LO Emergency

15
Pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi di bidang kedokteran telah banyak memberikan sumbangsih bagi tenaga medis dalam menegakkan diagnosis dan memberikan terapi. Pemeriksaan penunjang canggih juga semakin akrab dengan para dokter. Meskipun demikian, pemeriksaan penunjang generasi terbaru sekalipun tetap tidak dapat menggantikan posisi pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan neurologis. kursus ANLS seperti halnya kursus-kursus yang lain (ATLS / ACLS), evaluasi dan pengobatan emergensi pada pasien neurologi yang akut, riwayat penyakit sebelumnya secara rinci untuk sementara tidak perlu diketahui. Pemeriksaan neurologis akan memberikan informasi yang tidak dapat diberikan oleh pemeriksaan penunjang. Meskipun kedudukannya demikian penting ternyata pemeriksaan neurologis seringkali dikesampingkan oleh para dokter terutama pada keadaan emergensi. Tampaknya banyak dokter yang beranggapan bahwa pemeriksaan neurologis hanyalah menghabiskan waktu, tidak relevan dengan kondisi emergensi dan sulit dilakukan. Sistematika pemeriksaan neurologis Sebelum melakukan pemeriksaan neurologis ada 3 hal penting yang perlu diingat dan dilakukan yaitu: anamnesis, anamnesis dan anamnesis. Dalam situasi emergensi terkadang anamnesis tidak dapat dilakukan dengan panjang lebar. Lakukan anamnesis singkat sambil menilai kesadaran dan tanda vital pasien. Setelah kondisi pasien stabil dan aman anamnesis dapat dilanjutkan kembali.

description

LO

Transcript of LO Emergency

Page 1: LO Emergency

Pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi di bidang kedokteran telah banyak memberikan

sumbangsih bagi tenaga medis dalam menegakkan diagnosis dan memberikan terapi.

Pemeriksaan penunjang canggih juga semakin akrab dengan para dokter. Meskipun demikian,

pemeriksaan penunjang generasi terbaru sekalipun tetap tidak dapat menggantikan posisi

pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan neurologis. kursus ANLS seperti halnya kursus-kursus

yang lain (ATLS / ACLS), evaluasi dan pengobatan emergensi pada pasien neurologi yang akut,

riwayat penyakit sebelumnya secara rinci untuk sementara tidak perlu diketahui. Pemeriksaan

neurologis akan memberikan informasi yang tidak dapat diberikan oleh pemeriksaan penunjang.

Meskipun kedudukannya demikian penting ternyata pemeriksaan neurologis seringkali

dikesampingkan oleh para dokter terutama pada keadaan emergensi. Tampaknya banyak dokter

yang beranggapan bahwa pemeriksaan neurologis hanyalah menghabiskan waktu, tidak relevan

dengan kondisi emergensi dan sulit dilakukan.

Sistematika pemeriksaan neurologis

Sebelum melakukan pemeriksaan neurologis ada 3 hal penting yang perlu diingat dan dilakukan

yaitu: anamnesis, anamnesis dan anamnesis.

Dalam situasi emergensi terkadang anamnesis tidak dapat dilakukan dengan panjang lebar.

Lakukan anamnesis singkat sambil menilai kesadaran dan tanda vital pasien. Setelah kondisi

pasien stabil dan aman anamnesis dapat dilanjutkan kembali.

Dengan anamnesis informasi berikut harus didapat:

Onset keluhan/gejala klinis (kapan keluhan/gejala ini pertama kali muncul?)

Progresifitas dari keluhan tersebut (apakah keluhan ini bertambah berat, menetap atau

membaik?)

Keluhan tambahan lainnya (adakah keluhan atau gejala lainnya yang menyertai keluhan

utama?)

Riwayat penyakit sebelumnya (apakah pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya atau

pernahkah menderita sakit lainnya?)

Untuk mendiagnosa banding digunakan singkatan ”VITAMINS” :

Page 2: LO Emergency

V : Vascular Onset biasanya tiba-tiba atau mendadakI : Infectious Tanda-tanda infeksi: demam, flu like syndromeT : Traumatic Riwayat trauma sebelumnyaA : Autoimmune Riwayat remisi-eksaserbasi, gejala penyakit

autominun lain mis SLEM : Metabolic/Toxic Paparan zat toxic, gigitan hewan, penyakit

metabolikI : Idiophatic/ Iatrogenic Riwayat menjalani prosedur medis, keluhan

sudah berulang kaliN : Neoplastic Penurunan berat badan, kelemahan, riwayat

tumor di organ lainS : Seizure, pSychiatric,

StructuralRiwayat kejang, perubahan perilaku, kelainan organ/anatomis sebelumnya

Pada pasien dengan kegawatdaruratan neurologi prinsip ”ABC” dan D dijalankan, pada keadaan

kegawatdaruratan hampir semua pasien dengan kondisi berat akan cenderung memburuk bila

tidak segera diatasi dengan cepat dan tepat. sehingga pada keadaan kegawatdaruratan neurologi

tidak perlu dilakukan pemeriksaan neurologi menyeluruh.

