(lereng SMR)
description
Transcript of (lereng SMR)
I. LATAR BELAKANG
Industri pertambangan merupakan salah satu
penyumbang devisa bagi negara yang tak lepas dari
resiko besar. Sistem penambangan secara tambang terbuka
secara garis besar juga mempunyai resiko besar, salah
satunya adalah masalah kestabilan lereng. Lereng yang
tidak stabil biasanya disebabkan oleh adanya gangguan-
gangguan seperti gejala-gejala geologi, pelapukan, swelling
batuan, dan aliran air tanah yang berlebihan. Pembuatan
lereng pada suatu permukaan, sebagai akibat dari kegiatan
penambangan akan mengakibatkan perubahan
keseimbangan gaya pada permukaan tanah tersebut dan
dapat mengakibatkan lereng tidak stabil.
Dalam rangka itulah, maka selaku peneliti akan
mencoba menganalisis kestabilan lereng dengan
mengggunakan Klasifikasi Massa Batuan dengan Klasifikasi
Modified Basic Slope Mass Rating System (SMR), agar dapat
mengetahui nilai keamanan dari lereng tersebut.
II. PERUMUSAN MASALAH
Apabila kita menggali lereng di permukaan tanah, hal
ini dapat mengubah atau mengganggu sistim
keseimbangan gaya yang telah ada, dimana hal ini akan
menimbulkan resiko kelongsoran pada lereng tersebut. Hal
lain yang juga dapat mengurangi sistem keseimbangan
lereng adalah rekahan, patahan, getaran dan air tanah
Oleh karena hal tersebut diatas, maka diperlukan
metode tertentu untuk menjadikan lereng menjadi stabil
dan aman bagi para pekerja dan peralatan tambang.
III. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dari penelitian ini adalah ingin mengetahui
hasil penerapan dari parameter Klasifikasi Massa Batuan
SMR system, serta mengetahui prosedur pengukuran
secara langsung di lapangan. Sedangkan tujuan dari
penelitian ini adalah menerapkan penggunanan klasifikasi
klasifikasi massa batuan agar dapat menilai kestabilan
lerengi berdasarkan hasil yang diperoleh.
IV. METODOLOGI PENELITIAN
Untuk mengetahui adanya ketidakstabilan pada
lubang bukaan bawah tanah ada beberapa metode yang
dapat digunakan, diantaranya
1. Metode pengamatan atau observasi, didasarkan pada
pemantauan di lapangan tentang adanya bidang –
bidang diskontinuitas, seperti patahan, rekahan, sesar
dan juga air tanah.
2. Metode empirik didasarkan pada klasifikasi massa
batuan, yaitu dengan mengidentifikasi parameter
terpenting yang mempengaruhi kestabilan lereng batuan
dan membagi formasi massa batuan yang khusus ke
kelompok yang sama.
3. Analisis data
V. MANFAAT HASIL PENELITIAN
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
masukkan bagi perusahaan pertambangan / pihak
pengelola pertambangan.
2. Hasil penelitian ini merupakan suatu bentuk sumbangan
kepada lembaga pendidikan dalam rangka peningkatan
dan pemberdayaan perpustakaan di Fakultas Teknologi
Mineral, khususnya Jurusan Teknik Pertambangan
Universitas Trisakti.
3. Sebagai bahan masukan atau bahan perbandingan bagi
peneliti lain yang meneliti masalah serupa.
VI. LOKASI PENELITIAN
Lokasi tugas akhir adalah pada perusahaan
pertambangan yang menggunakan sistem tambang bawah
tanah, yaitu PT. Kaltim Prima Coal
VII. WAKTU PENELITIAN
Penelitian akan dilaksanakan pada bulan September -
Nopember 2001 dengan jadwal sebagai berikut :
VIII. STUDI PUSTAKA
Tambang terbuka adalah usaha penambangan bahan galian
yang kegiatan penambangannya dilakukan di permukaan tanah.
