Mengkritisi UU No.2 Th. 2012 (Materi ALSA LC UI Table Discussion 2012)

13
UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Mengkritisi UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah bagi Pembebasan untuk Kepentingan Umum.Dr. F.X. ARSIN, SH 01/10/2012

Transcript of Mengkritisi UU No.2 Th. 2012 (Materi ALSA LC UI Table Discussion 2012)

Page 1: Mengkritisi UU No.2 Th. 2012 (Materi ALSA LC UI Table Discussion 2012)

UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah “Mengkritisi UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah bagi Pembebasan untuk Kepentingan Umum.” Dr. F.X. ARSIN, SH 01/10/2012

Page 2: Mengkritisi UU No.2 Th. 2012 (Materi ALSA LC UI Table Discussion 2012)

MENGKRITISI UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah bagi

Pembebasan untuk Kepentingan Umum.

UU No. 2 Tahun 2012 sebetulnya sangat ditunggu-tunggu dari sudut bentuk produk

undang-undang karena selama ini bentuk produk ketentuan yang ada. Mulai dari PMDN

15/1975 tentang Tatacara Pembebasan Tanah, Keppres 55/1993, Permenag 1/1994,

Perpres 36/2005, Perpres 65/2006 jo. Peraturan Ka.BPN 3/2007, telah lama mengatur

tentang cara pembebasan tanah, akan tetapi sebetulnya hanya bersifat mengatur ke dalam

instansi yang memerlukan tanah, dan karenanya tidak bersifat mengikat ke luar terutama

bagi pemilik tanah.

Dengan undang-undang ini diharapkan karena bentuknya undang-undang maka akan

mengikat bagi kedua belah pihak yaitu mengikat baik bagi yang mempunyai hak atas

tanah juga bagi instansi yang membutuhkan tanah.

Permasalahan yang kemudian timbul dengan lain perkataan mengkritisi undang-undang

ini maka :

1. - Asas-asas apa yang patut dikemukakan berkaitan dengan pembebasan tanah?

- Point-point kritik apakah yang kiranya menjadi krusial terutama dilihat dari sudut

pandang konstitusi?

2. Prinsip-prinsip apakah yang harus ada dalam pengadaan tanah?

ASAS-ASAS YANG BERLAKU.

Asas-asas yang berlaku mengenai penguasaan tanah dan perlindungan hukum yang

diberikan oleh Hukum Tanah Nasional kepada para pemegang Hak Atas Tanah.

1. Bahwa penguasaan dan penggunaan tanah oleh siapapun dan untuk keperluan apapun,

harus dilandasi hak atas tanah yang disediakan oleh Hukum Tanah Nasional.

2. Bahwa penguasaan dan penggunaan tanah tanpa ada landasan haknya (illegal) tidak

dibenarkan, bahkan diancam dengan sanksi pidana.

3. Bahwa penguasaan dan penggunaan tanah yang berlandaskan hak yang disediakan

oleh Hukum Tanah Nasional, dilindungi oleh hukum terhadap gangguan-gangguan

Page 3: Mengkritisi UU No.2 Th. 2012 (Materi ALSA LC UI Table Discussion 2012)

dari pihak manapun, baik oleh sesama anggota masyarakat maupun oleh pihak

Penguasa sekalipun, jika gangguan tersebut tidak ada landasan hukumnya.

4. Bahwa oleh hukum disediakan berbagai sarana hukum untuk menanggulangi

gangguan yang ada, yaitu :

a. Gangguan oleh sesama anggota masyarakat : gugatan perdata melalui Pengadilan

Negeri atau meminta perlindungan kepada Bupati / Walikota-madya menurut

Undang-Undang No. 51 Prp Tahun 1960;

b. Gangguan oleh Penguasa : gugatan melalui Pengadilan Umum atau Pengadilan

Tata Usaha Negara.

5. Bahwa dalam keadaan biasa, diperlukan oleh siapapun dan untuk keperluan apapun

(juga untuk proyek-proyek kepentingan umum) perolehan tanah yang dihaki

seseorang harus melalui musyawarah untuk mencapai kesepakatan, baik mengenai

penyerahan tanahnya kepada pihak yang memerlukan maupun mengenai imbalannya

yang merupakan hak pemegang hak atas tanah yang bersangkutan untuk

menerimanya.

6. Bahwa sehubungan dengan apa yang tersebut di atas, dalam keadaan biasa, untuk

memperoleh tanah yang diperlukan tidak dibenarkan adanya paksaan dalam bentuk

apapun dan oleh pihak siapapun kepada pemegang haknya, untuk menyerahkan tanah

kepunyaannya dan atau menerima imbalan yang tidak disetujuinya, termasuk juga

penggunaan lembaga “penawaran pembayaran yang diikuti dengan konsinyasi pada

Pengadilan Negeri” seperti yang diatur dalam Pasal 1404 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata.

7. Bahwa dalam keadaan yang memaksa, jika tanah yang bersangkutan diperlukan untuk

penyelenggaraan kepentingan umum, dan tidak mungkin menggunakan tanah yang

lain, sedang musyawarah yang diadakan tidak berhasil memperoleh kesepakatan,

dapat dilakukan pengambilan secara paksa, dalam arti tidak memerlukan persetujuan

pemegang haknya, dengan menggunakan acara “pencabutan hak” yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961.

8. Bahwa dalam perolehan atau pengambilan tanah, baik atas dasar kesepakatan

bersama maupun melalui pencabutan hak, pemegang haknya berhak memperoleh

imbalan atau ganti kerugian, yang bukan hanya meliputi tanahnya, bangunan, dan

Page 4: Mengkritisi UU No.2 Th. 2012 (Materi ALSA LC UI Table Discussion 2012)

tanaman pemegang hak, melainkan juga kerugian-kerugian lain yang dideritanya

sebagai akibat penyerahan tanah yang bersangkutan.

9. Bahwa bentuk dan jumlah imbalan atau ganti kerugian tersebut, juga jika tanahnya

diperlukan untuk kepentingan umum dan dilakukan pencabutan hak, haruslah

sedemikian rupa, hingga bekas pemegang haknya tidak mengalami kemunduran, baik

dalam bidang sosial maupun tingkat ekonominya.1

POTENSI BERTENTANGAN DALAM KONSTITUSI.

UU No. 2 Tahun 2012 berpotensi bertentangan dengan UUD 1945 secara sederhana

dapat digambarkan sebagai berikut :

No Pasal

Keterangan UU No. 2 Tahun 2012 UUD 1945

1.

2.

3.

Penyelenggaraan Pengadaan

Tanah untuk Kepentingan Umum

memperhatikan keseimbangan

antara kepentingan pembangunan

dan kepentingan masyarakat.

[Pasal 9 ayat (1)]

Pembangunan untuk Kepentingan

Umum sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 10 huruf b sampai

dengan huruf r wajib

diselenggarakan Pemerintah dan

dapat bekerja sama dengan Badan

Usaha Milik Negara, Badan

Usaha Milik Daerah, atau Badan

Usaha Swasta. [Pasal 12 (10)]

*Dalam hal Pihak yang Berhak

menolak bentuk dan/atau

besarnya Ganti Kerugian, tetapi

tidak mengajukan keberatan

dalam waktu sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 38 ayat

(1), karena hukum Pihak yang

Setiap orang berhak atas

pengakuan, jaminan,

perlindungan, dan kepastian

hukum yang adil serta perlakuan

yang sama di hadapan hukum.

[Pasal 28D]

*Cabang-cabang produksi yang

penting bagi negara dan yang

menguasai hajat hidup orang

banyak dikuasai oleh negara.

[Pasal 33 (2)]

*Bumi dan air dan kekayaan alam

yang terkandung didalamnya

dikuasai oleh Negara dan

dipergunakan untuk sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat.

[Pasal 33 (3)]

*Setiap orang berhak mempunyai

hak milik pribadi dan hak milik

tersebut tidak boleh diambil alih

secara sewenang-wenang oleh

siapapun. [Pasal 28H ayat(4)]

*Setiap orang berhak atas

Kepentingan

pembangunan dan

kepentingan masyarakat

tidak dijelaskan,

sehingga akan

menimbulkan multi tafsir

dan membuat

ketidakpastian hukum.

Badan Usaha Swasta

tujuan utamanya

mencari keuntungan.

UUD 1945 menjamin

hak privat/milik

pribadi, sebagai hak

asasi.

