Legal Review ALSA LC UI September 2014

4
Sangketa Wilayah Krimea antara Ukraina dan Rusia LEGAL REVIEW Oleh Divisi External Affairs

description

 

Transcript of Legal Review ALSA LC UI September 2014

Sangketa Wilayah Krimea antara Ukraina dan Rusia

LEGAL REVIEW

Oleh Divisi External Affairs

Republik Krimea adalah sebuah republik otonom yang terletak di bagian utara Laut Hitam. Secara hukum, Krimea termasuk ke dalam wilayah Ukraina. Namun, saat ini, Krimea terletak di bawah

kedaulatan Rusia menurut hasil referendum yang diadakan oleh penduduk Krimea sendiri. Penduduk yang mendiami Krimea sebagian besar adalah orang Rusia dan berbicara dengan bahasa Rusia. Di dalam wilayah Krimea juga terdapat pangkalan angkatan laut milik rusia yang bernama Sevastopol dimana setiap pergerakan militer tertentu harus dilakukan dengan sepengetahuan pemerintah Ukraina. Krimea saat ini sedang dilanda sangketa wilayah yang pada awalnya dipicu oleh mundurnya Presiden Viktor Yanukovych yang berbuntut pada referendum yang diselenggarakan oleh penduduk Krimea. Referendum tersebut bertujuan untuk meminta pendapat penduduk Krimea apakah mereka ingin tetap memiliki pemerintahan sendiri di bawah Ukraina atau memilih untuk bergabung dengan pemerintahan Rusia. Referendum yang diadakan pada tanggal 16 Maret 2014 tersebut menuai hasil bahwa 96.77% dari penduduk Krimea memilih untuk bergabung dengan Rusia. Pemerintah Ukraina menolak keras hasil referendum yang dilakukan oleh Krimea karena mereka berpendapat bahwa referendum itu adalah ilegal dan bergabungnya Krimea ke Rusia melalui hasil referendum adalah tidak sah karena pemisahan diri dari Ukraina seharusnya dilakukan melalui referendum yang melibatkan Ukraina secara keseluruhan, tidak hanya penduduk Krimea. Lain halnya dengan Ukraina, Rusia menyambut baik hasil dari referendum tersebut dan menghormati apa pun keputusan akhir dari Krimea. Konflik semakin memanas ketika diketahui bahwa Rusia melakukan suatu tindakan militer di pangkalan angkatan udara Sevastopol yang diduga bertujuan untuk menganeksasi wilayah Krimea dengan cara yang melanggar hukum internasional dan perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua negara. Sangketa wilayah ini juga telah menimbulkan konflik lain yang berhubungan dengan dunia internasional, contohnya adalah peristiwa jatuhnya pesawat MH17. Hingga saat ini, status Krimea masih tidak jelas karena banyak pihak yang memperdebatkan apakah referendum yang dilakukan oleh Krimea

itu adalah sah menurut hukum yang berlaku dan apakah hasil dari referendum itu dapat diterapkan. Terkait dengan kasus ini, terdapat beberapa regulasi yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk menyelesaikannya. Regulasi-regulasi tersebut terdapat pada International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), International Court of Justice (ICJ) Advisory Opinion, konstitusi Ukraina, dan regulasi yang mengatur mengenai referendum untuk memisahkan diri dari suatu pemerintahan negara. Right of self-determination, atau yang biasa disebut juga dengan hak untuk menentukan nasib sendiri, adalah suatu hak yang sudah diakui konvensi-konvensi tingkat internasional dan juga sudah diterapkan di banyak negara di dunia. Salah satu konvensi yang paling banyak dianut oleh negara di dunia terkait hak ini adalah International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang sudah diakui oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pada general assembly tahun 1966.

Article 1All peoples have the right of self-determination.

By virtue of that right they freely determine their political status and freely pursue their economic, social and cultural development.

Pada Article 1 ICCPR ditegaskan bahwa semua orang memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri. Dalam hal ini, dapat dikaitkan bahwa separatis-separatis di Krimea, yang memutuskan untuk membentuk negara baru lewat suatu pemisahan, adalah manusia yang juga memiliki hak ini dan negara-negara lain memiliki kewajiban untuk menghargai keputusan yang mereka buat terhadap kelangsungan hidup mereka sendiri. Membahas hukum internasional lebih lanjut lagi, tidak pernah ada larangan dari hukum internasional yang melarang adanya pemisahan. Namun, terdapat pengecualian dari hal ini yang dimuat dalam International Court of Justice (ICJ) Advisory Opinion, yaitu dalam pemisahan dari suatu negara tidak boleh ditemui adanya intervensi dari negara lain. Artinya, apabila ditemukan suatu pemisahan dari satu negara yang didahului dengan adanya campur tangan dari negara lain, maka pemisahan tersebut tidak akan diakui oleh hukum internasional.

Referendum yang menjadi opsi pemisahan diri Krimea dari wilayah Rusia mempunyai legalitas yang berlaku bagi negara – negara penganut paham demokrasi termasuk Krimea yang merupakan bagian dari Republik Ukraina. Proses referendum pada dasarnya sama di setiap negara. Pertama, harus ada permohonan referendum berupa petisi yang menyatakan judul dan sifat tindakan mengapa petisi tersebut dapat dikatakan sebagai referendum. Petisi ini kemudian diedarkan untuk tanda tangan dari rakyat di seluruh wilayah negara yang mempunyai hak pilih maupun yang tidak mempunyai hak pilih, tidak hanya diambil dari wilayah yang bersangkutan saja. Ketika jumlah masyarakat yang diperlukan untuk menandatangani petisi telah dikumpulkan sesuai konstitusi yang berlaku, barulah permohonan referendum dapat diajukan. Jika permohonan disertifikasi telah cukup, ukuran referendum ditempatkan pada surat suara pemilihan untuk persetujuan atau penolakan oleh masyarakat. Konstitusi pada sebagian negara menciptakan pengecualian tentang referendum untuk hukum yang diperlukan untuk mendukung pemerintah negara bagian dan lembaga negara atau publik, karena

referendum pada setiap tindakan seperti itu dapat menyebabkan lembaga - lembaga pemerintah berhenti menjalankan fungsinya. Pengecualian ini berlaku terutama untuk langkah-langkah pajak, dan perampasan. Di dalam konstitusi Ukraina, disebutkan dalam pasal 72 mengenai syarat – syarat pengajuan referendum yang berbunyi:

Article 72. The All-Ukrainian referendum shall be called by the Verkhovna Rada of Ukraine or by the

President of Ukraine in accordance with their powers determined by this Constitution. The

All-Ukrainian referendum shall be convened as a popular initiative

at the request of at least three million citizens of Ukraine eligible to vote, provided that the

signatures in favour of the referendum have been collected in at least two-thirds of the oblasts with at least 100,000 signatures gathered in

each oblast. Regulasi diatas tersebut menyiratkan bahwa referendum dapat dilakukan dengan syarat minimal jumlah masyarakat Ukraina sesuai dengan apa yang tertera dalam isi pasal tersebut. Apabila ketentuan pasal tersebut terpenuhi maka referendum pun dapatlah

“ Konflik semakin memanas ketika diketahui bahwa Rusia melakukan suatu tindakan militer di pangkalan angkatan udara Sevastopol yang diduga bertujuan untuk

menganeksasi wilayah Krimea dengan cara yang melanggar hukum internasional dan perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua negara.”

dilakukan selama berkesesuaian dengan pasal 74 Konstitusi Ukraina yakni, referendum dapat dilakukan selama tidak berkenaan dengan rancangan undang – undang mengenai perpajakan, anggaran dan juga amnesti. Penduduk Krimea sendiri – yang sebagian besar beretnis Rusia – ingin bergabung dengan Rusia karena mereka merasa pemerintah Ukraina tidak menjamin kelangsungan penduduk beretnis Rusia, terutama setelah digulingkannya Presiden Viktor Yanukovych melalui revolusi. Pemisahan diri dari Ukraina dilakukan dengan cara referendum. Mengacu pada hukum internasional, referendum tersebut merupakan realisasi dari right of self-determination seperti yang tertuang di Article 1 ICCPR yang pernah dipraktekkan ke dalam kasus Belgian Kongo dan Timor Timur. Hukum internasional yang berlaku secara universal sekarang memberi hak terhadap suatu pihak, dalam hal ini Krimea, untuk mengaplikasikan hak yang mereka miliki ini melalui pemisahan dengan negara asalnya. Yang kedua, terdapat pula ICJ Advisory Opinion di dalam kasus kemerdekaan sepihak Kosovo yang menyatakan bahwa pemisahan diri dari suatu negara adalah sah jika tidak ada intervensi dari negara lain. Rusia, dengan aksinya menambah tenaga militer di Sevastopol, tidaklah melakukan campur tangan yang mempengaruhi pemisahan ini karena perbuatan tersebut masih termasuk ke dalam perjanjian yang telah disetujui oleh

kedua negara, yaitu 2010 Kharkiv Pact, a suatu intervensi dari Rusia. Russian-Ukrainian Naval Base for Gas treaty. Meskipun pihak Krimea menyatakan bahwa referendum tersebut tidak sah karena bertentangan dengan konstitusi Ukraina, perlu diperhatikan bahwa pemisahan dari Ukraina ini tidak hanya berbentuk memerdekakan suatu wilayah, tetapi juga berpindahnya suatu wilayah menjadi dibawah kekuasaan negara lain. Oleh karena itu, yang berlaku bagi kasus ini adalah peraturan yang lebih khusus yang menyangkut negara lain juga, yaitu hukum internasional. Dengan demikian, berdasarkan hal-hal yang dapat dipetik dari berbagai fakta-fakta diatas menunjukkan bahwa pihak Krimea berhak untuk melakukan referendum dalam memutuskan status wilayahnya apakah mereka ingin bergabung menjadi bagian dari Rusia ataupun tetap bergabung menjadi bagian dari Ukraina. Adapun hal-hal tersebut dapat terjadi karena berbagai alasan, diantaranya adalah bahwa terdapat suatu asas yang berlaku di dalam hukum internasional yang dapat dijadikan alasan terhadap tindakan yang dilakukan oleh Krimea yaitu right of self-determination. Berikutnya, bahwa pemisahan dapat dianggap sah di dalam hukum internasional dengan catatan bahwa tidak ada suatu intervensi yang dilakukan oleh negara lain terhadap wilayah yang akan memisahkan diri dan hal ini terjadi di wilayah Krimea dimana tidak ditemukannya suatu intervensi dari Rusia.