BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Di dalam kapal terdapat tiga ruangan penting yaitu Ruang Mesin
(Engine Room), Ruang Kontrol (Control Room) dan Ruang Kapten (Bridge
Console Room).
Pada saat mesin beroperasi dapat dikontrol di Bridge Console
Room atau yang lebih dikenal dengan Ruang Kapten. Ruang Kapten pada
aplikasi nyatanya berada pada bagian atas kapal yang ditujukan untuk
memudahkan kapten atau pekerja yang berada di ruang kapten untuk
mengetahui/melihat keadaan yang terjadi pada Engine Room, Control Room
dan keadaan disekitar. Sehingga jika terjadi suatu kondisi yang tidak
diinginkan saat pengoperasian kapal dapat sesegera mungkin dilakukan
usaha pencegahan.
Di ruang kapten dilengkapi dengan suatu alat yang dapat digunakan
untuk mengetahui Propeller load suatu kapal terhadap Sea force dan Posisi
kapal (Ballast, Half Load, Full Load) serta terhadap Wind force dan Posisi
datangnya angin (Astern, Beam, Bow) pada saat kapal beroperasi.
Untuk lebih memahami ruang kapten tersebut, dilakukan praktikum
pada ruang kapten dan melakukan pembahasan sehingga mampu
mengetahui sistem kerja pada ruang kapten tersebut.
I.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada praktikum Motor Bakar di Ruang Kapten
ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh Sea force dan Posisi Kapal terhadap Propeller
load ?
2. Bagaimana pengaruh Wind force dan posisi datangnya angin terhadap
Propeller load ?
1.3. Tujuan
Tujuan dari dilakukannya praktikum Motor Bakar pada Ruang
Kapten ini adalah :
1. Agar praktikan dapat mengetahui pengaruh Sea force dan Posisi Kapal
yang meliputi Ballast, Half Load dan Full Load terhadap Propeller
load pada saat kapal beroperasi.
2. Agar praktikan dapat mengetahui pengaruh Wind force dan posisi
datangnya angin yang meliputi Astern (dari belakang), Beam (dari
samping) dan Bow (dari depan) terhadap Propeller load.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pengertian Control Room (Kamar Kontrol)
Kamar Kontrol (Control Room) merupakan salah satu ruangan
didalam kapal, dimana semua alat-alat kontrol mesin-mesin yang beroperasi
dipasang. Di ruang kontrol terdapat beberapa alat, yaitu :
1. Pengatur arah putaran propeller (contoh : Ahead, Astern )
2. Pengatur kecepatan propeller (Manuver, Dead slow, slow, half dan
Full)
3. Indikator gangguan system dan alarm
Apabila terjadi gangguan pada salah satu system saat pengoperasian
atau saat mesin beroperasi maka di control room akan ditunjukan
sistem yang mana yang mengalami gangguan yang diikuti dengan
berbunyi-nya alarm.
4. Data Logger
Digunakan untuk menampilkan beberapa data yang ada saat
pengoperasian mesin ataupun saat mesin beroperasi. (contoh: fresh
water inlet, fresh water outlet, lube oil delivery, kecepatan propeller
dll)
5. Komputer
6. Printer
Digunakan untuk mencetak data yang ditampilkan pada data logger.
Alat – alat tersebut yang digunakan untuk pengontrolan mesin kapal
secara otomatis. Namun pada saat praktikum semua peralatan pada kamar
control tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Sehingga dalam
praktikum kamar mesin kami hanya menjelaskan beberapa sistem kerja
mesin diesel pada mesin kapal dan mesin diesel KOMATSU.
2.2 Pengertian Bridge Console Room (Kamar Kapten)
Kamar Kapten (Bridge Console Room) merupakan salah satu ruangan
yang ada didalam kapal. Ditempat inilah seorang kapten kapal dan dibantu
pekerja lainya melakukan pemantauan pada saat melakukan navigasi.
Ruangan ini terletak satu tingkat diatas kamar mesin dan kamar kontrol
dengan tujuan memudahkan pemantauan didaerah-daerah sekitar. Pada
kamar kapten terdapat tombol-tombol pengatur wind force, sea force, wind
direction, dan lain-lainya. Sehingga seorang kapten dapat mengetahui
besarnya load propeller kapal yang bekerja.
2.3 Pengertian Sistem Kerja
Di dalam sistem kerja mesin diesel kapal terdapat beberapa sistem
kerja diantaranya adalah :
1) Sistem Bahan Bakar
2) Sistem Pendingin Air Tawar
3) Sistem Pendingin Air Laut
Pada sistem mesin diesel kapal ini merupakan mesin 2 tak, dimana
udara masuk (inlet) melalui SCAVENGING sedangkan udara/gas hasil
pembakaran keluar (exhaust) melalui KATUB BUANG. Udara masuk ke
scavenging dengan bantuan blower yang terpasang didalam mesin. Didalam
mesin diesel 2 tak terdapat 2 langkah kerja yaitu admission dengan
compression dan expansion dengan langkah buang. Didalam mesin diesel
kapal terdapat idling gear yang digunakan untuk mengetahui langkah kerja
mesin pada saat kapal tidak sedang berjalan. Alat ini hanya digunakan untuk
mengetahui kerusakan atau adanya error pada mesin sehingga secara cepat
dilakukan perbaikan apabila memang benar terjadi kerusakan. Untuk itu alat
ini digunakan pada saat maintenance. Untuk putaran propeller dapat
berubah-ubah dari ahead menjadi estern ataupun sebaliknya, hal ini dapat
terjadi dikarenakan terdapat reverse gear sebagai pembalik putaran karena
arah mesin tetap.
2.4 Sistem Bahan Bakar
Dalam sistem mesin diesel menggunakan bahan bakar solar, dimana
bahan bakar ditampung dalam tangki bahan bakar. (fuel tank). Pada kondisi
normal tangki bahan bakar akan menyuplai bahan bakar ke masing-masing
silinder. Namun untuk mengetahui fuel comsumption selama pengoperasian
maka bahan bakar dapat diambil dari bureta. Didalam bureta terdapat skala
yang menunjukkan banyaknya bahan bakar yang dikonsumsi. Bahan bakar
dari fuel tank atau bureta dipompa oleh fuel pump ke dalam ruang
pembakaran pada masing-masing silinder sesuai dengan firing order. Bahan
bakar disemprotkan oleh nozzle untuk di atomizing (dikabutkan) sehingga
bahan bakar tersebut mudah terbakar. Di dalam silinder sudah terdapat
panas dan udara. Ketika bahan bakar telah disemprotkan di dalam silinder
akan terjadi reaksi pembakaran. Namun pada saat reaksi pembakaran terjadi,
tidak seluruhnya bahan bakar akan terbakar sempurna atau masih terdapat
sisa bahan bakar yang tidak terbakar. Oleh karena itu, bahan bakar yang
tidak terbakar dikeluarkan dan mengalami pendinginan di dalam heat.
