Lapsus Invaginasi

32
1 BAB I PENDAHULUAN Invaginasi atau intususepsi yang merupakan keadaan masuknya suatu bagi usus ke bagian usus lainnya merupakan suatu keadaan gawat darurat yang jika tidak ditangani dengan segera dapat mengakibatkan mortalitas. Dari penelitian didapatkan jumlah mortalitas pada pasien yang mendapat penanganan 10 jam setelah gejala timbul adalah sebanyak 10%, sedangkan penanganan yang dilakukan 72 jam setelah gejala timbul dapat menyebabkan mortalitas sebanyak 60 %. Adapun invaginasi itu sendiri dapat terjadi baik di usus besar, usus halus, maupun keduanya, dan yang paling sering terjadi adalah masuknya ileum terminal ke dalam sekum. Paling banyak diderita oleh anak dibawah 2 tahun dengan gejala berupa nyeri kolik hebat dengan kram, serta keluarnya darah disertai lendir dari anus. Karena termasuk dalam kegawatdaruratan medis, maka perlu dilakukan penanganan secara cepat yang dimulain dengan perbaiki keadaan umum serta hidrasi pasien. Penanganan selanjutnya yang dapat digunakan sekaligus untuk diagnostic invaginasi ini adalah dengan melakukan pemeriksaan barium enema, dengan tujuan tekanan hidrostatik barium dapat mendorong usus yang terjepit, sehingga dapat kembali seperti semula. Pada kesempatan kali ini akan dibahas lebih jauh mengenai invaginasi termasuk di dalamnya baik penyebab, gejala klinis, ataupun tindakan-tindakan yang harus dilakukan secara cepat agar penanganan dapat lebih efisien.

description

bedah

Transcript of Lapsus Invaginasi

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Invaginasi atau intususepsi yang merupakan keadaan masuknya suatu bagi usus

    ke bagian usus lainnya merupakan suatu keadaan gawat darurat yang jika tidak

    ditangani dengan segera dapat mengakibatkan mortalitas. Dari penelitian didapatkan

    jumlah mortalitas pada pasien yang mendapat penanganan 10 jam setelah gejala timbul

    adalah sebanyak 10%, sedangkan penanganan yang dilakukan 72 jam setelah gejala

    timbul dapat menyebabkan mortalitas sebanyak 60 %.

    Adapun invaginasi itu sendiri dapat terjadi baik di usus besar, usus halus,

    maupun keduanya, dan yang paling sering terjadi adalah masuknya ileum terminal ke

    dalam sekum. Paling banyak diderita oleh anak dibawah 2 tahun dengan gejala berupa

    nyeri kolik hebat dengan kram, serta keluarnya darah disertai lendir dari anus.

    Karena termasuk dalam kegawatdaruratan medis, maka perlu dilakukan

    penanganan secara cepat yang dimulain dengan perbaiki keadaan umum serta hidrasi

    pasien. Penanganan selanjutnya yang dapat digunakan sekaligus untuk diagnostic

    invaginasi ini adalah dengan melakukan pemeriksaan barium enema, dengan tujuan

    tekanan hidrostatik barium dapat mendorong usus yang terjepit, sehingga dapat

    kembali seperti semula.

    Pada kesempatan kali ini akan dibahas lebih jauh mengenai invaginasi

    termasuk di dalamnya baik penyebab, gejala klinis, ataupun tindakan-tindakan yang

    harus dilakukan secara cepat agar penanganan dapat lebih efisien.

  • 2

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1. Anatomi

    2.1.1. Usus Halus

    Secara anatomi usus halus dibagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum,

    jejenum, dan ileum. Panjang duodenum kira-kira 20 cm, jejenum 100-110 cm,

    sedangkan ileum 150-160 cm. Jejunoileum memanjang dari ligamentum Treitz ke

    katup ileosekal. Jejenum lebih besar dan lebih tebal jika dibandingkan dengan

    ileum, dan hanya memiliki satu atau dua arcade valvular dibandingkan empat

    sampai lima pada ileum.

    Usus kecil digantung oleh mesenterium yang membawa pasokan vascular

    dan limfatik. Mesenterium berjalan secara oblik dari kiri L2 ke kanan dari sendi

    S1 dan bersifat sangat mobile. Pasokan darah ke jejunum dan ileum melalui arteri

    mesenterika superior, yang juga melanjutkan pasokan sampai kolon transversal

    proksimal. Arcade vaskular dalam mesenterium menyediakan pasokan kolateral.

    Drainase vena sejajar dengan pasokan arteri, membawa ke vena mesenterika

    superior, bergabung dengan vena splenika di belakang pancreas untuk membentuk

    vena porta. Drainase limfatik dari dinding usus melalui nodus mesenterikus ke

    nodus mesenterikus superior ke dalam sisterna kili dan akhirnya ke duktus

    torasikus. Lipatan mukosa membentuk plica plika sirkularis transversal

    sirkumferensial. Persarafannya adalah parasimpatis dan mempengaruhi sekresi

    serta motilitas . Simpatik berasal dari nervus splanikus melalui pleksus seliaka,

    mempengaruhi sekresi dan motalitas usus serta vascular dan membawa aferen rasa

    nyeri.

  • 3

    Gambar 1. Anatomi usus halus

    Dinding usus halus di bagi dalam 4 lapisan :

    1. Tunica

    Serosa.

    Terdiri dari jaringan ikat longgar yang dilapisi oleh mesotel.

    2. Tunica

    Muscularis.

    Dua selubung otot polos tidak bergaris membentuk tunica muskularis usus

    halus. Lapisan ini paling tebal di dalam duodenum dan berkurang

    dalamnya kearah distal. Lapisan luarnya stratum longitudinale dan

    lapisan dalamnya stratum sirkulare. Plexus myentericus (Auerbach) dan

    saluran limfe terletak di antara kedua lapisan otot ini.

    3. Tunica Submukosa.

    Tunica Submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang terletak diantara

    tunika muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang

    terletak dibawah mukosa. Dalam ruang ini berjalan jalinan pembuluh

    darah halus dan pembuluh limfe. Juga ditemukan neuroplexus Meissner.

    4. Tunica Mukosa.

    Tunica mukosa usus halus, kecuali pars superior duodenum tersusun

    dalam lipatan sirkuler tumpang tindih yang berinterdigitasi secara

    transversa. Masing- masing lipatan ini ditutup dengan tonjolan vili.

  • 4

    Lipatan dan vili lebih banyak di dalam jejunum dibandingkan di dalam

    ileum, sehingga jejunum bertanggung jawab lebih besar dalam absorbsi.

    Ada dua area dalam tingkatan submukosa dan bagian spesifik usus halus :

    1. Plaque

    peyer

    Plaque peyer terutama berada di dalam ileum dan lebih banyak ke distal.

    Ia terdiri dari agregasi lymphaticus yang dikelilingi oleh plexus

    lymphaticus di atas permukaan mesenterica usus.

    2. Glandula

    Brunner

    Glandula Brunner ada hampir seluruhnya di dalam duodenum, tetapi di

    dalam jejunum proximal juga terdapat di proximal dan menurun dengan

    penuaan.

    2.1.2. Usus Besar

    Usus besar terdiri dari sekum, kolon dan rectum, panjangnya sekitar 1,5

    meter, terbentang dari ileum terminalis sampai anus. Diameter terbesarnya pada

    saat kosong 6,5 cm dalam sekum, dan berkurang menjadi 2,5 cm dalam

    sigmoid. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada

    ujung sekum. Katup ileosekal mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam

    sekum dan mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus besar ke usus

    halus.

    Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascenden, tranversum, descenden dan

    sigmoid. Tempat kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan disebut

    fleksura hepatica dan kiri disebut fleksura lienalis.

  • 5

    Gambar 2. Anatomi usus besar

    Dinding kolon terdiri dari 4 lapisan, yaitu:

    1. Tunica Serosa

    Membentuk apendises epiploica, yaitu kantong-kantong kecil yang berisi

    lemak dan menonjol dari serosa, kecuali pada rectum.

    2. Tunica

    Muscularis

    Terdiri atas stratum longitudinal di sebelah luar dan stratum circular di

    sebelah dalam. Stratum circular membentuk m.Sphincter ani internus

    sedangkan stratum longitudinale membentuk 3 pita yang disebut taenia

    coli, yang lebih pendek dari kolon itu sendiri sehingga membentuk kolon

    berlipat-lipat seperti kantong (haustrae).

    3. Tunica

    Submucosa

    Dibentuk oleh jaringan penyambung longgar yang berisi pembuluh darah

    dan kelenjar getah bening.

    4. Tunica

    Mukosa

    Licin karena tidak mempunyai vili, permukaan dalamnya mempunyai

    lipatan-lipatan berbentuk bulan sabit karena tidak mencapai seluruh

    lingkaran lumen dan dinamakan plicae semilunares.

  • 6

    Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan

    berdasarkan suplai darah yang diterimanya. Arteri mesenterika superior

    memperdarahi belahan kanan yaitu sekum, kolon ascenden dan duapertiga

    proximal kolon transversum. Sedang arteri mesenterika inferior memperdarahi

    sepertiga kolon transversum, kolon descenden, sigmoid dan bagian proximal

    rectum. Arteri mesenterika superior akan bercabang ke a. ileokolika, a. kolika

    dextra, sedangkan arteri mesenterika inferior akan bercabang ke a. kolika

    sinistra, a. sigmoid, a. hemoroidalis superior.

    Aliran balik vena dari kolon berjalan parallel dengan arterinya.

    V.mesenterika superior untuk kolon ascenden dan transversum. Sedang

    v.mesenterika inferior untuk kolon descenden, sigmoid dan rectum.

    Rektum disuplai oleh a. hemoroidalis superior (cabang dari

    a.mesenterika inferior) dan a.hemoroidalis inferior (cabang dari a.pudenda

    interna). Sedang aliran venanya yaitu v.hemoroidalis superior dan inferior.

    Gambar 3. Perdarahan usus

    Aliran limfe pada rectum yaitu, inguinal, kelenjar iliaka interna, kelenjar

    para kolik, kelenjar di mesenterium, dan kel.para aorta.

    Usus besar diperarafi oleh sistem otonom kecuali sfingter externa diatur

  • 7

    secara volunter. Kolon dipersarafi oleh system parasimpatis yang berasal dari

    n.splannikus dan pleksus presakralis serta serabut yang berasal dari n.vagus.

    Sedangkan rectum dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari plexus

    mesenterikus inferior dan dari system parasakral yang terbentuk dari ganglion

    simpatis L 2-4 serta serabut simpatis yang berasal dari S 2-4.