1 Prof. Ny. Arie S. Hutagalung, SH., MLI., Komentar Atas Naskah Akademis dan Rancangan Undang-

Undang (RUU) tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan (Jakarta : Rapat Dengar Pendapat Umum

Rancangan Undang-Undang (RUU) DPR-RI, 2011). Hlm.2.

Page 5: Mengkritisi UU No.2 Th. 2012 (Materi ALSA LC UI Table Discussion 2012)

Berhak dianggap menerima

bentuk dan besarnya Ganti

Kerugian sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 37 ayat (1). [Pasal

39]

*Dalam hal Pihak yang Berhak

menolak bentuk dan/atau

besarnya Ganti Kerugian

berdasarkan hasil musyawarah

sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 37, atau putusan pengadilan

negeri/Mahkamah Agung

sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 38, Ganti Kerugian

dititipkan di pengadilan negeri

setempat. [Pasal 42 (1)]

*Pada saat pelaksanaan

pemberian Ganti Kerugian dan

Pelepasan Hak sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2)

huruf a telah dilaksanakan atau

pemberian Ganti Kerugian sudah

dititipkan di pengadilan negeri

sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 41 ayat (1), kepemilikan

atau Hak Atas Tanah dari Pihak

yang Berhak menjadi hapus dan

alat bukti haknya dinyatakan

tidak berlaku dan tanahnya

menjadi tanah yang dikuasai

langsung oleh Negara. [Pasal 43]

perlindungan diri pribadi,

keluarga, kehormatan, martabat,

dan harta benda yang dibawah

kekuasaannya, serta berhak atas

rasa aman dan perlindungan dari

ancaman ketakutan untuk berbuat

atau tidak berbuat sesuatu yang

merupakan hak asasi. [Pasal 28G

ayat (1)]

LATAR BELAKANG TERBITNYA

Dalam latar belakang urgensinya diterbitkannya Rancangan Undang-Undang (RUU)

harus disebutkan sebagai berikut :

Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 (Perpres 36/2005) maupun Peraturan Presiden

No. 65 Tahun 2006 (Perpres 65/2006) tergolong sebagai keputusan yang berentang

umum (besluiten van algemene strekking), karena memenuhi unsur umum, konkret,

dan berlaku terus menerus. Ditinjau dari fungsinya maka Perpres 36/2005 maupun

Perpres 65/2006 berfungsi menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka

penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. Sedangkan ditinjau dari materi muatannya

Perpres ini tergolong sebagai peraturan yang materi muatannya bersifat atribusian.

Page 6: Mengkritisi UU No.2 Th. 2012 (Materi ALSA LC UI Table Discussion 2012)

Perpres 36/2005 maupun Perpres 65/2006 merupakan peraturan yang berisikan

pedoman melaksanakan pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Perpres ini tidak

mempunyai daya ikat keluar, tetapi justru kedalam sehingga yang wajib menaatinya

adalah pelaksana pengadaan tanah yang disebut sebagai Panitia Pengadaan Tanah,

sedangkan masyarakat yang tanahnya akan dilepaskan guna pembangunan proyek

untuk kepentingan umum tidak terikat pada ketentuan tersebut.

Dalam latar belakang lingkup pengadaan tanah tidak cukup hanya berhenti sampai pada

proses pemberian imbalan kepada yang berhak atas tanah tersebut. Perpres 36/2005

maupun Perpres 65/2006 sebagai suatu pedoman bagi pelaksanaan pengadaan tanah bagi

kepentingan umum harus memperhatikan kepentingan warga masyarakat yang terkena

dampak atas pelaksanaan pengadaan tanah tersebut.

Untuk itu ruang lingkup kegiatan pengadaan tanah harus meliputi pula pada proses

dimana mereka yang terkena proyek pembangunan untuk kepentingan umum tersebut

tetap terpelihara kesejahteraan hidupnya seperti semula, bahkan menjadi lebih baik

daripada sebelum dilakukannya proyek tersebut. Untuk itu kami merekomendasikan

untuk memperluas ruang lingkup proses pengadaan tanah menjadi suatu kegiatan yang

mengikutsertakan pihak yang berhak atas tanah, bangunan, tanaman serta benda-benda

lain yang ada diatasnya, termasuk pemukiman kembali dan pembinaan.2

MENGKRITISI ISTILAH KEPENTINGAN UMUM DALAM BEBERAPA

PRODUK KETENTUAN.

Persandingan “kepentingan umum” dalam Keppres, Perpu, dan UU No. 2/2012.

KEPPRES 55/1993 PERPRES 36/2005 PERPRES 65/2006 UU No. 2/2012

Pasal 1 angka 3 :

Kepentingan umum

adalah kepentingan

Pasal 1 angka 5 :

Kepentingan umum

adalah kepentingan

Pasal 1 angka 6 :

Kepentingan umum

adalah kepentingan

2 Prof. Ny. Arie S. Hutagalung, SH., MLI., Komentar Atas Naskah Akademis dan Rancangan Undang-

Undang (RUU) tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan (Jakarta : Rapat Dengar Pendapat Umum

Rancangan Undang-Undang (RUU) DPR-RI, 2011). Hlm.7.

Page 7: Mengkritisi UU No.2 Th. 2012 (Materi ALSA LC UI Table Discussion 2012)

seluruh lapisan

masyarakat.

sebagian besar lapisan

masyarakat.

bangsa, negara, dan

masyarakat yang harus

diwujudkan oleh

pemerintah dan

digunakan sebesar-

besarnya untuk

kemakmuran rakyat.

Pasal 5 angka 1 :

Kegiatan

pembangunan yang

dilakukan dan

selanjutnya dimiliki

Pemerintah serta tidak

digunakan untuk

mencari keuntungan,

dalam bidang-bidang

antara lain sebagai

berikut :

a. Jalan umum,

saluran

pembuangan air;

b. Waduk, bendungan

dan bangunan

pengairan lainnya

termasuk saluran

irigasi;

c. Rumah Sakit

Umum dan Pusat-

pusat Kesehatan

Masyarakat;

d. Pelabuhan atau

bandar udara atau

terminal;

e. Peribadatan;

f. Pendidikan atau

sekolahan;

g. Pasar Umum atau

Pasar INPRES;

h. Fasilitas

pemakaman

umum;

i. Fasilitas

Keselamatan

Umum seperti

Pasal 5 :

Pembangunan untuk

kepentingan umum

yang dilaksanakan

Pemerintah atau

Pemerintah Daerah

meliputi :

a. jalan umum, jalan

tol, rel kereta api

(di atas tanah, di

ruang atas tanah,

ataupun di ruang

bawah tanah),

saluran air

minum/air bersih,

saluran

pembuangan air

dan sanitasi;

b. waduk, bendungan,

bendung, irigasi,

dan bangunan

pengairan lainnya;

c. rumah sakit umum

dan pusat

kesehatan

masyarakat;

d. pelabuhan, bandar

udara, stasiun

kereta api dan

terminal;

e. peribadatan;

f. pendidikan atau

sekolah;

g. pasar umum;

h. fasilitas

pemakaman

umum;

Pasal 5 :

Pembangunan untuk

kepentingan umum

yang dilaksanakan

Pemerintah atau

Pemerintah Daerah

sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2, yang

selanjutnya dimiliki

atau akan dimiliki oleh

Pemerintah atau

Pemerintah Daerah

meliputi :

a. jalan umum dan

jalan tol, rel kereta

api (di atas tanah,

di ruang atas tanah,

ataupun di ruang

bawah tanah),

saluran air

minim/air bersih,

saluran

pembuangan air

dan sanitasi;

b. waduk,

bendungan,

bendungan irigasi

dan bangunan

pengairan lainnya;

c. pelabuhan, bandar

udara, stasiun

kereta api, dan

terminal;

d. fasilitas

keselamatan

umum, seperti

tanggul

Pasal 4 :

Tanah untuk

Kepentingan Umum

digunakan bagi

pembangunan :

a. pertahanan dan

keamanan

nasional;

b. jalan umum, jalan

tol, terowongan,

jalur kereta api,

stasiun kereta api,

dan fasilitas

operasi kereta api;

c. waduk,

bendungan,

bendung, irigasi,

saluran air minum,

saluran

pembuangan air

dan sanitasi, dan

bangunan

pengairan lainnya;

d. pelabuhan, bandar

udara, dan

terminal;

e. infrastruktur

minyak, gas, dan

panas bumi;

f. pembangkit,

transmisi, gardu,

jaringan, dan

distribusi tenaga

listrik;

g. jaringan

telekomunikasi

dan informatika

Page 8: Mengkritisi UU No.2 Th. 2012 (Materi ALSA LC UI Table Discussion 2012)

antara lain tanggul

penanggulangan

bahaya banjir,

lahar lain-lain

bencana;

j. Pos dan

Telekomunikasi;

k. Sarana Olah Raga;

l. Stasiun penyiaran

radio, televisi

beserta sarana

pendukungnya;

m. Kantor

Pemerintah;

n. Fasilitas Angkatan

Bersenjata

Republik

Indonesia.

2. Kegiatan

pembangunan

untuk kepentingan

umum selain yang

dimaksud dalam

angka 1 yang

ditetapkan dengan

Keputusan

Presiden.

i. fasilitas

keselamatan

umum;

j. pos dan

telekomunikasi;

k. sarana olah raga;

l. stasiun penyiaran

radio, televisi dan

sarana

pendukungnya;

m. kantor Pemerintah,

pemerintah daerah,

perwakilan negara

asing, Perserikatan

Bangsa-Bangsa,

dan atau lembaga-

lembaga

internasional di

bawah naungan

Perserikatan

Bangsa-Bangsa;

n. fasilitas tentara

Nasional Indonesia

dan Kepolisian

Negara Republik

Indonesia sesuai

dengan tugas

pokok dan

fungsinya;

o. lembaga

permasyarakatan

dan rumah

tahanan;

p. rumah susun

sederhana;

q. tempat

pembuangan

sampah;

r. cagar alam dan

cagar budaya;

s. pertamanan;

t. panti sosial;

u. pembangkit,

transmisi,

distribusi tenaga

listrik.

penanggulangan

bahaya banjir,

lahar, dan lain-lain

bencana;

e. tempat

pembuangan

sampah;

f. cagar alam dan

cagar budaya;

g. pembangkit,

transmisi,

distribusi tenaga

listrik.

Pemerintah;

h. tempat

pembuangan dan

pengolahan

sampah;

i. rumah sakit

Pemerintah/

Pemerintah

Daerah;

j. fasilitas

keselamatan

umum;

k. tempat

pemakaman umum

Pemerintah/

Pemerintah

Daerah;

l. fasilitas sosial,

fasilitas umum,

dan ruang terbuka

hijau publik;

m. cagar alam dan

cagar budaya;

n. kantor Pemerintah/

Pemerintah

Daerah/desa;

o. penataan

permukiman

kumuh perkotaan

dan/atau

konsolidasi tanah,

serta perumahan

untuk masyarakat

berpenghasilan

rendah dengan

status sewa;

p. prasarana

pendidikan atau

sekolah

Pemerintah/

Pemerintah

Daerah;

q. prasarana olahraga

Pemerintah/

Pemerintah

Daerah; dan

Page 9: Mengkritisi UU No.2 Th. 2012 (Materi ALSA LC UI Table Discussion 2012)

r. pasar umum dan

lapangan parkir

umum.

Catatan :

Ada batasan kriteria

kepentingan umum.

14 (empat belas)

jenis kegiatan.

Catatan :

Tidak ada batasan

kriteria

kepentingan

umum.

21 (dua puluh satu)

jenis kegiatan,

perluasan ruang

lingkup kegiatan.

Catatan :

Ada batasan

kriteria tetapi

berbeda dengan

Keppres karena

menyebutkan

“akan” dimiliki,

serta

menghilangkan

kriteria “tidak

digunakan mencari

keuntungan”.

7 (tujuh) jenis

kegiatan.

Catatan :

Tidak ada batasan

kriteria

kepentingan

umum.

18 (delapan belas)

jenis kegiatan.3

Ada beberapa hal yang menjadi concern dari Undang-Undang ini adalah :

1. KONSINYASI.

Kendala utama yang sering terjadi dalam proses pengadaan tanah adalah tidak

tercapainya kesepakatan antara pihak pemerintah dengan pihak pemilik hak atas

tanah. Hal ini dikarenakan pengadaan tanah sering dilakukan dengan saat terdesak

dan pihak pemerintah selalu menyatakan untuk kepentingan umum, maka pihak

pemerintah melalui panitia pengadaan tanah, selalu mengadakan ganti kerugian

secara sepihak dengan harga yang telah ditentukan, yang kemudian dilanjutkan

kepada Pengadilan Negeri setempat untuk konsinyasi.

