(lereng SMR)

30
ANALISA KESTABILAN LERENG DENGAN PENERAPAN KLASIFIKASI MASSA BATUAN SLOPE MASS RATING

description

Kestabilan lereng

Transcript of (lereng SMR)

ANALISA KESTABILAN LERENG DENGAN PENERAPAN KLASIFIKASI MASSA BATUAN

SLOPE MASS RATING

I. LATAR BELAKANG

Industri pertambangan merupakan salah satu

penyumbang devisa bagi negara yang tak lepas dari

resiko besar. Sistem penambangan secara tambang terbuka

secara garis besar juga mempunyai resiko besar, salah

satunya adalah masalah kestabilan lereng. Lereng yang

tidak stabil biasanya disebabkan oleh adanya gangguan-

gangguan seperti gejala-gejala geologi, pelapukan, swelling

batuan, dan aliran air tanah yang berlebihan. Pembuatan

lereng pada suatu permukaan, sebagai akibat dari kegiatan

penambangan akan mengakibatkan perubahan

keseimbangan gaya pada permukaan tanah tersebut dan

dapat mengakibatkan lereng tidak stabil.

Dalam rangka itulah, maka selaku peneliti akan

mencoba menganalisis kestabilan lereng dengan

mengggunakan Klasifikasi Massa Batuan dengan Klasifikasi

Modified Basic Slope Mass Rating System (SMR), agar dapat

mengetahui nilai keamanan dari lereng tersebut.

II. PERUMUSAN MASALAH

Apabila kita menggali lereng di permukaan tanah, hal

ini dapat mengubah atau mengganggu sistim

keseimbangan gaya yang telah ada, dimana hal ini akan

menimbulkan resiko kelongsoran pada lereng tersebut. Hal

lain yang juga dapat mengurangi sistem keseimbangan

lereng adalah rekahan, patahan, getaran dan air tanah

Oleh karena hal tersebut diatas, maka diperlukan

metode tertentu untuk menjadikan lereng menjadi stabil

dan aman bagi para pekerja dan peralatan tambang.

III. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dari penelitian ini adalah ingin mengetahui

hasil penerapan dari parameter Klasifikasi Massa Batuan

SMR system, serta mengetahui prosedur pengukuran

secara langsung di lapangan. Sedangkan tujuan dari

penelitian ini adalah menerapkan penggunanan klasifikasi

klasifikasi massa batuan agar dapat menilai kestabilan

lerengi berdasarkan hasil yang diperoleh.

IV. METODOLOGI PENELITIAN

Untuk mengetahui adanya ketidakstabilan pada

lubang bukaan bawah tanah ada beberapa metode yang

dapat digunakan, diantaranya

1. Metode pengamatan atau observasi, didasarkan pada

pemantauan di lapangan tentang adanya bidang –

bidang diskontinuitas, seperti patahan, rekahan, sesar

dan juga air tanah.

2. Metode empirik didasarkan pada klasifikasi massa

batuan, yaitu dengan mengidentifikasi parameter

terpenting yang mempengaruhi kestabilan lereng batuan

dan membagi formasi massa batuan yang khusus ke

kelompok yang sama.

3. Analisis data

V. MANFAAT HASIL PENELITIAN

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

masukkan bagi perusahaan pertambangan / pihak

pengelola pertambangan.

2. Hasil penelitian ini merupakan suatu bentuk sumbangan

kepada lembaga pendidikan dalam rangka peningkatan

dan pemberdayaan perpustakaan di Fakultas Teknologi

Mineral, khususnya Jurusan Teknik Pertambangan

Universitas Trisakti.

3. Sebagai bahan masukan atau bahan perbandingan bagi

peneliti lain yang meneliti masalah serupa.

VI. LOKASI PENELITIAN

Lokasi tugas akhir adalah pada perusahaan

pertambangan yang menggunakan sistem tambang bawah

tanah, yaitu PT. Kaltim Prima Coal

VII. WAKTU PENELITIAN

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan September -

Nopember 2001 dengan jadwal sebagai berikut :

VIII. STUDI PUSTAKA

Tambang terbuka adalah usaha penambangan bahan galian

yang kegiatan penambangannya dilakukan di permukaan tanah.

Tambang terbuka memiliki resiko yang lebih kecil dari pada

tambang bawah tanah, terutama dalam hal kestabilan

terowongannya. Bukaan dan hasil kegiatan operasi di permukaan

tanah menyebabkan terganggunya sistem keseimbangan gaya

pada lerengnya sebagai akibatnya lereng dapat longsor.

Klasifikasi tambang terbuka (H.L. Hartman, 1987)

A. Mechanical Class

1. Open Pit Mining

2. Quarry Mining

3. Open Cast Mining

4. Auger Mining

B. Aqueous Class

1. Hydraulicking

2. Dredging

3. Bore Hole Mining

4. Leaching

Sistim penambangan terbuka memiliki banyak kelebihan

bila dibandingkan dengan sistim bawah tanah, antara lain dalam

hal :

1. Lingkungan kerja bawah tanah luas sehingga

efesiensi pekerja lebih tinggi.

2. Jenis peralatan dan fasilitas angkutan luas.

3. Kesehatan pekerja lebih baik karena langsung

berhubungan dengan udara terbuka.

4. Mining recovery lebih besar.

5. Daerah kerja yang luas memperkecil peluang

terjadinya kecelakaan.

Namun masalah yang sering terjadi pada tambang terbuka

adalah masalah kestabilan lereng.

Kestabilan lereng

Setiap massa batuan yang terletak pada permukaan yang

miring atau di bawah sisi miring dari suatu galian terbuka

memiliki kecenderungan bergerak ke arah bawah atau keluar,

karena pengaruh gaya gravitasi. Seandainya peristiwa tersebut

dilawan oleh tahanan geser tanah, maka lereng berada dalam

keadaan stabil. Pada kondisi yang sebaliknya kelongsoranlah

yang terjadi. Hal tersebut merupakan penjelasan singkat

mekanisme kelongsoran suatu lereng. Kelongsoran dapat terjadi

pada tanah atau batuan yang diendapkan secara alami, timbunan

tanah atau batuan hasil pekerjaan manusia atau kombinasi dari

keduanya.

Kemantapan suatu lereng dinyatakan dengan faktor

keamanan, yang merupakan perbandingan antara besarnya gaya

penahan dengan gaya penggerak longsoran, dan dinyatakan

sebagai berikut :

N = Gaya normal

W = Gaya berat

FK = Faktor keamanan

= Sudut lereng

FK = Gaya Penahan Gaya Penggerak

Dimana apabila :

FK > 1,0 maka lereng diangap aman

FK < 1,0 maka lereng dianggap tidak aman

FK = 1,0 maka lereng dalam kondisi kritis, kondisi ini tetap

tidak dikehendaki karena apabila terjadi pengurangan gaya

penahan atau penambahan gaya penggerak sekecil apapun

akan memyebabkan lereng longsor.

Faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng adalah :

1. Penyebaran batuan

Macam batuan atau tanah dan penyebarannya yang

terdapat pada daerah penyelidikan harus di ketahui karena

sifat fisis dan sifat mekanis suatu batuan berbeda dengan

batuan lain sehingga kekuatan menahan bebannya sendiri

juga berbeda. Sifat batuan atau tanah yang mempengaruhi

kestabilan lereng adalah : Kohesi yaitu gaya tarik menarik

antara butir tanah, Sudut geser dalam yang didapatkan dari

hasil pegujian laboratorium dan bobot isi yaitu

perbandingan antara berat material dengan volume

material.

2. Relief permukaan bumi

Faktor ini mempengaruhi laju erosi, pengendapan dan

menentukan arah aliran air permukaan dan air tanah. Untuk

daerah curam, kecepatan aliran air permukaan akan

mengakibatkan pengikisan lebih intensif daripada daerah

yang landai sehingga banyak dijumpai singkapan batuan

yang menyebabkan pelapukan yang lebih cepat dan

berkurangnya kestabilan lereng.

3. Struktur geologi

Struktur geologi yang merupakan bidang lemah dalam

suatu massa batuan seperti sesar, kekar, bidang perlapisan

dan perlipatan perlu diperhatikan karena sangat

mempengaruhi kestabilan suatu lereng. Struktur tersebut

merupakan tempat terjadinya rembesan air yang

memperberat beban sehingga dapat mengakibatkan

terjadinya longsoran.

4. Iklim

Iklim merupakan faktor penting dalam analisa kestabilan

lereng, karena iklim akan mempengaruhi banyaknya air,

yang berpengaruh pada stabilitas lereng. Air akan

menghasilkan peningkatan tekanan pori, meningkatkan

harga berat jenis tanah, erosi internal maupun eksternal

dan perubahan kandungan mineral. Dengan menggunakan

Piezometer kita dapat mengetahui tekanan air tanah pada

suatu lapisan, sedangkan untuk mengetahui aliran air tanah

dilakukan pumping test, sehingga dapat dibuat sistim

drainage yang efektif dan terkontrol.

5. Geometri lereng

Geometri lereng terdiri dari tinggi lereng dan sudut lereng.

Semakin tinggi suatu lereng, semakin besar resiko

kelongsorannya. Dan lereng akan menjadi kurang stabil jika

sudut atau kemiringannya terlalu besar.

6. Gaya luar

Gaya luar juga akan mempengaruhi kestabilan lereng. Gaya

ini berupa getaran-getaran akibat gempa bumi, peledakan

dan transportasi lalu lintas kendaraan di sekitar lereng

tersebut.

7. Faktor manusia

Selain faktor alamiah, faktor manusia juga sangat

mempengaruhi kestabilan suatu lereng. Contohnya yaitu

pengalian pada bagian bawah lereng, penebangan pohon

pelindung, pengelolaan tanah yang tidak baik, pembuatan

saluran air yang keliru, dan lain sebagainya.

Mattieson, 1982 ahli perencanaan tambang berpendapat

bahwa dalam penambangan harus memaksimalkan rancangan

sudut lereng dan meminimalkan terjadinya longsoran. Suatu

analisis kestabilan lereng merupakan hal yang perlu dilakukan.

Analisa kestabilan lereng digunakan dalam rekayasa batuan

sebagai dasar praktis untuk merancang struktur lereng yang

kompleks. Oleh karena hal itulah, maka diperlukan data-data

pemetaan geologi dan pemboran memungkinkan sesuai dengan

pengamatan geologi diharapkan lereng dapat stabil dengan

keadaan yang optimal. Jika hal itu tidak terjadi maka diperlukan

cara-cara agar membuat lereng tetap stabil.

Tujuan analisa kestabilan lereng adalah :

1. Mengidentifikasi parameter terpenting yang

mempengaruhi kestabilan lereng.

2. Mengambil data kuantitatif dan pedoman untuk

rancangan.

Kemungkinan terjadinya longsoran dari suatu lereng dapat

dicegah dengan cara :

1. Membuat lereng lebih datar.

2. Mengurangi tinggi lereng.

3. Membuat sistem penirisan yang benar

4. Membuat tembok penahan pada dinding lereng

bagian bawah.

5. Memperkuat bagian lereng dengan cara memasang

baut batuan ataupun wire mesh.

6. Melakukan pemantauan secara berkala di permukaan

dekat lereng bagian atas unutk menguji Tensile

Crack.

Metode analisa kestabilan lereng yang sering digunakan :

1. Metode Fellenius, 1936

Merupakan metode yang paling sederhana dari metode

irisan karena mempunyai prosedur dimana hasilnya dalam

suatu persamaan faktor keamanan linier.Pada umumnya

gaya antar irisan dapat diabaikan karana gaya-gaya ini

parallel dengan dasar dari tiap irisan. Faktor keamanan

ditentukan dari penjumlahan momen pada satu titik pusat

dari rotasi untuk keseluruhan massa.

2. Metode Janbu, 1950

Metode ini menggunakan suatu faktor koreksi Fo untuk

menghitung akibat dari gaya antar irisan. Faktor koreksi ini

dihubungkan dengan kohesi, sudut geser dalam dan

permukaan longsoran. Gaya normal ditentukan dari

penjumlahan gaya vertical, dengan mengabaikan gaya

geser antar irisan.

3. Metode Bishop, 1956

Merupakan metode yang mengabaikan gaya geser antar

irisan dan kemudian mengasumsikan bahnwa suatu gaya

normal atau horizontal cukup untuk mendefinisikan gaya-

gaya antar irisan. Gaya normal pada dasar dan tiap irisan

ditentukan dengan menjumlahkan gaya-gaya dalam arah

vertikal.

4. Metode Bishop-Margenstern, 1960

Merupakan penyederhanaan dari metode Bishop. Metode ini

memperhitungkan besarnya rasio tekanan pori.

5. Metode Morgenstern-Price, 1965

Metode ini mengasumsikan suatu fungsi matematik

“orbitary” untuk mendeskripsikan arah dari permukaan

longsoran.

6. Metode Metode Spencer, 1967

Metode ini mengasumsikan bahwa hubungan yang konstan

antara besaran dari gaya geser dan gaya normal antar

irisan. Persamaan faktor keamanan didasarkan pada

keseimbangan gaya yang dapat diturunkan dengan

penjumlahan gaya pada arah horizontal.

7. Metode Hoek-Bray

Merupakan metode analisa kestabilan lereng yang simple.

Perhitungannya didapatkan dari grafik-grafik dengan

memasukkan nilai yang sesuai. Dasar perhitungan dari

metode ini adalah dengan mengidentifikasi retakan diatas

lereng dan permukaan air dibelakang lereng bagian atas.

8. Metode Slope Mass Rating, 1985

Slope Mass Rating adalah analisa kestabilan lereng dengan

pembobotan massa batuan. SMR dikembangkan oleh ahli

geoteknik yaitu Romana pada tahun 1985. SMR merupakan hasil

pengembangan dari klasifikasi massa batuan Rock Mass Rating

(RMR) yang dikembangkan oleh Bieniawski pada tahun 1973.

Diterapkannya klasifikasi ini karena :

1. Sederhana dan mudah dimengerti.

2. Berdasarkan pada parameter yang dapat diukur dan

ditentukan dengan cepat dan murah di lapangan.

3. Sifat penting dari batuan tercakup.

4. Meningkatkan kualitas hasil penyelidikan lapangan dengan

data masukan minimum sebagai parameter klasifikasi.

5. Memberikan informasi / data kuantitatif untuk tujuan

rancangan.

6. Penilaian rekayasa dapat lebih baik dan komunikasi lebih

efektif pada suatu proyek.

Kegunaan klasifikasi SMR adalah :

1. Mengklasifikasikan batuan.

2. Mendeskipsikan kelas batuan.

3. Menganalisa kestabilan lereng.

4. Mengidentifikasi jenis-jenis longsoran

5. Menyarankan penguatan batuan bila diperlukan.

6. Mengetahui nilai kohesi batuan, sudut geser dalam dan

mldulus batuan tanpa pengujian di laboratorium.

Klasifikasi ini menggunakan dua parameter yang kesemuanya

dapat diukur di lapangan dan diperoleh dari data lubang bor.

Parameter yang digunakan dalam klasifikasi massa batuan

SMR adalah :

Parameter utama yang terdiri dari :

1. Uniaxial Compressive Strength Of Rock Material

Kuat tekan batuan dapat diperoleh dari uji laboratorium,

yaitu dengan cara “Uniaxial Compressive Strength” dan

“Point Load Stength Index”

2. Rock Quality Designation (RQD)

RQD adalah penilaian kualitas massa batuan ditinjau dari

hasil pemboran inti. Besarnya nilai RQD ditentukan

berdasarkan pengamatan core (inti) dari hasil pengeboran

inti. Harga RQD ditetapkan dari persentase perbandingan

jumlah panjang core yang utuh lebih panjang dari 10 cm

dengan panjang lubang bor. Besarnya harga RQD

menunjukkan deskripsi massa batuannya.