Tambang terbuka memiliki resiko yang lebih kecil dari pada
tambang bawah tanah, terutama dalam hal kestabilan
terowongannya. Bukaan dan hasil kegiatan operasi di permukaan
tanah menyebabkan terganggunya sistem keseimbangan gaya
pada lerengnya sebagai akibatnya lereng dapat longsor.
Klasifikasi tambang terbuka (H.L. Hartman, 1987)
A. Mechanical Class
1. Open Pit Mining
2. Quarry Mining
3. Open Cast Mining
4. Auger Mining
B. Aqueous Class
1. Hydraulicking
2. Dredging
3. Bore Hole Mining
4. Leaching
Sistim penambangan terbuka memiliki banyak kelebihan
bila dibandingkan dengan sistim bawah tanah, antara lain dalam
hal :
1. Lingkungan kerja bawah tanah luas sehingga
efesiensi pekerja lebih tinggi.
2. Jenis peralatan dan fasilitas angkutan luas.
3. Kesehatan pekerja lebih baik karena langsung
berhubungan dengan udara terbuka.
4. Mining recovery lebih besar.
5. Daerah kerja yang luas memperkecil peluang
terjadinya kecelakaan.
Namun masalah yang sering terjadi pada tambang terbuka
adalah masalah kestabilan lereng.
Kestabilan lereng
Setiap massa batuan yang terletak pada permukaan yang
miring atau di bawah sisi miring dari suatu galian terbuka
memiliki kecenderungan bergerak ke arah bawah atau keluar,
karena pengaruh gaya gravitasi. Seandainya peristiwa tersebut
dilawan oleh tahanan geser tanah, maka lereng berada dalam
keadaan stabil. Pada kondisi yang sebaliknya kelongsoranlah
yang terjadi. Hal tersebut merupakan penjelasan singkat
mekanisme kelongsoran suatu lereng. Kelongsoran dapat terjadi
pada tanah atau batuan yang diendapkan secara alami, timbunan
tanah atau batuan hasil pekerjaan manusia atau kombinasi dari
keduanya.
Kemantapan suatu lereng dinyatakan dengan faktor
keamanan, yang merupakan perbandingan antara besarnya gaya
penahan dengan gaya penggerak longsoran, dan dinyatakan
sebagai berikut :
N = Gaya normal
W = Gaya berat
FK = Faktor keamanan
= Sudut lereng
FK = Gaya Penahan Gaya Penggerak
Dimana apabila :
FK > 1,0 maka lereng diangap aman
FK < 1,0 maka lereng dianggap tidak aman
FK = 1,0 maka lereng dalam kondisi kritis, kondisi ini tetap
tidak dikehendaki karena apabila terjadi pengurangan gaya
penahan atau penambahan gaya penggerak sekecil apapun
akan memyebabkan lereng longsor.
Faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng adalah :
1. Penyebaran batuan
Macam batuan atau tanah dan penyebarannya yang
terdapat pada daerah penyelidikan harus di ketahui karena
sifat fisis dan sifat mekanis suatu batuan berbeda dengan
batuan lain sehingga kekuatan menahan bebannya sendiri
juga berbeda. Sifat batuan atau tanah yang mempengaruhi
kestabilan lereng adalah : Kohesi yaitu gaya tarik menarik
antara butir tanah, Sudut geser dalam yang didapatkan dari
hasil pegujian laboratorium dan bobot isi yaitu
perbandingan antara berat material dengan volume
material.
2. Relief permukaan bumi
Faktor ini mempengaruhi laju erosi, pengendapan dan
menentukan arah aliran air permukaan dan air tanah. Untuk
daerah curam, kecepatan aliran air permukaan akan
mengakibatkan pengikisan lebih intensif daripada daerah
yang landai sehingga banyak dijumpai singkapan batuan
yang menyebabkan pelapukan yang lebih cepat dan
berkurangnya kestabilan lereng.
3. Struktur geologi
Struktur geologi yang merupakan bidang lemah dalam
suatu massa batuan seperti sesar, kekar, bidang perlapisan
dan perlipatan perlu diperhatikan karena sangat
mempengaruhi kestabilan suatu lereng. Struktur tersebut
merupakan tempat terjadinya rembesan air yang
memperberat beban sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya longsoran.
4. Iklim
Iklim merupakan faktor penting dalam analisa kestabilan
lereng, karena iklim akan mempengaruhi banyaknya air,
yang berpengaruh pada stabilitas lereng. Air akan
menghasilkan peningkatan tekanan pori, meningkatkan
harga berat jenis tanah, erosi internal maupun eksternal
dan perubahan kandungan mineral. Dengan menggunakan
Piezometer kita dapat mengetahui tekanan air tanah pada
suatu lapisan, sedangkan untuk mengetahui aliran air tanah
dilakukan pumping test, sehingga dapat dibuat sistim
drainage yang efektif dan terkontrol.
5. Geometri lereng
Geometri lereng terdiri dari tinggi lereng dan sudut lereng.
Semakin tinggi suatu lereng, semakin besar resiko
kelongsorannya. Dan lereng akan menjadi kurang stabil jika
sudut atau kemiringannya terlalu besar.
6. Gaya luar
Gaya luar juga akan mempengaruhi kestabilan lereng. Gaya
ini berupa getaran-getaran akibat gempa bumi, peledakan
dan transportasi lalu lintas kendaraan di sekitar lereng
tersebut.
7. Faktor manusia
Selain faktor alamiah, faktor manusia juga sangat
mempengaruhi kestabilan suatu lereng. Contohnya yaitu
pengalian pada bagian bawah lereng, penebangan pohon
pelindung, pengelolaan tanah yang tidak baik, pembuatan
saluran air yang keliru, dan lain sebagainya.
Mattieson, 1982 ahli perencanaan tambang berpendapat
bahwa dalam penambangan harus memaksimalkan rancangan
sudut lereng dan meminimalkan terjadinya longsoran. Suatu
analisis kestabilan lereng merupakan hal yang perlu dilakukan.
Analisa kestabilan lereng digunakan dalam rekayasa batuan
sebagai dasar praktis untuk merancang struktur lereng yang
kompleks. Oleh karena hal itulah, maka diperlukan data-data
pemetaan geologi dan pemboran memungkinkan sesuai dengan
pengamatan geologi diharapkan lereng dapat stabil dengan
keadaan yang optimal. Jika hal itu tidak terjadi maka diperlukan
cara-cara agar membuat lereng tetap stabil.
Tujuan analisa kestabilan lereng adalah :
1. Mengidentifikasi parameter terpenting yang
mempengaruhi kestabilan lereng.
2. Mengambil data kuantitatif dan pedoman untuk
rancangan.
Kemungkinan terjadinya longsoran dari suatu lereng dapat
dicegah dengan cara :
1. Membuat lereng lebih datar.
2. Mengurangi tinggi lereng.
3. Membuat sistem penirisan yang benar
4. Membuat tembok penahan pada dinding lereng
bagian bawah.
5. Memperkuat bagian lereng dengan cara memasang
baut batuan ataupun wire mesh.
6. Melakukan pemantauan secara berkala di permukaan
dekat lereng bagian atas unutk menguji Tensile
Crack.
Metode analisa kestabilan lereng yang sering digunakan :
1. Metode Fellenius, 1936
Merupakan metode yang paling sederhana dari metode
irisan karena mempunyai prosedur dimana hasilnya dalam
suatu persamaan faktor keamanan linier.Pada umumnya
gaya antar irisan dapat diabaikan karana gaya-gaya ini
parallel dengan dasar dari tiap irisan. Faktor keamanan
ditentukan dari penjumlahan momen pada satu titik pusat
dari rotasi untuk keseluruhan massa.
2. Metode Janbu, 1950
Metode ini menggunakan suatu faktor koreksi Fo untuk
menghitung akibat dari gaya antar irisan. Faktor koreksi ini
dihubungkan dengan kohesi, sudut geser dalam dan
permukaan longsoran. Gaya normal ditentukan dari
penjumlahan gaya vertical, dengan mengabaikan gaya
geser antar irisan.