Pada Pemeriksaan Neuroemergensi yang paling penting adalah:

1. Tingkat kesadaran.

2. Pupil dan gerakan bola mata.

3. Tanda rangsang meningeal.

4. Fungsi saraf-saraf kranial.

5. Fungsi motorik dan reflek

Pemeriksaan kegawatdaruratan neurologi dilakukan bersamaan, segera atau setelah dilakukan

tindakan ABC, yang bertujuan untuk mencari ada atau tidaknya defisit neurologis fokal, mencari

tanda-tanda meningitis dan menilai tingkat kesadaran dan fungsi neurologis. Ad.1.Tingkat

Kesadaran diperankan oleh 2 aspek penting:

a. Arousal suatu fungsi primitif yang diatur oleh batang otak dan medial talamus.

b. Awarenes untuk dapat berfungsi dengan baik memerlukan korteks serebri dan sebagian

besar nukleus di subkorteks yang intak.

Langkah pertama yang harus dilakukan untuk memeriksa kesadaran adalah menentukan derajat

kesadaran. Derajat kesadaran dinilai secara kualitatif dan kuantitatif. Jika derajat kesadaran

Page 3: LO Emergency

terganggu maka atensi, konsentrasi dan fungsi kognitif lainnya dapat dipastikan juga akan

terpengaruh.

Derajat kesadaran kualitatif :

- Delirium, suatu tingkat kesadaran di mana terjadi peningkatan yang abnormal dari

aktivitas psikomotor dan siklus tidur-bangun yang terganggu. Pada keadaan ini pasien

tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi, berteriak, aktivitas motoriknya meningkat,

meronta-ronta.

- Somnolen. Keadaan mengantuk. Kesadaran akan pulih penuh bila dirangsang. Disebut

juga letargi atau obtundasi. Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya penderita

dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri.

- Stupor: respon terhadap lingkungan hilang sebagian. Pasien sulit dibangunkan, responnya

lambat, tidak adekuat, mengabaikan lingkungannya dan segera kembali ke kondisi

stupornya.

- Koma: suatu tingkat kesadaran di mana pasien tidak dapat dibuat terjaga dengan stimulus

biasa. Pasien tidak responsif terhadap lingkungannya dan dirinya sendiri. Tidak ada

gerakan volunter dan siklus tidur-bangun.

Derajat kesadaran lebih mudah dideskripsikan menggunakan suatu skala Kuantitatif yaitu Skala

Koma Glasgow (SKG)

Eye (E)

Membuka mata spontan

Membuka mata dengan stimulus verbal

Membuka mata dengan rangsang nyeri

Tidak membuka mata

4

3

2

1

Respon motorik (M)

Dapat mengikuti perintah

Dapat melokalisasi rangsang nyeri

6

5

Page 4: LO Emergency

Tidak dapat melokalisasi rangsang nyeri, fleksi menjauhi rangsang nyeri

Dekortikasi

Deserebrasi

Tidak ada respon motorik

4

3

2

1

Respon verbal (V)

Orientasi tempat, waktu dan orang baik. Konversasi seperti biasa.

Disorientasi, confuse, tetapi masih dapat berbicara dalam bentuk kalimat.

Kata-kata yang tidak berarti

Hanya merintih atau mengerang

Tidak ada respon verbal

5

4

3

2

1

SKG tertinggi 15 dan terendah 3. Pasien dengan derajat kompos mentis memiliki nilai SKG 15

sedangkan pasien dengan koma SKG 3.

Langkah kedua setelah menentukan derajat kesadaran adalah menilai atensi. Tentunya pada

pasien dengan penurunan derjat kesadaran atensi akan terganggu. Pasien dengan atensi yang

normal akan melihat ke arah pemeriksa dan menjawab pertanyaan dengan cepat. Pada gangguan

atensi biasanya fiksasi visual terganggu, respon verbal lambat.

Langkah ketiga adalah menilai konsentrasi. Pasien diminta untuk menghitung mundur dari 20 ke

1 dan menyebutkan nama bulan dengan urutan terbalik. Pada gangguan konsentrasi respon

lambat, ada yang terlewatkan atau terbalik.

Ad.2. Pupil

Komponen utama pemeriksaan pupil adalah

Ukuran, bentuk dan simetri pupil

Reaktivitas pupil terhadap cahaya

Refleks cahaya langsung dan tidak langsung

Refleks akomodasi

Dalam menentukan etiologi kesadaran menurun, pemeriksaan pupil dapat memberikan

petunjuk sebagai berikut :

Refleks pupil yang normal dan ukurannya simetrik : keadaan ini seringkali dijumpai pada

koma metabolik. Pada intoksikasi opiat dapat dijumpai pupil yang miosis.

Page 5: LO Emergency

Ukuran pupil yang tidak sama (anisokor) : pada pasien dengan kesadaran menurun

terdapatnya tanda ini memberikan dugaan kuat telah terjadi herniasi otak. Beberapa

keadaan perkecualian dapat dijumpai, misalnya pada pasien cedera kepala dengan trauma

langsung pada mata dapat menimbulkan pupil yang anisokor tanpa herniasi otak.

Pupil midriasis bilateral dan tidak menunjukkan refleks cahaya : keadaan ini seringkali

dijumpai pada tahap akhir herniasi otak. Perkecualian yang dapat dijumpai adalah pasien

intoksikasi amfetamin atau atropin.

Pupil pin-point bilateral : keadaan ini seringkali dijumpai pada perdarahan di pons.

Keracunan opiat dapat memperlihatkan gambaran pupil seperti ini, namun pada

keracunan opiat refleks tendon akan menurun, sebaliknya pada perdarahan di pons dapat

dijumpai peningkatan refleks tendon dan adanya tanda refleks babinski.

Ad.3. Tanda rangsang meningeal

Kaku kuduk (nuchal rgidity) meupakan gejala yang paling sering dijumpai pada iritasi

meningens. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara sebagai berikut, tangan pemeriksa

diletakkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring. Tangan lainnya diletakkan di

dada pasien untuk mencegah badan terangkat. Kemudian leher difleksikan hingga dagu

menyentuh dada. Pemeriksa merasakan tahanan yang timbul saat melakukan gerakan

fleksi pasif ini. Bila terdapat kaku kuduk maka dagu tidak dapat menyentuh dada dan akan

dapat dirasakan tahanan saat melakukan fleksi leher. Kekakuan yang timbul dapat

bervarisi dari hanya tahanan ringan hingga berat di mana kepala tidak dapat ditekuk

bahkan hingga terkedik ke belakang. Selain kaku kuduk terdapat beberapa tanda rangsang

meningeal lainnya seperti kernig, lasegue dan brudzinsky I dan II.

Pada meningitis tanda rangsang meningeal yang paling sering ditemukan adalah kaku

kuduk. Lasegue dipergunakan untuk memeriksa iritasi radiks.

Pada pasien dengan HNP lumboskaral misalnya, laseguenya tidak dapat melebihi sudut

70° dan timbul nyeri saat tungkai diangkat.

Ad.4. Saraf kranialis

Berdasarkan lokasi/ topis :

Page 6: LO Emergency

Midbrain : bagian yang paling pendek dari batang otak terletak antara hemisfer serebri dan

pons, bagian atas midbrain disebut tectum, keluar nerve kranialis 3, dan 4.

Pons : bagian dari batang otak (brain stem) dimana keluar nerve kranialis 5, 6, 7, dan 8.

Medula oblongata : bagian brain stem yang menghubungkan otak dgn medula spinalis, dari

tempat ini, keluar nerve kranialis 9, 10, 11, dan 12.

Ad.5. Motorik

Pemeriksaan motorik sebenarnya sudah harus dimulai sejak pasien datang. Beberapa

aspek motorik dapat dilihat dari penampilan pasien. Pemeriksaan motorik yang harus

dilakukan meliputi kekuatan motorik, refleks fisiologis, refleks patologis, pemeriksaan

trofi dan tonus otot.

Kekuatan motorik

Berkurangnya kekuatan otot disebut paresis, sedangkan hilangnya kontraksi otot disebut plegi.

Sebelum menilai kekuatan otot pastikan terlebih dahulu regio otot yang akan diperiksa tidak ada

pembengkakan, nyeri, fraktur dsb yang dapat mempengaruhi kekuatan motorik. Kekuatan

motorik dinyatakan dalam suatu skala, yang sering digunakan adalah The Medical Research

Council Scale of Muscle Strength. Sejatinya kekuatan motorik diperiksa pada setiap otot atau

sekelompok otot.

Untuk memudahkan kita perlu memperhatikan riwayat penyakit pasien. Pasien dengan

kecurigaan lesi intrakranial seperti stroke, tumor maupun meningitis pada umumnya kelemahan

ototnya akan memiliki pola hemiparesis atau hemiplegi.

Sedangkan pada kelainan di medula spinalis berupa tetraparesis/plegi ataupun paraparesis/plegi.

Pada GBS kelemahan yang timbul umumnya asending, dimulai dari otot distal lalu menjalar ke

proksimal. Sedangkan pada miastenia gravis kelemahan berfluktuasi. Setelah diprovokasi dengan

aktivitas biasanya kelemahan akan semakin jelas dan setelah beristirahat kelemahan akan

membaik Kelemahan akibat kelainan otot (miogen) akan menimbulkan kelemahan yang tidak

terdistribusi berdasarkan segmen dermatom dan umumnya proksimal lebih lemah dibandingkan

dengan distal. Gower sign adalah salah satu tanda yang tampak pada kelainan miogen. Neuropati

yang berat juga dapat mengakibatkan kelemahan otot.

The Medical Research Council Scale of Muscle Strength

0 = tidak ada kontraksi

1 = ada kontraksi tetapi tidak ada gerakan pada persendian yang seharusnya digerakkan oleh otot tersebut

Page 7: LO Emergency

Tonus dan Trofi Otot

Perhatikan besar dan bentuk otot. Hipotrofi/atrofi lebih terlihat pada kelainan lower motor

neuron. Sedangkan pada kelainan upper motor neuron atrofi yang terjadi berupa disuse atrofi

dan umumnya baru tampak setelah jangka waktu tertentu. Atrofi biasanya lebih jelas terlihat

pada otot-otot tangan seperti tenar, hipotenar dan otot-otot interosei. Sedangkan pada tungkai

bawah pada tibialis anterior. Selain dengan inspeksi pemeriksaan trofi otot juga memerlukan

palpasi.

Beberapa cara dapat dilakukan untuk memeriksa tonus otot. Abduksikan bahu, lalu fleksikan

lengan bawah pada siku. Pada otot hipotonia, fleksibilitas otot akan meningkat sehingga lengan

dapat ditekuk sampai sudut yang ekstrim. Sedangkan otot hipertonus kurang fleksibel. Tehnik

lain adalah dengan menilai gerakan pendulus pada tungkai (pendulousness of the legs). Pasien

diminta duduk di tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung. Kemudian dorong kedua tungkai

dengan kekuatan yang sama. Perhatikan ayunan tungkai yang timbul. Pada tonus yang normal

ayunan tungkai semakin lama semakin lambat dan akan berhenti setelah 6-7 ayunan. Ayunan

tungkai ini akan berkurang pada hipertonus dan bertambah pada hipotonus. Rigiditas dan

spastisitas adalah bentuk hipertonus. Rigiditas dapat berupa lead-pipe rigidity dapat pula berupa

cogwheel rigidity. Pada lead-pipe rigidity dengan gerakan pasif lengan bawah, tahanan akan

dirasakan sejak awal gerakan hingga akhir gerakan. Sedangkan cogwheel rigidity akan terasa

seolah lengan yang digerakkan pasif tersebut seperti tersangkut pada roda gigi. Untuk

mendapatkan rigiditas gerakan pasif dilakukan perlahan-lahan.

Cogwheel rigidity paling sering ditemukan pada pasien parkinson. Rigiditas dijumpai pada

kelainan di basal ganglia. Spastisitas terjadi pada lesi yang melibatkan traktus kortikospinal.

Berbeda dengan rigiditas yang umumnya mengenai semua otot dengan derajat yang sama,

derajat spastisitas umumnya berbeda antar otot.

Pemeriksaan motorik pada pasien dengan penurunan kesadaran

Memeriksan motorik pasien dengan penurunan kesadaran tidaklah mudah. Amati posisi tubuh

dan gerakan; apakah pasien baring tidak bergerak atau tubuh ada gerakan jika ada gerak tubuh;

Page 8: LO Emergency

apakah gerakan keempat angota gerak serasi? apakah pasien posisi baringnya simetris? apakah

ada gerakan abnormal? hemiparesis atau hemiplegi dapat diperiksa dengan cara berikut. Bila

kedua lengan diangkat kemudian dilepaskan maka sisi yang paresis akan jatuh lebih cepat.

Sedangkan sisi normal jatuh lebih lambat. Sedangkan pada ekstremitas bawah, dilakukan fleksi

pasif pada sendi panggul dan lutut dengan tumit pada tempat tidur kemudian dilepaskan. Sisi

paresis akan jatuh lebih cepat ke posisi ekstensi dengan rotasi eksternal panggul. Sedangkan sisi

yang sehat tetap pada posisi tersebut beberapa saat baru kemudian jatuh.

Bila derajat penurunan kesadaran tidak terlalu dalam respon terhadap stimulus dapat

memperlihatkan kemampuan motorik pasien. Dengan rangsang nyeri pasien biasanya akan

menyeringai dan dapat dinilai kesimetrisan wajahnya untuk menilai ada tidaknya paresis nervus

kranialis.

Pemeriksaan Refleks

Pemeriksaan refleks memiliki nilai yang penting karena dibandingkan dengan pemeriksaan lain

pemeriksaan refleks tidak terlalu bergantung pada kooperasi pasien. Karenanya dianggap refleks

lebih obyektif dari pemeriksaan lain.

Refleks terbagi menjadi refleks dalam (regang otot), refleks superfisial dan refleks

patologis.Refleks dalam (regang otot) dibangkitkan dengan memberikan stimulus regangan pada

tendon otot dengan mengetukkan palu refleks. Untuk dapat membangkitkan refleks ini

diperlukan alat dan tehnik yang tepat.

Respon refleks dinyatakan dalam angka. 0= tidak ada refleks (arefleksia), 1+= ada refleks tetapi

lemah, 2+= normal, 3+= meningkat tetapi belum dianggap patologis (tidak disertai tanda

patologis lainnya), 4+= meningkat, patologis kadang-kadang disertai klonus. Refleks dinyatakan

meningkat bila zona refleksnya meluas.

Refleks dalam yang lazim dilakukan pada pemeriksaan rutin adalah refleks bisep, trisep,

brakioradialis, patela dan akiles.

Refleks patologis, disebut demikian karena respon ini tidak dijumpai pada individu normal.

Refleks patologis pada ekstremitas bawah lebih konstan, lebih mudah dibangkitkan, lebih

dipercaya dan lebih relevan dengan klinis dibandingkan dengan refleks patologis pada

ekstremitas atas. Refleks patologis yang terpenting adalah tanda Babinski. Pada individu normal

stimulasi pada kulit plantar akan menghasilkan respon plantar fleksi jari-jari kaki. Lesi pada jaras

Page 9: LO Emergency

kortikospinal akan mengakibatkan respon ini berubah menjadi dorso fleksi jari-jari kaki terutama

ibu jari disertai dengan mekarnya jari-jari lainnya. Pemeriksaan klinis neuroemergensi ini akan

menuntun para dokter untuk mengetahui apakah sistim saraf bekerja dengan baik atau tidak dan

menentukan lokasi lesi.

Daftar Pustaka1. Adams RD, Victor M, Ropper AH. Principles of neurology 6th ed. New York : Mc Graw-

Hill 19972. Bickerstaff ER, Spillane JA. Neurological examination in clinical practice 5thed. Bombay

: Delhi Oxford 19892. Bannister’s R clinical neurology. 7threv ed. Kota : Oxford, 19923. Brumback RA. Neurology clinics. Behavior Neurology. Kota : Philadelphia Vol.11,

Sauders 19934. Haerer AF. The neurologic examniation. Reved. Philadelphia : 19925. Devinsy O. Behavior neurology. St Louis : Mosby Yearbook, 19926. Fuller G. Neurological examination made easy. Edin urgh : Churchill Livingstione 19937. Harrison MJG. Neurological skills. Kota : PG Asian Singapore economy edition 19908. Heilman KM, Valenstein E. Clinical neuropsychology. 3rd ed. New York : Oxford 19939. Hijdra A, Koudstaal PJ, Ross RAC, eds. Neurologie Wetenschappelike uitgevery. Utrecht

: Bunge, 199410. Lindsay KW, Bone I, Neurology and neurosurgery. Illustrated 2nd ed. Kota : Edinburgh

ELBS, 1991

Page 10: LO Emergency

11. Munro J. Edwards C. Macleod’s clinical examination. 8th ed. Kota : Edinburgh ELBS 1992

12. Rolak LA Neurology secrets. Singapore Info access & distribution, 199313. Strub RL, Black FW. The mental status examination in neurology. 3rd ed Philadelphia FA

Davis, 199314. Talley NJT, Connor SO. Clinical examination a guide to physical diagnosis, Singapore :

PG, 198815. Tan CK, Wong WC. Handbook of neuroanatomy. Singapore : PG, 1990Toghill PJ. Examination patients an introduction to clinical medicine. London, ELBS 1991