Laporan Proyek Fisiologi Hewan - PENGARUH ANTIDIARE JUS DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava) DAN...
-
Upload
rini-madhawati -
Category
Documents
-
view
359 -
download
0
description
Transcript of Laporan Proyek Fisiologi Hewan - PENGARUH ANTIDIARE JUS DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava) DAN...
1
PROPOSAL PENELITIAN
PENGARUH ANTIDIARE JUS DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava)
DAN LAKSATIF JUS DAUN ASAM JAWA (Tamarindus indica)
TERHADAP TEKSTUR FESES TIKUS (Mus musculus)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Fisiologi Hewan
Dosen Pengampu : Dra. Aditya Marianti, M.Si dan drh. Wulan Christijanti, M.Si
Disusun oleh
Rini Madhawati 4401411010
Siti Farida 4401411020
Muspita Dewi 4401411025
Ita Aulanisa 4401411036
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Diare atau gastroenteritis merupakan salah satu penyakit yang sering
dijumpai di masyarakat. Setiap tahun, diperkirakan terdapat 2 miliar kasus
diare di seluruh dunia. Penderita diare terutama anak-anak berumur di bawah lima
tahun. Bersamaan dengan makin tingginya insidensi diare dalam masyarakat,
maka banyak dilakukan upaya-upaya pengobatan diare. Sampai sekarang,
pengobatan antidiare baik yang tradisional maupun kimia telah banyak
dikembangkan.
Masyarakat di Indonesia sendiri, terutama masyarakat golongan
menengah kebawah, lebih sering mengatasi diare ini dengan berbagai macam
tanaman obat. Adapun contoh tanaman obat yang banyak digunakan sebagai
antidiare adalah rimpang kunyit, daun jambu biji, daun salam, temulawak.
Tanaman-tanaman ini mempunyai zat tertentu yang berperan dalam
menghentikan diare. Dibandingkan obat kimia, obat herbal ini memiliki
beberapa keuntungan yaitu lebih murah, efek sampingnya lebih minimal, dan
memiliki lebih banyak manfaat.
Secara tradisional masyarakat menggunakan daun jambu biji sebagai obat
diare karena telah terbukti mampu mengurangi bahkan menghentikan diare. Daun
jambu biji banyak mengandung bahan aktif, antara lain: tanin, kuersetin,
guayaverin, leukosianidin, minyak atsiri, asam malat, damar, dan asam oksalat
(Anonymous, 2009)
Masyarakat memanfaatkan daun jambu biji dengan cara membuat
ekstraknya secara sederhana yaitu dengan merebus daun jambu biji sampai tanin
yang terdapat didalamnya dapat terekstrak. Diantara kelebihan pohon jambu biji
sebagai tanaman obat adalah kemampuannya untuk berbuah sepanjang tahun tanpa
mengenal musim dan dapat hidup dengan baik di segala kondisi tanah, iklim, dan
kelembaban. Pohonnya mudah diperbanyak dengan beragam cara baik dengan
tunas, biji, maupun dengan tunas berakar.
3
Jambu yang digemari masyarakat umumnya berdaging lunak, tebal, rasanya
manis, berbiji sedikit, dan buahnya berukuran besar. Jambu biji mengandung
vitamin C yang paling tinggi dan cukup mengandung vitamin A dibanding buah-
buah lainnya. Vitamin C ini sangat baik sebagai zat antioksidan. Sebagain besar
vitamin C jambu biji ini terkonsentrasi pada kulit dan daging bagian luar yang
lunak dan tebal. Selain pemasok andal vitamin C, jambu biji juga kaya serat
khususnya pektin (serat larut air) yang dapat digunakan untuk bahan pembuat gel
atau jeli (Anonymous, 1998).
