laporan resmi motor bakar Bride console

56
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Di dalam kapal terdapat tiga ruangan penting yaitu Ruang Mesin (Engine Room), Ruang Kontrol (Control Room) dan Ruang Kapten (Bridge Console Room). Pada saat mesin beroperasi dapat dikontrol di Bridge Console Room atau yang lebih dikenal dengan Ruang Kapten. Ruang Kapten pada aplikasi nyatanya berada pada bagian atas kapal yang ditujukan untuk memudahkan kapten atau pekerja yang berada di ruang kapten untuk mengetahui/melihat keadaan yang terjadi pada Engine Room, Control Room dan keadaan disekitar. Sehingga jika terjadi suatu kondisi yang tidak diinginkan saat pengoperasian kapal dapat sesegera mungkin dilakukan usaha pencegahan. Di ruang kapten dilengkapi dengan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengetahui Propeller load suatu kapal terhadap Sea force dan Posisi kapal (Ballast, Half Load, Full Load) serta terhadap Wind force dan Posisi datangnya angin (Astern, Beam, Bow) pada saat kapal beroperasi. Untuk lebih memahami ruang kapten tersebut, dilakukan praktikum pada ruang kapten dan melakukan pembahasan sehingga mampu mengetahui sistem kerja pada ruang kapten tersebut.

description

bridge console room fix

Transcript of laporan resmi motor bakar Bride console

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Di dalam kapal terdapat tiga ruangan penting yaitu Ruang Mesin

(Engine Room), Ruang Kontrol (Control Room) dan Ruang Kapten (Bridge

Console Room).

Pada saat mesin beroperasi dapat dikontrol di Bridge Console

Room atau yang lebih dikenal dengan Ruang Kapten. Ruang Kapten pada

aplikasi nyatanya berada pada bagian atas kapal yang ditujukan untuk

memudahkan kapten atau pekerja yang berada di ruang kapten untuk

mengetahui/melihat keadaan yang terjadi pada Engine Room, Control Room

dan keadaan disekitar. Sehingga jika terjadi suatu kondisi yang tidak

diinginkan saat pengoperasian kapal dapat sesegera mungkin dilakukan

usaha pencegahan.

Di ruang kapten dilengkapi dengan suatu alat yang dapat digunakan

untuk mengetahui Propeller load suatu kapal terhadap Sea force dan Posisi

kapal (Ballast, Half Load, Full Load) serta terhadap Wind force dan Posisi

datangnya angin (Astern, Beam, Bow) pada saat kapal beroperasi.

Untuk lebih memahami ruang kapten tersebut, dilakukan praktikum

pada ruang kapten dan melakukan pembahasan sehingga mampu

mengetahui sistem kerja pada ruang kapten tersebut.

I.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada praktikum Motor Bakar di Ruang Kapten

ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh Sea force dan Posisi Kapal terhadap Propeller

load ?

2. Bagaimana pengaruh Wind force dan posisi datangnya angin terhadap

Propeller load ?

1.3. Tujuan

Tujuan dari dilakukannya praktikum Motor Bakar pada Ruang

Kapten ini adalah :

1. Agar praktikan dapat mengetahui pengaruh Sea force dan Posisi Kapal

yang meliputi Ballast, Half Load dan Full Load terhadap Propeller

load pada saat kapal beroperasi.

2. Agar praktikan dapat mengetahui pengaruh Wind force dan posisi

datangnya angin yang meliputi Astern (dari belakang), Beam (dari

samping) dan Bow (dari depan) terhadap Propeller load.

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pengertian Control Room (Kamar Kontrol)

Kamar Kontrol (Control Room) merupakan salah satu ruangan

didalam kapal, dimana semua alat-alat kontrol mesin-mesin yang beroperasi

dipasang. Di ruang kontrol terdapat beberapa alat, yaitu :

1. Pengatur arah putaran propeller (contoh : Ahead, Astern )

2. Pengatur kecepatan propeller (Manuver, Dead slow, slow, half dan

Full)

3. Indikator gangguan system dan alarm

Apabila terjadi gangguan pada salah satu system saat pengoperasian

atau saat mesin beroperasi maka di control room akan ditunjukan

sistem yang mana yang mengalami gangguan yang diikuti dengan

berbunyi-nya alarm.

4. Data Logger

Digunakan untuk menampilkan beberapa data yang ada saat

pengoperasian mesin ataupun saat mesin beroperasi. (contoh: fresh

water inlet, fresh water outlet, lube oil delivery, kecepatan propeller

dll)

5. Komputer

6. Printer

Digunakan untuk mencetak data yang ditampilkan pada data logger.

Alat – alat tersebut yang digunakan untuk pengontrolan mesin kapal

secara otomatis. Namun pada saat praktikum semua peralatan pada kamar

control tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Sehingga dalam

praktikum kamar mesin kami hanya menjelaskan beberapa sistem kerja

mesin diesel pada mesin kapal dan mesin diesel KOMATSU.

2.2 Pengertian Bridge Console Room (Kamar Kapten)

Kamar Kapten (Bridge Console Room) merupakan salah satu ruangan

yang ada didalam kapal. Ditempat inilah seorang kapten kapal dan dibantu

pekerja lainya melakukan pemantauan pada saat melakukan navigasi.

Ruangan ini terletak satu tingkat diatas kamar mesin dan kamar kontrol

dengan tujuan memudahkan pemantauan didaerah-daerah sekitar. Pada

kamar kapten terdapat tombol-tombol pengatur wind force, sea force, wind

direction, dan lain-lainya. Sehingga seorang kapten dapat mengetahui

besarnya load propeller kapal yang bekerja.

2.3 Pengertian Sistem Kerja

Di dalam sistem kerja mesin diesel kapal terdapat beberapa sistem

kerja diantaranya adalah :

1) Sistem Bahan Bakar

2) Sistem Pendingin Air Tawar

3) Sistem Pendingin Air Laut

Pada sistem mesin diesel kapal ini merupakan mesin 2 tak, dimana

udara masuk (inlet) melalui SCAVENGING sedangkan udara/gas hasil

pembakaran keluar (exhaust) melalui KATUB BUANG. Udara masuk ke

scavenging dengan bantuan blower yang terpasang didalam mesin. Didalam

mesin diesel 2 tak terdapat 2 langkah kerja yaitu admission dengan

compression dan expansion dengan langkah buang. Didalam mesin diesel

kapal terdapat idling gear yang digunakan untuk mengetahui langkah kerja

mesin pada saat kapal tidak sedang berjalan. Alat ini hanya digunakan untuk

mengetahui kerusakan atau adanya error pada mesin sehingga secara cepat

dilakukan perbaikan apabila memang benar terjadi kerusakan. Untuk itu alat

ini digunakan pada saat maintenance. Untuk putaran propeller dapat

berubah-ubah dari ahead menjadi estern ataupun sebaliknya, hal ini dapat

terjadi dikarenakan terdapat reverse gear sebagai pembalik putaran karena

arah mesin tetap.

2.4 Sistem Bahan Bakar

Dalam sistem mesin diesel menggunakan bahan bakar solar, dimana

bahan bakar ditampung dalam tangki bahan bakar. (fuel tank). Pada kondisi

normal tangki bahan bakar akan menyuplai bahan bakar ke masing-masing

silinder. Namun untuk mengetahui fuel comsumption selama pengoperasian

maka bahan bakar dapat diambil dari bureta. Didalam bureta terdapat skala

yang menunjukkan banyaknya bahan bakar yang dikonsumsi. Bahan bakar

dari fuel tank atau bureta dipompa oleh fuel pump ke dalam ruang

pembakaran pada masing-masing silinder sesuai dengan firing order. Bahan

bakar disemprotkan oleh nozzle untuk di atomizing (dikabutkan) sehingga

bahan bakar tersebut mudah terbakar. Di dalam silinder sudah terdapat

panas dan udara. Ketika bahan bakar telah disemprotkan di dalam silinder

akan terjadi reaksi pembakaran. Namun pada saat reaksi pembakaran terjadi,

tidak seluruhnya bahan bakar akan terbakar sempurna atau masih terdapat

sisa bahan bakar yang tidak terbakar. Oleh karena itu, bahan bakar yang

tidak terbakar dikeluarkan dan mengalami pendinginan di dalam heat.

Selanjutnya akan digunakan kembali atau bersikulasi kembali hingga

terbakar sempurna. Proses diatas akan terus terjadi selama ada suplai bahan

bakar sehingga mesin tetap bekerja. Apabila tidak ada konsumsi bahan

bakar, maka mesin akan mati atau tidak bekerja.

2.5 Sistem Pendinginan dengan Air Tawar

Pada system pendingin air tawar, air tawar yang digunakan berasal

dari fresh water fill up tank, dimana dalam system ini air disuplai dari water

tower yang secara gravitasi mengisi tangki air tawar yang akan digunakan

sebagai air pendingin dalam mesin diesel. Dalam system pendingin di dalam

mesin diesel menggunakan air tawar agar komponen mesin tidak korosi. Di

dalam fresh water fill up tank terdapat pelampung yang secara otomatis

akan mengisi apabila suplai air tawar berkurang selama pengoperasian

mesin. Letak water fill up tank berada lebih tinggi dari pada mesin, sehingga

air tawar akan secara gravitasi menyuplai air pendingin ke mesin. Air

pendingin ini digunakan untuk mendinginkan komponen-komponen pada

mesin yaitu melalui water jacket (celah-celah silinder). Setelah digunakan

untuk mendinginkan mesin yang sangat panas, secara otomatis air tersebut

akan menjadi panas. Dalam system pendingin ini, air tawar akan terus

bersirkulasi untuk mendinginkan komponen mesin sehingga air yang

menjadi panas setelah digunakan untuk mendinginkan komponen mesin

harus didinginkan kembali di dalam heat exchanger oleh air laut.

Selanjutnya air yang telah kembali dingin akan kembali untuk

mendinginkan komponen mesin. Selama pendinginan, air yang terkena suhu

yang sangat panas sebagian akan menguap akibat panas yang diserap

sehingga volume air yang bersirkulasi akan berkurang. Untuk itu, secara

otomastis fresh water fill up tank mengisi air tawar ke dalam mesin.

2.6 Sistem Pendinginan dengan Air Laut

Di dalam mesin diesel kapal juga terdapat system pendingin air laut.

Dimana air laut yang bersirkulasi dalam system pendingin langsung di

ambil dari laut dan akan langsung dibuang ke laut lagi. System pendingin air

laut tidak digunakan untuk mendinginkan komponen mesin karena air laut

mengandung garam yang akan membuat komonen mesin berkorosi. Aliran

air laut hanya masuk ke dalam heat exchanger, yang digunakan untuk

mendinginkan bahan bakar yang telah digunakan dalam reaksi pembakaran

dan juga untuk mendinginkan air tawar yang telah digunakan dalam system

pendingin komponen mesin. Air laut masuk melalui sea water inlet yang

dipompa masuk ke heat exchanger I yang digunakan untuk mendinginkan

bahan bakar dan akan dipompa oleh sea water pump menuju heat exchanger

II yang digunakan untuk mendinginkan air tawar. Selanjutnya air laut akan

dibuang ke laut melalui sea water drain. Pipa aliran air laut terbuat dari

bahan yang tidak mudah korosi. Air laut dalam system pendingin juga harus

di filter terlebih dahulu dari kotoran-kotoran yang ada agar tidak

menghambat aliran yang kemudian dipompa masuk ke mesin.

2.7 Mesin Diesel KOMATSU

1) Spesifikasi Mesin Diesel KOMATSU

Model : 6D125-2

Banyak Silinder : 6

Diameter Silinder : 125 mm

Kapasitas : 11.040 cc

Daya : 180 Hp

Putaran : 1950 rpm

Stroke : 1840 mm

2) Fungsi Mesin Diesel KOMATSU

Mesin diesel komatsu 4 tak ini berfungsi sebagai mesin yang

berada di alat-alat berat seperti bulldozer, traktor, dll karena masin ini

memiliki komponen yang berat dan tenaga yang besar atau kuat.

3) Sistem Kerja Mesin Diesel KOMATSU

Sistem kerja pada mesin diesel komatsu 4 tak hampir sama

dengan mesin diesel 2 tak. Perbedaan terletak pada langkah kerja mesin

diesel. Beberapa system kerja di dalam mesin diesel ini adalah:

a) Sistem bahan bakar

Alur system bahan bakar :

Tangki separator feed fuel pump filter fuel injection

pump ruang pembakaran sisa return ke tangki bahan bakar.

Tekanan sebelum pembakaran : 25-30 bar

Tekanan saat pembakaran : 80 bar

Tangki bahan bakar (fuel tank) berfungsi untuk menyimpan

bahan bakar, terbuat dari plat baja tipis yang bagian dalamnya

dilapisi anti karat. Dalam tangki bahan bakar terdapat fuel sender

gauge yang berfungsi untuk menunjukkan jumlah bahan bakar

yang ada dalam tangki dan juga separator yang berfungsi sebagai

damper bila kendaraan berjalan atau berhenti secara tiba-tiba atau

bila berjalan di jalan yang tidak rata. Fuel inlet ditempatkan 2 – 3

mm dari bagian dasar tangki, ini dimaksudkan untuk mencegah

ikut terhisapnya kotoran dan air.

Saringan bahan bakar untuk pompa injeksi tipe distributor

kebanyakan digabung dengan priming pump dan water sedimenter.

Saringan bahan bakar berfungsi untuk menyaring debu dan kotoran

dari bahan bakar. Priming pump berfungsi untuk mengeluarkan

udara palsu dari sistem bahan bakar (bleeding), sedangkan water

sedimenter berfungsi untuk memisahkan air dari bahan bakar

dengan memanfaatkan perbedaan berat jenis. Bila tinggi air dan

pelampung naik melebihi batas tertentu maka magnet yang ada

pada pelampung akan menutup reed switch dan menyalakan lampu

indikator pada meter kombinasi untuk memperingatkan pengemudi

bahwa air telah terkumpul pada water sedimenter. Water

sedimenter mempunyai keran di bawahnya, air dapat dikeluarkan

dengan membuka keran dan menggerakkan priming pump.

Feed pump berfungi untuk menghisap bahan bakar dari

tangki dan menekannya ke pompa injeksi.

Feed pump menghisap bahan bakar dari tangki dan menekan

bahan bakar yang telah disaring oleh filter ke pompa injeksi.

Pompa injeksi tipe in-line mempunyai cam dan plunger yang

jumlahnya sama dengan jumlah silinder pada mesin. Cam

menggerakkan plunger sesuai dengan firing order mesin. Gerak

lurus bolak-balik dari plunger ini menekan bahan bakar dan

mengalirkannya ke injection nozzle melalui delivery valve.

Delivery valve berfungsi untuk menjaga tekanan pada pipa injeksi

dan menghentikan injeksi dengan cepat. Plunger dilumasi oleh

bahan bakar dan camshaft oleh oli mesin. Gavernor mengatur

banyaknya bahan bakar yang disemprotkan oleh injection nozzle

dengan menggeser control rack. Gavernor terdiri atas dua tipe

yaitu: mechanical gavernor dan combined gavernor (mechanical

and pneumatic gavernor). Timing injeksi bahan bakar diatur oleh

Automatic centrifugal timer. Timer mengatur putaran camshaft.

b) System pendinginan

Salah satu faktor yang mendukung panjangnya umur pakai

dari mesin adalah terjaga baiknya kondisi Cooling System atau

sistem pendingin mesin. Terutama untuk mesin diesel yang bekerja

pada rasio kompresi yang sangat tinggi sehingga panas mesin

merupakan hal yang krusial dalam kestabilan operasinya.

Salah satu faktor yang mendukung panjangnya umur pakai

dari mesin adalah terjaga baiknya kondisi Cooling System atau

sistem pendingin mesin. Terutama untuk mesin diesel yang bekerja

pada rasio kompresi yang sangat tinggi sehingga panas mesin

merupakan hal yang krusial dalam kestabilan operasinya. Seperti

yang kita tahu, mesin diesel pada aplikasi otomotif memakai air

sebagai medium pendingin, dimana air ditampung di dalam

radiator dan dibantu oleh water pump atau pompa air sebagai

perangkat pembantu sirkulasinya.

Secara garis besar komponen sistem pendingin yang utama

antara lain adalah:

Radiator sebagai penampung air sebagai medium pendingin

dan perangkat pelepas panas medium pendingin.

Waterpump atau pompa air sebagai perangkat distribusi

sirkulasi medium pendingin

Cooling fan

Thermostat sebagai pengatur sirkulasi medium pendingin.

Selang air sebagai pengalir sirkulasi air diluar water jacket.

Water jacket atau alur air di dalam blok mesin sebagai jalur

sirkulasi medium pendingin dalam tugasnya menjaga

temperatur kerja mesin.

Fan Shrout

Masing masing komponen sistem tersebut memiliki

ketergantungan dan menjadi satu kesatuan yang utuh agar

temperatur kerja mesin dapat terjaga. Sistem sirkulasi sistem

pendingin mesin dengan medium air adalah sebagai berikut. Ketika

mesin baru akan dihidupkan (biasanya di pagi hari), suhu air pada

radiator berkisar pada suhu ruang yaitu sekitar 23 deg.C. Ketika

mesin dinyalakan, air yang berada di dalam blok mesin bersirkulasi

dengan bantuan waterpump melewati selang by-pass tanpa

melewati radiator. karena lubang air menuju radiator masih ditutup

oleh termostat, sementara itu lubang by-pass yang letaknya

berseberangan dengan lubang menuju radiator terbuka

memungkinkan waterpump mengalirkan air yang keluar dari blok

mesin untuk kembali masuk ke dalam blok mesin untuk

mendinginkan silinder, oil cooler dan cylinder head. Ketika mesin

mencapai suhu kerja, temperatur air pada sistem sirkulasi fase

pendinginan pun naik hingga 85-90 deg.C. Ketika air dengan

temperatur tersebut sampai ke rumah thermostat, thermostat yang

oleh pabrikan di-set untuk membuka pada suhu antara 85-90 deg.C

membuka, sehingga memungkinkan air dari blok mesin masuk ke

radiator. Dengan membukanya thermostat, ujung dari thermostat

tersebut menutup lubang by-pass yang berseberangan dengan jalur

keluar air. Dengan tertutupnya lubang by-pass tersebut juga

memungkinkan waterpump untuk memompa air dari dalam radiator

untuk menjaga temperatur kerja dari mesin tersebut. Air yang

keluar dari blok mesin masuk ke radiator untuk didinginkan dengan

bantuan tiupan angin dari fan, baik mekanik maupun elektrik. Fase

ini disebut fase pendinginan. Disaat mesin berkerja pada putaran

rendah, suhu kerja mesin turun dari 85 deg.C, maka otomatis si

thermostat kembali menutup untuk menjaga temperatur air tidak

berkurang dari suhu kerja mesin, dan akan membuka kembali

ketika suhu tersebut tercapai kembali. Kedua fase ini berpindah

secara bergantian bergantung dari temperatur mesin itu sendiri.

Tanpa thermostat, fase pemanasan dan fase pendinginan tidak

terjadi, dikarenakan pada temperatur mesin masih dingin, air sudah

masuk ke radiator, padahal temperatur air belum perlu untuk

didinginkan. Tanpa thermostat, lubang by-pass pun tidak tertutup

sehingga waterpump akan memompa air dari lubang by-pass

tersebut. Hal ini mengakibatkan debit air yang didesain untuk

berjalan di keseluruhan waterjacket tidak tercapai. Suplai air

menuju ke tempat terjauh dari waterpump terganggu karena adanya

pencabangan, jalur pertama yaitu jalur bypass langsung ke kembali

ke waterpump sementara jalur kedua ke waterjacket.

Sebagai tambahan dari sistem pendinginan di atas, untuk

mengoptimalkan kerja cooling fan atau kipas pendingin udara

dalam menjaga kestabilan suhu air di radiator, penggunaan fan

shrout atau rumah kipas mutlak harus ada. Fan shrout membuat

hembusan udara dari fan tidak terfokus pada radiator, apalagi bila

kendaraan melaju pada kecepatan tinggi. Hembusan udara dari arah

bawah kendaraan dapat memecah konsentrasi udara pendingin

yang ditiup oleh fan ke radiator.

c) System start

System start pada mesin diesel menggunakan electrical starter

atau listrik sebagai system starternya. System listrik sebagai

startnya dari air aki dimana kutub negative disambung pada bodi

mesin sedangkan kutub positif terhubung pada starternya. Motor

starter yang berputar akan menggerakkan flywheel dan crankshaft.

Setelah mesin bekerja, motor starter akan slip dan tidak lagi

berputar karena putaran mesin sudah digantikan oleh putaran

crankshaft.

Mesin diesel bekerja dengan kompresi udara yang cukup

tinggi, sehingga pada mesin diesel besar perlu ditambahkan

sejumlah udara yang lebih banyak. Maka digunakan Supercharger

atau turbocharger pada intake manifold, dengan tujuan memenuhi

kebutuhan udara kompresi. Penambahan turbocharger atau

supercharger ke mesin bertujuan meningkatkan jumlah udara yang

masuk dalam ruang bakar dengan demikian pada saat kompresi

akan menghasilkan tekanan yang tinggi dan pada saat penyalaan

atau pembakaran akan menghasilkan tenaga yang besar.

Penambahan turbocharger atau supercharger pada mesin diesel

tidak berpengaruh besar terhadap pemakaian bahan bakar karena

bahan bakar disuntikan secara langsung ke ruang bakar pada saat

ruang bakar dalam keadaan kompresi tertinggi untuk memicu

penyalaan agar terjadi proses pembakaran.

2.8 Troubleshooting (Mesin Diesel Masuk Angin)

Penyebab : Tidak ada bahan bakar di dalam tangki bahan bakar atau

kehabisan bahan bakar sehingga fuel pump memompa angin

atau udara ke dalam mesin. Tidak ada supplai bahan bakar ke

dalam mesin sehingga mesin akan mati atau mogok.

Cara : Dengan mengisi bahan bakar ke tangki bahan bakar dan

mengeluarkan angin atau udara yang berada dalam aliran

bahan bakar dengan memompanya secara manual dengan

FEED FUEL PUMP hingga angin atau udara benar-benar

keluar dan terisi kembali oleh bahan bakar kembali.

2.9. Firing Order Dan Tabel Sequence

1. FIRING ORDER.

Firing Order adalah urutan pembakaran yang terjadi pada engine

yang mempunyai jumlah cylinder lebih dari 1 ( satu ). Contoh : Engine

dengan 4 cylinder, mempunyai firing order ( F.O ) = 1 - 2 - 4 - 3, maka

proses pembakaran dimulai dari cylinder No.1, dilanjutkan silinder

No.2, No.4 dan No.3.

Tujuannya adalah untuk meratakan hasil power, agar gaya yang

ditimbulkan oleh piston seimbang ( balance ). Baik pada saat kompresi,

maupun pembakaran, tidak menimbulkan puntiran pada getaran yang

tinggi.

Pada motor diesel 4 langkah dengan 1 cylinder, piston bergerak 4

kali, menghasilkan satu kali pembakaran. Atau dua kali putaran crank

shaft, menghasilkan 1 kali pembakaran.

2. TABLE SEQUENCE

Adalah suatu table yang menyatakan urutan langkah dan urutan

pembakaran yang terjadi pada engine, baik engine dengan satu cylinder

atau lebih.

Firing Order ( F O ) = 1 – 5 – 2 – 6 - 3 - 5 dan 1 – 5 – 3 - 6 - 2 – 4

Table Sequence untuk 6 cylinder.

 

Beda langkah setiap cylinder = 720 : 6 = 120

3. VALVE TIMING

Adalah saat membuka dan menutup valve intake dan valve

exhaust.Misalkan engine Komatsu 6D125 series dengan data - data

sebagai berikut :

Firing Order ( F O ) = 1 - 5 - 3 - 6 - 2 - 4.

Valve intake terbuka = 20 B T D C (Before top dead center)

Valve intake menutup = 30 A B D C (After bottom dead center)

Valve exhaust membuka = 45 B B D C (Before bottom dead center)

Valve exhaust menutup = 15 A T D C (After top dead center)

Dari data tersebut, dapat diketahui panjang langkah dari engine

Komatsu 6D125 seres adalah sebagai berikut :

Intake stroke = 20 + 180 + 30 = 230.

Compression stroke = 180 - 30 = 150.

Power stroke = 180 - 45 = 135.

Exhaust stroke = 45 + 180 + 15 = 240.

Total stroke = 230 + 150 + 135 + 240 = 755.

Jadi over lapping = 755 - 720 = 35.

Fungsi over lapping adalah untuk mengadakan pembilasan gas

bekas sisa pembakaran di dalam cylinder ( ruang bakar ). Hal ini terjadi

pada saat exhaust valve belum tertutup dan intake valve sudah terbuka.

Untuk pembuatan Table Sequence yang sebenarnya, dalam perhitungan

sesuai dengan data diatas yaitu :

Akhir power = 0 + 135 = 135

Akhir exhaust = 135 + 240 = 375

Awal intake = 375 - 35 = 340

Akhir intake = 340 + 230 = 570

Akhir compression = 570 + 150 = 720

BAB III

METODOLGI

3.1 Persiapan Awal

Sebelum mesin diaktifkan atau dioperasikan secara manual maka

terlebih dahulu harus dilakukan pemeriksaan dan persiapan pada beberapa

hal yang penting. Hal-hal tersebut adalah, sebagai berikut :

1. Mengatur valve/katup sistem pendingin

2. Menjalankan pompa pendingin air laut

3. Memeriksa level bahan bakar di tangki B-B/fuel tank

4. Memeriksa level oil lubrication di center dengan menggunakan stic

5. Memeriksa level oil gear box

6. Memeriksa tekanan pada tangki udara/botol angin

7. Drain tangki udara (condensasi)

8. Setelah mesin bekerja, mengatur besar RPM yang akan digunakan.

Pada praktikum ini digunakan 3 RPM yaitu ; 501,8 Rpm, 601,8 Rpm

dan 701.8 Rpm.

3.2 Mengatur Propeller load Terhadap Sea force Simulation dan Posisi

Kapal (TRIM)

Kapal Pada Posisi Ballast

a. Memastikan alat pengatur simulasi hanya bekerja pada variasi

Sea force dan posisi kapal dengan memposisikan alat simulasi

pengatur Wind force pada posisi nol.

b. Memposisikan alat simulasi pengatur kapal pada posisi Ballast.

c. Mengatur periode pada periode = 6 untuk melakukan prosedur d –

i. Dan dilanjutkan dengan kondisi yang sama dengan mengatur

periode yang berbeda pada periode 15 dan 24.

d. Mengatur variabel Sea force pada Sea force = 2

e. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.

f. Mengatur variabel Sea force pada Sea force = 6

g. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.

h. Mengatur variabel Sea force pada Sea force = 10

i. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.

j. Melakukan prosedur a – i untuk setiap kondisi kecepatan kapal

yang berbeda.

Kapal Pada Posisi Half Load

a. Memastikan alat pengatur simulasi hanya bekerja pada variasi

Sea force dan posisi kapal dengan memposisikan alat simulasi

pengatur Wind force pada posisi nol.

b. Memposisikan alat simulasi pengatur kapal pada posisi Half Load

c. Mengatur periode pada periode = 6 untuk melakukan prosedur d –

i. Dan dilanjutkan dengan kondisi yang sama dengan mengatur

periode yang berbeda pada periode 15 dan 24.

d. Mengatur variabel Sea force pada Sea force = 2

e. Mengamati dan Mencatat Propeller load nya

f. Mengatur variabel Sea force pada Sea force = 6

g. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.

h. Mengatur variabel Sea force pada Sea force = 10

i. mengamati dan mencatat Propeller load nya

j. Melakukan prosedur a – i untuk setiap kondisi kecepatan kapal

yang berbeda.

Kapal Pada Posisi Full Load

a. Memastikan alat pengatur simulasi hanya bekerja pada variasi

Sea force dan posisi kapal dengan memposisikan alat simulasi

pengatur Wind force pada posisi nol (tidak diaktifkan).

b. Memposisikan alat simulasi pengatur kapal pada posisi Full Load

c. Mengatur periode pada periode = 6 untuk melakukan prosedur d –

i. Dan dilanjutkan dengan kondisi yang sama dengan mengatur

periode yang berbeda pada periode 15 dan 24.

d. Mengatur variabel Sea force pada Sea force = 2

e. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.

f. Mengatur variabel Sea force pada Sea force = 6

g. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.

h. Mengatur variabel Sea force pada Sea force = 10

i. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.

j. Melakukan prosedur a – i untuk setiap kondisi kecepatan kapal

yang berbeda.

3.3 Mengatur Propeller load Terhadap Wind force Simulation dan Arah

Datangnya Angin

Angin Dengan Arah Astern

a. Memastikan alat pengatur simulasi hanya bekerja pada variasi

Wind force dan arah datangnya angin dengan memposisikan alat

simulasi pengatur Sea force pada posisi nol (tidak diaktifkan).

b. Memposisikan alat simulasi pengatur arah datangnya angin pada

arah Astern.

c. Mengatur posisi kapal (TRIM) menjadi Ballast ,Half Load dan

Full Load

d. Mengatur variabel Wind force pada Wind force = 2

e. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.

f. Mengatur variabel Wind force pada Wind force = 6

g. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.

h. Mengatur variabel Wind force pada wind force = 10

i. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.

j. Melakukan prosedur a – i untuk setiap kondisi kecepatan kapal

yang berbeda.

Angin dengan Arah Beam

a. Memastikan alat pengatur simulasi hanya bekerja pada variasi

Wind force dan arah datangnya angin dengan memposisikan alat

simulasi pengatur Sea force pada posisi nol (tidak diaktifkan).

b. Memposisikan alat simulasi pengatur arah datangnya angin pada

arah Beam.

c. Mengatur posisi kapal (TRIM) menjadi Ballast ,Half Load dan

Full Load

d. Mengatur variabel Wind force pada Wind force = 2

e. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.

f. Mengatur variabel Wind force pada Wind force = 6

g. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.

h. Mengatur variabel Wind force pada Wind force = 10

i. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.

j. Melakukan prosedur a – i untuk setiap kondisi kecepatan kapal

yang berbeda.

Angin Dengan Arah Bow

a. Memastikan alat pengatur simulasi hanya bekerja pada variasi

Wind force dan arah datangnya angin dengan memposisikan alat

simulasi pengatur Sea force pada posisi nol (tidak diaktifkan).

b. Memposisikan alat simulasi pengatur arah datangnya angin pada

arah Bow.

c. Mengatur Posisi Kapal (TRIM) menjadi Ballast,Half Load,Full

Load

d. Mengatur variabel Wind force pada Wind force = 2

e. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.

f. Mengatur variabel Wind force pada Wind force = 6

g. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.

h. Mengatur variabel Wind force pada Wind force = 10

i. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.

j. Melakukan prosedur a – i untuk setiap kondisi kecepatan kapal

yang berbeda.

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Spesifikasi Mesin Diesel (Marine Diesel)

Type : 2 cycle

Bore : 108 mm

Stroke : 127 mm

Number of Cylinder : 4

Firing order RH Rotation (FO- Putaran Kanaan) : 1 – 3 – 4 – 2

Firing Order LH Rotation (LO- Putaran Kiri) : 1 – 2 – 3 – 4

Number of Main Bearing : 5

Ratio Gear Box : 1 : 95

Model : 104 23100

Detroit Diesel Alusion DW.6ME

Setelah mesin diesel dijalankan, pada Bridge Console Room

(ruang kapten) dilakukan pengamatan terhadap Propeller load, dimana

Spesifikasi pada Bridge Console Room sendiri adalah sebagai berikut :

1. Simulasi muatan kapal/Trim kapal

a. Ballast

b. Half Load

c. Full Load

2. Simulasi Sea force (Ombak)

a. Periode : 6 s, 15 s dan 24 s

b. Sea force (Besaran Ombak) : Skala 1 s/d 10

3. Simulasi Wind Direction (Arah Angin)

a. Wind Direction (Arah Angin)

