LO

download LO

of 16

Transcript of LO

1. Etiologi, patogenesis, diagnosis, pemeriksaan dasar, & penatalaksanaan infertilitas pria Etiologi dan Patogenesis Infertilitas pria dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:

Selain itu, juga ada kelainan kongenital berupa kegagalan salah satu atau kedua testis turun ke skrotum. Karena suhu lingkungannya yang lebih tinggi dibandingkan suhu pada skrotum, produksi sperma dapat terganggu. Kelainan congenital lainnya adalah Hypospadia yaitu ostium uretra externa berada di bagian bawah penis. Bila tidak dioperasi maka sperma dapat kesulitan mencapai serviks. 5. Gangguan hormonal

1. Varikokel Kekurangan hormon testosteron dapat memengaruhi kemampuan testis dalam memproduksi sperma. Telah dijelaskan pada Analisis Masalah (No. 8 ) 6. Faktor imunologis 2. Infeksi pada sistem reproduksi Infeksi dapat memengaruhi motilitas sperma untuk sementara. Penyakit menular seksual seperti klamidia dan gonore sering menyebabkan infertilitas karena menyebabkan skar yang memblokir jalannya sperma. 3. Disfungsi seksual Disfungsi seksual merupakan kondisi dimana fungsi seksual dalam tubuh seseorang sudah mulai melemah. Kondisi itu dapat terjadi ketika kita masih muda, maupun pada usia lanjut karena kondisi fisik dan mental yang semakin berkurang. Disfungsi seksual pada pria dapat berupa hiposeksualitas (hasrat seks yang berkurang), impotensia (kemampuan ereksi berkurang atau tidak mampu sama sekali), ejakulasi dini, dan anorgosmia (tidak dapat orgasme). Disfungsi seksual disebabkan oleh berbagai gangguan dan penyakit, baik fisik maupun mental. Penyakit fisik yang menyebabkan disfungsi seksual adalah diabetes mellitus (kencing manis), anemia, kurang gizi, penyakit kelamin, penyakit otak dan sumsum tulang, akibat operasi prostat pada pria, menurunnya hormone, penggunaan narkoba, obat penenang, alkohol, dan rokok. Sedangkan penyakit mental yang menyebabkan disfungsi seksual adalah psikosis, schizoprenia, neurosis cemas, histerik, obsesif-kompulsif, depresif, fobia, gangguan kepribadian atau psiko-seksual, serta retardasi mental dan gangguan intelegensia. 4. Kelainan kongenital/kelainan genetik Dalam kelainan genetik yang disebut sindroma Klinefelter, seorang pria memiliki dua kromosom X dan satu kromosom Y, bukannya satu X dan satu Y. Hal ini menyebabkan pertumbuhan abnormal pada testis sehingga sedikit atau sama sekali tidak memproduksi sperma. Beberapa penelitian telah dilakukan terutama di negara maju untuk mengetahui hubungan faktor imunologi ini dengan fungsi reproduksi suatu pasangan. Terjadinya infertilitas pada suatu pasangan yang mempunyai antibodi antisperma secara teoritis dikarenakan tingginya kadar antibodi antisperma pada cairan vagina, serviks, uterus atau tuba. Walaupun antibodi antisperma terdapat dalam serum seseorang, belum tentu orang tersebut mempunyai antibodi antisperma yang tinggi kadarnya dalam cairan genitalianya. Selain antibodi sperma yang terdapat pada cairan genitalia wanita, pria juga dapat memiliki antibodi terhadap sperma. Antibodi yang membunuh atau melemahkan sperma biasanya terjadi setelah pria menjalani vasektomi. Keberadaan antibodi ini menyulitkannya mendapatkan anak kembali saat vasektomi dicabut. 7. Berkaitan dengan pekerjaan Pria yang terpapar bahan toksin, radiasi, serta suasana panas pada buah zakar dalam jangka waktu lama akibat faktor pekerjaan dapat mengalami infertilitas. Contohnya adalah para pekerja di pertambangan. 8. Penyakit sistemik Diabetes melitus sebagai penyakit sistemik merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria. Diabetes disebutkan dapat menyebabkan impotensi, gangguan ejakulasi, merusak spermatogenesis, dan fungsi kelenjar seks aksesori. Pada penderita diabetes melitus terjadi peningkatan ROS yang dapat merusak membrane mitokondria sehingga menyebabkan hilangnya fungsi potensial membran mitokondria, yang menginduksi apostosis sel sperma. Selain itu dengan adanya kerusakan endotel pembuluh darah dapat menyebabkan mikroangiopati yang dapat mengganggu pemberian nutrisi melalui pembuluh darah ke jaringan-jaringan pembentuk spermatozoa sehingga mengganggu spermatogenesis.

