Laporan Simulasi Kasus

download Laporan Simulasi Kasus

of 38

Transcript of Laporan Simulasi Kasus

Laporan Simulasi Kasus

DEMAM TIFOID

Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Mengikuti Ujian Ilmu Farmasi Kedokteran

Oleh : Aditya Reza Pratama Abdurrahmanto Azizah Asmar I1A007009 I1A005051 I1A007038

Pembimbing : dr.Alfi Yasmina, M.Kes, M.Pd.Ked

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS KEDOKTERAN BAGIAN FARMAKOLOGI BANJARBARU 2012

BAB IPENDAHULUAN

Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus.Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam UU No. 6 tahun 1962 tentang wabah.1 Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella enterica serotip tifoid. Penyakit ini banyak terjadi di negara berkembang dengan penduduk yang padat dan sanitasi yang buruk.2 Demam tifoid menyerang penduduk di semua negara.3 Prevalensi di Amerika Latin sekitar 150/100.000 penduduk setiap tahunya, sedangkan prevalensi di Asia jauh lebih banyak yaitu sekitar 900/10.000 penduduk. Penyakit ini juga menjadi penyebab penting kematian di Eropa pada abad 19 pada tempat-tempat dengan kepadatan yang tinggi dan sanitasi yang kurang baik.2 Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15.4 per 1000 penduduk. 1 Sampai saat ini masih dianut trilogi penetalaksanaan demam tifoid, yaitu istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif), dan pemberian antimikroba1. Berdasarkan Guideline WHO untuk demam tifoid, saat ini golongan fluorokuinolon masih menjadi antibiotik pilihan utama dalam terapi demam tifoid.4 Obat ini relatif tidak mahal dan memiliki efektifitas tinggi bahkan dengan waktu pemberian yang pendek dibandingkan dengan antibiotik lini pertamanya seperti kloramfenikol.2,4 Meskipun ditemukan laporan tentang resistensi golongan fluorokuinolon di daerah Asia, di Indonesia yang masuk dalam daerah endemik Tifoid, penggunaan golongan fluorokuinolon masih sensitif.3

1

Kloramfenikol tidak lagi menjadi pilihan utama untuk mengobati penyakit demam tifoid karena telah tersedia obat-obat yang lebih aman seperti siprofloksasin dan seftriakson. Walaupun demikian, pemakaiannya sebagai lini pertama masih dapat dibenarkan bila resistensi belum merupakan masalah.5

Definisi Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus.Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam UU No. 6 tahun 1962 tentang wabah. Di Indonesia, demam tifoid jarang dijumpai secara epidemik, tetapi lebih sering bersifat sporadis, terpencar-pencar di suatu daerah, dan jarang menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Penularan penyakit demam tifoid adalah secara faeco-oral, dan banyak terdapat di masyarakat dengan higiene dan sanitasi yang kurang baik.Di daerah endemik transmisi terjadi melalui air yang tercemar.Makanan yang tercemar oleh carrier merupakan sumber penularan yang paling sering di daerah non endemik. 1

EtiologiEtiologi demam tifoid adalah Salmonella typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B (S. schott-mulleri), S. paratyphi C (S. hidsch feldri). Salmonella termasuk dalam famili Enterobacteriaceae yang memiliki lebih dari 2300 serotipe.Salmonella typhi merupakan salah satu Salmonellae yang termasuk dalam jenis gram negatif, memiliki flagel, tidak berkapsul, tidak bersporulasi, termasuk dalam basil anaerobik fakultatif dalam fermentasi glukosa, mereduksi nitrat menjadi nitrit.1,5

2

Patogenesis Masuknya kuman Salmonella typhi (S. typhi) dan Salmonella paratyphi (S. tparatyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia, kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini, kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik. 1,7 Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan koagulasi. 1

3

Di dalam plak peyeri, makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi selsel mononuclear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. 1 Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan gangguan organ lainnya.1

Manifestasi Klinis Masa tunas demam tifoid berlangsung 10 sampai 14 hari. Gejala-gejala yang timbul bervariasi. Dalam minggu pertama penyakit, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat 1,8,9.

Gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu:9 1. Demam Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten dan suhu tidak seberapa tinggi, selama minggu pertama suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur-angsur turun dan

4

normal kembali pada akhir minggu ketiga . Demam yang terjadi pada anak tidak selalu tipikal seperti pada orang dewasa dapat pula mendadak tinggi dan remiten (3941 oC) serta dapat pula bersifat ireguler terutama pada bayi dan typoid congenital

2.

Gangguan pada saluran pencernaan Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah

(ragaden) lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tangue) ujung dan tepinya kemerahan , jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya di dapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin normal bahkan dapat terjadi diare.

3.

Gangguan kesadaran Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu

apatis sampai somnolen. Jarang terjadi stupor , koma atau gelisah. Disamping gejalagejala yang biasa ditemukan tersebut, mungkin pula ditemukan gejala lain pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan dalam minggu pertama demam kadang-kadang ditemukan bradikardia pada anak beser dan mungkin pula ditemukan epistaksis. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas, berupa demam, bradikardia relatif, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi, dan ujung merah dan 5

tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis, roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.1

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk mendiagnosa demam tifoid adalah:1,9 1. Pemeriksan yang menyokong diagnosis y Pemeriksaan darah tepi Terdapat gambar leukopenia, limpositosis relative dan aneosinofolia pada permulaan sakit.Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan. Pemeriksaan darah tepi ini sederhana akan tetapi berguna untuk membantu diagnosis yang cepat. y Pemeriksaan sumsum tulang. Dapat digunakan untuk menyokong diagnosis. Pemeriksaan ini tidak termasuk pemeriksaan rutin yang sederhana. Terdapat gambar sumsum tulang berupa hiperaktif RES dengan adanya sel makrofag, sedangkan sistem eritropoesis, granulopoesis dan trombopoesis berkurang.

2. Pemeriksaan laboratorium untuk membuat diagnosis. Biakan empedu untuk menemukan Salmonella Typhosa dan pemeriksaan widal ialah pemeriksaan yang dapat dipakai untuk membuat diagnosis tifus

6

abdominalis yang pasti.Kedua pemeriksaan itu perlu dilakukan pada waktu masuk dan setiap minggunya. y Biakan empedu Basil Salmonella Typhosa dapat ditemukan dalam darah penderita biasanya pada minggu pertama sakit . Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urine dan feses dan mungkin akan tetap positif untuk waktu lama. Oleh karena itu pemeriksan yang positif dari contoh darah digunakan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan pemeriksaan negative dari contoh darah digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah benar-benar sembuh dan tidak jadi pembawa kuman (karier). y Pemeriksaan widal Dasar pemeriksaan ini adalah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum penderita dicampur dengan suspensi antigen Salmonella typhosa. Pemeriksaan yang positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi . Dengan jalan mengencerkan serum, maka kadar zat anti dapat ditentukan, yaitu pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan reaksi aglutinasi. Untuk membuat diagnosis yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progresif digunakan untuk membuat diagnosis.Titer tersebut mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan penderita.Titer terhadap antigen H tidak diperlukan untuk diagnosis, karena dapat tetap tinggi setelah mendapat imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh.Tidak selalu pemeriksaan widal positif walaupun

7

penderita sungguh-sungguh menderita.Demam tifoid sebagaimana terbukti pada otopsi setelah penderita meninggal dunia.

Diagnosis Diagnosis demam tifoid ditegakkan atas dasar klinis, yaitu anamnesa dan pemeriksaan fisik. Klinis didapatkan adanya demam, lidah tifoid, meteorismus, dan hepatomegali serta roseola.1,9 Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam tifoid.Biakan tinja positif menyokong diagnosis klinis demam tifoid.Peningkatan titer uji Widal empat kali lipat selama 2-3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Reaksi Widal tunggal dengan titer antibodi O = 1/320 atau titer antibodi H = 1/640 menyokong diagnosis demam tifoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas. Pada beberapa pasien, uji Widal tetap negatif pada pemeriksaan ulang, walaupun biakan darah positif.1,9

Komplikasi Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam 1: 1. Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perforasi, peritonitis dan ileus paralitik. 2. Komplikasi ekstraintestinal : miokarditis, DIC, bronkhitis, bronkopneumonia, empiema, hepatitis, kolesistisis, glomerulonefritis, pielonefritis, osteomielitis, meningitis, ensefalopatia, sindroma Guillain Barre, psikosis, dan sindroma katatonia. 8

Penatalaksanaan Di daerah endemik, lebih dari 60-90 persen kasus demam tifoid dapat dirawat di rumah dengan antibiotik dan istirahat. Untuk pasien yang dirawat di rumah sakit, tatalaksana berupa antibiotik yang efektif, perawatan yang baik, nutrisi yang adekuat, perhatian terhadap cairan dan keseimbangan elektrolit, serta deteksi dini serta managemen yang tepat terhadap komplikasi.2 Selain itu, terapi suportif seperti antipiretik juga digunakan.4 y Pemilihan Terapi Antibiotik Dalam memilih antibiotik untuk digunakan sebagai lini pertama di negara berkembang, kriteria yang perlu dipertimbangkan adalah efektifitas, ketersediaan, dan harga.4 Berdasarkan guideline WHO 2003, golongan fluorokuinolon menjadi pilihan utama sebagai antibiotik yang optimal pada penderita demam tifoid dewasa. Antibiotik ini menjadi pilihan karena harganya yang relatif tidak mahal, ditoleransi baik, lebih cepat, dan lebih efektif dibandingkan antibiotik lini pertama seperti kloramfenikol, ampisilin, amoksisilin, dan trimetoprimsulfametoxazole.4 Golongan fluorokuinolon bekerja dengan menembus jaringan, membunuh S. Typhi dalam fase intraseluler di monosit/makrofag. Golongan ini juga memiliki kadar obat yang lebih tinggi di dalam kantung empedu

9

dibandingkan obat lainnya. Obat ini menghasilkan respon terapi yang cepat, yang ditandai dengan hilangnya demam dan gejala lainnya dalam 3-5 hari, dan sangat rendah angka terjadinya karier pasca terapi.4 Banyak bukti kuat bahwa fluorokuinolon adalah obat yang paling efektif sebagai terapi demam tifoid. Pada sebuah penelitian RCT, obat ini terbukti aman pada semua umur dan efektif dengan cepat bahkan dengan terapi yang singkat (3-7 hari). Rata-rata demam hilang kurang dari 4 hari, dan angka kesembuhan lebih dari 96 persen.2 Sefalosporin generasi ketiga (seftriaxon, cefixime, cefotaxime, dan cefoperazone) dan azitromisin juga merupakan obat yang efektif untuk demam tifoid. Dalam penelitian RCT seftriakson, dan sefiksim, demam hilang rata-rata satu minggu dan angka kegagalan terapi 5-10 persen. Angka kekambuhan 3-6 persen dan angka Angka kesembuhan 95 persen dengan masa terapi 5-7 hari pada pemberian azitromisin. Demam teratasi dalam 4-6 hari, dan angka kekambuhan kurang dari 3 persen.2 Kloramfenikol memiliki risiko agranulositosis 1 per 10.000 pasien, dam masih diresepkan di berbagai negara berkembang untuk terapi demam tifoid.Strain S. Thypidari berbagai daerah di dunia seperti kebanyakan negara di Afrika dan Asia, masih sensitif terhadap obat ini dan tersedia di banyak tempat pelayanan kesehatan primer di berbagai negara berkembang untuk terapi pneumonia.4

10

Kerugian dari pengunaan kloramfenikol berupa angka relaps yang relatif tinggi (5-7 %), masa terapi yang lama (14 hari) dan sering berkembang menjadi status karier pada orang dewasa. 4 Kloramfenikol, amoksisilin, trimetoprim-sulfametoksazol, masih

menjadi terapi demam tifoid di beberapa daerah di dunia dimana bakteri masih sensitif terhadap obat tersebut dan fluorokuinolon tidak tersedia. Obat ini relatif tidak mahal, tersedia di mana saja, dan jarang memberikan efek samping. Gejala biasanya mulai menghilang pada 5-7 hari, akan tetapi

dibutuhkan 2-3 minggu masa terapi. Kadang-kadang seorang penderita dewasa membutuhkan 250 kapsul kloramfenikol selama masa terapi.2 y Resistensi Antibiotik Pada tahun 1948, kloramfenikol menjadi standar antibiotik untuk terapi tifoid. Meskipun resistensi mulai muncul pada dua tahub setelah obat itu diperkenalkan, tetapi resistensi kloramfenikol terhadap demam tifoid menjadi masalah besar pada tahun 1972. Hal ini terjadi di Mexico, India, Vietnam, Thailand, Korea, dan Peru. Strain serotip S. Enterica kemudian juga mengalami resistensi terhadap sulfonamid, tetrasiklin, dan streptomisin tetapi masih efektif dengan amoksisilin dan sulfametoksazol.2 Pada akhir tahun 1980-1990, resistensi S. Entericaberkembang

menjadi simultan terhadap semua obat lini pertama (kloramfenikol, trimetoprim,sulfametoksazol, dan ampisilin). Hal ini terjadi di India, Pakistan,

11

Bangladesh, Vietnam, Timur Tengah, dan Africa. Resistensi multi obat masih umum terjadi di beberapa daerah di Asia, meskipun beberapa area masih sensitif penuh terhadap semua antibiotik lini pertama.2 Ada beberapa laporan walaupun sifatnya sporadis bahwa terjadi resistensi kadar tinggi terhadap seftriakson (minimal inhibitory concentration, MIC) pada serotip S.enterica paratipi A.2 Munculnya strain yang mengalami MDR mengurangi pilihan antibiotik di beberapa daerah. Ada dua kategori resistensi obat, resistensi terhadap antibiotik sperti kloramfenikol, ampisilin, dan trimetoprimsulfametoksazol (strain MDR) dan resistensi terhadap golongan

fluorokunolon. Resistensi terhadap fluorokuinolon dapat terjadi total atau parsial.Terjadi resistensi multi obat yang signifikan dari daerah India dan beberapa daerah Asia (tidak di Indonesia). S. Thypidilaporkan menjadi masalah di Kenya.4 Strain serotip S.entericadengan pengurangan sensitifitas terhadap fluorokuinolon menjadi masalah utama di Asia. Hal ini terjadi di Tajikistan pada 1997 dengan 8000 kasus selama 6 bulan dan menyebabkan 150 kematian. Meskipun fluorokuinolon dilaporkan masih sensitif, ujicoba dengan disk, organisme ini resisten terhadap asam naliksid dan MIC fluorokuinolon untuk strain ini sebanyak 10 kali. Resistensi ini banyak diperantarai oleh terjadinya mutasi.2

12

y

Dosis Antibiotik Dosis pemberian antibiotik dalam tatalaksana demam tifoid

berdasarkan Guideline WHO 2003 dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.4

Tabel 1.1 Dosis Antibiotik untuk Demam Tifoid tanpa Komplikasi

Tabel 1.2 Dosis Antibiotik untuk Demam Tifoid yang Berat Dalam literatur lain seperti ditetapkan oleh Pemerintahan Alberta 2011 menggunakan 3 pilihan antibiotik utama yaitu siprofloksasin selama 10 hari, seftriakson/sefotaksim selama 14 hari, atau azitromisin (oral lini kedua).10 y Antipiretik-Analgetik Obat-obat antiradang, analgesik, dan antipiretik merupakan suatu kelompok senyawa yang heterogen, yang sering, tidak berkaitan secara kimiawi, namun mempunyai kerja terapeutik yang sama. Prototipnya adalah 13

aspirin; oleh karena itu, senyawa-senyawa ini sering disebut obat miripaspirin; dan juga sering disebut obat antiradang nonsteroid atau NSAID (non steroid anti inflammatory drugs). 11 NSAID biasanya digolongkan sebagai analgesik ringan, tetapi penggolongan ini tidak seluruhnya benar. Bradikinin yang dilepaskan dari kininogen plasma, dan sitokinin, seperti TNF , il-1, dan IL-8, tampak sangat penting dalam menimbulkan nyeri radang. Zat ini melepaskan prostaglandin dan mungkin mediator lain yang meningkatkan hiperalgesia. Neuropeptida, seperti zat P dan peptida yang terkait gen kalsitononin, juga mungkin terlibat dalam menimbulkan nyeri. Pada umunnya, NSAID tidak mempengaruhi hiperalgesia atau nyeri yang disebabkan oleh kerja langsung prostaglandin, sesuai dengan konsep bahwa efek analgesik obat ini disebabkan oleh penghambatan sintesis prostaglandin.11 Demam dapat disebabkan oleh infeksi atau salah satu akibat kerusakan jaringan, peradangan, penolakan pencangkokan, tumor ganas, atau keadaan penyakit lain. Gambaran umum keadaan ini adalah peningkatan pembentukan sitokin seperti IL-1 , IL-6, interferon alfa dan beta, TNF- . Sitokin ini meningkatkan sintesis PGE2 pada organ sirkumventrikular di dalam dan di dekat daerah hipotalamus praoptik, dan PGE2melalui peningkatan AMP siklik, memicu hipotalamus untuk menaikkan pembentukan panas dan mengurangi hilangnya panas. NSAID menekan respon ini dengan cara menghambat sintesis PGE2.11 14