Sembelit dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kurang
makanan yang mengandung serat, kurang minum air atau karena ketegangan syaraf
atau stress, tetapi dapat juga disebabkan efek samping dari obat-obatan yang
dikonsumsi. Menurut penggolongannya laksansia berfungsi: a) sebagai zat
merangsang langsung dinding usus, b) memperbesar isi usus misalnya sayur-
sayuran berserat, c) sebagai zat pelicin dan d) merangsang menimbulkan
reflek defikasi di poros usus. Laksansia atau pencahar bekerja dengan cara
menstimulasi gerakan peristaltik dinding usus sehingga mempermudah buang
air besar (defikasi) dan meredakan sembelit. Tujuannya adalah untuk menjaga
agar tinja (feces) tidak mengeras dan defikasi menjadi normal.
Banyak obat pencahar yang mudah didapat, dimana penggunaan yang
kurang tepat dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Dewasa
ini dengan adanya pencanangan Jamu dimasukkan ke dalam pelayanan
kesehatan formal, perlu lebih digalakkan penggunaan tanaman obat sebagai
obat alternatif, yang tentunya ditunjang dengan penelitian yang efektif untuk
mengetahui khasiatnya.
Tanaman asam jawa (Tamarindus indica Linn.) dikenal masyarakat
sebagai pohon rindang dan ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Di
beberapa daerah digunakan sebagai pohon pelindung. Hampir seluruh bagian
tanaman ini bermanfaat, kayunya dapat digunakan untuk bahan bangunan,
buahnya yang masak sebagai bumbu masak atau makanan yang dicampur gula
pasir atau obat yang terlebih dahulu dibuat asam kawak. Daunnya yang disebut
”sinom” dalam bahasa jawa juga digunakan sebagai sayur maupun obat.
Secara empiris asam jawa digunakan untuk encok, orok, bisul, pencahar,
4
demam, obat menggugurkan, radang dan pembersih logam. Dan dari informasi
ternyata asam jawa mempunyai potensi untuk ekspor ke luar negeri.
Daun asam jawa yang masih muda dapat digunakan untuk mengobati
sembelit dengan ketentuan daun muda yang berada 6 tangkai di ujung teratas. Daun
ini dapat mempengaruhi dinding usus besar dengan jalan memperkuat peistaltiknya
dengan demikian akan memperlunak tinja.
Penelitian Dian Sundari (2010) menunjukan bahwa jus daun asam jawa
bersifat laksatif dimana konsentrasi yang paling efektif yaitu konsentrasi 40%.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimana pengaruh zat laksatif terhadap tekstur feses pada tikus normal?
b. Bagaimana pengaruh zat antidiare tehadap tekstur feses pada tikus yang
mengalami diare?
C. TUJUAN
a. Mengetahui pengaruh zat laksatif terhadap tekstur feses pada tikus normal.
b. Mengetahui pengaruh zat antidiare tehadap tekstur feses pada tikus yang
mengalami diare.
D. MANFAAT
a. Memberikan informasi tentang pengaruh zat laksatif terhadap tekstur feses
pada tikus normal.
b. Memberikan informasi tentang pengaruh zat antidiare tehadap tekstur feses
pada tikus yang mengalami diare.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LAKSATIF
Laksatif adalah makanan atau obat-obatan yang diminum untuk membantu
mengatasi sembelit dengan membuat kotoran bergerak dengan mudah di usus. Dalam
operasi pembedahan, obat ini juga diberikan kepada pasien untuk membersihkan usus
sebelum operasi dilakukan. Laksatif merupakan obat bebas. obat yang biasanya digunakan
untuk mengatasi konstipasi atau sembelit. Biasanya obat ini hanya digunakan saat
mengalami konstipasi atau sembelit saja karena mempunyai efek samping.
Kelompok laksatif:
1. Pencahar pembentuk tinja (bulk laxative)
Pencahar jenis ini umum beredar di pasaran, baik yang berasal dari serat alamiah
seperti psyllium ataupun serat buatan sepertu metil selullosa. Keduanya sama efektif
dalam meningkatkan volume tinja. Obat ini cukup aman digunakan dalam waktu
yang lama tetapi memerlukan asupan cairan yang cukup.
2. Pelembut tinja/feses
Obat jenis ini dipakai oleh usia lanjut sebagai sebagai pelembut feses. Obat ini
mempunyai efek sebagai surfaktan yang menurunkan tegangan permukaan feses,
sehingga dapat meresap dan feses jadi lembek.
3. Pencahar stimulan/perangsang
Contoh golongan ini adalah senna, bisacordil. Senna aman dipakai untuk usia
lanjut.Efek obat ini menstimulasi dan meningkatkan peristaltik atau gerakan usus.
4. Pencahar hiperosmoler (osmotic laxative)
Mempunyai efek menahan cairan dalan usus dan mengatur distribusi cairan dalam
tinja. Jenis ini mempunyai cara kerja seperti spon sehingga tinja mudah melewati
usus. Jenis golongan ini seperti laktulosa dan sorbitol.
5. Enema
Enema dimaksudkan untuk merangsang terjadinya evakuasi tinja sehingga bisa
keluar. Pemberian ini harus hati – hati pada usia lanjut karena sering mengakibatkan
efek samping. Fungsi: Memperlancar persiapan gerakan usus, sembelit kronis,
Imobilitas kronis.
6
B. DAUN ASAM JAWA SEBAGAI ZAT LAKSATIF
Asam jawa, asam atau asem adalah sejenis buah yang masam rasanya; biasa
digunakan sebagai bumbu dalam banyak masakan Indonesia sebagai perasa atau
penambah rasa asam dalam makanan, misalnya pada sayur asam atau kadang-kadang
kuah pempek. Daun majemuk menyirip genap, panjang 5-13 cm, terletak berseling,
dengan daun penumpu seperti pita meruncing, merah jambu keputihan. Anak daun
lonjong menyempit, 8-16 pasang, masing-masing berukuran 0,5-1 × 1-3,5 cm, bertepi rata,
pangkalnya miring dan membundar, ujung membundar sampai sedikit berlekuk.
Daun mudanya (Jw. sinom) digunakan dengan kunyit dan bahan ramuan lain untuk
membuat jamu jawa tradisional yaitu jamu sinom untuk minuman kesegaran, jamu gepyok
diminum untuk melancarkan dan memperbanyak air susu ibu dan juga bisa digunakan
sebagai tapal (dioleskan pada atau ditempelkan di permukaan kulit) untuk mengurangi
radang dan rasa sakit di persendian, di atas luka atau pada sakit rematik. Daun muda yang
direbus untuk mengobati batuk dan demam.
Selain itu, daun asam jawa yang masih muda dapat digunakan untuk mengobati
sembelit dengan ketentuan daun muda yang berada 6 tangkai di ujung teratas. Daun ini
dapat mempengaruhi dinding usus besar dengan jalan memperkuat peistaltiknya dengan
demikian akan memperlunak tinja.
Penelitian Dian Sundari (2010) menunjukan bahwa jus daun asam jawa bersifat
laksatif dimana konsentrasi yang paling efektif yaitu konsentrasi 40%.
Klasifikasi ilmiah
Kingdom: Plantae
Divisio: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Fabales
Familia: Fabaceae
Sub
familia
Caesalpinioideae
7
Genus: Tamarindus
Spesies: T. indica
Nama binomial
Tamarindus indica
L.
Daun asam jawa juga berkhasiat sebagai obat melancarkan pengeluaran empedu,
penurun panas, penghilang nyeri dan antiseptik. Selain itu bisa digunakan untuk
menurunkan kadar kolesterol darah yang tinggi, pengobatan demam, rematik, sakit kuning,
cacingan, sriawan, sukar tidur, koreng, bisul, ekzema dan luka. Kandungan kimia daun
asam jawa yaitu: Sitexin, isovitexin, orientin, isoorientin dan L-malic acid.
C. ANTIDIARE
Diare adalah peningkatan volume, keenceran atau frekuensi buang air besar. Diare
yang disebabkan oleh masalah kesehatan biasanya jumlahnya sangat banyak, bisa
mencapai lebih dari 500 gram/hari.
