LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI -...

86
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI SEMINAR PROPOSAL SKRIPSI Tim Penguji Seminar Skripsi Program studi Ahwal AlSyakhsiyah mengesahkan proposal skripsi : Judul : Kewajiban Pembiayaan Hadhanah yang Masih di Bawah Umur Akibat Perceraian ( studi kritis terhadap pasal 105 point c dan pasal 149 point d kompilasi hukum islam ) Penyusun : Aziz Angga Riana NIM : 106044101392 Konsentrasi : Peradilan Agama Telah diuji dalam seminar Proposal Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum Program Studi Ahwal Al Syakhsiyah pada hari Selasa tanggal 12 Jakarta, 12,januari, 2010 Disahkan Oleh Tim Penguji Seminar Proposal Skripsi : Ketua : Drs.H.A.Basiq Djalil, SH, MA (..………………………………….) NIP: 150 169 102 Sekertaris : Kamarusdiana, Sag, MH (……………………………………) NIP: 150 285 972 Penguji I : Dr.H.A.Juani syukri Lc.MAg (…….…………………………….) NIP : 150 256 969 Penguji II : Drs.H.A. Basiq Djalil, SH, MA (…...………….………………..) NIP : 150 169 102 Catatan : setelah revisi proposal sesuai dengan rekomendasi penguji, anda dapatmengajukan dosen pembimbing ke ketua program Studi Ahwal Al Syakhsiyah dengan membawa proposal serta bukti lembar pengesahan ini.

Transcript of LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI -...

Page 1: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

LEMBAR  PENGESAHAN  TIM PENGUJI 

SEMINAR PROPOSAL SKRIPSI 

     Tim Penguji Seminar Skripsi Program studi Ahwal Al‐Syakhsiyah mengesahkan    proposal skripsi : 

 

           Judul                  : Kewajiban Pembiayaan Hadhanah  yang Masih di Bawah Umur Akibat          Perceraian    (  studi  kritis  terhadap pasal  105 point  c dan pasal  149 point d kompilasi hukum islam ) 

          Penyusun        : Aziz Angga Riana 

          NIM                : 106044101392 

          Konsentrasi    : Peradilan Agama 

          Telah diuji dalam seminar Proposal Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum Program Studi Ahwal Al Syakhsiyah pada hari  Selasa tanggal 12  

 

          Jakarta, 12,januari, 2010 

          Disahkan Oleh Tim Penguji Seminar Proposal Skripsi : 

          Ketua       :  Drs.H.A.Basiq Djalil, SH, MA                         (..………………………………….) 

         NIP: 150 169 102 

          Sekertaris        :   Kamarusdiana, Sag, MH                (……………………………………) 

      NIP: 150 285 972 

          Penguji I      :  Dr.H.A.Juani syukri Lc.MAg                           (…….…………………………….) 

                  NIP : 150 256 969 

          Penguji II    : Drs.H.A. Basiq Djalil, SH, MA                          (…...………….………………..)   

         NIP : 150 169 102 

          Catatan :  

setelah  revisi  proposal  sesuai  dengan  rekomendasi  penguji,  anda  dapatmengajukan dosen pembimbing  ke  ketua program  Studi Ahwal Al  Syakhsiyah dengan membawa proposal serta bukti lembar pengesahan ini. 

 

Page 2: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 3: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

                                                           

Manusia adalah makhluk yang mempunyai kecendrungan untuk hidup

bersama. Kehidupan manusia yang ingin bersama, melakukan kontak dengan manusia

yang lainnya tidak dapat dibatasi karena sudah menjadi kodrat manusia, sebagai

makhluk sosial. Tidak jarang dari mereka menjalin suatu ikatan lahir batin yang

cukup kuat di antara manusia, yakni dengan jalan perkawinan.

Allah menciptakan segala sesuatu yang ada di langit dan yang ada di bumi

berpasangan. Maka di antara salah satu rahmat dari Allah menciptakan kamu semua,

laki-laki dan perempuan, dari jenis yang satu sehingga timbullah rasa kasih sayang,

cinta, dan senang agar sarana-sarana keterikatan tetap terpalihara dan proses

berketurunan pun berkesinambungan.1

Manusia sesuai dengan kodrat alam, dimana-mana dan pada zaman apapun

pasti melangsungkan hidup bersama, hidup berkelompok sekurang-kurangnya

kehidupan bersama ini terdiri dari dua orang. Di dalam perkembarngan hidup,

manusia tak dapat seorang pun yang mampu hidup menyendiri, yang terpisah dari

kelompok manusia yang lainnya, terkecuali dalam keadaan terpaksa itupun hanya

dalam sementara waktu, dan oleh karena itu sifatnya yang suka bergaul satu sama

 1 Muhammad Nasib Ar-rifa’i, Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta

: Gema Insani,2000),h.759.jilid 3.

Page 4: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

2  

lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.2 Oleh karena manusia

akan selalu berusaha untuk mewujudkan bentuk ke hidupan bersama dalam

masyarakat. Keinginan untuk selalu berkomunikasi merupakan hukum agama yang

tersirat, karena manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk selalu hidup berdampingan

satu dengan yang lainnya dan saling menolong tanpa membeda-bedakan masalah ras,

suku, dan bangsa.3

Allah juga menjadikan manusia itu sebagai makhluk hidup yang selalu

menjaga kehormatan dan kemuliaan martabatnya. Oleh karena itu agar bentuk

kehidupan bersama antara seorang pria dan wanita terjaga baik kehormatan dan

kemuliaan, maka diaturlah dalam suatu ikatan perjanjian yang suci dan kokoh untuk

membentuk suatu keluarga yang kokoh dan kekal. Masyarakat lebih mengenal

perjanjian tersebut dengan istilah perkawinan yang mempunyai fungsi –fungsi sosial

seperti regenerasi keturunan, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Keturunan

merupakan salah satu bagian yang sangat penting di dalam tujuan sebuah perkawinan,

karena keturunan dapat membuat perkawinan menjadi lebih harmonis.4

Menurut Undang- Undang No. 1 tahun 1974 dijelaskan bahwa perkawinan

adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita dengan tujuan membentuk

                                                                            2 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia , (Jakarta : Balai Pustaka,2002),h. 29

3 Sayyid Qutub, Tassir FI zhilalil Qur’an, ( Jakarta : Gema Insani, 2000), h.171 4 Sidi Nazar Bakry, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, ( Jakarta : CV . Pedoman Ilmu jaya,

1993),cet ke – 1,h.52  

Page 5: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

3  

keluarga (rumah tangga) bahagia dan kekal berdasarkan ke Tuhanan yang Maha Esa.5

Selain hukuk positif yang mengatur tentang perkawiinan, hukum islam juga

menjelaskan tentang bagaimana mengatur kehidupan berkeluarga yang baik sebab

islam adalah “ Rahmatal Lilalamin “ rahmat bagi semesta alam baik secara

perorangan maupun secara bermasyarakat, baik untuk hidup di dunia maupun di

akhirat. Ada yang menyatakan bahwa perkawinan itu telah menjadi sunnah para rasul

sejak dahulu dan hendaklah diikuti pula oleh generasi-generasi yang akan datang

kemudian. 6

Keluarga merupakan bagian dari institusi sosial yang terkecil dalam

masyarakat. Satu sisi dapat dipahami sebagian dari proses sosial, namun di sisi lain

juga dapat dipahami sebagi cara membangun masyarakat yang ramah nilai, manfaat

dan arti kehidupan yang lebih luas. Untuk menghantarkan yang demikian, keluarga

mesti memiliki seperangkat aturan yang dapat menumbuhkan kesadaran yang tinggi

diantara anggota (keluarga) terhadap hak dan kewajibannya masing – masing.7

Menurut agama Islam hak dan kewajiban suami istri tercermin dalam kehidupan

sehari-hari antara keduanya. Pergaulan tersebut berupa pergaulan yang ma’ruf, dan

saling menjaga rahasia masing-masing. Membina sebuah mahligai rumah tangga atau

hidup berkeluarga merupakan perintah agama bagi setiap muslim dan muslimah.

Melalui rumah tangga yang islami, diharapkan akan terbentuk komunitas kecil                                                             

5 Abdul Gani Abdullah, Himpunan Perundang-undangan dan Peraturan Peradilan Agama , ( Jakarta : PT Internasa , 1991), cet . ke-1,h. 187

6 Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, ( Jakarta: Bulan Bintang , 1993), Cet, ke – 3,h.9

7 Zaituah Subhan, Menggagas Fiqih Pemberdayaan Perempuan , ( Jakarta : el-kahfi,2008),h. 265

Page 6: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

4  

masyarakat islami. Keluarga adalah satuan terkecil dari masyarakat. Bila setiap

keluarga dibina dan dididik dengan baik, sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam,

maka pada akhirnya akan terbentuk masyarakat yang islami pula.8

Tujuan diadakannya perkawinan adalah untuk menciptakan keluarga yang

sakinah, mawaddah, warahmah.9 Proses menuju keluarga yang sakinah tentu tidak

bisa dianggap sepele, sebagaimana Nabi munahhad SAW tidak pernah

menyepelekannya, oleh karena itu kita harus memahami terlebih dahulu tentang

tujuan perkawinan tersebut sebelum kita melaksanakan dari pada perkawinan.10

Namun, tidaklah dapat dipungkiri bahwa untuk mempertahankan suatu

mahligai perkawinan yang sesuai dengan tujuan perkawinan dan ketentuan pergaulan

suami istri seperti yang diharapkan oleh agama Islam itu tidaklah mudah. Hal itu

karena manusia dalah makkhluk yang tak luput dari kesalahan, khilap, dan dosa.

Begitu pula suami istri, tidak ada suami istri yang hidup dalam masa indah yang

tentram terus menerus tanpa adanya rintangan dan hambatan sebab kehidupan itu

laksana berlayar yang penuh dengan gelombang, oleh sebab itu seharusnya pasangan

suami istri harus pintar-pintar menjaga hubungannya agar tidak kandas di tengah

jalan. Namun jika mata air cinta dan kasih sayang sudah kering dan tidak lagi

memancarkan airnya, sehingga hati sudah tidak lagi memperdulikan satu sama

                                                            8 Hasbi Indra, Potret Wanita Shalihah, ( Jakarta : Penamadani, 2004 ),h. 61 9 Zaituah Subhan, Menggagas Fiqih Pemberdayaan Perempuan ,h. 275 10 Abdullah Gymnastiar, Aa Gym dan Fenomena Darrut tauhid, ( Bandung : PT Mizan

,2002),h.210  

Page 7: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

5  

lainnya, maka yang akan terjadi adalah percekcokan yang terus menerus dan tidak

menutup kemungkinan berakhir dengan perceraian.

Suatu gugatan perceraian, bisa mengundang berbagai macam permasalahan.

Di samping gugatan cerai itu sendiri , muncul pula masalah-masalah lain sebagai

akibat dari dikabulkannya gugatan cerai tersebut, seperti masalah pembagian harta

bersama, dan bilamana mempunyai keturunan timbul pula permasalahan tentang

siapa yang lebih berhak untuk melakukan hadhanah (pemeliharaan) terhadap anak.11

Hadhanah atau (pemeliharaan) terhadap anak, juga mengandung arti

tanggung jawab orang tua untuk mengawasi, memberi pelayanan yang semestinya

serta mencukupi kebutuuhan hidup dari seorang anak oleh orang tua. Selanjutnya,

tanggung jawab pemeliharaan berupa pengawasan dan pelayanan serta pencukupan

nafkah anak tersebut berkelanjutan sampai anak tersebut mencapai batas umur yang

legal sebagai orang dewasa yang telah mampu berdiri sendiri. Proses pemeliharaan

anak dan pendidikannya akan dapat berjalan dengan baik, jika kedua orang tua saling

bekerja sama dan saling membantu. Tentu saja ini dapat dilakukan dengan baik jika

keluarga tersebut benar-benar keluarga yang sakinah dan mawaddah.

Permasalahannya seberapa efektifkah pasal 105 point c jo pasal 156 point d

Kompilasi Hukum Islam di dalam memenuhi kebutuhan biaya hadhanah anak yang

masih di bawah umur akibat perceraian, khususnya jika ayah tidak mampu sama

                                                            11 Said Agil Husain Al-Munawwar, Problematika Hukum keluarga Islam kontemporer

( analisis yurisprudensi dengan pendekatan ushuliyah), ( Jakarta : Prenada Media, 2004 ), h. 189

Page 8: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

6  

sekali ataupun tidak bertanggung jawab sedikitpun. Di sini penulis akan mencoba

menganalisis pasal 105 point c dan pasal 156 point d yang berbunyi :

pasal 105 yang berbunyi : dalam hal terjadinya perceraian : a) pemeliharaan

anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah ibunya, b)

pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan anak untuk memilih di antara

ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya, c) biaya pemeliharaan

ditanggung oleh ayahnya.12 Dan juga hal yang sama di dalam kompilasi Hukum

Islam pasal 156 point d yang berbunyi “semua biaya hadhanah dan nafkah anak

menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai

anak tersebut dewasa dapat mengurus dirinnya sendiri (21 tahun).”13

Pasal ini memang sangat jelas, akan tetapi belum tentu sempurna. Dengan

lahirnya pasal ini menjadi suatu jaminan hak-hak khususnya bagi anak yang masih di

bawah umur ketika kedua orang tuanya bercerai. Letak masalahnya ketika sang ayah

tidak bertanggung jawab sama sekali ataupun tidak mampu sama sekali di dalam

pembiayaan hadhanah tersebut menjadi suatu problem. Karena tujuan dilahirkannya

pasal ini, yaitu guna untuk menjamin hak-hak anak, di dalam pasal 105 dan 156

Kompilasi Hukum Islam jelas- jelas tidak mengakomodir ketika sang ayah tidak

bertanggung jawab sama sekali ataupun tidak mampu sama sekali. Tentunya hak –

hak yang nantinya akan diperoleh oleh anak akan tidak ada.

                                                            12 Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam,( CV. Nuansa Aulia , 2008) ,h. 33 13 Nuansa Aulia, kompilasi Hukum Islam, h. 48

Page 9: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

7  

Berangkat dari paradigma di atas penulis berfikir hal ini perlu dikritisi. Karena

di zaman sekarang terutama di kota metropolitan terdapat banyak faktor penyebab

permasalahan khususnya di dalam pembiayaan anak, macam problematika sosial

yang tentunya berujung pada permasalahan kewajiban pemeliharaan anak pasca

perceraian. Sesuai dengan wacana di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih

mendalam mengenai persoalan ini dalam bentuk penelitian dengan judul :

KEWAJIBAN PEMBIAYAAN HADHANAH ANAK YANG MASIH DI

BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN (studi kritis terhadap pasal 105 point c

jo Pasal 156 point d Kompilasi Hukum Islam)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Jika ditelusuri masalah ini yang berkaitan dengan hadhanah, sesungguhnya

banyak sekali hal-hal yang mempunyai relevansi pada masalah tersebut. Oleh karena

itu, untuk mempermudah dan memperjelas pokok bahasan, maka penulis membatasi

pada pokok-pokok pembahasan kewajiban pembiayaan hadhanah yang masih di

bawah umur akibat perceraian yang kemudian penulis mengkritisi terhadap

Kompilasi Hukum Islam pasal 105 point c dan pasal 156 point d.

2. Perumusan Masalah

Hadhanah dalam skripsi ini dibatasi pada kewajiban biaya hadhah anak yang

terteta pada pasal 105 point c jo pasal 156 point d Kompilasi Hukum Islam yang

berbunyi “ bahwa kewajiban pembiayaan anak adalah sang ayah menurut

kemampuannya, sampai anak itu berumur 21 tahun “ Dari latar belakang yang penulis

Page 10: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

8  

buat, maka penulis menentukan masalah pokok yaitu, seberapa efektifkah pasal 105

point c jo pasal 156 point d di dalam memenuhi kebutuhan biaya hadhanah anak yang

masih di bawah umur akibat perceraian.

1. Bagaimana latar belakang timbulnya pasal pasal 105 point c dan pasal

156 point d Kompilasi Hukum Islam?

2. Bagaimana Langkah seharusnya yang diambil Peradilan Agama

apabila sang ayah tidak mampu ataupun tidak bertanggung jawab di

dalam masalah pembiayaan hadhanah ?

3. Mengapa pasal pasal 105 point c dan pasal 156 point d Kompilasi

Hukum Islam tidak mengakomodir ketika sang ayah tidak mampu

ataupun tidak bertanggung jawab di dalam hal pembiayaan hadhanah

anak ?

C. enelitian Tujuan dan Manfaat P

dhanah

Adapun tujuan penulis dalam karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui lebih dalam mengenai keefektifitasan pasal 105 point c

dan pasal 156 point d Kompilasi Hukum Islam

2. Mengetahui tentang latar belakang timbulnya pasal 105 point c dan

pasal 156 point d Kompilasi Hukum Islam

3. Untuk mengetahui kewajiban hadhanah dan Langkah apa yang

diambil ketika sang ayah tidak mampu ataupun tidak bertanggung

jawab di dalam masalah pembiayaan ha

Page 11: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

9  

4. Untuk mengkritisi Mengapa pasal pasal 105 point c dan pasal 156

point d Kompilasi Hukum Islam tidak mengakomodir ketika sang

ayah tidak mampu ataupun tidak bertanggung jawab di dalam

pembiayaan hadhanah

Adapun manfaat penelitian ini adalah

1. Bagi kalangan akademisi dan masyarakat umum, penelitian ini

diharapkan dapat memberikan suatu kontribusi besar keilmuan bagi

yang berminat untuk mengkaji

2. Bagi masyarakat, agar mereka memahami dinamika perkembangan

hukum Islam di Indonesia terutama sekitar kewajiban hadhanah.

D. Studi kajian terdahulu

penulis melakukan studi pendahuluan terlebih dahulu sebelum menentukan

judul proposal, diantaranya adalah sebagai berikut : Firman Sulaiman skripsinya yang

berjudul “ hak pemeliharaan anak yang belum mumayyiz akibat perceraian " yang

ditulis pada tahun 2005. Di sini ia menjelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi

untuk dapat memperoleh hak hadhanah yang ditinjau hanya dari Kompilasi Hukum

Islam saja.

Hal serupa juga dilakukan oleh Usi Sanusi, yang berjudul “ putusnya

perkawinan akibat perceraian dan dampaknya terhadap pemeliharaan anak dalam

perspektif Hukum Islam dalam undang-undang perkawinan No 1 tahun 1974” yang

ditulis pada tahun 2005. Di sini ia menjelaskan dasar hukum Islam dan undang-

undang No 1 tahun 1974 tentang perceraian merupakan alternative terakhir untuk

Page 12: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

10  

menyelesaikan ketegangan rumah tangga yang tidak bisa lagi didamaikan dan

pemeliharaan anak pasca perceraian serta pembiyaan hidup anak setelah perceraian.

Yang terakhir skripsi yang ditulis oleh Siti jamilah pada tahun 2005 dengan

judul “Pandangan hukum Islam dan Hukum Perdata tentang Hak Pemeliharaan

Anak akibat perceraian suami istri “ di dini saudari Siti Jamilah menjelaskan,

tentang perkawinan merupakan suatu wujud kehidupan rumah tangga yang sakinah

mawaddah warahmah, akan tetapi timbul suatu kewajiban antara anggota keluarga

antara suami istri dan anak. Kewajiban pemeliharaan anak yang ada di bawah umur

menurut hukum Islam adalah hak seorang Ibu sedangkan hak pemeliharaan anak

menurut hukum perdata adalah hak kedua orang tua, baiksudah cerai ataupun bahkan

masih melangsungkan perkawinan kecuali kekuasaan mereka telah dicabut, mereka

masih wajib memberikan tunjangan untuk pemeliharaan dan pendidikannya.

Setelah melakukan analisa dari ketiga skripsi di atas, penulis rasa bahwa

pembahasannya berbeda dengan judul penulis.“ kewajiban pembiayaan Hadhanah

Anak yang masih di bawah umur akibat perceraian (studi kritis terhadap pasal 105

point c dan pasal 156 ponit d kompilasi hukum Islam) “. Di sini penulis mencoba

memaparkan masalah mengenai hadhanah dan mengkritisi pasal 105 point c dan pasal

156 point d Kompilasi Hukum Islam mengenai kewajiban pembiayaan pemeliharaan

anak pasca perceraian.

E. Metode penelitian dan penulisan

Dalam pembahasan skripsi ini penulis menggunakan metode studi

kepustakaan (librarry research) yang deskriptif sesuai dengan hukum normatif..

Page 13: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

11  

Metode deskriptif analitis yaitu metode yang memaparkan masalah-masalah

sebagaimana adanya disertai argumentasi-argumentasi, dan metode analitis

eksplanatoris yaitu metode yang berdasarkan rasional dan logis secara induktif dan

deduktif terhadap sasaran pemikiran.

Metode bahan rujukan ataupun sumber-sumber yang digunakan berdasarkan

al-Qur’an dan al-Hadist, literatur fiqih klasik dan literatur fiqih modern, dan sumber

lainnya yang tidak terbatas sehingga skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan

Penjelasan mengenai metode penulisan yang digunakakan penulis sebagai berikut:

1. PENGUMPULAN DATA

ANALISIS DATA

Induktif, metode a

analisa dengan cara membawa data-data yang

bersifat umum ke dalam

ndingkannya untuk mencapai

kmungkinan mengkom

Yaitu mencari berbagai literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan

untuk selanjutnya dikaji guna mencari landasan pemikiran dalam upaya pemecahan

masalah.

2.

a. nalisis yang berpijak pada data yang bersifat

khusus, yang kemudian dikongklusikan dalam suatu generalisasi

berdasarkan hubungan dan permasalahan.

b. Deduktif , metode

aneka pembahasan yang bersifat khusus.

c. komperatif, menjabarkan dan memaparkan beberapa pendapat

yang berbeda, kemudian memba

promikannya.

Page 14: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

12  

d. Deskriptif, umumnya digunakan dalam menguraikan sejarah,

mengutip atau menjelaskan bunyi suatu perundang-undangan

Historis, yaitu dalam

3.

tekhnik penulisan s

penulisan yang diterbitkan

Syarief Hidayattullah Jakarta 004 dengan sedikit

at

Kutipan yang berasal d

Istilah-istilah asing yan

F.

memberikan gambaran y

dalam

Bab pertama, berisikan pendahulua ungkapkan

latar belakang tentang penulisan skripsi ini, merumuskan identifikasi permasalahan,

e. mengemukakan sejarah disertai kajian dan

sebab keterkaitannya.

Tehnik penulisan

Mengenai kripsi ini, penulis mengacu kepada pedoman

skripsi, tesis, disertasi UIN Syarief Hidayattullah Jakarta,

oleh UIN press Cet ke-2 tahun 2

pengecualian yaitu:

1. Terjemahan Al-Qur’an dan hadist diketik satu spasi sekalipun kurang

dari enam baris, dengan diberi tanda petik di awal dan di akhir

kaliam

2. ari bahasa asing (kecuali Al-Qu’ran dan Al-

Hadist) diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang disempurnakan

dengan terjemah bebas

3. g terdapat dalam teks serta catatan di cetak

dengan cetakan miring

Sistematika Penyusunan

Untuk ang jelas, karya ilmiah ini disusun dan dibagi

empat bab, dengan susunan sebagai berikut:

n dengan uraian yaitu meng

Page 15: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

13  

menun

dipergunakan sebagai kerangka

menuju

an umum tentang

penger

ak.

n bagian akhir dari seluruh rangkaian tulisan

karya i

jukan maksud dan tujuan dari penelitian, kegunaan penelitian, kerangka

pemikiran dan mengungkapkan metodologi yang

uraian yang sistematis dan terakhir sistematika penulisan.

Bab kedua, berisikan tentang tinjauan umum pengertian dan tujuan

perkawinan, putusnya perkawinan, penyebab putusnya perkawinan, serta akibat dari

putusnya perkawinan.

Bab ketiga, yaitu, menguraiakan dan menjelaskan tuju

tian pemeliharaan anak, syarat-syarat dalam pemeliharaan anak, pihak-pihak

yang berhak mendapatkan hak pemeliharaan anak, kewajiban biaya pemeliharaan

anak, serta masa pemeliharaan an

Bab keempat, berisikan efektifitas pasal 105 point c jo pasal 156 point d

Kompilai Hukum Islam yang dilengkapi dengan latar belakang serta analisis pasal

105 point c jo pasal 156 point d Kompilai Hukum Islam.

Bab kelima, yaitu merupaka

lmiah ini. Penulis akan menarik kesimpulan dari keseluruhan pembahasan

untuk kemudian penulis memberi saran-saran yang konstruktif. Dan saran yang dapat

mendukung kelengkapan skripsi ini.

 

Page 16: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

BAB II

TINJAUAN UMUM SEPUTAR PERCERAIAN

A. Pengertian dan dasar perceraian

1. Pengertian perceraian

Thalak, dari kata “ ithlaq “, artinya “ melepaskan atau meninggalkan. “ dalam

istilah agama, thalak adalah melepaskan ikatan perkawinan, atau rusaknya hubungan

perkawinan.1 Menurut Imam Nawawi dalam bukunya Tahdzib, thalak adalah

tindakan orang terkuasai terhadap suami yang terjadi tanpa sebab kemudian memutus

nikah.2 Al- Mahalli di dalam kitabnya syarah Minhaz al-thalibin yang dalam artinya:

“Melepaskan hubungan pernikahan dengan mengunakan lafazh talak dan

sejenisnya”.3

Langgengnya kehidupan dalam ikatan perkawinan merupakan suatu tujuan

yang sangat diutamakan dalam Islam. Akad nikah diadakan untuk selamanya dan

seterusnya agar suami istri bersama-sama dapat mewujudkan rumah tangga sebagai

tempat berlindung, menikmati curahan kasih sayang dan dapat memelihara anak-

anaknya sehinggar mereka tumbuh dengan baik. Oleh karena itu, dapat dikatakan

bahwa ikatan antara suami istri adalah ikatan yang paling suci dan paling kokoh,

sehingga tidak ada suatu dalil yang jelas menunjukan tentang kesuciannya yang

begitu agung selain Allah senndiri yang menamakan ikatan perjanjian antara suami

                                                            1 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah , ( Bandung: PT Al- Ma’rif, 1980 ),h. 7 2 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahab sayyed Hawwas, Fiqih munakahat ( Jakarta

: Sinar Grafika Offset, 2009 ), H, 255 3 Amir Syarifuddin, Garis – Garis besar Fiqih, ( Jakarta : PRENADA MEDIA, 2003 ),h. 125-

126

14 

Page 17: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

15  

istri dengan kalimat “ perjanjian yang kokoh “.4 Jika ikatan antara suami

istri demikian kokoh kuatnya, maka tidak sepatutnya dirusak dan disepelekan. Setiap

usaha untuk menyepelekan hubungan perkawinan dan melemahkannya adalah

dibenci oleh Islam, karena ia merusak kebaikan dan menghilangkan kemashlahatan

antara suami dan istri.

2. Dasar Perceraian

Adapun dasar diperbolehkannya cerai adalah

1. Surat Al- Baqarah ayat 229

)229: 2/البقرة ( بإحسان تسريح أو بمعروف فإمساك مرتان الطالق

Thalak (yang dapat di ruju), dua kali. Setelah itu boleh diruju lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. (QS: Al-Baqarah: 229 )

من تخرجوهن ال ربكم هللاواتقو العدة وأحصوا لعدتهن فطلقوهن النساء طلقتم إذا النبي أيها يا )1: 65/ الطالق( مبينة بفشه يأتين أن إلا يخرجن ولا بيوتهن

Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya dan hitunglah waktu iddah itu dan bertaqwalah kepada Allah tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka diizinkan keluar kecuali kalau mengerjakan perbutan yang keji yang terang (Qs: At-Thalak: 1)

Seandainya tahap perceraian ini telah terjadi, Al-Qur’an memerintahkan para

suami agar tidak menyalahgunakan kekuasaannya dengan sewenang-wenang dan

meninggalkan isterinya terkatung- terkatung.

                                                            4 Slamet Abidin, Aminudin, fiqih Munaqahat I I( Bandung : CV Pustaka setia, 1999 ),h. 9

Page 18: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

16  

Dan kamu tidak bisa berlaku adil diantara isteri-isterimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung ( yang kamu cintai )sehingga kamu membiarkan yang lain terkatung-katung . dan jika kamu mengadakan perbaiakan dan memelihara diri dari kecuranagan maka sungguh Allah Maha Pengampun Maha Penyayang ( QS: An-Nissa: 129)

2. Hadist Nabi Muhammad Saw :

الى اهللا عز عن ابن عمر رضي اهللا عنهما قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم ابغض الحالل رواه ابو داود. وجل الطالق

“ Dari Ibnu Umar bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda : sesuatu yang halal yang paling dibenci oleh Allah adalah perceraian “ (H. R. Abu Daud)5

B. Rukun dan Macam- macam perceraian 1. Rukun Perceraian

Rukun perceraian atau thalaq ada tiga, yaitu:

a. Suami yang menthalaq; dengan syarat baligh, berakal dan kehendak

sendiri.

b. Isteri yang dithalaq

c. Ucapan yang digunakan untuk menthalaq6.

Ucapan thalak dapat dilakukan dengan lisan secara langsung, dapat dengan

tulisan yang dapat dipahami, dengan perantaraan orang lain; bahkan dapat pula

                                                            5 Abi Daud Sulaiman bin As’atsajstani, Sunan Abu Daud, ( Beirut-Libanon : Darul fikr,

١٩٩٤), Juz 1, h. 500 6 Mohammad Rifa’I, Ilmu Fiqih Islam lengkap, (Semarang :PT Karya Toha Putra 1978

),h.483

Page 19: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

17  

dengan isyarat orang bisu yang dapat dipahami oleh orang yang melihat dan

mendengarnya7.Pembicaraan rukun pertama yaitu perceraian (suami yang

menceraikan). Perceraian merupakan tindakan kehendak yang berpengaruh dalam

hukum syara’. Oleh karena itu, perceraian dapat diterima apabila memenuhi beberapa

persyaratan, yaitu sebagaimana berikut.8

a. Mukallaf

Ulama sepakat bahwa suami yang diperbolehkan menceraikan isterinya dan

thalaknya diterima apabila ia berakal, baligh ( minimal sampai usia belasan tahun ),

dan berdasarkan pilihan sendiri. Maksud mukallaf ialah berakal dan baligh. Tidak sah

thalak seorang suami yang masih kecil, gila, mabuk dan tidur, baik thalak

menggunakan kalimat yang tegas ataupun bergantung. Seperti perkataan anak kecil;

“Jika aku baligh maka isteriku aku tercerai”. Perceraian tidak terjadi sekalipun anak

kecil menjadi baligh dan yang gila sudah sadar. Jika thalak mereka yang sama sekali

tidak syah. Adapun thalaknya orang bodoh dan orang sakit sah sekalipun bercanda.

Sedangkan thalaknya orang minum obat atau dipaksa minum khamar tidak sah

hukumnya.

Ringkasnya, sesungguhnya thalak diterima manakala dilakukan oleh ahli

thalak yaitu berakal, baligh, dan pilihan sendiri. Ada selain mukallaf yang

dikecualikan, yaitu seorang pemabuk dengan sengaja, seperti seorang peminum

                                                            7 Amir Syarifuddin, Garis garis Besar FIQIH, ( Jakarta : PRENADA MEDIA, 2003 ),h. 128-

129 8 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahab Sayyed Hawwas, Fiqih Munaqahat

( Khitbah, Nikah, dan thalak ) ,h. 261

Page 20: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

18  

Khamar padahal ia memabukkan, maka thalaknya terjadi sekalipun ia bukan mukallaf

sebagaimana disebutkan di dalam berbagai kitab Ushul. Hukum ini dimaksudkan

untuk memberatkan hukuman, karena kesalahannya dengan sengaja menghilangkan

akal maka ia dijadikan seperti berakal. Hukum yang digunakan adalah hukum wadh’i,

yakni penetapan hukum yang berkaitan dengan sebab.9

b. Pilihan sendiri

Tidak syah thalak orang yang dipaksa tanpa didasarka kebenaran. Nama itu

deberikan kepada orang yang terpaksa itu tertutup dari segala pintu, tidak dapat

keluar melainkan harus thalak. Adapun jika pemaksaan itu didasarkan kepada

kebenaran seperti kondisi keharusan thalak yang dipaksakan oleh hakim, hukumnya

sah karena paksaan ini dibenarkan. Selanjutnya, akan dijelaskan lebih terperinci10.

