 – 1500 mg/hari) berguna
untuk menghindari ketergantungan terhadap analgesik.
C. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada cedera kepala diantaranya :
- Kejang
- Pneumonia
- Perdarahan gastrointestinal
- Distrimia jantung
- Hidrochepalus
- Kerusakan control respirasi
- Inkotinensia bladder dan bowel
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian (data Subjektif dan Objektif)
Aktivitas dan Istirahat
Mayor : lemah, kaku, hilang keseimbangan
Minor : perubahan kesadaran, letargi
Hemiparase
Ataksia cara berjalan tak tegap
Kehilangan tonus otot
Sirkulasi
Mayor : perubahan tekanan darah atau nomal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung
(bradikardi, takikardi yang diselingi dengan bradikardi, disritmia)
Integritas Ego
Mayor : perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Minor : cemas, mudah tersinggung, agitasi, bingung, depresi, impulsif
Eliminasi
Mayor : inkontinensia kandung kemih/ usus atau mengalami gangguan fungsi
Makanan/Cairan
Mayor : mual, muntah, dan perubahan selera makan
Minor : muntah, gangguan menelan (batuk, air liur, disfagia)
Neurosensori
Mayor : kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar jawaban, vertigo, sinkope,
tinitus, perubahan dalam penglihatan (diplopia, fotofobia)
Minor : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental (orientasi,
kewaspadaan, perhatian, konsentrasi), perubahan pupil (respon terhadap cahaya,
simetri), deviasi pada mata, kehilangan penghindraan, wajah tidak simetri, genggaman
lemah, apraksia, hemiparase, kejang, sangat sensitive terhadap sentuhan dan gerakan
Nyeri/kenyamanan
Mayor : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda
Minor : wajah menyeringi, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah
tidak bisa istirahat, merintih
Pernapasan
Mayor : perubahan pola napas, stridor, ronki, mengi positif
Keamanan
Mayor : trauma baru karena kecelakaan
Minor : fraktur/dislokasi, gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot
hilang, demam
Data Subjektif
- Pola nafas tidak teratur, sesak nafas
- Mual, pusing, merasa tidak nyaman
- Lemas, lesu
- Meringis, gelisah
- Terdapat nyeri, terutama sakit kepala
Data objektif
- Penggunaan O2
- Muntah proyektil
- Tidak mampu melakukan aktivitas
- Adanya robekan atau lecet pada kulit kepala
- Ukur skala nyeri
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan penekanan pembuluh darah
dan jaringan cerebral ditandai dengan perubahan kesadaran, perubahan status mental
(orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi), perubahan pupil (respon terhadap
cahaya, simetri), deviasi pada mata, kehilangan penghindraan, genggaman lemah, dan
perubahan tekanan darah atau nomal (hipertensi).
Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial : mual muntah
ditandai dengan merintih, sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
wajah menyeringi.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan
lemah, kaku, hilang keseimbangan, perubahan kesadaran, letargi, hemiparase, ataksia
cara berjalan tak tegap kehilangan tonus otot dan gangguan rentang gerak serta
perubahan kesadaran.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan tekanan intra kranial : mual, muntah ditandai dengan perubahan
kesadaran sampai koma, mual, muntah, dan perubahan selera makan dan gangguan
menelan (batuk, air liur, disfagia).
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Terlampir
4. Evaluasi
Terlampir
DAFTAR PUSTAKA
Guyton&Hall.2006.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta:EGC
Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, (Edisi
8), EGC, Jakarta
NANDA International. 2011. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.
Jakarta : EGC.
Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. 2004. Nursing Interventions Classification :
Fourth Edition. United States of America : Mosby.
Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification : Fourth Edition. United States of
America : Mosby
Pathway
Kecelakaan
Cedera primer/langsung Cedera sekunder/tidak langsung
Kerusakan saraf otak
Laserasi
Aliran Darah Otak
Suplai nutrisi ke otak
Perubahan metabolism anaerobAs. Laktat Produk ATP
Vasodilatasi cerebri
Aliran Darah Otak
Penekanan pembuluh darah dan jaringan cerebral
Gangguan perfusi jaringan serebral
Hipoksia
Edema jaringan otak
Pe TIK: mual, muntah
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Nyeri Akut
Energi berkurang
Fatigue Kelemahan Fisik
Hambatan mobilitas fisik
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit