Lembar Pengesahan

47
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diare masih menjadi masalah kesehatan hingga saat ini terutama di negara-negara berkembang. Penyakit diare merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian anak di dunia dan menjadi penyebab kematian kedua setelah pneumonia pada anak dibawah lima tahun. Diare dapat berlangsung selama beberapa hari, sehingga tubuh dapat kehilangan cairan yang penting seperti air dan garam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup. Kebanyakan orang yang meninggal akibat diare karena mengalami dehidrasi berat dan kehilangan cairan (WHO, 2013). Di dunia setiap tahunnya, diperkirakan sekitar 2,5 milyar kasus diare terjadi pada anak-anak di bawah usia lima tahun. Lebih dari setengah kasus diare terjadidi Negara Afrika dan Asia Selatan, dengan jumlah sebanyak 783 juta kasus diAsia selatan, 696 juta kasus di Afrika. Lebih dari 80% 1

description

lembar pengesahan makalah

Transcript of Lembar Pengesahan

Page 1: Lembar Pengesahan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diare masih menjadi masalah kesehatan hingga saat ini terutama di

negara-negara berkembang. Penyakit diare merupakan penyebab utama

kesakitan dan kematian anak di dunia dan menjadi penyebab kematian kedua

setelah pneumonia pada anak dibawah lima tahun. Diare dapat berlangsung

selama beberapa hari, sehingga tubuh dapat kehilangan cairan yang penting

seperti air dan garam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup.

Kebanyakan orang yang meninggal akibat diare karena mengalami dehidrasi

berat dan kehilangan cairan (WHO, 2013).

Di dunia setiap tahunnya, diperkirakan sekitar 2,5 milyar kasus diare

terjadi pada anak-anak di bawah usia lima tahun. Lebih dari setengah kasus

diare terjadidi Negara Afrika dan Asia Selatan, dengan jumlah sebanyak 783

juta kasus diAsia selatan, 696 juta kasus di Afrika. Lebih dari 80% kematian

pada anak balitaakibat diare terjadi di Negara Afrika dan Asia Selatan dengan

persentase sebesar46% dan 38% (WHO, 2009).

Prevalensi diare pada balita di Indonesia juga mengalami

peningkatansetiap tahunnya. Dalam penelitian yangberbasis masyarakat,

Riset KesehatanDasar (Riskesdas) yang dilaksanakan di 33 provinsi pada

tahun 2007, melaporkanbahwa angka nasional prevalensi diare 9,0%.

Beberapa provinsi mempunyaiprevalensi diare diatas angka nasional (9%) di

14 provinsi, prevalensi tertinggi diNanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan

1

Page 2: Lembar Pengesahan

terendah di DI Yogyakarta.Prevalensidiare berdasarkan kelompok umur pada

balita (1-4 tahun) terlihat tinggi padaRiskesdas 2007 yaitu 16,7%. Demikian

pula pada bayi (<1 tahun) yaitu 16,5%(Kemenkes RI, 2011).

Prevalensi diare di Sumatera Barat juga berada diatas angka

nasional yaitu 9,2% berdasarkan data Riskesdas 2007. Jumlah angka

kesakitan diare pada tahun 2001 berjumlah 98.184 kasus dan telah terjadi

KLB diare di Provinsi Sumatera Barat pada 4 kabupaten dengan jumlah

penderita seluruhnya 429 orang dengan kematian 19 orang (CFR 4,4%)

(Dinkes Prov. Sumbar, 2002).

Penyakit Diare masih menjadi masalah kesehatan di kota padang, sampai

saat ini masih termasuk dalam urutan 10 penyakit terbanyak di Kota Padang.

Untuk kasus diare pada semua umur, puskesmas yang paling tinggi kasusnya

adalah puskesmas Pauh sebanyak 734 kasus, dan untuk kasus yang paling

rendah adalah puskesmas Lubuk Kilangan sebanyak 137 kasus. Puskesmas

Ambacang termasuk lima besar dalam kejadian diare di kota Padang yaitu

sebanyak 500 kasus pada tahun 2013 (DKK Padang, 2014).

Dari data kesehatan lingkungan Puskesmas Ambacang Januari-Mei 2015

didapatkan kasus diare sebanyak 226 kasus. Dengan usia terbanyak yaitu usia

1-4 tahun. Berbagai upaya telah dilakukan dalam meningkatkan kesehatan

warga di wilayah kerja Puskesmas Ambacang seperti klinik sanitasi dalam

rangka penurunan angka kejadian penyakit berbasis lingkungan dan kegiatan

promosi kesehatan seperti penyuluhan mengenai berbagai penyakit

(Puskesmas Ambacang, 2015).

2

Page 3: Lembar Pengesahan

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada Plan of Action ini, yaitu :

1. Apa saja penyebab tingginya kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas

Ambacang selama triwulan I-III tahun 2014.

2. Bagaimana penanggulangan masalah tersebut yang memungkinkan dapat

dilakukan oleh Puskesmas Ambacang

1.3. Tujuan Penulisan

1.3.1. Tujuan Umum

Mengidentifikasi masalah yang ada dari Januari – Mei 2015 di

Puskesmas Ambacang Padang dan menentukan prioritas masalahnya

serta mencari solusi untuk prioritas masalah tersebut.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi penyebab tingginya angka kejadian diare di

Puskesmas Ambacang dari segi manusia, metode, material dan

lingkungan.

2. Mencari solusi alternatif sebagai upaya pengendalian angka kejadian

diare di Puskesmas Ambacang.

1.4. Manfaat Penulisan

1.4.1. Puskesmas

a. Sebagai salah satu bahan masukan dan inovasi untuk Puskesmas

Ambacang dalam pelaksanaan program-program.

3

Page 4: Lembar Pengesahan

b. Memberikan gambaran informasi yang ada di wilayah kerja

Puskesmas Ambacang, tentang keadaan lingkungan dan perilaku

masyarakat/individu, sehingga dalam pelayanan kesehatan akan bisa

lebih baik lagi.

1.4.2.Penulis

a. Memperoleh pengalaman dalam mengidentifikasi masalah

kesehatan, menentukan prioritas masalah, serta mencari solusi dan

pencegahan yang tepat di wilayah kerja Puskesmas Ambacang.

b. Mengetahui masalah-masalah beserta penyebab yang berkaitan

dengan kesehatan masyarakat di puskesmas

1.4.3.Masyarakat

a. Masyarakat tahun dan sadar mengenai hidup sehat dalam usaha

mencegah terjadinya penyakit.

b. Masyarakat berperan aktif dalam usaha untuk mencegah penyakit

khususnya penyakit berbasis lingkungan.

1.5. Metode Penulisan

Metode penulisanPlan of Action ini berupa tinjauan kepustakaaan

yang merujuk pada berbagai literatur, serta laporan tahun 2014, laporan

triwulan tahun 2015, diskusi dengan beberapa penanggung jawab program

Puskesmas Ambacang.

4

Page 5: Lembar Pengesahan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Diare

Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan

konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya

lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Kemenkes, 2011).

Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan buang air besar

(BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga

kali sehari. Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare persisten

terjadi selama ≥ 14 hari.

World gastroenterologi organisation global guidelines 2012,

mendefinisikan diare akut adalah keadaan tinja yang cair atau lembek dengan

jumlah lebih banyak dari normal, dan berlangsungnya kurang dari 14 hari

sedangkan diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.

2.2 Epidemiologi

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di

Indonesia karena morbiditasnya cenderung meningkat, dari hasil survey

morbiditas yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2000

diketahui bahwa kasus diare di masyarakat sebesar 301 per 1000 penduduk,

tahun 2003 sebesar 374 per 1000 penduduk, tahun 2008 sebesar 423 per 1000

penduduk. Dari hasil Rikesdas 2007, diare masih sebagai penyebab kematian

nomor satu pada balita (Kemenkes RI, 2011).

5

Page 6: Lembar Pengesahan

Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan di kota Padang,

sampai saat ini masih termasuk dalam urutan 10 penyakit terbanyak di Kota

Padang (Dinkes, 2014). Kalau diperhatikan kasus diare dari tahun 2009

sampai tahun 2013, terjadi penurunan setiap tahun, untuk kasus pada bayi,

balita dan semua umur, dimana pada tahun 2009 kasus diare pada semua

umur sebanyak 17483, dan pada tahun 2013 kasus diare untuk semua umur

sebanyak 8742, lebih dari separoh penurunan kasusnya.

Grafik 2.1. Perbandingan penderita diare semua umur, balita dan bayi Kota Padang Tahun 2009-2013(Sumber: Dinkes Padang, 2014)

6

Page 7: Lembar Pengesahan

Grafik 2.2. Penderita diare dan cakupan pelayanan pada balita per puskesmas Kota Padang Tahun 2013

Sumber (Dinkes Kota Padang, 2014)

Puskesmas Ambacang menduduki peringkat ke-5 penyumbang kasus

diare pada balita se-Kota Padang pada tahun 2013 dengan jumlah kasus diare

sebanyak 187 pada balita sesuai grafik 2.2.

Untuk penderita diare dari semua umur pada grafik 2.3, Puskesmas

Ambacang juga menjadi penyumbang kasus diare ke-5 dengan jumlah

penderita 500 orang pada Tahun 2013 setelah Puskesmas Pauh, Puskesmas

Andalas, Puskesmas Kuranji dan Puskesmas Lubuk Begalung.

7

Page 8: Lembar Pengesahan

Grafik 2.3. Penderita diare dan cakupan pelayanan semua umur per puskesmas Kota Padang Tahun 2013(Sumber: Dinkes Kota Padang, 2014)

2.3 Klasifikasi (Kemenkes RI, 2011)

Berdasarkan lamanya maka diare dibagi menjadi 2 yaitu sebagai

berikut.

1. Diare Akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.

2. Diare Kronis / Persisten adalah diare yang berlangsung lebih dari 14

hari.

Berdasarkan diare bermasalah dibagi menjadi 2 yaitu sebagai

berikut.

1. Disentri, yaitu diare dengan darah dan lender dalam feses.

2. Diare Kronis/Persisten

8

Page 9: Lembar Pengesahan

Tabel 2.1 Derajat Dehidrasi Diare

Sumber : Kemenkes, 2011

Derajat dehidrasi diare pada balita dapat dibagi sebagai berikut.

1. Diare tanpa dehidrasi

Kehilangan cairan <5% Berat Badan penderita diare. Tanda-tandanya:

a. Balita tetap aktif

b. Memiliki keinginan untuk minum seperti biasa

c. Mata tidak cekung

d. Turgor kembali segera

2. Diare dehidrasi ringan/sedang

Kehilangan cairan 5-10% Berat Badan penderita diare. Tanda-tandanya:

a. Gelisah atau rewel

b. Mata cekung

c. Ingin minum terus/rasa haus meningkat

d. Turgor kembali lambat

9

Page 10: Lembar Pengesahan

3. Diare dehidrasi berat

Kehilangan cairan >10% Berat Badan penderita diare. Tanda-tandanya:

a. Lesu/lunglai, tidak sadar

b. Mata cekung

c. Malas minum

d. Turgor kembali sangat lambat ≥ 2 detik

2.4 Etiologi

Nurharyani (2007) mengelompokkan penyebab diare menjadi penyebab

langsung dan penyebab tidak langsung :

a. penyebab tidak langsung

Penyebab yang secara tidak langsung dapat menyebabkan diare

adalah : keadaan gizi, hygiene dan sanitasi, sosial budaya, kepadatan

penduduk, sosial ekonomi dan faktor lain.

b. Penyebab langsung

Penyebab langsung diare antara lain infeksi bakteri, virus dan

parasit, malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia atau oleh racun yang

di produksi jasad renik, ikan, buah, dan sayur-sayuran.

Diare karena infeksi dapat terjadi karena masuknya mikroorganisme

atau toksin melalui mulut (Adyanastri, 2012). Di dalam istilah bahasa

Inggris disebutkan 5F (Feces, Flies, Food, Finger, Fomites) siklus

penyebaran penyakit diare bisa digambarkan sebagai berikut melalui.

Feces atau tinja,

10

Page 11: Lembar Pengesahan

Flies atau lalat,

Food atau makanan,

Fomites atau peralatan makan,

Finger atau tangan (jari tangan).

Mikroorganisme penyebab diare akut karena infeksi seperti dibawah ini.

Tabel 2.2 Kuman penyebab diare akut karena infeksi

VIRUS BAKTERI PROTOZOA

Rotavirus Norwalk virus Enteric adenovirus Calicivirus Astrovirus Small round virusses Coronavirus Cytomegalovirus

Sumber : Adyanastri, 2012

Shigella Salmonella Campylobacter Eschersia Yersinina Clostridium difficile Staphylococcus aureus Bacillus cereus Vibrio cholerae

Giardia Lamblia

Entamoeba Histolytica

Cryptosporidium

2.5 Patogenesis

Diare diawali dengan masuknya agen infeksi berupa : Virus (Rotavirus,

Adenovirus enteritis), bakteri atau toksin (Salmonella. E. colli), dan parasit

(Giardia lamblia). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan

infeksi pada sel, memproduksi enterotoksin atau cytotoksin. Toksin yang

diproduksi merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada

gastroenteritis akut. Penularan diare bisa melalui fekal oral dari satu penderita

ke orang lain. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan

makanan dan minuman yang terkontaminasi.

11

Page 12: Lembar Pengesahan

Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik

(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik

dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit

kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare).

Selain itu toksin di dinding usus dapat menimbulkan gangguan sekresi,

sehingga menyebabkan sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi

diare.

Gangguan motilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan

hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan

elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis

metabolik dan hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih),

hipoglikemia dan gangguan sirkulasi.

Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi sebagai

berikut (Suma, 2014).

a. Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya

gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik, hypokalemia

dan sebagainya),

b. Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang,

pengeluaran bertambah),

c. Hipoglikemia,

d. Gangguan sirkulasi darah.

12

Page 13: Lembar Pengesahan

2.6 Manifestasi Klinis

Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi

empat kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu

atau lemah, panas, tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa

mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh

infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja

berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan. Selain itu, dapat

pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejala- gejala lain seperti

flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan

bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah

atau demam tinggi (Amiruddin,2007)

Gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan tinja yang

berulang-ulang adalah dehidrasi. Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan

elektrolit yang tidak seimbang denga intake. Kehilangan cairan akibat diare

menyebabkan dehidrasi yang dapat bersifat ringan, sedang atau berat.

2.7. Hubungan Diare dengan Perilaku dan Lingkungan

2.7.1. Hubungan diare dengan ASI eklusif

ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan

tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap

secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan

sampai umur 6 bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa

ini. ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula

13

Page 14: Lembar Pengesahan

atau cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat

terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau

makanan lain dan tanpa menggunakan botol, dapat menghindari anak dari

bahaya bakteri dan organisme lain yang dapat menyebabkan diare. Keadaan

seperti ini di sebut disusui secara penuh atau memberikan ASI Eksklusif

(Kemenkes, 2011)

ASI memiliki kandungan oligosakarida yang akan menciptakan suasana

asam dalam saluran cerna. Suasana asam ini berfungsi sebagai sinyal untuk

pertahanan saluran cerna, yaitu SIgA (Secretory Imunnoglobulin A) yang juga

terdapat dalam ASI itu sendiri. SIgA dapat mengikat mikroba patogen,

mencegah perlekatannya pada sel enterosit di usus dan mencegah reaksi imun

yang bersifat inflamasi sehingga diare tidak terjadi. ASI juga memiliki zat

protektif saluran cerna seperti Lactobacillus bifidus, laktoferin, lisozim, SIgA,

faktor alergi, serta limfosit T dan B. Zat protektif ini berfungsi sebagai daya

tahan tubuh imunologik terhadap zat asing yang masuk dalam tubuh.

(Rahmadhani, 2013).

Penelitian oleh Lamberti (dalam Rahmadhani 2013) yang dilakukan di

negara-negara berkembang menunjukkan perbandingan risiko diare pada bayi

yang tidak mendapat ASI eksklusif lebih tinggi (2,65) dibanding yang

mendapatkan ASI secara eksklusif (1,26). Kejadian diare akut pada bayi

dengan ASI eksklusif 34,8%. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan

kejadian diare akut pada bayi tanpa ASI eksklusif, yaitu 65,2%. Pamedar

(2008) menyatakan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif pada bayi umur 0-

6 bulan sangatberpengaruh terhadap frekuensi kejadian diare. Bayi yang

14

Page 15: Lembar Pengesahan

mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama lebih jarang terkena diare

dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI ekslusif .

2.7.2. Hubungan Diare dengan Penggunaan Air Bersih

Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-

Oral kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui

makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari

tangan, makanan yang wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan

air tercemar. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-

benar bersih mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan

masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih (Kemenkes, 2011)

Penggunaan air minum yang tidak bersih atau sudah tercemar, baik

tercemar dari sumbernya dapat menyebabkan terjadinya diare, pencemaran air

dapat terjadi pada perjalanan sampai ke rumah-rumah atau tercemar pada saat

disimpan di rumah. Pencemaran dirumah terjadi bila tempat penyimpanan

tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada saat

mengambil air ataupun makanan dari tempatnya. Kondisi air yang tidak

memenuhi syarat banyak yang dikonsumsi oleh masyarakat sebagai sumber

air minum . Sarana air yang tidak memenuhi syarat ini juga biasa digunakan

untuk mencuci alat makan. Jika sumber air yang digunakan terkontaminasi

bakteri patogen seperti E.Coli maka peralatan makan dan minum berisiko

untuk timbulnya penyakit, terlebih jika perilaku mencucinya kurang baik.

Akibatnya terjadi rantai penularan penyakit diare (Melina, 2014).

15

Page 16: Lembar Pengesahan

2.7.3. Hubungan Diare dengan Perilaku Mencuci Tangan

Cuci tangan dengan sabun adalah tindakan sanitasi dengan

membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun untuk

menjadi bersih dan bertujuan untuk memutus mata rantai penyebaran kuman.

Mencuci tangan dengan sabun merupakan upaya untuk melakukan

pencegahan penyakit. (Rosyidah, 2014)

Kebiasaan mencuci tangan berpengaruh terhadap terjadinya

diare,terutama pada balita. Hal ini disebabkan karena balita sangat rentan

terhadap mikroorganisme dan berbagai agen infeksius, segala aktivitas balita

dibantu oleh orang tua khususnya ibu, sehingga cuci tangan sangat diperlukan

oleh ibu sebelum dan sesudah kontak dengan balita, yang bertujuan untuk

menurunkan risiko terjadinya diare pada balita. Mencuci tangan yang baik

dan benar dapat menurunkan angka kejadian diare sebesar 47% (Melina,

2014). Hal yang sama dinyatakan Rosyidah (2014) bahwa kebiasaanmencuci

tangan pada anak memperlihatkan adanya hubunganyang positif dengan

kejadian diare, artinya anak yang maumelakukan cuci tangan dengan baik

lebih jarang terkena diare dibandinganak yang jarang atau kurang

dalammelakukan kebiasaan mencucitangan.

2.7.4. Hubungan Diare dengan Jamban Sehat dan Pembuangan Tinja

Jamban keluarga adalah suatu bangunan untuk membuang dan

mengumpulkan kotoran sehingga kotoran tersebut tersimpan dalam suatu

tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab suatu penyakit serta tidak

mengotori permukaan (Hamzah, 2014).

16

Page 17: Lembar Pengesahan

Jamban keluarga yang sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut (Depkes RI, 2004).

1) Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung

berjarak 10-15 meter dari sumber air minum.

2) Tidak berbau dan tinja tidak dapat di jamah oleh serangga maupun

tikus.

3) Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak

mencemari tanah sekitar.

4) Mudah di bersihkan dan aman penggunannya.

5) Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan warna.

6) Cukup penerang

7) Lantai kedap air

8) Ventilasi cukup baik

9) Tersedia air dan alat pembersih.

Penggunaan jamban yang tidak sesuai standar dan pembuangan tinja

yang tidak benar dapat menyebabkan terjadinya diare. Penelitian yang

dilakukan Melina (2014) menunjukkan bahwa kepemilikan jamban sehat

dengan kejadian diare memiliki hubungan yang sangat signifikan secara

statistik. Hal tersebut disebabkan kumanpenyebab diare biasanya menyebar

dengan cara fecal oral yaitu melaluimakanan atau minuman yang tercemar

tinja atau kontak langsungdengan tinja penderita. Jamban yang tidak sehat

dapat menyebabkan tinja dihinggapi oleh binatang yang dapat menyebabkan

penularan penyakit. Tinja yang sudah terinfeksi, mengandungvirus atau

bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi olehbinatang dan

17

Page 18: Lembar Pengesahan

kemudian binatang tersebut hinggap dimakanan, makamakanan itu dapat

menularkan diare ke orang yang memakannya.Selain jamban yang tidak sehat

perilaku yang dapat menyebabkanpenyebaran kuman adalah tidak membuang

tinja termasuk tinja bayi dengan benar (Umiati, 2010).

2.7.5. Hubungan Diare dengan Imunisasi Campak pada Bayi

Pemberian imunisasi campak memiliki hubungan dengan terjadinya

diare. Bayi yang tidak mendapatkan imunisasi campak akan lebih mudah

terserang penyakit campak.Anak yang sakit campak sering disertai diare,

sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah terjadinya diare

(Kemenkes, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Hardi dkk (2013) menunjukkan bahwa

bahwa dari 72 batita yang lengkap imunisasinya, sebanyak 46 batita (63,89

%) tidak terkena diare, dan hanya 26 batita (36.11 %) yang terkena diare.

Kemudian dari 148 batita yang tidak lengkap imunisasinya, sebanyak 71

batita (47.97%) tidak terkena diare, sementara mayoritas batita sebanyak 77

orang (52.03%) terkena diare.

2.7.6. Hubungan Diare dengan Pengelolaan Sampah

Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia atau proses alam yang

berbentuk padat yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau

harus dibuang, sedemikian rupa.(Nida, 2014). Sampah merupakan sumber

penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat,

nyamuk, tikus, kecoa dsb. Vektor penyakit lebih suka hidup di tempat kotor

seperti tumpukan sampah. Pengelolaan sampah yang tidak benar dapat

18

Page 19: Lembar Pengesahan

menyebabkan bertembah banyaknya vektor yang dapat menularkan penyakit,

sehingga terjadinya peningkatan kejadian diare.

Penelitian yang dilakukan oleh Purwaningsih (2012) menyimpulkan

bahwa sebagian besar kasus (penderita diare) memiliki pengelolan sampah

tidak memenuhi syarat yaitu sebesar 72,4%. Hal ini dikarenakan pada rumah

responden kasus masih banyak yang tidak mempunyai tempat pembuangan

sampah sendiri di rumah, tempat pembuangan sampah dalam keadaan terbuka

sehingga mudah dihinggapi lalat dan vektor penyakit.

2.7.7. Hubungan Diare dengan Sarana Pembuangan Air Limbah

Sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan

menimbulkan bau, mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat

perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi

menularkan penyakit (Kemenkes, 2011)Sarana pembuangan air limbah

dimaksudkan agar tidak ada air yang tergenang di sekitar rumah, sehingga

tidak menjadi tempat perindukan serangga atau dapat mencemari

lingkungan maupun sumber air.

Penelitian yang dilakukan Melina (2014) mendapatkan hasil bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara sistem pembuangan air limbah

yang tidak sesuai standar dengan kejadian diare. Sistem pembuangan limbah

yang tidak tertutup yaitu air limbah langsung dibuang melalui got disekitar

rumah, dapat menimbulkan bau dan menjadi sarang berkembang biaknya

vektor penyebar penyakit.

19

Page 20: Lembar Pengesahan

2.8 Pencegahan diare

Kemenkes (2011) menerangkan kegiatan pencegahan penyakit diare

yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah :

2.8.1 Perilaku Sehat

1. Pemberian ASI

Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan.

Setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan

sambil ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih).

ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya

antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan

perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI

secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare

daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora normal

usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab botol untuk

susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang dapat

mengakibatkan terjadinya gizi buruk.

2. Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara

bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku

pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian

terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.

Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan

pendamping ASI, yaitu:

20

Page 21: Lembar Pengesahan

a. Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat

teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak

berumur 9 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari).

Setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak

dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan pemberian ASI bila mungkin.

b. Penambahan bahan mengandung minyak, lemak dan gula ke dalam

nasi /bubur dan biji-bijian untuk energi. Bahan tersebut anatara lain: hasil

olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan

sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.

c. Melakukan cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak.

Memastikan sendok yang digunakan untuk menyuapi anak bersih.

d. Memasak makanan dengan baik dan benar, menyimpan sisa makanan

pada tempat yang dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan

kepada anak.

3. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup

Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Fecal-

Oral kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui

makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-

jari tangan, makanan yang wadah atau tempat makan-minum yang dicuci

dengan air tercemar.

Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu

dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari

kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.

21

Page 22: Lembar Pengesahan

Yang harus diperhatikan oleh keluarga :

a. Ambil air dari sumber air yang bersih

b. Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung

khusus untuk mengambil air.

c. Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-

anak

d. Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)

e. Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih

dan cukup.

4. Mencuci Tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang

penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci

tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah

membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi

makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian

diare (Menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%).

5. Menggunakan Jamban

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya

penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan

risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban

harus membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga :

a. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat

dipakai oleh seluruh anggota keluarga.

22

Page 23: Lembar Pengesahan

b. Bersihkan jamban secara teratur.

c. Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.

6. Membuang Tinja Bayi Yang Benar

Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal

ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada

anak-anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga:

a. Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban

b. Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di

jangkau olehnya.

c. Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di

dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun.

d. Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan

dengan sabun.

7. Pemberian Imunisasi Campak

Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk

mencegah agar bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit

campak sering disertai diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga

dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah imunisasi campak segera

setelah bayi berumur 9 bulan.

2.8.2Penyehatan Lingkungan

1. Penyediaan Air Bersih

Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan

melalui air antara lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit

23

Page 24: Lembar Pengesahan

kulit, penyakit mata, dan berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air

bersih baik secara kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan dalam

memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk menjaga kebersihan

diri dan lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut,

penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus tersedia.

Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.

2. Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan

penyakit tersebut. Tempat sampah harus disediakan, sampah harus

dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan sementara.

Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan sampah ke tempat

pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan cara

ditimbun atau dibakar.

3. Sarana Pembuangan Air Limbah

Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus

dikelola sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit.

Bila ada saluran pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus

dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan

bau yang tidak sedap dan tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.

2.9Kebijakan Pemerintah Tentang Pengendalian Penyakit Diare di Indonesia

Target dari MDG’s (Millenium Development Goals) 4 adalah

menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiga dari tahun 1990

24

Page 25: Lembar Pengesahan

sampai dengan tahun 2015. Untuk itu, pemerintah Indonesia menetapkan

kebijakan untuk menurunkan angka kesakitan (morbiditas) dan angka

kematian (mortalitas) karena diare yaitu (Kemenkes RI, 2011):

1. Melaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar, baik di sarana

kesehatan maupun masyarakat/rumah tangga.

2. Melaksanakan Surveilans Epidemiologi dan Penanggulangan

Kejadian Luar Biasa (KLB)

3. Mengembangkan pedoman pengendalian penyakit diare

4. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas dalam

pengelolaan program yang meliputi aspek managerial dan teknis

medis

5. Mengembangkan jejaring lintas program dan lintas sector

6. Pembinaan teknis dan monitoring pelaksanaan pengendalian penyakit

diare

7. Melaksanakan evaulasi sebagai dasar perencanaan selanjutnya.

Sedangkan strategi pengendalian penyakit diare yang dilaksanakan

pemerintah adalah (Kemenkes RI, 2011):

1. Melaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar di sarana

kesehatan melalui Lima Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE).

LINTAS DIARE adalah Oralit (untuk mencegah dehidrasi), Zinc

(mengurangi parahnya diare, mengurangi durasi dan mencegah

berulangnya diare 2 sampai 3 bulan ke depan), Makan (Teruskan

pemberian ASI pada bayi 0-6 bulan. Balita > 6 bulan, berikan ASI dan

25

Page 26: Lembar Pengesahan

MP ASI), Antibiotik selektif (Antibiotik diberi hanya pada penyakit

kolera, diare berdarah), dan Nasihat (Segera kembali ke petugas

kesehatan jika menemukan tanda bahaya).

2. Meningkatkan tatalaksana diare di tingkat rumah tangga yang tepat

dan benar.

3. Meningkatkan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan Penanggulangan

Kejadian Luar Biasa (KLB).

4. Melaksanakan upaya kegiatan pencegahan yang efektif.

5. Melaksanakan Monitoring dan Evaulasi.

2.10. Penatalaksanaan diare

Tindakan yang harus dilakukan saat terjadi diare adalah :

1. Rehidrasi

Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total dapat berupa

hilangnya air lebih banyak dari natrium (Dehidrasi Hipertonik) atau

hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama (Dehidrasi Isotonik)

atau hilangnya natrium yang lebih daripada air (Dehidrasi Hipotonik).

Untuk penatalaksanaan pada balita dapat dengan langkah sebagai

berikut (Kemenkes RI, 2011).

a. Memberikan ASI lebih sering dan lebih lama dari biasanya bagi bayi

yang masih menyusui (bayi 0-24 bulan atau lebih) dan bagi petugas

kesehatan sangat penting untuk mendukung dan membantu ibu untuk

26

Page 27: Lembar Pengesahan

menyusui bayinya jika ibu berhenti menyusui bayinya yang masih

berusia 0-24 bulan.

b. Pemberian oralit sampai diare berhenti

c. Memberikan cairan rumah tangga, cairan/minuman yang biasa

diberikan oleh keluarga/masyarakat setempat dalam mengobati diare,

dan memberikan sari makanan yang cocok, contoh: kuah sayur, air

tajin, kuah sup. Jika tidak tersedia cairan rumah tangga dan oralit di

rumah, bisa dengan memberikan air minum.

d. Segera membawa balita diare ke sarana kesehatan.

Bila pasien umum dalam keadaan baik tidak dehidrasi, asupan cairan

yang adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari buah, sup dan

keripik asin. Bila pasien kehilangan cairan yang banyak dan dehidrasi,

penatalaksanaan yang agresif seperti cairan intravena atau rehidrasi oral

dengan cairan isotonik mengandung elektrolit dan gula atau strach harus

diberikan. Terapi rehidrasi oral murah, efektif, dan lebih praktis daripada

cairan intravena. Cairan oral antara lain; pedialit, oralit dll cairan infus a.l

ringer laktat dll(Adyanastri, 2012).

Oralit adalah campuran garam elektrolit seperti natrium klorida

(NaCl), kalium klorida (HCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa

anhidrat. Oralit mempunyai manfaat mengurangi volume tinja hingga

25%, mengurangi mual muntah hingga 30%, dan mengurangi secara

bermakna pemberian cairan melalui intravena sampai 33%. Cairan

27

Page 28: Lembar Pengesahan

diberikan 50 – 200 ml/kgBB/24 jam tergantung kebutuhan dan status

hidrasi (Adyanastri, 2012).

2. Diet.

Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah

hebat. Pasien dianjurkan justru minuman sari buah, teh, minuman tidak

bergas, makanan mudah dicerna seperti pisang, nasi, keripik dan sup. Susu

sapi harus dihindarkan karena adanya defisiensi laktase transien yang

disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Minuman berkafein dan alkohol

harus dihindari karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus.

(Adyanastri, 2012).

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi

pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta

mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum Asi harus

lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan

lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi

yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang

mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah

diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu

untuk membantu pemulihan berat badan (Kemenkes, 2011).

3. Zinc

28

Page 29: Lembar Pengesahan

Zinc dapat mempercepat penyembuhan diare. Bukti zinc baik dan

aman untuk pengobatan diare berdasarkan hasil penelitian Departement of

Child and Adolescent and Development, World Health Organization yaitu:

a. Zinc sebagai obat pada diare

- 20% lebih cepat sembuh jika anak diare diberi Zinc (Penelitian di

India)

- 20% resiko diare lebih dari 7 hari berkurang

- 18%-59% mengurangi jumlah tinja

- Mengurangi resiko diare berikutnya 2-3 bulan ke depan.

b. Zinc dan pengobatan diare akut

- 25% mengurangi lama diare

c. Zinc dan pengobatan diare persisten

- 24% diare persisten berkurang

d. Zinc sebagai obat pencegah diare akut dan persisten

- Jika zinc diberikan 5-7 kali per minggu dengan dosis ½ yang

dianjurkan (RDA) memberikan 18% penurunan insiden diare dan

25% penurunan diare

- Pada penelitian lanjutan didapatkan 11% penurunan insiden diare

persisten dan 34% penurunan prevalen diare

29

Page 30: Lembar Pengesahan

e. Zinc pencegah diare akut dan persisten

- Pemberian zinc baik dalam jangka pendek dan panjang terbukti

menurunkan kejadian diare berdarah.

f. Zinc dan penggunaan antibiotik irasional

- Sampai saat ini pemakaian antibiotik pada diare masih 80%

sedangkan jumlah diare yang seharusnya diberikan antibiotic tidak

lebih dari 20%, sangat tidak rasional (Juffrie dalam Kongres XIV

Ikatan Bidan Indonesia Padang, 2008)

- Pemakaian zinc sebagai terapi diare apapun penyebabnya akan

menurunkan pemakaian antibiotic irasional.

g. Zinc mengurangi biaya pengobatan

- Mengurangi jumlah pemakaian antibiotik dan oralit.

h. Zinc aman diberikan kepada anak

4. Obat antidiare.

Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala sebagai berikut.

a. Yang paling efektif yaitu derivat opioid misal loperamide,

difenoksilat-atropin dan tinkur opium. Loperamide paling disukai

karena tidak adiktif dan memiliki efek samping paling kecil, Bismuth

subsalisilat merupakan obat lain yang dapat digunakan tetapi

kontraindikasi pada pasien HIV karena dapat menimbulkan enselofati

bismuth. Obat antimotilitas penggunaannya harus hati-hati pada

pasien disentri yang panas (termasuk infeksi Shigella) bila tanpa

disertai mikroba, karena dapat memperlama penyembuhan penyakit.

30

Page 31: Lembar Pengesahan

b. Obat yang mengeraskan tinja; atapulgite 4 x 2 tab perhari, smectite 3 x

1 saset diberikan tiap diare/BAB encer sampai diare berhenti.

c. Obat anti sekretorik atau anti enkephalinase: Hidrase 3 x 1 tab perhari

(Adyanastri, 2012).

Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang

menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak

di anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah

dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar

menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat fatal

(Kemeneks, 2011).

5.Obat antimikroba.

Pengobatan empirik tidak dianjurkan pada semua pasien. Pengobatan

empirik diindikasikan pada pasien-pasien yang diduga mengalami infeksi

bakteri invasif, diare turis traveler’s diarrhea) atau imunosupresif

(Adyanastri, 2012).

Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya

kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya

bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena

shigellosis), suspek kolera. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare

disebabkan oleh parasit seperti amuba dan giardia (Kemenekes, 2011).

31