9. Faktor yang didapat Orkitis merupakan infeksi pada testis yang disebabkan oleh virus atau bakteri. Virus yang paling sering menyerang adalah virus mumps yaitu mikroorganisme yang menyerang kelenjar ludah (parotis). Pada pria dewasa dan seksual aktif, orkitis biasanya disebabkan Penyakit Menular Seksual (PMS) seperti infeksi oleh Neisseria gonorrhoeae atau Klamidia trakhomatis. 10. Idiopatik Sebagian kelainan kualitas sperma yang mengakibatkan infertilitas tidak diketahui penyebabnya. Hal-hal di atas dapat menyebabkan kelainan-kelainan pada sistem reproduksi pria, antara lain: 1. Bentuk dan gerakan sperma yang tidak sempurna

Diagnosis dan Pemeriksaan Dasar Pemeriksaan tahap awal untuk mengetahui infertilitas pria adalah dengan melakukan analisis sperma minimal 2 kali tenggang waktu 1 bulan. Dari hasil tersebut dapat dinilai kualitas sperma berupa: jumlah (konsentrasi), pergerakan (motilitas), bentuk (morfologi) sperma dan lainnya. Dari hasil tersebut dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui tingkat kelainan tersebut. World Health Organization (WHO) telah mempublikasikan petunjuk laboratorium analisis sperma sejak 1980. Kemudian dilakukan perbaikan edisi pada 1987 dan 1992. Edisi terbaru adalah edisi keempat tahun 1999. Pada edisi terakhir ini diperkenalkan prosedur laboratorium analis sperma standar untuk menetapkan diagnosis pria infertil. Petunjuk laboratorium analisis sperma WHO 1999 secara umum berisi tentang: 1. Prosedur standar pemeriksaan semen yang meliputi deskripsi plasma semen, konsentrasi sperma, motilitas, morfologi, hitung sel selain sperma, dan tes antibodi yang melapisi sperma; 2. Jenis-jenis tes pilihan yang tidak rutin dilakukan, tetapi tergantung kebutuhan; 3. Jenis tes riset yang digunakan dalam laboratorium riset andrologi;

Sperma harus berbentuk sempurna serta dapat bergerak cepat dan akurat menuju ke telur agar dapat terjadi pembuahan. Bila bentuk dan struktur (morfologi) sperma tidak normal atau gerakannya (motilitas) tidak sempurna sperma tidak dapat mencapai atau menembus sel telur. 2. Konsentrasi sperma yang rendah

4. Garis besar teknik-teknik memisahkan sperma; Konsentrasi sperma yang normal adalah 20 juta sperma/ml semen. Jumlah sperma yang 50 ng/ml,diperlukan dosis 2 x 2,5 mg/hari. Efek samping yang sering adalah mual,serta hipotensi (pusing). Apakah dosis yang diberikan telah efektif,sangat tergantung dari kadar prolaktim serum. Setiap selesai satu bulanpengobatan, kadar prolaktin serum harus diperiksa. Jangan sampai kadarprolaktin berada di bawah nilai normal, karena dapat menggganggu fungsikorpus luteum. Bila wanita tersebut hamil, pemberian bromokriptin harusdihentikan (teratogenik ?), dan perlu dilakukan kampimetri secara teratur.Hormon estrogen yang tinggi dalam kehamilan dapat menyebabkanprolaktinoma membesar, sehingga sebelum merencanakan kehamilan,perlu dipikirkan untuk pengangkatan tumor terlebih dahulu. Wanita harusmengikuti kontrasepsi (progestogen saja, IUD). wanita dengan galaktorea tanpahiperprolaktinemia tidak memberikan efek apapun. P e r d a r a h a n U t e r u s D i s f u n g s i o n a l ( P U D ) Definisi -mata disebabkan oleh gangguan fungsionalporos hipotalamus, hipofisis dan ovarium. P U D p a d a S i k l u s A n o v u l a s i Prinsip Dasar sitasperdarahan, normal, banyak, atau sedikit . Bisa amenorea sampai kepolimenorea, atau hipomenorea sampai hipermenorea. l. Diduga terjadi gangguan sentral (disregulasi), akibat gangguanpsikis. Diagnosis A n o v u l a s i Manajemen s haid, sampai terjadi ovulasi spontan, dan sampaipersyaratan untuk induksi ovulasi tercapai. - Hb< 8 gr%. Perbaiki keadaan umum (transfusi darah).Berikan sediaan estrogenprogesteron kombinasi. 17 beta estradiol 2 x2mg, atau estrogen equin konyugasi 2 x 1,25 mg , atau estropipate 1x1,25mg , dengan noretisteron 2x 5 mg, didrogesteron 2x 10mg atau MPA 2x10 mg.

Pemberian cukup 3 hari saja. Yang paling mudah adalahpemberian pil kontrasepsi kombinasi, juga 3 hari saja. sfungsional, maka perdarahan akan berhenti,atau berkurang, dan 3 -4 hari setelah penghentian pengobatan akanterjadi perdarahan lucut. Pada wanita yang di jumpai gangguan psikis,pengobatan serupa dapat di teruskan selama 18 hari lagi. Andaikata perdarahan tidak berhasil dengan terapi di atas, kemungkinanbesar wanita tersebut memiliki kelainan organik, selanjutnya dicari faktorpenyebabnya. - cukup pemberian progesteron, 1 x 10 mg (MPA,didrogesteron), atau 1 x 5 mg (noretisteron) dari hari ke 16 sampai harike 25, selama 3 bulan. Dapat juga di berikan pil kontrasepsi kombinasi. akan kembali lagi.

Pemberian E+P,kontrasepsi hormonal, Gn-RH analog (agonis/antagonis) hanya biladengan obat-obat di atas tidak memberikan hasil. siklus juga seperti pada PUD usia reproduksi. jadiperdarahan akut berulang tetap ada.

P U D p a d a Prinsip Dasar

U s i a

P e r i m e n o p a u s e

tidak perlu. usia menopause, bila tersedia laboratorium

Wanita dengan faktor risiko keganasan (obesitas, DM, hipertensi) perludilakukan pemeriksaan patologi anatomi. Manajemen P U D p a d a Diagnosis O v u l a s i Manajemen - berikan 17 beta eastradiol 1x 2 mg, atauestrogen konyugasi1x 1,25 mg, atau estropipate 1,25 mg, hari ke 10 -ke15 siklus. - berikan MPA , atau noretisteron 1x5 mg,atau didiogesteron 1x10 mg hari ke 16 - 25 siklus. - berikan 17 beta estradiol 1x 2 mg, atauestrogen equin konyugasi, atau estropipate, 1x 1,25 mg, hari ke 2 - ke 8siklus. hormonal kombinasi yang diberikan sepanjangsiklus. P U D p a d a Prinsip Dasar U s i a P e r i m e n a r i pada siklus anovulatorik, yaitusebanyak 95 -98%. S i k l u s O v u l a s i

nyingkirkan keganasan, dilakukan D&K. (apabila disertai dengan kelainan organiknya). perimenars. Pengaturan siklus juga seperti padaPUD usia reproduksi. Setelah keadaan akut dapat diatasi perlu di lakukandilatasi kuretase (D/K). Pada wanita yang menolak dilakukan D/K, dapatdilakukan USG endometrium, dan bila ketebalan endometrium > 4-6 mm,menandakan adanya hiperplasia, tetap diperlukan D/K. pengaturan siklus; dan apabila dengan pengaturan siklus tidak juga diperoleh hasil, maka perlu tindakan D/K. Apabila hasil D/K di temukan hiperplasia simpleks atau kelenjaradenomatosa, dapat dicoba dengan pemberian MPA 3 x 10 mg, selama 3bulan; atau pemberian depo MPA setiap bulan , selama 6 bulan berturut-turut; atau pemberian Gn-RH Analog 6 bulan. Tiga sampai 6 bulan setelahpengobatan, di lakukan D/K ulang. D/K ulang dilakukan setelah pasienmendapat haid normal . Apabila tidak di temukan hiperplasia lagi, cukuppemberian MPA 3x10 mg, 2 x/minggu. Tidak sembuh, atau munculperdarahan lagi, sebaiknya di anjurkan untuk histerektomi. k ada respon dengan pengobatan hormonal, pemberianpenghambat enzim (aromatase inhibitor). Aromatase menghambatperubahan androgen menjadi estron (E1). Hasil D/K hiperplasi atipik, sebaiknya di histerektomi. Apabila pasienmenolak histerektomi, dapat di berikan progesteron (MPA, depo MPA,atauGn-RH analog 6 bulan), atau penghambat enzim; dan diperlukanobservasi ketat, dan D/K perlu diulang. Bila hasil D/K tidak di temukan hiperplasia, maka dilakukan pengaturansiklus, dengan E dan P, seperti pada PUD usia reproduksi

perlu di lakukan tindakan apapun. ndaikata terpaksa dan perlu diobati, misalnya terjadi gangguanpsikis, atau permintaan pasien, maka dapat di berikan antiprostaglandin,antiinflamasi nonsteroid, atau asam traneksamat.