RQD = Core dengan panjang >10 cm x 100 % Panjang Core total (cm)

Prosedur pengukuran dan perhitungan RQDVolumetric Joint Count (Jv) adalah jumlah kekar per meter

kubik pada setiap set kekar yang ada di lapangan. Sebuah

pendekatan yang diberikan antara Jv dan RQD adalah

sebagai berikut :

RQD = 115 - 3,3 Jv

RQD = 100 untuk Jv < 4,5

Jv bisa digunakan bila tidak dilakukan pemboran inti.

Tabel klasifikasi batuan RQD

3. Spacing Of Discontinuities

Spasi bidang diskontinyuitas adalah jarak yang diukur tegak

lurus antara dua bidang diskontinyuitas (kekar). Spasi

diskontinyuitas yang berdekatan berperan mengontrol

ukuran blok dan bentuk blok dari intact rock. Spasi

diskontinyuitas yang rapat dan terdiri dari tiga atau lebih

set yang saling berpotongan akan membuat blok-blok kecil,

sehingga mengurangi kekuatan batuan dan cenderung

memberikan kohesi yang rendah. Sedangkan spasi yang

lebar cenderung memberikan kondisi keterikatan yang kuat

antar material penyusunnya.

4. Condition Of Discontinuities

Kondisi bidang diskontinyuitas meliputi kekasaran dari

bidang diskontinyuitas, separasi atau regangan, adalah

jarak antara dua buah bidang dinskontinyuitas, kadang-

kadang diisi oleh material pengisi dan pelapukan pada

bidang lemah.

5. Kondisi air tanah / Ground Water Conditions

Kondisi air tanah dapat ditentukan dengan mengukur

tekanan air yang keluar dan kekar dan debit air sepanjang

lereng. Secara umum pengukuran air tanah dilakukan

dengan memperhatikan keadaan lereng secara visual,

sehingga diperoleh keadaan air pada lereng adalah kering,

lembab, basah, menetes dan mengalir.

Parameter penyesuaian yang terdiri dari :

1. Dip kekar

Merupakan sudut yang diukur antara garis tegak ke arah

kemiringan bidang kekar dengan bidang horizontal.

2. Arah dari dip kekar

Parameter arah dip kekar dari kemiringan rata-rata lapisan.

3. Kemiringan jenjang

Parameter kemiringan jenjang didapatkan dengan

menggunakan metode trial and error atau simulasi data.

4. Arah kemiringan jenjang

Parameter arah kemiringan jenjang didapatkan dengan

menggunakan metode trial and error atau simulasi data.

5. Metode penggalian lereng

Merupakan parameter dilihat berdasarkan metode

penggalian yang digunakan dalam pembuatan lereng.

Gambar Strike dan Dip pada Muka Lereng

Langkah-langkah penggunaan SMR :

1. Tentukan rating / bobot untuk parameter utama :

a. Intact Rock Strength.

b. Drill Core Quality RQD

c. Spacing Of Discontinuity

d. Condition Of Discontinuity (lihat tabel Guideline For

Classification Of Discontunuity Conditions)

e. Ground Water Condition

Besarnya nilai pembobotan untuk parameter utama dapat

dilihat pada Tabel 1

2. Untuk mengetahui besarnya nilai SMR awal adalah dengan

menjumlahkan kelima parameter utama tersebut.

3. Tentukan rating / bobot untuk parameter penyesuaian /

Adjustment :

a. F1 merupakan bobot yang besarnya tergantung pada

hubungan antara arah kemiringan kekar dengan arah

kemiringan jenjang, besarnya nilai pembobotan dapat

dilihat pada tabel 2.

b. F2 merupakan bobot yang besarnya tergantung pada

kemiringan kekar, besarnya nilai pembobotan dapat

dilihat pada tabel 2.

c. F3 merupakan bobot yang besarnya tergantung pada

hubungan antara kemiringan kekar dengan

kemiringan jenjang, besarnya nilai pembobotan dapat

dilihat pada tabel 2.