    2.2. Invaginasi

    2.2.1. Definisi

    Invaginasi atau yang juga dikenal sebagai intususepsi adalah suatu

    keadaan gawat darurat akut dimana segmen usus masuk ke dalam segmen lainnya

    sehingga dapat menyebabkan obstruksi yang disusul dengan strangulasi usus.

    Umumnya bagian usus yang proksimal masuk ke bagian distal.

    Bagian segmen usus yang masuk ke bagian distal disebut

    intususeptum, sedangkan bagian usus yang membungkus intususeptum disebut

    intususipien.

    Gambar 4. Invaginasi

  • 8

    2.2.2. Insidens

    Insidens penyakit ini tidak diketahui secara pasti, namun kelainan ini

    umumnya ditemukan pada anak-anak di bawah 1 tahun dan frekuensinya menurun

    dengan bertambahnya usia. Umumnya invaginasi ditemukan lebih sering pada

    anak laki laki, dengan perbandingan laki laki dan perempuan tiga banding dua.

    Insidens pada bulan Maret Juni dan bulan September Oktober

    meninggi. Hal tersebut mungkin berhubungan dengan perubahan musim dimana

    pada saat tersebut insidens infeksi saluran nafas dan gastroenteritis meninggi,

    sehingga banyak ahli yang menganggap bahwa hypermotilitas usus merupakan

    salah satu faktor penyebab.

    2.2.3. Etiologi

    Sebagian besar invaginasi belum diketahui penyebabnya, namun

    berdasarkan fakta-fakta yang dikumpulkan diperkirakan penyebab invaginasi

    adalah:

    1. Adanya penebalan Plaque Peyer akibat suatu proses dari infeksi virus pada

    usus.

    Adenovirus ditemukan dari limfonodi mesenterika pada pembedahan dan

    juga dari biakan permukaan dengan presentase yang lebih tinggi pada

    anak dengan invaginasi daripada control. Invaginasi pada anak biasanya

    disebut idiopatik, dimana disebabkan oleh penebalan plaque Peyeri yaitu

    suatu jaringan limfoid di dinding ileum bagian distal, yang dapat

    merangsang peristaltic usus sebagai upaya untuk mengeluarkan massa

    tersebut sehingga menyebabkan invaginasi.

    2. Adanya perubahan flora usus sehingga timbul peristaltic yang meniggi.

    Perubahan flora biasa terjadi pada usia 6-9 bulan sehubungan dengan

    perubahan pola makan pada bayi. Pada saat ini peristaltic anak akan

    meningkat dan dapat menyebabkan terjadinya invaginasi.

  • 9

    3. Gerakan peristaltic yang berlebihan seperti pada polip usus, divertikel

    Meckel, limfoma, hemangioma, leiomioma, leiosarkoma, dan mesenteric

    hematom merupakan pencetus pada anak di atas usia 2 tahun atau orang

    dewasa.

    Sekali usus bagian proximal masuk ke bagian usus distal, oleh adanya

    peristaltic, maka bagian usus proximal ini akan tetap ada dan bahkan lebih jauh

    masuk dalam usus bagian distal.

    2.2.4. Patofisiologi

    Terdapat berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya

    invaginasi pada orang dewasa yang pada intinya adalah gangguan motilitas usus

    yang terdiri dari dua komponen yaitu satu bagian usus yang bergerak bebas dan

    satu bagian usus lainya yang terfiksir atau kurang bebas dibandingkan bagian

    lainnya. Karena peristaltik bergerak dari oral ke anal, sehingga bagian yang

    masuk kelumen usus adalah yang arah oral atau proksimal. Namun, pada

    keadaan khusus seperti pada pasien pasca gastrojejunostomi dapat terjadi

    sebaliknya atau yang disebut retrograd intususepsi. Keadaan lain yang sering

    menyebabkan invaginasi adalah karena suatu disritmik peristaltik usus. Akibat

    adanya segmen usus yang masuk ke segmen usus lainnya dinding usus akan

    terjepit sehingga aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah akan

    menyebabkan nekrosis dinding usus.

    Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai

    intususeptum. Perubahan pada intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian

    ini oleh karena kontraksi dari intususepien, dan juga karena terganggunya aliran

    darah sebagai akibat penekanan dan tertariknya mesenterium. Edema dan

    pembengkakan dapat terjadi sedemikian besarnya sehingga menghambat reduksi.

    Adanya bendungan menimbulkan perembesan lendir dan darah ke dalam lumen

    yang biasa disebut red currant jelly, selain itu dapat juga terjadi ulserasi pada

    dinding usus. Sebagai akibat strangulasi tidak jarang terjadi gangren yang dapat

  • 10

    berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps. Pembengkakan dari

    intisuseptum umumnya menutup lumen usus. Akan tetapi tidak jarang pula lumen

    tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada intususepsi.

    Proses strangulasi tersirat oleh adanya rasa sakit & perdarahan per rectal.

    Serangan sakit mula-mula hilang timbul namun kemudian menetap, gelisah

    sewaktu serangan dan sering disertai rangsangan muntah.

    Puncak invaginasi dapat berjalan sampai ke kolon tranversum,

    desenden, sigmoid, bahkan sampai melewati anus. Tanda ini harus dibedakan

    dari prolaps rectum. Proses obstruksi usus sebenarnya sudah dimulai sejak

    invaginasi terjadi, tetapi penampilan klinik obstruksi memerlukan waktu.

    Umumnya setelah 10-12 jam sampai menjelang 24 jam gejala.

    2.2.5. Klasifikasi

    Berdasarkan letaknya invaginasi dibagi menjadi:

    1. Enterica atau masuknya segmen usus halus yang satu ke usus halus

    lainnya.

    2. Enterocolica dimana ileum masuk ke dalam kolon atau sekum

    3. Colica dimana kolon masuk ke kolon

    4. Prolapsus ani atau keluarnya rektum melalui anus

    2.2.6. Gejala Klinis

    Gejala yang timbul cenderung bersifat tiba-tiba, karena anak biasanya

    dalam keadaan gizi yang baik, lalu secara tiba-tiba menangis kesakitan sehingga

    bayi akan cenderung menarik lutut ke arah perut yang berlangsung beberapa

    menit. Serangan nyeri tersebut kemudian berulang dengan jarak 10 sampai 20

    menit. Serangan juga diikuti dengan muntah, lalu diluar serangan penderita akan

    terlihat lemas dan tertidur, namun terbangun kembali saat serangan datang.

    Pada awalnya saat belum terjadi gangguan pasase usus secara total feses

    yang terlihat masih dalam batas normal, namunsaat terjadi gangguan total feses

  • 11

    mulai bercampur darah segar dan lendir, yang lama kelamaan tinggal darah segar

    dan lendir.

    Pada pemeriksaan abdomen yang biasa ditemukan adalah adanya suatu massa

    berbentuk seperti sosis yang membentang dari daerah hipokondrium kanan dan

    membentang sepanjang colon transversum yang dapat teraba saat pasien dalam

    keadaan tenang. Pada kuadran kanan bawah biasanya terdapat daerah yang kosong

    dan cekung yang biasa disebut dances sign, dan jika invaginasi terus berjalan

    sampai melewati colon desendens dan sigmoid dapat teraba massa yang prolaps

    pada daerah anus.

    Pembuluh darah mesenterium yang terjepit mengakibatkan gangguan

    vonous return dan mengakibatkan terjadinya kongesti. Akibat dari kongesti vena

    yang dapat terlihat jelas adalah adanya peradarahan rektum. Jika cedera pada

    pembuluh darah sudah besar perdarahan biasanya berwarna merah kehitaman dan

    disertai dengan lendir yang biasa disebut sebagai red currant jelly. Perdarahan

    yang masih relatif sedikit biasanya dapat ditemukan pada saat melakukan rectal

    touche.

    Setelah terjadi sumbatan total terdapat tanda-tanda obstruksi seperti perut

    kembung dengan gambaran peristaltik yang jelas, serta muntah yang berwarna

    kehijauan. Dari pemeriksaan rectal touche didapatkan tonus sphincter yang

    melemah, dan saat jari ditarik keluar terdapat darah yang bercampur dengan

    lendir.4

    2.2.7. Diagnosis

    Diagnosis invaginasi ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, serta

    pemeriksaan penunjang.

    Terdapat gejala khas yang biasa disebut sebagai trias gejala, yaitu:

    1. Nyeri perut tiba-tiba, yang hilang timbul dengan periode serangan setiap

    10 sampai 20 menit.

  • 12

    2. Teraba masa tumor di daerah hipokondrium kanan dan membentang

    sepanjang colon transversum yang dapat teraba saat pasien dalam keadaan

    tenang.

    3. Buang air besar bercampur darah dan lendir.

    Namun ada pula yang mengganti terabanya massa dengan muntah yang berwarna

    kehijauan, karena sulitnya meraba massa tumor saat penderita terlambat

    memeriksakan diri.

    2.2.8. Pemeriksaan Penunjang

    2.2.8.1. Pemeriksaan Laboratorium

    Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan peningkatan jumlah lekosit atau

    lekositosis > 10.000/mm3.

    2.2.8.2. Pemeriksaan Radiologi

    Ada beberapa pemeriksaan radiology yang dapat digunakan sebagai acuan

    diagnostik, antara lain:

    1. Foto polos abdomen

    Pada foto polos abdomen didapatkan distribusi udara di dalam usus yang

    tidak merata, usus cenderung terdesak ke kiri atas, dan dalam keadaan

    lanjut terlihat gambaran obstruksi usus pada posisi tegak dan lateral

    dekubitus berupa gambaran air fluid level, serta dapat terlihat free air

    jika sudah terjadi perforasi.

    2. Barium enema

    Barium enema selain dapat berfungsi sebagai alat diagnostic juga dapat

    berfungsi sebagai terapi. Sebagai alat diagnostic barium enema berfungsi

    jika gejala klinik yang terlihat sedikit meragukan. Dengan kontras

    gambaran yang akan terlihat berupa gambaran cupping atau coiled

    spring appearance.

  • 13

    Gambar 5. Gambaran cupping dan coiled spring appearance

    3. Ultrasonografi (USG)

    Tanda invaginasi yang dapat terlihat pada USG berupa target lesion atau

    bisa juga disebut doughnut sign.

    Gambar 6. Gambaran target lession atau doughnut sign

    2.2.9. Penatalaksanaan

    Invaginasi termasuk dalam kasus gawat darurat, sehinga diperlukan tindakan

    secara cepat berupa:

    1. Perbaiki keadaan umum pasien

    2. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi & mencegah aspirasi.

  • 14

    3. Rehidrasi

    4. Obat-obat penenang untuk penahan rasa sakit.

    Setelah keadaan umum baik dilakukan tindakan pembedahan, bila jelas

    telah tampak tanda-tanda obstruksi usus. Atau dilakukan tindakan reposisi

    bila tidak terdapat kontraindikasi.

    Dasar pengobatan pada invaginasi ialah reposisi usus yang masuk ke

    lumen usus lainnya. Reposisi dapat dicapai dengan barium enema, reposisi

    pneumostatik atau melalui pembedahan.

    2.2.9.1. Reduksi Hidrostatik

    Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan

    kateter dengan tekanan tertentu dengan diikuti oleh X-ray. Mula-mula tampak

    bayangan barium bergerak berbentuk cupping pada tempat invaginasi, dengan

    tekanan hidrostatik sebesar sampai 1 meter air, barium didorong ke arah

    proksimal. Tekanan hidrostatik tidak boleh melewati 1 meter air agar tidak terjadi

    perforasi selain itu tidak boleh dilakukan penekanan manual di perut sewaktu

    dilakukan reposisis hidrostatik.

    Pengobatan dianggap berhasil bila barium sudah mencapai ileum

    terminalis, serta pada saat itu, pasase usus kembali normal, norit yang diberikan

    akan keluar melalui dubur. Seiring dengan pemeriksaan zat kontras kembali dapat

    terlihat coiled spring appearance. Gambaran tersebut disebabkan oleh sisa-sisa

    barium pada haustra sepanjang bekas tempat invaginasi

    Pada saat sekarang ini barium enema yang digunakan untuk prosedur

    diagnostic, kurang lebih 75% berhasil mereduksi invaginasi. Pemberian sedikit

    sedative yang cukup sebelum prosedur enema sangat banyak membantu

    berhasilnya reduksi hidrostatik ini.

  • 15

    Gambar 7. Therapi dengan menggunakan barium enema

    Indikasi:

    1. Tidak terdapat gejala & tanda rangsangan peritoneum

    2. Tidak toksik juga tidak terdapat obstruksi tinggi

    3. Tidak dehidrasi

    4. Gejala invaginasi kurang dari 48 jam

    Kontra indikasi:

    1. Distensi abdomen yang berlebihan

    2. Invaginasi rekuren

    3. Gejala invaginasi lebih dari 48 jam

    4. Peritonitis

    5. Perforasi

    Keuntungan reposisi hidrostatik

    1. Kemungkinan terjadinya perforasi lebih sedikit

    2. Lama perawatan lebih pendek, karena tidak bersifat traumatic

  • 16

    Kerugian reposisi hidrostatik itu sendiri adalah cukup banyaknya kasus

    invagianasi berulang, karena tidak dilakukan reseksi.

    2.2.9.2. Reduksi Manual dan Reseksi Usus

    Indikasi reduksi manual adalah pada pasien dengan keadaan tidak stabil,

    didapatkan peningkatan suhu serta angka lekosit, mengalami gejala

    berkepanjangan atau ditemukan penyakit sudah lanjut yang ditandai dengan

    distensi abdomen, feces berdarah, gangguan sistem usus yang berat sampai

    timbul shock atau peritonitis.

    Pasien segera dipersiapkan untuk suatu operasi Laparotomi dengan incisi

    transversal interspina Jika ditemukan kelainan telah mengalami nekrose, reduksi

    tidak perlu dikerjakan dan reseksi segera dilakukan (Ellis, 1990).

    Pelaksanaan operatif:

    1. Pre-operatif

    Penanganan intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti

    penangan pada kasus obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan keadaan

    umum seperti rehidrasi dan koreksi elektrolit bila sudah terjadi defisit

    elektrolit.

    Pembedahan sudah dapat dilakukan kalau perfusi jaringan sudah

    cukup yang dapat diukur secara klinis dari produksi urin, yaitu 0,5 - 1

    ml/kgBB/jam melalui kateter. Kriteria lainnya adalah suhu tubuh kurang

    dari 38C, nadi kurang dari 120 kali per menit, pernapasan tidak lebih dari

    40 kali/ menit, turgor kulit membaik, dan paling utama kesadaran yang

    baik. Biasanya dengan pemberian cairan sejumlah 50% dari kebutuhan

    (untuk koreksi & kebutuhan normal), perfusi jaringan sudah dapat

    dicapai.

    Pembedahan dan anestesi yang dikerjakan pada waktu perfusi

    jaringan tidak memadai akan menyebabkan tertimbunnya hasil-hasil

    metabolisme yang seharusnya dikeluarkan dari tubuh, dan hal ini akan

  • 17

    mengakibatkan oksigenasi jaringan yang buruk, yang dapat berakibat

    kerusakan sel yang irreversible, dan bila menyangkut organ vital akan

    menyebabkan kematian.

    2. Operatif

    Sewaktu operasi awalnya akan dicoba reposisi manual dengan

    mendorong invaginatum dari anal kearah sudut ileo-sekal, dorongan

    dilakukan dengan hati- hati tanpa tarikan dari bagian proximal.

