Laporan Selai Fix
-
Upload
yefta-harnanianto -
Category
Documents
-
view
31 -
download
5
description
Transcript of Laporan Selai Fix
TUGAS TP HIDROKOLOID
“SELAI STRAWBERRY”
OLEH :
THEO TANDIYONO 6103011090
YEFTA HARNANIANTO M 6103012027
RAKRYAN DHANESWARA K 6103012028
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
SURABAYA
2015
I. DASAR TEORI
Selai
Berdasarkan SNI 3746:2008 (www.sisni.bsn.go.id), selai buah adalah produk
makanan semi basah yang dapat dioleskan yang dibuat dari pengolahan buah-buahan,
gula dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan
yang diijinkan. Selai buah harus dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak
dipengaruhi atau mempengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan pengangkutan.
Syarat penandaan sesuai dengan peraturan tentang label dan iklan pangan.
Selai didefinisikan sebagai produk pangan setengah padat yang dibuat tidak
kurang dari 45 bagian berat zat penyusun sari buah dan 55 bagian berat gula. Campuran
ini dikentalkan sampai mencapai kadar zat padat terlarut tidak kurang dari 65%
(Desroiser, 1988). Selai yang baik harus bersifat setengah padat, mempunyai cita rasa
dan warna yang baik, dapat dioleskan dengan mudah di atas roti, dan memberikan
tekstur yang halus (Buckle, 1987). Menurut Satuhu (1996), pada dasarnya semua buah
yang matang dapat diolah menjadi selai. Untuk menghasilkan selai yang bermutu baik,
buah yang akan diolah menjadi selai harus benar-benar buah yang matang penuh. Buah
yang seperti ini mempunyai aroma yang sangat kuat. Pencampuran buah yang matang
dengan buah yang belum masak optimal dapat memperbaiki konsistensi selai yang
dihasilkan. Hal ini disebabkan buah yang belum masak optimal banyak mengandung
pektin, yang berfungsi untuk menggumpalkan atau mengentalkan.
Tabel 2.1. Syarat Mutu Selai Buah (SNI 3746:2008)
Kriteria Uji Persyaratan
Aroma
Warna
Rasa
Serat Buah
Padatan terlarut (%b/b)
Cemaran logam:
a. Timah (Sn) (mg/kg)
b. Arsen (As) (mg/kg)
Cemaran mikroba:
a. Angka Lempeng Total (koloni/g)
Normal
Normal
Normal
Positif
Min. 65%
Maks. 250,0
Maks. 1,0
Maks. 1 x 103
b. Bakteri koliform (APM/g)
c. Staphylococcus aureus (koloni/g)
d. Clostridium sp. (koloni/g)
e. Kapang atau khamir (koloni/g)
< 3
Maks. 2 x 10
< 10
Maks. 5 x 10
Sumber: www.sisni.bsn.go.id
Bahan yang perlu ditambahkan dalam pembuatan selai adalah pektin atau
karagenan, gula, dan asam (Satuhu, 1996). Keseimbangan proporsi antara ketiganya
dan faktor pemanasan penting untuk menghasilkan kualitas selai yang baik (Susanto,
1993). Fungsi selai adalah sebagai pelengkap hidangan roti, campuran pada pembuatan
kue, es krim dan lain-lain. Menurut Margono (2000), ciri-ciri selai berkualitas baik
yaitu :
Warna : bening (kekuningan, merah, coklattua, tergantungjenisbuahnya)
Konsistensi : kental tetapi tidak homogen benar
Kenampakan : bening dan jernih
Aroma : wangi buah
Rasa : manis
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat selai antara lain:
a. Strawberry
Buahkhas strawberry berasal dari Amerika dan dikembang biakan dengan baik
di daerah Amerika Utara untuk jenis Fragaria virginiana yang terkenal akan rasanya
dan Amerika Selatan, Chile untuk jenis Fragaria chiloensis untuk ukuran besarnya
(Han, et al., 2004). Berikut adalah Scientific Clasification dari buah strawberry:
Kingdom : Plantae
Division :Magnoliophyta
Class :Magnoliopsida
Order : Rosales
Family :Rosaceae
SubFamily :Rosoideae
Genus :Fragaria
Species :Fragariaananassa
(Del-valle,.et al,. 2004).
Beberapa manfaat buah strawberry yang telah diketahui adalah untuk
menyusutkan kadar kolesterol, membantu melumpuhkan kerja aktif kanker karena asam
ellagic yang dikandungnya, meredam gejala stroke, mengandung zat anti alergi dan anti
radang, kaya akan vitamin C yang bermanfaat bagi pertumbuhan anak, hanya sedikit
mengandung gula sehingga cocok bagi pengidap diabetes. Berikutadalah table
komposisistrawberi:
Tabel 2.2.Komposisi strawberry
KOMPONEN UNIT NILAI
AIR gram
Kkal
Gram
Gram
Gram
Gram
gram
mg
mg
mg
mg
mg
mg
mg
80,66
Energi 69
Protein 0,58
Total Lipid 0,60
Abu 0,80
Karbohidrat 17,86
Serat 5,4
Kalsium 21
Besi 0,22
Magnesium 17
Fosfor 27
Potassium 292
Sodium 37
Vitamin C 37,0
Tabel 2.3.Komposisi Pektin dalam Buah dan Sayur
Sumber % Rendemen (%)Kubis 4,57Pisang 52,4Bayam 11,58Stroberi 11,96Wortel 7,14
Sumber: Kertesz (1951) dalamFitriani (2003).
b. Gula
Penambahan gula pada selai berfungsi untuk memperoleh tekstur, penampakan
dan flavor selai. Selain itu, gula dapat menjadi pengawet selai. Mekanisme gula
sebagai pengawet yaitu menghasilkan tekanan osmosis yang tinggi sehingga cairan
sel mikroorganisme terserap keluar, akibatnya menghambat sitoplasma sehingga
terjadi plasmolisis yang menyebabkan kematian sel (Winarno, 1984).
Sumber: Wirakusumah, 2000
Jumlah penambahan gula yang tepat pada selai tergantung dari tingkat
keasaman, kandungan gula, kandungan pektin dan tingkat kematangan buah yang
digunakan. Kandungan gula dan tingkat kematangan buah yanga sam adalah 1:1.
Penambahan gula akan mempengaruhi keseimbangan air dan pektin yang ada.
Kandungan gula yang ideal pada produk selai berkisar antara 60-65% (Winarno,
1984).
c. Pektin
Pektin merupakan segolongan polimer heterosakarida yang diperoleh dari
hampirsemuadinding seltumbuhandanjugaDalambuah yang belummatang, bahan-
bahanpktin yang terbesaradadalambentuk yang tidaklarutdalam air. Selama proses
pematangan, protopektin yang insoluble diubah menjadi bentuk yang lebih soluble
dalam air. Pektin merupakan polisakarida kompleks yang komposisinya bervariasi
tergantung dari sumber dan kondisi yang dipakai dalam cara isolasinya. Biasanya
komposisi utama berupa gabungan dari D-galakturonat, D-galaktosa, L-arbinosa, dan
L-rhamnosa yang jumlahnyabervariasi.
Pada tahun 1927 American Chemical Society memakai suatu tata nama untuk
pectin. Definisi tata nama yang masih dipakai hingga kini antara lain adalah:
a. Pectin Substances: senyawa-senyawa pectin adalah suatu turunan karbohidrat
kompleks yang bersifat koloidal dan terdapat dalam tumbuhan
b. Protopectin: merupakan senyawa pectin induk yang tidak larut dalam air
c. Asam pektinat : merupakan asam poligalakturonat yang bersifat koloidal,
mengandung gugus methyl ester dalam jumlah yang banyak.
d. Pectin: adalah asam pektinat yang larut dalam air, dengan kandungan methyl ester
dan derajat netralisasi yang bervariasidan mampu membentuk gel dengan gula dan
asam pada kondisi yang cocok
e. Asam pektat: adalah senyawa pectin yang sebagian besar terdiri dari asam
poligalakturonat yang bersifat koloidal dan pada dasarnya tidak mengandung gugus
ethyl ester
Wujud pektin yang diekstrak adalah bubuk putih hingga coklat terang. SNI
menyebutkan bahwa pektin merupakan zat berbentuk serbuk kasar hingga halus
yang berwarna putih kekuningan, tidak berbau, dan memiliki rasa seperti lendir.
Penyusun utama pektin biasanya polimer asam D-galakturonat, yang terikat
dengan α-1,4-glikosidik dan mengandung gugus metil ester pada konfigurasi atom
C-2. Asam galakturonat memiliki gugus karboksil yang dapat saling berikatan
dengan ion Mg2+ atau Ca2+ ,sehingga berkas-berkas polimer berlekatan satu sama
lain. Tanpa kehadiran kedua ion ini, pektin larut dalam air. Garam-garam Mg- atau
Ca-pektin dapat membentuk gel, karena ikatan itu berstruktur amorf (tak berbentuk
pasti) yang dapat mengembang bila molekul air terjerat di antara ruang-ruang (Sari
dkk., 2012).
Gambar 1. Rantai Molekul Pektin
Berdasarkan kadar metoksilnya, pektin dibedakan menjadi dua jenis yaitu
pektin yang mempunyai kadar metoksil tinggi (High Methoxyl Pectin) dan pektin
yang mempunyai kadar metoksil rendah (Low Methoxyl Pectin). Kadar metoksil
pada High Methoxyl Pectin adalah 7 – 9 %, sedangkan pada Low Methoxyl Pectin
adalah 3 – 6 %. Kadar metoksil didefinisikan sebagai jumlah mol metanol yang
terdapat di dalam 100 mol asam galakturonat. Kadar metoksil pektin memiliki
peranan penting dalam menentukan sifat fungsional larutan pektin dan dapat
mempengaruhi struktur dan tekstur dari gel pektin (Sari dkk., 2012). High Methoxyl
Pectin (HMP) akan membentuk gel pada pH rendah dan dengan adanya padatan
terlarut dalam jumlah besar. Gel yang terbentuk akan mudah larut dalam air.
Semakin rendah kadar metoksil pektin maka sifat pembentukan jelinya akan
semakin berkurang. Low Methoxyl Pectin (LMP) banyak digunakan sebagai gelling
agent pada produksi selai rendah gula. (Kurniasari dkk., 2012).Untuk selai, LMP
digunakan dengan dosis 0,6-1,2%, bergantung pada jumlah gula yang digunakan.
Untuk selai, HMP digunakan dengan dosis 0,1-0,4% bergantung pada jenis buah
(Endress and Mattes, 2012).
Sifat penting pektin adalah kemampuannya membentuk gel. HMP membentuk
gel dengan gula dan asam, yaitu dengan konsentrasi gula 58 - 75% dan pH 2,8 - 3,5.
Pembentukan gel terjadi melalui ikatan hidrogen di antara gugus karboksil bebas dan
di antara gugus hidroksil. LMP tidak mampu membentuk gel dengan asam dan gula
tetapi membentuk gel dengan adanya ion-ion kalsium (Sari dkk., 2012).
HMP membentuk gel dua dimensi dari molekul pektin dimana pelarut (air)
dengan gula dan asam terlarut bergerak. Hal tersebut menyebabkan sistem deformasi
tolak-menolak dan menunjukkan hubungan stress-strain untuk pembentukan kecil.
Kemudian membentuk tiga dimensi berdasarkan pembentukan zona persimpangan
dimana asosiasi rantai distabilkan dengan ikatan hidrogen antara karboksil tak
terdisosiasi dan gugus alkohol sekunder serta dengan interaksi hidrofobik antara
metilester (Walter, 1991).
LMP membentuk sistem gelasi disebabkan oleh terbentuknya zona
persimpangan antarmolekul antara daerah halus homogalakturonat rantai yang
berbeda. Struktur seperti zona persimpangan umumnya dianggap berasal dari proses
pengikatan “egg box”. Hubungan kuat dari dua polimer menjadi dimer diikuti
dengan pembentukan agregasi interdimer lemah, terutama diatur oleh interaksi
elektrostatik (Walter, 1991).
Kelarutan pektin dalam air ditentukan oleh jumlah gugus metoksil,
distribusinya, dan bobot molekulnya. Secara umum, kelarutan akan meningkat
dengan menurunnya bobot molekul dan meningkatnya gugus metil ester. Pektin
yang mempunyai kadar metoksil tinggi, larut dalam air dingin, sedangkan pektin
bermetoksil rendah, larut dalam alkali dan asam oksalat. Faktor seperti pH, suhu,
jenis pektin, garam, dan adanya zat organik seperti gula juga mempengaruhi
kelarutan pektin.
