Laporan Tutorial I - Kelompok 4

85
LAPORAN TUTORIAL I Oleh: KELOMPOK 4 FAKULTAS KEDOKTERAN

description

ss

Transcript of Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Page 1: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

LAPORAN TUTORIAL I

Oleh:

KELOMPOK 4

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MATARAM

2008

Page 2: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1

SKENARIO 1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

LEARNING OBJECTIVE . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3

MAPPING KONSEP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4

PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5

DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .56

1

Page 3: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

SKENARIO IDEMAM LIMA HARI

Sapto, anak lai-laki berumur lima tahun, menderita demama sejak lima hari lalu.

Ibunya sudah memberinya kompres dan obat penurun panas. Setelah minum obat, suhu

tubuhnya turun menjadi normal untuk beberapa jam, tapi setelah itu naik lagi. Tadi

malam Sapto panas lagi dan memngigau, panasnya mencapai suhu 40˚C sapto juga

mengeluh sakit ketika menelan. Beberapa hari sebelum sakit, Sapto mengalami luka

robek dikakinya akibat terjatuh dari sepeda dan sekarang mengalami inflamasi.

Beberapa teman bermain Sapto juga sedang mengalami batuk pilek tapi tidak ada yang

mengalami demam seperti Sapto. Ibunya sangat panik dan membewanya ke IRD RSU

Mataram. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan nadi 108 kali/menit, reguler, kuat: suhu

39,5˚C; tonsila palatina dekstra-sinistra edema dan hiperemis.

Bagaimana mekanisme terjadinya demam pada Sapto? Bagaimana pula peran

sisitem imun tubuh Sapto melawan antigen enyebab penyakitnya?

2

Page 4: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

LEARNING OBJECTIVE

1. Bagaimana hubungan antara proses inflamasi dan mekanisme sistem imun tubuh?

2. Bagaimana respon imun tubuh terhadap infeksi?

3. Jelaskan anatomi, fisiologi dari organ limfoid, komponen sistem imun dan

mekanisme spesifik/cara kerja?

4. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kerja sistem imun?

5. Jelaskan pengertian dari antigen dan antibodi?

6. Jelaskan mengenai komplemen dan jalur pengaktifannya?

7. Jelaskan mengapa panas Sapto dapat naik kembali setelah turun beberapa jam?

8. Adakah hubungan antara luka dangan sakitnya tonsila palatina yang edema dan

hiperemis? Apa yang menyebabkan tonsila palatina edema dan hiperemis?

9. Jelaskan mekanisme terjadinya demam, terutama yang berhubungan dengan

infeksi?

3

Page 5: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

MAPPING KONSEP

Hiperemis

Organ(Anatomi &

fisiologi) Mek. kerja

Faktor yangmempengaruhi

Luka

Infeksi Gangguan Tubuh

Sistem Imun Inflamasi Edema +Hiperemis

Demam

Jenis

4

Page 6: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

PEMBAHASANSISTEM LIMFOID

Sistem limfoid mencakup semua sel, jaringan, dann organ yang mengandung

kumpulan limfosit. Limfosit tersebar di seluruh tubuh berupa kumpulan sel terisolasi.

Sistem lymfoid yang utama berupa organ yang bekerja baik pada imunitas spesfik

maupun non spesifik. Adapun yang termasuk dari sistem lymfoid utama dalam tubuh

kita adalah:

Tonsil

Beberapa sumber membagi tonsila menjadi 3 macam dan ada pula yang

membaginya menjadi 4 macam, antara lain Tonsila Palatina, Tonsila Lingua, Tonsila

Faringea, dan Tonsila tuba.

Tonsila palatine (fausial), terdapat sepasang dan menempati daerah antara

lengkung gloso-palatina dan faring-palatina.

Tonsila Lingua terdapat pada pangkal lidah di belakang papilla sirkumvalata.

Tonsila lingua ini terdiri atas kumpulan sumur-sumur epithelial yang bermuara

lebar dan masing-masing dikelilingi oleh jaringan limfoid.

Tonsila faringea merupakan kumpulan jaringan limfoid di dinding belakang

medial nasofaring. Jaringan limfoidnya sama seperti pada tonsila palatine.

Tonsila tuba. Terkadang tonsila tuba dianggap sebagai kelompok tonsila

tersendiri. Setiap tonsila tuba terletak di sekeliling muara faringeal tuba faring-

timpani (auditiva) dan membentuk perluasan tonsila faringea ke lateral.

5

Page 7: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Thymus

Timus adalah organ yang terletak di mediastinum superior, anterior terhadap

keluarnya pembuluh besar dari jantung. Ia meluas dari pangkal leher, ke kranial, ke

kantung perikard, ke kaudal. Ia terdiri dari dua lobus, pada embrio muncul pada

primordia terpisah pada masing-masing sisi garis tengah, namun kemudian menyatu

oleh jaringan ikat. Timus memperoleh berat relatif paling tinggi pada akhir

kehidupan fetal, namun berat absolut tetap meningkat, mencapai 30-49 g pada saat

pubertas.

Epitel yang malapisi permukaan luarnya adalah epitel selapis pipih (mesothel).

Capsula yang membungkus thymus tersususn oleh jaringan ikat padat dengan serabut

elastis. Capsula yang masuk ke dalam membentuk trabekula. Trabekula akan

membagi organ thymus menjadi lobuli. Stroma terdiri dari capsul yang tersusun dari

jaringan ikat padat dan serabur elastis. Capsul masuk ke dalam lobus membentuk

septum interlobularis dan membagi lobus menjadi lobuli-lobuli. Setiap lobuli terdiri

atas korteks yang terlihat lebih padat dan medula yang pucat. Pada medulla

ditemukan hassall’s body.

Timus adalah satu-satunya organ limfoid primer yang telah diidentifakasi tuntas,

yaitu pada mamalia. Timus adalah organ pertama menjadi limfoid karena itu disebut

limfoblas asal-darah kantung kuning telur, dan kemudian dari hati. Mereka ini

berdiferensiasi menjadi limfosit-T dalam lingkungan mikro khusus dari timus. Di

dalam timus mengalami proliferasi intensif, tidak tergantung stimulasi antigen dan

setelah differensiasi, menghuni limfosit perifer. Limfosit-T ini sanggup

melaksanakan berbagai fungsi dalam respon imun bermedia sel dan bekerjasama

dengan limfosit-B dalam respon imun humoral.

6

Page 8: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

7

Page 9: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Nodus lympaticus

Limfonodus adalah organ-organ kecil berderet sepanjang jalan pembuluh limfe.

Mempunyai struktur cortex dan medula. Capsula yang membungkus organ ini

dibentuk oleh jaringan ikat fibrous dengan pembuluh darah kecil. Bagian cortex yang

masuk ke dalam organ akan membentuk trabekula yang memisahkan noduli-noduli

lympatici. Ruang/daerah antara capsula dengan noduli lympatici disebut sinus

trabecularis, sedangkan ruang-ruang yang terdapat pada medula disebut sinus

medularis. Bagian tengah dari nodulus lympatici yang terlihat lebih pucat disebut

pusat germinal. Limfonodus mengandung banyak makrofag yang membersishkan

limfe dari mikroorganisme dan zat renik yang masuk. Fungsi histofisiologinya,

limfonodus merupakan penyaring sangat efektif. Salah satu fungsinya adalah

membatasi penyebaran bakteri dan sel-sel ganas, dengan mengangkatnya dari limfe

sebelum memasuki darah melalui torasikus. Dinding tipis kapiler

8

Page 10: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Lien

Lien atau spleen adalah salah satu organ lympaticus sekunder yang terletak

intraperitoneal di regio hypochondriaca sinistra (left upper quadrant). Karena

termasuk organ intraperitoneal, semua bagiannya terbungkus lapisan peritoneum,

kecuali bagian hilum (tempat keluar masuknya arteri dan vena). Spleen pada keadaan

normal selalu berada dalam region costalis (terletak dalam fleksura colica sinistra),

tepatnya antara costa ke-9 hingga costa ke-11. antara costa dan lien dipisahkan oleh

struktur diaphragma dan costodiaphragmatic recess.

Lien memiliki ukuran, bentuk dan berat yang bervariasi pada masing-masing

individu. Bagian permukaan dari lien terdiri atas bagian anterior dan superior yang

berbentuk tajam dan bagian posterior dan inferior yang membulat. Bagiab superior

disebut margo superior dan sebelah inferior disebut margo inferior. Ujung posterior

disebut ektremitas posterior dan ujung anterior disebut ekstremitas anterior. Facies

diaphragmatica adalah bagian yang berbatasan dengan diaphragma dan bentuknya

mengikuti cekungan diaphragma. Bagian yang berbatasan dengan gaster disebut

facies gastrica. Dan yang berbatasan dengan colon disebut facies colica.

Lien berhubungan dengan bagian posterior dinding abdomen dan dihubungkan

pada curfatura mayor dari dinding abdomen oleh ligament gastroslenicum, dan

dihubungkan pada ren sinistra oleh ligament splenorenale. Ligament ini terdiri atas

pembuluh lienalis, dan terhubung pada bagian medial lien di daerah hilum. Bagian

hilum ini juga terhubung pada bagian caudal pancreas.

Vaskularisasi dari lien dilakukan oleh arteri spenica atau arteri lienalis dan vena

splenica atau vena lienalis. A. splenica adalah cabang terbesar dari trunktus celiacus.

Diantara lapisan dari ligament splenorenale, arteri splenica terbagi atas lima atau

lebih cabang “proper splenic” yang memasuki bagian hilim dari lien. V. splenica

terdiri atas beberapa pembuluh yang keluar dari hilum. Pembuluh ini dihubungkan

oleh IMV dan berjalan kearah belakang tubuh dan melewati pancreas. V. splenica

bergabung vena mesenterica superior di daerah posterior leher penkreas untuk

membentuk vena portal. Pembuluh limpatic splenica meninggalkan kelenjar lympha

di hilum dan melewati pembuluh splenica menuju kelenjar lympha

9

Page 11: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

pancreaticosplenica. Persarafan lien berasal dari plexus celiacus, yang dominant

terdistribusi sepanjang cabang artery splenica dan berfungsi sebagai vasomotor.

Secara histology spleen terdiri atas pulpa merah yang berfungsi sebagai tempat

penghancuran eritrosit dan pulpa putih yang terdiri atas jaringan limfoid. Limpa tidak

memiliki korteks atau medulla seperti pada limfonoduli, namun terdapat limfonoduls

di seluruh bagiannya. Struktur lien terdiri dari stroma dan parenchym. Stromanya

tersusun oleh kerangka collagen dan retikular. Lien dibungkus oleh capsula. Capsul

tertutup oleh peritoneum yang terdiri dari sel selapis pipih (mesotel). Capsula

dibentuk dari jaringan ikat fibrous (terdiri dari serabut collagen dan elastis) dan

sedikit otot polos. Bagian cortex yang masuk ke dalam organ akan membentuk

trabekula. Tersusun atas jaringan fibrous padat dan sedikit otot polos. Di dalam

trabekula juga terdapat arteir trabekularus. Parenchym terdiri atas pulpa alba/putih

dan pulpa rubra/merah. Pada pulpa putih ditemukan arteri centralis dan pusat

germinal. Pulpa merah terdiri dari sinusoid yang terisi darah.

Limpa adalah organ limfoid terbesar. Salah satu fungsi utamanya adalah

menyaring darah yang dilakukan oleh pulpa putih. Struktur pulpa putih yang berupa

jejaring retikular padat, berfungsi sebagai penyaring yang efektif untuk antigen,

mikroorganisme, trombosit, dan eritrosit tua. Materi yang terperangkap akan dibuang

dari darah oleh makrofag dan sel reticular fagositik. Selain itu, pulpa putih berisi

limfonoduli dan merupakan tempat utama produksi limfosit dalam lien.

Pulpa merah menyerupai sponge yang terbentuk dari eritrosit; disini merupakan

tempat terjadinya eliminasi eritrosit yang sudah tua atau rusak. Makrofag akan

10

Page 12: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

menghancurkan hemoglobin dari eritrosit tua. Sehingga besi dapat didaur ulang, besi

yang telah didaur ulang akan dikemalikan ke sum-sum tulang agar dapat dipakai lagi

untuk membentuk eritrosit baru. Sedang heme dari hemoglobin akan dieksresikan ke

dalam empedu.