    Gambar 8. Therapi dengan Reseksi manual

    Reposisi dengan pembedahan dicapai melalui laparatomi. Setelah

    dinding perut dibuka, tindakan selanjutnya tergantung pada temuan yang

    ada. Reposisi dikerjakan secara manual diperas seperti memeras susu

    sapi yang disebut milking, dikerjakan secara halus dan perlahan dengan

    sabar, dan diselingi dengan istirahat beberapa waktu untuk memberi

    kesempatan agar aliran darah balik yang mengurangi edema sehingga

    mempermudah usaha milking selanjutnya. Jangan sekali-kali menarik

    bagian usus yang masuk ke dalam usus lainnya, tetapi diperas dari pihak

    lainnya.

    Jika terjadi kebocoran usus sebelum atau sesudah milking maka

    dilanjutkan dengan reseksi usus. Batas reseksi pada umumnya adalah

    10cm dari tepi - tepi segmen usus yang terlibat, pendapat lainnya pada

  • 18

    sisi proksimal minimum 30 cm dari lesi, kemudian dilakukan anastosmose

    end to end atau side to side.

    Gambar 9. Anastomose end to end

    Apabila terdapat kerusakan usus yang cukup luas, dan banyak

    bagian dari usus itu yang harus diangkat. Maka pada kasus ini tidak dapat

    dilakukan anastomosis end to end, harus colostomy supaya proses

    digestive tetap berjalan.

    Jika ditemukan penyebab yang menjadi factor pencetus seperti

    divertikulum atau duplikasi maka perlu dilakukan reseksi.

    3. Pasca Operasi

    Hindari Dehidrasi

    Pertahankan stabilitas elektrolit

    Pengawasan akan inflamasi dan infeksi

    Pemberian analgetika yang tidak menggangu motilitas usus

    2.2.10. Diagnosa Banding

    Ada beberapa penyakit yang perlu dibedakan dengan invaginasi, antara lain:

    1. Gastroenteritis

  • 19

    Anak dengan gastroenteritis cenderung sulit dibedakan dengan

    innvaginasi. Perlu diperhatikan perubahan pola penyakit, karakter rasa

    sakit, karakteristik muntah, dan jenis perdarahan untuk membedakannya

    2. Enterocolitis

    Pada enterocolitis terdapat feses yang bercampur darah disertai kram

    abdomen, namun hal ini dapat dibedakan dari invaginasi karena sakit

    cenderung lebih jarang, disertai diare, dan tetap adanya rasa sakit diantara

    nyeri.

    3. Diverticulum Meckel

    Perbedaan invaginasi dan diverticulum Meckel terdapat pada rasa sakit

    yang biasanya tidak dirasakan penderita diverticulum Meckel

    4. Henoch-Schnlein purpura

    Terkadang terdapat gejala perdarahan pada pasien Henoch-Schnlein

    purpura, namun yang dapat membedakannya adalah ditemukannya

    purpura pada penderita Henoch-Schnlein purpura

    5. Prolapsus Recti

    Perbedaan prolapsus recti dan invaginasi dapat diketahui dengan

    melakukan colok dubur, dimana pada prolapsus recti didapati adanya

    hubungan antara mukosa dan kulit perianal sedangkan pada invaginasi

    didapati adanya celah.

    6. Ascariasis

    Sama-sama didapatkan massa berbentuk sausage pada abdomen, nyeri

    kolik dan feses yang disertai darah dan lendir. Perbedaannya, massa

    berbentuk sausage pada ascariasis hilang timbul dan lokasinya berpindah-

    pindah

    2.2.11. Prognosis

    Invaginasi pada anak yang tidak diterapi selalu berakibat fatal, karena

    kesempatan sembuh tergantung dari lamanya gejala sebelum dilakukan terapi.

    Angka mortalitas meningkat khususnya setelah 48 jam setelah gejala muncul

  • 20

    Angka kekambuhan setelah terapi barium enema adalah sebesar 10 % dan

    setelah reduksi manual sebesar 2-5%, namun tidak ada kekambuhan setelah

    dilakukan reseksi.

    Pasien invaginasi yang disebabkan diverticulum Meckel, polip maupun

    lymphosarkom tidak dapat di terapi dengan menggunakan barium enema saja

    karena factor penyebab tidak dapat dihilangkan.

    Dengan penanganan yang adekuat serta cepat tingkat mortalitas dapat

    menjadi sangat rendah.

  • 21

    BAB III

    KESIMPULAN

    Invaginasi yang merupakan suatu kedaruratan medis biasa terjadi pada

    anak kecil berusia kurang dari satu tahun, yang biasanya belum diketahui

    penyebabnya, namun pada orang dewasa biasanya merupakan akibat dari suatu

    penyakit tertentu.

    Diagnosa dapat ditegakkan dengan melihat dari anamnesa, pemeriksaan

    fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa dapat diketahui adanya riwayat

    nyeri abdomen yang hilang timbul dan berulang setiap 10 sampai 20 menit. Dari

    pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya suatu massa pada daerah hipogastrium

    kanan, yang berjalan sepanjang kolon transversum, selain itu dapat juga teraba

    dances sign pada daerah invaginasi. Feses penderita cenderung bercampur

    dengan darah dan lendir yang jika sudah terjadi obstruksi total akan kehilangan

    massa feses.

    Dari foto polos abdomen dapat dilihat adanya air fluid level jika terjadi

    perforasi akibat invaginasi, dari pemeriksaan barium enema dapat terlihat adanya

    cupping pada daerah invaginasi, sedangkan pada pemeriksaan USG dapat dilihat

    adanya target sign.

    Terapi dapat dilakukan dengan melakukan reduksi hidrostatik yag

    menggunakan tekanan hidrostatik untuk melepaskan ikatan yang terbentuk, atau

    dengan reduksi secara manual yaitu dengan operasi baik dengan reseksi ataupun

    tidak.

  • 22

    LAPORAN KASUS

    IDENTITAS PASIEN

    Nama : An. AA

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Umur : 10 bulan

    BB : 7 kg

    Pekerjaan : -

    Suku : Jawa

    Agama : Islam

    Alamat : Jl. Anggrek no.24, Sumbertengah, Mumbulsari

    No. RM : 79993

    Tgl. MRS : Kamis, 28 Mei 2015

    Tgl. KRS : Selasa, 2 Juni 2015

  • 23

    Kamis, 28 Mei 2015

    ANAMNESIS

    Keluhan Utama :

    Buang air besar encer, berlendir, dan berdarah

    Riwayat Penyakit Sekarang :

    Ibu pasien mengeluhkan bahwa sejak 1 minggu yang lalu, anak pasien mulai

    BAB encer, berlendir, dan berdarah. Ibu pasien juga mengatakan bahwa 1

    minggu ini anaknya sering rewel dan menangis. Selain itu perut anaknya terasa

    kembung. Minum susu dan BAK seperti biasa, bisa kentut, tidak muntah, dan

    tidak demam.

    Riwavat Penyakit Dahulu : disangkal

    Riwayat Penyakit Keluarga : disangkal

    Riwayat Pengobatan : disangkal

    PEMERIKSAAN FISIK

    Status generalis:

    KU : Cukup N : 108 x/m

    Kes : A V P U RR : 28 X/m

    Tax : 36,2C

    Kulit :

    Dalam batas normal

    Kepala:

    Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

    Hidung : tidak ada secret/bau/perdarahan

    Telinga : tidak ada secret/bau/perdarahan

    Mulut : bibir tidak sianosis, tidak ada pigmentasi, mukosa tidak pucat

    Leher:

    Dalam batas normal, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

    Thoraks:

    Cor:

    I : ictus cordis tidak tampak

  • 24

    P : ictus cordis teraba normal di ICS V MCL sinistra

    P : batas jantung ICS IV Parasternal dekstra sampai ICS V MCL sinistra

    A : S1S2 tunggal, extrasistol -, gallop -, murmur -

    Pulmo:

    I : simetris, tidak ada retraksi, tidak ada ketertinggalan gerak

    P : fremitus teraba normal

    P : sonor

    A : Vesikuler +/+, Ronkhi -/- Wheezing -/-

    Ekstremitas:

    Akral hangat:

    Oedem :

    Status Lokalis:

    R : Abdomen:

    I : distended, sausage shaped (+)

    A : bising usus (+) normal

    P : tympani

    P : soepel

    Pemeriksaan Penunjang

    X-foto BOF / LLD (27 Mei 2015)

    Aeratie meningkat

    Tidak ada gambaran obstruktif atau perforasi

    USG Abdomen (27 Mei 2015)

    Donut Sign (+)

    Usus memanjang

    Organ intraabdomen lain dalam batas normal

    + +

    + +

    - -

    - -

  • 25

    Gambar 1. X-foto BOF / LLD

    Gambar 2. USG Abdomen

    ASSESMENT

    Invaginasi usus

    PLANNING

    Terapetik :

    1. Pro laparotomy dan milking prochedure.

    2. Cek Darah Lengkap, PPT, APTT, Faal Hati, Gula Darah, Serum Elektrolit,

    dan Faal Ginjal.

    Untuk mengetahui kondisi metabolisme pasien dalam upaya persiapan

    dilaksanakannya operasi.

  • 26

    Edukasi :

    penjelasan kepada keluarga pasien tujuan tindakan operasi, indikasi, dan

    komplikasi tindakan operasi.

    Gambar 3. Laporan operasi

  • 27

    Jumat, 29 Mei 2015/ H1 MRS/ H1 Post Operasi

    SUBJECTIVE

    KU: tidak bisa kentut dan BAB, perut tidak kembung

    OBJECTIVE

    Status generalis:

    KU : Cukup N : 104 x/m

    Kes : A V P U RR : 28 X/m

    Tax : 36C

    Kulit :

    Dalam batas normal

    Kepala:

    Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

    Hidung : tidak ada secret/bau/perdarahan

    Telinga : tidak ada secret/bau/perdarahan

    Mulut : bibir tidak sianosis, tidak ada pigmentasi, mukosa tidak pucat

    Leher:

    Dalam batas normal, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

    Thoraks:

    Cor:

    I : ictus cordis tidak tampak

    P : ictus cordis teraba normal di ICS V MCL sinistra

    P : batas jantung ICS IV Parasternal dekstra sampai ICS V MCL sinistra

    A : S1S2 tunggal, extrasistol -, gallop -, murmur -

    Pulmo:

    I : simetris, tidak ada retraksi, tidak ada ketertinggalan gerak

    P : fremitus teraba normal

    P : sonor

    A : Vesikuler +/+, Ronkhi -/- Wheezing -/-

    Ekstremitas:

    Akral hangat:

    + +

    + +

  • 28

    Oedem :

    Status Lokalis:

    R : Abdomen:

    I : flat, dressing (+) bersih

    A : bising usus (+) normal

    P : tympani, pekak hepar (+)

    P : soepel

    ASSESMENT

    Invaginasi ileocolica post laparotomy dan milking procedure H1

    PLANNING

    Terapeutik

    Infus D5 NS 800 cc/24 jam

    Injeksi Ceftriaxone 2 x 250 mg iv

    Injeksi Antrain 3 x 250 mg iv

    Injeksi Ranitidine 2 x 25 mg iv

    MSS clear water 10 cc/ 1 jam, NGT terbuka

    Sabtu, 30 Mei 2015/ H2 MRS/ H2 Post Operasi

    SUBJECTIVE

    KU: sudah bisa kentut dan BAB

    OBJECTIVE

    Status generalis:

    KU : Cukup N : 94 x/m

    Kes : A V P U RR : 26 X/m

    Tax : 36C

    Kulit :

    Dalam batas normal

    Kepala:

    Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

    Hidung : tidak ada secret/bau/perdarahan

    - -

    - -

  • 29

    Telinga : tidak ada secret/bau/perdarahan

    Mulut : bibir tidak sianosis, tidak ada pigmentasi, mukosa tidak pucat

    Leher:

    Dalam batas normal, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

    Thoraks:

    Cor:

    I : ictus cordis tidak tampak

    P : ictus cordis teraba normal di ICS V MCL sinistra

    P : batas jantung ICS IV Parasternal dekstra sampai ICS V MCL sinistra

    A : S1S2 tunggal, extrasistol -, gallop -, murmur -

    Pulmo:

    I : simetris, tidak ada retraksi, tidak ada ketertinggalan gerak

    P : fremitus teraba normal

    P : sonor

    A : Vesikuler +/+, Ronkhi -/- Wheezing -/-

    Ekstremitas:

    Akral hangat:

    Oedem :

    Status Lokalis:

    R : Abdomen:

    I : flat, dressing (+) bersih, NGT minimal

    A : bising usus (+) normal

    P : tympani, pekak hepar (+)

    P : soepel

    ASSESMENT

    Invaginasi ileocolica post laparotomy dan milking procedure H2

    PLANNING

    Terapeutik

    Infus D5 NS 800 cc/24 jam

    + +

    + +

    - -

    - -

  • 30

    Injeksi Ceftriaxone 2 x 250 mg iv

    Injeksi Antrain 3 x 250 mg iv

    Injeksi Ranitidine 2 x 25 mg iv

    MSS clear water 10 cc/ 1 jam, NGT terbuka

    Selasa, 2 Juni 2015/ H5 MRS/ H5 Post Operasi

    SUBJECTIVE

    KU: sudah bisa kentut dan BAB

    OBJECTIVE

    Status generalis:

    KU : Cukup N : 94 x/m

    Kes : A V P U RR : 26 X/m

    Tax : 36C

    Kulit :

    Dalam batas normal

    Kepala:

    Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

    Hidung : tidak ada secret/bau/perdarahan

    Telinga : tidak ada secret/bau/perdarahan

    Mulut : bibir tidak sianosis, tidak ada pigmentasi, mukosa tidak pucat

    Leher:

    Dalam batas normal, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

    Thoraks:

    Cor:

    I : ictus cordis tidak tampak

    P : ictus cordis teraba normal di ICS V MCL sinistra

    P : batas jantung ICS IV Parasternal dekstra sampai ICS V MCL sinistra

    A : S1S2 tunggal, extrasistol -, gallop -, murmur -

    Pulmo:

    I : simetris, tidak ada retraksi, tidak ada ketertinggalan gerak

    P : fremitus teraba normal

  • 31

    P : sonor

    A : Vesikuler +/+, Ronkhi -/- Wheezing -/-

    Ekstremitas:

    Akral hangat:

    Oedem :

    Status Lokalis:

    R : Abdomen:

    I : flat, dressing (+) bersih, NGT minimal

    A : bising usus (+) normal

    P : tympani, pekak hepar (+)

    P : soepel

    ASSESMENT

    Invaginasi ileocolica post laparotomy dan milking procedure H5

    PLANNING

    Terapeutik

    Infus D5 NS 800 cc/24 jam

    Injeksi Ceftriaxone 2 x 250 mg iv

    Injeksi Antrain 3 x 250 mg iv

    Injeksi Ranitidine 2 x 25 mg iv

    Diet ASI ad lib

    KRS

    + +

    + +

    - -

    - -

  • 32

    DAFTAR PUSTAKA

    Behrman, Kliegman, Arvin. 2000. NELSON Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15.

    Jakarta: EGC

    Patel S, Jindal S, Singh M. 2012. Case Report: Ileocolic Intussusception A Rare

    Cause of Intestinal Obstruction in Adults. Departement of Surgery, Rajindra

    Hospital / Government Medical College, Patiala, Punjab, India. JIMSA October

    December 2012 Vol. 25:4

    Schwartz. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. Jakarta: EGC

    Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono T, Rudiman R (editor). 2010.

    Buku Ajar Ilmu Bedah de Jong. Jakarta: EGC

    Wiersma F, Allema JH, Holscher HC. 2006. Ileoileal Intussusception in Children:

    Ultrasongraphic Differentiation from Ileocolic Intussusception. Published:

    Pediatric Radiology