Untuk memilih antipiretik-analgesik tidak banyak masalah karena obat yang tersedia tidak banyak. Hal berikut dapat dijadikan patokan penggunaan praktis. Pertama harus dimengerti bahwa belum ada AINS yang ideal. Tidak semua AINS yang tersedia di pasar perlu digunakan. Pilih 4 AINS, pilih salah satu yang sesuai dengan kondisi pasien. Pada kasus demam tifoid ini, penulis memilih aspirin, parasetamol, dan ibuprofen.6 Senyawa salisilat biasanya menurunkan suhu tubuh yang tinggi dengan cepat dan efektif. Namun, dosis sedang yang menghasilkan efek ini juga meningkatkan konsumsi oksigen dan laju metabolik. Pada dosis toksik, senyawa ini mempunyai efek piretik yang mengakibatkan berkeringat; hal ini meningkatkan dehidrasi yang terjadi pada intoksikasi salisilat. Tipe nyeri yang biasanya diredakan oleh salisilat adalah nyeri yang intensitasnya rendah yang berasal dari struktur integumen dan bukan dari viscera, terutama sakit kepala, mialgia, dan atralgia. Untuk tujuan ini, salisilat diberikan dengan dosis dan cara yang sama seperti untuk antipiretik. Dosis antipiretik salisilat dewasa adaah 325 sampai 650 mg secara oral setiap 4 jam; untuk anak-anak, 5075mg/kgBB/hari dibagi dalam empat sampai enam dosis, dosis total sehari tidak melebihi 3,6 gram. Rute pemeberian hampir selalu oral; pemberian parenteral jarang diperlukan.11 Intoksikasi salisilatkronis yang ringan disebut salisilisme. Jika telah berkembang penuh, sindrom meliputi sakit kepala, pusing, telinga bedenging, kesulitan pendengaran, penglihatan buram, kebingungan mental, kelesuan, 15

mengantuk, berkeringat, haus, hiperventilasi, mual, muntah, dan kadangkadang diare.11 Asetaminofen merupakan pengganti aspirin yang cocok untuk penggunaan analgesik atau antipiretik; obat ini sangat bermanfaat bagi pasien yang dikontraindikasikan menggunakan aspirin (misalnya pasien ulkus lambung) atau jika perpanjangan waktu perdarahan akibat aspirin akan merugikan. Dosis oral asetaminofen yang biasa sebesar 325-1000 mg (secara rektal 650 mg); dosis total harian tidak boleh melebihi 4000 m.11 Pada dosis terapeutik yang dianjurkan, asetaminofen biasanya ditolerir dengan baik. Kadang-kadang terjadi ruam kulit dan reaksi alergi lain. Ruam tersebut biasanya berupa eritema atau urtikaria, tetapi kadang-kadang lebih parah dan mungkin disertai demam obat dan lesi mukosa. Pada beberapa kasus tertentu, penggunaan asetaminofen menyebabkan neutropenia,

trombositopenia, dan pansitopenia.11 Ibuprofen tersedia berupa tablet yang mengandung 200-800 mg; hanya tablet 200 mg dapat diperoleh tanpa resep. Untuk nyeri ringan sampai sedang, dosis lazimnya 400 mg setiap 4-6 jam sesuai keperluan.11 Ibuprofen telah digunakan pada pasien dengan riwayat intoleransi saluran cerna terhadap NSAID lain. Efek samping saluran cerna dialami oleh 5 % - 15 % pasien yang menggunakan ibuprofen; nyeri epigastrik, mual, nyeri ulu hati, dan rasa penuh di saluran cerna merupakan gangguan yang umum.

16

Namun, insidensi efek samping ibuprofen ini lebih sedikit daripada dengan aspirin atau indometasin.11 y Antiemetik Muntah dan sensasi mual yang menyertainya umunya diduga merupakan refleks protektif yang berfungsi untuk mengeluarkan bahan toksik dari lambung dan usus, dan mencegah proses pencernaannya lebih lanjut. Proses yang muncul dikoordinasi oleh pusat muntah sentral di formasi retikulum lateral pada batang otak tengah yang berdekatan dengan CTZ (chemoreceptor trigger zone) di daerah postrema (area postrema, AP) di dasar ventrikel keempat dan nucleustractus solitarius (NTS) saraf vagus. CTZ memiliki banyak reseptor serotonin (5-HT3), dopamin (D2), dan opioid, sedangkan NTS kaya akan reseptor enfekalin, histamin, dan kolinergik dan juga mengandung reseptor 5-HT3.11 Pada obat antagonis reseptor-dopamin, obat ini bekerja dengan mengantagonis efek dopamin, pada neuron motor mienterik, antagonis reseptor dopamin dianggap sebagai senyawa prokinetik yang menjanjikan. Keuntungan tambahan dari strategi ini dalam pengobatan gangguan gastrointestinal adalah peredaan emesis oleh antagonisme reseptor dopamin pada zona pemicu kemoresptor. Contoh senyawa ini meliputi metoklopramid dan domperidon.11

17

Metoklopramid tersedia dalam bentuk sediaan oral (tablet dan larutan) dan sebagai sediaan parenteral untuk penggunaan intravena atau

intramuskular. Rentang dosis lazim untuk penggunaan oral adalah 10-20 mg 3 kali sehari, 30 menit sebelum makan. Efek samping utama walaupun jarang dari metoklopramid dapat serius dan meliputi efek ekstrapiramidal seperti efek samping yang ditunjukkan pada penggunaan senyawa fenotiazin.11 Domperidon merupakan antagonis D2 lainnya dengan efek antimual dan prokinetik. Keuntungan utamanya dibandingkan metoklopramid adalah efek samping terhadap SSP yang lebih kecil karena penetrasinya yang buruk ke dalam otak.11 Untuk golongan antagonis reseptor 5-HT3, ondansentron adalah prototip golongan ini. Konsentrasi reseptor 5-HT3tertinggi di SSP ditemukan di NTS dan CTZ, dan antagonis reseptor 5-HT3juga dapat menekan mual dan muntah dengan bekerja pada tempat-tempat ini. Senyawa-senyawa ini tersedia dalam bentuk tablet, oral, dan sediaan IV. Untuk pasien kemoterapi kanker, obat dapat diberikan dalam dosis IV tunggal yang diberikan sebagai infus selama 15 menit, dimulai 30 menit sebelum kemoterapi, atau terbagi dalam dua hingga tiga dosis, dengan dosis pertama biasanya diberikan 30 menit sebelum kemoterapi dan dosis selanjutnya diberikan dalam interval yang bervariasi setelah kemoterapi.11

18

Obat-obat ini umunya ditoleransi dengan sangat baik. Efek merugikan yang paling sering terjadi adalah konstipasi atau diare, sakit kepala, serta pusing dan sedikit hilang kesadaran. Sebagai satu golongan, obat-obat ini terbukti secara eksperimen menyebabkan sedikit perubahan

elektrokardiografi, tetapi efek ini dianggap tidak bermakna secara klinis dalam kebanyakan kasus.11 Antagonis reseptor H1 histamin terutama bermanfaaat untuk mabuk perjalanan dan muntah pasca operasi. Senyawa ini bekeja pada aferen vestibula dan batang otak. Siklizin, hidroksizin, prometazin, dan

difenhidramin adalah contoh senyawa golongan ini. Efek samping yang peling sering menyertai antagonis H1generasi pertama, yang bukan sifat antagonis H1 genereasi kedua adalah sedasi. Reaksi merugikan lain yang berkaitan dengan kerja sentral meliputi pusing, tinitus, lesu, gerakan tak terkoordinasi, lelah, penglihatan kabur, diplopia, euforia, gelisah, insomnia, dan tremor. Efek samping yang juga sering dijumpai terkait pencernaan adalah nafsu makan hilang, mual, muntah, keluhan epigastrik, dan konstipasi atau diare.11 Walaupun skopolamin pada pemberian oral, parenteral, atau

transermal, merupakan obat paling efektif untuk profilaksis dan pengobatan mabuk perjalanan, beberapa antagonis H1 bermanfaat untuk banyak kondisi yang lebih ringan dan menguntungkan karena efek sampingnya lebih sedikit. Termasuk disini adalah dimenhidrinat dan golongan piperazin. Prometazin 19

yang merupakan suatu fenotiazin lebih kuat dan lebih efektif dan sifat antiemetiknya bermanfaat untuk mengurangi muntah, tetapi kerja sedatifnya yang kuat biasanya tidak menguntungkan. Bila mungkin, obat-obat ini harus diberikan sekitar satu jam sebelum perjalanan. Pemberian obat setelah timbulnya rasa mual dan muntah jarang bermanfaat.11

Prognosis Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonella, serta cepat dan tepatnya pengobatan.Prognosis kurang baik bila terjadi gejala klinis yang berat seperti hiperpireksia atau febris kontinyu, penurunan kesadaran, dan komplikasi berat seperti dehidrasi, asidosis, perforasi usus dan gizi buruk. .Angka kematian pada anak-anak 2,6 % dan pada orang dewasa 7,4 %, rata-rata 5,7 %.1,9

20

BAB II SIMULASI KASUS

A.

Kasus Tn. Ricky, 27 tahun, pekerjaan penyiarradio swasta, alamat Jalan S. Parman

12 Banjarmasin, datang ke klinik njam 10.00 pagi dengan keluhan demam. Demam sudah 4 hari, naik turun tidak menentu, dan kalau demam tidak sampai menggigil. Demam lebih sering muncul sore sampai malam, paginya sudah turun lagi panasnya. Tadinya demam dianggap pasien hanya karena mau flu saja, teryata sudah minum obat panas dan obat flu, tetap sajademam, malah flunya tidak muncul-muncul. Makan jadi tidak berselera dan perut terasa mual. Pasien berlangganan katering makan dengan ibu kos. Bekerja juga jadi tidak bisa, karena kepala pusing dan berdenyutdenyut mendengar bunyi-bunyian yang keras, padahal segmen yang dibawakannya di radio berkisar pada musik rock dan disko. Tanda Vital : TD : 130/80 mmHg N : 90 kali/menit

RR : 24 kali/menit T : 370C

Pemeriksaan Fisik Kepala, thorax, abdomen, ekstremitas RL test 21 : Dalam batas normal : (+)

Widal test

: Titer Typhi O (+) pada 1/160 Titer parathypi A dan B (+) pada 1/160

Diagnosis

: Demam Tifoid

B.

Tujuan Pengobatan

Tujuan pengobatan demam tifoid adalah : 1. Pengobatan kausatif berupa antibiotik, dengan tujuan menghentikan dan

mencegah penyebaran kuman. 2. Pengobatan simptomatik untuk meringankan gejala yaitu obat golongan

antipiretik untuk mengatasi keluhan demam. Tabel 1. Daftar Kelompok Obat Beserta Jenisnya untuk Kasus Tersebut No 1 Kelompok Obat Antibiotik Nama Obat Golongan fluorokuinolon (siprofloksasin, ofloksasin, pleroksasin, perfloksasin) Kloramfenikol Golongan Penisilin (Amoxicilin,Ampisilin) Golongan Sepalosporin enerasi ketiga (Ceftriaxone,Cefixime) Trimetoprim-sulfametoxazole Azitromisin 2 Antipiretik-analgetik Parasetamol Ibuprofen Aspirin

22

3

Antiemetik

Antagonis reseptor dopamin kerja sentral (fenotiazin, Metoklopramid,Domperidon) Antagonis reseptor 5-HT3(Ondansentron) Antihistamin H1(difenhidramin)

B.1. Perbandingan Kelompok Obat/Jenis Obat Tersebut Menurut Khasiat, Keamanan dan Kecocokan Tabel B.1.1. Antibiotik Jenis Obat Khasiat (efek) Efek Samping Obat Kecocokan (Kontra Indikasi BSO) Gol. Fluorokuinolon (siprofloksasin, ofloksasin, pleroksasin, perfloksasin) Gol. Penisilin Antibiotik Antibiotik Saluran muntah, dispepsia Sistem saraf pusat cerna: mual, Anak sampai dan 18

sindroma tahun hamil.

wanita

: Penggunaan kombinasi teofilin dengan

kejang, delirium Hepatotoksisitas Reaksi alergi,

syok Hipersensitivitas reaksi terhadap gol.penisilin

(amoksisilin, Ampisilin) Kloramfenikol Antibiotik

analfilaktik, toksik, iritasi lokal.

Depresi sumsung tulang. Alergi terhadap obat Reaksi berupa glositis, saluran mual cerna tersebut, ibu hamil, muntah, riwayat dan sumsum supresi tulang,

diare,

enterokolitis.

