Lapsus Hordeolum II

17
BAB I PENDAHULUAN Kesehatan indera penglihatan merupakan hal yang penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, dalam rangka mewujudkan manusia Indonesia yang cerdas, produktif, maju, mandiri, dan sejahtera lahir batin. Oleh karena itu semua bagian dari mata harus dijaga kesehatannya. Salah satu bagian dari mata yang tidak boleh dilupakan adalah kelopak mata (palpebra). Kelopak mata berperan penting dalam memberikan proteksi fisik untuk mata. Selain itu, kelopak mata juga berperan dalam mempertahankan film air mata serta drainase air mata. Kasus yang banyak dan biasa ditemukan di masyarakat adalah hordeolum. Pada penelitian mengenai hordeolum yang dilakukan pada tahun 1988 di poliklinik Mata RSUP Dr Kariadi Semarang, didapatkan frekuensi penderita hordeolum sebesar 1,6% dengan usia terbanyak pada golongan dewasa muda dan sebanyak 56,25% dari penderita mengalami sakit berulang (cari prevalensi di denpasar). Hordeolum adalah infeksi yang meradang, purulen, dan terlokalisir pada satu atau lebih kelenjar sebasea (meibomian atau zeisian) kelopak mata. Bakteri Staphylococcus aureus yang tedapat di kulit 90-95% ditemukan sebagai penyebab hordeolum. Kuman lain yang dapat menyebabkan hordeolum antara lain Staphylococcus epidermidis, Streptococcus, dan Eschericia coli. Gejala

description

mata

Transcript of Lapsus Hordeolum II

Page 1: Lapsus Hordeolum II

BAB I

PENDAHULUAN

Kesehatan indera penglihatan merupakan hal yang penting untuk meningkatkan kualitas

sumber daya manusia dalam meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, dalam rangka

mewujudkan manusia Indonesia yang cerdas, produktif, maju, mandiri, dan sejahtera lahir

batin. Oleh karena itu semua bagian dari mata harus dijaga kesehatannya.

Salah satu bagian dari mata yang tidak boleh dilupakan adalah kelopak mata

(palpebra). Kelopak mata berperan penting dalam memberikan proteksi fisik untuk mata.

Selain itu, kelopak mata juga berperan dalam mempertahankan film air mata serta drainase

air mata. Kasus yang banyak dan biasa ditemukan di masyarakat adalah hordeolum. Pada

penelitian mengenai hordeolum yang dilakukan pada tahun 1988 di poliklinik Mata RSUP

Dr Kariadi Semarang, didapatkan frekuensi penderita hordeolum sebesar 1,6% dengan usia

terbanyak pada golongan dewasa muda dan sebanyak 56,25% dari penderita mengalami

sakit berulang (cari prevalensi di denpasar).

Hordeolum adalah infeksi yang meradang, purulen, dan terlokalisir pada satu atau lebih

kelenjar sebasea (meibomian atau zeisian) kelopak mata. Bakteri Staphylococcus aureus

yang tedapat di kulit 90-95% ditemukan sebagai penyebab hordeolum. Kuman lain yang

dapat menyebabkan hordeolum antara lain Staphylococcus epidermidis, Streptococcus, dan

Eschericia coli. Gejala hordeolum biasanya berawal dengan kemerahan, nyeri bila ditekan

dan nyeri pada tepi kelopak mata. Gejala lainnya, mata mungkin berair, peka terhadap

cahaya terang dan penderita merasa ada sesuatu di dalam matanya. Biasanya hanya

sebagian kecil di daerah kelopak yang membengkak, meskipun ada seluruh kelopak yang

membengkak. Di tengah daerah yang membengkak sering kali terlihat bintik kecil yang

berwarna kekuningan. Selain itu bisa terbentuk abses yang cenderung pecah dan

melepaskan sejumlah nanah (pus).

Penanganan hordeolum dapat dengan memberi kompres hangat saja dan dapat sembuh

sendiri dalam 1-2 minggu. Dalam beberapa kasus yang lebih serius dapat dilakukan

pemberian antibiotika atau jika sudah terdapat pus yang matang dapat dilakukan tindakan

pembedahan (insisi) untuk mengeluarkan pus. Pemberian antibiotika pada penatalaksanaan

hordeolum yaitu antibiotika topikal untuk bakteri gram positif. Jika penderita mengalami

tanda dan gejala bakteremia atau pada kasus yang semakin parah seperti meibomitis

Page 2: Lapsus Hordeolum II

kronik, maka antibiotika sistemik mungkin diperlukan. Penyulit hordeolum yang sering

terjadi adalah selulitis palpebra, yang merupakan radang jaringan ikat jarang palpebra di

depan septum orbita dan abses palpebra. Diharapkan tinjauan kasus ini dapat menjadi

bahan pertimbangan para klinisi untuk menetapkan langkah yang tepat dalam menangani

kasus hordeolum sehingga nantinya dapat menimalisasi munculnya penyulit dalam kasus

hordeolum.

Page 3: Lapsus Hordeolum II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Palpebra

Palpebra (eyelid) merupakan organ yang menutup bola mata pada bagian anterior,

melindungi bola mata dari trauma (injury), mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata,

dan menjaga kornea agar tetap lembab dengan sekresi cairan lakrimal. Palpebra memiliki

pembungkus eksternal berupa kulit dan pembungkus internal berupa membran mukus

transparan disebut konjungtiva palpebra yang menghadap bola mata, yang kemudian

berlanjut sebagai konjungtiva bulbar. Konjungtiva bulbar menutup sklera dan mengandung

pembuluh darah kecil, yang melekat di perifer kornea. Refleksi dari konjungtiva palpebra

ke bola mata membentuk fornik konjungtiva superior dan inferior.

Palpebra dapat bergerak bebas di atas permukaan bola mata, membuka dan menutup,

karena adanya sakus konjungtiva (conjungtival sac) yaitu mucosal bursa yang mengalami

spesialisasi. Palpebra juga diperkuat oleh jaringan ikat padat, tarsi, yaitu tarsi superior dan

inferior yang di dalamnya terdapat kelenjar tarsal (tarsal gland). Medial dan lateral angle

membentuk medial dna lateral palpebra commisura. Pada medial angle terdapat lacrimal

lake dan lacrimal carancule yang termasuk dalam aparatus lakrimalis.

Selain itu terdapat silia (eyelashes) pada margo palpebra yang di sekitarnya terdapat

kelenjar sebasea (ciliary gland).

2.2 Definisi dan Etiologi

Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Hordeolum biasanya

merupakan infeksi staphylococcus pada kelenjar sabasea kelopak mata. Biasanya sembuh

sendiri dan dapat diberi hanya kompres hangat. Hordeolum secara histopatologik

gambarannya seperti abses.

2.3 Klasifikasi Hordeolum

Hordeolum dikenal dalam dua bentuk yaitu hordeolum ekstermum dan hordeolum

internum. Hordeolum eksternum atau radang kelenjar zeis atau moll, dengan penonjolan

terutama ke daerah kulit kelopak. Hordeolum internum atau radang kelenjar meibom,

dengan penonjolan terutama ke daerah konjungtiva tarsal.

Page 4: Lapsus Hordeolum II

2.3 Patofisiologi

Hordeolum eksternum timbul dari obstruksi dan infeksi dari kelenjar Zeiss atau Moll.

Sedangkan hordeolum internum timbul dari obstruksi dan infeksi pada kelenjar Meibom

yang terletak di dalam tarsus. Hordeolum diawali dengan penebalan kelenjar dan obstruksi

pada orifisium kelenjar-kelenjar tersebut yang menyebabkan kondisi stasis. Stasis dari

sekresi kelenjar menyebabkan infeksi sekunder oleh staphylococcus aureus, yang

menimbulkan reaksi pada tarsus dan jaringan sekitarnya. Secara histologi hordeolum

menunjukkan fokus kumpulan leukosit polimorfonuklear dan debris nekrotik (abses).

2.4 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Hordeolum menyebabkan bengkak pada kelopak mata, rasa mengganjal pada mata,

hiperhemi, sakit dan panas pada benjolan. Rasa sakit bertambah apabila menunduk. Selain

itu mata kadang-kadang berair, nyeri tekan, keluar sekret atau kadang-kadang nanah.

Diagnosis banding hordeolum antar lain kalazion, tumor palpebra.

2.5 Komplikasi

Penyulit hordeolum adalah selulitis palpebra dan abses palpebra. Selulitis palpebra

merupakan radang jaringan ikat longgar palpebra di depan septum orbita.

2.6 Penatalaksanaan

Biasanya hordeolum dapat sembuh dengan sendiri dalam waktu 5-7 hari.

2.6.1 Umum

- Kompres hangat 4-6 kali sehari selama 15 menit tiap kalinya untuk membantu

drainase.

- Bersihkan kelopak mata dengan air bersih atau pun dengan sabun atau sampo yang

tidak menimbulkan iritasi, seperti sabun bayi. Hal ini dapat mempercepat proses

penyembuhan.

- Jangan menekan atau menusuk hordeolum, hal ini dapat menimbulkan infeksi yang

lebih serius.

- Hindari pemakaian makeup pada mata, karena kemungkinan hal itu menjadi

penyebab infeksi.

- Jangan memakai lensa kontak karena dapat menyebarkan infeksi ke kornea.

Page 5: Lapsus Hordeolum II

2.6.2 Pengobatan

Antibiotik diindikasikan bila dengan kompres hangat selama 24 jam tidak ada perbaikan,

dan bila proses peradangan menyebar ke sekitar daerah hordeolum.

- Antibiotik topikal.

Basitrasin, tobramisin, neomisin atau polimiksin B salep mata diberikan setiap 4

jam selama 7-10 hari. Dapat juga diberikan eritromisin salep mata untuk kasus

hordeolum eksterna dan hordeolum interna ringan.

- Antibiotik sistemik

Diberikan bila terdapat tanda-tanda bakterimia atau terdapat tanda pembesaran

kelenjar limfe di preauricular. Pada kasus hordeolum internum dengan kasus yang

sedang sampai berat Dapat diberikan ampisilin atau amoksisilin 4 x 250 mg per

hari secara oral selama 7-10 hari, cephalexin atau dicloxacilin 500 mg per oral 4

kali sehari selama 7 hari. Bila alergi penisilin atau cephalosporin dapat diberikan

clindamycin 300 mg oral 4 kali sehari selama 7 hari atau klaritromycin 500 mg 2

kali sehari selama 7 hari.

- Perbaikan higiene dapat mencegah terjadinya infeksi kembali.

2.6.3 Pembedahan

Bila dengan pengobatan tidak berespon dengan baik, maka prosedur pembedahan mungkin

diperlukan untuk membuat drainase pada hordeolum. Pada insisi hordeolum terlebih

dahulu diberikan anestesi topikal dengan pantokain tetes mata. Dilakukan  anestesi filtrasi

dengan prokain atau lidokain di daerah hordeolum dan dilakukan insisi yang bila:

- Hordeolum internum dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus pada

margo palpebra.

- Hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar dengan margo palpebra. Setelah

dilakukan insisi, dilakukan ekskohleasi atau kuretase seluruh isi jaringan meradang

di dalam kantongnya dan kemudian diberikan salep antibiotik.

2.7 Prognosis

Prognosis penderita hordeolum baik karena umumnya dapat sembuh sendiri tanpa

pengobatan. Hordeolum jarang menimbulkan komplikasi dan bekas apabila sembuh.

Page 6: Lapsus Hordeolum II

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita

Nama : A. A. Gede Alit

Umur : 42 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Puri Bitra, Blahbatuh, Gianyar

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

Agama : Hindu

Suku Bangsa : Bali

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama: Terdapat benjolan pada konjungtiva palpebra inferior mata kiri

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang dengan keluhan ada benjolan pada konjungtiva palpebra inferior mata

kiri. Benjolan muncul sejak 5 hari yang lalu, sebelumnya pasien merasa gatal pada

mata mata kiri. Keluhan sakit (-), mata merah (-).

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien pernah mengalami keluhan yang sama, yaitu muncul benjolan pada kulit

palpebra superior mata kanan sekitar 10 hari yang lalu. Pasien mengatakan merasa

sakit saat keluar nanah dari benjolan tersebut. Keluhan tersebut telah diobati dengan

salep (gentamisin) dan saat pasien datang keluhan sudah hilang. Riwayat penyakit

sistemik seperti diabetes melitus dan hipertensi disangkal.

Riwayat Sosial dan Keluarga:

Pasien bekerja sebagai pegawai di rumah sakit. Tidak ada yang mengalami keluhan

yang sama dengan pasien di lingkungan keluarga dan tempat kerja.

Page 7: Lapsus Hordeolum II

3.3 Pemeriksaan Fisik

Okuli Dekstra (OD) Okuli Sinistra (OS)

Visus

Refraksi/Pin Hole

6/6

Tidak dilakukan

6/6

Tidak dilakukan

Supra cilia

Madarosis

Sikatriks

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Palpebra superior

Edema

Hiperemi

Enteropion

Ekteropion

Benjolan

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Palpebra inferior

Edema

Hiperemi

Enteropion

Ekteropion

Benjolan

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Ada

Pungtum lakrimalis

Pungsi

Benjolan

Tidak dilakukan

Tidak ada

Tidak dilakukan

Tidak ada

Konjungtiva palpebra superior

Hiperemi

Folikel

Sikatriks

Benjolan

Sekret

Papil

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Konjungtiva palpebra inferior

Page 8: Lapsus Hordeolum II

Hipermi

Folikel

Sikatriks

Benjolan

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Konjungtiva bulbi

Kemosis

Hiperemi

- Konjungtiva

- Silier

Perdarahan di bawah konjungtiva

Pterigium

Pingueculae

Tidak ada

Tidak Ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak Ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Sklera

Warna

Pigmentasi

Putih

Tidak ada

Putih

Tidak ada

Limbus

Arkus senilis Tidak ada Tidak ada

Kornea

Odem

Infiltrat

Ulkus

Sikatriks

Keratik presifitat

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Kamera okuli anterior

Kejernihan

Kedalaman

Jernih

Normal

Jernih

Normal

Iris

Warna

Koloboma

Sinekia anterior

Sinekia posterior

Cokelat

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Cokelat

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Page 9: Lapsus Hordeolum II

Pupil

Bentuk

Regularitas

Refleks cahaya langsung

Refleks cahaya konsensual

Bulat

Reguler

Ada

Ada

Bulat

Reguler

Ada

Ada

Lensa

Kejernihan

Dislokasi/subluksasi

Jernih

Tidak ada

Jernih

Tidak ada

3.4 Resume

Penderita GA, laki-laki 42 tahun, hindu, bali, datang dengan keluhan benjolan pada

konjungtiva palpebra inferior pada mata kiri yang hiperemis sejak 5 hari yang lalu. Pasien

pernah mengalami keluhan yang sama pada kulit palpebra superior mata kanan. Pasien

bekerja sebagai pegawai di rumah sakit. Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama

dengan pasien di lingkungan keluarga dan tempat kerja.

Pemeriksaan lokal

OD Pemeriksaan OS

6/6 Visus 6/6

Normal Palpebra Normal

Tenang Konjungtiva Palpebra Superior Tenang

Tenang Konjungtiva Palpebra Inferior Hiperemi (+), Benjolan (+)

Normal Konjungtiva Bulbi Normal

Jernih Kornea Jernih

Normal Kamera Okuli Anterior Normal

Bulat, regular, sentral Iris/Pupil Bulat, regular, sentral

Positif Refleks Pupil Positif

Jernih Lensa Jernih

3.5 Diagnosis Banding:

- Hordeolum interna

- Hordeolum eksterna

- Kalazion

Page 10: Lapsus Hordeolum II

- Tumor Palpebra

3.6 Diagnosis Kerja:

- OS Hordeolum interna

3.7 Usulan Pemeriksaan: -

3.8 Terapi:

- Kompres Hangat 10 – 15 menit, 3x sehari.

- Salep antibiotik lokal (gentamisin 3x sehari OS).

- Antibiotik sistemik (Amoxicilin tablet 500 mg 3 x 1 sehari).

3.9 Prognosis:

- Ad vitam: dubius ad bonam

- Ad fungtional: dubius ad bonam

Page 11: Lapsus Hordeolum II

BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis hordeolum ditegakan dengan beberapa gejala klinis yaitu benjolan pada kelopak

mata, kemerahan, sakit, panas, dan kadang-kadang berair. Pada pasien didapatkan keluhan

berupa benjolan pada konjungtiva palpebra inferior mata kiri, hiperemis di sekitar

benjolan, namun pasien tidak mengalami keluhan lainnya seperti merasa sakit, panas, dan

mata berair. Riwayat sebelumnya pasien pernah mengalami keluhan yang sama yaitu lebih

kurang 10 hari yang lalu pada kulit palpebra superior mata kanan, pasien telah

mengobatinya dengan salep antibiotik hingga keluhan hilang, hal ini memberikan

gambaran kesesuaian antara terapi dan etiologi hordeolum yaitu bakteri. Selain itu hal

tersebut juga sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa dapat terjadi kekambuhan pada

hordeolum. Keluhan yang dirasakan pasien sesuai dengan kriteria diagnosis hordeolum

internum yaitu terdapat benjolan pada konjungtiva palpebra, sedangkan untuk hordeolum

eksterna benjolan muncul pada kulit palpebra, seperti keluhan yang muncul lebih kurang

10 hari sebelumnya pada mata kanan pasien.

Diagnosis banding kalazion dapat disingkirkan karena pada kalazion memiliki

gejala yaitu benjolan yang tidak memberikan gejala inflamasi yang aktif yang ditemui pada

pasien berupa gejala hiperemis. Pada kalazion benjolan biasa ditemukan pada palpebra

superior maupun inferior. Selain itu, dilihat dari perjalanan penyakit, kalazion berlangsung

kronis (lebih dari 2 minggu), karena merupakan peradangan kronis kelenjar meibom.

Diagnosis banding tumor palpebra dapat disingkirkan karena pada tumor palpebra tidak

terdapat tanda peradangan, seperti hiperhemi.

Page 12: Lapsus Hordeolum II

DAFTAR PUSTAKA

1. Suwono, W. ulkus Kornea. 2007, Maret 22. Cermin Dunia Kedokteran. Available:

http://www.medicastore.co.id/files/cdk/files/06Ulkuskornea10.pdf

2. Vaughan, Daniel G, Ashbury, Taylor, Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum. Edisi

14. 1996. Jakarta : Widya Medika

3. Susila, Niti et al. Standar Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP

Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah

Denpasar. 2009

4. Budhiastra, P et al. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Penyakit Mata RSUP Sanglah

Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.

2001

5. Ilyas, Sidarta. Konjungtivitis Gonore, in: Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta.2005 pp:127-130.