Semasa kehidupan fetal, lien adalah organ hemopoietik yang menghasilkan

granulosit dan eritrosit. Namun setelah lahir, kemampuan ini hilang. Limpa juga

dapat berfungsi sebagai reservoar darah karena srukturnya yang longgar mirip spons.

Kulit

Seluruh pemukaan tubuh manusia terselubungi oleh lapisan yang disebut kulit.

Bagian luar biasa disebut kulit dan bagian dalam yang basah, yang melindungi

bagian permukaan tubuh disebut mukosa. Merupakan organ terbesar, 16 % dari barat

badan, sebagai organ pelindung utama dan pertama dalam sistem pertahanan tubuh.

Organ ini termasuk dalam kategori imunitas non-spesifk

11

Page 13: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Kulit terdiri atas dua lapisan utama, epitel permukaan disebut epidermis dan

lapisan ikat dibawahnya dermis atau korium. Di bawah dermis terdapay selapis

jaringan ikat longgar, hipodermis, yang pada beberapa tempat, terutama terdiri atas

jaringan lemak. Hipodermis pada gilirannya, melekat secara longgar pada fasia

dalam atau periousteum tulang di bawahnya.

Integumen manusia tidak memiliki bulu, sisik, atau duri yang berfungsi

protektif seperti pada hewan yang lebih rendah, namun kreatinisasi berat sel-sel

epitel dan adanya materi ekstrasel kaya lipid dalam stratum korneum jelas sedikit

banyak memberi proteksi terhadap kerusakan mekanik, hilangnya cairan, dan keratin

adalah komponen dari sitoskelet banyak jenis sel epitel, namun tidak ada yang

sebanyak didalam epidermis, dan aneka ragam keratin dalam kulit memberi kesan

bahwa mereka memiliki fungsi spesifik. Dua keratin, K8 dan K18 umumnya

ditemukan dalan epitel selapis. Pada epidermis, sintesis keratin jauh lebih kompleks,

menghasilkan 3 tipe asam tipe-1 (K10, K11, K14) dan tiga keratin basa tipe-2 (K1,

K2, K5). Lagi pula macam-macam keratin berbeda dihasilkan dalam tahap-tahap

sitomorfosis sel epidermis. Sel-sel yang dekat dasar epitel mengandung keratin relatif

kecil, sedangkan yang dilapis yang diatas memiliki keraktin relatif.

Untuk fungsi imunologik, kulit dengan permukaannya yang luas, secara terus-

menerus terpapar terhadap iritans, toksin, virus dan bakteri. Ditemukannya sel-sel

didalam epidermis untuk menanggulangi subtansi antigenik dari lingkungan

sekitarnya sebenarnya sama saja dengan adanya konsentrasi sel-sel demikian didalam

lamina propria saluran cerna sebagai pertahanan terhadap antigen usus. Ada sejumlah

kecil limfosit didalam epidermis. Sebagian besar darimpopulasi itu adalah limfosit-T

imatur, yang menetap di kulit dan berimigrasi ke dalam epidermis setelah

maturasinya yang berawal di timus. Bila sediaan kulit dipaparkan terhadap antibody

berlabel fluoresein terhadap timopoietin, yaitu sebuah hormon yang mempengaruhi

maturasi sel-T di timus, maka antibody terikat pada sitoplasma keratinosit di lapis

basal epidermis. Sel-sel yang sama juga memiliki tiga petanda permukaan jelasyang

ditemukan di plasmalema sel-sel epitel dari timus. Dapat disimpulkan, bahwa

keratinoit menghasilkan timopoietin atau zat serupa yang membantu maturasi pasca-

timus dari limfosit-T setempat. Bila menghadapi tantangan imunologik, mereka juga

mampumenghasilkan interleukin-1, sebuah sitokin yang terikat pada limfosit-T dan

berakibat pembebasan interleukin-2, yang merangsang proliferasi limfosit-T. Limfisit

12

Page 14: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

demikian dapat masuk ke pembuluh limf dan disebarkan ke seluruh tubuh. Jadi

keratinosit merupakan bagian penting dalam pertahanan imun kulit dan tubuh.

Sel-sel langerhans dari epidermis barasal dari sumsum tulang dan melalui darah

dibawa ke kulit, tempat mereka menempatkan diri di antara keratinosit serta

mengambil bentuk dendritik. Seperti makrofag dan sel retikulum jaringan limfoid,

sel langerhan memproses antigen dan menyajikannya pada limfosit-T helper dalam

bentuk yang dapat memicu respon imun.

13

Page 15: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

IMUNOLOGI DASAR DAN RESPON IMUN

IMUNITAS ALAMIAH/NONSPESIFIK/BAWAAN

Merupakan respon imun yang telah ada sejak lahir yang tidak didapat melalui kontak

dengan agen asing (nonself) yang disebut sebagai antigen. Imunitas ini bersifat tidak

spesifik dan mencakup berbagai sawar terhadap agen-agen infeksi. Meliputi :

Fagositosis terhadap bakteri dan penyerbu lainnya oleh sel darah putih

dan sel pada system makrofag jaringan

Pengrusakan oleh asam lambung dan enzim pencernaan terhadap

organisme yang tertelan ke dalam lambung

Daya tahan kulit terhadap invasi organisme

Adanya senyawa kimia tertentu dalam darah yang melekat pada

organisme asing atau toksin dan menghancurkannya, misalnya lisozym,

polipeptida dasar, kompleks komplemen, dan limfosit pembunuh alami

Adapun pembagian sistem imun non-spesifik adalah:

Sawar fisik

Kulit : sedikit mikroorganisme yang mampu menembus kulit intak, tetapi banyak

yang dapat masuk melalui kelenjar keringat atau sebasea dan folikel rambut serta

menetap disana. pH asam dan zat kimia tertentu (terutama asam lemak) yang

dimilikinya mempunyai sifat antimikroba yang cenderung mengeliminasi

organisme-organisme patogenik.

Membrane mukosa : bila organism masuk ke dalam tubuh melalui membrane

mukosa maka cenderung akan diambil oleh fagosit dan diangkut ke dalam saluran

limfatik regional yang membawanya ke kelenjar getah bening.

Mekanisme batuk dan bersin untuk mengeluarkan benda-benda asing dari

saluran nafas dan saluran cerna.

Sawar larut: berupa penghancuran secara biokimia (asam lambung dan

lisozim) atau secara humoral (oleh komplemen dan interferon)

14

Page 16: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Sawar selular; dilakukan oleh sel-sel fagosit (mononuklier dan

polimorfonuklier) dan sel-sel humoral (sel NK, sel mast dan basofil)

Mekanisme

Pertahanan tubuh yang utama dan pertama dilakukan oleh sawar fisik. Jika sawar

ini dalam keadaan baik, akan cukup efektif dalam mekanisme pertahanan tubuh

tahap awal. Kerusakan pada sawar fisik akan memudahkan pajanan agen asing

langsung kedalam tubuh.

Respon dini terhadap infeksi terjadi beberapa jam pertama meliputi penelanan

mikroorganisme oleh makrofag (fagositosis) dan aktivasi komplemen melalui

jalur alternatif.

Pertahanan berikutnya meliputi pelepasan sitokin dari makrofag dan pelepasan

mediator lain yang mencetuskan respons radang sebagai penghalang penyebaran

pathogen sampai respons adaptif spesifik dimulai.

System Retikuloendotelial : melibatkan sel-sel fagositik MN yang terdapat dalam

darah, jaringan limfoid, hati, limpa, sumsum tulang, paru dan jaringan lain yang

efisien dalam pengambilan dan pembuangan bahan partikulat dari saluran limf

dan aliran darah.

Jalur alternative aktivasi komplemen : jalur ini dapat diaktivasi oleh permukaan

mikroba dan terus berlangsung pada keadaan tanpa antibody. Protein komplemen

memiliki beberapa sifat anti mikroba yang berperan untuk pertahanan pejamu

termasuk opsonisasi, lisis bakteri, dan amplifikasi respons radang melalui

anafilatoksin C5a, C4a, dan C3a.

Fagositosis : fungsi utama sel-sel fagositik adalah migrasi, kemotaksis, mencerna,

dan membunuh mikroba. Fagositosis dapat terjadi pada keadaan tanpa antibody

serum, terutama jika dibantu oleh arsitektur jaringan. Oleh karena itu sel-sel

fagositik tidak efisien di ruang terbuka yang halus seperti pleura atau pericardium.

Respons peradangan : respons imun bawaan pada makrofag meliputi pelepasan

sitokin, termasuk interleukin-1 (IL-1) dan factor nekrosis tumor-α (TNF-α).

Mediator lain yang dilepaskan oleh makrofag teraktivasi adalah prostaglandin dan

leukotrien.

15

Page 17: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Demam : zat-zat yang dapat menimbulkan demam (pirogen) antara lain adalah

endotoksin bakteri gram negative dan sitokin yang dilepaskan dari sel-sel limfoid

seperti IL-1. Cedera mekanis langsung atau pemajanan zat kimiawi akan

menstimulus pusat termoregulasi di hipotalamus yang kemudian akan

menimbulkan demam.

Interferon: merupakan ekspresi protein antivirus yang dicetuskan oleh infeksi

virus. Protein-protein ini disebut interferon-α (IFN-α) dan interferon-β (IFN-β),

berbeda dengan interferon-γ (IFN-γ) yang dihasilkan limfosit teraktivasi. IFN-α

dan IFN-β membantu pengendalian replikasi virus dengan cara menghambat

sintesis protein dalam sel.

Sel pembunuh alami (NK) : sel-sel tersebut berperan dalam sitotoksisitas selular

yang bergantung pada antibody (antibody-dependent cellular cytotoxicity, ADCC)

dan mempunyai peran pada fase dini infeksi oleh herpes virus dan pathogen-

patogen intrasel lainnya. Sel NK tidak mengekspresikan reseptor spesifik antigen.

Sel ini mempunyai dua jenis reseptor permukaan, termasuk “reseptor pengaktif”

yang mengenali ligand karbohidrat dan :reseptor inhibitor” yang mengenali

molekul MHC I.

IMUNITAS ADAPTIF/DIDAPAT/SPESIFIK

Merupakan imunitas yang terjadi setelah pajanan terhadap suatu antigen, bersifat

spesifik dan diperantarai oleh antibody maupun sel limfoid.

Respons adaptif dapat bersifat humoral (diperantarai antibody), selular (diperantarai

sel), atau keduanya.

Respons imun yang diperantarai antibody

Limfosit T-helper (CD4) mengenali antigen pathogen yang membentuk kompleks

dengan protein MHC II di permukaan sel penyaji antigen (makrofag atau sel B)

sitokin mengaktifkan sel B antibody spesifik dengan antigen sel B

berpoliferasi klonal dan berdiferensiasi sel plasma antibody

Respons imun yang diperantarai sel

Limfosit T-helper (CD4) mengenali kompleks antigen MHC II ; Limfosit T-

sitotoksik (CD8) mengenali kompleks antigen MHC I tiap kelas sel T

mengahsilkan sitokin aktif berpoliferasi klonal

16

Page 18: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Aktifitas sel T-helper selain merangsang sel B untuk menghasilkan antibody,

membantu terjadinya hipersensitivitas tipe lambat, dan demikian juga berperan

dalam pertahanan tubuh melawan agen-agen intraselular, termasuk bakteri intrasel

(misal: mikobakteri), fungi, protozoa, dan virus.

Aktifitas sel T-sitotoksik terutama ditujukan untuk destruksi sel pada tandur

jaringan, sel-sel tumor, atau sel-sel yang terinfeksi oleh beberapa virus.

RESPON IMUN SELULER

Imunitas seluler atau respon imun seluler, adalah respon imun yang

dilaksanakan oleh limfosit T. saat tubuh terpajan ke suatu imunogen, sel-sel T

berproliferasi dan mengarahkan reaksi seluler dan subseluler pejamu untuk bereaksi

terhadap epitop spesifik.

Peran sel T dapat dibagi menjadi dua fungsi utama: fungsi regulator dan fungsi

efektor. Fungsi regulator terutama dilakukan oleh salah satu subset sel T, sel T

penolong (juga dikenal sebagai sel CD4). Sel-sel CD4 mengeluarkan molekul yang

dikenal dengan nama sitokin (protein berberat molekul rendah yang disekresikan

oleh sel-sel sistem imun) untuk melaksanakan fungsi regulatornya. Sitokin-sitokin

dari sel CD4 mengendalikan proses-proses imun, seperti pembentukan

imunoglobulin oleh sel B, pengaktifan sel T lain dan pengaktifan makrofag. Fungsi

efektor dilakukan oleh sel T sitotoksik (juga dikenal sebagai sel CD8). Sel-sel CD8

mampu mematikan sel yang terinfeksi oleh virus, sel tumor, dan jaringan

transplantasi dengan menyuntikkan zat kimia yang disebut perforin ke dalam sasaran

“asing”.

Pendidikan timus

Baik sel CD4 maupun sel CD8 menjalani “pendidikan timus” di kelenjar timus

untuk belajar mengenai fungsi. Teori delesi klonal memberikan salah satu penjelasan

bagaimana cara sel T mempelajari fungsinya. Saat mencapai timus, sel-sel T imatur

tidak memilki reseptor pengikat epitop dan protein CD4 atau CD8. peran reseptor

epitop di sel T imatur adalah mengikat epitop antigenik. Peran protein CD4 dan CD8

pada sel T matang adalah untuk menstabilkan interaksi antara sel T dan sel lain.

Dengan demikian, sel T matang yang meninggalkan timus memiliki reseptor untuk

17

Page 19: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

mengikat suatu epitop dan protein CD4 (menyebabkannya menjadi sel TCD4, atau

dikenal sebagai sel helper) atau sel CD8 ( menyebabkannya menjadi sel TCD8 atau

sitotoksik atau penekan)

Apabila sel T harus siap melaksanakan fungsinya saat meninggalkan timus,

maka sel tersebut pertama-tama perlu mengenal epitop-epitop asing dan kedua

memiliki protein CD4 atau CD8 yang fungsional. Dengan demikian, pendidikan

timus menghasilkan sel T CD4 atau sel T CD8 dengan fungsi berikut:

a. sel mengenali sel diri lainnya dari antigen MHC dan tidak berikatan dengan sel

tersebut

b. sel yang menandai sel asing sebagai penyerang

c. sel yang dapat berikatan dengan sel asing dengan protein CD4 atau CD8

fungsional untuk menstabilkan interaksi antara dua sel.

Sel-sel yang berpotensi reaktif terhadap antigen diri dan komponen MHC juga

mungkin dihasilkan tetapi di timus sel-sel tersebut dihilangkan.

Fungsi regulator sel CD4

Sel-sel CD4 terutama terdapat pada medula timus, tonsil, dan darah, membentuk

sekitar 65% dari seluruh limfosit T yang beredar. Sel CD4 memiliki empat dungsi

utama: (1) sel CD 4 memiliki regulatorik yang mengaitkan sistem monosit –

makrofag ke sistem limfoid; (2) sel CD 4 berinteraksi dengan APC untuk

mengendalikan pembentukan imunoglobulin; (3) sel CD4 menghasilkan sitokin-

sitokin yang memungkinkan sel CD4 dan CD8 tumbuh; (4) sel CD4 berkembang

menjadi sel pengingat.

Salah satu fungsi regulatorik essensial pada sel CD4 adalah perannya

mengaitkan sistem monosit-makrofag dengan sistem limfoid. Apabila makrofag

menelan suatu imunogen misalnya bakteri, maka makrofag tersebut akan

menguraikan imunogen tersebut. Epitop-epitop bakteri adalah salah satu produk

desktruksi bakteri tersebut. Sebuah epitop berikatan dengan antigen MHC makrofag

(MHC kelas II) yang menyebabkan berkibarnya kompleks MHC-epitop “seperti

bendera” di permukaan sel makrofag. “bendera” ini mengaktifkan sel CD4, yang

reseptor antigennya juga berikatan dengan kompleks epitop-MHC. Interaksi antara

18

Page 20: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

sel fagositik dan sel limfoid ini adalah suatu keterkaitan esensial yang

memungkinkan tubuh bertahan terhadap serangan benda asing. Interaksi antara sel

fagositik dan sel limfoid menyatukan dua sistem tubuh yang kuat, menjadi suatu

sistem pertahanan yang melinfungi diri dari benda asing seumur hidup. Interaksi

antara APC dan sel CD4 menghasilkan fungsi regulator tambahan. Sel-sel CD4

dalam reaksi ini mengeluarkan interferon-gama (γ) (suatu sitokin) setelah APC dan

sel CD4 menyatu. Pengeluaran interferon-γ oleh sel CD4 menarik makrofag lain ke

lokasi, mengaktifkan makrofag tersebut, dan memperkuat reaksi jaringan terhadap

antigen asing.

Sel-sel CD4 memilki fungsi regulatorik penting lainnya, terutama berkaitan

dengan pembentukan imunoglobulin. Saat menyajikan epitop, APC berinteraksi

dengan sel CD4 den mengaktifkannya. Sel-sel CD4 yang sudah diaktifkan akan

menghasilkan zat-zat kimia atau limfokin. Sitokin-sitokin ini dan berbagai interaksi

lain merangsang sel B membelah dan berdiferensiasi menjadi sel plasma, yaitu sel B

matang yang mampu menghasilkan imunoglobilin. Dengan demikian, sel CD4

essensial untuk merangsang sel B menghasilkan imunoglobulin. Selain itu pola

sitokin kepada sel B yang terpajan memengaruhi susunan gen yang memerlukan tipe

antibodi yang dihasilkan.]

Fungsi efektor sel CD8

Limfosit CD8 yang ditemukan terutama di sumsum tulang dan GALT,

membentuk sekitar 35% dari seluruh limfosit yang beredar. Sel-sel CD8 melakukan

dua fungsi efektor utama: hipersensitivitas tipe lambat dan sitotoksisitas.

Hipersensitivitas tipe lambat terjadi saat imunogen organisme intrasel seperti fungus

atau mikobakteri menimbulkan respon alergi.

Sitotoksisitas terutama berperan dalam menghancurkan sel yang terinfeksi virus,

penolakan cangkokan, dan desktruksi sel tumor. Semua sel dalam tubuh memiliki

salah satu tipe antigen MHC (MHC kelas I) yang dapat memperlihatkan epitop virus

di permukaan sel. Sel CD8 mengenali kompleks MHC-epitop tersebut dan, dengan

bantuan sel CD4, membentuk klona sel CD8 spesifik untuk epitop virus tersebut. Sel

CD8 kemudian mengeluarkan perforin (zat kimia toksik yang merusak membran luar

sel yang terinfeksi) dan granzymes (enzim-enzim protease). Perforin membentuk

19

Page 21: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

sebuah lubang menembus sel sehingga cairan ekstrasel dapat masuk ke dalam sel.

Selain itu, DNA sel mengalami penguraian, memicu terjadinya apoptosis, atau

kematian sel terprogram. Saat sel yang terinfeksi oleh virus mati, sel CD8 tidak

terpengaruh dan terus mematikan sel-sel lain disekitarnya yang juga terinfeksi oleh

virus yang bersangkutan.

Apabila dilakukan transpplantasi organ atau jaringa asing, maka sel CD 8

resipien (penerima tranplantasi) akan mengetahui antigen MHC di permukaan sel

transplan bukanlah antigen diri. Dengan bantuan sel CD4, sel CD8 membentuk klona

sel yang spesifik untuk menghancurkan epitop asing di permukaan sel transplan. Sel

CD8 mematikan sel di jaringan asing sengan mengeluarkan perforin. Proses serupa

terjadi terhadap sel tumor. Seiring dengan tumbuhnya tumor, sering terbentuk

imunogen-imunogen baru (berbeda dengan dari komponen diri sel tubuh normal)

dipermukaan sel tumor. Epitop yang relevan akan dikenali oleh sel CD8, yang

membentuk suatu klona untuk melakukan surveilans terhadap tumor, yang idealnya

dapat mematikan neoplasma saat neoplasma tersebut terbentuk.

RESPON IMUN HUMORAL

Imunitas humoral ditengahi oleh sekelompok limfosit yang berdiferensiasi di

sumsum tulang dan disebut limfosit asal sumsum tulang (bone marrow derived) atau

limfosit B. Antibodi merupakan produk dari elemen sel B (limfosit B dan sel plasma)

yang berfungsi dalam pertahanan terhadap mikroba ekstraseluler.

Limfosit B

Sel B adalah sel yang bertanggung jawab atas pembentukan imunoglobin (Ig)

dan merupakan 5-15 % dari limfosit dalam sirkulasi darah.

Sel B mempunyai 2 fungsi penting, yaitu :

1. Berdiferensiasi menjadi sel plasma dan menghasilkan antibodi

2. Berfungsi sebagai sel penyaji antigen (Antigen Presenting cell, APC)

Pada saat embryogenesis, sel B pertama kali ditemukan pada hepar janin. Dari

hepar, sel-sel tersebut bermigrasi ke sumsum tulang dan menetap seterusnya.

20

Page 22: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Maturasi sel B melewati 2 fase, yaitu :

1. Fase tidak tergantung antigen, yang terdiri dari perubahan sel-sel induk menjadi

sel-sel pre-B dan sel-sel B.

2. Fase tergantung antigen, yang meliputi perubahan-perubahan yang terjadi akibat

interaksi antigen dengan sel B, yaitu menjadi sel-sel B yang teraktivasi dan sel

plasma.

Pada sel B didapatkan IgM permukaan yang berfungsi sebagai reseptor antigen.

IgM permukaan ini berbentuk monomer, berbeda dengan IgM dalam sirkulasi yang

berbentuk pentamer. Beberapa sel B juga mempunyai IgD permukaan sebagai

reseptor antigen. Sel B dapat ditemukan di germinal center pada limfonodi atau

pulpa putih lien. Sel B juga didapatkan pada jaringan limfoid yang berhubungan

dengan saluran pencernaan, misalnya Peyer’s patches.

Sel Plasma

Sel plasma merupakan fase diferensiasi terminal dari perkembangan sel B dalam

upaya memproduksi dan mensekresi antibody. Setelah teraktivasi oleh antigen, sel B

spesifik berproliferasi dan berdiferensiasi kemudian mengalami perubahan kelas

immunoglobulin rantai berat (heavy chain class switching ) dan memproduksi

antibody spesifik (= sel plasma).

Imunoglobulin / Antibodi

Immunoglobulin merupakan substansi pertama yang diidentifikasi sebagai

molekul dalam serum yang mampu menetralkan sejumlah mikroorganisme

penyebab infeksi. Molekul ini disintesis oleh sel B dalam 2 bentuk yang berbeda

yaitu :

1. Sebagai reseptor permukaan (untuk mengikat antigen)

2. Sebagai antibody yang disekresikan ke dalam cairan ekstraseluler. Antibody

yang disekresikan ini dapat berfungsi sebagai adaptor yang mengikat antigen

melalui binding sites-nya yang spesifik sekaligus sebagai jembatan yang

menghubungkan antigen dan sel-sel system imun atau mengaktivasi komplemen.

21

Page 23: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Antibodi (immunoglobulin)

Antibody merupakan kelas molekul yang dihasilkan oleh sel plasma (berasal

dari limfosit B) dan dibantu oleh limfosit T dan makrofag yang dirangsang oleh

antigen asing.

Antibody diproduksi melalui proses yang disebut seleksi klonal (clonal

selection). Setiap sel B mempunyai reseptor permukaan (IgM atau IgD)yang dapat

bereaksi terhadap satu antigen (atau kelompok antigen yang serupa). Suatu antigen

akan berinteraksi dengan limfosit B yang mempunyai reseptor permukaan yang

paling sesuai. Setelah berikatan dengan antigen, sel B akan terstimulasi untuk

berproliferasi dan membentuk klon sel. Sel-sel B yang akan terpilih ini akan segera

berubah menjadi sel plasma dan mensekresi antibody yang spesifik terhadap

antigen. Sel plasma mensintesis immunoglobulin dengan spesifisitas antigenic yang

sama dengan yang dibawa oleh sel B yang diseleksi. Spesifisitas antigenic tidak

akan berubah meskipun terjadi perubahan kelas rantai berat antibody.

IMUNITAS PASIF DAN AKTIF

Imunitas pasif merupakan kekebalan yang didapat melalui transfer antibodi yang

sudah dikembangkan ditubuh orang lain. (passive administration of antibody against

certain viruses) Pemberian antibody pada beberapa virus (seperti hepatitis B) akan

sangat berguna jika diberikan selama masa inkubasi untuk membatasi multiplikasi

virus (viral multiplication), misalnya setelah needle-stick injury to seseorang yang

belum divaksinasi sebelumnya. Keuntungan dari imunisasi pasif adalah dapat

menyediakan antibody dalam jumlah besar dengan cepat. Sedangkan kelemahannya

resistennya dalam waktu singkat dan kemungkinan bisa memacu reaksi

hipersensitivitas karena antibody berasal dari orang lain.

Imunitas aktif adalah kekeba;an yang didapat setelah tubuh berkontak dengan

antigen asing seperti mikroorganisme atau produk-produknya. Kontak ini bisa berupa

22

Page 24: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

infeksi klinik atau subklinik, imunisasi dengan agen infeksi yang masih hidup atau

yang sudah mati atau dengan antigennya, kontak dengan produk mikroba (seperti

toxin, toxoid), atau tranplantasi sel asing. Dalam semua keadaan tersebut tubuh

secara aktif membentuk antibody dan sel-sel limfoid sehingga memperoleh

kemampuan untuk merespon antigen asing tersebut. Keuntungan dari imunitas aktif

adalah bisa bertahan lama, sedangkan kelemahannya responnya lambat dan butuh

kontak lebih dari sekali dengan antigen agar bisa bekerja secara maksimal.

IMUNITAS PRIMER DAN IMUNITAS SEKUNDER

IgM dan IgG secara berturut-turut berperan dalam imunitas primer dan

sekunder. Kebanyakan sel B mengandung IgM pada permukaannya sebagai reseptor

antigen. IgM dibentuk paling dahulu pada respon imun primer terhadap kebanyakan

antigen dibanding IgG.

Beberapa limfoblas yang terbentuk oleh pengaktifan suatu klon limfosit B, tidak

berlanjut membentuk sel plasma, melainkan membentuk sel limfosit B yang baru

dalam jumlah yang cukup dan serupa dengan yang terdapat pada klon asal. Dan

limfoist B tersebut ditambahkan ke limfosit asal pada klon. Limfosit yang baru ini

juga bersirkulasi ke seluruh tubuh untuk mendiami seluruh jariugan limfoid, tetapi

secara imunologis, mereka tetap dalam dormant sampai diaktifkan lagi oleh sejumlah

antigen baru yang sama. Limfoid ini disebut sel memori. Pajanan berikutnya oleh

antigen yang sama akan menimbulkan respon antibodi yang jauh lebih cepat dan

lebih kuat.

23

Page 25: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Gambar di atas menjelaskan tentang perbedaan antara respon primer untuk

pembentukan yang terjadi pada saat pajanan pertama oleh suatu antigen spesifik dan

respon sekunder yang terjadi setelah pajanan kedua oleh antigen yang sama.

Perhatikaan keterlambatan timbulnya respon primer, potensinya yang lemah , dan

masa hidupnya yang singkat. Sebaliknya, respon imun sekunder, timbul dengan cepat

setelah terpajan dengan antigen yang sama, bersifat jauh lebih kuat, dan membentuk

antibodi selama berbulan-bulan, ketimbang hanya beberapa minggu saja.hal yang

khas terjadi pada respon sekunder.

1

100

10

1000

10000

100000

7 282114 35 42hari

Respon primer Respon sekunder

IgG

IgM

Kadar Ab (log titer)

24

Page 26: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

ANTIGEN DAN ANTIBODI

ANTIGEN

Istilah antigen dahulu diartikan sebagai molekul yang dapat merangsang

pembentukan antibodi, tapi sekarang istilah antigen digunakan menyebut substansi

yang mampu bereaksi dengan antibodi yang diproduksi atas rangsangan imunogen,

tanpa mempertimbangkan apakah antigen itu sendiri bersifat imunogenik.

Imunogenitas suatu substansi menunjukkan kemampuan substansi bersangkutan

untuk merangsang respon imun, baik respon selular maupun respon humoral atau

keduanya, apabila substansi itu dimasukkan ke dalam tubuh. Substansi yang

mempunyai sifat demikian disebut imunogen. Walaupun istilah antigen dan

imunogen dianggap sama, namun keduanya memiliki sedikit perbedaan.

Umumnya kedua kata tersebut sudah memadai kecuali apabila molekul yang

terlibat adalah suatu hapten (sebuah antigen yang bukan imunogen kecuali apabila

berikatan dengan molekul pembawa yang lebih besar). Dengan demikian hapten

tidak dapat memicu respon imunogenik sendiri; hapten adalah antigen tetapi bukan

imunogen. Hapten biasanya dikenal oleh sel B, sedangkan molekul pembawa oleh sel

T. Walaupun sebagian besar hapten adalah molekul kecil, namun sebagian asam

nukleat berberat molekul tinggi juga merupakan hapten.

25

Page 27: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Kita ketahui bahwa hampir semua molekul biogenik, termasuk karbohidrat,

lipid, hormone, protein dan asam nukleat dapat bertindak sebagai antigen, tetapi

hanya makromolekul yang bersifat imunogenik dan mampu merangsang aktivitasi

limfosit yang diperlukan untuk mengawali respon imun. Substansi dengan berat

molekul rendah, seperti berbagai jenis obat dan antibiotik, umumnya tidak

imunogenik, tetapi bila diikat dengan protein yang imunogenik (carrier protein) ia

akan membentuk suatu kompleks yang dapat merangsang sistem imun untuk

memproduksi antibody terhadap molekul tersebut. Substansi tersebut yang disebut

hapten, dapat bereaksi dengan antibodi yang diproduksi tetapi ia sendiri tidak

imunognik.

Istilah epitop adalah bagian dari antigen yang bereaksi dengan antibody atau

dengan reseptor spesifik pada limfosit T. Epitop dahulu disebut antigenic

determinant. Spesifitas respon imun bergantung pada respon terhadap epitop-epitop.

Immunoglobulin yang diproduksi bersifat spesifik terhadap epitop-epitop dan bukan

terhadap molekul atau sel imunnogen secara keseluruhan. Dengan demikian,

immunoglobulin tidak berikatan dengan sel atau molekul keseluruhan tetapi dengan

epitop dipermukaan imunogen. Paratop ialah bagian dari antibodi yang mengikat

epitop. Respon imun dapat terjadi terhadap semua golongan bahan kimia seperti

hidrat arang, protein, dan asam nukleat. Imunogen yang paling poten umumnya

merupakan makromolekul protein, polisakarida, polipeptida, atau dapat juga berupa

polimer sintetik misalnya polivinilpirolidon (PVP).

Imunogen asing yang umum adalah mikroorganisme seperti bakteri, virus dan

fungus, serta bahan organic, misalnya serbuk sari atau debu rumah. Apabila organ,

jaringan, sel, atau molekul dari orang lain atau bahkan dari spesies lain dimasukkan

ke dalam tubuh seseorang melalui bedah transplantasi, transfuse darah, atau

vaksinasi, maka organ, jaringan, sel, atau molekul tersebut juga berfungsi sebagai

imunogen. Imunogen asli juga dapat memicu rrspon imun, terutama apadila sel-sel

tubuh mengalami mutasi dan menjadi sel kanker.

Karakteristik antigen yang sangat menentukan imunogenitas respon imun adalah

sebagai berikut :

26

Page 28: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

a. Asing (berbeda dari self) : Pada umumnya, molekul yang dikenal sebagai self

tidak bersifat imunogenik; untuk menimbulkan respon imun, molekul harus

dikenal sebagai nonself.

b. Ukuran molekul : Imunogen yang paling poten biasanya merupakan protein

bermolekul besar. Scara umum, molekul dengan berat molekul kurang dari 10.000

kuran bersifat imunogenik dan yang sangat kecil (misalnya asam amino) tidak

bersifat imunogenik. Molekul kecil tertentu (misalnya hapten) menjadi

imunogenik hanya jika bergabung dengan protein pembawa (carrier).

c. Kompleksitas kimiawi dam structural : jumlah tertentu kompleksitas kimiawi

diperlukan, contohnya homopolimer asam amino kurang bersifat imunogenik

dibanding dengan heteropolimer yang mengandung dua atau tiga asam amino

yang berbeda.

d. Determinan antigen (epitop) : Unit terkecil dari suatu antigen kompleks yang

dapat diikat oleh antibodi, disebut dengan determinan antigen atau epitop. Antigen

dapat mempunyai satu atau lebih determinan. Pada umumnya, suatu determinan

mempunyai ukuran lima asam amino atau gula, ukuran secara kasar.

e. Tatanan genetik penjamu : Dua strain binatang dari spesies yang sama dapat

merespon secara berbeda terhadap antigen yang sama karena perbedaan komposisi

gen respon imun.

f. Dosis, cara dan waktu pemberian antigen : Oleh karena derajat respon imun

tergantung pada banyaknya antigen yang diberikan, respon imun dapat

dioptimalkan dengan cara menentukan dosis antigen dengan cermat (termasuk

jumlah dosis), cara pemberian dan waktu pemberian(termasuk interval diantara

dosis yang diberikan) juga mempengaruhi respon imun. Seperti pemberian

intravena dapat mengurangi timbulnya respon imun jika dibanding pemberian

secara intramuscular. Pemberian dengan dosis berlebihan pun dapat mengurangi

respon imán dari hospes.

Adapun cara lain untuk meningkatkan respon imun dari suatu zat adalah dengan

menggabungkannya dengan ajuvan. Ajuvan merupakan zat yang merangsang respon

imun, misalnya dengan cara mempermudah pengambilan antigen oleh sel penyaji

antigen (antigen presenting cell).

Klasifikasi Antigen :

27

Page 29: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Secara umum antigen diklasifikasikan menjadi antigen eksogen (bakteri, virus,

obat) dan antigen endogen.

Klasifikasi yang lain, yaitu :

Menurut epitop

a. Uniddeterminan univalen :hanya satu jenis determinan (epitop) dan epitop

tersebut hanya ditemukan satu pada satu molekul.

b. Unideterminan multivalen: hanya satu jenis epitop dan epitop tersebut ditemukan

dua atau lebih dalam satu molekul.

c. Multideterminan univalen: banyak jenis epitop dan epitop-epitop tersebut hanya

ditemukan dalam satu molekul.

d. Multideterminan multivalen: banyak jenis epitop dan dalam satu molekul hanya

dapat ditemukan dua atau lebih epitop.

Jenis antigen Contoh

Unideterminan, univalen Hapten

Unideterminan, multivalen Polisakarida

Multideterminan, univalen Protein

Multideterminan, multivalen Kimia kompleks

Menurut spesifitas

a. Heteroantigen : dimiliki oleh banyak spesies

b. Xenoantigen : yang hanya dimiliki spesies tertentu.

c. Aloantigen (isoantigen) : spesifik untuk individu dalam satu spesies.

d. Antigen organ spesifik : hanya dimilik organ tertentu.

e. Autoantigen : yang dimiliki alat tubuh sendiri.

Menurut ketergantungan terhadap sel T

28

Page 30: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

a. T dependen : memerlukan pengenalan oleh sel T terlebih dahulu untuk dapat

menimbulkan respon antibody. Kebanyakan antigen protein termasuk dalam

golongan ini.

b. T independent : yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel T untuk

membentyk antibody. Kebanyakan antigen golonngan ini berupa molekul besar

polimeri yang dipecah dalam tubuh secara perlahan-lahan, misalnya

lipopolisakarida, ficoll, dekstran, levan, flagelin, polimerik bakteri.

Menurut sifat kimiawi

a. Hidrat arang (polisakarida): pada umumnya imunogenik. Glikoprotein yang

merupakan bagian permukaan sel banyak mikroorganisme dapat menimbulkan

respon imin terutama pembentukan antibodi. Contoh lain adalah respon imun

yang ditimbulkan golongan darah ABO, sifat antigen dan spesifitas imunnya

berasal dari polisakarida pafa premukaan sel darah merah.

b. Lipid : biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat protein

pembawa. Lipid dianggap sebagai hapten, contohnya adalah sfingolipid.

c. Asam nukleat : tidak imunogenik, tetapi dapat menjadi imunogenik bila diikat

protein pembawa. DNA dalam bentuk heliks biasanya tidak imunogenik. Respon

imun terhadap DNA terjadi pada pasien dengan lupus eritematosus sistemik

(RES).

d. Protein : kebanyakan protein adalah imunogenik dan pada umumnya

multideterminan dan univalen.

ANTIBODI (IMUNOGLOBULIN)

Immunoglobulin adalah suatu molekul glikoprotein yang terdiri atas komponen

polipeptida (82-96%) dan karbohidrat. Immunoglobulin adalah substansi dalam

serum yang mampu menetralisir mikroorganisme penyebab infeksi. Immunoglobulin

disintesis oleh sel limfosit B dalam dua bentuk berbeda, pertama sebagai reseptor

permukaan dan sebagai antibody yang disekresikan kedalam cairan ekstraselular.

29

Page 31: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Antibodi merupakan kelas molekul yang dihasilkan oleh sel plasma

(perkembangan dari limfosit B) dan dibantu oleh limfosit T dan magrofag yang

dirangsang oleh antigen asing. Antibodi ditemukan dalam serum dan jaringan dan

mengikat antigen secara spesifik.

STRUKTUR IMUNOGLOBULIN

Imunoglobulin memiliki 4 rangkai polipeptida yang terdiri dari 2 rantai berat

(heavy chains) dan 2 rantai ringan (light chains) yang identik dan dihubungkan satu

dengan yang lainnya oleh ikatan disulfida, demikian pula antar rantai beratnya

dihubungkan oleh ikatan disulfida. Rantai berat (heavy chains) memiliki berat

molekul sekitar 50 000-70 000 Da dan terdiri atas sekitar 450 asam amino,

sedangkan rantai ringan (light chains) memiliki berat molekul sekitar 23 000 Da

dan terdiri atas sekitar 212 asam amino. Rantai ringan (light chains) memiliki 2 tipe

yaitu rantai kappa (κ) dan lambda (λ).

Apabila molekul immunoglobulin dicerna oleh enzim proteolitik papain, maka

molekul akan terbagi menjadi 2 bagian, yaitu 2 fragmen Fab (fragment antigen

binding) yang merupakan bagian immunoglobulin (ig) yang mengikat dan

menetralkan antigen, disebut antigen binding site sehingga bagian ini berbeda-beda

pada tiap Ig. Selain itu ada satu fragmen Fc (fragment crystallizable) yang tidak

dapat mengikat antigen, tapi dapat berfungsi sebagai antigen (determinant antigen).

Fc adalah fragmen konstan yang memiliki fungsi efektor sekunder dan menentukan

sifat biologis dari antibody. Seperti kemampuan melekat pada sel, fiksasi

komplemen, kemampuan Ig menembus plesenta, distribusi Ig daam tubuh dan lainya.

30

Page 32: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Hingga sekarang dikenal 5 kelas utama immunoglobulin dalam serum manusia,

yaitu IgG, IgA, IgD, IgM, dan IgE. Klasifikasi ini didasarkan pada perbedaan dalam

struktur kimia yang mengakibatkan perbedaan dalam sifat biologic maupun sifat

fisika immunoglobulin. Dilabolatorium, kelas Ig ini ditentukan berdasar sifat migrasi

masing-masing pada elektroforesis dan sifat-sifat serologic.

Adapun penjelasan mengenai masing-masing immunoglobulin adalah:

Imunoglobulin G

IgG merupakan imunoglobulin yang paling banyak dalam bentuk serum (13

ug/ml atau sekitar 75% dari immunoglobulin total). Kelas IgG memiliki rantai

berat yang spesifik, yaitu rantai γ (G). Tiap molekul IgG tersusun atas satu unit

dasar (monomer) terdiri atas 2 rantai γ dirangkaikan dengan 2 rantai κ atau λ.

IgG memiliki berat molekul sekitar 150 000 Da, dan dibagi dalam empat

subkelas yaitu IgG1, IgG2, IgG3, dan IgG4. IgG ditemukan dalam berbagai

cairan seperti darah, system getah bening, CSF, urin dan usus serta memiliki 2

tempat pengikatan antigen. IgG merupakan immunoglobulin utama yang

dibentuk atas rangsangan antigen. Mereka mempunyai efek kuat anti-bakteri dan

penghancur antigen. Mereka melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus, serta

menetralkan asam yang terkandung dalam toksin. Karena kemampuan dan

ukurannya yang kecil, mereka dapat menyelip diantara sel-sel dan menembus

plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari kemungkinan infeksi. Selain itu

IgG paling mudah berdifusi kedalam jaringan ekstravaskular dibanding

imunoglobulin lain. IgG dapat melekat pada reseptor Fc yang terdapat dalam

31

Page 33: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

permukaan sel sasaran dan memungkinkan terjadinya ADCC, bila melekat pada

reseptor Fc pada permukaan trombosit ia dapat merangsang penglepasan

vasoactive amine dan menyebabkan agregasi trombosit. Pada proses desentisasi

penderita alergi, yang dirangsang adalah IgG yang bersifat sebagai antibodi

penghambat, sehingga IgE akan turun. IgG memiliki half life sekitar 23 hari.

Imunoglobulin A

Kelas immunoglobulin terbanyak kedua dalam serum adalah IgA. Memiliki 2

subkelas yaitu IgA1 dan IgA2. IgA utama berfungsi sebagai antibody sekretori

dan diproduksi dalam jumlah besar oleh sel plasma dalam jaringan limfoid yang

terdapat sepanjang saluran cerna, saluran nafas dan saluran urogenital dalam

bentuk dimmer. Karena itu IgA ditemukan sedikit dalam bentuk serum, tetapi

banyak dalam bentuk sekresi saluran nafas, cerna, kemih, air mata, keringat,

ludah, kolostrum dan juga secret vagina dan prostat. Baik dalam bentuk serum

maupun sekresi, keduanya dapat menetralkan toksin, mencegah kontak antara

toksin dengan sel organ sasaran. IgA memiliki rantai berat spesifik, yaitu rantai

α; ditemukan dalam bentuk dimer dan monomer, tapi sebagian besar (80-90%)

terdapat dalam bentuk dimmer, terdiri atas 2 unit dasar, masing-masing unit

mempunyai 2 rantai α dan 2 rantai κ atau λ. Kedua unit dasar membentuk satu

lempeng yang dirangkaikan satu dengan lainnya oleh rantai J (joining chain,

yaitu bagian non-imunoglobulin yang mengandung banyak sulfhidril). Pada

epitel mukosa kelenjar, rangkaian dimer dirangkai dengan komponen sekretorik

yang bertindak sebagai reseptor untuk memudahkan IgA menembus epitel

mukosa dengan cara endositosis. Setelah dirangkai dengan komponen sekretorik,

IgA dilepaskan kedalam cairan sekresi. IgA mengaktifkan komplemen melalui

jalur alternatif. Salah satu komponen komplemen yang dilepaskan pada aktivasi

jalur alternative, yaitu C3b, dapat melakukan opsonisasi mikroorganisme

sehingga mikroorganisme itu mudah difagositosis. IgA membantu imunitas

banyi baru lahir dari kolostrum pada ASI. IgA juga berfungsi membatasi

absorbsi antigen yang berasal dari makanan. Reseptor terhadap IgA dijumpai

pada permukaan limfosit, PMN, dan monosit. Dalam serum IgA dijumpai dalam

bentuk monomer sebanyak 15% dari kadar imunoglobulin total. Half life IgA

hádala 5-6 hari.

32

Page 34: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Imunoglobulin M

IgM memiliki rantai berat µ (M). Sekresi IgM berupa molekul pentamer yang

memiliki 5 unit dasar dimana tiap unit terdiri atas 2 rantai µ dan dua rantai κ

atau λ. Kelima unit dasar dirangkai oleh rantai J. Tetapi IgM pada permukaan

limfosit (sIgM) ditemukan dalam bentuk monomer. IgM merupakan

imunoglobulin terbesar, sekitar 900 000 Da, untuk mencegahnya keluar dari

plasma. Baru apabila terjadi kenaikan permeabilitas vaskuler pada proses

radang, molekul ini keluar. Karena memiliki 10 tempat pengikatan antigen, IgM

merupakan aglutinator dan fiksasi komplemen yang baik. Merupakan antibodi

kelas pertama yang dibentuk pada respon imun. Merupakan respon imun primer,

dan diproduksi dalam jumlah banyak pada respon imun sekunder. Terdapat

dalam darah, saluran getah bening, dan permukaan sel B. Dalam plasma jumlah

IgM terbanyak ke-3 setelah IgG dan IgA, yaitu sekitar 10% dari Ig total. IgM

akan meningkat jika terjadi infeksi. IgM dapat digunakan untuk mengetahui akut

tidaknya suatu penyakit karena sifat responnya yang langsung dan akan menurun

setelah beberapa waktu. Selain itu, karena IgM tidak dapat menembus plasenta,

adanya antibody kelas IgM menunjukakan IgM dibentuk oleh bayi karena

adanya infeksi. Isohemaglitinin (anti-A dan anti-B) umumnya terdiri dari IgM.

Imunoglobulin D

IgD memilki rantai berat spesifik & (D). Berbentuk monomer dengan 2 rantai &

dan dua rantai κ atau λ. Ditemukan dalam kadar yang sangat rendah di darah,

tapi cukup besar dalam darah tali pusar. Terdapat juga dalam permukaan sel B

sebagai reseptor yang jumlahnya lebih banyak dibanding dalam serum. IgD

tidak mengikat kolplemen, mempunyai aktivitas antibodi terhadap antigen

berbagai makanan dan autoantigen seperti sel B sebagai reseptor antigen. Tapi

peran biologiknya pada imunitas humoral belum jelas, tapi diketahui memiliki

peran reaksi hipersensitifitas terhadap penissilin. Salah satu sifatnya yang

berbeda dengan Ig lain adalah IgD lebih lentur dibanding Ig lain karena

mempunyai bagian engsel yang lebih panjang sehingga dapat melakukan ikat-

silang dengan antigen polivalen secara lebih efisien. Selain itu IgD peka

terhadap enzim proteolitik. Hal inilah yang mungkin menyebabkan umur IgD

yang pendek (2-3 hari).

33

Page 35: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Imunoglobulin E

IgE memiliki rantai berat spesifik, yaitu ε (E). IgE merupakan monomer,

tersusun atas 2 rantai ε dan 2 rantai κ atau λ . Memiliki kadar yang paling rendah

dalam serum, yaitu hanya 0,0004% kadar Ig total. IgE mengikat secara selektif

sel mast dan basofil dengan fragmen Fc yang dimilikinya. Ikatan antigen ke

fragmen Fab-nya merupakan pemicu untuk melepaskan histamin dan substansi

penting lain pada hipersensitivitas jenis anafilaktik. IgE akan meningkat

kadarnya pada saat mengalami alergi, infeksi cacing, skistosomiasis.

34

Page 36: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI

Reaksi antigen dan antibodi bersifat spesifik. Antigen akan bereaksi hanya

dengan antibodi yang khas untuk antigen tersebut.

Respon antibody merupakan kulminasi dari suatu rangkaian interaksi seluler dan

molekuler yang terjadi berurutan, yaitu :

1. Sel T akan teraktivasi saat mengenali antigen yang di presentasikan oleh sel

penyaji antigen (Antigen Presenting Cells, APC)

2. Sel T helper berinteraksi dengan sel B yang mempresentasikan fragmen antigen

3. Sel B yang teraktivasi akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma

atau sel penghasil antibody (Antibody Forming Cells, AFC)

4. Antibodi dihasilkan dan dikuti berbagai respon imun selanjutnya

Kompleks Histokompatibilitas Mayor ( MHC)

35

Page 37: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Molekul MHC mengikat antigen peptide dan menyajikannya untuk sel T atau

kata lain bertanggung jawab untuk pengenalan antigen oleh reseptor sel T. Dalam

hal ini, reseptor sel T berbeda daria antibody. Molekul antibody berinteraksi

dengan antigen secara langsung; reseptor sel T hanya mengenali antigen yang

disjaikan oleh molekul MHC pada sel lain, yaitu sel penyaji antigen (APCs).

Reseptor sel T juga spesifik untuk molekul MHC. Jika antigen disajikan oleh bentuk

alel lain dari molekul MHC in vitro (secara normal hanya pada eksperimen), tidak

terjadi pengenalan oleh reseptor sel T. Fenomena ini disebut restriksi (pembatasan)

MHC.

Berikut Ciri-ciri penting beberapa Produk gen MHC pada Manusia :

Kelas I Kelas II

Loki genetic HLA-A,-B dan –C HLA-DP,-DQ dan –DR

Komposisi

polipeptida

BM 45.000 +β M

(BM 12.000)

Rantai α (BM 33.000)

Rantai β (BM 29.000)

Rantai Ii (BM 30.000)

Distribusi sel Semua sel somatic yang berinti Sel penyaji antigen

(makrofag, sel B,dsb.)

Sel T yang teraktivasi

Menyajikan peptide

antigen ke

Sel T CDSδ+ Sel T CD4+

36

Page 38: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Ukuran ikatan

peptida

8-11 residu 10-30 atau lebih residu

Sel Penyaji Antigen (Antigen Presenting Cells/ APC)

Ada banyak sel yang dapat berfungsi sebagai APC, tergantung pada bagaimana

dan dimana antigen pertama kali bertemu sel system imun. Interdigitating dendritic

cells (IDC)yang bayak ditemukan di limfonodi dan lien merupakan APC utama imun

primer karena dapat lebih efektif menginduksi proliferasi sel T daripada sel-sel yang

lain. Sel B juga dapat berfungsi sebagai APC dengan cara berikatan dengan antigen

spesifik meleui reseptor permukaannya, mendegradasi antigen tersebut menjadi

menjadi peptida dan mempresentasikannya. Sel B terutama sangat efektif bila

konsentrasi antigen sangat rendah karena reseptornya yang sangat spesifik dengan

afinitas yang sangat tinggi (IgM atau IgD) akan cepat mengenali antigen. Hal ini

terutama terjadi pada respon imun sekunder, saat jumlah sel B yang spesifik untuk

antigen tertentu sangat banyak.

Pemrosesan Antigen dan Penyajiannya

Antigen presentation by MHC II

37

Page 39: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Protein dari antigen eksogen,seperti bakteri masuk ke tubuh penjamu atau

mengalami internalisasi melalui vesikel endositik ke sel penyaji antigen seperti

makrofag. Kemudian antigen tersebut dipaparkan ke protease intraseluler dalam

vesikel intraseluler. Peptida, kira-kira sepanjang 10-30 residu asam amino dibentuk

dalam vesikel endosom. Kemudian vesikel endosom bergabung dengan vesikel

eksositik yang mengandung molekul MHC kelas II.

Molekul MHC kelas II disintesis, seperti glikoprotein membrane yang lain,

dalam reticulum endoplasma kasar dan kemudian dikeluarkan melalui badan Golgi.

Polipeptida ketiga, rantai invariant (Ii), melindungi tempat pengikatan dimer αβ kelas

II sampai PH kompartemen menurun setelah fusi dengan vesikel endosom

menyebabkan disosiasi rantai Ii. Kompleks MHC kelas II-antigen peptide kemudian

diangkut ke permukaan sel untuk ditunjukkan dan dikenali oleh reseptor sel T.

Antigen presentation by MHC I

38

Page 40: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Antigen endogen, misalnya protein virus sitolitik yang disintesis ke dalam sel

yang terinfeksi akan diproses untuk disajikan oleh molekul MHC kelas 1. Secara

singkat protein sitosolik dipecah oleh kompleks peptidase yang disebut proteasom.

Peptida sitosolik mencapai molekul MHC kelas I yang baru terbentuk dalam

reticulum endoplasma kasar melalui system pengangkut peptide (TAPs). Gen TAP

juga dikode dalam MHC. Di dalam lumen reticulum endoplasma, antigen peptide

bergabung dengan protein MHC kelas I yang baru dibentuk dan bekerja sama dengan

mikroglobulin β , membentuk kompleks MHC kelas I- antigen peptide yang stabil

dan sangat berlipat-lipat yang kemudian diangkut ke permukaan sel untuk

ditampilkan dan dikenali oleh sel T sitotoksik.

KOMPLEMEN

39

Page 41: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Komplemen merujuk pada system yang berhubungan secara fungsional

keseluruhan yang terdiri atas paling sedikit 20 protein serum yang berbeda, reseptor

selulernya, dan protein pengatur yang berhubungan yang merupakan efektor bukan

hanya terhadap sitolisis imun namun juga fungsi biologis lainnya termasuk anafilaktik,

fagositosis, opsonisasi, dan hemolisis . Sistem ini mempunyai fungsi antimikroba non-

spesifik dan merupakan system amplifikasi yang efektif untuk memperkuat mekanisme

pertahanan non-spesifik dan spesifik. Ada 3 mekanisme parallel yang independent,

yaitu: jalur klasik, jalur lectin, dan jalur alternatif. Ketiganya akan mengaktivasi C3

yang merupakan bagian terpenting kaskade komplemen.

Defek pada komplemen-komplemen dan protein pengatur terpilih

Protein defektif Jalur yang terkena Gangguan yang

dihubungkan secara klinik

C1 Jalur klasik Gangguan autoimun;

infeksi piogenik

C2 Jalur klasik Gangguan autoimun;

infeksi piogenik

C3 Jalur klasik dan alternatif Gangguan autoimun;

infeksi piogenik

C4 Jalur klasik Gangguan autoimun

C5-C9 Kompleks penyerang

membrane

Infeksi neisserial

dissaminata rekurens

Properdin Jalur alternative Infeksi piogenik dan

neisserial

Factor D Jalur alternative Infeksi piogenik dan

neisserial

Penghambat Cl Deregulasi jalur klasik Edema angioneurotik

herediter; beberapa

gangguan autoimunitas

Faktor I Deregulasi jalur alternatif Gangguan autoimunitas;

infeksi piogenik

Factor H Jalur klasik Glomerulonefritis

40

Page 42: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

terangan:

Fragmen yang berasal dari pemecahan proteolitik dari protein komplemen ditujukan

dengan akhiran huruf yang kecil, e.g., C3a. Dengan kesepakatan, fragmen pemecah

awal yang lebih kecil ditandai dengan “a” dan yang lebih besar “b”, pengecualian

fragmen C2a dan C2b yang tergerak dari C2, yang lebih besar, fragmen yang aktif telah

ditandai secara sepakat C2a. Fragmen yang disebut inaktif ditandai dengan awalan “i”,

e.g., iC3b.

Jalur klasik

41

Page 43: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Terutama diaktifkan oleh kompleks imun dan juga oleh IgG1, IgG2, IgG3, IgM

Jalur klasik adalah mekanisme utama aktivasi komplemen yang diarahkan oleh

antibody.

C1, yang diikat ketempat pengikatan di regio Fc, tersusun dari 3 protein; C1q,

C1r dan C1s. C1q merupakan agregat polipeptida yang terikat ke bagian Fc dari IgG

dan IgM. Antibodi-antigen, digabungkan dengan C1 mengaktifkan C1s, yang

membebaskan C4 dan C2 untuk membentuk C4b2a. C4b2a ini merupakan C3

konvertase aktif yang memecah molekul C3 menjadi dua fragmen: C3a dan C3b. C3a,

suatu anafilatoksin. C3b membentuk kompleks dengan C4b2a, menghasilkan enzim

baru, C5 konvertase, yang memecah C5 untuk membentuk C5a dan C5b. C5a

merupakan anafilatoksin dan suatu factor kemotaktik, C5b terikat ke C6 dan C7 untuk

membentuk kompleks yang menyisip ke dalam membrane bilayer. Kemudian C8 terikat

ke kompleks C5b/ C6/ C7, diikuti oleh polimerisasi sampai 16 molekul C9 untuk

menghasilkan kompleks penyerang membrane yang menyebabkan sitolisis.

Jalur lectin

Sangat homolog dengan jalur klasik tetapi diaktifkan dengan cara tidak

tergantung antibody.

C1q termasuk kelompok lektin tergantung-kalsium yang dikenal sebagai

kolektin (lektin kolagenosa). Kelompok protein ini meliputi lektin pengikat-mannan

(mannan binding lectin, MBL), yang juga dikenal sebagai protein pengikat mannan

( mannan binding protein, MBP), konglutinin dan protein surfaktan paru A dan D. MBL

dalam serum dapat terikat pada gugus manose terminal pada permukaan bakteri dan

kemudian mampu berinteraksi dengan dua proteniase serin yang dikenal sebagai MASP

dan MASP2 (mannan-binding lectin -associated serin proteinase). MASP dan MASP2

mempunyai struktur yang homolog dengan C1r dan C1s. Interaksi-interaksi antara MBL

dengan MASP dan MASP2 bersifat analog dengan interaksi antara C1q dengan C1r dan

C1s sehingga mampu mengaktivasi jalur klasik tanpa tergantung antibody.

Jalur alternatif

42

Page 44: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Dapat berlangsung tanpa diawali oleh terbentuknya kompleks antigen-antibodi.

Banyak senyawa yang tidak berkaitan, dari kompleks kimia (misalnya endotoksin)

sampai agen infeksius (misalnya parasit), mengaktifkan komplemen melalui jalur yang

berbeda. Reaksi dapat terjadi bila ada C3b yang melekat pada permukaan sel yang

mungkin berasal dari reaksi antara C3 dengan factor B, enzim system fibrinolitik atau

enzim jaringan lain.

C3 dipecah dan C3 konvertase dibentuk melalui kerja factor B, D dan properdin.

C3 konvertase alternative (C3bBb) menghasilkan lebih banyak C3b. C3b tambahan

terikat ke C3 konvertase untuk membentuk C3bBbC3b, yang merupakan jalur

alternative bagi C5 konvertase untuk membentuk C5b, yang menyebabkan produksi

komplemen penyerang membrane.

Reseptor komplemen

Fragmen protein komplemen yang dihasilkan selama aktivasi akan melekat pada

reseptor spesifik permukaan sel imun. Mekanisme ini penting untuk memediasi efek

fisiologis komplemen, seperti fagositosis partikel yang telah diopsonisasi oleh

komplemen dan aktivasi sel pembawa reseptor.

Tiga produk C3 (kadang-kadang disebut fragemen opsonik) dapat melekat pada

membrane sel sasaran. Ketiganya adalah C3b,iC3b, dan C3dg. Dikenal empat reseptor

yang berbeda untuk fragmen-fragmen opsonik ini, yaitu reseptor komplemen tipe 1

sampai 4 ( CR1, CR2, CR3, CR4)

Reseptor Fragmen kompelemen yang

diikat

Distribusi lokasi pada

permukaan sel

CR1

(CD35)

C3b > iC3b

C4b

Sel B, neutrofil, monosit,

makrofag, eritrosit, sel-sel

dendritik folikuler, sel-sel

epitel glomeruler

CR2)

CD21)

iC3b, C3dg

virus Epstein-Barr

interferon-

Sel B, sel-sel dendritik

folikuler, sel-sel epitel

serviks dan nasofarings

CR3

(CD18/ CD11b)

iC3b

zymosan

Monosit, makrofag,

neutrofil, sel NK, sel-sel

43

Page 45: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

bakteri tertentu

fibrinogen

faktor X

ICAM-1

dendritik folikuler

CR4

(CD18/ CD11c)

iC3b

fibrinogen

Neutrofil, makrofag,

makrofag jaringan

Sistem pengendali

1. Protein S

2. C1 inhibitors (C1 esterase inhibitor) yang dapat menghambat C1 maupun

plasmin, kalikrein, faktor XII dan Xi

3. factor 1, merusak C3b bebas yang melekat pada permukaan sel

4. factor H, mengikat C3b dan membantu factor 1 sehingga pengrusakan C3b lebih

efektif

5. C4 binding protein mengikat C4b untuk selanjutnya mempermudah pengrusakan

C4b oleh factor 1

6. enzim merupakan inaktivator anafilatoksin yang mengganggu aktivitas C3a, C4a

dan C5a dengan cara merombak arginin karboksiterminal yang ada di molekul-

molekul tersebut.

Fungsi komplemen

Fungsi utama dari sistem komplemen dalah menyebabkan lisis sel, perannya

dalam lisis bakteri terjadi karena pengaktivan jenjang C. Setelah mengalami

pengaktivan secara sekuensial, komponen-komponen C berinteraksi satu sama lain

untuk membentuk membrane attack compleks (MAC) dipermukaan sel sasaran. MAC

memasukkan molekul-molekul pembuat pori ke dalam membran sel imunogen.

Membran sel kemudian mengalami kerusakan sehingga air dan elektrolit masuk ke

dalam sel yang menyebabkan sel sasaran pecah dan mati.

Fungsi kedua komplemen, pembentukan berbagai mediator imun, berperan

penting dalam respons peradangan imun. Protein-protein system C menyebabkan

vasodilatasi ditempat peradangan. Apabila suatu suatu jaringan mengalami vasodilatasi,

maka akan lebih banyak darah dan sel imun yang beredar ke jaringan tersebut. Selain

itu, fragmen-fragmen C (terutama C5a dan kompleks C567) menarik neutrofil dan

makrofag ke tempat kejadian untuk meningkatkan fagositosis. Proses menarik sel-sel

44

Page 46: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

fagositik ke tempat peradangan disebut kemotaksis. Beberapa fragmen (C3a, C4a, C5a)

menyebabkan degranulasi (pengosongan vesikel yang mengandung histamine) sel mast

dan basofil. Histamin yang dibebaskan kemudian menyebabkan peningkatan

permeabilitas vascular dan kontraksi otot polos. Karena perubahan-perubahan ini mirip

dengan efek jaringan setelah reaksi dependen-IgE seperti anafilaksis, maka fragmen-

fragmen C tersebut sering disebut sebagai anafilaktosin..

Fungsi ketiga system C adalah opsonisasi. Sel-sel fagositik sering lebih mampu

menelan bahan apabila bahan imunogen ini dilapisi oleh komplemen (terutama C3b).

Banyak sel fagositik memiliki reseptor C3b di permukaan selnya. Apabila imunogen

dilapisi oleh komplemen, maka reseptor sel fagositik untuk komplemen dapat mengikat

imunogen dan fagositosis dapat berlangsung cepat.

Fungsi keempat, komplemen berperan penting dalam destruksi bakteri piogenik

melalui mekanisme fagositosis dan destruksi intraseluler.

Fungsi kelima adalah mengurangi kerentanan terhadap infeksi oleh Neisseria

meningitidis dengan adanya kompleks serangan membran (MAC).

Fungsi keenam, membantu menyajikan antigen pada sel penyaji antigen dan sel

B. Namun, penderita defisiensi C3 herediter hanya akan menderita gangguan produksi

antibodi ringan sehingga tampaknya komplemen tidak mempunyai peranan yang terlalu

penting

Aktivitas biologis sistem komplemen dapat dibagi menjadi aktivitas yang

menguntungkan dan yang membahayakan hospes. Aktivitas utama yang

menguntungkan hospes adalah sebagai berikut:

1. peningkatan pembunuhan mikroorganisme

2. pembersihan kompleks imun dengan efisien

3. induksi dan penguatan respon antibody

Komplemen dapat membahayakan hospes pada beberapa keadaan sebagai berikut:

1. bila diaktifkan secara sistemik pada skala besar, misalnya pada septisemia gram

negative

2. bila diaktifkan oleh nekrosis jaringan, misalnya pada infark miokardium

3. bila diaktifkan oleh respons autoimun terhadap jaringan hospes.

45

Page 47: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Komplemen dapat meningkatkan pembunuhan mikroorganisme. Peningkatan

pembunuhan mikroorganisme dicapai dengan beberapa cara sebagai berikut:

1. dengan pembentukan anafilaktosin yang akan meningkatkan permeabilitas

vaskular sehingga menarik komponen-komponen respons radang yang lain ke

tempat infeksi,

2. dengan opsonisasi mikroorganisme untuk menguatkan fagositosis

3. dengan penyelipan kompleks serangan membran ke dalam membran sel

mikroorganisme.

46

Page 48: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

RESPON IMUN PADA INFEKSI

INFEKSI VIRUS

Virus adalah parasit intraseluler obligat yang berkembangbiak di dalam sel

hospes dan menggunakan asam nukleat dan berbagai organ seluler hospes untuk

metabolisme dan sintesis proteinnya.

Virus masuk ke dalam sel hospes dengan cara berikatan dengan reseptor spesifik

yang berada pada permukaan sel hospes. Spesifisitas ini menentukan tropisme suatu

virus pada sel atau hospes tertentu. Misalnya, HIV (Human Immunodeficiency

Virus) mampu berikatan dengan reseptor CD4 pada permukaan sel T helper, virus

Epstein-Barr dengan reseptor pada permukaan sel B, virus polio pada permukaan

neuron, dan virus influenza A pada permukaan berbagai sel, termasuk epitel jalan

napas.

Setelah masuk ke dalam sel, virus menimbulkan kerusakan jaringan dan

penyakit serta menginduksi respon imun hospes dengan berbagai cara. Pada infeksi

yang bersifat sitopatik atau sitolitik, replikasi virus mengakibatkan kerusakan dan

kematian sel karena replikasi virus menggangu sintesis dan fungsi protein seluler

hospes. Sel yang terinfeksi akan mengalami lisis dengan melepaskan virus-virus

baru ke ruang ekstraseluler. Infeksi ini biasanya bersifat akut, seperti pada influenza

dan infeksi rotavirus.

Virus non-sitolitik dapat tetap bersembunyi di dalam sel hospes sambil

melepaskan kuncup-kuncup virus baru. Virus ini tidak hanya dapat menyebar

melalui jembatan interseluler tanpa melalui ruang ekstraseluler, sehingga tidak

terjangkau antibody dalam sirkulasi. Sel hospes dapat tetap hidup dan bahkan

membelah dan menurunkan sel-sel baru yang telah terinfeksi. Infeksi yang

ditimbulkan biasanya bersifat laten, seperti pada infeksi keluarga virus herpes.

DNA virus dapat berintegrasi dengan DNA hospes dan mengakibatkan

perubahan transkripsi kode genetic yang dapat mengubat sifat sel hospes.

Perubahan sifat ini dapat diturunkan pada generasi sel berikutnya. Infeksi ini dapat

mentransformasi sel normal hospes menjadi sel kanker.

47

Page 49: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Imunitas non-spesifik

Mekanisme pertahanan awal terhadap invasi virus adalah integritas permukaan

tubuh. Bila mekanisme ini dapat ditembus, akan terjadi aktivasi respon imun

nonspesifik seperti interferon, sel NK, dan makrofag

Ada 3 macam interferon, yaitu IFNα, IFNβ, dan IFNγ. Infeksi virus pada suatu

sel akan mengakibatkan dihasilkannya IFNα atau IFNβ yang akan mengaktifkan

mekanisme anti virus sel sekitarnya dan memungkinkannya menghindari infeksi.

IFNγ meningkatkan efisiensi respon imun spesifik dengan mensrimulasi ekspresi

MHC kelas I dan II. Interferon ini juga merupakan activator kuat makrofag dan sel

NK.

Imunitas spesifik: proteksi oleh antibody

Antibodi dapat menetralkan virus melalui berbagai cara. Pada influenza,

antibody terhadap hemaglutinin virus mencegah pengikatan virus pada reseptor sel

hospes sehingga mencegah penetrasi. Pada campak, antibody yang serupa

mencegah pemindahan virus campak dari sel ke sel. Antibodi juga dapat

menghancurkan partikel virus melalui aktivasi jalur komplemen klasik yang

kemudian melisis sel-sel yang terinfeksi virus campak, parotis, dan influenza.

Pemberian antibody pasif sebelum atau segera sesudah pemajanan dapat

melindungi terhadap infeksi-infeksi tertentu, seperti campak, hepatitis A dan B, dan

varisela.

Imunitas seluler

Imunitas seluler terhadap virus penting karena banyak virus yang bersifat

intraseluler sehingga tidak dapat dikenali oleh antibody. Virus intraseluler tersebut

dapat mengubah antigen permukaan membrane sel hospes atau melepaskan kuncup

berebentuk partikel infeksi dari permukaan sel. Reseptor limfosit T dapat

mengenali antigen permukaan yang telah berubah tersebut dan menimbulkan

rsepon imun terhadapnya. Sitotoksitas oleh sel NK atau sitotoksitas seluler

bergantung antibody (antibody dependent cell mediated citotoxicity, ADCC) juga

sangat efektif.

48

Page 50: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

INFEKSI BAKTERI

Mekanisme pertahanan terhadap infeksi bakteri tergantung pada strukur bakteri

dan pada mekanisme patogenesitas bakteri tersebut.

Struktur bakteri- ada 4 macam dinding sel bakteri, yaitu dinding sel bakteri gram

positif, gram negative, mikobakteri, spirokheta. Lapisan lipid ganda (lipid bilayer0

terluar bakteri gram negative rentan terhadap mekanisme yang dapat melisis

menbran, seperti komplemen dan sel sitotoksik tertentu, sedangkan pemusnahan

baketri lain seringkali menggunakan mekanisme fagositosis. Pada lapisan terluar

bakteri sering terdapat fimbrae atau flagella, tau terlindungi dengan kapsul yang

dapat menghambat fungsi fagosit atau komplemen, tetapi perlengkapan ini dapat

menjadi sasaran antibody.

Mekanisme patogenesitas bakteri- Ada 2 pola patogenesitas bakteri, yaitu (1)

toksisitas tanpa invasi dan (2) invasi tanpa toksisitas. Corynebacterium diphteriae

dan Vibrio cholerae merupakan contoh bakteri yang toksik, tetapi tidak invasive.

Karena patogenesitasnya sepenuhnya tergantung pada produksi toksin. Sebaliknya

pada bakteri yang invasive, bakteri itu sendiri juga harus dibunuh. Kenyataannya,

kebanyakan bakteri mempunyai kedua pola patogenesitas tersebut, bersifat invasive

dibantu toksin local dan factor penyebaran atau enzim perusak jaringan.

Imunitas non-spesifik

Kulit dan membrane mukosa utuh memberikan rintangan mekanis terhadap

invasi bakteri. Keasaman cairan lambung dapat menghancurkan berbagai jenis

bakteri, kecuali beberapa bakteri pathogen tertentu seperti Salmonella typhosa.

Berbagai factor humoral juga dapat membunuh bakteri, sepserti asam lemak tidak

jenuh pada kulit dan lisosim, suatu enzim pada air mata, saliva, dan sekresi hidung,

yang mampu menghancurkan lapisan mukopeptida dinding sel bakteri.

Keseimbangan ekologi mikroba pada permukaan tubuh juga merupakan mekanisme

pertahanan yang penting. Keseimbangan ini dapat tergangguoleh penyakit atau

pengobatan. Misalnya, terjadi pertumbuhan Staphylococcus aureus berlebihan

setelah pemberian antibiotic berspektrum luas.

Setelah masuk ke dalam tubuh, berbagai komponen bakteri dapat memicu

berbagai respon non-spesifik, seperti aktivasi komplemen jalur alternative. Aktivasi

49

Page 51: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

komplemen akan menghasilkan C3a dan C5a, suatu anafilatoksin yang dapat

memicu kontraksi otot polos dan degranulasi sel mast untuk meningkatkan

permeabilitas vascular; opsonisasi bakteri oleh produk C3; dan komplek serangan

membrane (C5b-9) yang mampu melisis dinding sel bakteri tertentu, terutama

bakteri gram negative. Bersama dengan berbagai produk bakteri, lipopolisakarida,

peptidoglikan, polianion, peptide muramil, dan sebagainya, aktivasi komlemen juga

bersifat khemotaktik, menarik, dan mengaktivasi neutrofil, makrofag, dan sel NK.

Pelepasan sitokin oleh makrofag dan sel NK akan mengaktifkan fagositosis. Semua

mekanisme ini dan berbagai mekanisme reaksi inflamasi yang lain dapat

menghambat penyebaran bakteri.

Imunitas spesifik : peran antibody

Selama perjalanan infeksi bakteri, elemen-elemen respon imun spesifik

diaktifkan melalui sel-sel jaringan limfoid. Pada infeksi local terjadi pembesaran

limfonodi regional atau pembesaran limpa bila organisme masuk ke dalam sirkulasi

darah.

Antibodi dapat menetralkan patogenesitas bakteri dengan berbagai cara.

Streptokokus grup A dan beberapa pathogen usus mempunyai reseptor pada epitel

yang dapat diblokade oleh antibody. Komponen-komponen bakteri yang dapat

menghambat fagositosis, seperti protein- M Streptokokkus dan kapsul

pneumokokus, Haemophilus influenzae dan Bacilus anthrax, dapat diinaktifkan

oleh antibody. Antibodi antitoksin dapat menetralkan toksin Corynebacterium

diphtheria, Clostridium tetani, dan Clostridium weichii, dan mencegah efek

kerusakan terpenting yang ditimbulkan bakteri-bakteri ini. Antibodi IgA sekretoris

terhadao lipopolisakarida dan toksin Vibrio cholera akan menghambat perlekatan

toksin pada reseptornya.

Imunitas seluler

Imunitas seluler efektif terhadap bakteri yang mampu hidup dan tumbuh dalam

makrofag hospes, seperti Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium leprae, dan

Legionella. Miroba-mikroba ini dapat mengelakkan mekanisme pembunuhan

fagosit dengan mencegah fusi fagosom dan lisosom, seperti pada mikobakterium

atau dengan menghambat peningkatan aktivitas metabolic pasca fagositosis,

sepserti pada Legionella.

50

Page 52: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

INFEKSI PARASIT

Infeksi parasit protozoa dan cacing lazim diderita anak-anak di negara-negara

tropis serta menimbulkan masalah kesehatan yang cukup penting. Penyakit yang

ditimbulkan oleh investasi parasit sangatlah beraneka ragam, begitupula respon

imun yang efektif terhadap setiap jenis parasit. Pertahanan hospes non-spesifik

relative tidak efektif terhadap parasit. Mekanisme pertahanan terhadap infeksi

parasit memerlukan memerlukan antibody, sel T, dan makrofag yang distimulasi sel

T. Pada umumnya, respon humoral penting terhadap organisme yang menginvasi

aliran darah seperti malaria dan tripanosomiasis, sedangkan imunitas seluler

berperan pada parasit yang menginvasi jaringan, seperti Leismaniasis dan

toksoplasmosis.

Proteksi oleh antibody

Antibodi dihasilkan oleh berbagai tipe infeksi parasit, tetapi pada umumnya

parasit mampu mengembangkan cara-cara untuk mengelakkan penghancuran oleh

antibody. Kadar IgM biasanya meningkat pada tripanosomiasis dan malaria. IgG

pada malaria dan Leismaniasis viseralis, dan IgE pada infestasi cacing. Pada

tripanosomiasis dan malaria, parasit menghindari antibody dengan mengubah

epitop antigenic bentuk-bentuk darah sikliknya. Pada toksoplasmosis, antibody

efektif melawan bentuk dewasa tetapi tidak dapat melenyapkan kista sehingga

jarang ditemui penyakit klinis yang nyata, tetapi infeksi sub klinis relative sering.

Pada skistosomiasis, antibody yang dihasilkan dapat secara efektif memblokade

infeksi kedua, tetapi organisme pada infeksi pertama tetap hidup dalam darah

sampai beberapa tahun karena mampu menghindari pengenalan antibody dengan

menggunakan golongan darah hospes dan histokompatibilitas sebagai kulit luarnya.

Pada infeksi cacing, terutama Trichinellla spiralis, dihasilkan IgE dengan kadar

yang sangat tinggi. IgE dapat membantu memaksa pengeluaran cacing dengan

melepaskan histamine dari sel mast yang diselimuti IgE. Histamin ini akan

meningkatkan peristaltic usus dan menyebabkan eksudasi serum yang mengadung

antibody protektif berkadar tinggi dari semua kelas immunoglobulin.

51

Page 53: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Imunitas seluler

Limfosit T mempunyai peran yang penting pada respon hospes terhadap parasit.

Makrofag yang distimulasi limfokin efektif memfagosit protozoa intraseluler

seperti Trypanosoma cruzi, Lheismania donovani, Toxoplasma gondii, dan

Plasmodium sp, serta cacing seperti cacing filarial dan skistosoma. Sel T sitotoksik

secara langsung dapat menghancurkan sel dan fibroblast jantung yang terinfeksi T.

cruzi. Pada beberapa infeksi, seperti skistosomiasis, system imun tidak dapat secara

sempurna melenyapkan parasit. Sel T bereaksi terhadap antigen yang dilepaskan

secara local oleh cacing atau telurnya, dan mengisolasinya dengan pembentukan

granuloma.

52

Page 54: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

DEMAM

Demam berarti temperatur tubuh di atas normal, dapat disebabkan oleh kelainan di

dalam otak sendiri atau oleh bahan-bahan toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan

temperatur.

A. Patofisiologi Demam

Demam karena efek pirogen

Banyak protein, hasil pemecahan protein, dan beberapa zat tertentu lain, terutama

toksin lipopolisakarida yang dilepaskan oleh bakteri, dapat menyebabkan

peningkatan set point termostat hipotalamus. Zat yang menimbulkan efek seperti ini

disebut zat pirogen.

Mekanisme kerja pirogen dalam menyebabkan demam

Apabila bakteri atau hasil pemecahan bakteri terdapat dalam jaringan atau dalam

darah, keduanya akan di fagositosis oleh leukosit darah, makrofag jaringan, dan

limfosit pembunuh bergranula besar. Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil

pemechan bakteri dan melepaskan zat interleukin-1 kedalam cairan tubuh, yang juga

disebut sebagai pirogen leucosit atau pirogen endogen. Interleukin-1 saat mencapai

hipotalamus lansung menyebabkan demam dengan cara menginduksi pembentukan

prostaglandin terutama prostaglandin E2 atau zat yang mirip zat ini selanjutnya

bekerja pada hipotalamus unutk membangkitkan reaksi demam.

Penjelasan di atas dapat disederhanakan dalam bentuk skema sbb :

Pirogen Endogen (PE)Pirogen Endogen (PE)

Thermostat dinaikkanThermostat dinaikkan

ProstagandinProstagandin

Demam Karena Lesi Otak

Bila seorang ahli bedah otak melakukan operasi didaerah hipotalamus, demam yang

berat hampir selalu terjadi; akan tetapi, jarang, timbul efek yang berlawanan,

Endotoksin, Peradangan, Rangsang piogenik lainEndotoksin, Peradangan, Rangsang piogenik lain

Leukosit PMN, Monosit, MakrofagLeukosit PMN, Monosit, Makrofag

HipotalamusHipotalamus

Demam

53

Page 55: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

sehingga memperlihatkan kemampuan mekanisme hipotalamus untuk pengaturan

temperatu tubuh dan mudahnya kelainan hipotalamus mengubah set-point dari

pengatur temperatur. Keadaan lain yang menyebabkan memanjangnya temperatur

tinggi adalah penekanan hipotalamus oleh tumor otak.

B. Karakteristik Keadaan Demam

Kedinginan

Apabila set-point pusat pengatur hipotalamus berubah tiba-tiba dari tingkat normal

ke tingkat lebih tinggi dari nilai normal sebagai akibat dari penghancuran jaringan,

zat pirogen; atau dehidrasi, temperatur tubuh biasanya membutuhkan waktu beberapa

jam untuk mencapai set-point temperatur yang baru. Karena temperatur darah

sekarang lebih rendah dari dari set-point pengatur temperatur hipotalamus, terjadi

reaksi umum yang menyebabkan kenaikan temperatur tubuh. Pada periode ini orang

menggigil dan merasa kedinginan, walaupun temperatur tubuhnya mungkin telah di

atas nilai normal. Juga, kulit menjadi dingin karena terjadi vasokontriksi, dan orang

tersebut gemetar. Menggigil berlanjut saampai temperatur tubuh mencapai set-point

hipotalamus. Kemudian orang tersebut tidak lagi menggigil tapi sebaliknya merasa

tidak dingin atau panas. Sepanjang factor yang menyebabkan pengontrol temperatur

diatur terus pada nilai yang tinggi, temperatur tubuh diatur lebih kurang dengan cara

normal tetapi pada tingkat set-point temperatur yang tiggi.

Krisis atau Kemerahan

Bila factor yang menyebabkan temperatur tinggi tiba-tiba disingkirkan, set-point

pengatur temperatur hipotalamus tiba-tiba turun ke nilai yang lebih rendah atau

mungkin ke nilai normal. Keadaan ini analaog dengan pemanasan yang berlebihan

pada area preoptik-hipotalamus anterior, yang menyebabkan keringat banyak, dan

kulit tiba-tiba menjadi panas karena vasodilatasi di semua tempat. Perubahan yang

tiba-tiba dari peristiwa ini dalam penyakit demam di kenal sebagai “krisis” atau lebih

tepatnya “kemerahan”.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMUNITAS

DARI INDIVIDU ITU SENDIRI

54

Page 56: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

USIA : faktor usia akan mempengaruhi imunitas seseorang. Pada masa bayi,

sistem imun belum berkembang secara sempurna sedang setelah usia tua, sistem

imun ada yang mengalami degradasi seperti thymus yang menghilang pada usia

dewasa. Hal ini dapat mempengarhi daya imunitas seseorang terhadap agen asing.

JENIS KELAMIN : pengaruhnya terhadap respon imun terkait dengan sistem

hormonal, dimana pada pria sangat berbeda dengan wanita. Al ini dapat

mempengaruhi kerja sistem imun.

GENETIK : keadaan genetik seseorang dapat sangat mempengaruhi sistem

imunnya. Orang dengan penyakit genetik kegagalan sistem imun akan sangat

berbeda tingkat imunitasnya dengan orang yang memiliki sistem imun dalam

keadaan baik.

KEADAAN NUTRISI : imunitas sangat dipengaruhi keadaan gizi seseorang.

Orang dengan gangguan penyakit gizi akan lebih mudah terserang penyakit (daya

imunitasnya rendah) dibanding orang yang tercukupi gizinya. Karena asupan

nutrisi yang baik akan menunjang kerja tubuh dalam keadaan optimal, termasuk

yang berkenaan dengan sistem imun.

IMUNISASI : pemberian vaksin/imunisasi akan membantu memperkuat sistem

imun terhadap penyakit tertentu. Meskipun tidak serta merta dapat bebas dari

penyakit, pemberian imunisasi akan membantu kerja sistem imun bila suatu saat

agen pembawa penyakit tersebut menyerang tubuh. Sehingga tubuh telah sap

menjamu agen asing tersebut.

DARI LINGKUNGAN

PAPARAN AGEN ASING : orang yang terpapar agen asing dalam intensitas

yang tinggi dan jumlah yang besar akan lebih rentan terkena penyakit disbanding

55

Page 57: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

orang yang kurang mendapat paparan. Sehingga sistem imun harus bekerja lebih

keras untuk menghancurkan agen asing.

KEMAMPUAN ANTIGEN MENGHINDARI SISTEM IMUN : antigen memiliki

kemampuan untuk menghindar dari respon imun tubuh, terutama respon awal

nonspesifik.

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, Karnen Garna, 1996. Imunolodi Dasar edisi 6.. Jakarta: FKUI

56

Page 58: Laporan Tutorial I - Kelompok 4

Bellanti, Joseph A, 1993. Imunologi III. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Burmester, GR, Pezzto, A, 2003. Colour Atlas of Immunology. Available in:

Http://server.fk-unram.edu/doc/

Dorland, W. A Newman, 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC

Guyton, Arthur C :Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit (human physoilogy and

mechanisms of disease); alih bahasa, Petrus Andrianto.-ed.3.- Jakarta :EGC, 199

Guyton and hall, 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed.9. Jakarta: EGC

Jawetz dkk. 2005, Mikrobiologi Kedokteran Jld. 1. Jakarta: Salemba Medika

Kresno, SB, 2001. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Labolatorium. Jakarta: FKUI

Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson, 2005. Patofisiologi Jld. 1 Ed. 6. Jakarta: EGC

Wahab, AS, Julia, M, 2002. Sstem Imun, Imunisasi, dan Penyakit Imun. Jakarta: Widya Medika

57