3. Metode Bishop, 1956
Merupakan metode yang mengabaikan gaya geser antar
irisan dan kemudian mengasumsikan bahnwa suatu gaya
normal atau horizontal cukup untuk mendefinisikan gaya-
gaya antar irisan. Gaya normal pada dasar dan tiap irisan
ditentukan dengan menjumlahkan gaya-gaya dalam arah
vertikal.
4. Metode Bishop-Margenstern, 1960
Merupakan penyederhanaan dari metode Bishop. Metode ini
memperhitungkan besarnya rasio tekanan pori.
5. Metode Morgenstern-Price, 1965
Metode ini mengasumsikan suatu fungsi matematik
“orbitary” untuk mendeskripsikan arah dari permukaan
longsoran.
6. Metode Metode Spencer, 1967
Metode ini mengasumsikan bahwa hubungan yang konstan
antara besaran dari gaya geser dan gaya normal antar
irisan. Persamaan faktor keamanan didasarkan pada
keseimbangan gaya yang dapat diturunkan dengan
penjumlahan gaya pada arah horizontal.
7. Metode Hoek-Bray
Merupakan metode analisa kestabilan lereng yang simple.
Perhitungannya didapatkan dari grafik-grafik dengan
memasukkan nilai yang sesuai. Dasar perhitungan dari
metode ini adalah dengan mengidentifikasi retakan diatas
lereng dan permukaan air dibelakang lereng bagian atas.
8. Metode Slope Mass Rating, 1985
Slope Mass Rating adalah analisa kestabilan lereng dengan
pembobotan massa batuan. SMR dikembangkan oleh ahli
geoteknik yaitu Romana pada tahun 1985. SMR merupakan hasil
pengembangan dari klasifikasi massa batuan Rock Mass Rating
(RMR) yang dikembangkan oleh Bieniawski pada tahun 1973.
Diterapkannya klasifikasi ini karena :
1. Sederhana dan mudah dimengerti.
2. Berdasarkan pada parameter yang dapat diukur dan
ditentukan dengan cepat dan murah di lapangan.
3. Sifat penting dari batuan tercakup.
4. Meningkatkan kualitas hasil penyelidikan lapangan dengan
data masukan minimum sebagai parameter klasifikasi.
5. Memberikan informasi / data kuantitatif untuk tujuan
rancangan.
6. Penilaian rekayasa dapat lebih baik dan komunikasi lebih
efektif pada suatu proyek.
Kegunaan klasifikasi SMR adalah :
1. Mengklasifikasikan batuan.
2. Mendeskipsikan kelas batuan.
3. Menganalisa kestabilan lereng.
4. Mengidentifikasi jenis-jenis longsoran
5. Menyarankan penguatan batuan bila diperlukan.
6. Mengetahui nilai kohesi batuan, sudut geser dalam dan
mldulus batuan tanpa pengujian di laboratorium.
Klasifikasi ini menggunakan dua parameter yang kesemuanya
dapat diukur di lapangan dan diperoleh dari data lubang bor.
Parameter yang digunakan dalam klasifikasi massa batuan
SMR adalah :
Parameter utama yang terdiri dari :
1. Uniaxial Compressive Strength Of Rock Material
Kuat tekan batuan dapat diperoleh dari uji laboratorium,
yaitu dengan cara “Uniaxial Compressive Strength” dan
“Point Load Stength Index”
2. Rock Quality Designation (RQD)
RQD adalah penilaian kualitas massa batuan ditinjau dari
hasil pemboran inti. Besarnya nilai RQD ditentukan
berdasarkan pengamatan core (inti) dari hasil pengeboran
inti. Harga RQD ditetapkan dari persentase perbandingan
jumlah panjang core yang utuh lebih panjang dari 10 cm
dengan panjang lubang bor. Besarnya harga RQD
menunjukkan deskripsi massa batuannya.