Kecepatan pembentukan gel oleh pektin tergantung pada jenis pektin, suhu
pemasakan dan konsentrasinya. Jenis pektin rapid set dapat cepat membentuk gel
pada suhu tinggi yakni sekitar 88oC, sedangkan jenis pektin slow set hanya
memerlukan suhu 54oC untuk membentuk gel (Fachruddin, 1997).
Penggunaan pektin yang paling umum adalah sebagai bahan perekat/pengental
(gelling agent) pada selai dan jelly. Pemanfaatannya sekarang meluas sebagai bahan
pengisi, komponen permen, serta sebagai stabiliser emulsi untuk jus buah dan
minuman dari susu, juga sebagai sumber serat dalam makanan (Satria dan Ahda,
2009).
II. ALAT DAN BAHAN
Alat:
a. Panci
b. Baskom
c. Timbangan
d. Kompor
e. Blender
f. Pengaduk
g. Telenan
h. Sendok
i. Pisau
j. Botol selai
Bahan:
a. Buah pisangdanstroberi
b. Garam
c. Gula pasir
d. Asam sitrat
e. Pektin
f. Air
III. CARA KERJA
IV. DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H. and M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta :
UI-Press.
Badan Pusat Statistik Indonesia. 2009. Produksi Buah-Buahan Menurut Provinsi.
Buah strawbery
Sortasi
Pencucian
Pengupasan
Pemotongan
Daging buah
Penimbangan
Penghancuran dengan blender
Bubur buah
Kulitpisangdandaun strawberry
Air(buah : air = 2 : 1)
Pemanasan sampai terbentuk gel
Selai Stroberi
PembotolanBotol steril
Selai Stroberi dalam botol
Gula 40%Pektin 0,2%
Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan, Terj. The Technology of Food
Preservation. Jakarta: UI Press.
Endress, Hans Ulrich and Frank Mattes. 2012. Pectin, (dalam Dietary Fiber and
Health, Cho, Susan S. And Nelson Almeida), Florida: CRC Press Taylor &
Francis Group, 385-408.
Fachruddin, L. 1997. Membuat Aneka Selai. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Fatonah, W. 2002. Optimasi Selai dengan Bahan Baku Ubi Jalar Cilembu, SkripsiS-1,
Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
Kertesz, Z.I. 1951. The Pectin Substances.Interscience Pub. Inc., New York
Kurniasari, L., I. Riwayati, Suwardiyono. 2012. Pektin Sebagai Alternatif Bahan Baku
Biosorben Logam Berat, Momentum, Vol. 8, No. 1, April 2012 : 1- 5.
Margono, T. 2000. Selai dan Jeli. Jakarta: Grasindo.
Prayitno, Sukim. 2002. Aneka Olahan Terung. Yogyakarta : Penerbit Kanisisus.
Sari, E., E. Praputri, A. Rahmat, A. Okdiansyah. 2012. Peningkatan Kualitas Pektin
Dari Kulit KakaoMelalui Metode Ekstraksi Dengan Penambahan
NaHSO3,Prosiding Sntk Topi 2012, Issn. 1907 – 0500.
Satria, B., Y. Ahda. 2009. Pengolahan Limbah Kulit Pisang menjadi Pektin dengan
Metode Ekstraksi, Skripsi S-1, Fakultas Teknik UNDIP, Semarang.
Satuhu, S. 1996. Penanganan dan Pengolahan Buah. Jakarta: PenebarSwadaya.
Susanto, T. 1993. PengantarPengolahanHasilPertanian. Malang: Universitas
Brawijaya.
SNI 3746:2008, www.sisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/7708 (30
Agustus 2014)
Tahir, Iqmal., Sumarsih, Sri., Dwi Astuti, Sinta. 2008. Kajian Penggunaan Limbah
Buah Nanas Lokal (Ananas comosus, L) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Nata,
Makalah Seminar Nasional Kimia XVIII, Jurusan Kimia FMIPA UGM,
Yogyakarta.
Walter, Reginald H. 1991. Food Science and Technology A Series of Monographs: The
Chemistry and Technology of Pectin. London: Academic Press, Inc.
Winarno, FG. 1984. PanganGizi Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Wirakusumah. 2000. Buah dan Sayuran Untuk Terapi. Jakarta: Penebar Swadaya.
LAMPIRAN
1. Perbedaan HMP (High Methoxyl Pectin) dan LMP (Low Meethoxyl Pectin) dari segi:
a. Struktur molekul dan berat molekul
HMP
DE (Degree of Esterification) >50%
Berat molekul: 100.000-200.000 Dalton
Struktur molekul:
LMP
DE (Degree of Esterification) <50%
Berat molekul: 15.000-120.000 Dalton
Struktur molekul:
b. Kondisi optimum pembentukan gel (pH, total padatan, keberadaan ion-ion tertentu)
HMP membentuk gel dengan gula dan asam, yaitu dengan konsentrasi gula 58-75%
dan pH 2,8-3,5, serta dengan adanya padatan terlarut dalam jumlah besar. Jenis gula
dan kadar gula mempengaruhi pembentukan gel. Jika sukrosa digantikan dengan
sirup glukosa, maka suhu setting dan pH gelasi akan meningkat, namun menurunkan
kekuatan gel maksimum. Peningkatan kadar gula akan meningkatkan suhu setting
dan optimum pH.
LMP tidak mampu membentuk gel dengan asam dan gula tetapi membentuk gel
dengan adanya ion-ion divalen, biasanya kalsium.Peningkatan padatan terlarut dan
penurunan pH akan membantu pembentukan gel. Kemampuan membentuk gel pada
LMP akan meningkat seiring dengan menurunnya kadar metilasi dan dengan
meningkatnya konsentrasi polimer. LMP dengan distribusi penghalanggugus
karboksil sangat sensitif terhadap tingkat kalsium yang rendah. Keberadaan gugus
asetil menghalangi pembentukan gel dengan ion kalsium tetapi memberikan sifat
menstabilkan emulsi pektin.
c. Mekanisme kerjanya untuk membentuk gel
HMP membentuk gel dua dimensi dari molekul pektib dimana pelarut (air) dengan
gula dan asam terlarut bergerak. Hal tersebut menyebabkan sistem deformasi tolak-
menolak dan menunjukkan hubungan stress-strain untuk pembentukan kecil.
Kemudian membentuk tiga dimensi berdasarkan pembentukan zona persimpangan
dimana asosiasi rantai distabilkan dengan ikatan hidrogen antara karboksil tak
terdisosiasi dan gugus alkohol sekunder serta dengan interaksi hidrofobik antara
metilester.
LMP membentuk sistem gelasi disebabkan oleh terbentuknya zona persimpangan
antarmolekul antara daerah halus homogalakturonat rantai yang berbeda. Struktur
seperti zona persimpangan umumnya dianggap berasal dari proses pengikatan “egg
box”. Hubungan kuat dari dua polimer menjadi dimer diikuti dengan pembentukan
agregasi interdimer lemah, terutama diatur oleh interaksi elektrostatik.
d. Kisaran jumlah untuk penggunaannya dalam berbagai produk pangan (beri contoh)
Kisaran penggunaan HMP dan LMP : 0,1-3,1%.
HMP biasa digunakan pada produk sari buah, selai, jeli, produk bakeri, dan
confectionery.
Untuk selai, HMP digunakan dengan dosis 0,1-0,4% bergantung pada jenis buah.
Untuk jeli buah, HMP digunakan dengan dosis 1,3-1,7%.
Untuk jeli buah dengan tekstur gummy, HMP digunakan dengan dosis sekitar 2,5%.
LMP biasa digunakan pada produk dengan gula pereduksi dan produk dengan gula
rendah atau asam rendah.
Untuk selai, LMP digunakan dengan dosis 0,6-1,2%, bergantung pada jumlah gula
yang digunakan.
Untuk produk dairy, seperti yogurt, keju, dsb., LMP digunakan dengan dosis 0,2%.
Contoh: untuk membuat pate de fruit dengan tekstur tegar dan elastis, digunakan 2%
LMP dan 1% Kalsium Laktat Glukonat.