LO Emergency
-
Upload
leon-l-gaya -
Category
Documents
-
view
217 -
download
0
description
Transcript of LO Emergency
![Page 1: LO Emergency](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082507/5695d4331a28ab9b02a0a52a/html5/thumbnails/1.jpg)
Pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi di bidang kedokteran telah banyak memberikan
sumbangsih bagi tenaga medis dalam menegakkan diagnosis dan memberikan terapi.
Pemeriksaan penunjang canggih juga semakin akrab dengan para dokter. Meskipun demikian,
pemeriksaan penunjang generasi terbaru sekalipun tetap tidak dapat menggantikan posisi
pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan neurologis. kursus ANLS seperti halnya kursus-kursus
yang lain (ATLS / ACLS), evaluasi dan pengobatan emergensi pada pasien neurologi yang akut,
riwayat penyakit sebelumnya secara rinci untuk sementara tidak perlu diketahui. Pemeriksaan
neurologis akan memberikan informasi yang tidak dapat diberikan oleh pemeriksaan penunjang.
Meskipun kedudukannya demikian penting ternyata pemeriksaan neurologis seringkali
dikesampingkan oleh para dokter terutama pada keadaan emergensi. Tampaknya banyak dokter
yang beranggapan bahwa pemeriksaan neurologis hanyalah menghabiskan waktu, tidak relevan
dengan kondisi emergensi dan sulit dilakukan.
Sistematika pemeriksaan neurologis
Sebelum melakukan pemeriksaan neurologis ada 3 hal penting yang perlu diingat dan dilakukan
yaitu: anamnesis, anamnesis dan anamnesis.
Dalam situasi emergensi terkadang anamnesis tidak dapat dilakukan dengan panjang lebar.
Lakukan anamnesis singkat sambil menilai kesadaran dan tanda vital pasien. Setelah kondisi
pasien stabil dan aman anamnesis dapat dilanjutkan kembali.
Dengan anamnesis informasi berikut harus didapat:
Onset keluhan/gejala klinis (kapan keluhan/gejala ini pertama kali muncul?)
Progresifitas dari keluhan tersebut (apakah keluhan ini bertambah berat, menetap atau
membaik?)
Keluhan tambahan lainnya (adakah keluhan atau gejala lainnya yang menyertai keluhan
utama?)
Riwayat penyakit sebelumnya (apakah pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya atau
pernahkah menderita sakit lainnya?)
Untuk mendiagnosa banding digunakan singkatan ”VITAMINS” :
![Page 2: LO Emergency](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082507/5695d4331a28ab9b02a0a52a/html5/thumbnails/2.jpg)
V : Vascular Onset biasanya tiba-tiba atau mendadakI : Infectious Tanda-tanda infeksi: demam, flu like syndromeT : Traumatic Riwayat trauma sebelumnyaA : Autoimmune Riwayat remisi-eksaserbasi, gejala penyakit
autominun lain mis SLEM : Metabolic/Toxic Paparan zat toxic, gigitan hewan, penyakit
metabolikI : Idiophatic/ Iatrogenic Riwayat menjalani prosedur medis, keluhan
sudah berulang kaliN : Neoplastic Penurunan berat badan, kelemahan, riwayat
tumor di organ lainS : Seizure, pSychiatric,
StructuralRiwayat kejang, perubahan perilaku, kelainan organ/anatomis sebelumnya
Pada pasien dengan kegawatdaruratan neurologi prinsip ”ABC” dan D dijalankan, pada keadaan
kegawatdaruratan hampir semua pasien dengan kondisi berat akan cenderung memburuk bila
tidak segera diatasi dengan cepat dan tepat. sehingga pada keadaan kegawatdaruratan neurologi
tidak perlu dilakukan pemeriksaan neurologi menyeluruh.
Pada Pemeriksaan Neuroemergensi yang paling penting adalah:
1. Tingkat kesadaran.
2. Pupil dan gerakan bola mata.
3. Tanda rangsang meningeal.
4. Fungsi saraf-saraf kranial.
5. Fungsi motorik dan reflek
Pemeriksaan kegawatdaruratan neurologi dilakukan bersamaan, segera atau setelah dilakukan
tindakan ABC, yang bertujuan untuk mencari ada atau tidaknya defisit neurologis fokal, mencari
tanda-tanda meningitis dan menilai tingkat kesadaran dan fungsi neurologis. Ad.1.Tingkat
Kesadaran diperankan oleh 2 aspek penting:
a. Arousal suatu fungsi primitif yang diatur oleh batang otak dan medial talamus.
b. Awarenes untuk dapat berfungsi dengan baik memerlukan korteks serebri dan sebagian
besar nukleus di subkorteks yang intak.
Langkah pertama yang harus dilakukan untuk memeriksa kesadaran adalah menentukan derajat
kesadaran. Derajat kesadaran dinilai secara kualitatif dan kuantitatif. Jika derajat kesadaran
![Page 3: LO Emergency](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082507/5695d4331a28ab9b02a0a52a/html5/thumbnails/3.jpg)
terganggu maka atensi, konsentrasi dan fungsi kognitif lainnya dapat dipastikan juga akan
terpengaruh.
Derajat kesadaran kualitatif :
- Delirium, suatu tingkat kesadaran di mana terjadi peningkatan yang abnormal dari
aktivitas psikomotor dan siklus tidur-bangun yang terganggu. Pada keadaan ini pasien
tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi, berteriak, aktivitas motoriknya meningkat,
meronta-ronta.
- Somnolen. Keadaan mengantuk. Kesadaran akan pulih penuh bila dirangsang. Disebut
juga letargi atau obtundasi. Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya penderita
dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri.
- Stupor: respon terhadap lingkungan hilang sebagian. Pasien sulit dibangunkan, responnya
lambat, tidak adekuat, mengabaikan lingkungannya dan segera kembali ke kondisi
stupornya.
- Koma: suatu tingkat kesadaran di mana pasien tidak dapat dibuat terjaga dengan stimulus
biasa. Pasien tidak responsif terhadap lingkungannya dan dirinya sendiri. Tidak ada
gerakan volunter dan siklus tidur-bangun.
Derajat kesadaran lebih mudah dideskripsikan menggunakan suatu skala Kuantitatif yaitu Skala
Koma Glasgow (SKG)
Eye (E)
Membuka mata spontan
Membuka mata dengan stimulus verbal
Membuka mata dengan rangsang nyeri
Tidak membuka mata
4
3
2
1
Respon motorik (M)
Dapat mengikuti perintah
Dapat melokalisasi rangsang nyeri
6
5
![Page 4: LO Emergency](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082507/5695d4331a28ab9b02a0a52a/html5/thumbnails/4.jpg)
Tidak dapat melokalisasi rangsang nyeri, fleksi menjauhi rangsang nyeri
Dekortikasi
Deserebrasi
Tidak ada respon motorik
4
3
2
1
Respon verbal (V)
Orientasi tempat, waktu dan orang baik. Konversasi seperti biasa.
Disorientasi, confuse, tetapi masih dapat berbicara dalam bentuk kalimat.
Kata-kata yang tidak berarti
Hanya merintih atau mengerang
Tidak ada respon verbal
5
4
3
2
1
SKG tertinggi 15 dan terendah 3. Pasien dengan derajat kompos mentis memiliki nilai SKG 15
sedangkan pasien dengan koma SKG 3.
Langkah kedua setelah menentukan derajat kesadaran adalah menilai atensi. Tentunya pada
pasien dengan penurunan derjat kesadaran atensi akan terganggu. Pasien dengan atensi yang
normal akan melihat ke arah pemeriksa dan menjawab pertanyaan dengan cepat. Pada gangguan
atensi biasanya fiksasi visual terganggu, respon verbal lambat.
Langkah ketiga adalah menilai konsentrasi. Pasien diminta untuk menghitung mundur dari 20 ke
1 dan menyebutkan nama bulan dengan urutan terbalik. Pada gangguan konsentrasi respon
lambat, ada yang terlewatkan atau terbalik.
Ad.2. Pupil
Komponen utama pemeriksaan pupil adalah
Ukuran, bentuk dan simetri pupil
Reaktivitas pupil terhadap cahaya
Refleks cahaya langsung dan tidak langsung
Refleks akomodasi
Dalam menentukan etiologi kesadaran menurun, pemeriksaan pupil dapat memberikan
petunjuk sebagai berikut :
Refleks pupil yang normal dan ukurannya simetrik : keadaan ini seringkali dijumpai pada
koma metabolik. Pada intoksikasi opiat dapat dijumpai pupil yang miosis.
![Page 5: LO Emergency](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082507/5695d4331a28ab9b02a0a52a/html5/thumbnails/5.jpg)
Ukuran pupil yang tidak sama (anisokor) : pada pasien dengan kesadaran menurun
terdapatnya tanda ini memberikan dugaan kuat telah terjadi herniasi otak. Beberapa
keadaan perkecualian dapat dijumpai, misalnya pada pasien cedera kepala dengan trauma
langsung pada mata dapat menimbulkan pupil yang anisokor tanpa herniasi otak.
Pupil midriasis bilateral dan tidak menunjukkan refleks cahaya : keadaan ini seringkali
dijumpai pada tahap akhir herniasi otak. Perkecualian yang dapat dijumpai adalah pasien
intoksikasi amfetamin atau atropin.
Pupil pin-point bilateral : keadaan ini seringkali dijumpai pada perdarahan di pons.
Keracunan opiat dapat memperlihatkan gambaran pupil seperti ini, namun pada
keracunan opiat refleks tendon akan menurun, sebaliknya pada perdarahan di pons dapat
dijumpai peningkatan refleks tendon dan adanya tanda refleks babinski.
Ad.3. Tanda rangsang meningeal
Kaku kuduk (nuchal rgidity) meupakan gejala yang paling sering dijumpai pada iritasi
meningens. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara sebagai berikut, tangan pemeriksa
diletakkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring. Tangan lainnya diletakkan di
dada pasien untuk mencegah badan terangkat. Kemudian leher difleksikan hingga dagu
menyentuh dada. Pemeriksa merasakan tahanan yang timbul saat melakukan gerakan
fleksi pasif ini. Bila terdapat kaku kuduk maka dagu tidak dapat menyentuh dada dan akan
dapat dirasakan tahanan saat melakukan fleksi leher. Kekakuan yang timbul dapat
bervarisi dari hanya tahanan ringan hingga berat di mana kepala tidak dapat ditekuk
bahkan hingga terkedik ke belakang. Selain kaku kuduk terdapat beberapa tanda rangsang
meningeal lainnya seperti kernig, lasegue dan brudzinsky I dan II.
Pada meningitis tanda rangsang meningeal yang paling sering ditemukan adalah kaku
kuduk. Lasegue dipergunakan untuk memeriksa iritasi radiks.
Pada pasien dengan HNP lumboskaral misalnya, laseguenya tidak dapat melebihi sudut
70° dan timbul nyeri saat tungkai diangkat.
Ad.4. Saraf kranialis
Berdasarkan lokasi/ topis :
![Page 6: LO Emergency](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082507/5695d4331a28ab9b02a0a52a/html5/thumbnails/6.jpg)
Midbrain : bagian yang paling pendek dari batang otak terletak antara hemisfer serebri dan
pons, bagian atas midbrain disebut tectum, keluar nerve kranialis 3, dan 4.
Pons : bagian dari batang otak (brain stem) dimana keluar nerve kranialis 5, 6, 7, dan 8.
Medula oblongata : bagian brain stem yang menghubungkan otak dgn medula spinalis, dari
tempat ini, keluar nerve kranialis 9, 10, 11, dan 12.
Ad.5. Motorik
Pemeriksaan motorik sebenarnya sudah harus dimulai sejak pasien datang. Beberapa
aspek motorik dapat dilihat dari penampilan pasien. Pemeriksaan motorik yang harus
dilakukan meliputi kekuatan motorik, refleks fisiologis, refleks patologis, pemeriksaan
trofi dan tonus otot.
Kekuatan motorik
Berkurangnya kekuatan otot disebut paresis, sedangkan hilangnya kontraksi otot disebut plegi.
Sebelum menilai kekuatan otot pastikan terlebih dahulu regio otot yang akan diperiksa tidak ada
pembengkakan, nyeri, fraktur dsb yang dapat mempengaruhi kekuatan motorik. Kekuatan
motorik dinyatakan dalam suatu skala, yang sering digunakan adalah The Medical Research
Council Scale of Muscle Strength. Sejatinya kekuatan motorik diperiksa pada setiap otot atau
sekelompok otot.
Untuk memudahkan kita perlu memperhatikan riwayat penyakit pasien. Pasien dengan
kecurigaan lesi intrakranial seperti stroke, tumor maupun meningitis pada umumnya kelemahan
ototnya akan memiliki pola hemiparesis atau hemiplegi.
Sedangkan pada kelainan di medula spinalis berupa tetraparesis/plegi ataupun paraparesis/plegi.
Pada GBS kelemahan yang timbul umumnya asending, dimulai dari otot distal lalu menjalar ke
proksimal. Sedangkan pada miastenia gravis kelemahan berfluktuasi. Setelah diprovokasi dengan
aktivitas biasanya kelemahan akan semakin jelas dan setelah beristirahat kelemahan akan
membaik Kelemahan akibat kelainan otot (miogen) akan menimbulkan kelemahan yang tidak
terdistribusi berdasarkan segmen dermatom dan umumnya proksimal lebih lemah dibandingkan
dengan distal. Gower sign adalah salah satu tanda yang tampak pada kelainan miogen. Neuropati
yang berat juga dapat mengakibatkan kelemahan otot.
The Medical Research Council Scale of Muscle Strength
0 = tidak ada kontraksi
1 = ada kontraksi tetapi tidak ada gerakan pada persendian yang seharusnya digerakkan oleh otot tersebut
![Page 7: LO Emergency](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082507/5695d4331a28ab9b02a0a52a/html5/thumbnails/7.jpg)
Tonus dan Trofi Otot
Perhatikan besar dan bentuk otot. Hipotrofi/atrofi lebih terlihat pada kelainan lower motor
neuron. Sedangkan pada kelainan upper motor neuron atrofi yang terjadi berupa disuse atrofi
dan umumnya baru tampak setelah jangka waktu tertentu. Atrofi biasanya lebih jelas terlihat
pada otot-otot tangan seperti tenar, hipotenar dan otot-otot interosei. Sedangkan pada tungkai
bawah pada tibialis anterior. Selain dengan inspeksi pemeriksaan trofi otot juga memerlukan
palpasi.
Beberapa cara dapat dilakukan untuk memeriksa tonus otot. Abduksikan bahu, lalu fleksikan
lengan bawah pada siku. Pada otot hipotonia, fleksibilitas otot akan meningkat sehingga lengan
dapat ditekuk sampai sudut yang ekstrim. Sedangkan otot hipertonus kurang fleksibel. Tehnik
lain adalah dengan menilai gerakan pendulus pada tungkai (pendulousness of the legs). Pasien
diminta duduk di tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung. Kemudian dorong kedua tungkai
dengan kekuatan yang sama. Perhatikan ayunan tungkai yang timbul. Pada tonus yang normal
ayunan tungkai semakin lama semakin lambat dan akan berhenti setelah 6-7 ayunan. Ayunan
tungkai ini akan berkurang pada hipertonus dan bertambah pada hipotonus. Rigiditas dan
spastisitas adalah bentuk hipertonus. Rigiditas dapat berupa lead-pipe rigidity dapat pula berupa
cogwheel rigidity. Pada lead-pipe rigidity dengan gerakan pasif lengan bawah, tahanan akan
dirasakan sejak awal gerakan hingga akhir gerakan. Sedangkan cogwheel rigidity akan terasa
seolah lengan yang digerakkan pasif tersebut seperti tersangkut pada roda gigi. Untuk
mendapatkan rigiditas gerakan pasif dilakukan perlahan-lahan.
Cogwheel rigidity paling sering ditemukan pada pasien parkinson. Rigiditas dijumpai pada
kelainan di basal ganglia. Spastisitas terjadi pada lesi yang melibatkan traktus kortikospinal.
Berbeda dengan rigiditas yang umumnya mengenai semua otot dengan derajat yang sama,
derajat spastisitas umumnya berbeda antar otot.
Pemeriksaan motorik pada pasien dengan penurunan kesadaran
Memeriksan motorik pasien dengan penurunan kesadaran tidaklah mudah. Amati posisi tubuh
dan gerakan; apakah pasien baring tidak bergerak atau tubuh ada gerakan jika ada gerak tubuh;
![Page 8: LO Emergency](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082507/5695d4331a28ab9b02a0a52a/html5/thumbnails/8.jpg)
apakah gerakan keempat angota gerak serasi? apakah pasien posisi baringnya simetris? apakah
ada gerakan abnormal? hemiparesis atau hemiplegi dapat diperiksa dengan cara berikut. Bila
kedua lengan diangkat kemudian dilepaskan maka sisi yang paresis akan jatuh lebih cepat.
Sedangkan sisi normal jatuh lebih lambat. Sedangkan pada ekstremitas bawah, dilakukan fleksi
pasif pada sendi panggul dan lutut dengan tumit pada tempat tidur kemudian dilepaskan. Sisi
paresis akan jatuh lebih cepat ke posisi ekstensi dengan rotasi eksternal panggul. Sedangkan sisi
yang sehat tetap pada posisi tersebut beberapa saat baru kemudian jatuh.
Bila derajat penurunan kesadaran tidak terlalu dalam respon terhadap stimulus dapat
memperlihatkan kemampuan motorik pasien. Dengan rangsang nyeri pasien biasanya akan
menyeringai dan dapat dinilai kesimetrisan wajahnya untuk menilai ada tidaknya paresis nervus
kranialis.
Pemeriksaan Refleks
Pemeriksaan refleks memiliki nilai yang penting karena dibandingkan dengan pemeriksaan lain
pemeriksaan refleks tidak terlalu bergantung pada kooperasi pasien. Karenanya dianggap refleks
lebih obyektif dari pemeriksaan lain.
Refleks terbagi menjadi refleks dalam (regang otot), refleks superfisial dan refleks
patologis.Refleks dalam (regang otot) dibangkitkan dengan memberikan stimulus regangan pada
tendon otot dengan mengetukkan palu refleks. Untuk dapat membangkitkan refleks ini
diperlukan alat dan tehnik yang tepat.
Respon refleks dinyatakan dalam angka. 0= tidak ada refleks (arefleksia), 1+= ada refleks tetapi
lemah, 2+= normal, 3+= meningkat tetapi belum dianggap patologis (tidak disertai tanda
patologis lainnya), 4+= meningkat, patologis kadang-kadang disertai klonus. Refleks dinyatakan
meningkat bila zona refleksnya meluas.
Refleks dalam yang lazim dilakukan pada pemeriksaan rutin adalah refleks bisep, trisep,
brakioradialis, patela dan akiles.
Refleks patologis, disebut demikian karena respon ini tidak dijumpai pada individu normal.
Refleks patologis pada ekstremitas bawah lebih konstan, lebih mudah dibangkitkan, lebih
dipercaya dan lebih relevan dengan klinis dibandingkan dengan refleks patologis pada
ekstremitas atas. Refleks patologis yang terpenting adalah tanda Babinski. Pada individu normal
stimulasi pada kulit plantar akan menghasilkan respon plantar fleksi jari-jari kaki. Lesi pada jaras
![Page 9: LO Emergency](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082507/5695d4331a28ab9b02a0a52a/html5/thumbnails/9.jpg)
kortikospinal akan mengakibatkan respon ini berubah menjadi dorso fleksi jari-jari kaki terutama
ibu jari disertai dengan mekarnya jari-jari lainnya. Pemeriksaan klinis neuroemergensi ini akan
menuntun para dokter untuk mengetahui apakah sistim saraf bekerja dengan baik atau tidak dan
menentukan lokasi lesi.
Daftar Pustaka1. Adams RD, Victor M, Ropper AH. Principles of neurology 6th ed. New York : Mc Graw-
Hill 19972. Bickerstaff ER, Spillane JA. Neurological examination in clinical practice 5thed. Bombay
: Delhi Oxford 19892. Bannister’s R clinical neurology. 7threv ed. Kota : Oxford, 19923. Brumback RA. Neurology clinics. Behavior Neurology. Kota : Philadelphia Vol.11,
Sauders 19934. Haerer AF. The neurologic examniation. Reved. Philadelphia : 19925. Devinsy O. Behavior neurology. St Louis : Mosby Yearbook, 19926. Fuller G. Neurological examination made easy. Edin urgh : Churchill Livingstione 19937. Harrison MJG. Neurological skills. Kota : PG Asian Singapore economy edition 19908. Heilman KM, Valenstein E. Clinical neuropsychology. 3rd ed. New York : Oxford 19939. Hijdra A, Koudstaal PJ, Ross RAC, eds. Neurologie Wetenschappelike uitgevery. Utrecht
: Bunge, 199410. Lindsay KW, Bone I, Neurology and neurosurgery. Illustrated 2nd ed. Kota : Edinburgh
ELBS, 1991
![Page 10: LO Emergency](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082507/5695d4331a28ab9b02a0a52a/html5/thumbnails/10.jpg)
11. Munro J. Edwards C. Macleod’s clinical examination. 8th ed. Kota : Edinburgh ELBS 1992
12. Rolak LA Neurology secrets. Singapore Info access & distribution, 199313. Strub RL, Black FW. The mental status examination in neurology. 3rd ed Philadelphia FA
Davis, 199314. Talley NJT, Connor SO. Clinical examination a guide to physical diagnosis, Singapore :
PG, 198815. Tan CK, Wong WC. Handbook of neuroanatomy. Singapore : PG, 1990Toghill PJ. Examination patients an introduction to clinical medicine. London, ELBS 1991