Astern

Beam

Bow

b. Wind force (Besaran Angin) : Skala 1 s/d 10

4.2 Data Hasil Pengamatan

Tabel 4.1. DATA HASIL PRAKTIKUM SEA FORCE 501.8 RPM

RPM TRIM

SEA FORCE SIMULATION LOAD PROPELER (%)SEA WAVE PERIODE (SECOND)

SEAFORCE

MIN MAX

501.8 BALLAST

62 50 566 42 5410 24 58

152 48 546 40 54

10 22 52

242 48 526 40 5610 22 58

RPM TRIM

SEA FORCE SIMULATION LOAD PROPELER (%)SEA WAVE PERIODE (SECOND)

SEAFORCE

MIN MAX

501.8HALF LOAD

62 70 766 60 7410 46 78

152 68 766 58 74

10 46 78

242 70 766 58 7410 46 78

RPM TRIM

SEA FORCE SIMULATION LOAD PROPELER (%)SEA WAVE PERIODE (SECOND)

SEAFORCE

MIN MAX

501.8FULL LOAD

62 90 92

6 86 92

10 72 94

152 90 96

6 82 92

10 72 94

242 90 92

6 82 92

10 70 94Sumber : Data Hasil Praktikum, 2015

Tabel 4.2 DATA HASIL PRAKTIKUM SEA FORCE 601.7 RPM

RPM TRIM

SEA FORCE SIMULATION LOAD PROPELER (%)SEA WAVE PERIODE (SECOND)

SEAFORCE

MIN MAX

601.7 BALLAST

62 48 546 42 5410 24 56

152 49 546 41 54

10 22 54

242 68 546 58 5410 46 56

RPM TRIM

SEA FORCE SIMULATION LOAD PROPELER (%)SEA WAVE PERIODE (SECOND)

SEAFORCE

MIN MAX

601.7HALF LOAD

62 68 726 58 7210 46 74

152 68 726 58 74

10 46 72

242 66 726 58 7310 46 76

RPM TRIM

SEA FORCE SIMULATION LOAD PROPELER (%)SEA WAVE PERIODE (SECOND)

SEAFORCE

MIN MAX

601.7FULL LOAD

62 86 90

6 78 90

10 68 92

152 86 90

6 78 92

10 68 90

242 86 90

6 78 90

10 66 92Sumber : Data Hasil Praktikum, 2015

Tabel 4.3 DATA HASIL PRAKTIKUM SEA FORCE 701.8 RPM

RPM TRIM SEA FORCE SIMULATION LOAD PROPELER (%)

SEA WAVE PERIODE (SECOND)

SEAFORCE

MIN MAX

701.8 BALLAST

62 60 65

6 50 65

10 42 66

152 58 64

6 50 65

10 40 68

242 58 65

6 50 65

10 40 66

RPM TRIM

SEA FORCE SIMULATION LOAD PROPELER (%)SEA WAVE PERIODE (SECOND)

SEAFORCE

MIN MAX

701.8HALF LOAD

62 75 806 67 8110 56 84

152 76 826 67 82

10 56 84

242 66 826 66 8210 56 84

RPM TRIM

SEA FORCE SIMULATION LOAD PROPELER (%)SEA WAVE PERIODE (SECOND)

SEAFORCE

MIN MAX

701.8FULL LOAD

62 93 96

6 86 96

10 76 88

152 92 96

6 85 96

10 76 98

242 93 96

6 86 97

10 76 98Sumber : Data Hasil Praktikum, 2015

Tabel 4.4. DATA HASIL TABEL WIND FORCE 501.8 RPM

RPM TRIM

WIND FORCE SIMULATION

LOAD PROPELERWIND DIRECTION

WIND FORCE

501.8 B BOW 2 70

ALLAST

6 7810 92

BEAM2 666 72

10 82

ASTERN2 566 5210 58

RPM TRIM

WIND FORCE SIMULATION

LOAD PROPELERWIND DIRECTION

WIND FORCE

501.8HALF LOAD

BOW2 886 9210 98

BEAM2 866 89

10 94

ASTERN2 786 7810 74

RPM TRIM

WIND FORCE SIMULATION

LOAD PROPELERWIND DIRECTION

WIND FORCE

501.8FULL LOAD

BOW2 966 9610 100

BEAM2 966 98

10 100

ASTERN2 976 9210 91

Sumber : Data Hasil Praktikum, 2015

Tabel 4.5 DATA HASIL PRAKTIKUM WIND FORCE 601.8

RPM TRIM

WIND FORCE SIMULATION

LOAD PROPELERWIND DIRECTION

WIND FORCE

601.8BA

LLAST

BOW2 906 8810 86

BEAM2 96

6 9810 100

ASTERN2 966 9810 100

RPM TRIM

WIND FORCE SIMULATION

LOAD PROPELERWIND DIRECTIONWIND FORCE

601.8HALF LOAD

BOW2 906 8810 86

BEAM2 96

6 9810 100

ASTERN2 966 9810 100

RPM TRIM

WIND FORCE SIMULATION

LOAD PROPELERWIND DIRECTIONWIND FORCE

601.8FULL LOAD

BOW2 906 8810 86

BEAM2 96

6 9810 100

ASTERN2 966 9810 100

Sumber : Data Hasil Praktikum, 2015

Tabel 4.6 DATA HASIL PRAKTIKUM WIND FORCE 701.8

RPM TRIM

WIND FORCE SIMULATION

LOAD PROPELERWIND DIRECTION

WIND FORCE

701.8 BALLAST

BOW2 556 5210 51

BEAM2 626 68

10 78

ASTERN2 666 6710 88

RPM TRIM

WIND FORCE SIMULATION

LOAD PROPELERWIND DIRECTIONWIND FORCE

701.8HALF LOAD

BOW26 8810 86

BEAM2 966 98

10 100

ASTERN2 966 9810 100

RPM TRIMWIND FORCE SIMULATION

LOAD PROPELERWIND DIRECTION WIND FORCE

701.8FULL LOAD

BOW2 906 8810 86

BEAM2 966 98

10 100

ASTERN2 966 9810 100

Sumber : Data Hasil Praktikum, 2015

VARIASI GRAFIK

1. RPM (VARIASI) V LOAD PROPELER (KONDISI BALLAST)2. RPM (VARIASI) V LOAD PROPELER (KONDISI HALF LOAD)3. RPM (VARIASI) V LOAD PROPELER (KONDISI FULL LOAD)4. RPM (VARIASI) V LOAD PROPELER (KONDISI WIND FORCE)5. RPM (VARIASI) V LOAD PROPELER (KONDISI SEA FORCE)

4.3 Grafik Hasil Praktikum

Setelah melakukan pengamatan Propeller load terhadap Sea force

Simulation dan Wind force Simulation, maka dapat dibuat grafik sebagai

berikut :

1. Grafik pengaruh Sea force terhadap Propeller load RPM 501.8

a) Posisi Kapal (TRIM) = BALLAST

2 6 100

10

20

30

40

50

60

70

48

40

22

5256 58

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 501.8 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pel

ler

(%) keterangan :

RPM : 501.8Sea force period : 24Trim : Ballast

2 6 100

10

20

30

40

50

60

70

50

42

24

56 5458

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 501.8 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pel

ler

(%) keterangan :

RPM : 501.8Sea force period : 6Trim : Ballast

2 6 100

10

20

30

40

50

60

48

40

22

54 54 52

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 501.8 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pelle

r (%

) keterangan :RPM : 501.8Sea force period : 15Trim : Ballast

b) Posisi Kapal (TRIM) = HALF LOAD

2 6 100

10

20

30

40

50

60

70

80

90

70

60

46

76 7478

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 501.8 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pel

ler

(%) keterangan :

RPM : 501.8Sea force period : 6Trim : Half Load

2 6 100

10

20

30

40

50

60

70

80

90

68

58

46

76 7478

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 501.8 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pel

ler

(%) keterangan :

RPM : 501.8Sea force period : 15Trim : Half Load

2 6 100

10

20

30

40

50

60

70

80

90

70

58

46

76 7478

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 501.8 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pelle

r (%

)

keterangan :RPM : 501.8Sea force period : 24Trim : Half Load

c) Posisi Kapal (TRIM) = FULL LOAD

2 6 100

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100 9086

72

92 92

78

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 501.8 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pel

ler

(%)

keterangan :RPM : 501.8Sea force period : 6Trim : Full Load

2 6 100

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100 9082

7276

92 94

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 501.8 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pelle

r (%

)

keterangan :RPM : 501.8Sea force period : 15Trim : Full Load

2 6 100

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100 9082

70

92 92 94

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 501.8 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pelle

r (%

)

keterangan :RPM : 501.8Sea force period : 24Trim : Full Load

2. Grafik pengaruh Sea force terhadap Propeller load RPM 601.7

a) Posisi Kapal (TRIM) = BALLAST

2 6 100

10

20

30

40

50

60

48

42

24

54 54 56

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 601.7 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pel

ler

(%) keterangan :

RPM : 601.7Sea force period : 6Trim : Ballast

2 6 100

10

20

30

40

50

60

49

41

22

54 54 54

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 601.7 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pel

ler

(%) keterangan :

RPM : 601.7Sea force period : 15Trim : Ballast

2 6 100

10

20

30

40

50

60

70

8068

58

46

54 54 56

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 601.7 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pel

ler

(%) keterangan :

RPM : 601.7Sea force period : 24Trim : Ballast

b) Posisi Kapal (TRIM) = HALF LOAD

2 6 100

10

20

30

40

50

60

70

8068

58

46

72 72 74

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 601.7 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pel

ler

(%) keterangan :

RPM : 601.7Sea force period : 6Trim : Half Load

2 6 100

10

20

30

40

50

60

70

8068

58

46

72 74

54

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 601.7 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pel

ler

(%)

keterangan :RPM : 601.7Sea force period : 15Trim : Half Load

2 6 100

10

20

30

40

50

60

70

80

66

58

46

72 7376

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 601.7 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pelle

r (%

)

keterangan :RPM : 601.7Sea force period : 24Trim : Half Load

a) Posisi Kapal (TRIM) = FULL LOAD

3.

Grafik pengaruh Sea Force terhadap Propeller load RPM 701.8

a)

Posisi Kapal (TRIM) = BALLAST

2 6 100

10

20

30

40

50

60

70

80

90

10086

78

68

90 90

74

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 601.7 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pel

ler

(%) keterangan :

RPM : 601.7Sea force period : 6Trim : Full Load

2 6 100

10

20

30

40

50

60

70

80

90

10086

78

68

90 92

72

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 601.7 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pel

ler

(%)

keterangan :RPM : 601.7Sea force period : 15Trim : Full Load

2 6 100

10

20

30

40

50

60

70

80

90

10086

78

66

90 90 92

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 601.7 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pelle

r (%

)

keterangan :RPM : 601.7Sea force period : 24Trim : Full Load

2 6 100

10

20

30

40

50

60

7060

50

42

65 65 66

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 701.8 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pel

ler

(%) keterangan :

RPM : 701.8Sea force period : 6Trim : Ballast

2 6 100

10

20

30

40

50

60

70

80

58

50

40

64 6568

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 701.8 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pel

ler

(%) keterangan :

RPM : 701.8Sea force period : 15Trim : Ballast

2 6 100

10

20

30

40

50

60

70

58

50

40

65 65 66

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 701.8 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pelle

r (%

)

keterangan :RPM : 701.8Sea force period : 24Trim : Ballast

c) Posisi Kapal (TRIM) = HALF LOAD

2 6 100

10

20

30

40

50

60

70

80

90

7567

56

80 8174

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 701.8 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pel

ler

(%) keterangan :

RPM : 701.8Sea force period : 6Trim : Half Load

2 6 100

10

20

30

40

50

60

70

80

9076

67

56

82 82 84

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 701.8 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pel

ler

(%)

keterangan :RPM : 701.8Sea force period : 15Trim : Half Load

2 6 100

10

20

30

40

50

60

70

80

90

66 66

56

82 82 84

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 601.7 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pelle

r (%

)

keterangan :RPM : 701.8Sea force period : 24Trim : Half Load

b) Posisi Kapal (TRIM) = FULL LOAD

4.

Grafik

pengaruh Wind force terhadap Propeller load RPM 501.8

a)

Posisi Kapal (TRIM) = BALLAST)

2 6 100

20

40

60

80

100

120

9386

76

96 9688

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 701.8 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pel

ler

(%) keterangan :

RPM : 701.8Sea force period : 6Trim : Full Load

2 6 100

20

40

60

80

100

120

9285

76

96 9690

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 701.8 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pel

ler

(%)

keterangan :RPM : 701.8Sea force period : 15Trim : Full Load

2 6 100

20

40

60

80

100

120

9286

76

96 97 98

SEA FORCE-PROPELLER LOAD 701.8 RPM

Load Propeler (min) Load Propeller (max)