2. Macam-macam perceraian

1. Dari segi jumlahnya ada 3 macam, yaitu,:

a. Thalaq satu, yaitu thalaq yang dijatuhkan pertama kali dengan satu

thalaq.

b. Thalaq dua, yaitu thalaq yang dijatuhkan untuk yang kedua

kalinya, atau pertama kalinya dengan dua thalak sekaligus.

                                                            9 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahab Sayyed Hawwas, Fiqih Munakahat

( Khitbah, Nikah, dan thalak ) h. 261 10 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahab Sayyed Hawwas, Fiqih Munaqahat

( Khitbah, Nikah, dan thalak ) h. 263-264

Page 21: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

19  

c. Thalak tiga, yaitu thalak yang dijatuhkan untuk yang ketiga kalinya

atau untuk pertama kalinya tetapi tiga thalak sekaligus11.

2. Ditinjau dari dibolehkannya nikah lagi atau terjadinya nikah ada 2

yaitu:

a. Thalaq raja’i ialah thalak yang suaminya boleh ruju’ kembali, pada

bekas isterinya dengan tidak perlu melakukan perkawinan

(akad) baru, asal isterinya masih di dalam iddahnya seperti thalak

satu dan dua.

b. Talak Bai’in ialah talak yang suami tidak boleh ruju’ kembali

kepada bekas isteri, melainkan mesti dengan akad baru.

Talak bai’in ini terbagi lagi menjadi dua :

• Ba’in sughra (kecil) yaitu, thalaq yang tidak boleh dirujuk

lagi, tetapi mantan isteri itu boleh dinikahi kembali dengan

aqad maskwin baru, tanpa harus nikah dulu dengan orang

setelah abis iddahnya dari

                                                           

lain.

• Ba’in kubra (besar) yaitu, thalaq tiga yang bekas suaminya

boleh menikah kembali kepada bekas isterinya setelah kawin

dengan orang lain dan sudah cerai

perceraian suami yang kedua itu12.

 11 Mohammad Saifulloh Al Aziz S, Fiqih Islam Lengkap pedoman hukum ibadah lengkap

dengan berbagai permasalahannya, ( Surabaya : TERBIT TERANG, 2005 ),h. 502 12 Mohammad Rifa’i, Ilmu Fiqih Islam lengkap,h.489

Page 22: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

20  

Sebagaimana diterangkan dalam al-Qur’an :

⌧ ⌧ ⌧

) 230: 2/ البقرة ( ☺

kepada kaum yang (mau) Mengetahui. (QS: Al-

engan sengaja

memerlukan adanya niat, artinya jika ucapan thalaq itu dengan

Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua),

Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan

suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya,

Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri)

untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat

menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah,

diterangkan-Nya

Baqarah : 230 )

3. Ditinjau dari jelas tidaknya ucapan thalaq ada dua, yaitu:

a. Sharih, yaitu ucapan yang tegas maksudnya untuk menthalaq.

Thalaj itu jatuh jika seorang telah mengucapkan d

walaupun hatinya tidak berani menthalaq isterinya.

b. Kinayah, artinya ucapan yang tidak jelas maksudnya, mungkin

ucapan itu maksudnya thalaq lain. Ucapan thalaq kinayah

Page 23: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

21  

niat, maka sah tahalaknya dan jika tidak disertakan niat maka

thalaqnya belum jatuh.13

4. Ditinjau dari segi jatuhnya :

a. Thalaq sunni, thalaq yang dijatuhkan ketika isteri telah suci dari

haidnya dan belum dicampuri.

b. Thalaq bid’iy yaitu thalak yang dijatuhkan ketika isteri sedang haid

atau nifas, atau dalam keadaan suci tapi sudah dicampurinya

kembali14

5. Ditinjau dari segi cara penyampaiannya :

a. Dengan ucapan, secara langsung dengan ucapannya.

b. Dengan tulisan, disampaikan lewat tulisan. Thalaq dengan surat

yang ditulis suami sendiri dan dibaca hukumnya sama dengan

lisan, tetapi jika surat itu tidak dibaca sebelum dikirim isterinya,

maka sama dengan kinayah.

c. Dengan utusan, thalaq yang melalui perantara orang lain15.

d. Dengan isyarat, isyarat bagi orang bisu merupakan alat

komunikasi. Ia menempati lafal dalam menjatuhhkan thalaq. Jika

ia memberi syarat yang menunjukan pada maksudnya yaitu

menghentikan hubungan pasangan suami isteri dan semua orang                                                             

13 Mohammad Saifulloh Al Aziz S, Fiqih Islam Lengkap pedoman hukum ibadah lengkap dengan berbagai permasalahannya,h. 504

14 Slamet Abidin, Aminuddin, Fiqih munakahat 2 ,h.41 15 Mohammad Saifulloh Al Aziz S, Fiqih Islam Lengkap pedoman hukum ibadah lengkap

dengan berbagai permasalahannya,h. 505

Page 24: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

22  

paham, maka talak itu sharih (jelas). Akan tetapi jika syarat itu

tidak dapat dipahami melainkan orang cerdas saja, ada dua

pendapat; adakalanya sharih dan adakalanya kinayah16.

C. Hukum dan Hikmah Thalak

1. Hukum thalak

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum tahalak, pendapat yang lebih

benar adalah makruh jika tidak ada hajat yang menyebabkannya, karena thalak berarti

kufur terhadap nikmat Allah. Pernikahan itu adalah suatu nikmat dari bebrapa nikmat

Allah maha mebalikkan segala hati.17 Hidup dalam hubungan perkawinan itu

merupakan sunnah Allah dan sunnah Rasul. Itulah yang dikehendaki oleh Islam.

Sebaliknya melepaskan diri dari kehidupan perkawinan itu menyalahi sunnah Allah

dan Rasul tersebut dan menyalahi kehendak Allah menciptakan rumah tangga yang

sakinah mawaddah warahmah. Meskipun demikian bila hubungan pernikahan itu

tidak dapat lagi dipertahankan dan kalau dilanjutkan juga akan menghadapi

kehancuran dan kemudharatan, maka Islam membuka pintu untuk terjadinya

perceraian. Dengan demikian pada dasarnya perceraian atau thalak itu adalah sesuatu

yang tidak disenangi yang dalam istilah ushul fiqih disebut makruh.

Hukum makruh in dapat dilihat dari adanya usaha pencegahan terjadinya talak

itu dengn berbagai pentahapan. Hal ini terlihata dalam surat al-Nissa’ ayat 34 :                                                             

16 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahab Sayyed Hawwas, Fiqih Munaqahat ( Khitbah, Nikah, dan thalak ) h. 271

17 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahab Sayyed Hawwas, Fiqih Munaqahat ( Khitbah, Nikah, dan thalak ) h. 258

Page 25: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

23  

I ☺

☺ ⌧

☺ ⌧

⌧ ⌧ ⌧

)34: 4/ النساء ( Kaum laki laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki)telah menefkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shaleh ialah yang taat kepada Allah dan memelihara diri. Wanita – wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah dari tempat tidur mereka, dan pukulah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS: An-Nisaa : 34)

Walaupun hukum asal dari talak itu adalah makruh, namun melihat keadaan

tertentu dalam situasi tertentu maka hukumnya thalak itu adalah sebagai berikut:

a. Nadab atau sunnah ; yaitu dalam keadaan rumah tangga sudah tidak dapat

dilanjutkan kembali dan seandainya dipertahankan juga kemudharatannya

akan lebih banyak timbul.

b. Mubah atau boleh saja dilakukan bila memang perlu terjadi perceraian dan

tidak ada pihak – pihak yang dirugikan dengan perceraian itu sedangkan

manfaatnya juga ada.

c. Wajib atau mesti dilakukan, yaitu perceraian yang mesti dilakukan oleh

hakim terhadap seorang yang telah bersumpah untuk tidak menggauli

Page 26: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

24  

isterinya ssendiri sampai masa tertentu, sedangkan ia tidak bergaul dengan

isterinya. Tindakannya itu memudaratkan isterinya.18

d. Haram, yaitu jika talak itu akan mendatangkan kemadharatan atau kerugian

bagi suami isteri.19

Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat tentang hukum thalak secara

rinci. Menurut mereka hukum thalak terkadang wajib dan haram dan sunnah. Al-

Bujairimi Al-khatib berkata “ Hukum thalak itu ada lima, yaitu adakalanya wajib,

seperti thalaknya orang yang bersumpah ila’ ( bersumpah tidak mencampuri isteri )

atau dua utusan dari keluarga suami dan isteri, adakalanya haram seperti thalak

bid’ah, dan adakalanya sunnah seperti thalaknya orang yang lemah, tidak mampu

melaksanakan hak – hak pernikahan. Demikianpun sunnah, thalaknya suami yang

tidak ada kecendrungan hati kepada isteri, karena perintah salah satu dari dua orang

tua yang bukan memberatkan, karena buruk ahklaknya dan ia tidak tahan untuk hidup

bersamanya, ini tidak mutlak karena pada umumnya wanita seperti itu.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa thalak adakalanya wajib, seperti

thalaknya dua utusan keluarga yang ingin menyelesaikan perpecahan pasangan suami

isteri karena thalak inilah satu solusi perpecahan tersebut. Demikian juga thalak orang

yang bersumpah ila’ (tidak menyampuri isteri) setelah menunggu masa iddah empat

bulan sebagaimana firman Allah SWT :

                                                            18 Amir Syarifuddin, (Garis garis Besar FIQIH,) h,.126-127 19 Mohammad Saifulloh Al Aziz S, Fiqih Islam Lengkap pedoman hukum ibadah lengkap

dengan berbagai permasalahannya,h. 502

Page 27: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

25  

⌦ ⌧

) 226: 2/ البقرة . ( ⌧Kepada orang – orang yang mengila’ isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk) thalak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Menegtahui. ( QS: Al-Baqarah : 226 )

Pembicaraan tentang beberapa hikmah diisyaratkannya talak sebagaimana

yang telah kami bicarakan di atas, bahwa Islam memberikan hak thalak ini hanya

bagi suami karena ia lebih mendorong keabadian pernikahan, ia korbankan harta

benda yang dibutuhan untuk mencapai jalan ini, bahkan lebih besar dari itu ketika ia

thalak dan meghendaki menikah dengan wanita yang lain.20

2. Hikmah thalak

Meskipun thalak itu dibenci terjadinya dalam suatu iakatan rumah tangga,

namun sebagai jalan terakhir bagi kehidupan rumah tangga dalam keadaab tertentu

boleh dilakukan. Hikmah dibolehkannya thalak itu adalah karena dinamika kehidupan

runah tangga kadang – kadang menjurus kepada sesuatu yang bertentangan dengan

tujuan pembentukan rumah tangga itu. Dalam keadaan seperti ini kalau dilanjutkan

juga, rumah tangga akan menimbulkan mudharat kepada dua belah pihak dan orang

sekitarnya. Dalam rangka menolak terjadinya mudharat yang lebih jauh, lebih baik

                                                            20 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahab Sayyed Hawwas, Fiqih Munaqahat

( Khitbah, Nikah, dan thalak ) h. 259-260

Page 28: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

26  

ditempuh perceraian dalam bentuk thalak tersebut. Dengan demikian thalak dalam

Islam hanyalah untuk suatu tujuan mashlahat.21

D. Sebab dan Akibat Putusnya perkawinan

1. Sebab putusnya perkawinan

Ada beberapa hal yang menyebakan putusnya perkawinan di antaranya

adalah;

Menurut mazhab Hanafi adalah;

a. Pengucapan cerai oleh suami

b. Ila’

c. Khulu

d. Li’an

e. Perpisahan karena cacad kelamin (aib jinsi) pada pihak suami

f. Murtad

Menurut mazhab Syafi’i dan Hanbali adalah;

a. pengucapan thalak oleh suami

b. khulu

c. pernyataan thalak oleh hakim karena suami menjatuhkan talak disebabkan

ila’22

Menurut mazhab Maliki adalah;

                                                            21 Amir Syarifuddin. Garis garis Besar FIQIH ,h. 127-128 22 Abdurahman I Doi, Perkawinan dalam Syari’at Islam ( terjemahnya ), ( Jakarta; Rineka

Cipta, 1997 ) cet ke-1,h.4

Page 29: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

27  

a. Diucapkan oleh suami

b. Khulu

c. Cacadnya salah seorang dari suami atau isteri

d. Berbagai kesulitan suami untuk memberikan nafkah kepada isterinya

e. Adanya hal yang membahayakan (dhihar) karena Ila’

f. Tiadanay kufu 23

Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 116 mengenai hal perceraian dapat terjadi

karena alasan-alasan :

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan

lain sebagiannya yang sukar disembuhkan

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut

tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar

kemampuannya;

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman

yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman ataupun penganiayaan berat yang

membahayakan pihak yang lain ;

e. Salah satu pihak mendapat cacad badan atau penyakit dengan akibat tidak

dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;

                                                            23 Abdurahman I Doi, Perkawinan dalam Syari’at Islam ( terjemahnya ), cet ke-1,h.4

Page 30: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

28  

f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran

dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga ;

g. Suami melanggar taklik talak;

h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan

dalam rumah tangga.24

Dari penyebab putusnya perkawinan di atas kiranya istilah – istilah tersebut

perlu dijelaskan yaitu;

Khulu’ ialah penyerahan harta yang dilakukan oleh isteri untuk menebus

dirinya dari ikatan suaminya25

Ila’ ialah sumpah seorang suami dengan nama Allah untuk tidak

menggauli isterinya26.

Li’an ialah perkataan suami sebagai berikut “ saya persaksikan kepada

Allah bahwa saya benar terhadap tuduhan isteri saya bahwa dia telah

berjinah”. Kalau kalau ada anak yang diyakini bukan anaknya, hendaklah

diterangkan pula bahwa anak itu bukan anaknya. Perkataan tersebut

                                                            24 Abdurahman , Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, ( Jakarta : CV AKADEMIKA

PRESSINDO, 2010),h.141 25 Muhammad Jawad Mughniyah, fiqih lima mazhab ( terjemah ), penerjemah: Masykur AG

et all, ( Jakarta: Penerbit Lentera, 2000),Cet,ke-5,h.456 26 Muhammad Jawad Mughniyah, fiqih lima mazhab ( terjemah ), penerjemah: Masykur AG

et all, Cet,ke-5,h.498

Page 31: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

29  

hendaklah diulanginya empat kali,kemudian ditambahkan lagi dengan

kalimat: “ atasku la’nat Allah sekiranya aku dusta dalam tuduhanku” 27.

Penyebab putusnya perkawinan sebagaimana disebutkan diatas antara mazhab

tidak banyak perbedaan. Secara lebih singkat setidaknya ada empat kemungkinan

yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga yang dapat memicu timbulnya keinginan

untuk putus/ terputusnya perkawinan, yaitu:

a. Terjadinya Nusyuz dari pihak isteri

Nusyuz bermakna kedurhakaan yang dilakukan seorang isteri terhadap

suaminya. Hal ini bisa terjadi dalam bentuk pelanggaran perintah, penyelewengan,

dan hal-hal yang lain yang dapat mengganggu keharmonisan rumah tangga28.

Mengenai hal ini Allah berfirman :

☺ ⌧

☺ ⌧

☺ ⌧

⌧ ⌧ ) 34: 4/ النساء ( .