Sindrom riwayat porfiria.

23

Gray. Azitromisin Antibiotik Mual, muntah, diare, Hipersensivitas

nyeri perut, angioedema terhadap azitromisin, tetapi jarang terjadi. eritromisin, makrolida dan lain.

Ikterik kolestasis dan disfungsi hati yang berhubungan dengan penggunaan azitromisin. Trimetoprimsulfametoxazol Antibiotik Anemia megaloblastik, Hipersensitivitas dan terhadap

leukopenia,

granulositopenia. Alergi trimetoprimdan kadang toksisitasKadang- sulfametoxazol, mual, muntah, trombositopenia

demam obat, vaskulitis, karena induksi obat kerusakan ginjal, tersebut, anemia

gangguan susunan SSP.

megaloblastik karena defisiensi asam folat, ibu hamil dan

menyusui, bayi < 2 bulan, kerusakan

hati, dan insufisiensi renal. Gol.Sefalosporin Antibiotik generasi ketiga Alergi berupa reaksi Hipersensitivitas dengan demam, gol.sefalosporin dan di kulit, pada neonatus.

hipersensitivitas, anafilaksis, kemerahan

(seftriaxone, cefixim)

24

nefritis, granulositopenia, dan anemia hemolitik. Toksisitas berupa iritasi lokal, trombofeblitis, dan hipoprotombinemia. Tabel B.1.2. Antipiretik-Analgetik Jenis Obat Khasiat (Efek) Efek Samping Obat Kecocokan (Kontra Indikasi BSO) Parasetamol Antipiretik Analgetik Alergi Jarang terjadi . Hipersensitivitas

Manifestasi berupa eritem, terhadap NSAID. urtikaria, dan gejala yg Alkoholik kronis. lebih berat berupa demam dan lesi pada akut mukosa. berupa

Toksisitas

nekrosis hati, lebih lanjut menyebabkan ensefalopati, koma, dan

kematian. Anoreksia, mual, muntah. Ibuprofen Antipiretik Analgetik Gangguan saluran cerna, eritema kulit, sakit kepala, trombositopeni, ambliopia, toksik yang reversibel Tidak boleh diberikan bersamasama warfarin, mengurangi efek furosemid, tiazid, beda blocker, prazosin dan kaptopril. Obat ini

25

Jenis Obat

Khasiat (Efek)

Efek Samping Obat

Kecocokan (Kontra Indikasi BSO) juga tidak dianjurkan pada ibu hamil dan menyusui.

Aspirin

Antipiretik Analgetik Antitrombotik

Ulkus lambung, sakit kepala, pusing, telinga bedenging, kesulitan pendengaran, penglihatan buram, kebingungan mental, kelesuan, mengantuk, berkeringat, haus, hiperventilasi, mual, muntah, dan kadang-kadang diare

Ulkus lambung, hemofilia, status hemoragik, dan hipersensitifitas terhadap aspirin atau NSAID.

Tabel B.1.3. Antiemetik Jenis Obat Khasiat (Efek) Efek Samping Obat Kecocokan (Kontra Indikasi BSO) Antagonis Reseptor Dopamin Antiemetik Efek eskstrapiramidal, Hipersensitifitas,

Distonia, diskinesia tardif, perforasi, Galaktorea, feokromasitoma,

Meteglobinemia pada bayi Perdarahan prematur cukup dan bulan neonatus gastrointestinal, yang obstruksi epilepsi. Penggunaan lain dengan obat efek mekanik,

menerima metoklopramid.

26

Jenis Obat

Khasiat (Efek)

Efek Samping Obat

Kecocokan (Kontra Indikasi BSO) samping sindroma

ekstra piramidal. Konstipasi, sakit kepala, Hipersensitivitas. flushing, mengantuk, Ibu hamil dan

gangguan saluran cerna.

menyusui. Penyakit hati.

Antihistamin Antiemetik, H-1 antialergi, sedatif.

sedasi . Efek samping yang juga sering dijumpai terkait pencernaan adalah nafsu makan hilang, mual, muntah, keluhan epigastrik, dan konstipasi atau diare. Reaksi merugikan lain yang berkaitan dengan kerja sentral meliputi pusing, tinitus, lesu, gerakan tak terkoordinasi, lelah, penglihatan kabur, diplopia, euforia, gelisah, insomnia, dan tremor

Neonatus dan bayi prematur. Ibu menyusui dan hipersensitifitas terhadap antihistamin.

Antagonis Reseptor HT3

Antiemetik

konstipasi atau diare, sakit Hipersensitifitas. kepala, serta pusing dan Kehamilan dan sedikit hilang kesadaran

menyusui. Penyakit hati.

27

B.2. Pilihan Obat dan Alternatif yang Digunakan Tabel B.2.1. Antibiotik Uraian Nama Obat BSO (Generik, Obat Pilihan Siprofloksasin paten, Tablet 250 mg, 500 mg, 750 mg. Infus 200 mg dan 400 mg Baquinor tablet salut Obat Alternative Kloramfenikol Kapsul 250 mg dan 500 mg. Suspensi kloramfenikol palmitat atau stearat 125 mg/5 Ml Kloramfenikol natrium suksinat vial. Kalmicetine kapsul 250 mg. BSO yang diberikan dan Tablet, alasannya karena bentuk Kapsul, karena bentuk

kekuatan)

selaput 250 mg, kaplet salut selaput 500 mg.

sediaan ini lebih mudah sediaan ini lebih mudah dalam sesuai pasien. penggunaan dengan dan dalam penggunaan dengan dan

kondisi sesuai pasien.

kondisi

Dosis referensi

15 mg/kgBB mg per hari

50-75 mg/kgBB dibagi 3-4

BB = 60 kg, jadi 900 dosis. mg/hari dibagi 2 dosis Dosis pada kasus dan 500 mg tiap kali minum, 50 mg/kgBB per hari, untuk memaksimalkan untuk meminimalkan efek samping. Pada kasus ini BB=60 kg, dibagi 4 dosis, jadi dosisnya 3000mg/hari dibagi 4 dosis maka 750 mg tiap kali minum. Frekuensi pemberian dan 2 x 500 mg per hari. Masa 4kali sehari, karena Masa

alasannya

efek terapeutik.

28

Uraian alasannya

Obat Pilihan

Obat Alternative

paruh eliminasi 3-5 jam. paruh eliminasi paruhnya Bioavaibilitasnya 60-80 % sekitar 3 jam. (oral).

Cara pemberian dan alasannya

Per

oral,

karena

lebih Per

oral,

karena

lebih

mudah dan infeksi tidak mudah dan infeksi tidak terlalu berat. Obat ini juga terlalu berat. Obat ini juga diserap lebih baik melalui diserap saluran cerna. dengan cepat

melalui saluran cerna.

Saat pemberian dan alasannya

Sesudah makan, karena Sesudah makan, karena efek sampingnya berupa efek sampingnya berupa mual muntah. mual muntah.

Lama pemberian dan alasannya

6 hari, golongan kuinolon 14 hari. Respon terapeutik memiliki respon terapeutik yang lama. yang cepat ditandai

dengan hilangnya gejala seperti demam pada hari ke3- ke5. Tabel B.2.2. Analgetik dan Antipiretik Uraian Obat Pilihan Nama Obat Parasetamol

Obat alternative Ibuprofen

BSO (Generik, paten, Parasetamol tablet 500 mg Ibuprofen tablet 200 mg, kekuatan) dan sirup 120 mg/5 ml 400 mg, 600 mg, (Proris (Dumin tablet 500 mg; sirup sirup 100 mg/5 ml, 200 mg/5 120 mg/5 ml) ml, kaptab 200 mg).

BSO yang diberikan Tablet, BSO ini praktis dan Tablet, BSO ini praktis dan dan alasannya pasien sudah dewasa pasien sudah dewasa

29

Uraian

Obat Pilihan

Obat alternative

sehingga tidak ada gangguan sehingga tidak ada gangguan menelan. Dosis referensi menelan.

Dewasa :500-650 mg/dosis Dewasa : 200-400 mg (PO) (PO) dapat diulang tiap 4-6 dapat diulang tiap 4-6 jam jam untuk demam , untuk demam

maksimal 4 g/hari Dosis pada kasus dan 500 mg tablet, bila demam; 400 mg tablet, bila demam; alasannya karena usia penderita masuk karena usia penderita masuk dalam kategori dewasa. Frekuensi pemberian 3 kali, dapat dalam kategori dewasa

diulang Tiap 4-6 jam. obat t ini digunakan jika saja

dan alasannya

maksimal 6 kali sehari tiap hanya

4-6 jam bila demam, karena diperlukan obat ini hanya digunakan (simptomatik). jika diperlukan saja

(simptomatik) Cara pemberian dan Per oral, karena absorbsi per Per oral, karena absorbsi per alasannya oral baik diberikan oral baik sebelum Sesudah makan, karena tidak

Saat pemberian dan Bisa alasannya

makan karena dipengaruhi penyerapannya oleh makanan.

dipengaruhi oleh makanan.

Lama pemberian dan Selama gejala demam dan Selama gejala demam dan alasannya nyeri ada, karena obat ini nyeri ada, karena obat ini bersifat simptomatik saja. bersifat simptomatik saja.

30

Tabel B.2.3. Antiemetik Uraian Nama Obat Obat Pilihan Domperidon Obat alternatif Metoklrorpramid

BSO (Generik, paten, Tablet 10 mg dan sirup 5 Tablet 5 mg dan 10 mg, kekuatan) mg/mL sirup 5 mg/5 mL

(Dombaz tablet salut selaput Parenteral 5 mg/5 mL untuk 10 mg). suntikan (Clopramel Tablet 10 mg dan ampul 5 mg/ml) BSO yang diberikan Tablet, untuk memudahkan Tablet, untuk memudahkan dan alasannya Dosis referensi pasien meminum obat. 10-20 mg mg, obat pasien meminum obat. 10-20 mg bersifat 10 mg, obat bersifat

Dosis pada kasus dan 10 alasannya

simtomatik dan mual tidak simtomatik dan mual tidak hebat. hebat.

Frekuensi

pemberian 3 x sehari, waktu paruh 7 .3 x sehari, waktu paruh 4 jam hingga 6 jam.

dan alasannya

Cara pemberian dan Per oral, karena keluhan Per oral, karena keluhan alasannya mual tidak hebat. mual tidak hebat.

Saat pemberian dan 30 menit sebelum makan. 30 menit sebelum makan. alasannya Waktu puncak dalam plasma Onset kerjanya 30-60 menit 30 menit setelah penggunaan setelah penggunaan oral.. oral Lama pemberian dan Selama keluhan mual masih Selama keluhan mual masih alasannya ada karena merupakan obat ada karena merupakan obat simtomatik. simtomatik.

31

C.

Resep yang Benar dan Rasional untuk Kasus Tersebut

Resep Pilihan dr. Aditya SIP. 01/076/2011/73 Alamat Rumah : Jl. Setia Bersama RT.03 No.96 Gambut Telp (0511) 4220486 Alamat Praktek : Jl. A. Yani km 12,9 No.04 Gambut Telp (0511) 4220489 Hari Praktek : Senin-Jumat Jam Praktek : 17.00-20.00 wita

Banjarmasin, 26 Januari 2012 R/ Siprofloksasin tab 500 mg No. XII S b.d.d tab I (o.12.h) p.c

R/ Paracetamol tab 500 mg No. X S prn. t.d.d tab I. a.c (febris et dolore)

R/ Domperidon tab 10 mg No. X S prn. t.d.d tab I a.c (nausea)

Pro : Tn. Ricky BB (60 kg) Umur : 27 tahun Alamat : Jl. Madang No.27 Banjarmasin

32

Resep Alternatif dr. Aditya SIP. 01/076/2011/73 Alamat Rumah : Jl. Setia Bersama RT.03 No.96 Gambut Telp (0511) 4220486 Alamat Praktek : Jl. A. Yani km 12,9 No.04 Gambut Telp (0511) 4220489 Hari Praktek : Senin-Jumat Jam Praktek : 17.00-20.00 wita

Banjarmasin, 26 Januari 2012 R/ Kloramfenikol 750 mg m.f.la d.td. No.XXVIII da.in.caps S q.d.d. caps I(o.6.h) p.c

R/ Ibuprofen tab 400 mg No. XV S prn. q.d.d tab I. a.c (febris)

R/ Metoklopramid tab 10 mg No. X S prn. t.d.d tab I a.c (nausea)

Pro : Tn. Ricky (BB= 60 kg) Umur : 27 tahun Alamat : Jl. Madang No.27 Banjarmasin

33

D.

Pengendalian Obat Pengendalian obat dilakukan dengan memperhatikan dosis, lama, pemberian

dan efek samping dari obat. Jika terjadi efek samping yang membahayakan maka pemberian obat harus segera dihentikan dan diganti dengan obat lain. Penggunaan antibiotik harus habis dan sesuai dengan aturan yang telah ditentukan untuk mencapai kadar yang konstan dalam darah.Dosis obat disesuaikan dengan referensi untuk orang dewasa. Pada kasus ini antibiotik yang dapat digunakan sebagai lini pertama yaitu siprofloksasin dan kloramfenikol. Siprofloksasin sebagai pilihan utama sesuai dengan guideline WHO. Siprofloksasin dipilih karena merupakan lini pertama yang memiliki efek terapeutik yang cepat. Obat ini juga tersedia di Indonesia, dan khususnya di Banjarbaru. Obat alterrnatif yang digunakan yaitu kloramfenikol sebagai lini pertama antibiotik pada demam tifoid di negara yang masih sensitif seperti di Indonesia. Obat ini bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman.6 Pada kasus ini ditemukan keluhan demam dan sakit kepala. Obat antipiretikanalgetik yang digunakan pada kasus ini menggunakan NSAID yang memang memiliki efek analgetik dan antipiretik, yaitu parasetamol dan ibuprofen. Obat-

obatan ini dipilih karena efek sampingnya terhadap saluran cerna yang lebih rendah dibandingkan jenis NSAID lain. NSAID biasanya digolongkan sebagai analgesik ringan, tetapi penggolongan ini tidak seluruhnya benar. Bradikinin yang dilepaskan dari kininogen plasma, dan sitokinin, seperti TNF , il-1, dan IL-8, tampak sangat penting dalam menimbulkan 34

nyeri radang. Zat ini melepaskan prostaglandin dan mungkin mediator lain yang meningkatkan hiperalgesia. Neuropeptida, seperti zat P dan peptida yang terkait gen kalsitononin, juga mungkin terlibat dalam menimbulkan nyeri. Pada umunnya, NSAID tidak mempengaruhi hiperalgesia atau nyeri yang disebabkan oleh kerja langsung prostaglandin, sesuai dengan konsep bahwa efek analgesik obat ini disebabkan oleh penghambatan sintesis prostaglandin.11 Demam dapat disebabkan oleh infeksi atau salah satu akibat kerusakan jaringan, peradangan, penolakan pencangkokan, tumor ganas, atau keadaan penyakit lain. Gambaran umum keadaan ini adalah peningkatan pembentukan sitokin seperti IL-1 , IL-6, interferon alfa dan beta, TNF- . Sitokin ini meningkatkan sintesis PGE2 pada organ sirkumventrikular di dalam dan di dekat daerah hipotalamus praoptik, dan PGE2melalui peningkatan AMP siklik, memicu hipotalamus untuk menaikkan pembentukan panas dan mengurangi hilangnya panas. NSAID menekan respon ini dengan cara menghambat sintesis PGE2.11 Untuk keluhan mual, antiemetik yang dipilih adalah metoklopramid dan domperidon. Obat ini dipilih karena mudah dicari, harganya tidak mahal dibandingkan ondansentron, efek samping lebih minimal dibandingkan golongan lain seperti antihistamin yang memiliki efek sedasi. Golongan antihistamin juga lebih cocok diberikan pada mabuk perjalanan. Pada obat antagonis reseptor-dopamin, obat ini bekerja dengan mengantagonis efek dopamin, pada neuron motor mienterik, antagonis reseptor dopamin dianggap sebagai senyawa prokinetik yang menjanjikan. Keuntungan tambahan dari strategi ini 35

dalam pengobatan gangguan gastrointestinal adalah peredaan emesis oleh antagonisme reseptor dopamin pada zona pemicu kemoresptor. Contoh senyawa ini meliputi metoklopramid dan domperidon.11 Efek samping utama walaupun jarang dari metoklopramid dapat serius dan meliputi efek ekstrapiramidal seperti efek samping yang ditunjukkan pada penggunaan senyawa fenotiazin.11 Domperidon merupakan antagonis D2 lainnya dengan efek antimual dan prokinetik. Keuntungan utamanya dibandingkan metoklopramid adalah efek samping terhadap SSP yang lebih kecil karena penetrasinya yang buruk ke dalam otak.11 Dalam resep, digunakan metoklopramid dan domperidon. Obat-obat ini memiliki efek mempercepat pengosongan lambung sehingga dapat mempercepat mempercepat absorpsi lain. Hal ini dikarenakan usus halus adalah tempat absorpsi semua obat, termasuk obat ersifat asam. Disini, absorpsi terjadi jauh lebih cepat daripada di lambung. Oleh karena itu, makin cepat obat sampai di usus halus, makin cepat pula absorpsinya.6 Dalam tatalaksana demam tifoid, diperlukan pula terapi suportif untuk mempercepat penyembuhan. Hal ini mencakup istirahat, perawatan profesional, dan diet lunak atau diet rendah selulosa. 1. Istirahat dan perawatan profesional Istirahat dan perawatan bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. 36

2. Diet lunak atau diet rendah selulosa. Pemberian diet tahap awal pada penderita demam tifoid harus mengutamakan unsur lunak, mudah dicerna, tidak merangsang, bebas serat dan tidak menimbulkan gas.Pemberian makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.Biasanya disajikan dalam bentuk bubur saring yang halus.

37