Lepto Spiros Is
-
Upload
fatmala-haningtyas -
Category
Documents
-
view
223 -
download
1
description
Transcript of Lepto Spiros Is
LEPTOSPIROSIS( Weil Disease )
Leptospirosis adalah penyakit zoonosa yang disebabkan oleh infeksi bakteri yang
berbentuk spiral dari genus Leptospira, yang menyerang hewan dan manusia.
I. Etiologi ( Agent )
Bakteri Leptospira sebagai penyebab Leptospirosis berbentuk spiral termasuk
dalam ordo Spirochaetales dalam famili Trepanometaceae. Lebih dari 170 serotipe dari
Leptospira yang pathogen telah diidentifikasi dan setengahnya terdapat di Indonesia.
Bentuk spiral dengan pilinan yang rapat dan ujung-ujungnya yang bengkok seperti kait
dari bakteri Leptospira menyebabkan gerakan Leptospira sangat aktif. Leptospira
hanya dapat dilihat dengan mikroskop medan gelap atau mikroskop fase contras.
II. Vektor / Reservoir
Hewan – hewan yang menjadi sumber penularan leptospirosis adalah tikus, babi,
anjing, kucing, landak, kelelawar, tupai, sedangkan rubah dapat sebagai karier
Leptospira.
III. Masa Inkubasi
Masa inkubasi dari Leptospirosis adalah 4 – 19 hari, rata – rata 10 hari. Penularan
langsung dari manusia ke manusia jarang terjadi.
IV. Cara Penularan.
Manusia terinfeksi Leptospira melalui kontak dengan air, tanah (lumpur),
tanaman yang telah dikotori air seni dari hewan penderita Leptospira. Bakteri
Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui selaput lendir ( mucosa ) mata, hidung atau
kulit yang lecet dan kadang – kadang melalui saluran pencernaan dari makanan yang
terkontaminasi oleh urine tikus yang telah terinfeksi Leptospira.
1
V. Gejala Klinis.
Gambaran klinis dari Leptospirosis ada 3 fase yaitu :
1. Fase pertama (fase leptospiremia )
2. Fase kedua ( fase imun )
3. Fase ketiga ( fase rekonvalesent )
Fase Pertama ( Fase Leptospiremia )
Demam mendadak tinggi ( 39,5 – 40,5˚c ) disertai sakit kepala berat,
konfusi mental dan kadang – kadang meningismus, nyeri otot, hiperparaestesia
pada kulit, mual, muntah, diare, bradikardi relatif, ikterus, injeksi silier mata
berlebih dsb. Fase ini berlangsung 4 – 9 hari dan berakhir dengan menghilangnya
gejala klinik untuk sementara. Pada fase ini terdapat spiroket (Leptospira ) dalam
sirkulasi darah.
Tanda fisik yang dianggap khas yaitu conjunctiva suffusion, yang timbul
pada hari ke 3 atau ke 4 yang disertai sklera mata berwarna kuning dan adanya
fotofobia. Adanya kecenderungan perdarahan biasanya menunjukkan serangan
yang parah.
Perdarahaan bisa timbul dari hidung, usus, paru, pada kulit timbul petekie
dan ekimosis kulit. Ikterus biasanya muncul pada hari ke 4 yang merupakan tanda
penyakit parah, karena penyakit ini tak pernah fatal bila tidak ada ikterus. Pada
pemeriksaaan fisik, hati tidak membeasar, lien jarang membesar, limfadenopatie,
bradikardia, hipotensi, oligouria dan penurunan kesadaran.Pada pemeriksaan
urine didapatkan labumin, urobilin dan pigmen empedu. Terdapat lekositosis
antara 10.000 – 30000/mm3 dengan peningkatan relatif polimorfonuklear,
trombositopenia. Cairan serebrospinal menunjukkan adanya peningkatan protein
dan leukosit. Bila ada ikterus maka ada xantokromis karena infeksi meningkatkan
permeabilitas meninges bagi pigmen empedu.