Penerapan konsinyasi merupakan suatu cara dan/atau titik tengah yang harus

ditempuh untuk mengadakan tanah, namun hal ini menurut saya justru lebih

memperlihatkan adanya kesewenangan oleh pihak pemerintah yang sesukanya

menerapkan pengusiran dan/atau pengosongan lahan yang bersifat memaksa.

Sehingga proses konsinyasi tidak bersifat efektif dalam pengadaan tanah, hal ini

terlihat dari pihak pemerintah yang memberikan besaran uang ganti kerugian sebagai

3 Prof. DR. Maria S.W. Sumardjono, SH., MCL., MPA., Anatomi Undang-Undang No. 2 Tahun 2012

tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Tinjauan Filosofis, Yuridis, dan

Sosiologis (Jakarta : 2012). Hlm.4.

Page 10: Mengkritisi UU No.2 Th. 2012 (Materi ALSA LC UI Table Discussion 2012)

konsinyasi melalui pengadilan negeri dan kemudian pihak pemerintah berpikir jikalau

kewajibannya telah selesai dan langsung menjalankan pembangunan dilahan tersebut.

Pengaturan mengenai lembaga konsinyasi dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (KUHPer), Pasal 1381 menyatakan bahwa debitur dapat melunasi hutangnya

dengan menitipkan objek hutang ke Pengadilan Negeri dan/atau dengan cara

penawaran tunai, sehingga hutang debitur kepada kreditur dapat dihapuskan.

Sedangkan dalam Perpres No. 65 Tahun 2006 pada Pasal 10 ayat (2) mengatur

konsinyasi untuk pengadaan tanah demi kepentingan umum merupakan hasil

pengadopsian dari KUHPer.

Kesimpulan dan Saran :

Menurut pendapat saya, konsinyasi tidaklah berjalan dengan efektif dalam hal

penerapannya pada pengadaan tanah untuk kepentingan umum, sebab pada

hakikatnya berbenturan dengan ketentuan hokum positif yang telah ada yakni

Pasal 1381 KUHPer karena saya beranggapan bahwa ketentuan konsinyasi yang

ada dalam Perpres No. 65 Tahun 2006 dapat berjalan efektif jika diselaraskan

dengan pengaturan lembaga konsinyasi yang telah diatur dalam UU No. 2

Tahun 2012 dan KUHPer, sebab pada dasarnya prinsip konsinyasi yang ada

dalam system pengadaan tanah adalah hasil adopsi daripada KUHPer itu

sendiri khususnya Pasal 1381.4

2. Kerancuan antara pengadaan tanah dan pencabutan hak atas tanah.

a. menabrak prinsip “hukum sebagai sistem”.

Jika dalam peraturan perundang-undangan terkait dengan pengadaan tanah

sebelum UU No. 2/2012 yakni Keppres No. 55/1993 (“Keppres”) dan Perpres No.

36/2005 jo. No. 65/2006 (“Perpres”), konsepsi yang membedakan antara

pengadaan tanah dan pencabutan hak atas tanah diterapkan sebagaimana

mestinya, UU No. 2/2012 meninggalkan konsepsi ini dengan tidak menyinggung

4 Hendrianto Jaya, Tugas Kritisi UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Terhadap Peraturan

Yang Berkaitan Dengan Peraturan Berkaitan Lainnya (Jakarta : Fakultas Hukum Magister Kenotariatan

Universitas Indonesia, 2012). Hlm.2.

Page 11: Mengkritisi UU No.2 Th. 2012 (Materi ALSA LC UI Table Discussion 2012)

sama sekali acara pencabutan hak atas tanah ketika musyawarah untuk mencapai

kesepakatan lokasi pembangunan maupun pemberian ganti kerugian menemui

kegagalan sedangkan lokasi tidak dapat dipindahkan. Semua keberatan/penolakan

pemegang hak atas tanah diselesaikan melalui lembaga peradilan dengan sama

sekali menafikan acara pencabutan hak atas tanah.

Dalam ilmu hukum, salah satu prinsip dasar adalah “hukum sebagai sistem”.

Secara ringkas artinya adalah bahwa “hukum itu merupakan tatanan, merupakan

satu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur yang berkaitan

erat satu sama lain”. Sistem hukum itu bersifat kontinyu, sekalipun peraturan

berubah-ubah, namun sistemnya selalu sama, bersifat kontinyu,

berkesinambungan dan otonom (Sudikno Mertokusumo dalam “Mengenal

Hukum”, Liberty, Yogyakarta, 2003).

Dengan demikian, walaupun pengaturan terkait pengadaan tanah untuk

kepentingan umum berubah-ubah, tapi sistemnya selalu sama, yakni : jika tercapai

kesepakatan melalui musyawarah dengan pemegang hak atas tanah, maka rezim

pengaturannya adalah “Pengadaan Tanah”, tetapi bila segala cara melalui

musyawarah menemui kegagalan, jalan keluarnya adalah (jika kepentingan umum

menghendaki dan lokasi tidak dapat dipindah ke tempat lain) “Pencabutan Hak

atas Tanah”.

3. SANKSI.

Dalam Undang-Undang tidak dijumpai pasal (pasal) tentang sanksi. Undang-Undang

yang memberikan bobot kepastian hukum yang “lebih” kepada pihak yang

memerlukan tanah melalui pengetatan jangka waktu (seluruh proses pengadaan Tanah

tidak melebihi 2 (dua) tahun) itu tidak memuat ketentuan tentang sanksi.

Pertanyaannya adalah, bagaimana bila terjadi hal-hal sebagai berikut :

a. Keterlambatan pembayaran ganti kerugian.

b. Pengadaan tanah berlarut-larut atau tidak sesuai jadwal maupun perpanjangannya.

c. Pengadaan tanah dibatalkan.

d. Penggunaan tanah tidak sesuai dengan perencanaan awal.

Page 12: Mengkritisi UU No.2 Th. 2012 (Materi ALSA LC UI Table Discussion 2012)

Sebagai perbandingan, di Malaysia ada late payment charges dengan denda 8%

(delapan persen) per tahun (Pasal 32 Land Acquisition Act 1960). Hal serupa ada juga

di Singapura (Pasal 41 Land Acquisition Act 1966).

4. Lain-lain.

4.1. Pengadaan Tanah Skala Kecil.

UU ini tidak memuat pengecualian penyelenggaraan pengadaan tanah untuk

kegiatan pembangunan bagi kepentingan umum (bandingkan dengan Keppres

dan Perpres). Hal ini akan merepotkan jika untuk pengadaan tanah yang

luasnya kurang dari 1 (satu) hektar dan dapat ditempuh perolehannya secara

langsung dengan pemegang hak atas tanah melalui jual beli, dan sebagainya,

justru akan merepotkan ketika harus ditempuh sesuai dengan prosedur yang

diatur dalam UU ini.

(Catatan : karena pengadaan tanah skala kecil ini tidak diatur dalam Undang-

Undang, maka hal tersebut tidak dapat dimuat dalam Perpres!!).5

5 Prof. DR. Maria S.W. Sumardjono, SH., MCL., MPA., Anatomi Undang-Undang No. 2 Tahun 2012

tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Tinjauan Filosofis, Yuridis, dan

Sosiologis (Jakarta : 2012). Hlm.7

Page 13: Mengkritisi UU No.2 Th. 2012 (Materi ALSA LC UI Table Discussion 2012)

DAFTAR PUSTAKA.

Hendrianto Jaya, 2012. Tugas Kritisi UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah

Terhadap Peraturan Yang Berkaitan Dengan Peraturan Berkaitan Lainnya. Tugas

tidak Diterbitkan. Jakarta. Fakultas Hukum Magister Kenotariatan Universitas

Indonesia.

Prof. Boedi Harsono, Edisi 2007. Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan

Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta : Djambatan.

Prof. DR. Maria S.W. Sumardjono, SH., MCL., MPA., 2012. Anatomi Undang-

Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk

Kepentingan Umum Tinjauan Filosofis, Yuridis, dan Sosiologis. Jakarta: hlm. 4.

Prof. Ny. Arie S. Hutagalung, SH., MLI., 2011. “Komentar Atas Naskah Akademis dan

Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan”

Makalah yang disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Rancangan

Undang-Undang (RUU) tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, yang

diselenggarakan oleh DPR-RI, tanggal 2 Maret 2011.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan

Tanah, 2012. Jakarta.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.