Latihan Bakteriologi II

download Latihan Bakteriologi II

of 5

description

Dari berbagai sumber

Transcript of Latihan Bakteriologi II

  • Nama : Maharani

    NIM : 7140011

    Semester : 3 (Tiga)

    Akademi Analis Kesehatan Putra Jaya Batam

    LATIHAN BAKTERIOLOGI II

    1. Penanganan, penyimpanan, dan pemusnahan sampel Mikrobiologi.

    2. Mekanisme Patogenesis Bakteri.

    3. Respon tubuh terhadap infeksi yang disebabkan oleh bakteri.

    Jawaban :

    a. Penanganan

    Semua spesimen dapat diterima dan dilanjutkan pemeriksaan apabila telah

    dilengkapi data yang benar dan sesuai, jumlah yang dibutuhkan cukup, dan

    cara pengambilan sesuai dengan SOP. Berikut penanganan beberapa

    sampel pada tahap analitik.

    1. Sampel Sputum

    Sputum langsung dihapus ke objek gelas dan langsung difiksasi dengan

    Alkohol 50-70%, dengan metode fiksasi pelapis (coating fixative).

    2. Sampel Luka pada Kulit

    Untuk pemeriksaan kuman, sampel perlu dilakukan pewarnaan Gram,

    biakan pada agar darah dan perbenihan MacConkey. Untuk biakan Candida

    dipergunakan perbenihan Sabouraud dan untuk jamur kulit dibuat sediaaan

    basah pada KOH dan biakan pada agar Saboraud.

    3. Sampel Darah

    Darah yang diambil sebanyak 5-10 ml dipindahkan kedalam 50 ml

    perbenihan didalam botol biakan darah. Untuk membiakkan Salmonella

    digunakan kaldu glukosa empedu dan untuk organisme lain dipakai kaldu

    glukosa. Pada beberapa laboratorium dipakai polianetol sulfonat di dalam

    kaldu glukosa untuk mencegah pembekuan darah dan menghambat efek

    bakterisida darah. Semua biakan dieramkan pada suhu 370C.

    Pemindahbiakan dilakukan sesudah 24 jam, 98 jam dan 14 hari pengeraman

    pada suhu 370C.

    4. Sampel Feses

    Mula-mula feses diperiksa secara makroskopis (warna, bau,

    konsistensi, lender dan darah). Lalu diperiksa secara mikroskopis (dibuat

  • sediaan). Untuk mencari protozoa sering dipakai larutan eosin 1-2% sebagai

    bahan pengencer feses. Selain itu larutan asam asetat 10% dipakai untuk

    melihat leukosit lebih jelas.

    5. Sampel Cerebrospinal Fluid (CSF)

    Sesampainya di laboratorium, cairan otak langsung diperiksa secara

    makroskopik dahulu untuk melihat warna, kekeruhan dan endapan atau

    gumpalan. Lalu diperiksa secara mikroskopik untuk melihat leukosit.

    Sedikit cairan otak segera dibiakkan pada kaldu glukosa. Sisa cairan

    dipusingkan, lalucairan yang sudah terpisah dari endapannya, diperiksa

    reaksi biokimiawinya dengan uji protein, gula dan klorida.

    Endapannya dibuat sediaan, lalu diwarnai secara Gram. Endapan ini

    juga dibiakkan pada lempeng agar darah. Sesudah dieramkan pada suhu

    370C selama 48 jam, lempeng agar ini diperiksa dan koloni yang tumbuh

    diperiksa dengan berbagai jenis reaksi biokimiawi dan juga kepekaannya

    terhadap antibiotika.

    6. Sampel Urine

    Cara pembiakan kuman pada urine : Sengkelit platina yang sudah

    dibakukan ( garis tengah lingkarannya kira-kira 2,5 mm) dibakar diatas

    nyala api, kemudian didinginkan. Sengkelit ini lalu dicelupkan pada urine

    yang belum dipusingkan, kemudian digoreskan diatas lempeng agar darah

    atau agar MacConkey. Eramkan kedua lempeng agar darah tersebut pada

    370C dan periksalah keesokan harinya. Hitung jumlah koloni pada agar

    darah dan jumlah koloni kuman Gram negative pada agar MacConkey.

    Sesudah menghitung jumlah kuman pada lempeng agar, dilanjutkan dengan

    mengidentifikasikan organisme yang ada dan periksa pula kepekaannya

    terhadap berbagai antibiotika. Jika sesudah 24 jam tidak tumbuh kuman,

    biarkan dalam incubator dan bila pada suhu 370C tetap negatif, dilaporkan

    sebagai : Tidak tumbuh kuman sesudah 48 jam.

    b. Penyimpanan

    1. Sampel Sputum

    Penyimpanan pada pot steril berpenutup rapat selama < 24 jam pada suhu

    ruang (200C-25

    0).

    2. Sampel Luka pada Kulit Cotton bud berisi sampel dapat langsung digunakan untuk pemeriksaan

    atau apabila dimasukkan ke dalam media transport dapat disimpan pada

    suhu kamar (200C-25

    0)

    3. Sampel Darah - Penyimpanan : < 24 jam pada suhu ruang (200C-250).

  • - Bila tidak memungkinkan, gunakan media transport berupa Stuart Medium, Amies Medium. Media transport berguna sebagai antikomplemen (mencegah

    lisis sel) dan antifagositik (supaya kuman tidak menfagosit sel).

    - Bila media transport tidak tersedia gunakan antikoagulan SPS (Sodium Polianitol Sulfonat) 0,05 %, jangan menggunakan antikoagulan lain karena

    dapat membunuh viabilitas bakteri.

    4. Sampel Feses - Feses tahan < 1 jam pada suhu ruang untuk transport. - Bila > 1 jam maka gunakan media transport (Media Carry and Blair, Stuarts

    Medium, Pepton Water).

    - Penyimpanan: jika pemeriksaan akan dilakukan < 24 jam, simpan pada suhu ruang, jika > 24 jam simpan pada suhu 4

    0C.

    5. Sampel Cerebrospinal Fluid (CSF) Penyimpanan dalam suhu 37

    0C dan lamanya maksimal 4 hari jika

    menggunakan media transport. Namun sebaiknya jangan menunda

    pemeriksaan sampel CSF.

    6. Sampel Urine - Penyimpanan pada suhu 40C setelah pengambilan. - Wadah spesimen haruslah bersih, kering, dan bermulut lebar. - Sampel harus segera diperiksa dalam waktu 1 jam, jika terpaksa harus

    disimpan lebih lama lagi mesti menggunakan pengawet untuk menghambat

    perubahan susunannya. Beberapa pengawet tersebut diantara lain : Toluena,

    Thymol, Formaldehida, Asam Sulfat Pekat, dan Natriumkarbonat.

    b. Pemusnahan - Pemusnahan Spesimen Bakteri

    1. Tabung reaksi atau cawan petri yang telah digunakan sebagai media penumbuh bakteri dimasukkan ke dalam panci besar (panci pemusnahan).

    2. Panci diisi dengan cairan wipol+bayclean kemudian ditambah dengan air sampai seluruh tabung reaksi dan cawan petri benar-benar terendam

    (cairan wipol=1/3 botol dan cairan bayclean=1/2 botol).

    3. Panci ditutup dengan rapat lalu dipanaskan hingga mendidih sampai seluruh media agar mencair (suhu pemanas/kompor = 100

    0C).

    4. Setelah mendidih, angkat panci. Sisa air dibuang ke dalam septictank. Lalu panci dialiri dengan air terus menerus hingga bersih.

    5. Tabung reaksi dan cawan petri dicuci dengan detergen menggunakan penggosok hingga bersih.

    6. Bila telah bersih, masukkan tabung reaksi dan cawan petri kedalam autoclave untuk di sterilisasi.

    - Pemusnahan Sampel Sputum dan Feses Sputum dan Feses sisa dari pemeriksaan dimusnahkan dengan cara

    menimbun atau mengubur sampel tersebut ditempat tertentu yang telah

    disediakan. Sanitary landfill adalah system pemusnahan yang paling baik.

  • Dalam metode ini, pemusnahan sampah dilakukan dengan cara menimbun

    sampah dengan tanah yang dilakukan selapis demi selapis.

    - Pemusnahan Sampel Darah Darah sisa dari pemeriksaan ditampung dalam suatu wadah, setelah itu

    diolah oleh petugas penanganan sampel infeksius.

    2. Patogenesis infeksi bakteri diawali permulaan proses infeksi hingga mekanisme

    timbulnya tanda dan gejala penyakit. Beberapa tahapan pathogenesis bakteri antara

    lain:

    a. Adhesi, adalah proses bakteri menempel pada permukaan sel inang, pelekatan

    terjadi pada sel epitel.

    b. Kolonisasi, adalah proses dimana bakteri menempati dan bermultipikasi pada

    suatu daerah tertentu dalam tubuh manusia.

    c. Invasi, adalah proses bakteri masuk ke dalam sel inang/jaringan dan menyebar

    ke seluruh tubuh.

    d. Toksigenesis, adalah kemampuan suatu organisme yang memproduksi toksin

    yang ikut serta dalam perkembangan penyakit.

    3. Ketika bakteri masuk kedalam tubuh, maka system imun dalam tubuh akan

    otomatis menjalankan suatu mekanisme untuk mempertahankan tubuh dari

    serangan bakteri. Mekanisme pertahanan tubuh ada 2, yaitu mekanisme non

    spesifik dan mekanisme spesifik. Innnate imunity terdiri dari

    a. Mekanisme Pertahanan Non Spesifik

    Mekanisme Pertahanan Non Spesifik disebut juga komponen non adaptif

    atau innate, atau imunitas alamiah, artinya mekanisme pertahanan yang tidak

    ditujukan hanya untuk satu jenis antigen, tetapi untuk berbagai macam antigen.

    Innate imunity terdiri dari barrier fisik dan barrier mikrobiologis (flora

    normal), komponen fase cair, dna konstituen seluler (Hirsch & Zee, 1999).

    Imunitas alamiah sudah ada sejak bayi lahir dan terdiri atas berbagai macam

    elemen non spesifik. Jadi bukan merupakan pertahanan khusus untuk antigen

    tertentu.

    Contoh mekanisme pertahanan non spesifik tubuh kita adalah kulit dengan

    kelenjarnya, lapisan mukosa dengan enzimnya, serta kelenjar lain dengan

    enzimnya seperti kelenjar air mata. Demikian pula sel fagosit (sel makrofag,

    monosit, polimorfonuklear) dan komplemen merupakan komponen mekanisme

    pertahanan non spesifik.

    b. Mekanisme Pertahanan Spesifik

    Mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau disebut juga komponen adaptif

    atau imunitas didapat adalah mekanisme pertahanan yang ditujukan khusus

  • terhadap satu jenis antigen, karena itu tidak dapat berperan terhadap antigen

    jenis lain.

    Bila pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi invasi

    mikroorganisme maka imunitas spesifik akan terangsang. Mekanisme

    pertahanan spesifik adalah mekanisme pertahanan yang diperankan oleh sel

    limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen system imun lainnya seperti sel

    makrofag dan komplemen.