Selanjutnya akan digunakan kembali atau bersikulasi kembali hingga
terbakar sempurna. Proses diatas akan terus terjadi selama ada suplai bahan
bakar sehingga mesin tetap bekerja. Apabila tidak ada konsumsi bahan
bakar, maka mesin akan mati atau tidak bekerja.
2.5 Sistem Pendinginan dengan Air Tawar
Pada system pendingin air tawar, air tawar yang digunakan berasal
dari fresh water fill up tank, dimana dalam system ini air disuplai dari water
tower yang secara gravitasi mengisi tangki air tawar yang akan digunakan
sebagai air pendingin dalam mesin diesel. Dalam system pendingin di dalam
mesin diesel menggunakan air tawar agar komponen mesin tidak korosi. Di
dalam fresh water fill up tank terdapat pelampung yang secara otomatis
akan mengisi apabila suplai air tawar berkurang selama pengoperasian
mesin. Letak water fill up tank berada lebih tinggi dari pada mesin, sehingga
air tawar akan secara gravitasi menyuplai air pendingin ke mesin. Air
pendingin ini digunakan untuk mendinginkan komponen-komponen pada
mesin yaitu melalui water jacket (celah-celah silinder). Setelah digunakan
untuk mendinginkan mesin yang sangat panas, secara otomatis air tersebut
akan menjadi panas. Dalam system pendingin ini, air tawar akan terus
bersirkulasi untuk mendinginkan komponen mesin sehingga air yang
menjadi panas setelah digunakan untuk mendinginkan komponen mesin
harus didinginkan kembali di dalam heat exchanger oleh air laut.
Selanjutnya air yang telah kembali dingin akan kembali untuk
mendinginkan komponen mesin. Selama pendinginan, air yang terkena suhu
yang sangat panas sebagian akan menguap akibat panas yang diserap
sehingga volume air yang bersirkulasi akan berkurang. Untuk itu, secara
otomastis fresh water fill up tank mengisi air tawar ke dalam mesin.
2.6 Sistem Pendinginan dengan Air Laut
Di dalam mesin diesel kapal juga terdapat system pendingin air laut.
Dimana air laut yang bersirkulasi dalam system pendingin langsung di
ambil dari laut dan akan langsung dibuang ke laut lagi. System pendingin air
laut tidak digunakan untuk mendinginkan komponen mesin karena air laut
mengandung garam yang akan membuat komonen mesin berkorosi. Aliran
air laut hanya masuk ke dalam heat exchanger, yang digunakan untuk
mendinginkan bahan bakar yang telah digunakan dalam reaksi pembakaran
dan juga untuk mendinginkan air tawar yang telah digunakan dalam system
pendingin komponen mesin. Air laut masuk melalui sea water inlet yang
dipompa masuk ke heat exchanger I yang digunakan untuk mendinginkan
bahan bakar dan akan dipompa oleh sea water pump menuju heat exchanger
II yang digunakan untuk mendinginkan air tawar. Selanjutnya air laut akan
dibuang ke laut melalui sea water drain. Pipa aliran air laut terbuat dari
bahan yang tidak mudah korosi. Air laut dalam system pendingin juga harus
di filter terlebih dahulu dari kotoran-kotoran yang ada agar tidak
menghambat aliran yang kemudian dipompa masuk ke mesin.
2.7 Mesin Diesel KOMATSU
1) Spesifikasi Mesin Diesel KOMATSU
Model : 6D125-2
Banyak Silinder : 6
Diameter Silinder : 125 mm
Kapasitas : 11.040 cc
Daya : 180 Hp
Putaran : 1950 rpm
Stroke : 1840 mm
2) Fungsi Mesin Diesel KOMATSU
Mesin diesel komatsu 4 tak ini berfungsi sebagai mesin yang
berada di alat-alat berat seperti bulldozer, traktor, dll karena masin ini
memiliki komponen yang berat dan tenaga yang besar atau kuat.
3) Sistem Kerja Mesin Diesel KOMATSU
Sistem kerja pada mesin diesel komatsu 4 tak hampir sama
dengan mesin diesel 2 tak. Perbedaan terletak pada langkah kerja mesin
diesel. Beberapa system kerja di dalam mesin diesel ini adalah:
a) Sistem bahan bakar
Alur system bahan bakar :
Tangki separator feed fuel pump filter fuel injection
pump ruang pembakaran sisa return ke tangki bahan bakar.
Tekanan sebelum pembakaran : 25-30 bar
Tekanan saat pembakaran : 80 bar
Tangki bahan bakar (fuel tank) berfungsi untuk menyimpan
bahan bakar, terbuat dari plat baja tipis yang bagian dalamnya
dilapisi anti karat. Dalam tangki bahan bakar terdapat fuel sender
gauge yang berfungsi untuk menunjukkan jumlah bahan bakar
yang ada dalam tangki dan juga separator yang berfungsi sebagai
damper bila kendaraan berjalan atau berhenti secara tiba-tiba atau
bila berjalan di jalan yang tidak rata. Fuel inlet ditempatkan 2 – 3
mm dari bagian dasar tangki, ini dimaksudkan untuk mencegah
ikut terhisapnya kotoran dan air.
Saringan bahan bakar untuk pompa injeksi tipe distributor
kebanyakan digabung dengan priming pump dan water sedimenter.
Saringan bahan bakar berfungsi untuk menyaring debu dan kotoran
dari bahan bakar. Priming pump berfungsi untuk mengeluarkan
udara palsu dari sistem bahan bakar (bleeding), sedangkan water
sedimenter berfungsi untuk memisahkan air dari bahan bakar
dengan memanfaatkan perbedaan berat jenis. Bila tinggi air dan
pelampung naik melebihi batas tertentu maka magnet yang ada
pada pelampung akan menutup reed switch dan menyalakan lampu
indikator pada meter kombinasi untuk memperingatkan pengemudi
bahwa air telah terkumpul pada water sedimenter. Water
sedimenter mempunyai keran di bawahnya, air dapat dikeluarkan
dengan membuka keran dan menggerakkan priming pump.
Feed pump berfungi untuk menghisap bahan bakar dari
tangki dan menekannya ke pompa injeksi.
Feed pump menghisap bahan bakar dari tangki dan menekan
bahan bakar yang telah disaring oleh filter ke pompa injeksi.
Pompa injeksi tipe in-line mempunyai cam dan plunger yang
jumlahnya sama dengan jumlah silinder pada mesin. Cam
menggerakkan plunger sesuai dengan firing order mesin. Gerak
lurus bolak-balik dari plunger ini menekan bahan bakar dan
mengalirkannya ke injection nozzle melalui delivery valve.
Delivery valve berfungsi untuk menjaga tekanan pada pipa injeksi
dan menghentikan injeksi dengan cepat. Plunger dilumasi oleh
bahan bakar dan camshaft oleh oli mesin. Gavernor mengatur
banyaknya bahan bakar yang disemprotkan oleh injection nozzle
dengan menggeser control rack. Gavernor terdiri atas dua tipe
yaitu: mechanical gavernor dan combined gavernor (mechanical
and pneumatic gavernor). Timing injeksi bahan bakar diatur oleh
Automatic centrifugal timer. Timer mengatur putaran camshaft.
b) System pendinginan
Salah satu faktor yang mendukung panjangnya umur pakai
dari mesin adalah terjaga baiknya kondisi Cooling System atau
sistem pendingin mesin. Terutama untuk mesin diesel yang bekerja
pada rasio kompresi yang sangat tinggi sehingga panas mesin
merupakan hal yang krusial dalam kestabilan operasinya.
Salah satu faktor yang mendukung panjangnya umur pakai
dari mesin adalah terjaga baiknya kondisi Cooling System atau
sistem pendingin mesin. Terutama untuk mesin diesel yang bekerja
pada rasio kompresi yang sangat tinggi sehingga panas mesin
merupakan hal yang krusial dalam kestabilan operasinya. Seperti
yang kita tahu, mesin diesel pada aplikasi otomotif memakai air
sebagai medium pendingin, dimana air ditampung di dalam
radiator dan dibantu oleh water pump atau pompa air sebagai
perangkat pembantu sirkulasinya.
Secara garis besar komponen sistem pendingin yang utama
antara lain adalah:
Radiator sebagai penampung air sebagai medium pendingin
dan perangkat pelepas panas medium pendingin.
Waterpump atau pompa air sebagai perangkat distribusi
sirkulasi medium pendingin
Cooling fan
Thermostat sebagai pengatur sirkulasi medium pendingin.
Selang air sebagai pengalir sirkulasi air diluar water jacket.
Water jacket atau alur air di dalam blok mesin sebagai jalur
sirkulasi medium pendingin dalam tugasnya menjaga
temperatur kerja mesin.
Fan Shrout
Masing masing komponen sistem tersebut memiliki
ketergantungan dan menjadi satu kesatuan yang utuh agar
temperatur kerja mesin dapat terjaga. Sistem sirkulasi sistem
pendingin mesin dengan medium air adalah sebagai berikut. Ketika
mesin baru akan dihidupkan (biasanya di pagi hari), suhu air pada
radiator berkisar pada suhu ruang yaitu sekitar 23 deg.C. Ketika
mesin dinyalakan, air yang berada di dalam blok mesin bersirkulasi
dengan bantuan waterpump melewati selang by-pass tanpa
melewati radiator. karena lubang air menuju radiator masih ditutup
oleh termostat, sementara itu lubang by-pass yang letaknya
berseberangan dengan lubang menuju radiator terbuka
memungkinkan waterpump mengalirkan air yang keluar dari blok
mesin untuk kembali masuk ke dalam blok mesin untuk
mendinginkan silinder, oil cooler dan cylinder head. Ketika mesin
mencapai suhu kerja, temperatur air pada sistem sirkulasi fase
pendinginan pun naik hingga 85-90 deg.C. Ketika air dengan
temperatur tersebut sampai ke rumah thermostat, thermostat yang
oleh pabrikan di-set untuk membuka pada suhu antara 85-90 deg.C
membuka, sehingga memungkinkan air dari blok mesin masuk ke
radiator. Dengan membukanya thermostat, ujung dari thermostat
tersebut menutup lubang by-pass yang berseberangan dengan jalur
keluar air. Dengan tertutupnya lubang by-pass tersebut juga
memungkinkan waterpump untuk memompa air dari dalam radiator
untuk menjaga temperatur kerja dari mesin tersebut. Air yang
keluar dari blok mesin masuk ke radiator untuk didinginkan dengan
bantuan tiupan angin dari fan, baik mekanik maupun elektrik. Fase
ini disebut fase pendinginan. Disaat mesin berkerja pada putaran
rendah, suhu kerja mesin turun dari 85 deg.C, maka otomatis si
thermostat kembali menutup untuk menjaga temperatur air tidak
berkurang dari suhu kerja mesin, dan akan membuka kembali
ketika suhu tersebut tercapai kembali. Kedua fase ini berpindah
secara bergantian bergantung dari temperatur mesin itu sendiri.
Tanpa thermostat, fase pemanasan dan fase pendinginan tidak
terjadi, dikarenakan pada temperatur mesin masih dingin, air sudah
masuk ke radiator, padahal temperatur air belum perlu untuk
didinginkan. Tanpa thermostat, lubang by-pass pun tidak tertutup
sehingga waterpump akan memompa air dari lubang by-pass
tersebut. Hal ini mengakibatkan debit air yang didesain untuk
berjalan di keseluruhan waterjacket tidak tercapai. Suplai air
menuju ke tempat terjauh dari waterpump terganggu karena adanya
pencabangan, jalur pertama yaitu jalur bypass langsung ke kembali
ke waterpump sementara jalur kedua ke waterjacket.
Sebagai tambahan dari sistem pendinginan di atas, untuk
mengoptimalkan kerja cooling fan atau kipas pendingin udara
dalam menjaga kestabilan suhu air di radiator, penggunaan fan
shrout atau rumah kipas mutlak harus ada. Fan shrout membuat
hembusan udara dari fan tidak terfokus pada radiator, apalagi bila
kendaraan melaju pada kecepatan tinggi. Hembusan udara dari arah
bawah kendaraan dapat memecah konsentrasi udara pendingin
yang ditiup oleh fan ke radiator.
c) System start
System start pada mesin diesel menggunakan electrical starter
atau listrik sebagai system starternya. System listrik sebagai
startnya dari air aki dimana kutub negative disambung pada bodi
mesin sedangkan kutub positif terhubung pada starternya. Motor
starter yang berputar akan menggerakkan flywheel dan crankshaft.
Setelah mesin bekerja, motor starter akan slip dan tidak lagi
berputar karena putaran mesin sudah digantikan oleh putaran
crankshaft.
Mesin diesel bekerja dengan kompresi udara yang cukup
tinggi, sehingga pada mesin diesel besar perlu ditambahkan
sejumlah udara yang lebih banyak. Maka digunakan Supercharger
atau turbocharger pada intake manifold, dengan tujuan memenuhi
kebutuhan udara kompresi. Penambahan turbocharger atau
supercharger ke mesin bertujuan meningkatkan jumlah udara yang
masuk dalam ruang bakar dengan demikian pada saat kompresi
akan menghasilkan tekanan yang tinggi dan pada saat penyalaan
atau pembakaran akan menghasilkan tenaga yang besar.
Penambahan turbocharger atau supercharger pada mesin diesel
tidak berpengaruh besar terhadap pemakaian bahan bakar karena
bahan bakar disuntikan secara langsung ke ruang bakar pada saat
ruang bakar dalam keadaan kompresi tertinggi untuk memicu
penyalaan agar terjadi proses pembakaran.
2.8 Troubleshooting (Mesin Diesel Masuk Angin)
Penyebab : Tidak ada bahan bakar di dalam tangki bahan bakar atau
kehabisan bahan bakar sehingga fuel pump memompa angin
atau udara ke dalam mesin. Tidak ada supplai bahan bakar ke
dalam mesin sehingga mesin akan mati atau mogok.
Cara : Dengan mengisi bahan bakar ke tangki bahan bakar dan
mengeluarkan angin atau udara yang berada dalam aliran
bahan bakar dengan memompanya secara manual dengan
FEED FUEL PUMP hingga angin atau udara benar-benar
keluar dan terisi kembali oleh bahan bakar kembali.
2.9. Firing Order Dan Tabel Sequence
1. FIRING ORDER.
Firing Order adalah urutan pembakaran yang terjadi pada engine
yang mempunyai jumlah cylinder lebih dari 1 ( satu ). Contoh : Engine
dengan 4 cylinder, mempunyai firing order ( F.O ) = 1 - 2 - 4 - 3, maka
proses pembakaran dimulai dari cylinder No.1, dilanjutkan silinder
No.2, No.4 dan No.3.
Tujuannya adalah untuk meratakan hasil power, agar gaya yang
ditimbulkan oleh piston seimbang ( balance ). Baik pada saat kompresi,
maupun pembakaran, tidak menimbulkan puntiran pada getaran yang
tinggi.
Pada motor diesel 4 langkah dengan 1 cylinder, piston bergerak 4
kali, menghasilkan satu kali pembakaran. Atau dua kali putaran crank
shaft, menghasilkan 1 kali pembakaran.
2. TABLE SEQUENCE
Adalah suatu table yang menyatakan urutan langkah dan urutan
pembakaran yang terjadi pada engine, baik engine dengan satu cylinder
atau lebih.
Firing Order ( F O ) = 1 – 5 – 2 – 6 - 3 - 5 dan 1 – 5 – 3 - 6 - 2 – 4
Table Sequence untuk 6 cylinder.
Beda langkah setiap cylinder = 720 : 6 = 120
3. VALVE TIMING
Adalah saat membuka dan menutup valve intake dan valve
exhaust.Misalkan engine Komatsu 6D125 series dengan data - data
sebagai berikut :
Firing Order ( F O ) = 1 - 5 - 3 - 6 - 2 - 4.
Valve intake terbuka = 20 B T D C (Before top dead center)
Valve intake menutup = 30 A B D C (After bottom dead center)
Valve exhaust membuka = 45 B B D C (Before bottom dead center)
Valve exhaust menutup = 15 A T D C (After top dead center)
Dari data tersebut, dapat diketahui panjang langkah dari engine
Komatsu 6D125 seres adalah sebagai berikut :
Intake stroke = 20 + 180 + 30 = 230.
Compression stroke = 180 - 30 = 150.
Power stroke = 180 - 45 = 135.
Exhaust stroke = 45 + 180 + 15 = 240.
Total stroke = 230 + 150 + 135 + 240 = 755.
Jadi over lapping = 755 - 720 = 35.
Fungsi over lapping adalah untuk mengadakan pembilasan gas
bekas sisa pembakaran di dalam cylinder ( ruang bakar ). Hal ini terjadi
pada saat exhaust valve belum tertutup dan intake valve sudah terbuka.
Untuk pembuatan Table Sequence yang sebenarnya, dalam perhitungan
sesuai dengan data diatas yaitu :
Akhir power = 0 + 135 = 135
Akhir exhaust = 135 + 240 = 375
Awal intake = 375 - 35 = 340
Akhir intake = 340 + 230 = 570
Akhir compression = 570 + 150 = 720
BAB III
METODOLGI
3.1 Persiapan Awal
Sebelum mesin diaktifkan atau dioperasikan secara manual maka
terlebih dahulu harus dilakukan pemeriksaan dan persiapan pada beberapa
hal yang penting. Hal-hal tersebut adalah, sebagai berikut :
1. Mengatur valve/katup sistem pendingin
2. Menjalankan pompa pendingin air laut
3. Memeriksa level bahan bakar di tangki B-B/fuel tank
4. Memeriksa level oil lubrication di center dengan menggunakan stic
5. Memeriksa level oil gear box
6. Memeriksa tekanan pada tangki udara/botol angin
7. Drain tangki udara (condensasi)
8. Setelah mesin bekerja, mengatur besar RPM yang akan digunakan.
Pada praktikum ini digunakan 3 RPM yaitu ; 501,8 Rpm, 601,8 Rpm
dan 701.8 Rpm.
3.2 Mengatur Propeller load Terhadap Sea force Simulation dan Posisi
Kapal (TRIM)
Kapal Pada Posisi Ballast
a. Memastikan alat pengatur simulasi hanya bekerja pada variasi
Sea force dan posisi kapal dengan memposisikan alat simulasi
pengatur Wind force pada posisi nol.
b. Memposisikan alat simulasi pengatur kapal pada posisi Ballast.
c. Mengatur periode pada periode = 6 untuk melakukan prosedur d –
i. Dan dilanjutkan dengan kondisi yang sama dengan mengatur
periode yang berbeda pada periode 15 dan 24.
d. Mengatur variabel Sea force pada Sea force = 2
e. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.
f. Mengatur variabel Sea force pada Sea force = 6
g. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.
h. Mengatur variabel Sea force pada Sea force = 10
i. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.
j. Melakukan prosedur a – i untuk setiap kondisi kecepatan kapal
yang berbeda.
Kapal Pada Posisi Half Load
a. Memastikan alat pengatur simulasi hanya bekerja pada variasi
Sea force dan posisi kapal dengan memposisikan alat simulasi
pengatur Wind force pada posisi nol.
b. Memposisikan alat simulasi pengatur kapal pada posisi Half Load
c. Mengatur periode pada periode = 6 untuk melakukan prosedur d –
i. Dan dilanjutkan dengan kondisi yang sama dengan mengatur
periode yang berbeda pada periode 15 dan 24.
d. Mengatur variabel Sea force pada Sea force = 2
e. Mengamati dan Mencatat Propeller load nya
f. Mengatur variabel Sea force pada Sea force = 6
g. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.
h. Mengatur variabel Sea force pada Sea force = 10
i. mengamati dan mencatat Propeller load nya
j. Melakukan prosedur a – i untuk setiap kondisi kecepatan kapal
yang berbeda.
Kapal Pada Posisi Full Load
a. Memastikan alat pengatur simulasi hanya bekerja pada variasi
Sea force dan posisi kapal dengan memposisikan alat simulasi
pengatur Wind force pada posisi nol (tidak diaktifkan).
b. Memposisikan alat simulasi pengatur kapal pada posisi Full Load
c. Mengatur periode pada periode = 6 untuk melakukan prosedur d –
i. Dan dilanjutkan dengan kondisi yang sama dengan mengatur
periode yang berbeda pada periode 15 dan 24.
d. Mengatur variabel Sea force pada Sea force = 2
e. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.
f. Mengatur variabel Sea force pada Sea force = 6
g. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.
h. Mengatur variabel Sea force pada Sea force = 10
i. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.
j. Melakukan prosedur a – i untuk setiap kondisi kecepatan kapal
yang berbeda.
3.3 Mengatur Propeller load Terhadap Wind force Simulation dan Arah
Datangnya Angin
Angin Dengan Arah Astern
a. Memastikan alat pengatur simulasi hanya bekerja pada variasi
Wind force dan arah datangnya angin dengan memposisikan alat
simulasi pengatur Sea force pada posisi nol (tidak diaktifkan).
b. Memposisikan alat simulasi pengatur arah datangnya angin pada
arah Astern.
c. Mengatur posisi kapal (TRIM) menjadi Ballast ,Half Load dan
Full Load
d. Mengatur variabel Wind force pada Wind force = 2
e. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.
f. Mengatur variabel Wind force pada Wind force = 6
g. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.
h. Mengatur variabel Wind force pada wind force = 10
i. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.
j. Melakukan prosedur a – i untuk setiap kondisi kecepatan kapal
yang berbeda.
Angin dengan Arah Beam
a. Memastikan alat pengatur simulasi hanya bekerja pada variasi
Wind force dan arah datangnya angin dengan memposisikan alat
simulasi pengatur Sea force pada posisi nol (tidak diaktifkan).
b. Memposisikan alat simulasi pengatur arah datangnya angin pada
arah Beam.
c. Mengatur posisi kapal (TRIM) menjadi Ballast ,Half Load dan
Full Load
d. Mengatur variabel Wind force pada Wind force = 2
e. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.
f. Mengatur variabel Wind force pada Wind force = 6
g. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.
h. Mengatur variabel Wind force pada Wind force = 10
i. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.
j. Melakukan prosedur a – i untuk setiap kondisi kecepatan kapal
yang berbeda.
Angin Dengan Arah Bow
a. Memastikan alat pengatur simulasi hanya bekerja pada variasi
Wind force dan arah datangnya angin dengan memposisikan alat
simulasi pengatur Sea force pada posisi nol (tidak diaktifkan).
b. Memposisikan alat simulasi pengatur arah datangnya angin pada
arah Bow.
c. Mengatur Posisi Kapal (TRIM) menjadi Ballast,Half Load,Full
Load
d. Mengatur variabel Wind force pada Wind force = 2
e. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.
f. Mengatur variabel Wind force pada Wind force = 6
g. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.
h. Mengatur variabel Wind force pada Wind force = 10
i. Mengamati dan mencatat Propeller load nya.
j. Melakukan prosedur a – i untuk setiap kondisi kecepatan kapal
yang berbeda.
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Spesifikasi Mesin Diesel (Marine Diesel)
Type : 2 cycle
Bore : 108 mm
Stroke : 127 mm
Number of Cylinder : 4
Firing order RH Rotation (FO- Putaran Kanaan) : 1 – 3 – 4 – 2
Firing Order LH Rotation (LO- Putaran Kiri) : 1 – 2 – 3 – 4
Number of Main Bearing : 5
Ratio Gear Box : 1 : 95
Model : 104 23100
Detroit Diesel Alusion DW.6ME
Setelah mesin diesel dijalankan, pada Bridge Console Room
(ruang kapten) dilakukan pengamatan terhadap Propeller load, dimana
Spesifikasi pada Bridge Console Room sendiri adalah sebagai berikut :
1. Simulasi muatan kapal/Trim kapal
a. Ballast
b. Half Load
c. Full Load
2. Simulasi Sea force (Ombak)
a. Periode : 6 s, 15 s dan 24 s
b. Sea force (Besaran Ombak) : Skala 1 s/d 10
3. Simulasi Wind Direction (Arah Angin)
a. Wind Direction (Arah Angin)
Astern
Beam
Bow
b. Wind force (Besaran Angin) : Skala 1 s/d 10
4.2 Data Hasil Pengamatan
Tabel 4.1. DATA HASIL PRAKTIKUM SEA FORCE 501.8 RPM
RPM TRIM
SEA FORCE SIMULATION LOAD PROPELER (%)SEA WAVE PERIODE (SECOND)
SEAFORCE
MIN MAX
501.8 BALLAST
62 50 566 42 5410 24 58
152 48 546 40 54
10 22 52
242 48 526 40 5610 22 58
RPM TRIM
SEA FORCE SIMULATION LOAD PROPELER (%)SEA WAVE PERIODE (SECOND)
SEAFORCE
MIN MAX
501.8HALF LOAD
62 70 766 60 7410 46 78
152 68 766 58 74
10 46 78
242 70 766 58 7410 46 78
RPM TRIM
SEA FORCE SIMULATION LOAD PROPELER (%)SEA WAVE PERIODE (SECOND)
SEAFORCE
MIN MAX
501.8FULL LOAD
62 90 92
6 86 92
10 72 94
152 90 96
6 82 92
10 72 94
242 90 92
6 82 92
10 70 94Sumber : Data Hasil Praktikum, 2015
Tabel 4.2 DATA HASIL PRAKTIKUM SEA FORCE 601.7 RPM
RPM TRIM
SEA FORCE SIMULATION LOAD PROPELER (%)SEA WAVE PERIODE (SECOND)
SEAFORCE
MIN MAX
601.7 BALLAST
62 48 546 42 5410 24 56
152 49 546 41 54
10 22 54
242 68 546 58 5410 46 56
RPM TRIM
SEA FORCE SIMULATION LOAD PROPELER (%)SEA WAVE PERIODE (SECOND)
SEAFORCE
MIN MAX
601.7HALF LOAD
62 68 726 58 7210 46 74
152 68 726 58 74
10 46 72
242 66 726 58 7310 46 76
RPM TRIM
SEA FORCE SIMULATION LOAD PROPELER (%)SEA WAVE PERIODE (SECOND)
SEAFORCE
MIN MAX
601.7FULL LOAD
62 86 90
6 78 90
10 68 92
152 86 90
6 78 92
10 68 90
242 86 90
6 78 90
10 66 92Sumber : Data Hasil Praktikum, 2015
Tabel 4.3 DATA HASIL PRAKTIKUM SEA FORCE 701.8 RPM
RPM TRIM SEA FORCE SIMULATION LOAD PROPELER (%)
SEA WAVE PERIODE (SECOND)
SEAFORCE
MIN MAX
701.8 BALLAST
62 60 65
6 50 65
10 42 66
152 58 64
6 50 65
10 40 68
242 58 65
6 50 65
10 40 66
RPM TRIM
SEA FORCE SIMULATION LOAD PROPELER (%)SEA WAVE PERIODE (SECOND)
SEAFORCE
MIN MAX
701.8HALF LOAD
62 75 806 67 8110 56 84
152 76 826 67 82
10 56 84
242 66 826 66 8210 56 84
RPM TRIM
SEA FORCE SIMULATION LOAD PROPELER (%)SEA WAVE PERIODE (SECOND)
SEAFORCE
MIN MAX
701.8FULL LOAD
62 93 96
6 86 96
10 76 88
152 92 96
6 85 96
10 76 98
242 93 96
6 86 97
10 76 98Sumber : Data Hasil Praktikum, 2015
Tabel 4.4. DATA HASIL TABEL WIND FORCE 501.8 RPM
RPM TRIM
WIND FORCE SIMULATION
LOAD PROPELERWIND DIRECTION
WIND FORCE
501.8 B BOW 2 70
ALLAST
6 7810 92
BEAM2 666 72
10 82
ASTERN2 566 5210 58
RPM TRIM
WIND FORCE SIMULATION
LOAD PROPELERWIND DIRECTION
WIND FORCE
501.8HALF LOAD
BOW2 886 9210 98
BEAM2 866 89
10 94
ASTERN2 786 7810 74
RPM TRIM
WIND FORCE SIMULATION
LOAD PROPELERWIND DIRECTION
WIND FORCE
501.8FULL LOAD
BOW2 966 9610 100
BEAM2 966 98
10 100
ASTERN2 976 9210 91
Sumber : Data Hasil Praktikum, 2015
Tabel 4.5 DATA HASIL PRAKTIKUM WIND FORCE 601.8
RPM TRIM
WIND FORCE SIMULATION
LOAD PROPELERWIND DIRECTION
WIND FORCE
601.8BA
LLAST
BOW2 906 8810 86
BEAM2 96
6 9810 100
ASTERN2 966 9810 100
RPM TRIM
WIND FORCE SIMULATION
LOAD PROPELERWIND DIRECTIONWIND FORCE
601.8HALF LOAD
BOW2 906 8810 86
BEAM2 96
6 9810 100
ASTERN2 966 9810 100
RPM TRIM
WIND FORCE SIMULATION
LOAD PROPELERWIND DIRECTIONWIND FORCE
601.8FULL LOAD
BOW2 906 8810 86
BEAM2 96
6 9810 100
ASTERN2 966 9810 100
Sumber : Data Hasil Praktikum, 2015
Tabel 4.6 DATA HASIL PRAKTIKUM WIND FORCE 701.8
RPM TRIM
WIND FORCE SIMULATION
LOAD PROPELERWIND DIRECTION
WIND FORCE
701.8 BALLAST
BOW2 556 5210 51
BEAM2 626 68
10 78
ASTERN2 666 6710 88
RPM TRIM
WIND FORCE SIMULATION
LOAD PROPELERWIND DIRECTIONWIND FORCE
701.8HALF LOAD
BOW26 8810 86
BEAM2 966 98
10 100
ASTERN2 966 9810 100
RPM TRIMWIND FORCE SIMULATION
LOAD PROPELERWIND DIRECTION WIND FORCE
701.8FULL LOAD
BOW2 906 8810 86
BEAM2 966 98
10 100
ASTERN2 966 9810 100
Sumber : Data Hasil Praktikum, 2015
VARIASI GRAFIK
1. RPM (VARIASI) V LOAD PROPELER (KONDISI BALLAST)2. RPM (VARIASI) V LOAD PROPELER (KONDISI HALF LOAD)3. RPM (VARIASI) V LOAD PROPELER (KONDISI FULL LOAD)4. RPM (VARIASI) V LOAD PROPELER (KONDISI WIND FORCE)5. RPM (VARIASI) V LOAD PROPELER (KONDISI SEA FORCE)
4.3 Grafik Hasil Praktikum
Setelah melakukan pengamatan Propeller load terhadap Sea force
Simulation dan Wind force Simulation, maka dapat dibuat grafik sebagai
berikut :
1. Grafik pengaruh Sea force terhadap Propeller load RPM 501.8
a) Posisi Kapal (TRIM) = BALLAST
2 6 100
10
20
30
40
50
60
70
48
40
22
5256 58
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 501.8 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pel
ler
(%) keterangan :
RPM : 501.8Sea force period : 24Trim : Ballast
2 6 100
10
20
30
40
50
60
70
50
42
24
56 5458
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 501.8 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pel
ler
(%) keterangan :
RPM : 501.8Sea force period : 6Trim : Ballast
2 6 100
10
20
30
40
50
60
48
40
22
54 54 52
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 501.8 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pelle
r (%