RQD = Core dengan panjang >10 cm x 100 % Panjang Core total (cm)
Prosedur pengukuran dan perhitungan RQDVolumetric Joint Count (Jv) adalah jumlah kekar per meter
kubik pada setiap set kekar yang ada di lapangan. Sebuah
pendekatan yang diberikan antara Jv dan RQD adalah
sebagai berikut :
RQD = 115 - 3,3 Jv
RQD = 100 untuk Jv < 4,5
Jv bisa digunakan bila tidak dilakukan pemboran inti.
Tabel klasifikasi batuan RQD
3. Spacing Of Discontinuities
Spasi bidang diskontinyuitas adalah jarak yang diukur tegak
lurus antara dua bidang diskontinyuitas (kekar). Spasi
diskontinyuitas yang berdekatan berperan mengontrol
ukuran blok dan bentuk blok dari intact rock. Spasi
diskontinyuitas yang rapat dan terdiri dari tiga atau lebih
set yang saling berpotongan akan membuat blok-blok kecil,
sehingga mengurangi kekuatan batuan dan cenderung
memberikan kohesi yang rendah. Sedangkan spasi yang
lebar cenderung memberikan kondisi keterikatan yang kuat
antar material penyusunnya.
4. Condition Of Discontinuities
Kondisi bidang diskontinyuitas meliputi kekasaran dari
bidang diskontinyuitas, separasi atau regangan, adalah
jarak antara dua buah bidang dinskontinyuitas, kadang-
kadang diisi oleh material pengisi dan pelapukan pada
bidang lemah.
5. Kondisi air tanah / Ground Water Conditions
Kondisi air tanah dapat ditentukan dengan mengukur
tekanan air yang keluar dan kekar dan debit air sepanjang
lereng. Secara umum pengukuran air tanah dilakukan
dengan memperhatikan keadaan lereng secara visual,
sehingga diperoleh keadaan air pada lereng adalah kering,
lembab, basah, menetes dan mengalir.
Parameter penyesuaian yang terdiri dari :
1. Dip kekar
Merupakan sudut yang diukur antara garis tegak ke arah
kemiringan bidang kekar dengan bidang horizontal.
2. Arah dari dip kekar
Parameter arah dip kekar dari kemiringan rata-rata lapisan.
3. Kemiringan jenjang
Parameter kemiringan jenjang didapatkan dengan
menggunakan metode trial and error atau simulasi data.
4. Arah kemiringan jenjang
Parameter arah kemiringan jenjang didapatkan dengan
menggunakan metode trial and error atau simulasi data.
5. Metode penggalian lereng
Merupakan parameter dilihat berdasarkan metode
penggalian yang digunakan dalam pembuatan lereng.
Gambar Strike dan Dip pada Muka Lereng
Langkah-langkah penggunaan SMR :
1. Tentukan rating / bobot untuk parameter utama :
a. Intact Rock Strength.
b. Drill Core Quality RQD
c. Spacing Of Discontinuity
d. Condition Of Discontinuity (lihat tabel Guideline For
Classification Of Discontunuity Conditions)
e. Ground Water Condition
Besarnya nilai pembobotan untuk parameter utama dapat
dilihat pada Tabel 1
2. Untuk mengetahui besarnya nilai SMR awal adalah dengan
menjumlahkan kelima parameter utama tersebut.
3. Tentukan rating / bobot untuk parameter penyesuaian /
Adjustment :
a. F1 merupakan bobot yang besarnya tergantung pada
hubungan antara arah kemiringan kekar dengan arah
kemiringan jenjang, besarnya nilai pembobotan dapat
dilihat pada tabel 2.
b. F2 merupakan bobot yang besarnya tergantung pada
kemiringan kekar, besarnya nilai pembobotan dapat
dilihat pada tabel 2.
c. F3 merupakan bobot yang besarnya tergantung pada
hubungan antara kemiringan kekar dengan
kemiringan jenjang, besarnya nilai pembobotan dapat
dilihat pada tabel 2.