Fase Kedua ( Fase Imun )
Dengan terbentuknya IgM dalam sirkulasi darah sehingga gambaran klinis
bervariasi dari demam tidak terlalu tinggi, gangguan fungsi ginjal dan hati, serta
2
gangguan hemostasis dengan manifestasi perdarahan spontan. Selama fase ini,
Leptospira dapat ditemukan dalam urine dan terjadi peningkatan titer antibodi
dalam serum. Pada stadium ini dapat meningkatkan terjadinya ikterus, kerusakan
ginjal dan miokardium. Kerusakan ginjal dapat menimbulkan albuminuria,
peningkatan ureum darah, oligouria dan sampai anuria. Peningkatan kadar
kreatinin fosfokinase mencerminkan adanya miositis. Kelainana pada jantung
berupa dilatasi jantung, aritmia dimana pada EKG terlihat interval P-R atau Q-T
memanjang dengan perubahan gelombang T. Tekanan darah menurun, kematian
bisa terjadi karena gagal sirkulasi.
Fase Ketiga ( Fase Rekonvalesent )
Dapat terjadi pada minggu kedua sampai minggu keempat dengan
patogenesis yang belum jelas.
Gejala klinis pada penelitian ditemukan berupa demam dengan atau tanpa
muntah, nyeri otot, ikterik, sakit kepala, batuk, hepatomegali, perdarahan,
menggigil serta splenomegali.
VI. Pemeriksaan Penunjang
Dalam minggu pertama spiroket ditemukan dalam darah. Setelah itu bisa
terisolasi dalam urine.
Diagnosis dalam minggu pertama :
1. Hapusan darah kering tebal digunakan untuk pewarnaan bagi spiroket dan
untuk pemeriksaan lapangan gelap.
2. Biakan darah sebaiknya dilakukan walaupun memerlukan waktu yang lama.
3. Antibodi serologi akut diukur sebagai garis dasar bagi peningkatan titer
nantinya.
4. Hitung leukosit meningkat ( titik perbedaan dengan hepatitis virus ).
5. Darah disuntikkan intra peritoneum ke dalam marmut yang akan
menimbulkan ikterus dan demam dalam beberapa hari. Spiroket diperlihatkan
dalam hati dan jaringan lain.
3
Diagnosis setelah minggu I :
Dari hari ke 10 sampai hari ke 20 Leptospira dpat terlihat dlam urine.
Antibodi serologi tampak setelah minggu pertama dan biasanya mencapai
puncaknya pada minggu ke 4. Antibodi ini bisa menetap setelah bertahun –
tahun.
Teknik ELISA – titik ( dot ) spesifik IgM bermanfaaat untuk sero
diagnosis yang cepat.
Tes aglutinasi Leptospira biasanya positif dalam titer paling kurang 1 /
300 dan dapat diperlihatkan peningkatan titer.
Biopsi hati aspirasi dapat dilakukan tetapi resiko terjadi perdarahan.
Gambaran histologi cukup berbeda dari hepatitis virus akut.
Cairan spinalis menunjukkan peningkatan protein dan leukosit. Sering
tampak xantokrom.
Tes fungsi hati. Kadar bilirubin serum meningkat dan alkali fosfatase
dan transaminase sedikit meningkat.
Dalam stadium awal penyakit Weil disease sulit dibedakan dengan
infeksi bakteri septikemia atau demam tifus. Bila terdapat ikterus mungkin
sulit membedakan dengan hepatitis virus akut.
4
Diagnosa banding Weil disease dengan Hepatitis virus
Keluhan Weil Disease Hepatitis Virus
Mulai Mendadak Bertahap
Nyeri Kepala Konstan Kadang - Kadang
Nyeri Otot Parah Ringan
Infeksi Conjunctiva Ada Tak Ada
Kelemahan Hebat Ringan
Disorientasi Lazim Jarang
Diastesis Hemoragik Lazim Jarang
Mual dan Muntah Ada Ada
Abdomen tak nyaman Lazim Lazim
Bronkitis Lazim Jarang
Albuminuria Ada Tidak Ada
Hitung Leukosit Lekositosis Polimorf Lekopenia, Limfositosis
5
Kriteria WHO oleh Feine unutk diagnosis Leptospirosis
A. Apakah Penderita ….. Jawab Nilai
Sakit Kepala Mendadak
Conjunctival suffusion
Demam
Demam lebih dari 38° C
Meningismus
Meningismus, nyeri otot, conjunctival suffusion bersama - sama
Ikterik
Albuminuria atau Azotemia
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
2/0
4/0
2/0
2/0
4/0
10/0
1/0
2/0
B. Factor – Factor Epidemiologik
Riwayat kontak dengan binatang pembawa leptospira, pergi ke
hutan, rekreasi, tempat verja, diduga atau diketahui kontak
dengan air yang terkontaminasi
Ya/Tidak 10/0
C. Hasil Laboratorium Pemeriksaan Serologik
Serologik ( + ) dan daerah endemik
Serum tunggal ( + ), titer rendah
Serum tunggal ( + ), titer tinggi
Serum sepasang, titer meningkat
Serologik ( + ) dan bukan daerah endemik
Serum tunggal ( + ), titer rendah
Serum tunggal ( + ), titer tinggi
Serum sepasang, titer rendah
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
Ya/Tidak
2/0
10/0
25/0
5/0
15/0
25/0
Sumber : Feine S. 1982 ( 10 )
Berdasarkan kriteria di atas, Leptospirosis dapat ditegakkan jika :
Presumtive Leptospirosis, bila A atau A+B > 26 atau A+B+C > 25
Sugestive Leptospirosis bila A+B+C antara 20-25
VII. Diagnosis Leptospirosis
6
Diagnosis ditegakkan berdasarkan keluhan, pemeriksaan dan laboratorium.
Manifestasim klinisnya sangat bervariasi sehingga diagnosis berdasarkan gambaran
klinisnya saja sulit ditegakkan.
Pemeriksaan serologik yang sering dilakukan adalah :
Microscopic Aglutination Test ( MAT )
Enzyme Linked Immune Sorbent Assay ( ELISA ).
Immuno- Fluorescent Antibody Test
Test diagnostic yang cepat dan mudah adalah
Dipstick Assay
Lateral-flow Assay
Latex Based Aglutination Test
VII. Prognosis
Mortalitas sekitar 16% ( Sheila Sherlock , 1989 ). Prognosis tergantung atas
tingkat ikterus, keterlibatan ginjal dan miokard serta perdarahan yang luas. Kematian
biasanya karena gagal ginjal.
IX. Terapi
1. Terapi simtomatik : pemberian antipiretik untuk mengatasi demam
2. Diet, pemberian cairan dan kalori yang adekuat. Kalori diberikan dengan
mepertombangkan keseimbangan nitrogen, kalori diberukan sekitar 2000 sampai
3000 kalori sesuai berat badan penderita. Untuk mencegah ketosis, karbohidrat
diberuikan dalam jumlah yang cukup. Protein diberikan 0,2 _ 0,5 gram/kgBB/hari
dengan asam amino essensial yang cukup.
3. Antibiotika, obat-obatan yang membunuh Leptospira antara lain golongan
penissillin, tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida, sefalosporin. Pemberian
antibiotik ini akan kurang efektif setelah 4 hari pertama sakit oleh karena itu
pemberian paling tepat pada stadium leptospiremia. Penisillin diberikan 6 juta
unit selama 7 hari ( Sheila Sherlock, 1989 ). Sheina A. Watkins ( 1997 )
menganjurkan pemberian penisillin 2 – 8 juta unit, bahkan pada kasus yang berat
atau seasudah hari ke 4 dapat diberikan sampai 12 juta unit. Lsms pemberian
penisillin bervariasi bahkan ada yang meberikan selama 10 hari.
