Li Am Sken b Blok 18 2015 (1)

21
Nama : Satria Putra Wicaksana NIM : 04011381320077 HAL : LI AM Sken B Blok 18 2015 1. Bagaimana penyebab dan mekanisme sembab seluruh tubuh? Jawab: Hal tersebut diawali dengan terjadinya Hipoalbuminemia. Salah satu teori mengatakan bahwa awalnya terjadi kehilangan muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Keadaan ini meyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus dan menyebabkan proteinuria. Akibat terjadinya hipoalbuminemia tersebut (kadar albumin serum rendah), tekanan onkotik dalam plasma akan turun dan terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang intersrtitial. 2. Bagaimana penyebab dan mekanisme dari kedua tungkai bengkak? Jawab: terjadinya penurunan tekanan onkotik plasma (kadar albumin serum rendah) menyebabkan penarikan cairan menuju ruang interstital sehingga dari luar tampak pembengkakan/edema. Biasanya terjadi setelah terlebih dahulu muncul edema pada jaringan dengan resistensi yang rendah seperti periorbita, skrotum, atau labia. 3. Bagaimana penyebab dan mekanisme tampak sembab di kelopak mata?

description

te5y

Transcript of Li Am Sken b Blok 18 2015 (1)

Nama : Satria Putra WicaksanaNIM: 04011381320077HAL: LI AM Sken B Blok 18 20151. Bagaimana penyebab dan mekanisme sembab seluruh tubuh?Jawab: Hal tersebut diawali dengan terjadinya Hipoalbuminemia. Salah satu teori mengatakan bahwa awalnya terjadi kehilangan muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Keadaan ini meyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus dan menyebabkan proteinuria. Akibat terjadinya hipoalbuminemia tersebut (kadar albumin serum rendah), tekanan onkotik dalam plasma akan turun dan terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang intersrtitial.

2. Bagaimana penyebab dan mekanisme dari kedua tungkai bengkak?Jawab: terjadinya penurunan tekanan onkotik plasma (kadar albumin serum rendah) menyebabkan penarikan cairan menuju ruang interstital sehingga dari luar tampak pembengkakan/edema. Biasanya terjadi setelah terlebih dahulu muncul edema pada jaringan dengan resistensi yang rendah seperti periorbita, skrotum, atau labia.

3. Bagaimana penyebab dan mekanisme tampak sembab di kelopak mata?Jawab: terjadi melalui mekanisme edema yang sama dengan bagian tubuh lain, hanya saja terjadi lebih awal akibat keadaan resistensi jaringan yang rendah.

4. Bagaimana indikasi, interpretasi dan mekanisme abnormal berdasarkan hasil laboratorium darah?Jawab: Hb 8,5 g/dl: untuk menetukan apakah ada kelainan perdarahan (salah satu pemicu SN sekunder), dengan hasil 15 mm/jam menunjukan kronis, yang disebabkan karena salah satunya adalah anemia. Protein Total 4,0 g/dl: menilai apakah sejalan dengan menurunnya Albumin yang natinya akan menunjukan hasil yang rendah, dengan hasil di bawah kisaran 6,1-8,2 gr% menunjukan bahwa terjadi penurunan dalam darah yang disebabkan akibat penurunan protein albumin. Albumin 2,0 gr/dl: memastikan diagnosis SN yang disertai hipoalbuminemia dan sebagai penyebab edema, dibawah kisaran 3,2-5 gr/dl menandakan hipoalbuminemia, yang terjadi akibat penarikan albumin yang bermuatan negatif ke luar sawar kapiler glomerulus. Kreatinin 0,7 mg/dl: melihat adanya kerusakan ginjal secara menyeluruh bila ada peningkatan, masih dalam batas normal yaitu 0,6-1,2 mg/dl. kolestrol 280 mg/dl: memastikan diagnosis SN yang disertai peningkatan kolestrol, >200 mg/dl yang artinya meningkat, terjadi akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang lipase.

5. Bagaimana cara mendiagnosis kasus ini?Jawab: Untuk menegakkan diagnosisnya, kita perlu mengikuti alur diagnostik yang ada, yaitu :1. Anamnesis: mencari ada tidaknya gejala umum seperti bengkak di palpebra / seluruh tubuh, kemudian gejala khusus penanda berat seperti nafsu makan turun, efusi pleura, peritonitis, asites, edema genitalia, oligouria, hipovolemia dan diare. Kemudian tentukan prakiraan apakah bertipe primer atau sekunder.2. Pemeriksaan fisik: memastikan adanya edema penanda gejala umum dan kelainan penanda berat yang ada, serta menentukan tipe sindroma nefrotik yang terjadi.3. Pemeriksaan lab: didapati : (Sindroma Nefrotik Idiopatik/Primer)a. Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik 2+)b. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dLc. Edemad. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dLSumber : Trihono, P, P. DKK. 2008. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik pada Anak Edisi kedua. Jakarta : Badan Penerbit IDAI

6. Bagaimana diagnosis bandingnya?Jawab: SN Sekunder

7. Bagaimana epidemiologi diagnosis kerja pada kasus?Jawab: Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang paling sering ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun,dengan prevalensi berkisar 12 16 kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1, namun pada remaja menjadi sama besar.Sumber: Trihono, P, P. DKK. 2008. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik pada Anak Edisi kedua. Jakarta : Badan Penerbit IDAI

8. Bagaimana patogenesis pada kasus?Jawab: ada beberapa teori mengenai patogenesis yang terjadi pada kasus, yaitu : Soluble Antigen Antibody Complex (SAAC)Antigen yang masuk ke sirkulasi menimbulkan antibody sehingga terjadi reaksi antigen dan antibody yang larut (soluble) dalam darah. SAAC ini kemudian menyebabkan system komplemen dalam tubuh bereaksi sehingga komplemen C3 akan bersatu dengan SAAC membentuk deposit yang kemudian terperangkap di bawah epitel kapsula Bowman yang secara imunofloresensi terlihat berupa benjolan yang disebut HUMPS sepanjang membrane basalis glomerulus (mbg) berbentuk granuler atau noduler. Komplemen C3 yang ada dalam HUMPS ini lah yang menyebabkan permeabilitas mbg terganggu sehingga eritrosit, protein dan lain-lain dapat melewati mbg sehingga dapat dijumpai dalam urine. Perubahan ElektrokemisSelain perubahan struktur mbg, maka perubahan elektrokemis dapat juga mneimbulkan proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti bahwa kelainan terpenting pada glomerulus berupa gangguan fungsi elektrostatik ( sebagai sawar glomerulus terhadap filtrasi protein ) yaitu hilangnya fixed negative ion yang terdapat pada lapisan sialo-protein glomeruli. Akibat hilangnya muatan listrik ini maka permeabilitas mbg terhadap protein berat molekul rendah seperti albumin meningkat sehingga albumin dapat keluar bersama urine.Sumber : Syarifuddin Rauf, Dr.,dr.,Sp.A,. Catatan Kuliah Nefrologi Anak. BIKA FK UH. Makassar. 2009

9. Bagaimana pencegahan pada kasus?Jawab: -

Learning IssueSindroma Nefrotik AnakSINDROM NEFROTIK

I. PENDAHULUANSindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut Sindrom Nefrotik Idiopatik ( SNI ). Kelainan histologis SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas atau sangat sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut Minimal Change Nephrotic Syndrome atau Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM). Sarjana lain menyebut NIL (Nothing In Light Microscopy).

II. INSIDENSIInsidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar ( 74% ) dijumpai pada usia 2-7 tahun dengan perbandingan wanita dan pria 1:2. Pada remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1:1.

III. ETIOLOGISecara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971).Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer1. Kelainan minimal (KM)2. Glomerulopati membranosa (GM)3. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)4. Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi.

Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :1. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport, miksedema.2. Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute Bacterial Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.3. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), Trimethadion, paramethadion, probenecid, penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga, bisa ular.4. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus Sistemik, purpura Henoch-Schonlein, sarkoidosis.5. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, Leukemia, tumor gastrointestinal.6. Penyakit perdarahan : Hemolytic Uremic SyndromeIV. PATOGENESISYang dimaksud dengan SN ialah SN yang idiopatik dengan kelainan histologik berupa SNKM. Terdapat beberapa teori mengenai terjadinya SN pada anak yaitu Soluble Antigen Antibody Complex (SAAC)Antigen yang masuk ke sirkulasi menimbulkan antibody sehingga terjadi reaksi antigen dan antibody yang larut (soluble) dalam darah. SAAC ini kemudian menyebabkan system komplemen dalam tubuh bereaksi sehingga komplemen C3 akan bersatu dengan SAAC membentuk deposit yang kemudian terperangkap di bawah epitel kapsula Bowman yang secara imunofloresensi terlihat berupa benjolan yang disebut HUMPS sepanjang membrane basalis glomerulus (mbg) berbentuk granuler atau noduler. Komplemen C3 yang ada dalam HUMPS ini lah yang menyebabkan permeabilitas mbg terganggu sehingga eritrosit, protein dan lain-lain dapat melewati mbg sehingga dapat dijumpai dalam urine. Perubahan ElektrokemisSelain perubahan struktur mbg, maka perubahan elektrokemis dapat juga mneimbulkan proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti bahwa kelainan terpenting pada glomerulus berupa gangguan fungsi elektrostatik ( sebagai sawar glomerulus terhadap filtrasi protein ) yaitu hilangnya fixed negative ion yang terdapat pada lapisan sialo-protein glomeruli. Akibat hilangnya muatan listrik ini maka permeabilitas mbg terhadap protein berat molekul rendah seperti albumin meningkat sehingga albumin dapat keluar bersama urine.

V. PATOFISIOLOGI PROTEINURIAProteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat. Edema muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.Pada SN, proteinuria umumnya bersifat masif yang berarti eksresi protein > 50 mg/kgBB/hari atau >40 mg/m2/jam atau secara kualitatif proteinuria +++ sampai ++++. Oleh karena proteinuria paralel dengan kerusakan mbg , maka proteinuria dapat dipakai sebagai petunjuk sederhana untuk menentukan derajat kerusakan glomerulus. Jadi yang diukur adalah Index Selectivity of Proteinuria (ISP). ISP dapat ditentukan dengan cara mengukur ratio antara Clearance IgG dan Clearence Transferin.

ISP = Clearance IgG Clearance Transferin

Bila ISP < 0,2 berarti ISP meninggi (Highly Selective Proteinuria) yang secara klinik menunjukkan kerusakan glomerulus ringan dan respons terhadap kortikosteroid baik. Bila ISP > 0,2 berarti ISP menurun (Poorly Selective Proteinuria) yang secara klinik menunjukkan kerusakan glomerulus berat dan tidak adanya respons terhadap kortikosteroid. HIPERLIPIDEMIAHiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal. Dikatakan hiperlipidemia karena bukan hanya kolesterol saja yang meninggi ( kolesterol > 250 mg/100 ml ) tetapi juga beberapa konstituen lemak meninggi dalam darah. Konstituen lemak itu adalah kolesterol, Low Density Lipoprotein(LDL), Very Low Density Lipoprotein(VLDL), dan trigliserida (baru meningkat bila plasma albumin < 1gr/100 mL. Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel sel hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah menjadi LDL pleh lipoprotein lipase. Tetapi, pada SN aktivitas enzim ini terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Disamping itu menurunnya aktivitas lipoprotein lipase ini disebabkan pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya protein ke dalam urine. Jadi, hiperkolesteronemia ini tidak hanya disebabkan oleh produksi yang berlebihan , tetapi juga akibat gangguan katabolisme fosfolipid.

HIPOALBUMINEMIAHipoalbuminemia terjadi apabila kadar albumin dalam darah < 2,5 gr/100 ml. Hipoalbuminemia pada SN dapat disebabkan oleh proteinuria, katabolisme protein yang berlebihan dan nutrional deficiency. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu rentetan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia.

EDEMAPembentukan edema pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.3Edema mula-mula nampak pada kelopak mata terutama waktu bangun tidur. Edema yang hebat / anasarca sering disertai edema genitalia eksterna. Edema anasarca terjadi bila kadar albumin darah < 2 gr/ 100 ml. Selain itu, edema anasarca ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan karena edema mukosa usus. Akibat anoreksia dan proteinuria masif, anak dapat menderita PEM. Hernia umbilikalis, dilatasi vena, prolaps rekstum dan sesak nafas dapat pula terjadi akibat edema anasarca ini. Pada umumnya tipe SNKM mempunyai gejala-gejala klinik yang disebut diatas tanpa gejala-gejala lain. Oleh karena itu, secara klinik SNKM ini dapat dibedakan dari SN dengan kelainan histologis tipe lain yaitu pada SNKM dijumpai hal-hal sebagai berikut pada umunya : Anak berumur 1-6 tahun Tidak ada hipertensi Tidak ada hematuria makroskopis atau mikroskopis Fungsi ginjal normal Titer komplemen C3 normal Respons terhadap kortikosteroid baik sekali.Oleh karena itulah, bila dijumpai kasus SN dengan gejala-gejala diatas dan mengingat bahwa SNKM terdapat pada 70-80% kasus, maka pada beberapa penelitian tidak dilakukan biopsi ginjal.

VI. GEJALA KLINISAdapun manifesitasi klinik dari sindrom nefrotik adalah : Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali edema timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal edema sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misalnya daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya edema menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan edema hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Edema biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM. Edema paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal (SNKM). Bila ringan, edema biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia. Edema bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat edema kulit, anak tampak lebih pucat. Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan edema mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh karena edema dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani. Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik. Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu. Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.

Tanda sindrom nefrotik yaitu : Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain. Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria. Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik. Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM. Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal. PENATALAKSANAANBila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari. Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel 2 berikut :Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom nefrotik5RemisiKambuhKambuh tidak seringKambuh seringResponsif-steroidDependen-steroidResisten-steroidResponder lambatNonresponder awalNonresponder lambatProteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut.Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12 bulan.Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau 4 kali kambuh pada setiap periode 12 bulan.Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid, atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60 mg/m2/hari selama 4 minggu.Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa tambahan terapi lain.Resisten-steroid sejak terapi awal.Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid.

PROTOKOL PENGOBATANInternational Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan.

VII. KOMPLIKASI Infeksi sekunder : mungkin karena kadar immunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (