Lapsus Letak Sungsang Docx
-
Upload
jimmy-anwar -
Category
Documents
-
view
184 -
download
31
Transcript of Lapsus Letak Sungsang Docx
Laporan Kasus
LETAK SUNGSANG
Oleh
Hernita IndriyaniI1A0040
Pembimbing
dr. Samuel Tobing, Sp.OG(K)
BAGIAN/UPF ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM / RSUD ULIN
BANJARMASIN
Juni, 2010
1
BAB I
PENDAHULUAN
Proses persalinan merupakan proses mekanik dimana janin didorong melalui
suatu ruangan (pelvis) oleh tenaga (his) yang mempunyai fungsi membuka serviks
dan mendorong janin keluar. Normalnya persalinan dilakukan secara pervaginam.
Namun demikian pada kondisi tertentu kelahiran pervaginam ini sulit dilakukan.
Kematian maternal dan neonatal merupakan masalah yang besar di negara-
negara miskin dan berkembang. Saat ini angka kematian maternal dan neonatal di
Indonesia tercatat sekitar 334 per 100.000 kelahiran hidup dan 21,8 per 1.000
kelahiran hidup. Angka ini tergolong masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan
negara-negara Asia Tenggara lainnya. Salah satu faktor penting dalam upaya
penurunan angka kematian tersebut yaitu penyediaan pelayanan kesehatan maternal
dan neonatal yang berkualitas.1
Angka kematian ibu bersalin dan angka kematian perinatal merupakan
indikator yang paling peka untuk menilai keberhasilan program kesehatan ibu dan
anak.1 Malpresentasi dapat mengakibatkan timbulnya penyebab kematian perinatal
termasuk diantaranya adalah kelainan presentasi bokong (letak sungsang), kejadian
hipoksia dan trauma lahir pada perinatal sering ditemui pada kasus persalinan
dengan malpresentasi yaitu pada presentasi bokong.2
Kematian perinatal langsung yang disebabkan karena persalinan presentasi
bokong sebesar 4-5 kali dibanding presentasi kepala. Sebab kematian perinatal pada
persalinan presentasi bokong yang terpenting adalah prematuritas dan penanganan
persalinan yang kurang sempurna, dengan akibat hipoksia atau perdarahan di dalam
2
tengkorak. Trauma lahir pada presentasi bokong banyak dihubungkan dengan usaha
untuk mempercepat persalinan dengan tindakan-tindakan untuk mengatasi macetnya
persalinan.
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Tipe letak
sungsang yaitu: Frank breech (50-70%) yaitu kedua tungkai fleksi ; Complete breech
(5-10%) yaitu tungkai atas lurus keatas, tungkai bawah ekstensi ; Footling (10-30%)
yaitu satu atau kedua tungkai atas ekstensi, presentasi kaki.1,2
Kehamilan dengan presentasi bokong merupakan kehamilan yang memiliki
risiko. Hal ini dikaitkan dengan abnormalitas janin dan ibu. Frekuensi dari letak
sungsang ditemukan kira-kira 4,4 % di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan dan 4,6 %
di
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Banyak faktor yang dapat menyebabkan
kelainan letak presentasi bokong, diantaranya paritas ibu dan bentuk panggul ibu.
Angka kejadian presentasi bokong jika dihubungkan dengan paritas ibu maka
kejadian terbanyak adalah pada ibu dengan multigravida dibanding pada
primigravida, sedangkan jika dihubungkan dengan panggul ibu maka angka kejadian
presentasi bokong terbanyak adalah pada panggul sempit, dikarenakan fiksasi kepala
janin yang tidak baik pada Pintu Atas Panggul 2-6
Berikut ini diajukan suatu kasus seorang wanita 31 tahun yang masuk kamar
bersalin RSU Ulin dengan G2P1A0, hamil 38-39 minggu, inpartu kala I fase laten +
Janin tunggal, hidup, intra uterin, presentasi bokong + taksiran berat janin 3150 gram.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri 2
Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni:1,4
Presentasi bokong (frank breech) (50-70%).
Pada presentasi bokong akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki
terangkat ke atas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu atau kepala janin.
Dengan demikian pada pemeriksaan dalam hanya dapat diraba bokong.
Presentasi bokong kaki sempurna (complete breech) ( 5-10%).
Pada presentasi bokong kaki sempurna disamping bokong dapat diraba kaki.
Presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (incomplete or
footling) (10-30%).
Pada presentasi bokong kaki tidak sempurna hanya terdapat satu kaki di
samping bokong, sedangkan kaki yang lain terangkat ke atas. Pada presentasi
kaki bagian paling rendah adalah satu atau dua kaki.
4
Gambar 1. Macam-macam presentasi bokong6
2. PREVALENSI
Kejadian presentasi bokong ditemukan sekitar 3-4% dari seluruh persalinan
tunggal.(1-3) Presentasi bokong adalah suatu keadaan pada letak janin memanjang
dimana presentasi bokong dengan atau tanpa kaki merupakan bagian terendahnya.
Angka kejadiannya adalah 3-4% dari seluruh kehamilan. 1,6
Beberapa peneliti lain seperti Greenhill melaporkan kejadian persalinan
presentasi bokong sebanyak 4-4,5%.1 Di Parkland Hospital 3,5 persen dari 136.256
persalinan tunggal dari tahun 1990 sampai 1999 merupakan letak sungsang1
Sedangkan di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang sendiri pada tahun 2003-
2007 didapatkan persalinan presentasi bokong sebesar 8,63%.4
5
Mortalitas perinatal : kematian perinatal 13 kali lebih tinggi daripada
kematian perinatal pada presentasi kepala. Morbiditas perinatal : 5-7 kali lebih tinggi
daripada presentasi kepala. Gambaran ini dipengaruhi usia kehamilan, berat janin dan
jenis presentasi bokong. Sebab utama kematian perinatal pada presentasi bokong :
hipoksia, trauma persalinan, prematuritas dan kelainan kongenital. Kelainan
kongenital terdapat 6-18% pada presentasi bokong, dibandingkan 2-3% pada
presentasi kepala. 1,6,7
Kejadian letak sungsang berkurang dengan bertambahnya usia kehamilan.
Letak sungsang pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu sebesar 25%, pada
kehamilan 32 minggu 7% dan, 1- 3% pada kehamilan aterm. 7
3. PATOFISIOLOGI
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air
ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasa.
Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala, letak
sungsang atau letak lintang.4
Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air
ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai terlipat lebih besar
daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas di
fundus uteri, sedangkan kepala berada ruangan yang lebih kecil di segmen bawah
uterus. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada kehamilan belum cukup
bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup bulan,
6
janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala Sayangnya, beberapa fetus
tidak seperti itu. Sebagian dari mereka berada dalam posisi sungsang.4
4. ETIOLOGI
Faktor predisposisi dari letak sungsang adalah prematuritas, abnormalitas
uterus (malformasi, fibroid), abnormalitas janin (malformasi CNS, massa pada leher,
aneploid), overdistensi uterus (kehamilan ganda, polihidramnion), multipara dengan
berkurangnya kekuatan otot uterus, dan obstruksi pelvis (plasenta previa, myoma,
tumor pelvis lain). Fianu dan Vacclanova (1978) mendapatkan dengan pemeriksaan
USG bahwa prevalensi letak sungsang tinggi pada implantasi plasenta pada cornu-
fundal. 1 Lebih dari 50 % kasus tidak ditemukan faktor yang menyebabkan terjadinya
letak sungsang. 1,4,6
5. TANDA DAN GEJALA
Kehamilan dengan letak sungsang seringkali oleh ibu hamil dinyatakan bahwa
kehamilannya terasa lain dari kehamilan sebelumnya, karena perut terasa penuh
dibagian atas dan gerakan lebih hanyak dibagian bawah. Pada kehamilan pertama
kalinya mungkin belum bisa dirasakan perbedaannya. Dapat ditelusuri dari riwayat
kehamilan sebelumnya apakah ada yang sungsang.1-6
Pada pemeriksaan luar berdasarkan pemeriksaan Leopold ditemukan bahwa
Leopold I difundus akan teraba bagian yang keras dan bulat yakni kepala. Leopold II
teraba punggung disatu sisi dan bagian kecil disisi lain. Leopold III-IV teraba bokong
dibagian bawah uterus. Kadang-kadang bokong janin teraba bulat dan dapat memberi
kesan seolah-olah kepala, tetapi bokong tidak dapat digerakkan semudah kepala.
7
Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan setinggi pusat atau sedikit lebih
tinggi daripada umbilicus.1,7
Pada pemeriksaan dalam pada kehamilan letak sungsang apabila didiagnosis
dengan pemeriksaan luar tidak dapat dibuat oleh karena dinding perut tebal, uterus
berkontraksi atau air ketuban banyak. Setelah ketuban pecah dapat lebih jelas adanya
bokong vang ditandai dengan adanya sakrum, kedua tuberositas iskii dan anus. Bila
dapat diraba kaki, maka harus dibedakan dengan tangan. Pada kaki terdapat tumit,
sedangkan pada tangan ditemukan ibu jari vang letaknya tidak sejajar dengan jari-jari
lain dan panjang jari kurang lebih sama dengan panjang telapak tangan. Pada
persalinan lama, bokong mengalami edema sehingga kadang-kadang sulit untuk
membedakan bokong dengan muka. Pemeriksaan yang teliti dapat membedakan
bokong dengan muka karena jari yang akan dimasukkan ke dalam anus mengalami
rintangan otot, sedangkan jari yang dimasukkan kedalam mulut akan meraba tulang
rahang dan alveola tanpa ada hambatan, mulut dan tulang pipi akan membentuk
segitiga, sedangkan anus dan tuberosis iskii membentuk garis lurus. Pada presentasi
bokong kaki sempurna, kedua kaki dapat diraba disamping bokong, sedangkan pada
presentasi bokong kaki tidak sempuma hanya teraba satu kaki disamping bokong.
Informasi yang paling akurat berdasarkan lokasi sakrum dan prosesus untuk diagnosis
posisi.1,7
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan jika masih ada keragu-raguan dari pemeriksaan luar dan dalam,
sehingga harus di pertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografik atau
MRI (Ma g n e t i c Re s o n a n c e Ima g i n g ) . Pemeriksaan ultrasonografik
8
diperlukan untuk konfirmasi letak janin, bila pemeriksaan fisik belum jelas,
menentukan letak placenta, menemukan kemungkinan cacat bawaan. Pada foto
rontgen (bila perlu) untuk menentukan posisi tungkai bawah, konfirmasi letak janin
serta fleksi kepala, menentukan adanya kelainan bawaan anak.1,2,7
7. DIAGNOSIS
Diagnosis letak sungsang pada umumnya tidak sulit. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan keluhan subyektif dan pemeriksaan fisik atau penunjang yang telah
dilakukan. Dari anamnesis didapatkan kalau ibu hamil akan merasakan perut terasa
penuh dibagian atas dan gerakan anak lebih banyak dibagian bawah rahim. Dari
riwayat kehamilan mungkin diketahui pernah melahirkan sungsang. Sedangkan dari
pemeriksaan fisik Leopold akan ditemukan dari Leopold I ifundus akan teraba bagian
bulat dan keras yakni kepala, Leopold II teraba punggung dan bagian kecil pada sisi
samping perut ibu, Leopold III-IV teraba bokong di segmen bawah rahim. Dari
pemeriksaan dalam akan teraba bokong atau dengan kaki disampingnya. Disini akan
teraba os sakrum, kedua tuberosis iskii dan anus. Pemeriksaan penunjang juga dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosis seperti ultrasonografik atau rontgen .1,2,7
8. DIAGNOSIS BANDING
Kehamilan dengan letak sungsang dapat didiagnosis dengan kehamilan
dengan letak muka. Pada pemeriksaan fisik dengan palpasi Leopold 6 masih
ditemukan kemiripan. Ini dibedakan dari pemeriksaan dalam yakni padaletak
sungsang akan didapatkan jari yang dimasukkan ke dalam anus mengalami rintangan
otot dan anus dengan tuberosis iskii sesuai garis lurus. Pada letak muka, jari masuk
mulut akan meraba tulang rahang dan alveola tanpa hambatan serta mulut dan tulang
9
pipi membentuk segitiga. Sedangkan dengan USG atau rontgen sangatlah dapat
dibedakan.1,7
9. PENATALAKSANAAN
1. Dalam Kehamilan
Pada umur kehamilan 28-30 minggu ,mencari kausa daripada letak
sungsang yakni dengan USG; seperti plasenta previa, kelainan kongenital,
kehamilan ganda, kelainan uterus. Jlka tidak ada kelainan pada hasil USG, maka
dilakukan knee chest position atau dengan versi luar (jika tidak ada
kontraindikasi).1
Versi luar sebaiknya dilakukan pada kehamilan 34-38 minggu. Pada
umumnya versi luar sebelum minggu ke 34 belum perlu dilakukan karena
kemungkinan besar janin masih dapat memutar sendiri, sedangkan setelah
minggu ke 38 versi luar sulit dilakukan karena janin sudah besar dan jumlah air
ketuban relatif telah berkurang. Sebelum melakukan versi luar diagnosis letak
janin harus pasti sedangkan denyut jantung janin harus dalam keadaan baik.
Kontraindikasi untuk melakukan versi luar; panggul sempit, perdarahan
antepartum, hipertensi, hamil kembar, plasenta previa. 1,6,7
Gambar 2. Versi luar7
10
Keberhasilan versi luar 35-86 % (rata-rata 58 %). Peningkatan keberhasilan
terjadi pada multiparitas, usia kehamilan, frank breech, letak lintang. Newman
membuat prediksi keberhasilan versi luar berdasarkan penilaian seperti Bhisop
skor (Bhisop-like score).7
Tabel 1. Skor Bishop6
Artinya: Keberhasilan 0% jika nilai <2 dan 100 % jika nilai >9.
Kalau versi luar gagal karena penderita menegangkan otot-otot dinding perut,
penggunaan narkosis dapat dipertimbangkan, tetapi kerugiannya antara lain:
narkosis harus dalam, lepasnya plasenta karena tidak merasakan sakit dan
digunakannya tenaga yang berlebihan, sehingga penggunaan narkosis dihindari
pada versi luar.7
2. Dalam Persalinan
Menolong persalinan letak sungsang diperlukan lebih banyak ketekunan dan
kesabaran dibandingkan dengan persalinan letak kepala. Pertama-tama hendaknya
ditentukan apakah tidak ada kelainan lain yang menjadi indikasi seksio, seperti
kesempitan panggul, plasenta previa atau adanya tumor dalam rongga panggul.7
11
Pada kasus dimana versi luar gagal/janin tetap letak sungsang, maka
penatalaksanaan persalinan lebih waspada. Persalinan pada letak sungsang dapat
dilakukan pervaginam atau perabdominal (seksio sesaria). Pervaginam dilakukan jika
tidak ada hambatan pada pembukaan dan penurunan bokong. Syarat persalinan
pervaginam pada letak sungsang: bokong sempurna (complete) atau bokong murni
(frank breech), pelvimetri, klinis yang adekuat, janin tidak terlalu besar, tidak ada
riwayat seksio sesaria dengan indikasi CPD, kepala fleksi. 1,7
Mekanisme persalinan letak sungsang berlangsung melalui tiga tahap yaitu 1-7:
Persalinan bokong
a. Bokong masuk ke pintu atas panggul dalam posisi melintang atau miring.
b. Setelah trokanter belakang mencapai dasar panggul, terjadi putaran paksi dalam
sehingga trokanter depan berada di bawah simfisis.
c. Penurunan bokong dengan trokanter belakangnya berlanjut, sehingga distansia
bitrokanterika janin berada di pintu bawah panggul.
d. Terjadi persalinan bokong, dengan trokanter depan sebagai hipomoklion.
e. Setelah trokanter belakang lahir, terjadi fleksi lateral janin untuk persalinan
trokanter depan, sehingga seluruh bokong janin lahir.
f. Terjadi putar paksi luar, yang menempatkan punggung bayi ke arah perut ibu.
g. Penurunan bokong berkelanjutan sampai kedua tungkai bawah lahir.
Persalinan bahu
a. Bahu janin memasuki pintu atas panggul dalam posisi melintang atau miring.
b. Bahu belakang masuk dan turun sampai mencapai dasar panggul.
12
c. Terjadi putar paksi dalam yang menempatkan bahu depan dibawah simpisis dan
bertindak sebagai hipomoklion.
d. Bahu belakang lahir diikuti lengan dan tangan belakang.
e. Penurunan dan persalinan bahu depan diikuti lengan dan tangan depan sehingga
seluruh bahu janin lahir.
f. Kepala janin masuk pintu atas panggul dengan posisi melintang atau miring.
g. Bahu melakukan putaran paksi dalam.
Persalinan kepala janin
a. Kepala janin masuk pintu atas panggul dalam keadaan fleksi dengan posisi
dagu berada dibagian posterior.
b. Setelah dagu mencapai dasar panggul, dan kepala bagian belakang tertahan
oleh simfisis kemudian terjadi putar paksi dalam dan menempatkan suboksiput
sebagai hipomiklion.
c. Persalinan kepala berturut-turut lahir: dagu, mulut, hidung, mata, dahi dan
muka seluruhnya.9
d. Setelah muka, lahir badan bayi akan tergantung sehingga seluruh kepala bayi
dapat lahir.
e. Setelah bayi lahir dilakukan resusitasi sehingga jalan nafas bebas dari lendir
dan mekoneum untuk memperlancar pernafasan. Perawatan tali pusat seperti
biasa. Persalinan ini berlangsung tidak boleh lebih dari delapan menit.
13
Jenis-jenis persalinan sungsang:
1. Persalinan Pervaginam
Berdasarkan tenaga yang dipakai dalam melahirkan janin pervaginam, persalinan
pervaginam dibagi menjadi 3, yaitu:
a) Persalinan spontan (spontaneous breech), janin dilahirkan dengan kekuatan dan
tenaga ibu sendiri. Cara ini lazim disebut cara, Bracht. 8,9
b) Manual aid (partial breech extraction; assisted breech delivery), janin
dilahirkan sebagian menggunakan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi
dengan tenaga penolong.
c) Ekstraksi sungsang (total breech extraction), janin dilahirkan seluruhnya dengan
memakai tenaga, penolong.
2. Persalinan perabdominam (seksio sesaria).
Prosedur pertolongan persalinan spontan1,6,7
Tahapan :
1. Tahap pertama : fase lambat, yaitu mulai melahirkan bokong sampai pusat (skapula
depan).
2. Tahap kedua: fase cepat, yaitu mulai dari lahirnya pusat sampai lahirnya mulut.
3. Tahap ketiga: fase lambat, yaitu mulai lahirnya mulut sampai seluruh kepala lahir.
Teknik :
1. Sebelum melakukan pimpinan persalinan penolong harus memperhatikan sekali
lagi persiapan untuk ibu, janin, maupun penolong. Pada persiapan kelahiran.janin
harus selalu disediakan cunam Piper.
14
2. Ibu tidur dalam posisi litotomi, sedang penolong berada didepan vulva. Ketika
timbul his ibu disuruh mengejan dan merangkul kedua pangkal paha. Pada saat
bokong mulai membuka vulva (crowning) disuntikan 2-5 unit oksitosin
intramuskuler.
3. Episiotomi dikerjakan saat bokong membuka vulva. Segera setelah bokong lahir,
bokong dicengkram secara Bracht, yaitu kedua ibu jari penolong sejajar sumbu
panjang paha, sedangkan jani-jari lain memegang panggul.
4. Pada setiap his, ibu disuruh mengejan. Pada waktu tali pusat lahir dan tampak
teregang, tali pusat dikendorkan. Kemudian penolong melakukan hiperlordosis
pada badan janin guna mengikuti gerakan rotasi anterior, yaitu punggung janin
didekatkan ke punggung ibu. Penolong hanya 13 mengikuti gerakan ini tanpa
melakukan tarikan, sehingga gerakan tersebut disesuaikan dengan gaya berat
badan janin. Bersamaan dengan dilakukannya hiferlordossis, seorang asisten
melakukan ekspresi Kristeller pada fundus uteri sesuai dengan sumbu panggul.
Dengan gerakan hiperlordossis ini berturut-turut lahir pusar, perut, badan lengan,
dagu, mulut dan akhirnya kepala.
Gambar 3.Hiperlordosis badan bayi (Bracht)8
15
5. Janin yang baru lahir segera diletakan diperut ibu. Bersihkan jalan nafas dan rawat
tali pusat.
Keuntungan :
Dapat mengurangi terjadinya bahaya infeksi oleh karena tangan penolong
tidak ikut masuk ke dalam jalan lahir. Dan juga cara ini yang paling mendekati
persalinan fisiologik, sehingga mengurangi trauma pada janin.
Kerugian :
Dapat mengalami kegagalan sehingga tidak semua persalinan letak sungsang
dapat dipimpin secara Bracht. Terutama terjadi peda keadaan panggul sempit, janin
besar, jalan lahir kaku seperti pada primigravida, adanya lengan menjungkit atau
menunjuk.
Prosedur Manual Aid 8,9
Indikasi :
Dilakukan jika pada persalinan dengan cara Bracht mengalami kegagalan,
misalnya terjadi kemacetan saat melahirkan bahu atau kepala. Dan memang dari awal
sudah direncanakan untuk manual aid.
Tahapan :
1. Tahap pertama :lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan kekuatan
dan tenaga ibu sendiri.
2. Tahap kedua : lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong.
Cara/teknik untuk melahirkan bahu dan lengan ialah secara : 8,9
a) Klasik (Deventer)
b) Mueller
16
c) Lovset
d) Bickenbach.
3. Tahap ketiga : lahirnya kepala, dapat dengan, cara
a) Mauriceau (Veit-Smellie)
b) Najouks
c) Wigand Martin-Winckel
d) Parague terbalik
e) Cunam piper
Tehnik :
Tahap pertama persalinan secara bracht sampai pusat lahir. Tahap kedua melahirkan
bahu dan langan oleh penolong:
1. Cara klasik
Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara klasik ini melahirkan lengan
belakang lebih dulu karena lengan belakang berada di ruang yang luas (sacrum),
kemudian melahirkan lengan depan yang berada di bawah simpisis. Kedua kaki janin
dipegang dengan tangan kanan penolong pada pergelangan kakinya dan dielevasi ke
atas sejauh mungkin sehingga perut janin mendekati perut ibu. Bersamaan dengan itu
tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir dan dengan jari tengah dan
telunjuk menelusuri bahu janin sampai pada fossa kubiti kemudian lengan bawah
dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah mengusap muka janin. Untuk
melahirkan lengan depan, pergelangan kaki janin diganti dengan tangan kanan
penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga punggung janin mendekati punggung
ibu. Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan.
17
Gambar 4.Melahirkan bahu dan lengan (klasik/Deventer)8
Keuntungan cara klasik adalah pada umumnya dapat dilakukan pada semua
persalinan letak sungsang tetapikerugiannya lengan janin relative tinggi didalam
panggul sehingga jari penolong harus masuk ke dalam jalan lahir yang dapat
manimbulkan infeksi.8,9
2. Cara Mueller8,9
Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara Mueller ialah melahirkan bahu dan
lengan depan lebih dulu dengan ekstraksi, baru kemudian melahirkan bahu dan
lengan belakang. Bokong janin dipegang dengan femuropelvik yaitu kedua ibu jari
penolong diletakkan sejajar spina sakralis media dan jari telunjuk pada krisat iliaka
dan jari-jari lain mencengkram bagian depan. Kemudian badan ditarik ke curam ke
bawah sejauh mungkin sampai bahu depan tampak di bawah simpisis dan lengan
depan dilahirkan dengan mengait lengan bawahnya. Setelah bahu depan dan lengan
lahir, tarik badan janin ke atas sampai bahu belakang lahir. Tangan penolong tidak
masuk ke dalam jalan lahir sehingga mengurangi infeksi.
18
Gambar 5.Melahirkan bahu dan lengan (Mueller)8
3. Cara lovset
Prinsip melahirkan persalinan secara Lovset ialah memutar badan janin dalam
setengah lingkaran bolak-balik sambil dilakukan traksi curam ke bawah sehingga
bahu yang sebelumnya berada di belakang akhirnya lahir dibawah simpisis dan
lengan dapat dilahirkan.
Gambar 6. Melahirkan bahu (Loevset)8
Keuntungannya yaitu sederhana dan jarang gagal, dapat dilakukan pada
semua letak sungsang, minimal bahay infeksi. Cara lovset tidak dianjurkan dilakukan
pada sungsang dengan primigravida, janin besar, panggul sempit.
4. Cara Bickhenbach
Prinsip melahirkan ini merupakan kombinasi antara cara Mueller dengan cara
klasik. 1,7-9
Tahap ketiga : melahirkan kepala yang menyusul (after coming head)
19
1. Cara Mauriceau
Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke dalam jalan
lahir. Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk dan jari keempat
mencengkeram fossa kanina, sedang jari lain mencengkeram leher. Badan anak
diletakkan diatas lengan bawah penolong seolah-olah janin menunggang kuda. Jari
telunjuk dan jari ketiga penolong yang lain mencengkeram leher janin dari punggung.
Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah sambil seorang asisten
Melakukan ekspresi kristeller. Tenaga tarikan terutama dilakukan oleh penolong yang
mencengkeram leher janin dari arah punggung. Bila suboksiput tampak dibawah
simpisis, kepala dielevasi keatas dengan suboksiput sebagai hipomoklion sehingga
berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung, mata dahi, ubun-ubun besar dan akhirnya
lahirnya seluruh kepala janin.
Gambar 7. Melairkan kepala (Mauriceau-Veit-Smeille)8
2. Cara Naujoks
Teknik ini dilakukan apabila kepala masih tinggi sehingga jari penolong tidak
dimasukkan ke dalam mulut janin. Kedua tangan penolong yang mencengkeram leher
janin menarik bahu curam kebawah dan bersamaan dengan itu seorang asisten
mendorong kepala janin kearah bawah. Cara ini tidak dianjurkan lagi karena
menimbulkan trauma yang berat.
20
3. Cara Prague Terbalik
Teknik ini dipakai bila oksiput dengan ubun-ubun kecil berada di belakang
dekat sacrum dan muka janin menghadap simpisis. Satu tangan penolong
mencengkeram leher dari bawah dan punggung janin diletakkan pada telapak tangan
penolong. Tangan penolong yang lain memegang kedua pergelangan kaki, kemudian
ditarik keatas bersamaan dengan tarikan pada bahu janin sehingga perut janin
mendekati perut ibu. Dengan laring sebagai hipomoklion, kepala janin dapat
dilahirkan.
Gambar 8.Melahirkan kepala (Prague terbalik)8
4. Cara Cunam Piper
Seorang asisten memegang badan janin pada kedua kaki dan kedua lengan
janin diletakkan dipunggung janin. Kemudian badan janin dielevasi ke atas sehingga
punggung janin mendekati punggung ibu. Pemasangan cunam piper sama prinsipnya
dengan pemasangan pada letak belakang kepala. Hanya saja cunam dimasukkan dari
arah bawah sejajar dengan pelipatan paha belakang. Setelah oksiput tampak dibawah
simpisis, cunam dielevasi ke atas dan dengan suboksiput sebagai hipomoklion
berturut-turut lahir dagu, mulut, muka, dahi dan akhirnya seluruh kepala lahir.
21
Gambar 9. Melahirkan kepala (cunam piper)8
Prosedur Ekstraksi Sungsang7,8,9
1. Teknik ekstraksi kaki
Tangan dimasukkan ke dalam jalan lahir mencari kaki depan dengan
menelusuri bokong, pangkal paha sampai lutut,kemudian melakukan abduksi dan
fleksi pada paha janin sehingga kaki bawah menjadi fleksi. Tangan yang diluar
mendorong fundus uterus ke bawah. Setelah kaki bawah fleksi pergelangan kaki
dipegang oleh jari kedua dan jari ketiga dan dituntun keluar dari vagina sampai batas
lutut. Kedua tangan memegang betis janin, kaki ditarik curam kebawah sampai
pangkal paha lahir. Pangkal paha dipegang kemudian tarik curam ke bawah
trokhanter depan lahir. Kemudian pangkal paha dengan pegangan yang sama
dielevasi keatas sehingga trokhanter belakang lahir dan bokong pun lahir. Setelah
bokong lahir maka untuk melahirkan janin selanjutnya dipakai teknik pegangan
femuro-pelviks, badan janin ditarik curam kebawah sampai pusat lahir. Selanjutnya
untuk melahirkan badan janin yang lainnya dilakukan cara persalinan yang sama
seperti pada manual aid.
2. Teknik ekstraksi bokong
Dilakukan pada letak bokong murni (frank breech) dan bokong sudah berada
di dasar panggul sehingga sukar menurunkan kaki. Jari telunjuk tangan penolongyang
22
searah bagian kecil janin dimasukkan ke dalam jalan lahir dan diletakkan di pelipatan
paha depan. Dengan jari telunjuk ini pelipatan paha dikait dan
ditarik curam kebawah, sehingga trokhanter tampak dibawah simpisis, maka jari
telunjuk penolong yang lain segera mengait pelipatan paha ditarik curam kebawah
sampai bokong lahir. Setelah bokong lahir, bokong dipegang secara femuro-pelviks
kemudian janin dapat dilahirkan dengan cara manual aid.
Prosedur Persalinan Sungsang Perabdominam
Persalinan letak sungsang dengan seksio sesaria sudah tentu merupakan yang
terbaik ditinjau dari janin. Banyak ahli melaporkan bahwa persalinan letak sungsang
pervaginam memberi trauma yang sangat berarti bagi janin. Namun hal ini tidak
berarti bahwa semua letak sungsang harus dilahirkan perabdominam. Persalinan
diakhiri dengan seksio sesaria bila: 1. Persalinan pervaginam diperkirakan sukar dan
berbahaya (disproporsi feto pelvic atau skor Zachtuchni Andros ≤ 3).1-7,9
Skor Zachtuchni Andros
Arti nilai:≤ 3 : persalinan perabdominam4 : evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin, bila nilai tetap dapat dilahirkan pervaginam.>5 : dilahirkan pervaginam.
2. Tali pusat menumbung pada primi/multigravida.
23
3. Didapatkan distosia
4. Umur kehamilan:19
Prematur (EFBW=2000 gram)
Post date (umur kehamilan ≥ 42 minggu)
5. Nilai anak (hanya sebagai pertimbangan)
Riwayat persalinan yang lalu: riwayat persalinan buruk, nilai social janin tinggi.
6. Komplikasi kehamilan dan persalinan:
Hipertensi dalam persalinan
Ketuban pecah dini
Kriteria persalinan Pervaginam pada presentasi bokong:6,7,8
1. Presentasi bokong murni, presentasi bokong kaki
2. Tafsiran berat janin pada primi : < 3500g, pada multigravida <4000g
3. Panggul luas
4. Zatuchni Andros > 4
5. Plasenta tidak dibawah
Kriteria section cesarean pada bokong:6,7,8
1. Panggul sempit, DKP
2. Janin besar
3. Preterm sudah inpartu
4. Ketuban pecah > 12 Jam
5. Zatuchni Andros <4
6. Cacat rahim (bekas SC)
7. Tafsiran berat janin pada primi > 3500g, pada multi >4000g
24
8. Plasenta previa
9. Presentasi lutut/kaki
10. Kepala dalam posisi hiperekstensi
11. IUGR
10. KOMPLIKASI
Komplikasi persalinan letak sungsang antara lain 1,7,9:
1. Dari faktor ibu:
Perdarahan oleh karena trauma jalan lahir atonia uteri, sisa placenta.
Infeksi karena terjadi secara ascendens melalui trauma (endometritits)
Trauma persalinan seperti trauma jalan lahir, simfidiolisis.
2. Dari faktor bayi:
Perdarahan seperti perdarahan intracranial, edema intracranial, perdarahan
alat-alat vital intra-abdominal.
Infeksi karena manipulasi
Trauma persalinan seperti dislokasi/fraktur ektremitas, persendian
leher,rupture alat-alat vital intraabdominal, kerusakan pleksus brachialis dan
fasialis, kerusakan pusat vital di medulla oblongata, trauma langsung alat-alat
vital (mata, telinga, mulut), asfiksisa sampai lahir mati.
11. PROGNOSIS
Angka kematian bayi pada persalinan letak sungsang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan letak kepala. Di RS Karjadi Semarang, RS Umum Dr. Pringadi
Medan dan RS Hasan Sadikin Bandung didapatkan angka kematian perinatal masing-
25
masing 38,5%, 29,4% dan 16,8%. Eastmen melaporkan angka kematian perinatal
antara 12-14%. Sebab kematian perinatal yang terpenting akibat terjepitnya tali pusat
antara kepala dan panggul pada waktu kepala memasuki rongga panggul serta akibat
retraksi uterus yang dapat menyebabkan lepasnya placenta sebelum kepala lahir.
Kelahiran kepala janin yang lebih lama dari 8 menit umbilicus dilahirkan akan
membahayakan kehidupan janin.1,5-7
Selain itu bila janin berbafas sebelum hidung dan mulut lahir dapat
membahayakan karena mucus yang terhisap dapat menyumbat jalan nafas. Bahaya
asfiksia janin juga terjadi akibat tali pusat menumbung, hal ini sering Dijumpai pada
presentasi bokong kaki sempurna atau bokong kaki tidak sempurna , tetapi jarang
dijumpai pada presentasi bokong.5,7
12. GAWAT JANIN
1. Definisi
Gawat janin adalah keadaan / reaksi ketika janin tidak memperoleh oksigen
yang cukup (hipoksia). Hipoksia adalah suatu keadaan terjadinya kekurangan oksigen
didalam jaringan. Hipoksia janin terjadi karena gangguan pertukaran gas serta
transport oksigen dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan
oksigen dan dalam menghilangkan karbondioksida. Gangguan ini dapat berlangsung
secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara
mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.10,11
Dari banyak penelitian didapatkan bahwa sebagian besar mortalitas janin
terutama disebabkan oleh keadaan hipoksia intraurine, sepertiga terjadi dalam periode
intrapartum. Neonatus yang pernah mengalami asfiksia dalam kehidupan selanjutnya
26
dapat terancam oleh gangguan akibat efek neurology. Data di Rumah Sakit Dr Cipto
Mangunkusumo (RSCM) didapatkan 81,6% kematian perinatal berasal dari ibu-ibu
dengan resiko tinggi yang meliputi 30% kasus yang datang di bagian kebidanan
RSCM. Mortalitas perinatal terutamadisebabkan oleh keadaan hipoksia intrauterine
(60% faktor kontribusi kematianperinatal), berat badan lahir rendah dan cacat bawaan
(10%-20%).12
Faktor resiko hipoksia janin intrauterin diantaranya adalah: hipertensi dalam
kehamilan, pertumbuhan janin terhambat, solusio plasenta, postmaturitas,
malpresentasi termasuk vasa previa. Faktor-faktor yang timbul dalam persalinan
bersifat lebih mendadak dan hampir selalu mengakibatkan hipoksia janin, diantaranya
adalah : gangguan aliran darah dalam tali pusat, penggunaan obatobat
anestesia/analgetika pada ibu, gangguan his (hipertoni dan tetani), hipotensi
mendadak pada ibu karena perdarahan, misalnya pada plasenta previa.11
2. Deteksi Dini Hipoksia Janin Intrauterin
Ada banyak cara untuk dapat mendeteksi adanya hipoksia janin intrauterin
baik secara sederhana maupun dengan menggunakan alat bantu yang lebih canggih.
Cara sederhana yaitu dengan perkiraan berat janin dan penentuan tinggi fundus uteri
dibandingkan dengan usia kehamilan, auskultasi denyut jantung janin (normal 120 –
160 dpm), pengamatan gerakan janin (minimal 10 gerakan dalam 12 jam atau 2
gerakan dalam 4 jam), pengamatan cairan amnion.11,13
Dengan kemajuan teknologi, keadaan hipoksia pada janin dapat dideteksi
lebih dini yaitu dengan menggunakan kardiotokografi, velosimetri Doppler
arteriumbilikalis, pemeriksaan pH darah janin, biofisik profil dan juga oksimetri
27
denyut janin (fetal pulse oximetry).
A. Kardiotokografi (CTG)
Kardiotokografi merupakan pemeriksaan denyut jantung janin dan perubahan-
perubahannya yang terjadi akibat adanya aktivitas uterus dan /atau gerakan janin
selama masa kehamilan dan persalinan.14
1. Penilaian denyut jantung janin
a. Frekuensi dasar denyut jantung janin
Gambaran denyut jantung janin dalam pemeriksaan kardiotokografi ada dua
macam, yaitu :
· Denyut jantung janin basal (basal fetal heart rate), yakni frekuensi dasar
(baseline rate) dan variabilitas (variability) denyut jantung janin saat uterus
dalam keadaan istirahat (relaksasi).
· Perubahan periodik (reactivity), merupakan perubahan denyut jantung janin yang
terjadi saat ada gerakan janin atau kontraksi uterus.
Untuk menentukan frekuensi denyut jantung janin basal dilakukan selama 10
menit.15-18
Tabel 1. Frekuensi denyut jantung janin18
Takikardia dapat terjadi pada keadaan hipoksia janin yang ringan (kronik).
Biasanya gambaran takikardi tidak berdiri sendiri. Bila takikardi disertai gambaran
28
vaiabilitas denyut jantung janin yang masih normal biasanya janin masih dalam
kondisi baik. 15-16,19-20
Bradikardia dapat terjadi pada keadaan hipoksia janin yang berat (akut).
Gambaran bradikardi ini pun biasanya tidak berdiri sendiri, sering disertai dengan
gejala yang lain. Bila bradikardia antara 100-120 disertai dengan variabilitas yang
masih normal biasanya menunjukkan keadaan hipoksia. Bila hipoksia janin
menjadi lebih berat lagi, akan terjadi penurunan frekuensi yang makin rendah
(<100 dpm) disertai dengan perubahan variabilitas yang jelas (penurunan
variabilitas yang abnormal). 15-16,19-20
b. Variabilitas denyut jantung janin
Variabilitas denyut jantung janin adalah gambaran osilasi yang tak teratur,
yang tampak pada rekaman denyut jantung janin. Variabilitas denyut jantung janin
diduga terjadi akibat keseimbangan interaksi dari sistem simpatis (kardioselektor)
dan parasimpatis (kardiodeselerator).Akan tetapi ada pendapat lain mengatakan
bahwa variabilitas terjadi akibat rangsangan di daerah kortek otak besar (serebri)
yang diteruskan ke pusat pengatur denyut jantung di bagian batang otak dengan
perantaraan n.vagus. 21-24
Pada keadaan hipoksia otak, terjadi gangguan mekanisme kompensasi
hemodinamik untuk mempertahankan oksigenasi otak, dalam rekaman
kardiotokografi akan tampak adanya perubahan variabilitas yang makin lama akan
makin rendah sampai menghilang (bila janin tidak mampu lagi mempertahankan
mekanisme hemodinamik diatas). 15-20
29
Pada umumnya variabilitas jangka panjang lebih sering digunakan dalam
penilaian kesejahteraan janin. Bila terjadi hipoksia otak, maka akan terjadi perubahan
variabilitas jangka panjang, tergantung derajat hipoksianya. Sebaliknya bila
gambaran ini masih normal biasanya janin belum terkena dampak dari hipoksia
tersebut.24-25
Gambar 1. Pengaruh sistem saraf otonom pada denyut jantung.Dikutip dari Kean 25
c. Perubahan periodik denyut jantung janin
Bila terjadi peningkatan frekuensi yang berlangsung cepat (> 1-2 menit)
disebut suatu akselerasi (acceleration). Peningkatan denyut jantung janin pada
keadaan akselerasi ini paling sedikit 15 dpm diatas frekuensi dasar dalam waktu 15
detik. Bila terjadi penurunan frekuensi yang berlangsung cepat (< 1-2 menit)
disebut deselerasi (deceleration).15-21
· Akselerasi
Merupakan respon simpatis, dimana terjadi peningkatan frekuensi denyut
jantung janin, suatu respon fisiologik yang baik (reaktif). Ciri-ciri akselerasi
yang normal adalah dengan amplitudo > 15 dpm dari gambaran denyut jantung,
lamanya sekitar 15 detik dan terjadi paling tidak 2 kali dalam waktu rekaman 20
menit. 15-21
30
· Deselerasi
Deselerasi denyut jantung janin adalah penurunan frekuensi denyut
jantung janin secara periodik berhubungan dengan adanya kontraksi uterus
(uniform) atau yang tidak berhubungan dengan kontraksi uterus (non-uniform).
1. Deselerasi dini (Early deceleration)
Deselerasi dini sering terjadi pada persalinan normal/fisiologis dimana
terjadi kontraksi uterus yang periodik dan normal. Deselerasi saat ini
disebabkan oleh penekanan kepala janin oleh jalan lahir yang
mengakibatkan hipoksia dan merangsang reflek vagus. Deselerasi dini
ditandai dengan: penurunan amplitudo tidak lebih dari 20 dpm, lamanya
deselerasi < 90 detik, frekuensi dasar dan variabilitas masih normal, timbul
dan menghilangnya bersamaan/sesuai dengan kontraksi uterus.15-22
2. Deselerasi variabel (Variable deceleration)
Deselerasi variabel ditandai dengan gambaran deselerasi yang
bervariasi, baik saat timbulnya, lamanya, amplitudo dan bentuknya.
Biasanya terjadi akselerasi sebelum (akselerasi pra deselerasi) atau sesudah
(akselerasi pasca deselerasi) terjadinya deselerasi. Deselerasi variabel
dianggap berat apabila memenuhi rule of sixty yaitu deselerasi mencapai 60
dpm atau lebih dibawah frekuensi dasar denyut jantung janin dan lamanya
deselerasi lebih dari 60 detik. Bila terjadi deselerasi variabel yang berulang
terlalu sering atau deselerasi variabel yang memanjang (prolonged) harus
waspada terhadap kemungkinan terjadinya hipoksia janin yang berlanjut.
Deselerasi variabel ini terjadi akibat penekanan tali pusat pada masa hamil
31
atau kala I. Penekanan tali pusat ini dapat terjadi karena lilitan tali pusat,
tali pusat menumbung atau jumlah air ketuban berkurang
(oligohidramnion). Selama variabilitas denyut jantung janin masih baik,
biasanya janin tidak mengalami hipoksia yang berarti. 15,16,20,21
3. Deselerasi lambat
Deselerasi lambat ditandai dengan waktu timbulnya sekitar 20 – 30 detik
setelah kontraksi uterus dimulai, berakhirnya sekitar 20 – 30 detik setelah
kontraksi uterus menghilang, lamanya kurang dari 90 detik, timbulnya berulang
pada setiap kontraksi dan beratnya sesuai dengan intensitas kontraksi uterus,
frekuensi dasar denyut jantung janin biasanya normal atau takikardi ringan,
tetapi pada keadaan hipokia yang berat bisa terjadi bradikardi. Deselerasi
lambat dapat terjadi pada beberapa keadaan yang pada dasarnya semua bersifat
patologis. Penurunan aliran darah pada sirkulasi ibu akan menyebabkan janin
mengalami hipoksia. Apabila janin masih mempunyai cadangan O2 yang
mencukupi dan masih mampu mengadakan kompensasi keadaan tersebut maka
tidak tampak adanya gangguan pada gambaran kardiotokografi selama tidak ada
stress yang lain.15-17
Gambar 2. Deselerasi denyut jantung janinDikutip dari Kean L25
32
2. Non Stress Test (NST)
Freeman (1975) serta Lee dkk (1975) memperkenalkan uji nonstress untuk
menjelaskan akselerasi denyut jantung janin dalam respons terhadap gerakan janin
sebagai salah satu penanda kesehatan janin.15
Pemeriksaan NST dilakukan untuk menilai gambaran denyut jantungjanin
dalam hubungannya dengan gerakan/aktivitas janin. Adapun penilaian NST dilakukan
terhadap frekuensi dasar denyut jantung janin (baseline), variabilitas dan timbulnya
akselerasi yang sesuai dengan gerakan/aktivitas janin. Interpretasinya :15-20
1. Reaktif yaitu bila :
a. terdapat paling sedikit 2 kali gerakan janin dalam 20 menit pemeriksaan yang
disertai adanya akselerasi paling sedikit 10 – 15 dpm
b. frekuensi dasar Djj diluar gerakan janin antara 120 - 160 dpm
c. variabilitas denyut jantung janin antara 6 – 25 dpm
2. Non Reaktif
a. tidak didapatkan gerakan janin selama 20 menit pemeriksaan atau tidak
ditemukan adanya akselerasi pada setiap gerakan janin
b. variabilitas denyut jantung janin mungkin masih normal atau berkurang sampai
menghilang.
3. Hasil pemeriksaan NST disebut abnormal (baik reaktif ataupun non reaktif) apabila
ditemukan :
a. Bradikardi
b. Deselerasi 40 atau lebih dibawah (baseline) atau denyut jantung janin mencapai
90 dpm, yang lamanya 60 detik atau lebih.
33
Hasil NST yang reaktif biasanya diikuti oleh keadaan janin yang masih baik
sampai 1 minggu kemudian sehingga pemeriksaan ulang 1 minggu kemudian. Namun
bila terdapat faktor resiko seperti hipertensi, diabetes melitus, perdarahan atau
oligohidramnion hasil NST yang reaktif tidak menjamin bahwa keadaan janin akan
tetap baik sampai 1 minggu kemudian. Hasil pada pemeriksaan yang meragukan
hendaknya dilakukan pemeriksaan ulang 24 jam atau dilanjutkan dengan pemeriksaan
CST.7,13
3. Contraction Stress Test (CST)
Pemeriksaan CST dimaksudkan untuk menilai gambaran denyut jantung janin
dalam hubungannya dengan kontraksi uterus. Interpretasi CST :
1. Negatif :
· Frekuensi dasar denyut jantung janin normal
· Variabilitas denyut jantung janin normal
· Tidak didapatkan adanya deselerasi lambat
· Mungkin ditemukan akselerasi atau deselerasi dini
2. Positif :
· Terdapat deselerasi lambat yang berulang pada sedikitnya 50% dari jumlah
kontraksi
· Terdapat deselerasi lambat yang berulang, meskipun kontraksi tidak adekuat
· Variabilitas denyut jantung janin berkurang atau menghilang
3. Mencurigakan :
· Terdapat deselerasi lambat yang kurang dari 50% dari jumlah kontraksi
· Terdapat deselerasi variabel
34
· Frekuensi dasar denyut jantung janin abnormal. Bila hasil CST yang
mencurigakan, maka pemeriksaan harus diulangi dalam 24 jam.
4. Tidak memuaskan (unsatisfactory)
· Hasil rekaman tidak representatif misalnya oleh karena ibu gemuk, gelisah atau
gerakan janin berlebihan
· Tidak terjadi kontraksi uterus yang adekuat. Dalam keadaan ini pemeriksaan
harus diulangi dalam 24 jam
5. Hiperstimulasi
· Kontraksi uterus lebih dari 5 kali dalam 10 menit
· Kontraksi uterus lamanya lebih dari 90 detik (tetania uteri)
· Seringkali terjadi deselerasi lambat atau bradikardi.14-17
Dalam keadaan ini, harus waspada kemungkinan terjadinya hipoksia janin
yang berlanjut sehingga bukan tidak mungkin terjadi asfiksia janin. Hal yang perlu
dilakukan adalah segera menghentikan pemeriksaan dan berikan obat-obat
penghalang kontraksi uterus(tokolitik), diberikan oksigen pada ibu dan tidur
miring untuk memperbaiki sirkulasi utero-plasenta.14-17
Hasil CST yang negatif menggambarkan keadaan janin yang masih baik
sampai 1 minggu kemudian (spesifitas 99%). Sedangkan hasil CST yang positif
biasanya disertai outcome perinatal yang tidak baik dengan nilai prediksi positif 50%,
kontra indikasi pada pemeriksaan CST :14-16
1. Absolut : resiko ruptur uteri, perdarahan antepartum, tali pusat terkemuka
2. Relatif : ketuban pecah prematur, kehamilan kurang bulan, kehamilan ganda,
inkompetensia servik, disproporsi sefalo-pelvik.
35
B. Velosimetri Doppler arteri umbilikalis
C. Pemeriksaan pH darah janin
D. Profil Biofisik
E. Oksimetri denyut janin (Fetal pulse oximetry)
3. Resusitasi Intrauterin
Apabila ditemukan bukti klinis terjadinya hipoksia pada janin, maka resusitasi
intrauterin perlu dilakukan. Bila kriteria pengamatan janin secaraelektronik disebut
tidak meyakinkan, perlu dilakukan upaya pemeriksaan yang lebih spesifik atau segera
dilakukan resusitasi intrauterin.26
Menurut ACOG tahun 1995 kriteria tersebut adalah bila didapatkan satu atau
lebih gambaran sebagai berikut: 26
· DJJ basal 100 – 110 x/menit tanpa akselerasi
· DJJ basal < 100 dengan akselerasi
· Peningkatan variabilitas: > 25 x/menit selama > 30 menit
· Deselerasi lambat (sedikitnya 1 dalam 30 menit)
· Variabilitas berkurang: < 5x/menit selama > 30 menit
· Deselerasi lambat persisten (>50% kontraksi) selama > 15 menit
· Takikardia > 160x/menit dengan variabilitas jangka panjang < 5x/menit
· Saturasi oksigen janin < 30% bila diukur menggunakan oksimetri denyut
Pada keadaan gawat janin, persalinan harus segera diakhiri. Sambil menunggu
tindakan yang sesuai dalam melahirkan janin, maka hendaknya dilakukan resusitasi
intrauterin. Langkah-langkah resusitasi intrauterin secara umum dimaksudkan untuk
membuat kondisi janin menjadi stabil dalam waktu sesingkat mungkin agar
36
kehamilan dapat berjalan terus atau setidaknya kehamilan tersebut dapat dikontrol
dan persalinan yang aman dapat dilakukanpada keadaan yang tidak gawat darurat. 26
Beberapa teknik resusitasi intrauterin diantaranya adalah : 26
1. Memperbaiki sirkulasi darah di dalam rahim
Deselerasi lambat biasanya berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah
intervili. Tindakan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki keadaan ini
diantaranya :
a. Posisi ibu : Semua pasien dengan dugaan gawat janin harus dibaringkan pada
posisi miring.
b. Pemberian cairan: Tidak jarang wanita dalam persalinan kurang intake per oral
dalam waktu lama. Keadaan ini mengakibatkan kekurangan cairan tubuhsecara
total. Walaupun demikian keadaan pasien masih dapat dalam keadaan baik, nadi
dan tekanan darah stabil. Stabilnya fungsi alatvital ibu ini mungkin dengan
mengorbankan sirkulasi darah arteri uterina yang mengakibatkan gangguan
sirkulasi janin. Bila ada tanda-tanda gawat janin, ibu perlu diberi cairan melalui
infus. Bila infus sudah diberikan, perlu tetesan dipercepat. Pada janin dengan
gambaran deselerasi lambat perlu diberi cairan substitusi seperti Ringer Laktat
atau NaCl fisiologis untuk mengganti cairan intravaskuler yang hilang. Kadang-
kadang cara ini dapat membantu memperbaiki sirkulasi uteroplasenter.
c. Relaksasi rahim: Bila sedang dalam pemberian oksitosin drip, tindakannya
adalah hentikan oksitosin drip, kemudian beri obat-obat tokolitik seperti :
Ritodrin intravena atau terbutalin subkutan. Dengan mengurangi atau
menghilangkan stress yang mungkin ditimbulkan oleh kontraksi rahim,
37
diharapkan janin akan kembali ke keadaan normal. Kadangkadang frekuensi
kontraksi rahim terlalu banyak (lebih dari 5 kali kontraksi per 10 menit)
sehingga sedikit waktu untuk janin mendapatkan oksigen dari sirkulasi
uteroplasenter.
2. Memperbaiki sirkulasi darah tali pusat
Untuk memperbaiki deselerasi variabel yang berat perlu dikerjakan seluruh
tindakan resusitasi pada kasus seperti gangguan sirkulasi darah uterus. Perlu perhatian
khusus pada masalah:
1. Posisi ibu : Merubah posisi ibu dari tidur miring menjadi posisi Trendelenburg
atau knee-chest
2. Posisi kepala janin : Bila sudah terjadi prolaps tali pusat, dapat diperbaiki dengan
menekan kepala janin agar tidak menekan tali pusat, sampai saat operasi
dilakukan. Beberapa kepustakaan tidak menganjurkannya, dengan alasan karena
tali pusat dan kepala itu licin sehingga hasilnya diragukan dan tidak etis.
3. Memperbaiki oksigenasi janin
Meningkatkan oksigen yang dihisap ibu akan meningkatkan sedikit tekanan
O2 darah janin. Mungkin hal ini menguntungkan bagi janinkarena dengan sedikit
peningkatan oksigen akan menghasilkan kadar oksigen darah janin yang relatif
tinggi karena daya afinitas darah janin tinggi terhadap oksigen.
4. Memberikan infus cairan amnion
Dengan memberikan infus cairan melalui kanalis servikalis akan
mengembangkan rongga rahim, dan akan mengurangi kompresi rahim terhadap tali
pusat. 26
38
Hasil resusitasi intrauterin dinilai berdasarkan perubahan-perubahan atas
parameter yang sebelumnya dipakai untuk memutuskan dilakukannya resusitasi
intrauterin. Belum ada kesepakatan mengenai berapa lama resusitasi intrauterin dapat
dilakukan, tetapi pada kasus-kasus gawat janin sebaiknyawaktu antara ditegakkannya
diagnosis gawat janin hingga dilakukannya operasi (decision to incision time) tidak
melebihi 30 menit.26
Tabel 2. Beberapa macam tindakan untuk meningkatkan oksigenasi janin menurut est dkk, 1993 dan Flake & Harrison, 199426
39
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas
Nama : Ny. Jamilah Nama suami : Tn. Abd.Gafur
Umur : 31 tahun Umur : 35 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Banjar Suku : Banjar
Pekerjaan : PNS Pekerjaan : PNS
Alamat : Jl. Cempaka Putih Ujung No.72 Banjarmasin
MRS tanggal : 03 – 06 – 2010 (Pukul 02.30 Wita)
Anamnesa
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa tanggal 03-06-2010 pukul 02.30
WITA.
1. Keluhan utama :
Ingin melahirkan
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Os merasa mules-mules sejak tanggal 02-06-2010 pukul 16.00 WITA,
disertai keluar air-air dan lendir serta darah. Pukul 17.00 WITA diperiksa
bidan dan dikatakan sudah pembukaan 1 sentimeter. Ibu rajin ANC ke
dokter/poliklinik RS 1 bulan sekali. Saat hamil ibu tidak pernah menderita
tekanan darah tinggi, pandangan mata kabur, kaki bengkak maupun kejang.
40
Ibu sering USG dan hasil USG terakhir dikatakan letak janin sungsang. Ibu
merasa terasa penuh pada perut bagian atas dan mulai merasa gerak janin
pada hamil 20 minggu dan lebih terasa di perut bagian bawah.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Os mengaku tidak pernah menderita darah tinggi, asma maupun kencing
manis.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Os mengatakan tidak ada anggota keluarga yang lain yang menderita tekanan
darah tinggi, kencing manis maupun asma.
5. Riwayat Haid
Menarche umur 12 tahun, siklus haid 28 hari, teratur, lama 7 hari, tidak ada
keluhan selama haid, HPHT 14-09-2009.
7. Riwayat Perkawinan:
Os menikah 1 kali dan sudah 5 tahun lamanya.
8. Riwayat Obstetri:
G2P1A0
2005/laki-laki/2500 gr/Spontan BK/RS Ulin/hidup
2010/saat ini
Pemeriksaan
A. Pemeriksaan Fisik Umum
1. Keadaan umum : Tampak sakit ringan
2. Kesadaran : Kompos mentis
41
3. Tanda Vital
Tensi :100/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Suhu : 36,5 oC
Pernapasan : 24 x/menit
BB : 52 kg TB: 157 cm
4. Kepala dan leher
Kepala : Bentuk normal
Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, palpebrae tidak
edem, pupil isokor, refleks cahaya +/+.
Telinga : Bentuk normal, tidak ada cairan yang keluar dari telinga, tidak
ada ganguan pendengaran.
Hidung : Bentuk normal, tidak tampak defiasi septum, tidak ada sekret,
tidak ada epistaksis, tidak ada pernapasan cuping hidung.
Mulut : Bibir dan mukosa tidak anemis, perdarahan gusi tidak ada,
tidak ada trismus, tidak ada pembesaran atau radang pada
tonsil, lidah tidak ada kelainan, tidak ada gigi palsu.
Leher : Tidak ada kaku kuduk, tidak tampak pembesaran kelenjar
getah bening dan tiroid, tidak ada pembesaran JVP.
5. Thoraks
Paru
42
Inspeksi : bentuk normal, gerakan simetris dan ICS tidak melebar.
Palpasi : fremitus raba +/+ simetris, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : sonor +/+, tidak ada nyeri ketuk.
Auskultasi : Vesikuler, tidak ada ronkhi atau wheezing.
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : tidak teraba thrill.
Perkusi : batas jantung normal, ICS V LMK kiri dan ICS II LPS
kanan.
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, bising jantung tidak ada.
6. Abdomen : Lihat Status Obstetri
7. Ekstremitas atas dan bawah :
Atas : Edema (-/-), gerak normal, nyeri gerak (-/-).
Bawah : Edema (-/-), gerak normal, nyeri gerak (-/-).
B. Pemeriksaan Obstetri :
1. Inspeksi : Perut tampak membuncit asimetris
2. Palpasi : Leopold I : fundus uteri teraba 3 jari di bawah
processus xyphoideus (TFU = 29 cm), teraba bundar
keras dan melenting
Leopold II : memanjang, punggung kanan.
Leopold III : presentasi bokong
Leopold IV: sudah masuk PAP
His : 3x/10’/30”
43
TBJ : 2635 gram
3. Auskultasi : DJJ 156 x/menit.Terdengar di atas perut sebelah kanan pusat.
4. Pemeriksaan Dalam :
Vaginal Touche : portio teraba tebal, arah posterior, ketuban (+), pembukaan
2 sentimeter, konsistensi tebal lunak bagian terbawah
bokong di Hodge I dan penunjuk sacrum kanan depan
Kesan Panggul : luas
C. Pemeriksaan Penunjang
Hb Sahli 11 gr %.
Laboratorium 3 Juni 2010
Pemeriksaan 3-6-2010
Hb 12,5
RBC (juta/mm3) 3,98 juta
WBC (/mm3) 11.600
HCT (%) 35
PLT ( /mm3) 225.000
MCV 87,3
MCH 31,4
MCHC 33,5
Hitung jenisNeutrofil % 79,6
Monosit % 16,2
Neutrofil # 9,20
Monosit # 2,00
PT/APTTPT 14,7
APTT 30,2
IV. Diagnosa
G2P1A0, hamil 38-39 minggu, inpartu kala I fase laten + Janin tunggal, hidup, intra
uterin, presentasi bokong + taksiran berat janin 2635 gram
44
V. Penatalaksanaan
- IVFD RL
- Cek CTG
- Observasi DJJ, HIS, kemajuan persalinan
- Pro spontan Breech
VI. Hasil CTG (Cardiotokografi)
Variabel deselerasi berulang sampai dengan 105 kali per menit pukul 10.30 wita
VI. Laporan SC
Diagnosa Pre operasi : G2P1A0, hamil 37-38 minggu, inpartu kala I fase laten
+ Janin tunggal, hidup, intra uterin, presentasi bokong +
taksiran berat janin 3150 gram +fetal distress
Macam Operasi : LSCS
Tanggal operasi : 03 Januari 2010 (Pukul 11.00 s/d 12.15 WITA)
Jenis Anestesi : Spinal Anestesi
Operator : dr. Wisnu (residen)
Laporan Operasi :
- Informed concent, pasang infuse dan berikan antibiotik profilaksis
- Pasien terlentang diatas meja operasi, dan disiapkan untuk anestesi spinal
- Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan pandang
dipersempit dengan kain duk steril.
- Pada dinding perut dilakukan insisi mediana mulai dari atas simfisis sampai di
bawah umbilicus lapis demi lapis sehingga cavum peritoneum terbuka.
45
- Dibuat bladder flap, yaitu dengan menggunting peritoneum kandung kemih
(plica vesica uterine) didepan segmen bawah rahim secara melintang. Plica
vesicouterina disisihkan secara tumpul kearah samping dan bawah. Kandung
kemih yang telah disisihkan ke arah bawah dan samping dilindungi dengan
speculum kandung kemih.
- Dilakukan insisi pada segmen bawah rahim 1 sentimeter dibawah irisan plica
vesicouterina tadi secaraa tajam dengan pisau bedah + 2 sentimeter, kemudian
diperlebar melintang secara tumpul dengan kedua jari telunjuk operator.
- Setelah cavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan, janin dilahirkan
dengan mengekstraksi bokongnya.
- Lahir bayi perempuan, tidak segera menangis, AS 4-6-7, BB 2400 gram, PB
49 cm, anus (+), kelainan congenital (-).
- Badan janin dilahirkan dengan mengait kedua pahanya, tali pusat dijepit dan
dipotong. Plasenta dilahirkan secara manual.
- Luka insisi segmen bawah rahim dijahit 2 lapis.
- Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adneksa di eksplorasi.
- Dilakukan retroperitonealisasi dan perdarahan dirawat
- Pencucian cavum abdomen dengan NaCl 0,9 %
- Luka operasi dijahit lapis demi lapis
- Operasi selesai
Diagnosa Post Op : P2A0 post SC a.i letak sungsang dengan presentasi
bokong + fetal distress
46
Terapi post operasi
o IVFD RL : D5% = 2 : 2
o Injeksi vitamin C 3 x1 ampul (IV)
o Injeksi Cefotaxim 3 x 1 gram (IV)
o Injeksi Alinamin F 3 x 1 ampul (IV)
o Injeksi Antrain 3x1 ampul (IV)
VII. Observasi Post Operasi
Jam TD (mmHG) Nadi (x/’) RR (x/’) T (oC) Urine (cc)13.15 100/70 80 16 36,1 10013.30 100/80 72 20 35,2 150
VIII. Follow Up
Perawatan dari tanggal 03 Juni 2010
Tgl
SOAP
4 5 6 7 8 9 10
Juni 2010
Subjektif
Nyeri
Perdarahan
Mobilisasi
<
<
-
<
<
duduk
<
<
duduk
-
<
berdiri
-
-
+
Objektif
TD (mmHg)
Nadi (x/menit)
RR (x/menit)
Temperatur (oC)
100/80
72
20
35,2
100/70
80
18
36.1
110/70
82
18
36,0
110/80
78
20
36,3
100/70
82
18
36,2
Assesment P2A0 Post SC a/i letak sungsang dengan presentasi bokong +
fetal distress
Penatalaksanaan
IVFD Rl:D5% = 2:2
Inj. Cefotaxim 3 x 1 (IV)
Injeksi Alinamin F 3 x 1
ampul (IV)
+
+
+
+
+
+
+
-
+
Obat
oral
-
47
Injeksi vitamin C 3x1 amp
(IV)
Injeksi Antrain 3 x 1 ampul
(IV)
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
48
BAB IV
DISKUSI
Pada kasus ini, jika dilihat dari definisi merupakan kehamilan dengan letak
sungsang, dimana keadaan janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri
dan bokong dibagian bawah kavum uteri. Dalam penegakan diagnosis pada kasus ini
juga didukung pemeriksaan USG untuk konfirmasi terhadap presentasi bagian janin
yang terdapat di bagian terbawah rahim.
Sesuai dengan teori yang ada bahwa diagnosis ditegakkan berdasarkan
keluhan subyektif dan pemeriksaan fisik atau penunjang yang telah dilakukan. Dari
anamnesis didapatkan kalau ibu hamil akan merasakan perut terasa penuh dibagian
atas dan gerakan anak lebih banyak di bagian bawah rahim. Pada pemeriksaan luar
berdasarkan pemeriksaan Leopold ditemukan bahwa Leopold I difundus akan teraba
bagian yang keras dan bulat yakni kepala. Leopold II teraba punggung disatu sisi dan
bagian kecil disisi lain. Leopold III-IV teraba bokong dibagian bawah uterus.
Kadang-kadang bokong janin teraba bulat dan dapat memberi kesan seolah-olah
kepala, tetapi bokong tidak dapat digerakkan semudah kepala. Denyut jantung janin
pada umumnya ditemukan setinggi pusat atau sedikit lebih tinggi daripada
umbilikus. Dalam hal ini, setelah pemeriksaan abdomen dilakukan ternyata hasil
pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan teori yang ada.
Pada kasus ini, pemeriksaan dalam menguatkan diagnosis letak sungsang
yaitu dengan terabanya bokong sebagai bagian terbawah demikian juga
denominatornya dicapai sacrum kanan depan . Pada kasus ini kulit ketuban masih
utuh.
49
Pemeriksaan yang teliti dapat membedakan bokong dengan muka karena jari
yang akan dimasukkan ke dalam anus mengalami rintangan otot, sedangkan jari yang
dimasukkan kedalam mulut akan meraba tulang rahang dan alveola tanpa ada
hambatan, mulut dan tulang pipi akan membentuk segitiga, sedangkan anus dan
tuberosis iskii membentuk garis lurus.
Dalam kasus ini sudah ada tanda-tanda persalinan. Hal ini menandakan bahwa
janin yang berada dalam kandungan penderita tidak dapat lagi dilakukan versi luar
untuk memutar posisi janin selain itu setelah minggu ke 38 versi luar sulit dilakukan
karena janin sudah besar dan jumlah air ketuban relatif telah berkurang.
Dari hasil pemeriksaan fisik dan evaluasi awal pada penderita ini didapatkan
hal-hal sebagai berikut:
1. Persentasi bokong murni
2. Perkiraan berat janin yang masih dalam batas normal (2635 g)
3. Tidak ada kelainan letak pada tali pusat
4. Tidak ada riwayat seksio sesaria
5. Dari pengukuran dengan ZA skor didapatkan skor = 4 (setelah dievaluasi 5)
ZA skore = 4evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin, bila
nilai tetap dapat dilahirkan pervaginam.
o Paritas: (multi) = 1
o Pernah letak sungsang: (tidak) = 0
o TBJ : (< 3176 g) = 2
o Usia Kehamilan: (38 mgg) = 1
o Stasion ( < -3) = 0
50
o Pembukaan serviks (2 cm) = 0
6. Penderita tidak ada riwayat obstetric yang buruk
7. His yang adekuat yaitu 3x/10 menit dengan durasi selama 30 detik
8. Denyut jantung janin yang baik yaitu 156 x/menit (regular)
9. Ditunggu kemajuan persalinan
Dengan adanya tanda-tanda diatas, penderita ini diusahakan lahir dengan cara
pervaginam, karena dengan lahirnya pervaginam dapat dihindari risiko-risiko pada
ibu dan janinnya. Namun pada pukul 11.00 wita (4 Juni 2010) didapatkan hasil NST
deselerasi variable berulang sampai dengan 106 bpm. Keadaan ini mengindikasikan
adanya hipoksia janin intrauterin. Deselerasi variabel dianggap berat apabila
memenuhi rule of sixty yaitu deselerasi mencapai 60 dpm atau lebih dibawah
frekuensi dasar denyut jantung janin dan lamanya deselerasi lebih dari 60 detik. Bila
terjadi deselerasi variabel yang berulang terlalu sering atau deselerasi variabel yang
memanjang (prolonged) harus waspada terhadap kemungkinan terjadinya hipoksia
janin yang berlanjut. Deselerasi variabel ini terjadi akibat penekanan tali pusat pada
masa hamil atau kala I. Penekanan tali pusat ini dapat terjadi karena lilitan tali pusat,
tali pusat menumbung atau jumlah air ketuban berkurang (oligohidramnion). Pada
kasus ini hasil NST abnormal yaitu mencapai 105 bpm. NST dikatakan abnormal
jika deselerasi 40 atau lebih dibawah (baseline) atau denyut jantung janin mencapai
90 dpm, yang lamanya 60 detik atau lebih.
Faktor risiko terjadinya hipoksia intrauterine pada kasus ini kemungkinan
besar adalah keadaan malpresentasi (letak sungsang). Penyebab kematian pada letak
sungsang adalah hipoksia. Hipoksia yang mendadak yang timbul dalam persalinan ini
51
mungkin disebabkan gangguan aliran darah dalam tali pusat, karenatidak terdapat
gangguan lain seperti penggunaan obatobat anestesia/analgetika pada ibu, gangguan
his (hipertoni dan tetani), hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, misalnya
pada plasenta previa.2 Pada letak sungsang sering diikuti dengaan gangguan aliran
darah dalam tali pusat.
Adanya hipoksia intrauterine ini menunjukkan adanya gawat janin yang
mengindikasikan untuk mengambil tindakan segera demi menurunkan mortalitas dan
morbiditas perinatal. Pada keadaan gawat janin, persalinan harus segera diakhiri.
Pada kasus diambil tindakan SC cito. Sambil menunggu tindakan yang sesuai dalam
melahirkan janin, maka dilakukan resusitasi intrauterine. Pada kasus ini resusitasi
dilakukan dengan pemberian oksigen pada ibu, pemberian cairan dan memposisikan
ibu dengan posisi miring. Tindakan resusitasi dilakukan selama 30 menit sebelum SC
dimulai. Belum ada kesepakatan mengenai berapa lama resusitasi intrauterin dapat
dilakukan, tetapi pada kasus-kasus gawat janin sebaiknya waktu antara ditegakkannya
diagnosis gawat janin hingga dilakukannya operasi (decision to incision time) tidak
melebihi 30 menit.
Dari pembukaan dinding abdomen dan uterus dilakukan dengan teknik LSCS
(Low Segmen Cesaerean Section) atau SCTP. Keuntungan teknik ini adalah
penjahitan lebih mudah dan perdarahan kurang serta risiko rupture uteri lebih kecil
disbanding cara corporal. Namun pada keadaan kasus gawat janin, teknik corporal
lebih untung karena dapat mengluarkan janin lebih cepat. Pemilihan teknik ini juga
tergantung dari keterampilan operator. Dari SC ini juga dibuktikan adanya letak
sungsang yaitu mengeluarkan janin dengan mengekstraksi bokongnya juga bukti
52
terjadinya hipoksia intrauterine adalah bayi yang tidak menangis dengan APGAR
skor 4-6-7 termasuk asfiksia ringan.
Dari penemuan letak placenta, maka kemungkinan yang menjadi factor
penyebab terjadinya letak sungsang pada kasus ini adalah letak placenta yang ada di
fundus bagian kornu posterior. Sesuai teori yang ada bahwa plasenta yang terletak
didaerah kornu fundus uteri dapat menyebabkan letak sungsang, karena plasenta
mengurangi luas ruangan didaerah fundus sehingga kepala berada diruang yang lebih
kecil dan bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas yaitu di segmen
bawah rahim.
Setelah SC, kondisi pasien membaik, luka operasi baik sehingga setelah tujuh
hari perawatan pasien dipulangkan. Ibu dan bayi pulang dalam kondisi baik.
53
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus wanita umur 31 tahun dengan diagnosis
G2P1A0, hamil 38-39 minggu, inpartu kala I fase laten + Janin tunggal, hidup, intra
uterin, presentasi bokong + taksiran berat janin 2635 gram. Dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik didapatkan presentasi bokong dan didukung oleh pemeriksaan
dalam serta USG. Berdasarkan skor Zatuchni Andros, pasien ini ditatalaksana dengan
persalinan spontan Breech. Namun dalam perjalanan observasi kemajuan persalinan
didapatkan tanda gawat janin yaitu NST berupa deselerasi variable yang berulang
mencapai 105 bpm sehingga dilakukan persalinan perabdominam dengan secsio
cesarea cito. Setelah operasi kondisi pasien membaik dan diperbolehkan pulang 7 hari
setelah operasi.
54