X. Penatalaksanaan Leptospirosis Yang Berat
7
1. Simptomatik : Pemberian antipiretik
2. Pemberian cairan yang adekuat dan nutrisi yang cukup
3. Pemberian antibiotika
4. Penanganan gagal ginjal akut
Penanganan gagal ginjal akut pada Leptospirosis : komplikasi yang berat pada
Leptospirosis adalah ARF ( Acut Renal Failure ) . Kelainan ginjal berupa Acute
Tubuler Nekrosis ( ATN ). Diagnosis ATN dengan melihat rasio osmolaritas urine
dan plasma ( normal bila rasio kurang dari 1 ) . Diagnosis ATN yang lain juga dengan
melihat perbandingan kreatinin urine dan plasma juga renal failure index.
Tipe ATN pada Leptospirosis ada 2 macam :
1. tipe oligorik
2. tipe non oligorik.
Tipe oligorik mempunyai prognosis yang lebih buruk. Prognosis juga dipengaruhi
: oligouria yang berlangsung lama, respon diuresis yang lambat, peningkatan rasio
ureum urine dan darah dan menetapnya kadara ureum – kreatinin darah.
Penatalaksanaan yang penting adalah monitoring kemungkinan terjadinya
hiperkalemia. Hiperkalemia biasanya sudah timbul 48 jam setelah berlangsungnya
infeksi ( mendahului terjadinya uremia ). Tindakan dialisis dilakukan tergantung dari
lamanya fase oligouria dan kecepatan metabolisme protein. Makin lama fase
oligouria merupakan indikasi untuk dilakukan dialisa, oleh karena itu monitoring
merupakan faktor penting untuk menentukan perlu tidaknya dialisa.
Bila terjadi tipe non oligorik keadaan diatas maka tindakan dialisa belum perlu
dilakukan.
Pencegahan dan pengobatan terhadap infeksi sekunder :
Penderita Leptospirosis sangat peka terhadap infeksi sekunder antara lain : ISK,
bronkopneumonia, peritonitis dan sepsis. Penatalaksanaan sangat tergantung dari
jenis komplikasinya.
Penatalaksanaan khusus :
8
1. Perdarahan merupakan komplikasi yang berbahaya. Manifestasi perdarahan dapat
ringan sampai berat. Perlu pemeriksaan faal koagulasi secara lengkap. Perdarahan
terjadi akibat timbunan bahan – bahan toksik dan akibat trombositopenia.
Penatalaksanaan dengan transfusi darah.
2. Asidosis metabolik : diberikan natrium bikarbonat 0,3 x BB x defisit HCO3-
plasma dalam miliekuivalen x 0,084
3. Hipertensi : diberikan onat – obat anti hipertensi
4. Hiperkalemia : Keadaan ini harus segera diatasi karena dapat menyebabkan
cardiac arrest. Pengobatan diberikan glukonat kalsikus 1 gram atau glukosa
insulin ( 10 - 20 unit regular insulin dalam infus Dekstrosa 40% )
5. Dekomposisio kordis : diberikan digitalis, diuretik dan pembatasan cairan.
6. Konklusi ( kejang ) dapat timbul karena hipokalsemia, hiponatremia, uremia dan
hipertensi ensefalopati. Penatalaksanaan dengan pemberian obat anti kejang,
mengatasi causa primernya, mempertahankan oksigenasi dan sirkulasi darah ke
otak.
XI. Pencegahan :
Dengan serum imun spesifik
Dengan pakaian pelindung seperti sepatu boot, sarung tangan karet
dan masker
Dilakukan tindakan adekuat untuk mengendalikan rodentia
Melindungi sanitasi air minum penduduk, dilakukan poengelolaaan
air minum yang baik, filtrasi dan doklorinasi untuk mencegah invasi Leptospira.
pH air sawah diturunkan menjadi asam dengan pemakaian pupuk
atau bahan kimia sehingga jumlah dan virulensi Leptospira berkurang
Usaha promotif untuk menghindari Leptospira dengan cara
edukasi.
9