Latar Belakang Sap Penyuluhan

3
Perkembangan pembangunan nasional yang berlangsung beberapa tahun terakhir menimbulkan perubahan gaya hidup sehingga terjadi pergeseran pada pola penyebab kamatian dan masalah kesehatan. Perubahan gaya hidup terlihat jelas pada perubahan pilihan menu makanan dan cara hidup yang kurang sehat sehingga terjadinya peningkatan jumlah penyakit degenerative seperti Diabetes Melitus. Data dari World Health International (WHO) memperkirakan terdapat 171 juta orang didunia menderita Diabetes dan terjadi peningkatan hingga diperkirakan mencapai angka 366 juta orang pada tahun 2030. Di Indonesia sendiri prevalensi penderita penyakit Diabetes Melitus berhasil menempati urutan ke-6 setelah India, China, Uni Soviet, Jepang dan Brazil (WHO dalam Aini Yusra, 2010). Data yang didapatkan dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 memperlihatkan terjadinya peningkatan prevalensi Diabetes Melitus sebesar satu persen dari tahun 2007. Data yang tercatat pada tahun 2007 prevalensi Diabetes Melitus adalah 1,1 persen dan sekarang naik menjadi 2,1 persen yang dihitung dari seluruh masalah kesehatan yang ada di Indonesia (RISKESDAS, 2013). Kementrian Kesehatan juga memperkirakan terjadinya lonjakan prevalensi Diabetes Melitus menjadi 21,3 juta orang pada tahun 2030 dengan penderita terbanyak berada di wilayah perkotaan yaitu sekitar 14,7 persen (depkes, 2013). Data Sumatera Barat sendiri ada sebanyak lebih kurang 9.390 orang yang didiagnosis Diabetes Melitus dan 13.002 orang yang terdiagnosa dengan gejala mengidap Diabetes Melitus (RISKESDAS, 2013). Terlihat juga perubahan prevalensi

description

sap

Transcript of Latar Belakang Sap Penyuluhan

Perkembangan pembangunan nasional yang berlangsung beberapa tahun terakhir menimbulkan perubahan gaya hidup sehingga terjadi pergeseran pada pola penyebab kamatian dan masalah kesehatan. Perubahan gaya hidup terlihat jelas pada perubahan pilihan menu makanan dan cara hidup yang kurang sehat sehingga terjadinya peningkatan jumlah penyakit degenerative seperti Diabetes Melitus. Data dari World Health International (WHO) memperkirakan terdapat 171 juta orang didunia menderita Diabetes dan terjadi peningkatan hingga diperkirakan mencapai angka 366 juta orang pada tahun 2030.Di Indonesia sendiri prevalensi penderita penyakit Diabetes Melitus berhasil menempati urutan ke-6 setelah India, China, Uni Soviet, Jepang dan Brazil (WHO dalam Aini Yusra, 2010). Data yang didapatkan dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 memperlihatkan terjadinya peningkatan prevalensi Diabetes Melitus sebesar satu persen dari tahun 2007. Data yang tercatat pada tahun 2007 prevalensi Diabetes Melitus adalah 1,1 persen dan sekarang naik menjadi 2,1 persen yang dihitung dari seluruh masalah kesehatan yang ada di Indonesia (RISKESDAS, 2013). Kementrian Kesehatan juga memperkirakan terjadinya lonjakan prevalensi Diabetes Melitus menjadi 21,3 juta orang pada tahun 2030 dengan penderita terbanyak berada di wilayah perkotaan yaitu sekitar 14,7 persen (depkes, 2013). Data Sumatera Barat sendiri ada sebanyak lebih kurang 9.390 orang yang didiagnosis Diabetes Melitus dan 13.002 orang yang terdiagnosa dengan gejala mengidap Diabetes Melitus (RISKESDAS, 2013). Terlihat juga perubahan prevalensi Diabetes Melitus dari grafik yang disajikan oleh RISKESDAS pada tahun 2013 yang mana pertambahan jumlah Diabetes Melitus untuk provinsi Sumatera Barat naik sekitar 0,7 persen dari data yang terkumpul pada tahun 2007. Hal ini menggambarkan terjadinya peningkatan terhadap prevalensi Diabetes Melitus di provinsi Sumatera Barat khususnya di wilayah perkotaan yang memang terjadi peningkatan yang bermakna.Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Perkeni, 2011 & American Diabetes Assosiasion, 2012). Penyakit ini ditandai dengan adanya kadar glukosa yang tinggi dan ditemukannya glukosa dalam urin. Akibat hiperglikemia yang terus menerus dan infeksi juga akan mempunyai dampak pada kemampuan pembuluh darah tidak berkontraksi dan relaksasi berkurang. Hal ini mengakibatkan sirkulasi darah tubuh menurun, terutama kaki (Ismail, 2010). Salah satu komplikasi dari DM yang sering terjadi adalah timbulnya kaki diabetes (gangren) akibat mobilisasi yang kurang. Namun sebenarnya hal tersebut bisa diminimalkan dengan sering melakukan latihan ringan seperti senam kaki. Kaki diabetes adalah salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti. Angka amputasi akibat diabetes masih tinggi sedangkan biaya pengobatan juga sangat tinggi, dan sering tidak terjangkau oleh masyarakat umum. Ada tiga alasan mengapa orang dengan diabetes lebih tinggi resikonya mengalami masalah kaki, yaitu : sirkulasi darah kaki dari tungkai yang menurun (gangguan pembuluh darah); berkurangnya perasaan pada kedua kaki (gangguan saraf); dan berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Senam kaki dapat membantu sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki (Priyanto, 2005). Tindakan untuk terapi untuk penderita diabetes adalah dengan obat-obatan dan non obat-obatan. Salah satu tindakan non obat-obatan adalah senam kaki. Senam kaki ini bertujuan untuk melancarkan peredaran darah yang terganggu, memperkuat otot-otot kaki, mengatasi keterbatasan sendi dan mencegah deformitas (Ismail, 2010).