“Kaum laki laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki)telah menefkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shaleh ialah yang taat kepada Allah dan memelihara diri. Wanita –                                                             

27 Sulaiman Rasyid, fiqih Islam ( hukum fiqih lengkap ), ( Bandung: CV Sinar baru, 1986 ),h.382

28 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia,( Jakarta : Grafindo persada, 2003 ),h. 269

Page 32: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

30  

wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah dari tempat tidur mereka, dan pukulah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.(QS: Al-Nissa:34)

Petunjuk dalam Al-Qur’an tersebut merupakan langkah mengantisipasi

terjadinya perceraian, dengan pemberian nasehat, memisahkan tempat tidur isteri dari

tempat tidur suami apabila nasehat gagal, terakhir apabila langkah kedua gagal adalah

memberinya pelajaran dan memukulnya, namun hal ini merupakan langkah terakhir

setelah didahului mendidiknya dengan member pengertian-pengertian.

a. Terjadinya Nsuyuz dari pihak suami

Kemungkinan nusyuz ternyata tidak hanya datang dari pihak isteri dapat juga

datang dari pihak suami29, hal ini diterangkan dalam Al-Qur’an :

⌧ ☺ ☺ ☯ ⌧ ☯ ⌧

⌧ ☺ ☺ ) 128: 4/ النساء (

“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz, atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir”. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap acuh), maka sesungguhnya Allah adalah maha menetahui apa yang kamu kerjakan. ( QS Al-Nisa : 128 )

b. Terjadinya perselisihan atau percekcokan antara suami dan isteri yang disebut

syiqoq30. Dalam hal ini Allah memberi petunjuk :                                                             

29 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia,h. 270

Page 33: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

31  

☺ ☯

☺ ⌧ ☺ ) 35: 4 /النساء . (

“Dan jika kamu khawatir ada pertengkaran antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscahaya Allah member taufik kepada suami isteri itu, sesunguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana “. ( QS. Al- Nissa: 35 )

c. Terjadinya salah satu pihak melakukan perbuatan zina atau fahisyah, yang

menimbulkan saling tuduh-menuduh antara keduanya 31. Cara penyelesaianya

adalah membuktikan tuduhan yang didakwakan, dengan cara li’an dengan

mengucap sumpah. Li’an sesungguhnya telah memasuki “ gerbang” putusnya

perkawinan dan bahkan untuk selamanya karena akibat li’an adalah terjadinya

talak ba’in kubra.

Selanjutnya penyebab putusnya perkawinan menurut peraturan tertulis di

Indonesia yaitu Undang -Undang No 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam,

lebih rincinya adalah :

Menurut Undang-Undang Perkawinan No 1 tahun 1974 pasal 38 bahwa

penyebab putusnya perkawinan adalah :

a. Salah satu pihak meninggal dunia b. Karena perceraian c. Atas putusan pengadilan32.

                                                                                                                                                                          30 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia,,h.272 31 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia,,h. 273

32 Departement Agama R.I, Direktorat Pembinaan Badan Perdilan Agama Islam, Dirjen pembinaan Agama Islam, Himpunan peraturan per-Undang-undangan dalam lingkungan peradilan Agama, ( Jakarta: , 2001 ),h.140

Page 34: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

32  

Dari jenis penyebab putusnya perkaiwinan di atas , perceraian merupakan

fenomena yang paling banyak terjadi di masyarakat, baik itu cerai yang dijatuhkan

oleh suami terhadap isteri yang disebut dengan cerai talak dan cerai yang diminta

oleh sang isteri agar suaminya menjatuhkan talak kepadanya yang disebut dengan

cerai gugat. Putusnya perkawinan karena kematian salah satu pihak dengan

sendirinyua perkawinan itu terputus. Sedangkan putusnya perkawinan atas keputusan

pengadilan dapat terjadi karena pembatalan suatu perkawinan.

Lebih lanjut perceraian di atur dalam pasal 39 yang memuat ketentuan bahwa

perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan33.hal ini dilakukan

setelah upaya damai mengalami kebuntuan. Menurut hemat penulis peraturan ini

sangat tepat guna menghilangkan kesewenang-wenangan dalam menjatuhkan talak

oleh suami. Peraturan ini dilaksanakan demi kepastian hukum yang benar-benar

didasarkan pada pemeriksaan kekuasaan yang berwenang, aturan ini juga pantas

diterapkan dalam masyarakat yang berbudaya dan moderen34.

Menurut Kompilasi Hukum Islam, mengenai penyebab putusnya perkawinan

sama dengan yang tertuang dalam Undang-Undang perkawinan. Dalam pasal 113

Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa perkawinan dapat diputus karena:

a. Salah satu dari mereka meninggal dunia b. Karena perceraian

                                                            33 Departement Agama R.I, Himpunan peraturan per-Undang-undangan dalam lingkungan

peradilan Agama,, ( Jakarta: , 2001 )h. 141 34 M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, ( Medan, CV Zahir,1975 ),cet. Ke-

1,h,133

Page 35: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

33  

c. Atas putusnya pengadilan35. Mengenai alasan alasan perceraian sama dengan Undang – udang perkawinan, hanya

saja ada penambahan yaitu suami melanggar taklik talak dan peralihan agama atau

murtad yang menyababkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumahtangga, hal ini

dijelaskan pada pasal 116 Kompilasi Hukum Islam.

2. Akibat Putusnya Perkawinan

Putusnya sebuah ikatan perkawinan akan menimbulkan akibat hukum baik

terhadap manusia pelaku perkawinan yaitu suami isteri maupun yang dihasilkan dari

perkawinan itu seperti anak dan harta bersama.

Diantara akibat dari putusnya perkawinan dalam Undang – undang perkawinan No 1

tahun 1974, dalam pasal 41 bahwa :

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah :

a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak-anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak pengadilan memberi keputusan.

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut. Pengadilan dapat menentukan bahwa ikut memikul biaya tersebut.

c. Pengadilan dapat mewajibkan bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isterinya36.

                                                            35 Departement Agama R.I, Himpunan peraturan per-Undang-undangan dalam lingkungan

peradilan Agama, ( Jakarta: , 2001 ) h.140. 36 Departement Agama R.I, Himpunan peraturan per-Undang-undangan dalam lingkungan

peradilan Agama, ( Jakarta: , 2001 ),h.140.-141    

Page 36: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

34  

Ketentuan-ketentuan akibat perkawinan karena perceraian dalam pasal 41

Undang-Undang perkawinan tersebut di atas terlihat lebih bersifat global karena tidak

merinci secara detail jenis perinciannya. Namun hal ini diperjelas dengan hadirnya

Kompilasi Hukum Islam yang merupakan Instruksi Presiden No 1 tahun 1991. Akibat

putusnya perkawinan, Kompilasi Hukum Islam merincinya dalam empat kategori

yaitu akibat cerai talak, cerai gugat, li’an, dan kematian suami, secara rinci kompilasi

hukum Islam menjelaskan beberapa pasal.

Pasal 149, dalam pasal ini dijelaskan akibat perceraian karena talak, bunyi redaksi

sebagai berikut:

Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:

a. Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas isteri, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas isterinya tersebut qabla dukhul.

b. Memberi nafkah, maskan dan kiswah (tempat tinggal dan pakaian) kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhkan talak ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil.

c. Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya dan separuh apabila qabla al-dukhul.

d. Memberikan biaya hadhanah untuk anak yang belummencapai umur 21 tahun

Berikutnya dalam pasal 156 dijelaskan tentang akibat perceraian karena cerai

gugat, yaitu cerai yang dijatuhkan oleh isteri agar suami menjatuhkan talak

kepadanya. Bunyi pasal tersebut ialah:

a. Anak yang belum mumayyiz berhak untuk mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh :

1. Wanita – wanita dalam garis lurus keatas dari ibu 2. Ayah 3. Wanita – wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah 4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan

Page 37: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

35  

5. Wanita – wanita kerabat sedarah menuurut garis samping dari ayah

b. Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayah atau ibunya

c. Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah anak dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabatnya yang bersangkutan pengadilan dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula

d. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurusi diri sendiri (21 tahun)

e. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, pengadilan agama memberikan keputusannya berdasarkan huruf (a), (b), (c) dan (d).

f. Pengadilan dapat pula mengingat kemampuan ayah menetapkan jumlah biaya unutuk pemeliharaan anak dan pendidikannya yang tidak turut padanya.

Mengenai harta bersama dijelaskan dalam pasal 157, bahwa harta bersama

dibagi menurut ketentuan sebagaimana tersebut dalam pasal 96, 97. Adapun bunyi

pasal 96 adalah :

1. Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama

2. Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau isteri yang isteri atau suaminya hilang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar Pengadilan Agama.

Pasal 97 menjelaskan bahwa janda atau duda cerai hidup masing-masing

berhak seperdua dari harta bersama sepanjang dari harta bersama sepanjang tidak

ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

Dalam pasal 158 disebutkan tentang mut’ah bahwa mut’ah wajib diberikan oleh

bekas suaminya dengan syarat:

a. Belum ditetapkan mahar bagi isteri ba’da dukhul b. Perceraian itu atas kehendak suami

Page 38: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

36  

                                                           

Selanjutnya pasal 159 menjelaskan bahwa mut’ah sunnah diberikan oleh bekas

suaminya tanpa syarat tersebut pada pasal 158, dan besarnya mut’ah disesuaikan

dengan kepatuhan dan kemampuan suami sebagaimana disebutkan dalam pasal 160.

Dalam pasal 161 dijelaskan mengenai akibat perceraian dengan jalan khulu, pasal ini

menjelaskan bahwa “ perceraian dengan jalan khulu mengurangi jumlah talak dan

tidak dapat rujuk “.akibat perceraian karena li’an dijelaskan dalam pasal 162, bahwa “

bilamana li’an terjadi maka perkawinan itu putus untuk selamanya dan anak yang

dikandung dinasabkan kepada ibunya, sedang suaminya terbebas dari kewajiban

memberi nafkah37

 37 Departement Agama R.I, Himpunan peraturan per-Undang-undangan dalam lingkungan

peradilan Agama, ( Jakarta: , 2001 ) h.353-356            

Page 39: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

  

BAB III

KONSEP DASAR HADHANAH

A. Pengertian Hadhanah

Hadhanah berasal dari kata “ Hidhan “, artinya lambung. Seperti kata حضن

Burung itu mengapit telur yang ada di bawah sayapnya. Begitu pula الطير بيضه

seorang perempuan (ibu) yang mengempit anaknya. 1Secara etimoloogis, hadhanah

berarti di samping atau berada di bawah ketiak2. Hadhanah basal dari kata

yang memiliki arti mengasuh atau memeluk anak3.

Dari segi etimologi, hadhanah memiliki definisi yang variatif walaupun

subtansinya sama definisi ini diberikan oleh beberapa ulama fiqih antara lain :

Menurut Muhammad Ibnu Ismail al-San’ani, hadhanah adalah memelihara

anak yang belum mampu mengurusi dirinya sendiri dan menjaganya dari sesuatu

yang dapat membinasakan atau membahayakan. Seperti di dalam ungkapan : 4

حفظ من اليستقل بأمره وتربياته ووقياته عما يهلكه أو يضرهKemudian menurut Imam Taqiyuddin, bahwa hadhanah itu :

عما عبارة عن القيام بحفظ من اليميز وال يستقل بأمره وتربياته بما يصله ووقايته

.يؤديه                                                                 1 Slamet Abidin, Aminuddin, fiqih munakahat II, ( Bandung: CV pustaka setia, 1999 ), h. 171

2 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, ( Jakarta: Ichtia Baru Van Hoepe, 1999 ) Jil. 2,h. 415

3 Mahmud Yunus, Kamus Arab – Indonesia, ( Jakarta : Hidakarya Agung, 1990 ), cet.ke- 8,h.104

4 Al- Imam Muhammad Ibnu Ismail Sana’ani, Subulussalam, juz 3, h,227 

37 

Page 40: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

38  

“ ibarat menjalakan untuk menjaga orang (anak) yang belum mumayyiz atau tidak berakal dan mengerjakannya akan kebaikan serta menjaganya dari sesuatu yang sangat membahayakannya “5

para ahli fiqih mendefinisikan “ hadhanah” ialah: “ melakukan pemeliharaan

anak-anak yang masih kecil lai-laki ataupun perempuan atau yang sudah besar,

tetapi belum tamyiz, tanpa perintah daripadanya, menyediakan sesuatu yang

menjadikan kebaikannya, mendidik dan menjaganya dari sesuatu yang menyakiti dan

merusaknya, mendidik jasmani, rohani dan akalnya agar mampu berdiri sendiri

menghadapi hidup dan memikul tanggung jawabnya.”6

Para ulama sepakat bahwasanya hukum hadhanah, mendidik dan merawat

anak wajib. Akan tetapi mereka berbeda dalam hal, apakah hadahanah ini mejadi hak

orang tua ( terutama ibu ) atau hak anak. Ulama mazhab hanafi dan maliki misalnya

berpendapat bahwa hak hadhanah itu menjadi hak ibu sehingga ia dapat saja

mengugurkan haknya. Tetapi menurut jumhur ulama, hadhanah itu menjadi hak

bersama antara orang tua dan anak. Bahkan menurut Wahbah Zuhaily, hak hadhanah

adalah hak bersyarikat antara ibu, ayah dan anak. Jika terjadi pertengkaran maka yang

didahulukan adalah hak atau kepentingan si anak.7

Hadhanah yang dimaksud dalam diskursus ini adalah kewajiban orang tua

untuk memelihara dan mendidik anak mereka dengan sebaik-baiknya. Pemeliharaan

ini mencakup masalah ekonomi, pendidikan dan segala sesuatu yang menjadi

                                                            5 Imam Taqiyuddin, Kifayatul al- Akhyar, 151

6 Sayyid Sabiq, fiqih sunnah 8, ( Bandung: PT ALMA’ARIF, 1980 ), h.173 7 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, ( Jakarta : ikhtiar baru Van Hoepe,

1999),h.415

Page 41: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

39  

kebutuhan sosial anak.8pemeliharaan anak juga mengandung arti sebuah tanggung

jawab orang tua untuk mengawasi, memberi pelayanan yang semestinya serta

mencukupi kebutuhan hidup dari seoarang anak oleh orang tua. Selanjutnya tanggung

jawab pemeliharaan berupa pengawasan dan pelayanan serta pencukupan nafkah

anak tersebut bersifat terus-menerus sampai anak tersebut mencapai batas umur yang

legal sebagai orang dewasa yang telah mampu berdiri sendiri.9

Sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan adalah kewajiban orang tua

untuk memberikan pendidikan dan pengajaran yang memungkinkan anak tersebut

menjadi manusia ang mempunyai kemampuan dedikasi hidup yang dibekali dengan

kemampuan dan kecakapan sesuai dengan pembawaan bakat anak tersebut yang akan

dikembangkannya di tengah-tengah masyarakat Indonesia sebagai landasan hidup dan

penghidupannya setelah ia lepas dari tanggung jawab orang tua.10

Setidaknya ada delapan nilai-nilai pendidikan yang harus diajarkan orang tua

kepada anaknya seperti berikut ini:

1. Agar senantiasa mensyukuri nikmat Allah SWT

2. Tidak mensyariatkan Allah dengan sesuatu yang lain

3. Berbuat baik kepada orang tua, sebagai bukti kesyukuran anak

4. Mempergauli orang tua secara baik – baik ( ma’ruf )

                                                            8 Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, ( Jakarta: Rajawali pers, 1998), h.235 9 M.Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, ( Medan: Zahir Traiding, 1975),h.204 10 M.Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, h. 205-206

Page 42: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

40  

5. Setiap perbuatan betapapun kecilnya akan mendapatkan balasan dari Allah

SWT

6. Menaati perintah Allah SWT. Seperti shalat, amal ma’ruf dan nahi

munkar, serta sabar dalam menghadapi berbagai cobaan

7. Tidak sombong dan angkuh

8. Sederhana dalam bersikap dan bertutur kata11.

Dengan demikian, mengasuh artinya memelihara dan mendidik. Maksudnya

adalah mendidik dan mengasuh anak-anak yang belum mumayyiz atau belum dapat

membedakan antara yang baik dan yang buruk, belum pandai menggunakan pakaian

yang bersuci sendiri dan sebagainya. Anak yang masih kecil memiliki hak hadhanah.

Karena itu, ibunya diharuskan melakukannya jika mereka membutuhkannya dan tidak

ada orang lain yang bisa melakukannya. Hal ini dimaksudkan agar hak anak atas

pemeliharaan dan pendidikannya tersia-siakan. Jika di hadhanahnya dapat ditangani

orang lain, misalnya bibi perempuan dan ia rela melakukannya, sedangkan ibunya

tidak mau, maka hak ibu untuk mengasuh menjadi gugur dengan sebab bibi

perempuan yang mengasuhnyapun mempunyai hak hadhanah ( mengasuh ).12

B. Syarat-syarat dalam Hadhanah

Seorang hadhinah ( ibu asuh ) yang menangani dan menyelenggarakan

kepantingan anak kecil yang di asuhnya, yaitu adanya kecukupan dan kecakapan.

Kecukupan dan kecakapan yang memerlukan syarat-syarat tertentu. Jika syarat-syarat

                                                            11 Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, ( Jakarta: Rajawali pers, 1998), h. 240-244 12 Slamet Abidin, Aminuddin, fiqih munakahat II, ( Bandung: CV pustaka setia, 1999 ), h.172

Page 43: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

41  

tertentu ini tidak terpenuhi satu saja maka gugurlah kebolehan menyelenggarakan

hadhanahnya.

Syarat- syaratnya itu adalah :

1. Berakal sehat, jadi bagi orang yang kurang akal dan gila, keduanya

tidak boleh menangani hadhanah. Karena mereka ini tidak dapat

menangani mengurusi dirinya sendiri. Sebab itu ia tidak boleh diserahi

mengurusi orang lain. Sebab orang yang tidak punya apa-apa tentulah ia

tidak dapat memberi apa-apa kepada orang lain.

2. Dewasa, sebab anak kecil sekalipun mumayyiz, tetapi ia tetap

membutuhkan orang lain yang mengurusi urusannya dan mengasuhnya,

oleh karena itu dia tidak boleh mengurusi urusan orang lain.

3. Mampu mendidik, karena itu tidak boleh menjadi pengasuh orang buta

atau rabun, sakit menular atau sakit yang melemahkan jasmaninya

untuk mengurus kepentingan anak kecil, tidak berusia lanjut, yang

bahkan ia sendiri perlu diurus, bukan orang yang mengabaiakan urusan

rumahnnya sehingga merugikan anak kecil yang diurusnya, atau bukan

orang yang tinggal bersama orang yang sakit menular atau bersama

orang yang suka marah kepada anak-anak, sekalipun kerabat anak kecil

itu sendiri, sehingga akibat kemarahannya itu tidak bisa memperhatikan

kepentingan si anak secara sempurna dan menciptakan suasana yang

tidak baik.

Page 44: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

42  

4. Amanah dan berbudi, sebab orang yang curang aman bagi anak kecil

dan tidak dapat dipercaya akan dapat menunaikan keawjibannya dengan

baik. Bahkan nantinya si anak dapat meniru atau berkelakuan seperti

orang yang curang ini.

5. Islam, anak kecil muslim tidak boleh diasuh oleh pengasuh yang bukan

muslim. Sebab hadhanah merupakan masalah perwalian. Sedangkan

Allah tidak membolehkan orang mukmin di bawah perwalian orang

kafir.

6. Merdeka, sebab seorang budak biasanya sangat sibuk dengan urusan-

urusan dengan tuannya, sehingga ia tidak ada kesempatan untuk

mengasuh anak kecil.13

7. Wanita yang mengasuh itu tidak bersuamikan dengan seoarng laki-laki

yang bukam mahram dari anak yang diasuh itu karena ia sibuk

melayani keperluan suaminya sehingga untuk mengasuh anak itu sudah

hamper-hampir tidak ada waktu. Tetapi ibunya itu kawin dengan anak

asuhan itu, seperti pamannya maka perempuan itu boleh mengasuh.14

C. Pihak Pihak yang Berhak Mendapatkan Hak Hadhanah

Suatu rumah tangga, idealnya diramaikan oleh anak-anak sebagai buah hati

kasih sepasang suami istri. Buah hati yang menyenangkan itu sudah menjadi

kewajiban suam istri untuk memeliharanya dengan baik, diberikan pendidikan yang

                                                            13 Sayyid Sabiq, fiqih Sunnah 8, ( Bandung: PT ALMA’RIF , 1980 ), h. 179-184 14 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam suatu studi perbandinan dalam kalangan

Ahlusunnah wal jamaah, dan Negara-negara Islam ( Jakarta: PT Bulan Bintang,1988),h.404

Page 45: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

43  

berkualitas baik yang menyangkut “ imtak “ maupun “ iptek “sehingga ada

keseimbangan antara intelektual quotient dan spiritual quoitieun dalam diri si anak,

dan memang begitulah seharusnya orang tua yang baik yang memiliki emosi

kebapakan dan keibuan tumbuh pada jiwa yang kedua orang tua, dan dari hati mereka

terpancar sumber sensitifitas, tak pelak dalam sesitifits tersebut terdapat pengaruh

mulia dan hasil hasil positif dalam memelihara anak – anak dan kesejahteraan mereka

dan bergerak menuju kehidupan tentang dan tentram dan masa depan yang mulia dan

luhur15

Ilustrasi dari sebuah rumah tangga di atas dijelaskan oleh banyak pasangan

dan itu merupakan perwujudan dari ketaatan kepada Allah SWT, sebagimana

ditegaskan dalam Al-Qur’an:

) 6: 66/ التحريم (“ Hai orang – orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendhuharkai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakannya apa yang diperintahkannya “. ( QS.Al-Tahrim:6 )

Ayat tersebut memerintahkan untuk semua kaum muslimin untuk mengasuh

dan mendidik anak – anaknya. Di antara banyaknya rumah tangga yang bahagia, ada

                                                            15 Abdullah Nashih Ulwah, Pemeliharaan kesehatan jiwa anak ( terj ), penerjmh: Khulullah

Ahmad Masjkur Hakim, ( Bandung : Remaja Rosdakarya,1996 ), Cet, ke- 3,h.7

Page 46: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

44  

saja rumah tangga yang mengalami krisis internal sehingga terkadang menimbulkan

ketegangan. Ketegangan suami isteri biasanya timbul dari hal yang kecil seperti

perasaan yang kurang dihargai bagi isteri oleh suaminya maupun sebaliknya. Hal

kecil tersebut bila dibiarkan dan tidak coba dikomunikasikan, maka akan dapat

menjadi “ bom waktu “ yang sewaktu- waktu dapat meledak sehingga akhirnya

terjadi perceraian.

Perceraian baik yang disebabkab oleh kematian salah satu pihak atau talak,

fasakh, atau li’an, akan menimbulkan akibat bagi ” penyelenggaraan anak “ terutama

anak yang belum mumayyiz atau berumur 12 tahun. Mengenai pemeliharaan anak ini

yang lebih berhak menurut mayoritas ulama adalah ibu dikarenakan kesempurnaan

kasih sayangnya. Alasan mengapa ibu lebih didahulukan hak asuhnya dari pada ayah,

atas dasar hadist Rasulullah SAW :

هذ آان بطني له وعاء وثديي له ينبا ناهللا ا تالق ةارما ناو رمع نب اهللا دبع نعسقاء وحجري له حواء وان اباه طلقني وارد ان ينتزعه مني فقال له رسول اهللا صلي

)اخرجه أحمد(اهللا عليه وسلم انت احق به مالم تنكحي “ Dari Abdillah Bin Amr, bahwasanya seorang perempuan berkata : ya Rasulullah sesunggunya anakku ini perutku tempatnya, susuku menjadi minumnya, pangkuanku menjadi tempat pemeliharaanya, dan sesungguhnya ayahnya telah mentalaknya saya dan ia hendak mengambilnya dari saya, maka Rasulullah berkata : engkaulah lebih berhak atasnya selama engkau belum menikah .16 ( dikeluarkan oleh Imam Ahmad )

                                                            16 Al- Imam Al-Hafidz Abi Sulaiman, Sunan Abu Daud, ( al-Qahiroh : Dar al-Harrin, 1988

M/ 1408 H) , juz 2, h,292

Page 47: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

45  

Hadhanah merupakan hak bagi anak-anak yang masih kecil, karena ia

membutuhkan pengawasan, penjagaan, pelaksana urusannya dan orang yang

mendidiknya. Dan ibulah yang berkeawajiban melakukan hadhanah.17

Seorang anak pada permulaan hidupnya sampai pada umur teretentu

memerlukan orang lain untuk membantunya dalam kehidupannya, seperti makan,

pakaian, membersihkan diri, bahkan sampai kepada pengaturan bangun dan tidur.

Karena itu, orang yang menjaganya perlu mempunyai rasa kasih sayang, kesabaran,

dan mempunyai keinginan agar anak itu baik (shaleh) di kemudian hari. Disamping

itu, harus mempunyai waktu yang cukup pula untuk melakukan tugas itu. Dan yang

memiliki sayarat-syarat tersebut itu ialah wanita.18

Menurut Imam Malik dalam kitab Muwatha’ dari yahya bin sa’id berkata

Qasim bin Muahammad bahwa Umar bin Khatab mempunyai seorang anak, namanya

Ashim bin Umar, kemudian ia bercerai. Pada suatu waktu Umar pergi ke Quba dan

menemui anaknya itu sedang bermain-main di dalam masjid. Umar mengambil

anaknya itu dan meletakkannya di atas kudanya. Dalam pada itu datanglah nenek si

anak, Umar berkata, “ anakku”. Wanita itu berkata pula, “ anakku”. Maka dibawalah

perkara itu kepada khaliah Abu Bakar. Abu Bakar memberi keputusan bahwa anak

Umar itu ikut Ibunya, dengan dasar yang dikemukakannya.19

Menurut ketentuan hukum perkawinan meskipun telah terjadi perceraian

antara suami istri, mereka masih tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-

                                                            17 Sayid Sabiq, Fiquh Sunnah 8,,h.173 18 Abdurahman Ghazaly, Fiqih munaqahat,( Jakarta : Prenada Media,2003 ),h.177 19 Abdurahman Ghazaly, Fiqih munaqahat,h,178

Page 48: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

46  

anak mereka yang semata- mata ditunjukan bagi kepentingan si anak. Dalam

pemeliharaan tersebut walau pada praktiknya dijalankan oleh salah seorang dari

mereka, tidak berarti pihak lainnya terlepas dari tanggung jawab terhadap

pemeliharaan tersebut. Persoalannya jika terjadi perceraian, siapakah yang berhak

untuk memelihara si anak. 20

Apabila sepasang suami dan istri bercerai, baik dengan jalan thalak, ataupun

jalan fasah atau lian, sedangkan mereka mempunyai anak yang masih kecil, maka

yang lebbih berhak mengasuh anak mereka ialah istri, yaitu ibu anak itu. Alasannya

ialah bahwa pernah terjadi suatu peristiwa di zaman Rasulullah, seoarang perempuan

datan pada Rasulullah: “ ya Rasulullah, anakku ini adalah dari kandunganku,

pangkuanku merupakan tempatnya berlindung dan ari susuku ia mendapat minuman.

Bapaknya telah menceraikan daku dan ia hendak mengambil anak ini dari padaku.”

Rasulullah pun menjawab: “ engkau lebih berhak terhadap anak ini selama engkau

belum kawin lagi.”21

Tampaknya teks-teks suci dalam hal pemeliharaan anak , menetapkan untuk

pemeliharaan anak pada pihak ibu selama si anak belum balig dan belum menikah

dengan lelaki lain. Alasanya bisa dilihat pada pernyataan Abu Bakar Siddiq, “ ibu

lebih cendrung (sabar) kepada anak, lebih halus, lebih pemurah, lebih penyantun,

lebih baik dan lebih penyayang. Ia lebih berhak atas anaknya. Maka jelaslah yang

                                                            20 Aminur Nuruddin, Azhari Akmal Taligan, Hukum Perdata Islam di Indonesia studi kritis

perkembangan hukum islam dari fiqih.UU No 1/ 1974 sampai KHI ( Jakarta: Prenada Media,2006 ),h.296

21 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam suatu studi perbandinan dalam kalangan Ahlusunnah wal jamaah, dan Negara-negara Islam,h.400

Page 49: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

47  

berhak merawat anak adalah dari pihak istri. Alasannya seperti telah diungkap dalam

pernyataan Abu Bakar Siddiq di atas.

Masdar F. Mas’udi menyimpulkan sebagai berikut : pertama, sebagai ibu

ikatan lahiir batin dan kasih sayang dengan anak cendrung selalu melebihi kasih

sayang sang ayah. kedua, derita keterpisahan seorang ibu dengan anaknya akan terasa

lebih berat dibanding derita keterpisahan dengan seorang ayah. ketiga, sentuhan

tangan keibuan pertumbuhan dimiliki oleh ibu akan lebih menjamin pertumbuhan

mentalitas anak secara lebih sehat.22

Senada dengan penjelasan Masdar, menurut Muhammad Baqir Al-Habsyi,

sebab-sebab ibu lebih berhak adalah, karena ibu lebih memiliki kemampuan untuk

mendidik dan memperhatikan keperluan anak dalam usianaya yang masih amat muda

itu, dan juga lebih sabar dan teliti dari pada ayahnya. Di samping itu, ibu memiliki

waktu yang lebih panjang untuk melaksanakan tugasnya tersebut di banding seorang

ayah yang memiliki banyak kesibukan.23

Para ahli fiqih kemudian memperhatikan bahwa kerabat ibu lebih didahulukan

dari pada keayah dalam menangani masalah hadhanah, dan urutannya sebagai berikut

ini: jika ada suatu halangan yang mencegahnya untuk didahulukann, mislanya karena

salah satu syaratnya tidak terepenuhi, mak berpindahlah ke tangan ibu dari ibu

(nenek) dan terus ke atas. Jika ternyata ada satu halangan, maka berpindahlah ke

                                                            22 Masdar Farid Mas’udi, Hak-Hak Reproduksi Perempuan : Dialog Fikih Pemberdayaan,

( Bandung : Mizan.1997 ),h. 151-152 23 Muhammad Baqir, Al-Habsyi, Fiqih Praktis menurut Al-Qur’an dan Sunnah dab

Pendapat Ulama ( Bandung : Mizan, 2002 ) ,h. 237

Page 50: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

48  

tangan ayah, kemudian saudara perempuannya sekandung, lalu saudara

perempuannya seibu , kemudian saudara perempuan seayah. Setelah itu, kemenakan

perempuannya sekandung, lalu kemenakannya perempan seibu, kemudian saudara

perempuan ibu yang sekandung, lalu saudara perempuan yang seibu, lalu saudara

perempuan ibu yang seayah.24

Kemudian kemenekan perempuan ibu yang seayah, anak perempuan ke

saudara laki-lakinya yang sekandung, lalu anak perempuan saudara laki-lakinya yang

seibu, lalu anak perempuan saudara laki-lakinya yang seayah. Setelah itu kemudian

bibi dari ibu sekandung lalu bibi dari ibu yang seibu, lalu bibi dari dari ibu yang

seayah, lalu bibinya ibu, lalu bibinya ayah, kemudian bibinya ibu dari ayah ibu, lalu

bibinya ayah dari ayahnya ayah.25

Apabila seorang ibu uzur atau sang ibu telah meninggal dunia, maka berpindah

hak mengasuh itu kepada anggota keluarga lain, menurut Mazhab Hanafi hak asuh itu

berpindah dari ibu kepada :

1. Ibu dari ibu (nenek)

2. Ibu dari bapak

3. Saudara perempuan seibu sebapak (kandung)

4. Saudar perempuan seibu

5. Saudara perempuan sebapak

6. Anak perempuan dari saudara perempuan seibu sebapak

                                                            24 Slamet Abidin, Aminudin, Fiqih munakahat II, ( Bandung : CV Pustaka Setia, 1999 ),h.

184 25 Slamet Abidin, Aminudin, Fiqih munakahat II, h. 185

Page 51: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

49  

7. Anak perempuan dari saudara perempuan seibu

8. Bibi (saudara perempuan ibu)

9. Bibi (saudara perempuan bapak)

Adapun menurut pandangan dari kalangan mzhab Maliki, urutan perpindahan itu

sesudah ibu.

1. Ibu dari ibu (nenek)

2. Bibi kandung

3. Bibi seibui

4. Bibi ibu (saudara perempuan nenek)

5. Bibi ibu (saudar perempuan Bapak dari Ibu)

6. Bibi Bapak (saudara perempuan kakek)

7. Ibu dari ibu (ibu nenek)

8. Ibu dari Bapak (nenek)

Menurut mazhab Hanbali, urutan hak mengasuh itu sesudah ibu

1. Ibu dari ibu (nenek)

2. Ibu dari ibunya ibu (ibu nenek)

3. Bapak

4. Ibu dari bapak (nenek)

5. Kakek

6. Ibu kakek

7. Saudara perempuan seibu bapak

8. Saudara perempuan seibu

Page 52: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

50  

9. Saudara perempuan sebapak

10. Bibi kandung (saudara perempuan dari ibu)

11. Bibi seibu, dan seterusnya26

Menurut mazhab Syafi’ie, orang yang paling utama untuk mengasuh anak

adalah dengan urutan sebagai berikut:

1. Ibu yang belum menikah dengan laki-laki lain

2. Ibu dari ibu, dan seterusnya ke atas

3. Bapak

4. Ibu dari bapak (nenek)

5. Saudara yang perempuan

6. Tante (bibi)

7. Anak perempuan

8. Anak perempuan dari saudara laki-laki

9. Saudara perempuan dari bapak.27

D. Kewajiban Biaya Pemeliharaan Anak

Seorang ibu yang mengasuh anaknya atau orang lain berhak mendapatkan

atau menerima ongkos atau upah jasa yang sudah diberikan dalam mengasuh anak itu

apabila perempuan itu sudah tidak menjadi istri bapak dari anak yang diasuhnya itu,

atau sudah tidak dalam iddah raj’inya lagi. Upahnya diambil dari sebagian harta anak

                                                            26 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam suatu studi perbandingan dalam kalangan

Ahlusunnah wal jamaah, dan Negara-negara Islam ,h.403 27 Slamet Abidin, Aminuddin, FIqih Munaqahat 2, ( Bandung : CV Pustaka Setia, 1999 ),h.

186

Page 53: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

51  

itu sendiri kalau dia mempunyai harta (seperti sejumlah kekayaan yang dihadiahkan

orang). Kalau anak itu tidak mempunyai harta, maka upah tersebut menjadi

kewajiban bapaknya memberi nafkah kepada anak itu.28

Ibu memang berhak mendapatkan upah dari mengasuh anaknya namun ibu

tidak berhak mendapatkan biaya asuhan seperti upah menyusukan anaknya selama

dia berstatus istri atau sedang dalam masa iddah. Karena pada masa itu dia masih

mendapat belanja dari suami, sebagaimana firman Allah :

⌧ ☺

⌧ ☺

)233: 2/ البقرة ( .“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma`ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas

                                                            28 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam suatu studi perbandingan dalam kalangan

Ahlusunnah wal jamaah, dan Negara-negara Islam ,h.408

Page 54: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

52  

keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” ( QS Al-Baqarah : 233 )

Ayah wajib membayar upah penyusuan dan hadhanah ia juga wajib membayar

ongkos sewa rumah atau perlengkapan jika sekiranya si ibu tidak punya rumah

sendiri sebagai tempat mengasuh anak kecilnya.29 Ia juga wajib membayar gaji

pembantu rumah tangga atau menyediakan pembantu tersebut jika si ibu

membutuhkannya, dan ayah memiliki kemampuan untuk itu. Hal ini bukan termasuk

dalam bagian nafkah khusus bagi anak kecil, seprti : makan, minum, tempat tidur,

obat-obatan, dan keperluan lain yang pokok yang sangat dibutuhkannya. Tetapi gaji

ini hanya wajib dikeluarkannya saat ibu pengasuh menangani asuhannya. Dan gaji ini

menjadi hutang yang ditanggung oleh ayah serta baru bisa lepas dari tanggungan ini

kalau dilunasi atau dibebaskan.30

Jika di antara kerabat anak kecil ada orang yang pandia mengasuhnya dan

melakukannya dengan suka rela, sedangkan ibunya sendiri tidak mau kecuali kalau

dibayar, maka jika ayahnya mampu, dia boleh paksa untuk membayar upah kepada

ibunya tersebut dan ia tidak boleh menyerahkan kepada kerabatnya perempuan yang

mau mengasuhnya dengan suka rela, bahkan si anak kecil harus tetap pada ibunya.

Sebab asuhan ibunya lebih baik untuknya apabila ayahnya mampu membayar

untuk upah ibunya. Tetapi kalau ayahnya tidak mampu, ia boleh menyerahkan anak

kecil itu kepada kerabatnya yan perempuan untuk mengasuhnya dengan suka rela,                                                             

29 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 8, h,.186 30 Abdurahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, ( Jakarta: Prenada Media, 2003 ),h.187-188

Page 55: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

53  

dengan syarat perempuan ini dari kalangan kerabat si kecil dan pandai mengasuhnya.

Hal ini berlaku apabila nafkah itu wajib ditanggung oleh ayah. Adapun apabila si

kecil itu sendiri mempunyai harta untuk membayar nafkahnya, maka anak kecil inilah

yang membayar kepada pengasuh suak relaanya. Di samping itu untuk

menjaga hartanya juga karena ada salah seorang kerabatnya yang menjaga dan

mengasuhnya.31

Jika ayah tidak mampu, si anak kecil sendiri juga tidak memiliki harta, sedang

ibunya tidak mampu unutuk mengasuhnya kecuali kalau bayar, dan tidak seorang

kerabat pun yang mau mengasuhnya dengan suka rela maka ibu dapat dipaksa untuk

mengasuhnya, sedangkan upah (bayarannya) menjadi hutang yang wajib dibayar

oleh ayah, dan bisa gugur kalau telah dibayar atau dibebaskan.32

Di dalam Kompilasi Hukum Islam pada pasal 156 point D dan F akibat

putusnya suatu ikatan perkawinan karena peceraian ialah:

• Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab

ayah menurut kemampuannya sekurang-kurangnya sampai anak

tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri (21 tahun)

• Pengadilan dapat pula dengan menngingat kemampuan ayahnya

menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan

anak-anaknya yang tidak turut padanya.33

                                                            31 Slamet Abidin, Aminudin, Fiqih Munakahat, ( Bandung : CV Pustaka Setia, 1999 ),h. 183 32 Slamet Abidin, Aminudin, Fiqih Munakahat, h.183 33 Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam,( CV. Nuansa Aulia , 2008) ,h. 48-49

Page 56: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

54  

Menurut mazhab Maliiki dan Imamiyah wanita pengasuh tidak berhak atas

upah pengasuhan yang diberikannya, akan tetapi Imamiyah menegaskan bahwa sang

ibu berhak atas upah kalau anak yang disusui itu mempunyai harta, maka orang yang

menyusuinya diberi upah yang diambil dari hartanya, upah itu menjadi tanggung

jawab ayahnya bila ayahnya mampu34.

Menurut mazhab Hanafi, pengasuh wajib memperoleh upah ketika sudah

tidak ada lagi ikatan perkawinan ibu dan Bapak si anak, dan tidak pula dalam masa

iddah dalam talak raj’i, demikian pula halnya bila ibunya berada dalam keadaan iddah

dari talak bain atau fasakh nikah yang masih berhak atas nafkah dari ayah si anak.

Upah bagi orang yang mengasuh wajib diambilkan dari harta si anak bila dia

mempunyai harta, dan bila tida, upah itu menjadi tanggungan orang yang

berkewajiban memberi nafkah kepadanya35.

E. Masa Pemeliharaan Anak

Tidak terdapat ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis yang menerangkan dengan tegas

tentang masa hadhanah, hanya terdapat isyarat-isyarat yang menerangkan ayat

tersebut. Karena itu para ulama berijtihad sendiri-sendiri dalam menetapkan dengan

berpedoman kepada isyarat-isyarat itu. Seperti menrut mazhab Hanafi : hadahanah

anak laki-laki berakhir pada saat anak itu tidak memerlukan lagi penjagaan dan telah

dapat menguru keperluannya sehari-hari, seperti makan, minum, mengatur pakaian,

                                                            34 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih lima Mazhab ( terjamah ), h. 48 35 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih lima Mazhab ( terjamah ), h. 47-48

Page 57: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

55  

membersihkan tempatnya dan sebagiannya. Sedangkan masa hadhanah wanita

berakhir apabila ia telah baligh, atau telah datang masa haid pertama.36

Menurut kompilasi Hukum Islam masa pemeliharaan anak adalah sampai

anak itu dewasa dan dapat megurusi dirinya sendiri. Batas usianya adalah ketika anak

sudah mencapai umur 21 tahun sebagaimana bunyi dari pasal 156 point d :

“ semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut

kemampuannya, sekurang-kurangnya, sampai anak tersebut dewasa dan dapat

mengurusi dirinya sendiri 21 tahun.37

Adapun ulama-ulama Hanafi yang datang kemudian memberi batasan

berdasarkan ijtihad karena pertimbangan kondisi anak, tempat dan masanya. Maka

mereka menentukan batas usia untuk anak laki-lakai 7 tahun dan untuk anak

perempuan 9 tahun. Ada pula di antara mereka yang memberi batas untuk anak laki-

laki berusia 9 tahun dan untuk anak perempuan 11 tahun. Fatwa yang berlaku pada

mazhab ini ialah untuk anak perempuan berumur 9 tahun batas maksimal untuk

diasuh. Apabila anak itu sudah melewati batas maksimal itu, bapaknya boleh

mengambil anak itu dari ibunya. Seterusnya apabila anak itu sudah mencapai usia

rusd (sempurna akalnya) ia boleh memilih tempat tinggalnya sendiri. Anak yang

sudah baligh tidak menjadi kewajiban ayahnya lagi untuk memberi nafkah kecuali

karena sedang menuntut ilmu.

                                                            36 Abdurahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, ( Jakarta : Prenada Media, 2003 ),h.185 37 Abdurahman , Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,h.151

Page 58: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

56  

Menurut mazhab Maliki, menyatakan bahwa batas usia seorang anak untuk

diasuh ialah sejak anak itu lahir sampai baligh. Untuk anak perempuannya adalah

ialah sejak lahir sampai kawin, bahkan sampai ia dicampuri suaminya. Sedangkan

menurut mazhab Syafi’ie, tidak ada batas tertentu untuk mengasuh seorang anak

kecil, karena tidak ada suatu keterangan yang tegas dalam hal itu. Seorang anak tetap

tinggal bersama ibunya (apabila orang tuanya bercerai) sehingga anak itu bisa

mempertimbangkan sendiri unutuk memilih di mana ia tinggal, diantara ibu atau

bapaknya. Kalau anak itu memilih kedua orang tuanya, maka harus dilakukan undian.

Akan tetapi kalau anak itu tidak melakukan pilihannya siapapun, maka ia tetap

tinggal bersama ibunya.38

Akan tetapi mazhab Hanbali memberi batasan untuk mengasuh seorang anak,

baik laki-laki maupun perempuan, ialah berumur 7 tahun. Kalau seorang anak sudah

melewati usia tersebut dan kedua orang tuanya setuju tentang tempat tinggal anak itu,

maka di tempat yang disetujui itulah anak itu tinggal. Tetapi kalau persetujuan yang

demikian tidak ada, bahkan kedua orang tua itu berselisih dalam menentukan

tempatnya, maka terserah kepada pilihan anak itu sendiri untuk menentukan

tempatnya.

Kalau anak itu memilih di tempat yang mudah merusaknya akhlaknya (salah

seorang orang tuanya suka mengerjakan yang tidak baik) maka anak itu harus

dipaksakan tinggal di tempat yang dapat terpelihara budi perketinya. Adapun anak

                                                            38 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam suatu studi perbandinan dalam kalangan

Ahlusunnah wal jamaah, dan Negara-negara Islam ,h.405

Page 59: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

57  

                                                           

perempuan, apabila sudah berusia 7 tahun, bapaknya berkewajiban menjaganya

dengan baik sampai anak itu kawin. Bapak dianggap lebih mampu mengawasinya

karena itu diserahkan kepadanya meskipun ibu anak itu mau mengawasinya dengan

suka rela.39

Para ahli fiqih berbeda pendapat tentang batas umur bagi anak kecil laki-laki

tidak memerlukan hadahnah. Sebagian mereka menetapkan 7 tahun, sebagian lagi 9

tahun, dan yang lain adalah 11 tahun. Jika hakim menganggap merupakan

kemashlahatan bagi anak-anak ini tetap tinggal dalam asuhan seorang wanita, maka ia

boleh memutuskan demikian sampai umur 9 tahun bagi laki-laki, dan 11 tahun bagi

perempuan.40

 39 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam suatu studi perbandingan dalam kalangan

Ahlusunnah wal jamaah, dan Negara-negara Islam,h.406 40 Slamet Abidin, Aminudin, Fiqih Mnakahat ,h.184

Page 60: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

BAB IV

EFEKTIFITAS PASAL 105 POINT c jo PASAL 156 POINT D

KOMPILASI HUKUM ISLAM

A. pasal 105 point c jo pasal 156 point d

Kompilasi Hukum Islam

Latar belakang Munculnya

Kehadiran Kompilasi Hukum Islam (KHI) merupakan rangkaian dari fenomena

sejarah hukum nasional yang momentumental terutama bagi umat Islam Indonesia

karena bagaimana tidak, Negara Indonesia sebagai Negara hukum yang mayoritas

penduduknya beragama Islam adalah merupakan realitas sosial, karena itu sangat

relevan apabila hukum Islam di formalisasikan menjadi sumber rujukan dalam

pembentukan hukum nasional.

Disebabkan belum adanya Kompilasi Hukum Islam yang dapat memberikan

kepastian hukum bagi umat Islam Indonesia. Pemerintah telah menetapkan suatu

proyek untuk mengkompilasikan Hukum Islam. Kompilasi Hukum Islam ini

dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi hakim di lingkungan peradilan agama

dalam menangani kasus kasus yang menyangkut kepentingan umat Islam Indonesia

khususnya di bidang hukum perdata Islam (keluarga). Kompilasi Hukum Islam

(KHI) dalam bentuk instruksi Presiden (Inpres) No. 1 tahun 1991 merupakan suatu

langkah besar di dalam mepositifkan hukum Islam di Indonesia. Dengan lahirnya

Kompilasi Hukum Islam (KHI) telah jelas dan pasti nilai – nilai tata hukum Islam di

58 

Page 61: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

59  

bidang Perkawinan, hibah, wasiat, waqaf, dan warisan yang kesemuanya ini bertujuan

menyamakan persepsi dalam penegakan hukum, kebenaran dan keadilan melalui

Kompilasi Hukum Islam (KHI). Masyarakat Islam dalam mencari keadilan di

Peradilan Agama akan menemukan nilai – nilai tata hukum yang dipertarungkan I

forum Peradilan Agama serta kaidah dan rumusannya dengan apa yang seharusnya

ditetapkan oleh para hakim di seluruh Nusantara.1 Pendapat yang diutarakan oleh M

Yahya Harahap selaku ketu tim perumus Kompilasi Hukum Islam tersebut

merupakan harapan yang harus kita tangkap semangatnya. Harapan tersebut akan

terasa hampa tanpa disesuaikan dengan kenyataan di lapangan pada akhirnya. Tujuan

tersebut di atas sangat relevan karena sebelum lahirnya Kompilasi Hukum Islam

(KHI). Banyak dari Hakim di lingkungan Peradilan Agama memutus sesuai dengan

latar belakang pemahaman fiqihnya seperti yang telah dijelaskan pada dipergunakan

di lingkungan Peradilan Agama memang sangat membantu bagi para hakim di dalam

menyelesaikan kasus. Kondisi yang Obyektif demikian pada suatu Hakim, karena

hanya merujuk ke Kompilasi Hukum Islam dalam memutuskan perkara, tetapi pada

sisi lain, karena perubahan waktu dan zaman tentunya membuat putusan haruslah

dipertimbangkan dengan matang sesuai dengan kondisi yang dihadapi2. Sesuai

dengan pernyataan di atas karena walaupun sudah digeneralisasi guna meminimalisir

pemakain berbagai macam kitab – kitab fiqih oleh para hakim di lingkungan

Peradilan Agama tidak menutup kemungkinan akan timbul kembali perbedaan

                                                            1 M Yahya Harahap, kedudukan Kewenangan dan Acara Peradiilan Agama, h. 25 2 M Amin Suma, dalam 10 tahun Undang – undang Peradilan Agama, Panitia seminar

Nasional 10 tahun UU PA, Cet. Ke-1, h. 60

Page 62: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

60  

keputusan. Mengenai hal ini, oleh Karena itu penulis mengarahkan tentang

bagaimana efektifitas Kompilasi Hukum Islam dalam menyelesaikan perkara biaya

hadhanah akibat perceraian.

Penyelesian perkara hadhanah di Pengadilan Agama merupakan suatu

fenomena yang banyak di temui di lapangan, karena biasanya hal ini menyertai dalam

perkaa perceraian, dimana para pihak yaitu suami dan istri yang bercerai menuntut

hak untuk mengasuh anak-anak dan pembebanan pembiayaan hadhanah setelah

nantinya mereka resmi bercerai.

Dalam mengomentari pembebanan kewajiban pembiayaan hadhanah akibat

perceraian, Kompilasi Hukum Islam (KHI) memuat dalam pasal 105 point c dan pasal

156 point d, ditekankan pada poin c bahwa biaya pemeliharaan hadhnah akibat

perceraian ditanggung oleh ayahnya, serta pada point d menekankan bahwa semua

biaya hadahanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut

kemampuannya, sekurang – kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat mengurusi

dirinya sendiri. Kedua pasal ini cukup efektif dalam merealisasaikan Kompilasi

Hukum Islam sebagai hukum materi di lingkungan Pengadilan Agama. Berdasarkan

hasil wawancara penulis dengan hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat yaitu Uyun

Kamiruddin 3. Beliau menyatakan bahwa memang Kompilasi Hukum Islam cukup

efektif dijadikan sebagai rujukan atau pedoman majelis hakim, khususnya mengenai

pembiayaan hadhanah ketika sang ibu ingin menetapkan pembiayaan tersebut majlis

hakim mengabulkan atas penetapan biaya untuk sang anak. Ketika penetapan biaya                                                             

3 Uyun Kamiruddin, wawancara Pengadilan Agama Jakarta Pusat,( Jakarta 19 juli-2010 )

Page 63: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

61  

hadhanah dikabulkan oleh majlis hakim nampaknya pasal ini efektif saja dengan

indikator ketika majlis hakim menetapkan bahwa sang ayah membayar biaya

hadhanah untuk sang anak. Akan tetapi apabila ayah tidak mampu sama sekali

ataupun tidak mau bertanggung jawab di dalam kewajiban itu, ibu ikut membantu

ayah di dalam biaya tersebut dan bila ayah tidak bertanggung jawab ibu bisa

memohon untuk mengeksekusi atas putusan yang dijatuhkan oleh hakim, namun

sejauh ini di Pengadilan Agama Jakarta Pusat hampir tidak menerima permohonan

eksekusi pengadilan terhadap putusan pembiayaan hadhanah yang ayahnya tidak

bertanggung jawab.

Pendapat praktisi Hukum yaitu hakim memang cukup beralasan karena

besarnya tanggung jawab yang diemban para hakim di lingkungan Peradilan Agama.

Mengenai hal ini dijelaskan dalam penjelasan UU No 14 tahun 1970, I Umum, butir

enam dijelaskan :

“ pada hakikatnya segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas badan-

badan penegak hukum dan keadilan tersebut, baik dan buruknya tergantung dari

manusia-manusianya pelaksanaannya, in case para hakim“4. Di samping itu

tanggunga jawab hakim meliputi :

1. ang Maha Esa, seperti yang dijelaskan dalam

( pasal 4 ayat I UU No 14 tahun 1970 )

Memutus atas nama Tuhan Y

                                                            4 Bismar Siregar, Hukum, Hakim, dan keadilan Tuhan, ( Jakarta: Gema Insani Press, 1995 ).

Cet, ke-1,h.34

Page 64: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

62  

2. gt bijaksana dan bertanggung jawab, pertama

kepada Tuhan Yang Maha Esa (pasal 4 ayat I UU No 14 tahun 1970)

3. Mengadili, menemukan, dan merumu

Memutus sebagai hakim yan

skan hukum yang sesuai dengan rasa

keadilan yang hidup di kala

nt d Kompilasi Hukum Islam

meman

156 pont d Kompilasi Hukum Islam.

                                                           

ngan rakyat (pasal 27 ayat 1 UU No 4 tahun

1970)5.

Efektifitas pasal 105 point c jo pasal 156 poi

g cukup efektif, selama menghadapi kasus sang ayah melaksanakan semua

yang telah dijelaskan atau diputuskan oleh majelis hakim. Namun jika ayah tidak

bertanggung jawab atau tidak mampu inilah yang akan terjadi masalah. Karena di

dalam pasal 105 point c jo pasal 156 point d tidak menjelaskan apabila ayah tidak

mampu sama sekali dan ayah tidak bertanggung jawab di dalam pembiayaan tersebut.

Apabila hal tersebut ditemui dalam pemeriksaan majelis hakim, tentunya para hakim

akan menganbil rujukan selain Kompilasi Hukum Islam. Bila seperti ini, penulis

berpendapat Kompilasi Hukum Islam masih jauh dari sempurna dengan tujuannya

sehingga dapat menyebabkan para hakim untuk menggunakan rujukan lain selain

Kompilasi Hukum Islam. Dan yang paling sederhana saja dalam masalah pembiayaan

hadhanah, pasal 105 point c jo pasal 156 point d tidak disertai dengan pengikut

sertaan ibu di dalam memikul biaya tersebut. Mengenai hal ini penulis mencoba

memaparkan latar belakang timbulnya lalu menganalisis pasal 105 point c dan pasal

 5 Bismar Siregar, Hukum, Hakim, dan keadilan Tuhan, . Cet, ke-1,h.35

Page 65: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

63  

Berbicara mengenai latar belakang sudah barang tentu akan tergambarkan

dan terjawab oleh ulama-ulama ataupun pembuat Kompilasi Hukum Islam itu

sendiri, n

56 Point d Kompilasi Hukum Islam

kemampuan sang ayah sekurang-kurangnya sampai anak itu berumur 21 tahun..

                                                           

amun dari hasil wawancara yang saya dapatkan dari Uyun Kamiruddin

selaku Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Pusat.6 Secara tinjauan filosofi pasca

bercerai dampak perceraian suami dan isteri anak-anak lah yang jadi korban. Karena

dalam tatanan yang real ternyata anak anaklah yang dalam hal ini menjadi korban

perceraian kedua orang tuanya, banyak dari anak-anak yang terlantar baik ditinjau

dari segi moril dan materi. Hal inilah yang merupakan faktor lahirnya pasal 105 point

c jo pasal 156 point d, pasal ini lahir guna untuk melindungi hak-hak anak yang

menjadi korban perceraian kedua orang tuanya, agar masa depan anak bisa berjalan

terus tanpa tidak terkatung-katung.7Dan yang selanjutnya yang melatar belakangi

pasal ini muncul ialah pihak dari ibu ataupun Bapak merasa paling berhak dan pantas

untuk mengasuh anak hasil dari perkawinan mereka. Oleh karena itu pasal ini lahir,

guna untuk memberikan rasa keadilan diantara pihak Bapak, Ibu dan juga pihak anak.

Tentunya jika pasal ini tidak ada maka dampaknya para orang tua akan mengabaikan

kewajiban dan hak - haknya sebagai orang tua.

B. Analisis pasal 105 point c jo pasal 156 point d Kompilasi Hukum Islam

Menurut pasal 105 Point c dan pasal 1

bahwa kewajiban pembiayaan hadhanah di bawah tanggung jawab sang ayah menurut

 6 Uyun Kamiruddin, wawancara Pengadilan Agama Jakarta Pusat,( Jakarta 19 juli-2010 ) 7 Uyun Kamiruddin, wawancara Pengadilan Agama Jakarta Pusat,( Jakarta 19 juli-2010 )

Page 66: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

64  

Keten

ratan yang mudah karena masalah biaya hadhanah adalah

perso

tuan dalam pasal 105 point c dan pasal 156 point d Kompilasi Hukum Islam

tersebut tentu saja tidak bertentangan dengan Konsep Hukum Islam, namun ketika

melihat pada zaman sekarang ini yang dimana ekonomi sangat carut marut dan juga

krisis ahlak yang mengakibatkan sikap tidak tanggung jawabnya seorang ayah dan

ketidakmampuan ayah di dalam biaya hadhanah sehinggga kedua pasal ini akan jauh

dari sempurna dengan tujuannya sehingga dapat menyebabkan para hakim untuk

menggunakan rujukan lain selain Kompilasi Hukum Islam. Tampaknya pasal 105

Point c dan pasal 156 Point d Kompilasi Hukum Islam (KHI) hanya

mempertimbangkan dari aspek non materialnya saja dan kurang memberi penekanan

dari aspek material.

Meskipun menurut Kompilasi Hukum Islam bahwa semua biaya hadhanah

menjadi tanggungan ayahnya sampai anak berumur 21 tahun, namun bukan serta

merta tanpa persya

alan yang menyangkut masa depan lahir dan batin, pendidikan seorang anak,

maka dari itu harus ada yang menanggung biaya hadhanah baik dari bapak ataupun

Ibu. Di dalam pasal 105 point c jo pasal 156 point d Kompilasi Hukum Islam

mengenai biaya hadhanah anak yang masih di bawah umur akibat perceraian tidak

mengatur suatu ketentuan yang melarang ibu ikut memikul biaya hadhanah

disebabkan bapak tidak bisa memenuhi kewajibannya. Dengan kata lain pasal 105 ini

mengartikan bahwa tidak ada pengecualian di dalam pembiayaan tersebut, karena

pasal 105 point c jo pasal 156 point d ini tetap mewajibkan pembiayaan hadhanah itu

mutlak di tangan sang ayah, meskipun di dalam pasal 156 point f yang menjelaskan

Page 67: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

65  

“bahwa pengadilan dapat mengingat kemampuan ayah dan menetapkan jumlah biaya

untuk pemeliharaan dan pendidikan anak”. Akan tetapi kata kemampuan di sini

mengartikan bahwa kewajiban ayah memang mutlak, padahal merawat dan mendidik

anak itu adalah tanggung jawab keduanya, meskipun dalam hal ini ayah pencari

nafkah. Seyogyanya pasal ini bisa melihat kemampuan ayah secara materil maupun

psikis. Tentunya hal ini akan berdampak kepada sang ayah itu sendiri, karena ketika

sesuatu putusan telah berkekuatan hukum tetap (BHT), maka putusan itu harus

dijalankan sebagaimana mestinya. Khususunya di dalam masalah ketika ayah tidak

mampu sama sekali di dalam pembiayaan tersebut, dan dari pihak ibu pun tidak mau

bertanggung jawab bersama di dalam pemeliharaan anak. Pihak ibu akan meminta

kepada pengadilan untuk mengeksekusi putusan untuk memaksa ayah membayar

biaya hadhanah.

Adapun selanjutnya mengenai sikap ataupun prilaku ayah yang tidak mau

bertanggung jawab atau tidak patuh kepada putusan majelis hakim. Di dalam kedua

pasal ini memang tidak menjelaskan bagaimana apabila sang ayah tidak bertanggung

jawab di dalam pembiayaan hadhanah anak, tidak ada pasal 105 maupun 156 yang

menjelaskan bahwa ketika ayah tidak bertanggung jawab maka pengadilan bisa

menjalankan eksekusi paksa. Suatu putusan yang tidak dijalankan sebagaimana

mestinya bisa dieksekusi paksa, dari pihak ibu bisa memohon eksekusi putusan ke

Pengadilan Agama atas ketidak patuhannya ayah di dalam menjalankan putusan

Hakim. Yang di mana bentuk eksekusinya yaitu dengan memaksa kepada ayah

Page 68: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

66  

dengan melibatkan pihak aparat yang berwenang, terutama polisi8. Eksekusi

putusannya memaksa ayah atau pihak yang kalah dalam persidangan untuk

membayar biaya hadhanah ataupun yang tertera di surat putusan yang dikeluarkan

oleh Pengadilan Agama. upaya paksa ini dilakukan atas permohonan pihak yang

memenangkan perkara untuk melaksanakan dari pada kewajiban. itu karena pihak

yang menang ataupun ibu meminta kepada Pengadilan untuk mengeksekusi paksa

kepada pihak yang kalah ataupun ayah. Lahirnya pasal ini bertujuan untuk

menjamin hak-hak anak pasca bercerai kedua orang tuanya, semestinya kedua pasal

ini mengatur atas kasus – kasus tersebut. Agar hak – hak anak terjamin. Di sini

penulis dapat mengatakan bahwa pasal 105 point c jo pasal 156 point d Kompilasi

Hukum Islam masih terdapat kekurangan di dalam menjelaskan kewajiban sang ayah

dalam membiayai hadhanah anak yang belum mumayyiz akibat perceraian karena

hanya secara umum.

Lebih jauh lagi masayarakat Muslim Indonesia yang merupakan mayoritas dan

sebagian ada yang menganggap KHI sebagai fikih nasional. Mereka akan

beran

                                                           

ggapan pasal 105 point c jo pasal 156 point d Kompilasi Hukum Islam adalah

mutlak , akan tetapi bagi sebagian orang lagi tidak menganggap demikian.Selanjutnya

di lingkungan Peradilan Agama, kompilasi Hukum Islam secara umum merupakan

salah satu hukum materil PA dan tujuan awalnya untuk menghilangkan ketidak

seragaman para hakim di lingkungan Peradilan Agama dalam mengambil rujukan

untuk memutuskan perkara yang berdampak disparitas antara putusan. kompilasi  

8 Rifyal Ka’bah, Permasalahan Hadhanah, WWW.Goegle.com

Page 69: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

67  

Hukum Islam lahir untuk menghilangkan hal ini. Apabila dalam kenyataanya para

hakim masih belum dapat menemukan jawabannya di dalam Kompilasi Hukum Islam

khususnya mengenai pembiayaan hadhanah pasca perceraian, pasal 105 jo 156 hanya

mewajibkan ayahlah yang harus mebiayai hadhanah tanpa ada penjelasan yang lebih

lanjut jika pada kenyataanya ayah tidak mampu sama sekali ataupun tidak

bertanggung jawab.

Berdasarkan wawancara penulis dengan hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat

Uyun Kamiruddin 9 bahwa dalam hal pembiayaan anak yang belum mumayyiz akibat

perce

asal 156 point d Kompilasi Hukum Islam masih belum secara

maksimal dan sempurna dengan tujuannya. Sehingga dapat menyebabkan para hakim                                                            

raian maka hukum asalnya ialah kewajiban pembiayaan hadhanah itu di bawah

tanggung jawab sang ayah menurut kemampuan sang ayah sekurang-kurangnya

sampai anak itu berumur 21 tahun. Dalam hal kewajiban pembiayaan ayahlah yang

harus berkewajiban untuk membayarnya, namun jika pada kenyataannya ayah tidak

dapat membiayai maka kewajiban itu pun tetap melekat kepada ayah, akan tetapi ibu

ikut memikul biaya tersebut. Sehingga pihak dari ibu tidak bisa lepas dari tanggung

jawab di dalam memberikan biaya terhadap anaknya tersebut, karena sampai

kapanpun kewajiban itu akan selalu melekat terhadap kedua orang tua khususnya

ayah. Serta aspek kemampuan pun harus menimbang sesuai kemampuan materil

ataupun psikis .

Berdasarkan ulasan di atas, penulis dapat memberikan komentar bahwa pasal

105 point c jo p

 9 Uyun Kamiruddin, wawancara Pengadilan Agama Jakarta Pusat,( Jakarta 19 juli-2010 )

Page 70: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

68  

untuk

Biaya pemeliharaan anak ditanggung oleh ayahnya

ebut

berumur 21 tahun.

menggunakan rujukan lain selain Kompilasi Hukum Islam. Setidaknya

Kompilasi Hukum Islam khususnya dalam pasal 105 pasal c jo 156 pasal d dilengkapi

dengan pengecualian apabila bapak tidak mampu sama sekali di dalam membiayai

hadhanah agar ketika menghadapi permasalahan yang bersifat kasusistik seperti

bapak tidak bisa membayar biaya hadhanah dan tidak bertanggung jawab atas biaya

tersebut. Mejelis hakim tetap berpedoman pada Kompilasi Hukum Islam sehingga

dapat dipergunakan sepenuhnya tanpa meniggalkan sedikitpun. pasal 105 point c jo

pasal 156 point d tidak mengakomodir ketika ayah tidak mampu sama sekali dan

tidak bertanggung jawab di dalam masalah hadhanah, itu karena pasal 105 point c jo

pasal 156 point d hanya membahas kewajiban ayah dari aspek non materil saja.

Dalam Pemeliharaan anak atau istilah disebut dengan hadhanah, pelaksanaanya tidak

hanya sebatas pada kegiatan formalitas yang begitu saja tanpa dibarengi dengan

mendidik dan pembiayaan yang bertujuan menjadikan anak sehat baik moril dan

materil .