) keterangan :RPM : 501.8Sea force period : 15Trim : Ballast
b) Posisi Kapal (TRIM) = HALF LOAD
2 6 100
10
20
30
40
50
60
70
80
90
70
60
46
76 7478
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 501.8 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pel
ler
(%) keterangan :
RPM : 501.8Sea force period : 6Trim : Half Load
2 6 100
10
20
30
40
50
60
70
80
90
68
58
46
76 7478
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 501.8 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pel
ler
(%) keterangan :
RPM : 501.8Sea force period : 15Trim : Half Load
2 6 100
10
20
30
40
50
60
70
80
90
70
58
46
76 7478
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 501.8 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pelle
r (%
)
keterangan :RPM : 501.8Sea force period : 24Trim : Half Load
c) Posisi Kapal (TRIM) = FULL LOAD
2 6 100
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100 9086
72
92 92
78
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 501.8 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pel
ler
(%)
keterangan :RPM : 501.8Sea force period : 6Trim : Full Load
2 6 100
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100 9082
7276
92 94
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 501.8 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pelle
r (%
)
keterangan :RPM : 501.8Sea force period : 15Trim : Full Load
2 6 100
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100 9082
70
92 92 94
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 501.8 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pelle
r (%
)
keterangan :RPM : 501.8Sea force period : 24Trim : Full Load
2. Grafik pengaruh Sea force terhadap Propeller load RPM 601.7
a) Posisi Kapal (TRIM) = BALLAST
2 6 100
10
20
30
40
50
60
48
42
24
54 54 56
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 601.7 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pel
ler
(%) keterangan :
RPM : 601.7Sea force period : 6Trim : Ballast
2 6 100
10
20
30
40
50
60
49
41
22
54 54 54
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 601.7 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pel
ler
(%) keterangan :
RPM : 601.7Sea force period : 15Trim : Ballast
2 6 100
10
20
30
40
50
60
70
8068
58
46
54 54 56
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 601.7 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pel
ler
(%) keterangan :
RPM : 601.7Sea force period : 24Trim : Ballast
b) Posisi Kapal (TRIM) = HALF LOAD
2 6 100
10
20
30
40
50
60
70
8068
58
46
72 72 74
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 601.7 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pel
ler
(%) keterangan :
RPM : 601.7Sea force period : 6Trim : Half Load
2 6 100
10
20
30
40
50
60
70
8068
58
46
72 74
54
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 601.7 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pel
ler
(%)
keterangan :RPM : 601.7Sea force period : 15Trim : Half Load
2 6 100
10
20
30
40
50
60
70
80
66
58
46
72 7376
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 601.7 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pelle
r (%
)
keterangan :RPM : 601.7Sea force period : 24Trim : Half Load
a) Posisi Kapal (TRIM) = FULL LOAD
3.
Grafik pengaruh Sea Force terhadap Propeller load RPM 701.8
a)
Posisi Kapal (TRIM) = BALLAST
2 6 100
10
20
30
40
50
60
70
80
90
10086
78
68
90 90
74
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 601.7 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pel
ler
(%) keterangan :
RPM : 601.7Sea force period : 6Trim : Full Load
2 6 100
10
20
30
40
50
60
70
80
90
10086
78
68
90 92
72
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 601.7 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pel
ler
(%)
keterangan :RPM : 601.7Sea force period : 15Trim : Full Load
2 6 100
10
20
30
40
50
60
70
80
90
10086
78
66
90 90 92
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 601.7 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pelle
r (%
)
keterangan :RPM : 601.7Sea force period : 24Trim : Full Load
2 6 100
10
20
30
40
50
60
7060
50
42
65 65 66
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 701.8 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pel
ler
(%) keterangan :
RPM : 701.8Sea force period : 6Trim : Ballast
2 6 100
10
20
30
40
50
60
70
80
58
50
40
64 6568
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 701.8 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pel
ler
(%) keterangan :
RPM : 701.8Sea force period : 15Trim : Ballast
2 6 100
10
20
30
40
50
60
70
58
50
40
65 65 66
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 701.8 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pelle
r (%
)
keterangan :RPM : 701.8Sea force period : 24Trim : Ballast
c) Posisi Kapal (TRIM) = HALF LOAD
2 6 100
10
20
30
40
50
60
70
80
90
7567
56
80 8174
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 701.8 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pel
ler
(%) keterangan :
RPM : 701.8Sea force period : 6Trim : Half Load
2 6 100
10
20
30
40
50
60
70
80
9076
67
56
82 82 84
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 701.8 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pel
ler
(%)
keterangan :RPM : 701.8Sea force period : 15Trim : Half Load
2 6 100
10
20
30
40
50
60
70
80
90
66 66
56
82 82 84
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 601.7 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pelle
r (%
)
keterangan :RPM : 701.8Sea force period : 24Trim : Half Load
b) Posisi Kapal (TRIM) = FULL LOAD
4.
Grafik
pengaruh Wind force terhadap Propeller load RPM 501.8
a)
Posisi Kapal (TRIM) = BALLAST)
2 6 100
20
40
60
80
100
120
9386
76
96 9688
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 701.8 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pel
ler
(%) keterangan :
RPM : 701.8Sea force period : 6Trim : Full Load
2 6 100
20
40
60
80
100
120
9285
76
96 9690
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 701.8 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pel
ler
(%)
keterangan :RPM : 701.8Sea force period : 15Trim : Full Load
2 6 100
20
40
60
80
100
120
9286
76
96 97 98
SEA FORCE-PROPELLER LOAD 701.8 RPM
Load Propeler (min) Load Propeller (max)
Sea Force
Load
Pro
pelle
r (%
)
keterangan :RPM : 701.8Sea force period : 24Trim : Full Load
2 6 1 00
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
WIND FORCE- LOAD PROPELLER 501.8 RPMBow Beam Astern
Wind Force
Loa
d P
rop
ell
er
b) Posisi Kapal (TRIM) = HALF LOAD
2 6 1 00
20
40
60
80
100
120
WIND FORCE- LOAD PROPELLER 501.8 RPMBow Beam Astern
Wind Force
Load
Pro
pelle
r
c) Posisi Kapal (TRIM) = Full Load
2 6 1 00
20
40
60
80
100
120
WIND FORCE- LOAD PROPELLER 501.8 RPMBow Beam Astern
Wind Force
Load
Pro
pelle
r
Keterangan:Rpm : 501.8
Trim : half load
Wind direction : Bow,beam ,astern
5. Grafik pengaruh Wind force terhadap Propeller load RPM 601.7
a) Posisi Kapal (TRIM) = BALLAST)
Keterangan:
Rpm : 501.8
Trim : half load
Wind direction Bow,beam ,astern
2 6 100
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
WIND FORCE- LOAD PROPELLER 601.7 RPM
Bow Beam Astern
Wind Force
Load
Pro
pel
ler
d) Posisi Kapal (TRIM) = HALF LOAD
2 6 100
20
40
60
80
100
120
WIND FORCE- LOAD PROPELLER 601.7 RPM
Bow Beam Astern
Wind Force
Load
Pro
pel
ler
e) Posisi Kapal (TRIM) = Full Load
2 6 100
20
40
60
80
100
120
WIND FORCE- LOAD PROPELLER 601.7 RPM
Bow Beam Astern
Wind Force
Load
Pro
pel
ler
6. Grafik pengaruh Rpm terhadap Propeller load Wind force 701.8 RPM
Keterangan:
Rpm : 601.7
Trim : half load
Wind direction Bow,beam ,astern
Keterangan:
Rpm : 601.7
Trim : Ballast
Wind direction Bow,beam ,astern
Keterangan:
Rpm : 601.7
Trim : full load
Wind direction Bow,beam ,astern
a) Posisi Kapal (TRIM) = BALLAST)
2 6 100
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
55 52 51
6268
78
66 67
88
WIND FORCE- LOAD PROPELLER 701.8 RPM
Bow Beam Astern
Wind Force
Load
Pro
pelle
r
b) Posisi Kapal (TRIM) = HALF LOAD
2 6 100
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
73 70 69
7984
9182
89 90
WIND FORCE- LOAD PROPELLER 701.8 RPM
Bow Beam Astern
Wind Force
Load
Pro
pelle
r
c) Posisi Kapal (TRIM) = Full Load
2 6 10
9088
86
9698
100
9698
100
WIND FORCE- LOAD PROPELLER 701.8 RPM
Bow Beam Astern
Wind Force
Load
Pro
pelle
r
4.4 Analisa
Keterangan:
Rpm : 701.8
Trim : Ballast
Wind direction Bow,beam ,astern
Keterangan:
Rpm : 701.8
Trim : half load
Wind direction Bow,beam ,astern
Keterangan:
Rpm : 701.8
Trim : full load
Wind direction Bow,beam ,astern
Dari hasil praktikum tentang SEA FORCE SIMULATION dan WIND
FORCE SIMULATION yang telah kami lakukan dapat diketahui bahwa
sea force (ombak) dan wind force (angin) berpengaruh terhadap kerja
propeller load. Selain itu posisi kapal juga menentukan besar kerjanya
propeller load.
Posisi kapal didalam melakukan percobaan ada tiga yaitu ballast
(muatan kosong), half load (muatan setengah) dan full load (muatan
penuh). Apabila muatan kapal tersebut kosong maka kerja propeller load
semakin kecil, bisa dikatakan berbanding terbalik. Dan begitu juga
sebaliknya. Hal tersebut dapat terjadi karena kapal tidak mengalami
pembebanan yang berlebih.
Semakin besar sea force maka kerja propeller juga semakin besar.
Hal ini disebabkan karena adanya hantaman ombak yang besar terhadap
kapal. Sehingga kerja propeller melawan beban yang diterima juga
semakin besar pula. Hal tersebut terlihat dari tabel hasil percobaan dan
juga grafik yang didapatkannya.
Sedangkan untuk pengaruh wind force ada tiga yaitu astern (dari
belakang), beam (dari samping) dan bow (dari depan). Pengaruh astern
terhadap kerja propeller load lebih besar dibandingkan dengan beam dan
bow. Hal ini dikarenakan apabila kapal mendapatkan dorongan angin yang
besar dari belakang (astern) maka kerja propeller semakin ringan karena
arah angin langsung mengenai propeller dan arahnya satu arah. Sedangkan
apabila kapal mendapatkan dorongan angin dari depan (bow) maka kerja
propeller semakin besar karena arah angin berlawanan dengan arah kapal.
Oleh karena itu kerja propeller load nya juga semakin besar.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dan garfik yang telah
dibuat, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Banyaknya muatan kapal berbanding lurus dengan load propeller .
Semakin besar muatan kapal, maka load propeller yang dibutuhkan juga
semakin besar. Namun pada hasil pengamatan menunjukkan bahwa
Semakin banyak muatan kapal, load propeller nya semakin kecil.
Kesalahan yang terjadi tersebut dapat disebabkan karena :
a. Kesalahan dalam membaca besarnya load propeller yang akan
mempengaruhi kurva.
b. Kesalahan ketika melakukan penunjukan alat.
c. Pemberian beban Rpm yang tidak sesuai.
d. Kondisi alat yang kurang baik.
2. Periode sea force tidak terlalu berpengaruh pada besarnya propeller load,
hanya saja mempengaruhi timing naiknya propeller load.
3. Kondisi muatan kapal berpengaruh pada besarnya propeller load.
Propeller load pada kondisi ballast lebih rendah dari pada propeller load
pada kondisi half load, propeller load pada kondisi half load lebih rendah
dari pada propeller load pada kondisi full load (ballast < half load < full
load).
4. Semakin besar wind force arah belakang (astern), maka propeller load
semakin kecil.
5. Semakin besar wind force arah depan (bow) ataupun samping (beam),
maka semakin besar pula propeller load-nya.
6. Arah angin dari depan lebih besar mempengaruhi propeller load dari pada
arah samping ataupun belakang (depan > samping > belakang).
LAPORAN RESMIPRAKTIKUM MOTOR BAKAR
BRIDGE CONSOLE ROOM
Oleh : K3 IV B
Mardianto Noor Rachmat 6513040050
Kelompok I
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYATEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
2015
Top Related