Sea Force

Load

Pro

pelle

r (%

)

keterangan :RPM : 701.8Sea force period : 24Trim : Full Load

2 6 1 00

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

WIND FORCE- LOAD PROPELLER 501.8 RPMBow Beam Astern

Wind Force

Loa

d P

rop

ell

er

b) Posisi Kapal (TRIM) = HALF LOAD

2 6 1 00

20

40

60

80

100

120

WIND FORCE- LOAD PROPELLER 501.8 RPMBow Beam Astern

Wind Force

Load

Pro

pelle

r

c) Posisi Kapal (TRIM) = Full Load

2 6 1 00

20

40

60

80

100

120

WIND FORCE- LOAD PROPELLER 501.8 RPMBow Beam Astern

Wind Force

Load

Pro

pelle

r

Keterangan:Rpm : 501.8

Trim : half load

Wind direction : Bow,beam ,astern

5. Grafik pengaruh Wind force terhadap Propeller load RPM 601.7

a) Posisi Kapal (TRIM) = BALLAST)

Keterangan:

Rpm : 501.8

Trim : half load

Wind direction Bow,beam ,astern

2 6 100

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

WIND FORCE- LOAD PROPELLER 601.7 RPM

Bow Beam Astern

Wind Force

Load

Pro

pel

ler

d) Posisi Kapal (TRIM) = HALF LOAD

2 6 100

20

40

60

80

100

120

WIND FORCE- LOAD PROPELLER 601.7 RPM

Bow Beam Astern

Wind Force

Load

Pro

pel

ler

e) Posisi Kapal (TRIM) = Full Load

2 6 100

20

40

60

80

100

120

WIND FORCE- LOAD PROPELLER 601.7 RPM

Bow Beam Astern

Wind Force

Load

Pro

pel

ler

6. Grafik pengaruh Rpm terhadap Propeller load Wind force 701.8 RPM

Keterangan:

Rpm : 601.7

Trim : half load

Wind direction Bow,beam ,astern

Keterangan:

Rpm : 601.7

Trim : Ballast

Wind direction Bow,beam ,astern

Keterangan:

Rpm : 601.7

Trim : full load

Wind direction Bow,beam ,astern

a) Posisi Kapal (TRIM) = BALLAST)

2 6 100

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

55 52 51

6268

78

66 67

88

WIND FORCE- LOAD PROPELLER 701.8 RPM

Bow Beam Astern

Wind Force

Load

Pro

pelle

r

b) Posisi Kapal (TRIM) = HALF LOAD

2 6 100

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

73 70 69

7984

9182

89 90

WIND FORCE- LOAD PROPELLER 701.8 RPM

Bow Beam Astern

Wind Force

Load

Pro

pelle

r

c) Posisi Kapal (TRIM) = Full Load

2 6 10

9088

86

9698

100

9698

100

WIND FORCE- LOAD PROPELLER 701.8 RPM

Bow Beam Astern

Wind Force

Load

Pro

pelle

r

4.4 Analisa

Keterangan:

Rpm : 701.8

Trim : Ballast

Wind direction Bow,beam ,astern

Keterangan:

Rpm : 701.8

Trim : half load

Wind direction Bow,beam ,astern

Keterangan:

Rpm : 701.8

Trim : full load

Wind direction Bow,beam ,astern

Dari hasil praktikum tentang SEA FORCE SIMULATION dan WIND

FORCE SIMULATION yang telah kami lakukan dapat diketahui bahwa

sea force (ombak) dan wind force (angin) berpengaruh terhadap kerja

propeller load. Selain itu posisi kapal juga menentukan besar kerjanya

propeller load.

Posisi kapal didalam melakukan percobaan ada tiga yaitu ballast

(muatan kosong), half load (muatan setengah) dan full load (muatan

penuh). Apabila muatan kapal tersebut kosong maka kerja propeller load

semakin kecil, bisa dikatakan berbanding terbalik. Dan begitu juga

sebaliknya. Hal tersebut dapat terjadi karena kapal tidak mengalami

pembebanan yang berlebih.

Semakin besar sea force maka kerja propeller juga semakin besar.

Hal ini disebabkan karena adanya hantaman ombak yang besar terhadap

kapal. Sehingga kerja propeller melawan beban yang diterima juga

semakin besar pula. Hal tersebut terlihat dari tabel hasil percobaan dan

juga grafik yang didapatkannya.

Sedangkan untuk pengaruh wind force ada tiga yaitu astern (dari

belakang), beam (dari samping) dan bow (dari depan). Pengaruh astern

terhadap kerja propeller load lebih besar dibandingkan dengan beam dan

bow. Hal ini dikarenakan apabila kapal mendapatkan dorongan angin yang

besar dari belakang (astern) maka kerja propeller semakin ringan karena

arah angin langsung mengenai propeller dan arahnya satu arah. Sedangkan

apabila kapal mendapatkan dorongan angin dari depan (bow) maka kerja

propeller semakin besar karena arah angin berlawanan dengan arah kapal.

Oleh karena itu kerja propeller load nya juga semakin besar.

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dan garfik yang telah

dibuat, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Banyaknya muatan kapal berbanding lurus dengan load propeller .

Semakin besar muatan kapal, maka load propeller yang dibutuhkan juga

semakin besar. Namun pada hasil pengamatan menunjukkan bahwa

Semakin banyak muatan kapal, load propeller nya semakin kecil.

Kesalahan yang terjadi tersebut dapat disebabkan karena :

a. Kesalahan dalam membaca besarnya load propeller yang akan

mempengaruhi kurva.

b. Kesalahan ketika melakukan penunjukan alat.

c. Pemberian beban Rpm yang tidak sesuai.

d. Kondisi alat yang kurang baik.

2. Periode sea force tidak terlalu berpengaruh pada besarnya propeller load,

hanya saja mempengaruhi timing naiknya propeller load.

3. Kondisi muatan kapal berpengaruh pada besarnya propeller load.

Propeller load pada kondisi ballast lebih rendah dari pada propeller load

pada kondisi half load, propeller load pada kondisi half load lebih rendah

dari pada propeller load pada kondisi full load (ballast < half load < full

load).

4. Semakin besar wind force arah belakang (astern), maka propeller load

semakin kecil.

5. Semakin besar wind force arah depan (bow) ataupun samping (beam),

maka semakin besar pula propeller load-nya.

6. Arah angin dari depan lebih besar mempengaruhi propeller load dari pada

arah samping ataupun belakang (depan > samping > belakang).

LAPORAN RESMIPRAKTIKUM MOTOR BAKAR

BRIDGE CONSOLE ROOM

Oleh : K3 IV B

Mardianto Noor Rachmat 6513040050

Kelompok I

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYATEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

2015

LAPORAN RESMIPRAKTIKUM MOTOR BAKAR

ENGINE ROOM

Oleh : K3-IV B

Mardianto Noor Rachmat (6513040050)

Kelompok I

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYATEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

2015