Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

55
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK PEDIATRI “ANAKKU BERAK CAIR DAN LEMAS” KELOMPOK 13 Anton Giri Mahendra G0012022 Nadira As’ad G0012144 Prima Canina G0012164 Mahardika Frityatama G0012124 Reza Satria H.S. G0012178 Rima Aghnia P.S. G0012186 Febimilany Riadloh G0012078 Ika Mar’atul Kumala G0012094 Farrah Putri Amalia G0012026 Atika Iffa Syakira G0012034 Syayma Karimah Maestro Rahmandika G0012218 G0011130 TUTOR: dr. Zulaika Nur Afifah, M.Kes FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

description

lap tutorial ske 3 pediatri

Transcript of Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

Page 1: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 3 BLOK PEDIATRI

“ANAKKU BERAK CAIR DAN LEMAS”

KELOMPOK 13

Anton Giri Mahendra G0012022

Nadira As’ad G0012144

Prima Canina G0012164

Mahardika Frityatama G0012124

Reza Satria H.S. G0012178

Rima Aghnia P.S. G0012186

Febimilany Riadloh G0012078

Ika Mar’atul Kumala G0012094

Farrah Putri Amalia G0012026

Atika Iffa Syakira G0012034

Syayma Karimah

Maestro Rahmandika

G0012218

G0011130

TUTOR: dr. Zulaika Nur Afifah, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

TAHUN 2015

Page 2: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

SKENARIO 3 BLOK PEDIATRI

BAB I

“ANAKKU BERAK CAIR DAN LEMAS”

Pasien laki-laki, usia 1,5 tahun dibawa ibunya ke IGD RS dengan keluhan

mencret sejak kemarin ±4 kali/hari, tinja cair kekuningan, disertai muntah (+)

lebih dari 5x/hari sebanyak ¼ gelas aqua berisi makanan dan minuman. Pasien

tampak lemas, rewel. Pemeriksaan fisik: mata cowong, air mata berkurang,

mukosa mulut kering, turgor kembali lambat, nadi: 110x/menit, pernapasan:

36x/menit, suhu: 37,2°C peraksila. Dokter kemudian memberi infus dan

memberikan pengawasan agar kondisi pasien tidak memburuk.

Page 3: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

BAB II

DISKUSI & STUDI PUSTAKA

JUMP I: Klarifikasi Istilah dan Konsep

1. Mencret/diare: peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih

lunak daripada biasanya dengan frekuensi >3x/hari atau >10

gram/kgBB/24 jam.

2. Tinja cair kekuningan: konsistensi yang lebih cair terjadi karena absorpsi

air meningkat sehingga dikeluarkan dalam bentuk cair. Warna kuning bisa

disebabkan karena virus/bakteri.

3. Muntah: kejadian berurutan yang menyebabkan pengosongan secara cepat

melalui mulut. Disebabkan karena menurunnya diafragma; konstriksi dari

otot perut; reaksi cardia.

4. Mata cowong; mata cekung karena produksi vitreous humor berkurang.

Biasanya terjadi pada anak-anak yang mengalami dehidrasi sedang/berat

atau anak dengan gizi buruk.

5. Air mata berkurang: tanda dehidrasi ringan/sedang.

6. Mukosa mulut kering: tanda dehidrasi pada anak yang terjadi karena

peningkatan napas .

7. Turgor kembali lambat: hasil pemeriksaan elastisitas kulit, dengan tanda

jaringan yang kembali >3 detik.

8. Infus: pemberian terapi melalui intravena, sehingga tanpa absorpsi melalui

GIT dan lebih cepat. Biasanya digunakan sebagai terapi pengganti cairan.

JUMP II: Menetapkan/ mendefinisikan Masalah

1. Mengapa bisa terjadi diare >4x sehari sejak kemarin? Apa sajakah jenis-

jenis diare? Apa penyebabnya? Bagaimana cara penularan, terapi,

manifestasi, komplikasi serta tatalaksananya?

Page 4: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

2. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik dari pasien anak tersebut?

Bagaimana patofsiologi dan hubungannya dengan diare?

3. Apakah ada pengaruh umur dengan keluhan?

4. Apakah hubungan pasien diare dengan muntah? Bagaimana

patofisiologinya? Bagaimana membedakan muntah dengan

refluks/regurgitasi?

5. Mengapa dokter memberikan infus dan apa kandungannya?

6. Apa saja diagnosis banding dari kasus tersebut?

7. Bagaimana klasifikasi, komplikasi, tatalaksana dan pencegahan dehidrasi?

8. Berapakah kebutuhan cairan anak/kgBB?

JUMP III: Analisis Masalah

1. Jenis-jenis diare:

A. Berdasarkan patogenesisnya:

a) Disentri: volume sedikit; biasanya diare berisi tinja, darah,

dan mukus; sering terjadi tenesmus.

b) Diare sekretorik: terjadi karena bahan-bahan yang

menginduksi sekret misalnya toksin kolera. Biasanya berair

dan volumenya banyak, dan keluar terus.

c) Diare osmotik : terjadi karena bahan makanan yang tidak

dapat diabsorpsi dengan baik (misal: Mg, P) atau terjadi

gangguan di usus halus. Diare jenis ini akan berhenti

apabila pasien dipuasakan.

d) Gangguan motilitas usus: terjadi karena infeksi bakteri.

e) Malabsorpsi asam empedu dan lemak : terjadi karena

penyakit saluran bilier dan hati.

f) Defek sistim transport elektrolit dan enterosit

g) Gangguan permeabilitas usus : gangguan morfologis epitel

usus halus

Page 5: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

h) Inflammasi, pada usus halus dan kolon yang kehilangan sel

epitel dan tight junction.

i) Infeksi

- Bakteri (paling sering), dapat bersifat invasif (Shigella,

Salmonella) ataupun non-invasif (E. Coli, Vibrio sp.)

- Virus : rotavirus, adenovirus, Norwalk virus.

- Parasit : protozoa (E. Hystolitica, G. Lamblia,

Balantidium coli)

- Cacing : askaris, trikuris, strongylodeus

- Jamur : kandida

j) Imunodefisiensi

k) Psikologis

B. Berdasarkan Waktunya

a) Akut apabila diare <14 hari dengan konsistensi tinja

lunak/cair tanpa darah, bisa disertai dengan muntah atau

demam.

b) Kronis apabila diare >14 hari dengan berat badan yang

turun atau tidak bertambah.

C. Berdasarkan Tingkatan

Dengan syarat harus memenuhi minimal 2 dari tiap kriterianya.

a) Diare Dengan Dehidrasi Berat

- Mengantuk/tidak sadar/lemas

- Mata cowong

- Turgor kembali lambat

b) Dengan Dehidrasi Ringan/Sedang

- Rewel/gelisah

- Merasa sering haus

- Mata cowong

- Turgor kembali lambat

c) Diare Tanpa Dehidrasi

- Mata cowong atau turgor kembali lambat

Page 6: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

- Tidak rewel

d) Persisten, apabila diare akut namun berlanjut >14 hari.

Manifestasi Diare:

- Diare, kram perut, muntah, demam

- Dehidrasi (isotonik, hipertonik, hipotonik), asidosis

metabolik, hipovolemia)

Cara Penularan Diare:

Melalui 5F (feces, flies, food, fluid, finger)

Faktor Risiko Diare

a) Perilaku

b) Lingkungan

c) Malnutrisi

d) Campak

e) Imunodefisiensi

2. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Fisik

Nadi 110x/menit (borderline, normalnya 70-110 x / menit pada

anak usia 1-3 tahun)

Pada kasus dehidrasi, maka preload berkurang dan sebagai

kompensasinya jantung bekerja lebih cepat untuk

mempertahankan volume sekuncup.

Suhu tubuh pasien 37,2°C bisa diinterpretasikan sebagai suhu

borderline antara normal dan subfebris. Hal ini menyingkirkan

diagnosis banding infeksi bakteri.

RR 36x/menit untuk usia pasien yang 1,5 tahun adalah normal.

Turgor kembali lambat menandakan adanya dehidrasi

ringan/sedang atau berat. Klasifikasi turgor kembali lambat adaah

apabila cubitan pada kulit kembali >2 detik.

Muntah 5x / hari sebanyak ¼ gelas aqua berisi makanan dan

minuman mengindikasikan adanya infeksi pada mukosa lambung

ataupun usus, mengakibatkan anak tidak bisa mencerna makanan

dengan baik

Page 7: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

Pasien lemas, rewel, mata cowong, air mata berkurang, mukosa

mulut kering merupakan tanda-tanda dehidrasi sedang.

3. Klasifikasi Dehidrasi

JUMP IV: menginventarisasi secara sistematis berbagai penjelasan yang

didapatkan pada langkah III

Pasien laki-laki, 1,5th

Gx klinis:- Mencret 1hr yll- Tinja cair kekuningan- Muntah (+) >5x/menit,

V=1/4 gelas aqua isi makanan&minuman

- Lemas- rewel

Px fisik:- Mata cowong- Air mata berkurang- Mukosa mulut kering- Turgor kembali lambat- Nadi 110x/menit- T= 37,2°C- RR 36x/ment

IGD

REHIDRASI

DDx

Diagnosis

Tatalaksana

Komplikasi

Page 8: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

JUMP V: Merumuskan Sasaran Pembelajaran

1. Komplikasi, dan tatalaksana diare.

2. Pengaruh umur dengan keluhan berdasarkan epidemiologinya.

3. Hubungan pasien diare dengan muntah berikut serta patofisiologi muntah

dan perbedaannya dengan refluks/regurgitasi.

4. Alasan dokter memberi infus dan cairan yang digunakan.

5. Tatalaksana, komplikasi, dan pencegahan dehidrasi.

6. Diagnosis banding penyakit pada pasien.

7. Kebutuhan cairan anak/kgBB.

JUMP VI: Mencari LO yang Sudah Ditentukan untuk Pertemuan Berikutnya

JUMP VII: Melakukan Sintesis dan Pengujian Informasi-informasi yang Telah

Terkumpul

DIARE

A. Epidemiologi Diare

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di

negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan

mortalitasnya yang masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh

Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat

kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/

1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun

2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi

411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering

terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di

69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang

(CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah

kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan

tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita

4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %).

Page 9: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

Prevalensi diare klinis adalah 9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%),

tertinggi di Provinsi NAD (18,9%) dan terendah di DI Yogyakarta

(4,2%). Beberapa provinsi mempunyai prevalensi diare klinis >9%

(NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa

Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi

Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua) yang

dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok

umur dengan prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun)

yaitu 16,7%. Sedangkan menurut jenis kelamin prevalensi laki-laki dan

perempuan hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada

perempuan. Prevalensi diare menurut kelompok umur dapat dilihat pada

gambar dibawah ini:

Page 10: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare

merupakan penyebab kematian peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%.

Sedangkan berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab

kematian peringkat ke-3 setelah TB dan Pneumonia. Hal tersebut dapat

dilihat pada tabel di bawah ini:

Page 11: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

Juga didapatkan bahwa penyebab kematian bayi (usia 29 hari-11

bulan) yang terbanyak adalah diare (31,4%) dan pneumonia (23,8%).

Demikian pula penyebab kematian anak balita (usia 12-59 bulan),

terbanyak adalah diare (25,2%) dan pnemonia (15,5%).

Pada SDKI tahun 2007 dibahas mengenai prevalensi dan

pengobatan penyakit pada anak. SDKI mengumpulkan data beberapa

penyakit infeksi utama pada anak umur di bawah lima tahun (balita),

seperti infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), pneumonia, diare, dan

gejala demam.

Dari hasil SDKI 2007 didapatkan 13,7% balita mengalami diare

dalam waktu dua minggu sebelum survei, 3% lebih tinggi dari temuan

SDKI 2002-2003 (11 persen). Prevalensi diare tertinggi adalah pada anak

umur 12-23 bulan, diikuti umur 6-11 bulan dan umur 23-45 bulan seperti

pada Gambar 5. Dengan demikian seperti yang diprediksi, diare banyak

diderita oleh kelompok umur 6-35 bulan karena anak mulai aktif bermain

dan berisiko terkena infeksi.

Prevalensi diare sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki (14,8%)

dibandingkan dengan anak perempuan (12,5%) dan lebih tinggi pada

balita di perdesaan (14,9%) dibandingkan dengan perkotaan (12,0%).

Page 12: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

Bila dihubungkan dengan skenario, umur pasien (1,5 tahun) dan

gender pasien (Laki-laki) sesuai untuk masuk dalam golongan umur dan

gender dengan prevalensi paling banyak terserang diare di Indonesia.

Seperti yang telah disebutkan bahwa rentang umur 6-35 bulan merupakan

waktu dimana anak mulai aktif bermain sehingga risiko tekena infeksi

semakin meningkat.

B. Klasifikasi Diare

Berdasarkan patofisiologi penyebab diare:

a. Diare sekresi

Disebabkan oleh infeksi virus, kuman pathogen, dan apatogen, bahan

kimia yang menimbulkan hiperperistaltik usus, gangguan psikis, gangguan

saraf, hawa dingin, alergi, dan defisiensi imun terutama IgA sekretorik.

b. Diare osmotik

Disebabkan oleh malabsorbsi makanan, kurangnya kalori protein (KKP),

atau BBLR dan bayi baru lahir.

Berdasarkan lamanya diare:

a. Diare akut

Defekasi encer lebih dari 3x sehari dengan/tanpa darah dan/atau lender

dalam tinja, berlangsung mendadak kurang dari 7 hari pada anak yang

sebelumnya sehat.

b. Diare kronis

Diare akut yang berlangsung lebih dari 7 hari

Beberapa macam diare:

a. Diare cair akut

Diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari).

Pengeluaran tinja yang lunak atau cair yang sering dan tanpa darah,

mungkin disertai muntah dan panas. Akibat diare akut adalah dehidrasi,

sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita

diare.

Page 13: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

b. Disentri

Diare yang disertai darah dengan atau tanpa lendir dalam tinjanya.Akibat

disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kerusakan

mukosa usus karena bakteri invasif

c. Diare persisten

Diare yang mula-mula bersifat akut namun berlangsung lebih dari 14 hari.

Episode ini dapat dimulai sebagai diare cair atau disentri. Akibat diare

persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.

d. Diare dengan masalah lain

Anak yang menderita diare (diare akut dan persisten) mungkin juga

disertai dengan penyakit lain seperti demam, gangguan gizi, atau penyakit

lainnya. Tatalaksana penderita diare ini berdasarkan acuan baku diare dan

tergantung juga pada penyakit yang menyertainya.

Page 14: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

Diare Berdasarkan Tingkat Dehidrasi

Page 15: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

Rencana Terapi A untuk Diare Tanpa Dehidrasi

Bawa anak kepada petugas kesehatan kembali apabila kondisi anak tidak

membaik dalam 3 hari atau menderita sebagai berikut :

- BAB cair sering sekali

- Muntah berulang-ulang

- Sangat haus sekali

- Makan atau minum sedikit

- Demam

- Tinja berdarah

Page 16: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

Rencana Terapi B untuk Diare dengan Dehidrasi Ringan/Sedang

Page 17: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

Rencana Terapi C untuk Diare dengan Dehidrasi Berat

Page 18: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

C. Komplikasi Diare secara Umum

- Kehilangan air dan elektrolit yang menyebabkan dehidrasi,

hipokalemia, asidosis metabolik, kejang, alkalosis metabolik

- Gangguan sirkulasi darah, yang paling parah dapat terjadi Syok

hipovolemik

- Gangguan gizi yang mengakibatkan hipoglikemia, malnutrisi

energi protein, ntolerasi laktosa sekunder (akibat kerusakan villi

dan defisiensi enzim lactase)

DEHIDRASI

Dehidrasi adalah suatu kondisi tubuh yang abnormal di mana sel-sel tubuh

kekurangan cairan. Otot, organ, dan jaringan di dalam tubuh terdiri dari 70% air,

dan air juga sangat penting untuk berbagai proses tubuh.

Dehidrasi akan mengakibatkan banyak masalah dan gangguan bagi tubuh,

seperti gangguan dalam pembuangan toksin (racun), pengiriman nutrisi dan

oksigen ke sel-sel tubuh, produksi energi, dan pelumasan sendi. Dehidrasi berat

akan mempengaruhi sistem tubuh, dan juga dapat mempengaruhi keseimbangan

elektrolit. Sementara natrium dan kalium adalah elektrolit yang berperan besar

dalam proses-proses kritis tubuh, seperti untuk kenormalan fungsi otot dan irama

jantung. Dehidrasi berat bisa berkomplikasi serius dan mengancam jiwa, seperti

syok, koma bahkan kematian.

Dehidrasi dikategorikan menjadi tiga: ringan, sedang dan berat. Yang

mana ketiganya dikategorikan berdasarkan jumlah cairan yang hilang di dalam

tubuh. Dehidrasi sedang hingga berat bisa berubah menjadi kondisi darurat yang

mengancam jiwa. Bayi, anak-anak, atlet dan orang yang berusia lanjut sangat

rentan terhadap dehidrasi dan komplikasinya, meskipun dehidrasi dialami semua

kelompok usia.

Page 19: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

Gejala Dehidrasi

Gejala dehidrasi meliputi:

Bibir dan lidah kering

Kulit kering

Sakit kepala ringan

Kurang atau tidak buang air kecil

Haus.

Jika cepat mendapatkan perawatan, dehidrasi sedang hingga berat bisa menjadi

serius dan mengancam jiwa seseorang. Dehidrasi juga bisa merupakan gejala dari

kondisi serius lain yang mendasarinya, seperti diabetes Tipe I atau gagal ginjal.

Segeralah minta bantuan medis jika seseorang mengalami salah satu atau

beberapa gejala berikut ini:

Tingkat kesadaran atau kewaspadaan menurun

Nyeri atau perasaan tidak nyaman pada dada (palpitasi)

Bingung

Pusing

Bayi tidak bisa atau tidak merespon makanan

Sedikit air mata saat menangis, terutama pada bayi

Kelemahan atau kram otot

Mual dan muntah

Tidak buang air kecil, atau air seni berwarna kuning gelap, coklat atau

berwarna teh

Mata cekung

Page 20: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

Ubun-ubun cekung (titik lembut pada kepala bayi)

Bayi terlihat lemah.

Penyebab Dehidrasi

Dehidrasi dapat disebabkan karena kurangnya minum air atau cairan.

Dehidrasi juga bisa merupakan dampak dari suatu kondisi yang menyebabkan

tubuh kehilangan banyak cairan, seperti diare yang berlebihan, luka bakar serius,

demam, dan berada di elevasi (ketinggian tanah) tinggi. Dehidrasi juga merupakan

gejala dari beberapa penyakit, gangguan atau kondisi yang mendasarinya, seperti

defisiensi aldosteron (hormon yang diproduksi kelenjar adrenal), diabetes Tipe I,

dan gagal ginjal.

Minum air sejatinya adalah untuk mengganti cairan yang hilang karena

aktivitas sehari-hari atau karena fungsi normal tubuh, seperti hilangnya

kelembaban karena proses pernapasan, kemih dan berkeringat. Cairan dalam

tubuh bisa hilang karena beberapa kondisi berikut:

Mengonsumsi alkohol dan intoksikasi (keracunan)

Suhu/cuaca yang sangat panas

Olahraga yang menyebabkan keringat banyak keluar, seperti maraton dan sepakbola

Perdarahan

Berada di elevasi tinggi

Tingkat kelembaban rendah.

Dehidrasi juga bisa disebabkan karena suatu kondisi yang menyebabkan

hilangnya banyak cairan karena terlalu sering berkemih, kondisi-kondisi itu antara

lain:

Diabetes

Ketoasidosis diabetik

Page 21: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

Hyperosmolar hyperglycemic nonketotic syndrome (HHNS)

Pengobatan dengan obat diuretik seperti furosemide (Lasix).

Juga banyak kondisi atau gangguan kesehatan yang dapat menyebabkan

dehidrasi karena muntah atau diare. Beberapa kondisi tersebut antara lain:

Infeksi bakteri atau virus pada saluran pencernaan, seperti keracunan

makanan ataugastroenteritis

Gangguan makan (bulimia atau anoreksia)

Gastroesophageal reflux disease (GERD)

Radang usus (termasuk penyakit Crohn dan kolitis ulserativa)

Influenza

Morning sickness selama kehamilan.

Faktor Risiko Dehidrasi

Para ahli kesehatan telah mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang dapat

membuat seseorang rentan terkena dehidrasi. Faktor-faktor risiko tersebut adalah:

Berusia lanjut (lebih dari 65 tahun)

Diabetes

Diare, demam atau muntah

Penyakit, gangguan atau kondisi kesehatan yang membuat pengeluaran

urin menjadi berlebih, seperti diabetes

Penggunaan narkoba

Anak-anak usia enam tahun ke bawah.

Page 22: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

Untuk menurunkan risiko terkena dehidrasi, seseorang harus cukup minum air

atau hidrasi yang baik. Pada umumnya, dehidrasi dapat dicegah dengan minum air

sekitar 8 gelas per hari. Jika Anda memiliki suatu penyakit, gangguan atau kondisi

yang menyebabkan Anda kehilangan banyak cairan, segeralah minta bantuan

medis dan taati perawatannya.

Komplikasi dehidrasi

Komplikasi terkait dehidrasi dapat berbeda-beda dan bersifat progesif, hal ini

tergantung dari penyebab yang mendasarinya. Karena dehidrasi dapat disebabkan

oleh penyakit serius, tidak adanya pengobatan akan mengakibatkan komplikasi

menjadi lebih serius dan menyebabkan kerusakan permanen. Jadi sangat penting

bagi penderita dehidrasi sedang hingga berat untuk mendapatkan bantuan medis.

Setelah penyebab dehidrasi yang mendasarinya sudah ditemukan, taati rencana

pengobatannya demi menurunkan risiko komplikasi potensial seperti di bawah ini:

Kerusakan otak

Aritmia jantung (irama jantung abnormal)

Koma

Ketidakseimbangan elektrolit

Gagal ginjal

Syok

Pengobatan Dehidrasi

Langkah pertama untuk mengatasi dehidrasi adalah dengan mencegahnya.

Untuk orang dewasa, minumlah minimal 8 gelas air setiap hari. Pada sebagian

orang, kebutuhan minum air akan lebih besar, seperti pada atlet atau orang-orang

yang tinggal di dataran tinggi atau di tempat yang bersuhu tinggi dan beriklim

kering. Untuk para atlet, sangat disarankan untk mengonsumsi minuman

elektrolit.

Page 23: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

Ketika dehidrasi sudah berkembang, pengobatan yang tepat akan

memberikan hasil yang baik, sekaligus meminimalisir kemungkinan komplikasi

yang serius. Pengobatan dehidrasi akan tergantung dari penyebab, adanya

penyakit lain, usia dan beberapa faktor lainnya.

Pengobatan dehidrasi ringan

Dehidrasi ringan dapat diatasi dengan minum cairan sedikit-sedikit namun

dengan interval yang pendek (sering). Untuk bayi dan anak-anak yang muntah

atau diare, berikan rehidrasi oral seperti oralit, yang mana oralit juga sangat

dianjurkan ketika terjadi muntah dan diare. Semua minuman yang

mengandung kafein, seperti kopi dan minuman soda harus dihindari. Kafein akan

memperburuk dehidrasi karena menyebabkan peningkatan potensi buang air kecil.

Pengobatan dehidrasi sedang hingga berat

Dehidrasi sedang hingga berat biasanya membutuhkan rawat inap dan

perawatan intensif di rumah sakit. Cairan intravena diberikan berikut penggantian

cairan elektrolit. Elektrolit dan parameter penting lainnya, seperti tanda-tanda vital

harus dipantau secara kontinyu. Untuk kasus  dehidrasi yang komplikasinya

sampai mengancam jiwa seperti gagal ginjal dan syok hipovolemik, maka

diperlukan tindakan-tindakan penunjang kehidupan.

KEBUTUHAN TERAPI CAIRAN

Pedoman Tatalaksana diare akut berdasarkan derajat dehidrasi

Derajat dehidrasi :

% defisit cairan

Rehidrasi Penggantian cairan

Tanpa dehidrasi

(<5 % BB)

Tidak perlu 10 ml/kg tiap diare

2-5 ml/kg tiap muntah

Ringan-sedang

(5%-10% BB)

CRO (cairan rehidrasi oral)

75 ml/kgBB/3 jam

Idem

Berat Cairan intravena : Idem

Page 24: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

(>10% BB) Untuk anak <12 bulan :

30ml/kgBB/1 jam

dilanjutkan dengan

70ml/kgBB/3 jam

Setelah masa rehidrasi selesai, dimulai terapi cairan rumatan/maintenance:

Berat badan (kg) Volume per hari Kecepatan per jam

0-10 100 ml/kg 4 ml/kg/jam

11-20 1.000 ml + 50 ml/kg untuk setiap 1

kg > 10 kg

40 ml/jam + 2 ml/kg/jam x (BB-10)

>20 1.500 ml + 20 ml/kg untuk setiap 1

kg > 20 kg*

60 ml/jam + 1 ml/kg/jam x (BB-20)**

*total cairan maksimal per hari 2.400 ml

**kecepatan pemberian cairan maksimal 100 ml/jam

MUNTAH PADA ANAK

Muntah didefnisikan sebagai keluarnya isi lambung sampai ke mulut

dengan paksa atau dengan kekuatan. Mual dan muntah merupakan gejala yang

umum dari gangguan fungsional saluran cerna, keduanya berfungsi sebagai

perlindungan melawan toksin yang tidak sengaja tertelan. Muntah dapat

merupakan usaha mengeluarkan racun dari saluran cerna atas seperti halnya diare

pada saluran cerna bawah (neurogastrenterologi). Mual adalah suatu respon yang

berasal dari respon penolakan yang dapat ditimbulkan oleh rasa, cahaya, atau

penciuman.

Kemampuan untuk memuntahkan merupakan suatu keuntungan karena

memungkinkan pengeluaran toksin dari lambung. Muntah terjadi bila terdapat

rangsangan pada pusat muntah (Vomiting Centre), suatu pusat kendali di medulla

berdekatan dengan pusat pernapasan atau Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di

Page 25: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

area postrema pada lantai ventrikel keempat Susunan Saraf. Koordinasi pusat

muntah dapat diransang melalui berbagai jaras. Muntah dapat terjadi karena

tekanan psikologis melalui jaras yang korteks serebri dan system limbic menuju

pusat muntah (VC). Pencegahan muntah mungkin dapat melalui mekanisme ini.

Muntah terjadi jika pusat muntah terangsang melalui vestibular atau sistim

vestibuloserebellar dari labirint di dalam telinga. Rangsangan bahan kimia melalui

darah atau cairan otak (LCS) akan terdeteksi oleh CTZ.

Mekanisme ini menjadi target dari banyak obat anti emetik. Nervus vagus

dan visceral merupakan jaras keempat yang dapat menstimulasi muntah melalui

iritasi saluran cerna disertai saluran cerna dan pengosongan lambung yang lambat.

Sekali pusat muntah terangsang maka cascade ini akan berjalan dan akan

menyebabkan timbulnya muntah. Muntah merupakan perilaku yang komplek, di

mana pada manusia muntah terdiri dari 3 aktivitas yang terkait, nausea (mual),

retching dan pengeluaran isi lambung. Ada 2 regio anatomi di medulla yang

mengontrol muntah, 1) chemoreceptor trigger zone (CTZ) dan 2) central vomiting

centre (CVC). CTZ yang terletak di area postrema pada dasar ujung caudal

ventrikel IV di luar blood brain barrier (sawar otak). Reseptor di daerah ini

diaktivasi oleh bahan-bahan proemetik di dalam sirkulasi darah atau di cairan

cerebrospinal (CSF). Eferen dari CTZ dikirim ke CVC selanjutnya terjadi

serangkaian kejadian yang dimulai melalui vagal eferanspanchnic. CVC terletak

di nucleus tractus solitaries dan di sekitar formation retikularis medulla tepat di

bawah CTZ. CTZ mengandung reseptor reseptor untuk bermacam-macam sinyal

neuroaktif yang dapat menyebabkan muntah. Reseptor untuk dopamine titik

tangkap kerja dari apomorphine acethylcholine, vasopressine, enkephalin,

angiotensin, insulin, endhorphine, substance P, dan mediator-mediator yang lain.

Mediator adenosine 3’,5’ cyclic monophosphate (cyclic-AMP) mungkin terlibat

dalam respon eksitasi untuk semua peptida. Stimulator oleh theophyline dapat

menghambat aktivitas proemetik dari bahan neuropeptic tersebut.

Emesis sebagai respons terhadap gastrointestinal iritan misalnya sopper,

radiasi abdomen, dilatasi gastrointestinal adalah sebagai akibat dari signal aferan

Page 26: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

vagal ke central patter generator yang dipicu oleh pelepasan local mediator

inflamasi, dari mukosa yang rusak, dengan pelepasan sekunder neurotransmitters

eksitasi yang paling penting adalah serotonin dari sel entrochromaffin mukosa.

Pada mabuk (motion sickness), signal aferen ke central patter generator berasal

dari organ vestibular, visual cortex, dan cortical centre yang lebih tinggi sebagai

sensory input yang terintegrasi lebih penting daripada aferen dari gastrointestinal .

Rangsangan muntah berasal dari gastrointestinal, vestibule ocular, aferen cortical

yang lebih tinggi, yang menuju CVC dan kemudian dimulai nausea, retching,

ekpulsi isi lambung. Gejala gastrointestinal meliputi peristaltik, salvias, takhipnea,

tachikardia.

MACAM-MACAM CAIRAN INFUS

cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan

ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik)

untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.

Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infus

adalah:

1. Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen

darah)

2. Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen

darah)

3. Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha)

(kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)

4. “Serangan panas” (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi)

5. Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi)

6. Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)

7. Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan

tubuh dan komponen darah)

Page 27: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

Indikasi pemberian obat melalui jalur intravena antara lain:

1. Pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena

langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus

infeksi bakteri dalam peredaran darah (sepsis). Sehingga memberikan

keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat oral. Namun sering

terjadi, meskipun pemberian antibiotika intravena hanya diindikasikan

pada infeksi serius, rumah sakit memberikan antibiotika jenis ini tanpa

melihat derajat infeksi. Antibiotika oral (dimakan biasa melalui mulut)

pada kebanyakan pasien dirawat di RS dengan infeksi bakteri, sama

efektifnya dengan antibiotika intravena, dan lebih menguntungkan dari

segi kemudahan administrasi RS, biaya perawatan, dan lamanya

perawatan.

2. Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika

dimasukkan melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam

sediaan intravena (sebagai obat suntik). Misalnya antibiotika golongan

aminoglikosida yang susunan kimiawinya “polications” dan sangat polar,

sehingga tidak dapat diserap melalui jalur gastrointestinal (di usus hingga

sampai masuk ke dalam darah). Maka harus dimasukkan ke dalam

pembuluh darah langsung.

3. Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat

menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti

ini, perlu dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal

(anus), sublingual (di bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan

intramuskular (disuntikkan di otot).

4. Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak—obat masuk ke

pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.

5. Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan

melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena).

Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai. Misalnya pada

orang yang mengalami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada

Page 28: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

penderita diabetes mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk

pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa

banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu

mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri.

Indikasi Pemasangan Infus melalui Jalur Pembuluh Darah Vena (Peripheral

Venous Cannulation)

1. Pemberian cairan intravena (intravenous fluids).

2. Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam

jumlah terbatas.

3. Pemberian kantong darah dan produk darah.

4. Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu).

5. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya

pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus

intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan

pemberian obat)

6. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko

dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum

pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur

infus.

Kontraindikasi dan Peringatan pada Pemasangan Infus Melalui Jalur Pembuluh

Darah Vena

1. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan

infus.

2. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan

digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada

tindakan hemodialisis (cuci darah).

3. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang

aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).

Page 29: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infus:

1. Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat

pecahnya pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat

penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau “tusukan”

berulang pada pembuluh darah.

2. Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan

pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh

darah.

3. Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi

akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.

4. Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi

akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh

darah.

Komplikasi yang dapat terjadi dalam pemberian cairan melalui infus:

• Rasa perih/sakit

• Reaksi alergi

Jenis Cairan Infus:

1. Cairan hipotonik:

osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih

rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan

osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke

jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke

osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada

keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis)

dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi)

dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah

Page 30: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan

kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada

beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.

1. Cairan Isotonik:

osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari

komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat

pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga

tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan

cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi.

Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam

fisiologis (NaCl 0,9%).

1. Cairan hipertonik:

osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan

elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan

tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak).

Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%,

NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%,

produk darah (darah), dan albumin.

Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya:

1. Kristaloid:

bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume

expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna

pada pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam

fisiologis.

1. Koloid:

Page 31: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari

membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya

hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah

albumin dan steroid.

JENIS-JENIS CAIRAN INFUS

ASERING

Indikasi:

Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut,

demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat,

trauma.

Komposisi:

Setiap liter asering mengandung:

Na 130 mEq

K 4 mEq

Cl 109 mEq

Ca 3 mEq

Asetat (garam) 28 mEq

Keunggulan:

1. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien

yang mengalami gangguan hati

2. Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis

laktat lebih baik dibanding RL pada neonatus

3. Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral

pada anestesi dengan isofluran

Page 32: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

4. Mempunyai efek vasodilator

5. Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml

pada 1000 ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus

sehingga memperkecil risiko memperburuk edema serebral

KA-EN 1B

Indikasi:

1. Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal

pada kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai,

demam)

2. < 24 jam pasca operasi

3. Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan

sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak

4. Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari

100 ml/jam

KA-EN 3A & KA-EN 3B

Indikasi:

1. Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan

elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi

harian, pada keadaan asupan oral terbatas

2. Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)

3. Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A

4. Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B

KA-EN MG3

Indikasi :

Page 33: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

1. Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan

elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi

harian, pada keadaan asupan oral terbatas

2. Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)

3. Mensuplai kalium 20 mEq/L

4. Rumatan untuk kasus dimana suplemen NPC dibutuhkan 400 kcal/L

KA-EN 4A

Indikasi :

1. Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak

2. Tanpa kandungan kalium, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan

berbagai kadar konsentrasi kalium serum normal

3. Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik

Komposisi (per 1000 ml):

Na 30 mEq/L

K 0 mEq/L

Cl 20 mEq/L

Laktat 10 mEq/L

Glukosa 40 gr/L

KA-EN 4B

Indikasi:

1. Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang 3 tahun

2. Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko

hipokalemia

3. Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik

Komposisi:

Page 34: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

1.

o Na 30 mEq/L

o K 8 mEq/L

o Cl 28 mEq/L

o Laktat 10 mEq/L

o Glukosa 37,5 gr/L

Otsu-NS

Indikasi:

1. Untuk resusitasi

2. Kehilangan Na > Cl, misal diare

3. Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum,

insufisiensi adrenokortikal, luka bakar)

Otsu-RL

Indikasi:

1. Resusitasi

2. Suplai ion bikarbonat

3. Asidosis metabolik

MARTOS-10

Indikasi:

1. Suplai air dan karbohidrat secara parenteral pada penderita diabetik

2. Keadaan kritis lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor,

infeksi berat, stres berat dan defisiensi protein

3. Dosis: 0,3 gr/kg BB/jam

4. Mengandung 400 kcal/L

Page 35: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

AMIPAREN

Indikasi:

1. Stres metabolik berat

2. Luka bakar

3. Infeksi berat

4. Kwasiokor

5. Pasca operasi

6. Total Parenteral Nutrition

7. Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit

AMINOVEL-600

Indikasi:

1. Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI

2. Penderita GI yang dipuasakan

3. Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma dan pasca

operasi)

4. Stres metabolik sedang

5. Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)

PAN-AMIN G

Indikasi:

1. Suplai asam amino pada hiponatremia dan stres metabolik ringan

2. Nitrisi dini pasca operasi

3. Tifoid

Page 36: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

BAB III

KESIMPULAN

Kasus pada skenario yaitu pasien laki-laki berusia 1,5 tahun datang dibawa

ibunya ke RS dengan keluhan mencret sejak satu hari yang lalu ±4 kali/hari, tinja

cair kekuningan, disertai muntah (+) lebih dari 5x/hari sebanyak ¼ gelas aqua

berisi makanan dan minuman. Hasil dari anamnesis mengindikasikan pasien

terkena diare dengan penyebab virus, kemungkinan besar karena Rotavirus, dilihat

dari warna diare yang kuning. Diagnosis banding diare karena bakteri

disingkirkan karena tidak timbul febris.

Hasil dari pemeriksaan fisik anak didapatkan mata cowong, air mata

berkurang, mukosa mulut kering, turgor kembali lambat, nadi : 110x/menit,

pernafasan 36x/menit, suhu 37,2°C per aksila. Hal ini menandakan bahwa anak

menderita dehidrasi ringan/sedang.

Maka dapat kami simpulkan bahwa pasien mengalami diare akut karena

virus dengan dehidrasi ringan/sedang. Dan selanjutnya penanganan dokter yang

memberikan infus untuk mencegah perburukan status pasien sudah benar, yang

dianjurkan untuk digunakan adalah cairan infus kristaloid sesuai dengan rencana

pengobatan B diare anak.

Page 37: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

BAB IV

SARAN

Pada skenario 3 blok Pediatri ini anak mengalami diare akut karena virus

dengan dehidrasi ringan/sedang. Maka sesui dengan pedoman WHO dilakukan

tatalaksana rencana terapi B. Hal yang harus diperhatikan adalah mencegah

prognosis buruk dehidrasi, sehingga dilakukan terapi cairan utama dan rumatan,

serta menjaga asupan nutrisi dan higiene, seperti pentingnya mencuci tangan dan

penggunaan air bersih agar penyakit serupa tidak terulang.

Pada diskusi tutorial yang dilaksanakan telah berjalan dengan lancar. Tutor

membimbing anggota kelompok agar aktif dalam menyampaikan pengetahuan

yang telah dipelajari, khusunya tentang gastroenterotitis. Anggota kelompok

semuanya aktif dalam mengemukakan pendapat, sehingga learning objektif pada

skenario 3 blok Pediatri ini bisa tercapai. Selanjutnya mahasiswa diharapkan

untuk proaktif dalam menggali informasi tentang gastroenterotitis dan gangguan

pencernaan lainnya pada anak, di luar dari diskusi tutorial.

Page 38: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

DAFTAR PUSTAKA

Staf Pengajar IKA FK-UI. 2002. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1.

Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak.

Agrawal S (2008). Normal vital signs for children : heart rate, respirations, temperature, and blood pressure. Philadelphia : Complex child e-magazine

Tehuteru ES, Hegar B, Firmansyah A (2001). Pola defekasi pada anak. Sari pediatri. 3 (3) : 129-133

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak (2007). Buku kuliah ilmu kesehatan anak.

Jakarta : Infomedika Jakarta

Depkes RI (2008). Buku bagan manajemen terpadu balita sakit (MTBS). Jakarta

Data dan Informasi Kesehatan: Situasi Diare di Indonesia,

Kementerian Kesehatan RI, 2011.

Mc Carthy PL, The Acutely Child Dalam Brehman RE, Kliegman RM. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke 17. Philadelphia : Saunders

Tierney LM Jr., Saint S, Whooley MA (Eds.) Current Essentials of Medicine (4th ed.). New York: McGraw-Hill, 2011

Dodge JA,1991; Vomiting and regurgitation. In Pediatric gastrointestinal Disease.

Durie,Hamilton, Walker smith, Watkins.Pathophysiology,

Diagnosis,Management. Ed by.Black and Decker inc.p32-41

Fitzgerald JF,Clark JH. 1988. Manual of pediatric gastroenterology. Churchill

livingstones p 25-32.

Murry KF, Christie DL. Vomiting Pediatrics in Review Vol. 19 No. 10 October

1998.

Orensteins SR,1993; Dysphagia and vomiting .In Pediatric Gastroeintestinal

Disease. Pathophysiology, Diagnosis, Management Edited by Willy R,

Hyams JS. WB Saunders Comp. 135-150.

Page 39: Laporan Tutorial Skenario 3 Blok Pediatri Kelompok 13

Sondheimer JM, 2003; Vomiting. In Pediatric Gastrointestinal Disease 3

od.Edited by Walter, Durie, Hamilton, Walkersmith, Watkins. Black and

Decker Inc. p 97-115.

Sondheimer JM,2003; Vomiting In Pediatric Gastrointestinal Disease 3rd od.

Edited by Walter,Durie, Hmilton, Walkersmith, Watkins. Black and

Decker Inc. p 97-115.

Wood JD,Alpers DH, Andrews PL Fundamentals of neurogastroenterology Gut;

Sep1999.

Dehydration. Medline Plus, a service of the National Library of Medicine

National Institutes of Health.

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000982.htm. diakses pada

Maret 2015

Dehydration. PubMed Health, a service of the NLM from the NIH.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001977/. diakses pada

Maret 2015

What is Dehydration? KidsHealth.org.

http://kidshealth.org/teen/safety/first_aid/dehydration.html. diakses pada

Maret 2015

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Buku Bagan Manajemen Balita

Terpadu Sakit (MTBS)

http://fk.uns.ac.id/static/filebagian/Buku_Panduan_Field_Lab_MTBS.pdf

diakses pada Maret 2015