lbm 1

download lbm 1

of 34

Transcript of lbm 1

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang

Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktifitas neuronal yang abnormal dan sebagai pelepasan listrik serebral yang berlebihan. Aktivitas ini bersifat dapat parsial atau vokal, berasal dari daerah spesifik korteks serebri, atau umum, melibatkan kedua hemisfer otak. Manifestasi jenis ini bervariasi, tergantung bagian otak yang terkena. Penyebab kejang mencakup factor-faktor perinatal, malformasi otak congenital, factor genetic, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan metabilisme, trauma, neoplasma, toksin, gangguan sirkulasi, dan penyakit degeneratif susunan saraf. Kejang disebut idiopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya. Epilepsi adalah gangguan yang ditandai dengan kejang yang kronik, kejang yang terutama berasal dari serebri menunjukkan disfungsi otak yang mendasarinya. Epilepsy sendiri bukan suatu penyakit

BAB IIPEMBAHASAN

A. Sekenario Anak A, laki-laki usia 7 tahun di bawah ibunya ke IGD RSUD karena tidak sadar setelah mengalami kejang tonik klonik selama 30 menit. Dua hari sebelumnya anak A mengalami panas tinggi yang tidak turun-turun walaupun sudah diminumkan paracetamol . seminggu yang lalu anak A memang di bawa ke dokter Puskesmas berobat karena sakit radang tenggorokan. Anak A juga sering merasa mengantuk dan tidur lebih lama dari biasanya. Anak A juga sering mengeluh pada ibunya jika iya sering merasa pusing, Kadang samapai mual dan muntah, iritabilitas juga di alami dalam 2 hari ini. Orang tua mengira anaknya kelelahan karena anak A sering main bola sampai tidak kenal waktu.B. Terminologi1. Kejang tonik-klonik:2. Iritabilitas:3. Radang tenggorokan:

C. Permaslahan1. Jelaskan Definisi kejang ?2. Jelaskan Klasifikasi kejang ?3. Etiologi kejang ?4. Patofisiologi Kejang?5. Klasifikasi penurunan kesadaran?6. Mengapa anak pada scenario walaupun sudah diberi parasetamol demamnya tidak turun?7. Diagnosis banding ?

D. Pembahasan Permaslahan1. Definisi kejangKejang terjadi akibat lepas muatan paroksimal yang berlebihan dari suatu populasi neuron yang sangat mudah terpacu (fokus kejang) sehingga menggangu fungsi normal otak. Namun, kejang juga terjadi dari jaringan otak normal di bawah kondisi patologik tertentu, seperti perubahan keseimbangan asam- basa atau elektrolit. Kejang itu sendiri, apabila berlangsung singkat, jarang menimbulkan kerusakan, tetapi kejang dapat merupakan menifestasi dari suatu penyakit mendasar yang membahayakan, misalnya gangguan metabolisme, infeksi intrakranium, gejala putus-obat,intoksikasi obat,atau ensefalopati hipertensi. Bergantung pada lokasi neuron-neuron focus kejang ini,kejang dapat bemanipestasi sebagai kombinasi perubahan tingkat kesadaran dan gangguan dalam fungsi motorik, atau autonom.Istilah kejang bersifat generik, dan dapat digunakan penjelasan-penjelasan lain yang spesifik sesuai karakteristik yang diamati. Kejang dapat terjadi hanya sekali atau berulang. Kejang rekuren, sepontan, dan tidak disebabkan oleh kelainan metabolisme yang terjadi bertaun-taun disebut epilepsy. Bangkitan motorik generalisata yang menyebabkan hilangnya kesadaran dan kombinasi kontraksi otot tonik-klonik sering di sebut kejang. Kejang konvulasi biasanya menimbulkan kontaksi otot rangka yang hebat dan ivolunter yang mungkin meluas dari suatu bagian tubuh ke seluruh tubuh atau mungkin terjadi secara mendadak disertai keterlibatan seluruh tubuh. Status epileptikus adalah suatu kejang berkepanjanagan atau serangkaian kejang relative tanpa pemulihan kesadaran antarikus.2. Klasifikasi kejang a. Kejang Parsial1) Kejang Parsial Sederhana Kesadaran tidak terganggu; dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini:a) Tanda-tanda motoriskedutaan pada wajah. Tangan, atau salah satu sisi tubuh : umumnya gerakan kejang yang sama.b) Tanda atau gejala otonomikmuntah berkeringan, muka merah, dilatasi pupil.c) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus-mendengar musik, merasa seakan jatuh dari udara, parestesia.d) Gejala psikikdejavu, rasa takut, sisi panoramic. 2) Kejang parsial kompleska) Terdapat gangguan kesadaran. Walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks.b) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan aromaticmengecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.c) Dapat tanpa otomatismetatapan terpaku.b. Kejang Umum (Konvulsif atau Non-Konvulsif)1) Kejang Absensa) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas.b) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik.c) Awitan dan khiran cepat, setelah itu kembali waspada dan berkonsentrasi penuh.d) Umumnya dimulai pada usia antara 4 dan 14 tahun dan sering sembuh dengan sendirinya pada usia 18 tahun.2) Kejang MioklonikKedutaan-kedutaan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi mendadak3) Kejang MioklonikLanjutana) Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi bila patologik, berupa kedutaan-kedutaan sinkron dari leher, bahu, lengan atas dan kaki.b) Umumnya berlangusung kurang dari 15 detik dan terjadi didalam kelompok.c) Kehilangan kesadaran hanya sesaat4) Kejang Tonik-Klonika) Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ektremitas, batang tubuh, dan wajah, yang langsung kurang dari 1 menit.b) Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kebih dan usus.c) Tidak adan respirasi dan sianosisd) Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas dan bawah. e) letargi, konfusi, dan tidur dalam fase postical5) Kejang Atonika) Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk atau jatuh ketanah.b) Singkat, dan terjadi tampa peringatan.

3. Etiologi kejang Kejang dapat terjadi pada setiap individu yang mengalami hipoksemia berat (penurunan oksigen dalam darah), hipoglikemia (penurunan glukosa dalam darah), asidemia (peningkatan asam dalam darah), alkalemia (penurunan asam dalam darah), dehidrasi, intoksikasi air, atau demam tinggi. Putus obat, penyalahgunaan obat, dan toksemia pada kehamilan juga dapat menyebabkan kejang. Beberapa individu tampak mengalami ambang kejang yang rendah sehingga lebih rentan terhadap kejang dibandingkan orang lain, yang menunjukan kecenderungan genetik pada kejang. Kejang yang disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel apabila stimulus pencetusnya dihilangkan. Sinkope (pingsan) sering kali salah di diagnosis sebagai kejang karena beberapa gerakan otot mungkin sama. Keadaan tidak sadar dan kedutan otot yang berhubungan dengan pingsan jarang berlangsung lebih dari 5 sampai 10 detik, dan pingsan tidak berkaitan dengan gejala postical sperti keletihan.

4. Patofisiologi KejangKejang terjadi akibat lepas muatan paroksimal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang tergangu akibat suatu keadaan patologik, aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi lepas muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, thalamus, dan kotreks sereblum kemungkinan besar bersifat epilogenetik, sedangkan lesi di serebelum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.Ditingkat mermbran sel, fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut:a Instabilitas mermbran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.b Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan.c Kelainan polarisasi ( polarisasi berlebihan hipopolarisasi atau selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetikolin atau defisiensi asam gama aminobutirat ( GABA).d Ketidakseimbngan ion yang mengubah keseimbngan asam- basa atauelektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan pada depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter eksitatorik atau deplesi neurototransmitter inhibiotorik.

5. Penurunan kesadaranKesadaran adalah suatu keadaan dimana seseorang sadar penuh atas dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya.Komponen yang dapat dinilai dari suatu keadaan sadar yaitu kualitas kesadaran itu sendiri dan isinya. Isi kesadaran menggambarkan keseluruhan dari fungsi cortex serebri, termasuk fungsi kognitif dan sikap dalam merespon suatu rangsangan.2Pasien dengan gangguan isi kesadaran biasanya tampak sadar penuh, namun tidak dapat merespon dengan baik beberapa rangsangan-rangsangan, seperti membedakan warna, raut wajah, mengenali bahasa atau simbol, sehingga sering kali dikatakan bahwa penderita tampak bingung. Penurunan kesadaran atau koma menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai final common pathway dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi penurunan kesadaran maka terjadi disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh. Dalam beberapa kasus, kesadaran tidak hanya mengalami penurunan, namun dapat terganggu baik secara akut maupun secara kronik/progresif.a. Terganggunya kesadaran secara akut, antara lain:1) Clouding of consciousness (somnolen) keadaaan dimana terjadi penurunan tingkat kesadaran yang minimal sehingga pasien tampak mengantuk yang dapat disertai dengan mood yang irritabledan respon yang berlebih terhadap lingkungan sekitar. Biasanya keadaan mengantuk akan lebih tampak pada pagi dan siang hari, sedangkan pada malam harinya pasien akan terlihat gelisah.2) Delirium merupakan keadaaan terganggunya kesadaran yang lebih dikarenakan abnormalitas dari mental seseorang dimana pasien salah menginterpretasikan stimulan sensorik dan terkadang terdapat halusinasi pada pasien. Berdasarkan DSM-IV, delirium adalah gangguan kesadaran yang disertai ketidakmampuan untuk fokus atau mudah terganggunya perhatian. Pada delirium, gangguan hanya terjadi sementara dalam waktu yang singkat (biasanya dalam hitungan jam atau hari) dan dapat timbul fluaktif dalam 1 hari. Pasien dengan delirium biasanya mengalami disorientasi, pertama adalah waktu, tempat, lalu lingkungan sekitar.3) Obtundation (apatis) kebanyakan pasien yang dalam keadaan apatis memiliki penurunan kesadaran yang ringan sampai sedang diikuti dengan penurunan minat terhadap lingkungan sekitar. Pasien biasanya merespon lambat terhadap stimulan yang diberikan.4) Stupor kondisi dimana pasien mengalami tidur yang dalam atau tidak merespon, respon hanya timbul pada stimulan yang kuat dan terus menerus. Dalam keadaan ini dapat ditemukan gangguan kognitif.5) Koma keadaan dimana pasien tidak merespon sama sekali terhadap stimulan, meskipun telah diberikan stimulan yang kuat dan terus menerus. Pasien mungkin dapat tampak meringis atau gerakan tidak jelas pada kaki dan tangan akibat rangsangan yang kuat, namun pasien tidak dapat melokalisir atau menangkis daerah nyeri. Semakin dalam koma yang dialami pasien, respon yang diberikan terhadap rangsangan yang kuat sekalipun akan menurun. 6) Locked-in syndrome keadaan dimana pasien tidak dapat meneruskan impuls eferen sehingga tampak kelumpuhan pada keempat ektremitas dan saraf cranial perifer. Dalam keadaan ini pasien bisa tampak sadar, namun tidak dapat merespon rangsangan yang diberikan. b. Terganggunya kesadaran secara progresif/kronik, antara lain:1) Dementia penurunan mental secara progeresif yang dikarenakan kelainan organic, namun tidak selalu diikuti penurunan kesadaran. Penurunan mental yang tersering adalah penurunan fungsi kognitif terutama dalam hal memori/ingatan, namun dapat juga disertai gangguan dalam berbahasa dan kendala dalam melakukan/menyelesaikan/menyusun suatu masalah. 2) Hypersomnia keadaan dimana pasien tampak tidur secara normal namun saat terbangun, kesadaran tampak menurun/tidak sadar penuh. 3) Abulia keadaan dimana pasien tampak acuh terhadap lingkungan sekitar (lack of will) dan merespon secara lambat terhadap rangsangan verbal. Sering kali respon tidak sesuai dengan percakapan atau gerakan yang diperintahkan, namun tidak ada gangguan fungsi kognitif pada pasien.4) Akinetic mutism merupakan keadaan dimana pasien lebih banyak diam dan tidak awas terhadap diri sendiri (alert-appearing immobility).5) The minimally conscious state (MCS) keadaan dimana terdapat penurunan kesadaran yang drastis/berat tetapi pasien dapat mengenali diri sendiri dan keadaaan sekitar. Keadaan ini biasanya timbul pada pasien yang mengalami perbaikan dari keadaan koma atau perburukan dari kelainan neurologis yang progresif.6) Vegetative state (VS) bukan merupakan tanda perbaikan dari pasien yang mengalami penurunan kesadaran,meskipun tampak mata pasien terbuka, namun pasien tetap dalam keadaan koma. Pada keadaan ini regulasi pada batang otak dipertahankan oleh fungsi kardiopulmoner dan saraf otonom, tidak seperti pada pasien koma dimana hemisfer cerebri dan batang otak mengalami kegagalan fungsi. Keadaan ini dapat mengalami perbaikan namun dapat juga menetap (persistent vegetative state). Dikatakan persisten vegetative state jika keadaan vegetative menetap selama lebih dari 30 hari.7) Brain death merupakan keadaan irreversible dimana semua fungsi otak mengalami kegagalan, sehingga tubuh tidak mampu mempertahankan fungsi jantung dan paru yang menyuplai oksigen dan nutrisi ke organ-organ tubuh. Kematian otak tidak hanya terjadi pada hemisfer otak, namun juga dapat terjadi pada batang otak.Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan di klinik yaitu kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, soporokoma dan koma.Terminologi tersebut bersifat kualitatif.Sementara itu, penurunan kesadaran dapat pula dinilai secara kuantitatif, dengan menggunakan skala koma Glasgow. Penilaian kesadaran biasanya berdasarkan respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan oleh pemeriksa.6. Mengapa anak pada scenario walaupun sudah diberi parasetamol demamnya tidak turun?Parasetamol menghambat produksi prostaglandin (senyawa penyebab inflamasi), namun parasetamol hanya sedikit memiliki khasiat anti inflamasi. Telah dibuktikan bahwa parasetamol mampu mengurangi bentuk teroksidasi enzim siklooksigenase (COX), sehingga menghambatnya untuk membentuk senyawa penyebab inflamasi. Paracetamol juga bekerja pada pusat pengaturan suhu pada otak. Tetapi mekanisme secara spesifik belum diketahui. Parasetamol juga bekerja sebagai antipiretik, yang berarti dapat memengaruhi bagian otak (hipotalamus) yang mengatur suhu tubuh.Antipiretik merupakan komposisi yang umum terdapat pada obat pengurang demam dan nyeri yang terkait dengan flu dan pilek. Pada scenario anak menderita radang tenggorokan sehingga menimbulkan demam, untuk paracetamol merupakan obat yang mengatasi demam bukan mengobati radang jadi walaupun anak pada scenario diberikan parasetamol tanpa memberikan antibiotic untuk mengobati radangnya, demamnya akan tetap sebagai efek dari radang yang belum terobati. Paracetamol bekerja bukan pada sumber inflamasi namun pada sistem saraf pusat untuk menurunkan suhu tubuh. (WHO. Guidelines on the pharmacological treatment of persisting pain in children with medical illness. France. 2012)7. Diagnosis bandinga. Meningitis1) Definisi Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges,lapisan yang tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis

2) EtiologiPenyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas : Penumococcus, Meningococcus, Hemophilus influenza, Staphylococcus, E.coli, Salmonella. Penyebab meningitis terbagi atas beberapa golongan umur :a) Neonatus : Eserichia coli, Streptococcus beta hemolitikus, Listeria monositogenesb) Anak di bawah 4 tahun : Hemofilus influenza, meningococcus, Pneumococcus.c) Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa : Meningococcus, Pneumococcus. 3) Patofisiologi Patofisiologi meningitis bakterial merupakan proses yang kompleks, komponen komponen bakteri dan mediator inflamasi berperan dalam menimbulkan respon radang pada selaput otak ( meningen ) yang kemudian menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan aliran darah otak yang dapat menimbulkan gejala sisa. Umumnya otak dilindungi oleh sistem imun dan sawar darah otak pada selaput darah otak yaitu antara aliran darah dengan otak. Jika bakteri dapat lolos masuk ke dalam cairan otak maka bakteri akan memperbanyak diri dengan mudah dan cepat oleh karena kurangnya pertahanan humoral dan aktivitas fagositosis dalam cairan otak. Bakteri yang telah berkembang biak akan tersebar ke seluruh ruang subaraknoid secara pasif karena aliran cairan serebrospinal. Bakteri pada waktu berkembang biak atau pada waktu mati akan melepaskan dinding sel atau komponen komponen membran sel ( endotoksin, teichoic acid ) yang menyebabkan kerusakan jaringan otak serta menimbulkan peradangan diselaput otak. Bakteri Gram negatif pada waktu lisis akan melepaskan lipopolisakarida/ endotoksin, dan bakteri Gram positif akan melepaskan asam teikoat. Adanya komponen bakteri yang dilepaskan oleh bakteri akan menstimulasi sel Endotel dan sel makrofag sistem saraf pusat untuk melepaskan mediator mediator inflamasi seperti Interleukin-1 ( IL-1 ) dan tumor necrosis factor ( TNF ). Mediator mediator ini kemudian menginduksi Prostaglandin E2 yang menyebabkan peningkatan permeabilitas sawar darah otak. Meningkatnya permeabilitas kapiler ini menyebabkan cairan intravaskular akan merembes keluar ke dalam ruang ekstraselular ( edema vasogenik ). Permeabilitas kapiler selaput otak mempermudah migrasi neutrofil, sel fagosit, polimorfonuklear sehingga terjadi pleositosis pada cairan serebrospinalis yang menyebabkan gangguan permeabilitas membran sel sehingga terjadi pengumpulan cairan di dalam neuron, glia, dan sel endotel yang menyebabkan pembengkakkan sel tersebut ( edema sitotoksik ). Terjadinya proses fagositosis bakteri oleh sel polimorfonuklear di ruang subaraknoid menyebabkan terbentuknya debris sel dan eksudat dalam ruang subaraknoid yang dapat menyumbat saluran cairan serebrospinalis. Keadaan ini dapat menyebabkan tekanan hidrostatatik ruang subaraknoid meningkat sehingga terjadi pemindahan cairan dari sistem ventrikel ke jaringan otak ( edema interstisial ). Ketiga macam edema serebri ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. IL-1 dan TNF juga menyebabkan interaksi antara endotel dengan leukosit dengan akibat terjadinya kerusakan endotel dan kemudian meningkatkan permeabilitas sawar darah otak. Mediator diatas juga menginduksi produksi platelet-activating factor ( PAF ) yang dapat menimbulkan trombosis yang dapat mengganggu aliran darah ke otak. Tekanan intrakranial yang meningkat juga menyebabkan penurunan aliran darah ke otak sehingga otak kekurangan O2 untuk metabolisme sehingga terjadi gangguan fungsi metabolik yang menimbulkan ensefalopati toksik yaitu peningkatan kadar asam laktat dan penurunan pH cairan serebrospinal dan asidosis jaringan yang disebabkan metabolisme anaerobik.4) Gejela klinikGejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta virus apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas. Gejala pada bayi yang terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel, muncul bercak pada kulit, tangisan lebih keras dan nadanya tinggi, demam ringan, badan terasa kaku, dan terjadi gangguan kesadaran seperti tangannya membuat gerakan tidak beraturan.5) Diagnosis Diagnosis meningitis bakterial dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan cairan serebrospinalis yang didapatkan dengan pungsi lumbal. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala dan tanda yang akut, fulminan, dengan tanda-tanda khas "trias klasik" (3 tanda klasik) yang berupa: demam, kaku kuduk dan penurunan kesadaran. Tanda-tanda kaku kuduk biasanya sulit ditemukan pada keaadaan tertentu seperti pada neonatus. Selain tiga tanda diatas mual, muntah, kejang, fotofobia dan gejala klinis lainnya yang sudah dijelaskan diatas juga dapat ditemukan. Pada bayi sering ditemukan bulging (benjolan) pada fontanela bayi atau neonatus. Untuk mencari adanya iritasi pada selaput meningen harus dilakukan tes kaku kuduk, tanda brudzinki dan kernig. Pemeriksaan kesadaran pasien, pemeriksaan saraf-saraf kranial dan tepi, serta dilakukan pemeriksaan pada mata yaitu untuk melihat apakah telah terjadi udem pada papil. Diagnosis meningitis tidak dapat dibuat hanya dengan melihat gejala dan tanda saja. Karena tanda dan gejala seperti tersebut diatas bisa juga ditemukan pada anak anak yang tidak menderita meningitis bakterial. Diagnosis pasti dari meningitis bakterial hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinalis melalui pungsi lumbal. Oleh karena itu pungsi lumbal harus dilakukan jika dicurigai meningitis bakterial dari tanda dan gejala yang didapat. Pada fase awal penyakit bisa saja hasil pemeriksaan cairan serebrospinalis normal, maka dari itu jangan sampai menghilangkan kewaspadaan terhadap penderita yang dicurigai meningitis bakterial dengan hasil pemeriksaan cairan serebrospinalis normal. Pada meningitis bakterial umumnya cairan serebrospinalis berwarna opalesen sampai keruh. Dari pemeriksaan cairan serebrospinalis pada penderita meningitis bakterial akan ditemukan pleositosis ( 500 10.000/mm3 ) dimana sel yang dominan adalah polimorfonuklear yaitu neutrofil dan granulosit sampai sekitar 95 %. Dengan perjalanan penyakit ada kenaikan bertahap limfosit dan sel mononuklear yang besar dan adanya pengobatan antibiotik sebelum pungsi lumbar dapat mengacaukan gambaran cairan serebrospinalis. Glukosa menurun < 40 mg/dl kurang dari setengah kadar glukosa serum. Protein meningkat biasanya diatas 75 % tapi perlu diperhatikan kadar protein normal yang berbeda menurut umur. Reaksi Nonne dan Pandy umumnya positif kuat. Kultur dan uji resistensi bakteri pada cairan serebrospinalis baru ada hasil setelah 24 72 jam. Hasil dari kultur dan uji resistensi akan mengarahkan kita pada pengobatan yang tepat. CT scan diperlukan untuk evaluasi kontra indikasi pungsi lumbal dan komplikasi - komplikasi yang mungkin terjadi. 6) Penatalaksanaan Pasien meningitis purulenta pada umumnya kesadarannya menurun dan seringkali disertai muntah dan atau diare. Oleh karenanya untuk membina masukan yang baik, penderita perlu langsung mendapat cairan intra vena dan jika terjadi asidosis diperlukan cairan yang mengandung korektor basa. Bila anak kejang dapat diberikan diazepam 0,5 mg/kgBB/kali intravena yang dapat diulang dengan dosis yang sama 15 menit kemudian bila kejang belum berhenti. Apabila kejang berhenti dilanjutkan dengan pemberian fenobarbital dengan dosis awal 10 20 mg/kgBB IM, dua puluh empat jam kemudian diberikan dosis rumat 4 5mg/kgBB/hari. Pada penelitian pemberian steroid dapat mengurangi produksi mediator mediator radang, sehingga dapat mengurangi kecacatan seperti paresis dan tuli. Diberikan 10 20 menit sebelum terapi antibiotika. Kortikosteroid yang memberikan hasil baik ialah deksametason dengan dosis 0,6 mg/kgBB/hari selama 4 hari. Pemberian antibiotik terdiri dari 2 fase, yaitu fase pertama sebelum ada hasil biakan dan uji sensitifitas. Pada fase ini pemberian secara empirik. Karena penyebab terbanyak H. influenzae dam Pneumococcus maka digunakan kombinasi ampisilin dan kloramfenikol secara intravena. Dosis ampisilin 200 300 mg/kgBB/hari dibagi dalam 6 dosis, kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis, pada neonatus 50 mg/kgBB/hari. Paada bayi dan anak pengobatannya selama 10 14 hari, dan pada neonatus selama 21 hari. Pengobatan secara empirik lain adalah pada neonatus digunakan kombinasi antara ampisilin dengan aminoglikosid ( gentamisin ) atau ampisilin dengan cefotaxim. Pada umur 3 bulan 10 tahun digunakan kombinasi ampisilin dengan cefotaxim atau ampisilin dengan seftriakson, atau ampisilin dengan kloramfenikol. Pengobatan fase kedua dilakukan setelah ada hasil biakan dan uji sensitifitas disesuaikan dengan kuman penyebab dan obat yang serasi. Berdasarkan identifikasi jenis kuman, antibiotik yang digunakan untuk meningitis purulenta karena H. influenzae adalah ampisilin, kloramfenikol, seftriakson dan sefotaxim. Jika penyebabnya S. pneumoniae diberikan penisilin, kloramfenikol, seftriakson, cefuroksim, dan vankomisin. Jika penyebabnya N. meningitidis dapat diberikan penisilin, kloramfenikol, sefuroksim, dan seftriakson. Dosis antibiotika pada meningitis purulenta : ampisilin 200 300 mg/kgBB/hari, kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari, cefuroksim 250 mg/kgBB/hari, cefotaksim 200 mg/kgBB/hari, seftriakson 100 mg/kgBB/hari, gentamisin neonatus ( 0 7 hari ) 5 mg/kgBB/ hari, ( 7 28 hari ) 7,5 mg/kgBB/hari. Pungsi lumbal ulangan dilakukan apabila klinis membaik pada hari ke-10 pengobatan, dan jika keadaan laboratorium membaik pengobatan diteruskan 2 hari lagi, kemudian dipulangkan. Pada neonatus lamanya pengobatan 21 hari.

b. Epilepsi 1) DefinisiEpilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi, dengan gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik neuron otak secara berlebihan dan paroksimal. Terdapat dua kategori dari kejang epilepsi yaitu kejang fokal (parsial) dan kejang umum. Kejang fokal terjadi karena adanya lesi pada satu bagian dari cerebral cortex, di mana pada kelainan ini dapat disertai kehilangan kesadaran parsial. Sedangkan pada kejang umum, lesi mencakup area yang luas dari cerebral cortex dan biasanya mengenai kedua hemisfer cerebri. Kejang mioklonik, tonik, dan klonik termasuk dalam epilepsi umum. 2) EtiologiFaktor resiko terjadinya epilepsi sangat beragam, di antaranya adalah infeksi SSP, trauma kepala, tumor, penyakit degeneratif, dan penyakit metabolik. Meskipun terdapat bermacam-macam faktor resiko tetapi sekitar 60 % kasus epilepsi tidak dapat ditemukan penyebab yang pasti. Berdasarkan jenis kelamin, ditemukan bahwa insidensi epilepsi pada anak laki laki lebih tinggi daripada anak perempuan.3) Patofisiologi Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan melepas muatan listrik.Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.

4) Diagnosis a) AnamnesaRiwayat kesehatan adalah dasar dari diagnosis epilepsy. Dokter membutuhkan semua informasi tentang apa yang terjadi sebelum, selama dan setelah kejang. Jika pasien tidak dapat memberikan informasi yang cukup, orang lain yang melihat kejadian kejang dapat turut memberikan informasi.b) Pemeriksaan FisikPenyakit medis yang meliputi system lain pada tubuh juga dapat menyebabkan kejang sehingga dokter harus melakukan pemeriksaan medis secara menyeluruh.Pada beberapa pemeriksaan dan tes laboraturium dapat digunakan untuk mengetahui apakah hati ,ginjal, dan system tubuh lain bekerja dengan baik (Carl,2004).c) Pemeriksaan PenunjangEEG (ElektroEnchepaloGram) adalah pemeriksaan penting untuk diagnosis epilepsy karena EEG dapat merekam aktivitas listrik pada otak. EEG aman digunakan dan tanpa rasa sakit.EEG memperlihatkan pola normal dan abnormal dari aktivitas listrik otak. Beberapa pola abnormal mungkin terjadi dengan beberapa kondisi yang berbeda tidak hanya pada kejang. Seperti pada trauma kepala, stroke, tumor otak atau kejang. Ahli saraf mungkin akand) Gold Standart DiagnosisGold Standart dari epilepsi adalah kejang yang dilihat sendiri oleh dokter yang menangani pasien tersebut.5) Penatalaksanaan a. MedikamentosaAnti konvulsion untuk mengontrol kejang.Jenis obat yang sering digunakan :ObatBentuk KejangDosismg/kgbb/hari

1FenobarbitalSemua bentuk kejang3-8

2Dilatin (difenilhidantoin)Semua bentuk kejang kecuali bangkitan petit mal, mioklonik atau akinetik.5-10

3Mysoline (primidon)Semua bentuk kejang kecuali petit mal12-25

4Zarotin (etosuksinit)Petit mal20-60

5DiazepamSemua bentuk kejang0,3-0,5

6Diamox (asetasolamid)Semua bentuk kejang10-90

7PrednisonSpasme infantil2-3

8DexametasoneSpasme infantil0,2-0,3

9AdrenokortikotropinSpasme infantil2-4

1. Phenobarbital (luminal).Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah.2. Primidone (mysolin)Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan phenyletylmalonamid.3. Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin)Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah DPH.Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis. Tak berhasiat terhadap petit mal. Efek samping yang dijumpai ialah nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah.4. Carbamazine (tegretol)Mempunyai khasiat psikotropik yangmungkin disebabkan pengontrolan bangkitan epilepsi itusendiri atau mungkin juga carbamazine memang mempunyaiefek psikotropik. Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang sering disertai gangguan tingkahlaku. Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum tulang dan gangguan fungsi hati.5. Diazepam.Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi.). Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat. Sebaiknya diberikan i.v. atau intra rektal.6. Nitrazepam (Inogadon).Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus.7. Ethosuximide (zarontine).Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal8. Na-valproat (dopakene)Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai. Obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak. Efek samping mual, muntah, anorexia.9. Acetazolamide (diamox).Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan epilepsi. Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun, influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.10. ACTHSeringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantile (PERDOSSI., 2008)b. Non Medikamentosa1. Tirah baring 2. Diet rendah kalori dan tinggi protein.

c. Kejang demam1) Definisi Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas 38C per rectal) tanpa adanya infeksi sususanan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia diatas 1 bulan, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2) EtiologiDemam pada kejang demam sering disebabkan oleh infeksi yang umum terdapat pada anak seperti tonsillitis, infeksi traktus respiratorius (38-40% kasus), otitis media (15-23%), dan gastroenteritis akut (7-9%). Anak usia prasekolah seringkali mendapat infeksi ini dan disertai demam, yang bila dikombinasikan dengan ambang kejang yang rendah, maka anak tersebut akan mudah mendapatkan kejang. Hanya 11% anak dengan kejang demam mengalami kejang pada suhu