Kemudian dalam Kompilasi Hukum Islam yang merupakan hukum materil di

lingkungan Peradilan Agama dalam pasal 105 point c jo 156 point d disebutkan :

• Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah

menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak ters

Page 71: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

69  

Da si Hukum Islam sebagai rujukan di lingkungan

gama, khususnya mengenai masalah kewajiban ayah tentang pembiayaan

ahnah anak yang belum mumayyiz akibat percer

lam pengunaan Kompila

Peradilan A

had aian maka pasal 105 point c jo

elesaikan perkara. Khususnya di dalam kasus

pembiay

pasal 105

point c

berada di bawah kekuasaan majelis hakim sebagai pemegang kebijakan dalam

156 pointd dijadikan pedoman dalam memutuskan perkara tersebut sepanjang bapak

mau bertanggung jawab dan juga mampu membiayai hadanah dan tidak terdapat

klausul yang mengganti kewajiban bapak apabila kenyataannya bapak tidak mampu

ataupun tidak bertanggung jawab.

Kompilasi Hukum Islam digunakan sebagai hukum materil di lingkungan

peradilan Agama dalam penerapannya tidak serta mengekang kebebasan hakim dalam

memeriksa, memutus, dan meny

aan ini, apabila kenyataanya sang ayah tidak mampu dan tidak bertanggung

jawab, meskipun di dalam pasal 105 point c jo 156 pointd Kompialasi Hukum Islam

hanya menyebutkan kewajiban seorang bapak di dalam masalah biaya tanpa

pengecualian, bukan berarti harus dilaksanakan begitu saja akan tetapi hakim harus

memperhatikan hukum yang hidup di masyarakat dalam hal ini hukum adat yang

lebih tinggi dari kompilasi Hukum Islam di lingkungan Peradilan Agama.

Efektifitas Kompilasi Hukum Islam secara umum memang cukup memadai

dan dapat memenuhi kebutuhan hukum bagi para hakim dalam memutus suatu

perkara. Khususunya dalam masalah hadhanah, Kompilasi Hukum Islam

jo 156 point d hanya menjelaskan secara global dan ini merupakan hukum

asal dan apabila terdapat perkara yang bersifat kasuistik maka keputusan akhirnya

Page 72: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

70  

mengambil keputusan karena Kompilasi hanyalah sebuah instruksi Presiden (Inpres)

No. 1 tahun 1991 bukanlah sebuah Undang-undang, namun kehadiran Kompilasi

Hukum Islam ini merupakan langkah besar di dalam mempositifkan Hukum Islam

khususnya di Indonesia.

Page 73: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

71  

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian dan analisis di atas pada bab-bab terdahulu, maka penulis dapat

memberikan kesimpulan bahwa :

Pasal 105 point c jo pasal 156 point d kompilasi Hukum Islam di dalam

penggunaanya sebagai hukum Peradilan Agama cukup

terasa cukup efektif ketika menghadapi

ermasalahan yang ayah tidak mampu sama

sekali ataupun tidak

pas

kan faktor lahirnya pasal 105 point c jo pasal 156 point d,

pasal ini lahir guna untuk m

korban perceraian kedua orang tuanya.

materil di lingkungan

efektif dengan beberapa catatan :

a. Kedua pasal ini akan

permasalahan sang ayah mampu dan menyanggupi terhadap biaya

hadhanah anak.

b. Apabila terjadi suatu p

bertanggung jawab seyogyanya pasal 105 point

c jo pasal 156 point d kompilasi Hukum Islam dapat menjelaskan

pengecualian terhadap biaya tersebut.

1. latar belakang lahirnya al ini ialah :

a. Karena dalam tatanan yang real ternyata anak anaklah yang dalam hal

ini menjadi korban perceraian kedua orang tuanya, banyak dari anak –

anak yang terlantar baik ditinjau dari segi moril dan materi. Hal inilah

yang merupa

elindungi hak-hak anak yang menjadi

Page 74: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

72  

b. Bapak merasa paling berhak dan pantas untuk

mengasuh anak hasil dari perkawinan mereka. Oleh karena itu pasal ini

lahir, guna untuk memberikan rasa keadilan dan membatasi antara hak

kewajiban pihak Bapak, Ibu dan juga pihak anak.

2. Langkah yang dilakukan jika ayah tidak mampu sama sekali dan tidak

bertanggung jawab di dalam biaya hadhanah ialah:

Pihak dari Ibu ataupun

Di dalam pasal 105 poi

b. Pihak ibu bisa memoh

mana bentuk eksekusinya yaitu dengan memaksa kepada ayah

dengan melibatkan pi

an. Dan juga karena di

am pasal ini hanya men

a. nt c dan pasal 156 point d tidak menjelaskan jika

sang ayah tidak mampu sama sekali membiayai hadhanah, namun

berdasarkan wawancara yang penulis dapatkan bahwa ibu pun juga ikut

membantu di dalam pembiayaan tersebut. Namun kedua pasal ini tidak

mengatur.

on eksekusi putusan ke Pengadilan Agama atas

ketidak patuhannya ayah di dalam menjalankan putusan Hakim. Yang

di

hak aparat yang berwenang, terutama polisi.

Ataupun menyita harta benda ayah.

3. Sebab pasal 105 point c tidak mengakomodir karena di pasal 156 memang

telah dijelaskan bahwa pembiayaan hadhnah menurut kemampuan sang

ayah akan tetapi penjelasannya tidak ada pengecuali

dal jelaskan aspek non material saja.

Page 75: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

73  

A. Saran

1. Karena Kompilasi Hukum Islam merupakan suatu hukum materil yang

digunakan oleh Pengadilan Aga

nyai kemampuan sama sekali

dan tidak mau bertanggung jawab di dalam masalah pembiayaan

hadhanah, hakim tetap berpedoman kepada Kompilasi Hukum Islam

dan tidak melewatkannya satu pasal pun.

Karena kompilasi Huk

ma maka seharusnya Kompilasi Hukum

Islam juga menjelaskan pengecualian ayah di dalam masalah kewajiban

hadhanah anak, agar ketika menghadapi kasus yang bersifat kasustik

seperti penyelesaian kewajiban hadhanah akibat perceraian karena sang

ayah di dalam kenyataannya tidak mempu

2. um Islam tidak mengatur ketentuan yang sang

ayah tidak mampu sama sekali dan tidak bertanggung jawab untuk

membiayai hadhnah pasca perceraian. Maka dari itu hendaknya para

hakim bisa mengambil pertimbangan berdasarkan kemashlahatan anak

dengan sesuai maqasid al-syari’ah.

3. Karena Kompilasi Hukum Islam belum menjadi UU.PA, maka agar

lebih efektif seyogyanya Kompilasi Hukum Islam disahkan sebagai

Undang-Undang Pengadilan Agama.

Page 76: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

74  

Al-Qur’an dan terjem

Agama, Departement, R.I, Direktorat Pembinaan Badan Perdilan Agama Islam,

As’atsajtani, Daud, Abu bin , Sunan Abu Daud, Beirut-Libanon : Darul Fikr, 1994

ziz Muhammad, Azzam Abdul Aziz, Sayyed Hawwas, Abdul Wahab, Fiqih

Munaqahat (Khitbah, Nikah, dan thalak) Jakarta : Sinar Grafika Ofseet, 2009

l-Habsyi, Baqir Muhammad, Fiqih Praktis menurut Al-Qur’an dan Sunnah dab

Pendapat Ulama ( Bandung : Mizan, 2002)

Abdurahman , kompilasi hokum karta : Akademik pressindo,

1995)

Abidin, Slamet, Fiqih munakahat II, Bandung : CV Pustaka Setia, 1999

Aulia , Nuansa,

Agama, jakarta : PT Internasa, 1991, Cet ke-1

Ar-Rifa’i, Muhamm

(Jakarta: Gema Insani, 2000)

Ayyub, Syaikh Hasan, fiqih keluarga, Jakarta : P autsar, 2006

Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia,( Jakarta: Sinar Grafika, 2006)

DAFTAR PUSTAKA

ahnya, Jakarta: Departemen Agama RI, 1994

Dirjen pembinaan Agama Islam, Himpunan peraturan per-Undang-undangan

dalam lingkungan peradilan Agama, (Jakarta: , 2001)

A

A

Islam di Indonesia, (Ja

kompilasi Hukum Islam (hukum perkawinan, kewarisan, dan

perwaqafan ), Bandung : CV : Nuansa Aulia

Abdullah, Abdul Ghani, Himpunan per Undang-Undangan dan Peraturan Peradilan

ad Nasib, Kemudahan Dari Allah RIngkasan Tafsir Ibnu katsir,

ustaka Al-K

Page 77: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

75  

Abdullah , Abdul Ghani, Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam tata Hukum

Indonesia, ( Jakarta: Gema Insani Press, 1994)

karta : Balai

Daly, udi pebandinan alam kalangan

Yurisprudensi dengan pendekatan ushuliyah ), Jakarta : Prenada Media, 2004

Gymnastiar, Bandung: PT

Mizan,2002

sinar Grafika, 2001)

Harahap,M. Yahya,

I Doi, Perkawinan dalam Syari’at Islam (terjemahnya), Jakarta;

Indra , Wanita Shalehah, Jakarta: Penamadani, 2004

CST, Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum di Indonesia, (Ja

Pustaka 2000)

Penuoh, Hukum Prerkawinan Islam suatu st

Ahlusunnah wal jamaah, dan Negara-negara Islam (Jakarta: PT Bulan

Bintang,1988)

Dahlan, Abdul Aziz Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtia Baru Van Hoepe,

1999 Jil. 2)

Effendi, Satria , Problematika hukum Kelluarga Islam Kontemporer ( analisis

Ghazaly, Abdurahman, Fiqih munaqahat,( Jakarta : Prenada Media,2003)

Abdullah, Aa Gym dan Fenomena Darut Tauhid,

Harahap, Yahya, kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, ( Jakarta :

Hukum Perkawinan Nasional, ( Medan, CV Zahir,1975)

Abdurahman,

Rineka Cipta, 1997

Hasbi, Potret

Jawad Mughniyah, Muhammad, fiqih lima mazhab (terjemah), penerjemah: Masykur

AG et all, ( Jakarta: Penerbit Lentera, 2000)

Page 78: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

76  

Mas’udi, Masdar Farid, Hak-Hak Reproduksi Perempuan : Dialog Fikih

Pemberdayaan, ( Bandung : Mizan.1997)

dalam

Nazar, han Rumah Tangga, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya,

Jakarta:

Prenada Media,2006

in, Akmal Tarigan, Azhari, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta :

Quthub, Sayyid, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an di Bawah Naungan Al-Qur’an, (Jakarta :

Rasyid, Sulaiman, Fiqih Islam ( Hukum Fiqih Islam Lengkap ), Bandung: Sinar Baru,

Rifa’i, Mohammad, Ilmu fiqih Islam Lengkap, Semarang : PT Karya Toha Putra,

Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Grafindo persada, 2003)

San’ani ,Ibnu Ism

Syarif ris Besar FIQIH, Jakarta : PRENADA MEDIA, 2003 .

Mukhtar, Kamal, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan

Bintang, 1993

Muttaqien, Dadan, et al (ed), Peradilam Agama dan Kompilasi Hukum Islam

Tata Hukum Indonesia, ( Yogyakarta: UII press, 1993)

Bakry, Kunci Keutu

1993)

Nurudin, Amin, Akmal Taligan, Hukum Perdata Islam di Indonesia studi kritis

perkembangan hukum islam dari fiqih.UU No 1/ 1974 sampai KHI

Nurudin, Am

Prenada Media Grop, 2004

Gema Insani , 2000)

1992

1978

ail, Muhammad Al- Imam, Subulussalam, h,.Juz 3

uddin, Amir, Garis ga

Page 79: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

77  

Subhan, Zaituah, Mengagas Fiqih Pemberdayaan Perempuan, (Jakarta: El-Kahfi,

2008)

Sabiq, Sayyid, fiqih sunnah jilid ke 8, Bandung : PT Al-Ma’arif, 1980

Saifulloh Al Aziz, Mohammad Fiqih Islam Lengkap pedoman hukum ibadah lengkap

Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia ( antara fiqih dan

Suma, Am dalam 10 tahun Undang – undang Peradilan Agama, Panitia seminar

rta: Gema Insani

Taqiyuddin, Imam, . 2

Tebba, Sudirman, Perkembangan muthir Hukum Islam di Asia Tenggara : Studi

Pemeliharaan kesehatan jiwa anak (terj), penerjmh:

dengan berbagai permasalahannya, ( Surabaya : TERBIT TERANG, 2005)

Undang-Undang perkawinan), Jakarta : Prenada Media, 2006

in,

Nasional 10 tahun UU PA

Siregar, Bismar, SH, Hukum, Hakim, dan keadilan Tuhan, ( Jaka

Press, 1995)

Kifayatul al- Akhyar, ( Surabaya : Al-Hidayah, it ) juz

Kasus Hukum Keluarga dan pengkodifikasiannya, ( Bandung : Mizan, 1993)

Ulwan, Abdullah Nasih,

Khulullah Ahmad Masjkur Hakim, (Bandung : Remaja Rosdakarya,1996)

Yunus, Mahmud, Kamus Arab – Indonesia, (Jakarta : Hidakarya Agung, 1990)

Page 80: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

78  

Page 81: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

79  

LEMBAR PERTANYAAN WAWANCARA

1. Seberapa efektifkah pasal 105 point C dan pasal 156 point D dalam

memenuhi kebutuhan hadhanah anak ?

Jawaban :

2. Apa yang melatar belakangi timbulnya pasal pasal 105 point C dan

pasal 156 point D?

Jawaban :

Page 82: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

80  

3. Langkah apa yang diambil apabila sang ayah tidak mampu ataupun

tidak bertanggung jawab di dalam masalah pembiayaan hadhanah…?

4. Mengapa di dalam pasal 105 point C dan pasal 156 point D tidak

menjangkau ketika sang ayah tidak mampu ataupun tidak bertanggung

jawab di dalam hal pembiayaan hadhanah ?

Jawaban :

Jawaban:

Page 83: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

81  

1.

ali sang ibu tidak memiliki

kewajiban untuk memelihara anak itu ataupun mentelantarkannya. Pasal ini

Nampak efektif dengan masalah hadhanah akan dengan indicator majlis hakim

mengabulkan permintaan penetapan hadhanah oleh sang ayah. Akan tetapi jika sang

ayah tidak menjalankan putusan yang telah ditetapkan oleh hakim maka pihak ibu

bisa meminta eksekusi putusan dari pengadilan. Akan tetapi khususunya di

pengadilan agama hamper tidak menemukan kasus yang seperti ini.

2. Secara filosofis pasca perceraian banyak anak – anak yang terlantar baik itu dari

segi moril ataupun materil, karena factor perceraian kedua orang tuanya. Dan juga

dari pihak ibu atau pun ayah merasa paling berhak untuk mendidik dan merawat.

Pasal ini l korban perceraian

bisa meminta

LEMBAR JAWABAN WAWANCARA

Sejauh ini pasal 105 jo pasal 156 efektif, khususunya ketika ibu meminta penetapan

biaya hadhanah dikabulkan oleh majelis hakim. Kecu

ahir guna untuk melindungi hak-hak anak yang menjadi

dan juga untuk mengetahui bagaimana kewajiban ayah ataupun ibu kepada anak

pasca mereka bercerai.

3. Kewajiban itu masih terletak pada sang ayah, akan tetapi jika ayah tidak memiliki

kemampuan maka kewajiban itu pun melekat pada sang ibu sehingga ibu tidak bisa

lepas tangan di dalam memberikan biaya terhadap anaknya. Dan juga aspek

kemampuan harus bisa melihat dan menimbang sesuai kewajiban ayahnya dan

psikologis anaknya terhadap biaya. Namun ketika ayah tidak mau bertanggung

jawab maka hakim setelah memutuskan perkara itu pihak ibu

Page 84: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

82  

eksekusi putusan. Yang di mana eksekusi ini memaksa kepada ayah ataupun

tergugat yang kalah di persidangan.

4. Karena di pasal ini jika sang ayah tidak tanggung jawab di kategorikan karena

factor dari psikologis ayah, dan pertanggung jawaban tidak melekat di pasal akan

tetapi kewajiban itu harus di cantumkan terhadap putusan.

Page 85: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

83  

Page 86: LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4702/1/AZIZ... · lain, maka dari itu manusia disebut dengan makhluk sosial.

84