d. F4 merupakan bobot yang besarnya tergantung pada

metode penggalian lereng yang digunakan, besarnya

nilai pembobotan dapat dilihat pada tabel 3

4. Nilai SMR akhir didapatkan dengan rumus :

SMR akhir = SMR awal – (F1 x F2 x F3) + F4

5. Setelah diketahui nilai SMR akhir (lihat Tabel 4), dapat

diketahui :

A. Kelas massa batuannya (I, II, II, IV dan V)

serta pemerian batuan :

a. Kelas I = Very good rock

b. Kelas II = Good rock

c. Kelas III = Fair rock

d. Kelas IV = Poor rock

e. Kelas V = Very poor rock

B. Kestabilan lereng

C. Perkiraan jenis longsoran yang terjadi.

D. Penguatan lereng yang diperlukan.

Tabel Guideline For Classification Of Discontinuity Condition

IX. GARIS BESAR PENULISAN LAPORAN TUGAS AKHIR

Ringkasan

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Tabel

Daftar Gambar

Daftar Lampiran

BAB I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

1.2 Perumusan Masalah

1.3 Pembatasan Masalah

1.4 Maksud dan Tujuan

1.5 Manfaat Hasil Penelitian

BAB II. Tinjauan Umum

1.1 Sejarah Singkat PT Kaltim Prima Coal

1.2 Keadaan Umum

1.2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah

1.2.2 Vegetasi

1.2.3 Iklim dan Curah Hujan

1.2.4 Kondisi Topografi dan Lingkungan

1.2.5 Air Tanah dan Air Permukaan

1.3 Geologi

1.3.1 Geologi Regional

1.3.2 Geologi Daerah

1.4 Cadangan dan Kualitas Batubara

1.5 Sistem Penambangan

BAB III. Latar Belakang Teori

1.1 Faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng

1.2 Sifat Material yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng

1.3 Proses Terjadinya Longsoran

1.4 Klasifikasi Longsoran

1.5 Perkuatan Lereng

BAB IV. Data Hasil Penelitian

4.1 Data Primer

4.1.1 Morfologi

4.1.2 Statigrafi

4.1.3 Struktur Geologi

4.2 Data Sekunder

4.2.1 Intact Rock Strength

4.2.2 Drill Core Quality

4.2.3 Spacing of Discontinuities

4.2.4 Condition of Discontinuities

4.2.5 Water Condition

4.3 Perlindungan Lereng

4.4 Sistem Penirisan

BAB V. Pembahasan

5.1 Analisa Kestabilan Lereng dengan SMR System

5.1.1 Parameter Utama

5.1.1.1 Intact Rock Strength

5.1.1.2 Drill Core Quality

5.1.1.3 Spacing of Discontinuities

5.1.1.4 Condition of Discontinuity

5.1.1.5 Ground Water Condition

5.1.2 Parameter Penyesuaian

5.1.2.1 Hubungan Antara Arah Kemiringan Kekar

dengan Arah Kemiringan Jenjang

5.1.2.2 Kemiringan Kekar

5.1.2.3 Hubungan Antara Kemiringan Kekar

dengan Kemiringan Jenjang

5.1.3 Prosedur Penentuan Kestabilan Lereng

5.1 Penerapan Klasifikasi SMR System

5.2 Pencegahan Terjadinya Longsoran

5.3.1 Perkuatan Lereng

5.3.2 Sistem Penirisan

BAB VI. Kesimpulan dan Saran

6.1 Kesimpulan

6.2 Saran

Daftar Pustaka

Lampiran

X. DAFTAR PUSTAKA

Bieniawski, Z. T., “Engineering Rock Mass Classifications”, John

Wiley & Sons, Canada, 1989

Hartman, H. L., “Introductory Mining Engineering“, John Wiley &

Son, Canada, 1987

Romana, M., “New Adjustment Rating for Application of

Bieniawski Classification to Slope”, ISRM, Mexico, 1985

ANALISA KESTABILAN LERENG DENGAN PENERAPAN KLASIFIKASI MASSA BATUAN

SLOPE MASS RATING

Oleh :

Radyan Prasetyo

073.98.018

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2001