d. F4 merupakan bobot yang besarnya tergantung pada
metode penggalian lereng yang digunakan, besarnya
nilai pembobotan dapat dilihat pada tabel 3
4. Nilai SMR akhir didapatkan dengan rumus :
SMR akhir = SMR awal – (F1 x F2 x F3) + F4
5. Setelah diketahui nilai SMR akhir (lihat Tabel 4), dapat
diketahui :
A. Kelas massa batuannya (I, II, II, IV dan V)
serta pemerian batuan :
a. Kelas I = Very good rock
b. Kelas II = Good rock
c. Kelas III = Fair rock
d. Kelas IV = Poor rock
e. Kelas V = Very poor rock
B. Kestabilan lereng
C. Perkiraan jenis longsoran yang terjadi.
D. Penguatan lereng yang diperlukan.
Tabel Guideline For Classification Of Discontinuity Condition
IX. GARIS BESAR PENULISAN LAPORAN TUGAS AKHIR
Ringkasan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Lampiran
BAB I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Perumusan Masalah
1.3 Pembatasan Masalah
1.4 Maksud dan Tujuan
1.5 Manfaat Hasil Penelitian
BAB II. Tinjauan Umum
1.1 Sejarah Singkat PT Kaltim Prima Coal
1.2 Keadaan Umum
1.2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah
1.2.2 Vegetasi
1.2.3 Iklim dan Curah Hujan
1.2.4 Kondisi Topografi dan Lingkungan
1.2.5 Air Tanah dan Air Permukaan
1.3 Geologi
1.3.1 Geologi Regional
1.3.2 Geologi Daerah
1.4 Cadangan dan Kualitas Batubara
1.5 Sistem Penambangan
BAB III. Latar Belakang Teori
1.1 Faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng
1.2 Sifat Material yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng
1.3 Proses Terjadinya Longsoran
1.4 Klasifikasi Longsoran
1.5 Perkuatan Lereng
BAB IV. Data Hasil Penelitian
4.1 Data Primer
4.1.1 Morfologi
4.1.2 Statigrafi
4.1.3 Struktur Geologi
4.2 Data Sekunder
4.2.1 Intact Rock Strength
4.2.2 Drill Core Quality
4.2.3 Spacing of Discontinuities
4.2.4 Condition of Discontinuities
4.2.5 Water Condition
4.3 Perlindungan Lereng
4.4 Sistem Penirisan
BAB V. Pembahasan
5.1 Analisa Kestabilan Lereng dengan SMR System
5.1.1 Parameter Utama
5.1.1.1 Intact Rock Strength
5.1.1.2 Drill Core Quality
5.1.1.3 Spacing of Discontinuities
5.1.1.4 Condition of Discontinuity
5.1.1.5 Ground Water Condition
5.1.2 Parameter Penyesuaian
5.1.2.1 Hubungan Antara Arah Kemiringan Kekar
dengan Arah Kemiringan Jenjang
5.1.2.2 Kemiringan Kekar
5.1.2.3 Hubungan Antara Kemiringan Kekar
dengan Kemiringan Jenjang
5.1.3 Prosedur Penentuan Kestabilan Lereng
5.1 Penerapan Klasifikasi SMR System
5.2 Pencegahan Terjadinya Longsoran
5.3.1 Perkuatan Lereng
5.3.2 Sistem Penirisan
BAB VI. Kesimpulan dan Saran
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
Daftar Pustaka
Lampiran
X. DAFTAR PUSTAKA
Bieniawski, Z. T., “Engineering Rock Mass Classifications”, John
Wiley & Sons, Canada, 1989
Hartman, H. L., “Introductory Mining Engineering“, John Wiley &
Son, Canada, 1987
Romana, M., “New Adjustment Rating for Application of
Bieniawski Classification to Slope”, ISRM, Mexico, 1985
ANALISA KESTABILAN LERENG DENGAN PENERAPAN KLASIFIKASI MASSA BATUAN
SLOPE MASS RATING
Oleh :
Radyan Prasetyo
073.98.018
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA