Lembar Pengesahan
-
Upload
vidya-hamzah -
Category
Documents
-
view
25 -
download
0
description
Transcript of Lembar Pengesahan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diare masih menjadi masalah kesehatan hingga saat ini terutama di
negara-negara berkembang. Penyakit diare merupakan penyebab utama
kesakitan dan kematian anak di dunia dan menjadi penyebab kematian kedua
setelah pneumonia pada anak dibawah lima tahun. Diare dapat berlangsung
selama beberapa hari, sehingga tubuh dapat kehilangan cairan yang penting
seperti air dan garam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup.
Kebanyakan orang yang meninggal akibat diare karena mengalami dehidrasi
berat dan kehilangan cairan (WHO, 2013).
Di dunia setiap tahunnya, diperkirakan sekitar 2,5 milyar kasus diare
terjadi pada anak-anak di bawah usia lima tahun. Lebih dari setengah kasus
diare terjadidi Negara Afrika dan Asia Selatan, dengan jumlah sebanyak 783
juta kasus diAsia selatan, 696 juta kasus di Afrika. Lebih dari 80% kematian
pada anak balitaakibat diare terjadi di Negara Afrika dan Asia Selatan dengan
persentase sebesar46% dan 38% (WHO, 2009).
Prevalensi diare pada balita di Indonesia juga mengalami
peningkatansetiap tahunnya. Dalam penelitian yangberbasis masyarakat,
Riset KesehatanDasar (Riskesdas) yang dilaksanakan di 33 provinsi pada
tahun 2007, melaporkanbahwa angka nasional prevalensi diare 9,0%.
Beberapa provinsi mempunyaiprevalensi diare diatas angka nasional (9%) di
14 provinsi, prevalensi tertinggi diNanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan
1
terendah di DI Yogyakarta.Prevalensidiare berdasarkan kelompok umur pada
balita (1-4 tahun) terlihat tinggi padaRiskesdas 2007 yaitu 16,7%. Demikian
pula pada bayi (<1 tahun) yaitu 16,5%(Kemenkes RI, 2011).
Prevalensi diare di Sumatera Barat juga berada diatas angka
nasional yaitu 9,2% berdasarkan data Riskesdas 2007. Jumlah angka
kesakitan diare pada tahun 2001 berjumlah 98.184 kasus dan telah terjadi
KLB diare di Provinsi Sumatera Barat pada 4 kabupaten dengan jumlah
penderita seluruhnya 429 orang dengan kematian 19 orang (CFR 4,4%)
(Dinkes Prov. Sumbar, 2002).
Penyakit Diare masih menjadi masalah kesehatan di kota padang, sampai
saat ini masih termasuk dalam urutan 10 penyakit terbanyak di Kota Padang.
Untuk kasus diare pada semua umur, puskesmas yang paling tinggi kasusnya
adalah puskesmas Pauh sebanyak 734 kasus, dan untuk kasus yang paling
rendah adalah puskesmas Lubuk Kilangan sebanyak 137 kasus. Puskesmas
Ambacang termasuk lima besar dalam kejadian diare di kota Padang yaitu
sebanyak 500 kasus pada tahun 2013 (DKK Padang, 2014).
Dari data kesehatan lingkungan Puskesmas Ambacang Januari-Mei 2015
didapatkan kasus diare sebanyak 226 kasus. Dengan usia terbanyak yaitu usia
1-4 tahun. Berbagai upaya telah dilakukan dalam meningkatkan kesehatan
warga di wilayah kerja Puskesmas Ambacang seperti klinik sanitasi dalam
rangka penurunan angka kejadian penyakit berbasis lingkungan dan kegiatan
promosi kesehatan seperti penyuluhan mengenai berbagai penyakit
(Puskesmas Ambacang, 2015).
2
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada Plan of Action ini, yaitu :
1. Apa saja penyebab tingginya kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas
Ambacang selama triwulan I-III tahun 2014.
2. Bagaimana penanggulangan masalah tersebut yang memungkinkan dapat
dilakukan oleh Puskesmas Ambacang
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi masalah yang ada dari Januari – Mei 2015 di
Puskesmas Ambacang Padang dan menentukan prioritas masalahnya
serta mencari solusi untuk prioritas masalah tersebut.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi penyebab tingginya angka kejadian diare di
Puskesmas Ambacang dari segi manusia, metode, material dan
lingkungan.
2. Mencari solusi alternatif sebagai upaya pengendalian angka kejadian
diare di Puskesmas Ambacang.
1.4. Manfaat Penulisan
1.4.1. Puskesmas
a. Sebagai salah satu bahan masukan dan inovasi untuk Puskesmas
Ambacang dalam pelaksanaan program-program.
3
b. Memberikan gambaran informasi yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Ambacang, tentang keadaan lingkungan dan perilaku
masyarakat/individu, sehingga dalam pelayanan kesehatan akan bisa
lebih baik lagi.
1.4.2.Penulis
a. Memperoleh pengalaman dalam mengidentifikasi masalah
kesehatan, menentukan prioritas masalah, serta mencari solusi dan
pencegahan yang tepat di wilayah kerja Puskesmas Ambacang.
b. Mengetahui masalah-masalah beserta penyebab yang berkaitan
dengan kesehatan masyarakat di puskesmas
1.4.3.Masyarakat
a. Masyarakat tahun dan sadar mengenai hidup sehat dalam usaha
mencegah terjadinya penyakit.
b. Masyarakat berperan aktif dalam usaha untuk mencegah penyakit
khususnya penyakit berbasis lingkungan.
1.5. Metode Penulisan
Metode penulisanPlan of Action ini berupa tinjauan kepustakaaan
yang merujuk pada berbagai literatur, serta laporan tahun 2014, laporan
triwulan tahun 2015, diskusi dengan beberapa penanggung jawab program
Puskesmas Ambacang.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Diare
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya
lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Kemenkes, 2011).
Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan buang air besar
(BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga
kali sehari. Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare persisten
terjadi selama ≥ 14 hari.
World gastroenterologi organisation global guidelines 2012,
mendefinisikan diare akut adalah keadaan tinja yang cair atau lembek dengan
jumlah lebih banyak dari normal, dan berlangsungnya kurang dari 14 hari
sedangkan diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
2.2 Epidemiologi
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia karena morbiditasnya cenderung meningkat, dari hasil survey
morbiditas yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2000
diketahui bahwa kasus diare di masyarakat sebesar 301 per 1000 penduduk,
tahun 2003 sebesar 374 per 1000 penduduk, tahun 2008 sebesar 423 per 1000
penduduk. Dari hasil Rikesdas 2007, diare masih sebagai penyebab kematian
nomor satu pada balita (Kemenkes RI, 2011).
5
Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan di kota Padang,
sampai saat ini masih termasuk dalam urutan 10 penyakit terbanyak di Kota
Padang (Dinkes, 2014). Kalau diperhatikan kasus diare dari tahun 2009
sampai tahun 2013, terjadi penurunan setiap tahun, untuk kasus pada bayi,
balita dan semua umur, dimana pada tahun 2009 kasus diare pada semua
umur sebanyak 17483, dan pada tahun 2013 kasus diare untuk semua umur
sebanyak 8742, lebih dari separoh penurunan kasusnya.
Grafik 2.1. Perbandingan penderita diare semua umur, balita dan bayi Kota Padang Tahun 2009-2013(Sumber: Dinkes Padang, 2014)
6
Grafik 2.2. Penderita diare dan cakupan pelayanan pada balita per puskesmas Kota Padang Tahun 2013
Sumber (Dinkes Kota Padang, 2014)
Puskesmas Ambacang menduduki peringkat ke-5 penyumbang kasus
diare pada balita se-Kota Padang pada tahun 2013 dengan jumlah kasus diare
sebanyak 187 pada balita sesuai grafik 2.2.
Untuk penderita diare dari semua umur pada grafik 2.3, Puskesmas
Ambacang juga menjadi penyumbang kasus diare ke-5 dengan jumlah
penderita 500 orang pada Tahun 2013 setelah Puskesmas Pauh, Puskesmas
Andalas, Puskesmas Kuranji dan Puskesmas Lubuk Begalung.
7
Grafik 2.3. Penderita diare dan cakupan pelayanan semua umur per puskesmas Kota Padang Tahun 2013(Sumber: Dinkes Kota Padang, 2014)
2.3 Klasifikasi (Kemenkes RI, 2011)
Berdasarkan lamanya maka diare dibagi menjadi 2 yaitu sebagai
berikut.
1. Diare Akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
2. Diare Kronis / Persisten adalah diare yang berlangsung lebih dari 14
hari.
Berdasarkan diare bermasalah dibagi menjadi 2 yaitu sebagai
berikut.
1. Disentri, yaitu diare dengan darah dan lender dalam feses.
2. Diare Kronis/Persisten
8
Tabel 2.1 Derajat Dehidrasi Diare
Sumber : Kemenkes, 2011
Derajat dehidrasi diare pada balita dapat dibagi sebagai berikut.
1. Diare tanpa dehidrasi
Kehilangan cairan <5% Berat Badan penderita diare. Tanda-tandanya:
a. Balita tetap aktif
b. Memiliki keinginan untuk minum seperti biasa
c. Mata tidak cekung
d. Turgor kembali segera
2. Diare dehidrasi ringan/sedang
Kehilangan cairan 5-10% Berat Badan penderita diare. Tanda-tandanya:
a. Gelisah atau rewel
b. Mata cekung
c. Ingin minum terus/rasa haus meningkat
d. Turgor kembali lambat
9
3. Diare dehidrasi berat
Kehilangan cairan >10% Berat Badan penderita diare. Tanda-tandanya:
a. Lesu/lunglai, tidak sadar
b. Mata cekung
c. Malas minum
d. Turgor kembali sangat lambat ≥ 2 detik
2.4 Etiologi
Nurharyani (2007) mengelompokkan penyebab diare menjadi penyebab
langsung dan penyebab tidak langsung :
a. penyebab tidak langsung
Penyebab yang secara tidak langsung dapat menyebabkan diare
adalah : keadaan gizi, hygiene dan sanitasi, sosial budaya, kepadatan
penduduk, sosial ekonomi dan faktor lain.
b. Penyebab langsung
Penyebab langsung diare antara lain infeksi bakteri, virus dan
parasit, malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia atau oleh racun yang
di produksi jasad renik, ikan, buah, dan sayur-sayuran.
Diare karena infeksi dapat terjadi karena masuknya mikroorganisme
atau toksin melalui mulut (Adyanastri, 2012). Di dalam istilah bahasa
Inggris disebutkan 5F (Feces, Flies, Food, Finger, Fomites) siklus
penyebaran penyakit diare bisa digambarkan sebagai berikut melalui.
Feces atau tinja,
10
Flies atau lalat,
Food atau makanan,
Fomites atau peralatan makan,
Finger atau tangan (jari tangan).
Mikroorganisme penyebab diare akut karena infeksi seperti dibawah ini.
Tabel 2.2 Kuman penyebab diare akut karena infeksi
VIRUS BAKTERI PROTOZOA
Rotavirus Norwalk virus Enteric adenovirus Calicivirus Astrovirus Small round virusses Coronavirus Cytomegalovirus
Sumber : Adyanastri, 2012
Shigella Salmonella Campylobacter Eschersia Yersinina Clostridium difficile Staphylococcus aureus Bacillus cereus Vibrio cholerae
Giardia Lamblia
Entamoeba Histolytica
Cryptosporidium
2.5 Patogenesis
Diare diawali dengan masuknya agen infeksi berupa : Virus (Rotavirus,
Adenovirus enteritis), bakteri atau toksin (Salmonella. E. colli), dan parasit
(Giardia lamblia). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan
infeksi pada sel, memproduksi enterotoksin atau cytotoksin. Toksin yang
diproduksi merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada
gastroenteritis akut. Penularan diare bisa melalui fekal oral dari satu penderita
ke orang lain. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan
makanan dan minuman yang terkontaminasi.
11
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare).
Selain itu toksin di dinding usus dapat menimbulkan gangguan sekresi,
sehingga menyebabkan sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi
diare.
Gangguan motilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan
hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan
elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis
metabolik dan hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih),
hipoglikemia dan gangguan sirkulasi.
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi sebagai
berikut (Suma, 2014).
a. Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya
gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik, hypokalemia
dan sebagainya),
b. Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang,
pengeluaran bertambah),
c. Hipoglikemia,
d. Gangguan sirkulasi darah.
12
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi
empat kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu
atau lemah, panas, tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa
mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh
infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja
berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan. Selain itu, dapat
pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejala- gejala lain seperti
flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan
bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah
atau demam tinggi (Amiruddin,2007)
Gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan tinja yang
berulang-ulang adalah dehidrasi. Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan
elektrolit yang tidak seimbang denga intake. Kehilangan cairan akibat diare
menyebabkan dehidrasi yang dapat bersifat ringan, sedang atau berat.
2.7. Hubungan Diare dengan Perilaku dan Lingkungan
2.7.1. Hubungan diare dengan ASI eklusif
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan
tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap
secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan
sampai umur 6 bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa
ini. ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula
13
atau cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat
terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau
makanan lain dan tanpa menggunakan botol, dapat menghindari anak dari
bahaya bakteri dan organisme lain yang dapat menyebabkan diare. Keadaan
seperti ini di sebut disusui secara penuh atau memberikan ASI Eksklusif
(Kemenkes, 2011)
ASI memiliki kandungan oligosakarida yang akan menciptakan suasana
asam dalam saluran cerna. Suasana asam ini berfungsi sebagai sinyal untuk
pertahanan saluran cerna, yaitu SIgA (Secretory Imunnoglobulin A) yang juga
terdapat dalam ASI itu sendiri. SIgA dapat mengikat mikroba patogen,
mencegah perlekatannya pada sel enterosit di usus dan mencegah reaksi imun
yang bersifat inflamasi sehingga diare tidak terjadi. ASI juga memiliki zat
protektif saluran cerna seperti Lactobacillus bifidus, laktoferin, lisozim, SIgA,
faktor alergi, serta limfosit T dan B. Zat protektif ini berfungsi sebagai daya
tahan tubuh imunologik terhadap zat asing yang masuk dalam tubuh.
(Rahmadhani, 2013).
Penelitian oleh Lamberti (dalam Rahmadhani 2013) yang dilakukan di
negara-negara berkembang menunjukkan perbandingan risiko diare pada bayi
yang tidak mendapat ASI eksklusif lebih tinggi (2,65) dibanding yang
mendapatkan ASI secara eksklusif (1,26). Kejadian diare akut pada bayi
dengan ASI eksklusif 34,8%. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan
kejadian diare akut pada bayi tanpa ASI eksklusif, yaitu 65,2%. Pamedar
(2008) menyatakan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif pada bayi umur 0-
6 bulan sangatberpengaruh terhadap frekuensi kejadian diare. Bayi yang
14
mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama lebih jarang terkena diare
dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI ekslusif .
2.7.2. Hubungan Diare dengan Penggunaan Air Bersih
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-
Oral kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui
makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari
tangan, makanan yang wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan
air tercemar. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-
benar bersih mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan
masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih (Kemenkes, 2011)
Penggunaan air minum yang tidak bersih atau sudah tercemar, baik
tercemar dari sumbernya dapat menyebabkan terjadinya diare, pencemaran air
dapat terjadi pada perjalanan sampai ke rumah-rumah atau tercemar pada saat
disimpan di rumah. Pencemaran dirumah terjadi bila tempat penyimpanan
tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada saat
mengambil air ataupun makanan dari tempatnya. Kondisi air yang tidak
memenuhi syarat banyak yang dikonsumsi oleh masyarakat sebagai sumber
air minum . Sarana air yang tidak memenuhi syarat ini juga biasa digunakan
untuk mencuci alat makan. Jika sumber air yang digunakan terkontaminasi
bakteri patogen seperti E.Coli maka peralatan makan dan minum berisiko
untuk timbulnya penyakit, terlebih jika perilaku mencucinya kurang baik.
Akibatnya terjadi rantai penularan penyakit diare (Melina, 2014).
15
2.7.3. Hubungan Diare dengan Perilaku Mencuci Tangan
Cuci tangan dengan sabun adalah tindakan sanitasi dengan
membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun untuk
menjadi bersih dan bertujuan untuk memutus mata rantai penyebaran kuman.
Mencuci tangan dengan sabun merupakan upaya untuk melakukan
pencegahan penyakit. (Rosyidah, 2014)
Kebiasaan mencuci tangan berpengaruh terhadap terjadinya
diare,terutama pada balita. Hal ini disebabkan karena balita sangat rentan
terhadap mikroorganisme dan berbagai agen infeksius, segala aktivitas balita
dibantu oleh orang tua khususnya ibu, sehingga cuci tangan sangat diperlukan
oleh ibu sebelum dan sesudah kontak dengan balita, yang bertujuan untuk
menurunkan risiko terjadinya diare pada balita. Mencuci tangan yang baik
dan benar dapat menurunkan angka kejadian diare sebesar 47% (Melina,
2014). Hal yang sama dinyatakan Rosyidah (2014) bahwa kebiasaanmencuci
tangan pada anak memperlihatkan adanya hubunganyang positif dengan
kejadian diare, artinya anak yang maumelakukan cuci tangan dengan baik
lebih jarang terkena diare dibandinganak yang jarang atau kurang
dalammelakukan kebiasaan mencucitangan.
2.7.4. Hubungan Diare dengan Jamban Sehat dan Pembuangan Tinja
Jamban keluarga adalah suatu bangunan untuk membuang dan
mengumpulkan kotoran sehingga kotoran tersebut tersimpan dalam suatu
tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab suatu penyakit serta tidak
mengotori permukaan (Hamzah, 2014).
16
Jamban keluarga yang sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut (Depkes RI, 2004).
1) Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung
berjarak 10-15 meter dari sumber air minum.
2) Tidak berbau dan tinja tidak dapat di jamah oleh serangga maupun
tikus.
3) Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak
mencemari tanah sekitar.
4) Mudah di bersihkan dan aman penggunannya.
5) Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan warna.
6) Cukup penerang
7) Lantai kedap air
8) Ventilasi cukup baik
9) Tersedia air dan alat pembersih.
Penggunaan jamban yang tidak sesuai standar dan pembuangan tinja
yang tidak benar dapat menyebabkan terjadinya diare. Penelitian yang
dilakukan Melina (2014) menunjukkan bahwa kepemilikan jamban sehat
dengan kejadian diare memiliki hubungan yang sangat signifikan secara
statistik. Hal tersebut disebabkan kumanpenyebab diare biasanya menyebar
dengan cara fecal oral yaitu melaluimakanan atau minuman yang tercemar
tinja atau kontak langsungdengan tinja penderita. Jamban yang tidak sehat
dapat menyebabkan tinja dihinggapi oleh binatang yang dapat menyebabkan
penularan penyakit. Tinja yang sudah terinfeksi, mengandungvirus atau
bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi olehbinatang dan
17
kemudian binatang tersebut hinggap dimakanan, makamakanan itu dapat
menularkan diare ke orang yang memakannya.Selain jamban yang tidak sehat
perilaku yang dapat menyebabkanpenyebaran kuman adalah tidak membuang
tinja termasuk tinja bayi dengan benar (Umiati, 2010).
2.7.5. Hubungan Diare dengan Imunisasi Campak pada Bayi
Pemberian imunisasi campak memiliki hubungan dengan terjadinya
diare. Bayi yang tidak mendapatkan imunisasi campak akan lebih mudah
terserang penyakit campak.Anak yang sakit campak sering disertai diare,
sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah terjadinya diare
(Kemenkes, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Hardi dkk (2013) menunjukkan bahwa
bahwa dari 72 batita yang lengkap imunisasinya, sebanyak 46 batita (63,89
%) tidak terkena diare, dan hanya 26 batita (36.11 %) yang terkena diare.
Kemudian dari 148 batita yang tidak lengkap imunisasinya, sebanyak 71
batita (47.97%) tidak terkena diare, sementara mayoritas batita sebanyak 77
orang (52.03%) terkena diare.
2.7.6. Hubungan Diare dengan Pengelolaan Sampah
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia atau proses alam yang
berbentuk padat yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau
harus dibuang, sedemikian rupa.(Nida, 2014). Sampah merupakan sumber
penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat,
nyamuk, tikus, kecoa dsb. Vektor penyakit lebih suka hidup di tempat kotor
seperti tumpukan sampah. Pengelolaan sampah yang tidak benar dapat
18
menyebabkan bertembah banyaknya vektor yang dapat menularkan penyakit,
sehingga terjadinya peningkatan kejadian diare.
Penelitian yang dilakukan oleh Purwaningsih (2012) menyimpulkan
bahwa sebagian besar kasus (penderita diare) memiliki pengelolan sampah
tidak memenuhi syarat yaitu sebesar 72,4%. Hal ini dikarenakan pada rumah
responden kasus masih banyak yang tidak mempunyai tempat pembuangan
sampah sendiri di rumah, tempat pembuangan sampah dalam keadaan terbuka
sehingga mudah dihinggapi lalat dan vektor penyakit.
2.7.7. Hubungan Diare dengan Sarana Pembuangan Air Limbah
Sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan
menimbulkan bau, mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat
perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi
menularkan penyakit (Kemenkes, 2011)Sarana pembuangan air limbah
dimaksudkan agar tidak ada air yang tergenang di sekitar rumah, sehingga
tidak menjadi tempat perindukan serangga atau dapat mencemari
lingkungan maupun sumber air.
Penelitian yang dilakukan Melina (2014) mendapatkan hasil bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara sistem pembuangan air limbah
yang tidak sesuai standar dengan kejadian diare. Sistem pembuangan limbah
yang tidak tertutup yaitu air limbah langsung dibuang melalui got disekitar
rumah, dapat menimbulkan bau dan menjadi sarang berkembang biaknya
vektor penyebar penyakit.
19
2.8 Pencegahan diare
Kemenkes (2011) menerangkan kegiatan pencegahan penyakit diare
yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah :
2.8.1 Perilaku Sehat
1. Pemberian ASI
Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan.
Setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan
sambil ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya
antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan
perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI
secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare
daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora normal
usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab botol untuk
susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang dapat
mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
2. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara
bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku
pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian
terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan
pendamping ASI, yaitu:
20
a. Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat
teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak
berumur 9 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari).
Setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak
dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan pemberian ASI bila mungkin.
b. Penambahan bahan mengandung minyak, lemak dan gula ke dalam
nasi /bubur dan biji-bijian untuk energi. Bahan tersebut anatara lain: hasil
olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan
sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.
c. Melakukan cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak.
Memastikan sendok yang digunakan untuk menyuapi anak bersih.
d. Memasak makanan dengan baik dan benar, menyimpan sisa makanan
pada tempat yang dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan
kepada anak.
3. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Fecal-
Oral kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui
makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-
jari tangan, makanan yang wadah atau tempat makan-minum yang dicuci
dengan air tercemar.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu
dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari
kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
21
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a. Ambil air dari sumber air yang bersih
b. Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung
khusus untuk mengambil air.
c. Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-
anak
d. Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)
e. Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih
dan cukup.
4. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang
penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci
tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah
membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi
makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian
diare (Menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%).
5. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya
penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan
risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban
harus membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat
dipakai oleh seluruh anggota keluarga.
22
b. Bersihkan jamban secara teratur.
c. Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.
6. Membuang Tinja Bayi Yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal
ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada
anak-anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga:
a. Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban
b. Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di
jangkau olehnya.
c. Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di
dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun.
d. Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan
dengan sabun.
7. Pemberian Imunisasi Campak
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk
mencegah agar bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit
campak sering disertai diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga
dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah imunisasi campak segera
setelah bayi berumur 9 bulan.
2.8.2Penyehatan Lingkungan
1. Penyediaan Air Bersih
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan
melalui air antara lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit
23
kulit, penyakit mata, dan berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air
bersih baik secara kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan dalam
memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk menjaga kebersihan
diri dan lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut,
penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus tersedia.
Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.
2. Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan
penyakit tersebut. Tempat sampah harus disediakan, sampah harus
dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan sementara.
Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan sampah ke tempat
pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan cara
ditimbun atau dibakar.
3. Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus
dikelola sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit.
Bila ada saluran pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus
dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan
bau yang tidak sedap dan tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.
2.9Kebijakan Pemerintah Tentang Pengendalian Penyakit Diare di Indonesia
Target dari MDG’s (Millenium Development Goals) 4 adalah
menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiga dari tahun 1990
24
sampai dengan tahun 2015. Untuk itu, pemerintah Indonesia menetapkan
kebijakan untuk menurunkan angka kesakitan (morbiditas) dan angka
kematian (mortalitas) karena diare yaitu (Kemenkes RI, 2011):
1. Melaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar, baik di sarana
kesehatan maupun masyarakat/rumah tangga.
2. Melaksanakan Surveilans Epidemiologi dan Penanggulangan
Kejadian Luar Biasa (KLB)
3. Mengembangkan pedoman pengendalian penyakit diare
4. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas dalam
pengelolaan program yang meliputi aspek managerial dan teknis
medis
5. Mengembangkan jejaring lintas program dan lintas sector
6. Pembinaan teknis dan monitoring pelaksanaan pengendalian penyakit
diare
7. Melaksanakan evaulasi sebagai dasar perencanaan selanjutnya.
Sedangkan strategi pengendalian penyakit diare yang dilaksanakan
pemerintah adalah (Kemenkes RI, 2011):
1. Melaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar di sarana
kesehatan melalui Lima Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE).
LINTAS DIARE adalah Oralit (untuk mencegah dehidrasi), Zinc
(mengurangi parahnya diare, mengurangi durasi dan mencegah
berulangnya diare 2 sampai 3 bulan ke depan), Makan (Teruskan
pemberian ASI pada bayi 0-6 bulan. Balita > 6 bulan, berikan ASI dan
25
MP ASI), Antibiotik selektif (Antibiotik diberi hanya pada penyakit
kolera, diare berdarah), dan Nasihat (Segera kembali ke petugas
kesehatan jika menemukan tanda bahaya).
2. Meningkatkan tatalaksana diare di tingkat rumah tangga yang tepat
dan benar.
3. Meningkatkan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan Penanggulangan
Kejadian Luar Biasa (KLB).
4. Melaksanakan upaya kegiatan pencegahan yang efektif.
5. Melaksanakan Monitoring dan Evaulasi.
2.10. Penatalaksanaan diare
Tindakan yang harus dilakukan saat terjadi diare adalah :
1. Rehidrasi
Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total dapat berupa
hilangnya air lebih banyak dari natrium (Dehidrasi Hipertonik) atau
hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama (Dehidrasi Isotonik)
atau hilangnya natrium yang lebih daripada air (Dehidrasi Hipotonik).
Untuk penatalaksanaan pada balita dapat dengan langkah sebagai
berikut (Kemenkes RI, 2011).
a. Memberikan ASI lebih sering dan lebih lama dari biasanya bagi bayi
yang masih menyusui (bayi 0-24 bulan atau lebih) dan bagi petugas
kesehatan sangat penting untuk mendukung dan membantu ibu untuk
26
menyusui bayinya jika ibu berhenti menyusui bayinya yang masih
berusia 0-24 bulan.
b. Pemberian oralit sampai diare berhenti
c. Memberikan cairan rumah tangga, cairan/minuman yang biasa
diberikan oleh keluarga/masyarakat setempat dalam mengobati diare,
dan memberikan sari makanan yang cocok, contoh: kuah sayur, air
tajin, kuah sup. Jika tidak tersedia cairan rumah tangga dan oralit di
rumah, bisa dengan memberikan air minum.
d. Segera membawa balita diare ke sarana kesehatan.
Bila pasien umum dalam keadaan baik tidak dehidrasi, asupan cairan
yang adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari buah, sup dan
keripik asin. Bila pasien kehilangan cairan yang banyak dan dehidrasi,
penatalaksanaan yang agresif seperti cairan intravena atau rehidrasi oral
dengan cairan isotonik mengandung elektrolit dan gula atau strach harus
diberikan. Terapi rehidrasi oral murah, efektif, dan lebih praktis daripada
cairan intravena. Cairan oral antara lain; pedialit, oralit dll cairan infus a.l
ringer laktat dll(Adyanastri, 2012).
Oralit adalah campuran garam elektrolit seperti natrium klorida
(NaCl), kalium klorida (HCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa
anhidrat. Oralit mempunyai manfaat mengurangi volume tinja hingga
25%, mengurangi mual muntah hingga 30%, dan mengurangi secara
bermakna pemberian cairan melalui intravena sampai 33%. Cairan
27
diberikan 50 – 200 ml/kgBB/24 jam tergantung kebutuhan dan status
hidrasi (Adyanastri, 2012).
2. Diet.
Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah
hebat. Pasien dianjurkan justru minuman sari buah, teh, minuman tidak
bergas, makanan mudah dicerna seperti pisang, nasi, keripik dan sup. Susu
sapi harus dihindarkan karena adanya defisiensi laktase transien yang
disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Minuman berkafein dan alkohol
harus dihindari karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus.
(Adyanastri, 2012).
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi
pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta
mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum Asi harus
lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan
lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi
yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang
mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah
diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu
untuk membantu pemulihan berat badan (Kemenkes, 2011).
3. Zinc
28
Zinc dapat mempercepat penyembuhan diare. Bukti zinc baik dan
aman untuk pengobatan diare berdasarkan hasil penelitian Departement of
Child and Adolescent and Development, World Health Organization yaitu:
a. Zinc sebagai obat pada diare
- 20% lebih cepat sembuh jika anak diare diberi Zinc (Penelitian di
India)
- 20% resiko diare lebih dari 7 hari berkurang
- 18%-59% mengurangi jumlah tinja
- Mengurangi resiko diare berikutnya 2-3 bulan ke depan.
b. Zinc dan pengobatan diare akut
- 25% mengurangi lama diare
c. Zinc dan pengobatan diare persisten
- 24% diare persisten berkurang
d. Zinc sebagai obat pencegah diare akut dan persisten
- Jika zinc diberikan 5-7 kali per minggu dengan dosis ½ yang
dianjurkan (RDA) memberikan 18% penurunan insiden diare dan
25% penurunan diare
- Pada penelitian lanjutan didapatkan 11% penurunan insiden diare
persisten dan 34% penurunan prevalen diare
29
e. Zinc pencegah diare akut dan persisten
- Pemberian zinc baik dalam jangka pendek dan panjang terbukti
menurunkan kejadian diare berdarah.
f. Zinc dan penggunaan antibiotik irasional
- Sampai saat ini pemakaian antibiotik pada diare masih 80%
sedangkan jumlah diare yang seharusnya diberikan antibiotic tidak
lebih dari 20%, sangat tidak rasional (Juffrie dalam Kongres XIV
Ikatan Bidan Indonesia Padang, 2008)
- Pemakaian zinc sebagai terapi diare apapun penyebabnya akan
menurunkan pemakaian antibiotic irasional.
g. Zinc mengurangi biaya pengobatan
- Mengurangi jumlah pemakaian antibiotik dan oralit.
h. Zinc aman diberikan kepada anak
4. Obat antidiare.
Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala sebagai berikut.
a. Yang paling efektif yaitu derivat opioid misal loperamide,
difenoksilat-atropin dan tinkur opium. Loperamide paling disukai
karena tidak adiktif dan memiliki efek samping paling kecil, Bismuth
subsalisilat merupakan obat lain yang dapat digunakan tetapi
kontraindikasi pada pasien HIV karena dapat menimbulkan enselofati
bismuth. Obat antimotilitas penggunaannya harus hati-hati pada
pasien disentri yang panas (termasuk infeksi Shigella) bila tanpa
disertai mikroba, karena dapat memperlama penyembuhan penyakit.
30
b. Obat yang mengeraskan tinja; atapulgite 4 x 2 tab perhari, smectite 3 x
1 saset diberikan tiap diare/BAB encer sampai diare berhenti.
c. Obat anti sekretorik atau anti enkephalinase: Hidrase 3 x 1 tab perhari
(Adyanastri, 2012).
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang
menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak
di anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah
dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar
menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat fatal
(Kemeneks, 2011).
5.Obat antimikroba.
Pengobatan empirik tidak dianjurkan pada semua pasien. Pengobatan
empirik diindikasikan pada pasien-pasien yang diduga mengalami infeksi
bakteri invasif, diare turis traveler’s diarrhea) atau imunosupresif
(Adyanastri, 2012).
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya
kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya
bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena
shigellosis), suspek kolera. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare
disebabkan oleh parasit seperti amuba dan giardia (Kemenekes, 2011).
31