Orang yang banyak makan serat sayuran, dalam keadaan normal bisa menghasilkan
lebih dari 500 gram, tetapi konsistensinya normal dan tidak cair. Dalam keadaan normal,
tinja mengandung 60-90% air, pada diare airnya bisa mencapai lebih dari 90%. Diare
merupakan suatu gejala, pengobatannya tergantung pada penyebabnya.
Kebanyakan penderita diare hanya perlu menghilangkan penyebabnya, misalnya
permen karet diet atau obat-obatan tertentu, untuk menghentikan diare. Kadang-kadang
diare menahun akan sembuh jika orang berhenti minum kopi atau minuman cola yang
mengandung cafein.
Untuk membantu meringankan diare, diberikan obat seperti difenoksilat, codein,
paregorik (opium tinctur) atau loperamide. Kadang-kadang, bulking agents yang
digunakan pada konstipasi menahun (psillium atau metilselulosa) bisa membantu
meringankan diare.
Untuk membantu mengeraskan tinja bisa diberikan kaolin, pektin dan attapulgit
aktif. Bila diarenya berat sampai menyebabkan dehidrasi, maka penderita perlu dirawat di
8
rumah sakit dan diberikan cairan pengganti dan garam melalui infus. Selama tidak muntah
dan tidak mual, bisa diberikan larutan yang mengandung air, gula dan garam. Untuk
pemilihan golongan obat diare ini yang tepat ada baiknya anda harus periksakan diri dan
konsultasi ke dokter.
Uraian obat Diare
a. Racecordil
Anti diare yang ideal harus bekerja cepat, tidak menyebabkan konstipasi,
mempunyai indeks terapeutik yang tinggi, tidak mempunyai efek buruk terhadap
sistem saraf pusat, dan yang tak kalah penting, tidak menyebabkan ketergantungan.
Racecordil yang pertama kali dipasarkan di Perancis pada 1993 memenuhi semua
syarat ideal tersebut. Berdasarkan uji klinis didapatkan bahwa anti diare ini
memberikan hasil klinis yang baik dan dapat ditoleransi oleh tubuh. Produk ini juga
merupakan anti diare pertama yang cara kerjanya mengembalikan keseimbangan
sistem tubuh dalam mengatur penyebaran air dan elektrolit ke usus. Selain itu,
Hidrasec pun mampu menghambat enkephalinase dengan baik. Dengan demikian,
efek samping yang ditimbulkannya sangat minimal.
b. Loperamide
Loperamide merupakan golongan opioid yang bekerja dengan cara emeperlambat
motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus.
Obat diare ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya
diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Efek samping yang
sering dijumpai ialah kolik abdomen, sedangkan toleransi terhadap efek konstipasi
jarang sekali terjadi.
c. Nifuroxazide
Nifuroxazide adalah senyawa nitrofuran memiliki efek bakterisidal terhadap
Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Streptococcus, Staphylococcus dan
Pseudomonas aeruginosa. Nifuroxazide bekerja lokal pada saluran pencernaan.
Aktifitas antimikroba Nifuroxazide lebih besar dari obat anti infeksi intestinal biasa
seperti kloroyodokuin. Pada konsentrasi encer (1 : 25.000) Nifuroxazide masih
memiliki daya bakterisidal. Obat diare ini diindikasikan untuk dire akut, diare yang
disebabkan oleh E. coli & Staphylococcus, kolopatis spesifik dan non spesifik, baik
digunakan untuk anak-anak maupun dewasa.
d. Dioctahedral smectite
9
Dioctahedral smectite (DS), suatu aluminosilikat nonsistemik berstruktur filitik,
secara in vitro telah terbukti dapat melindungi barrier mukosa usus dan menyerap
toksin, bakteri, serta rotavirus. Smectite mengubah sifat fisik mukus lambung dan
melawan mukolisis yang diakibatkan oleh bakteri. Zat ini juga dapat memulihkan
integritas mukosa usus seperti yang terlihat dari normalisasi rasio laktulose-manitol
urin pada anak dengan diare akut.
D. DAUN JAMBU BIJI SEBAGAI ZAT ANTIDIARE
Daun jambu biji Menurut Kartasapoetra (1996), mengandung zat-zat penyamak
(psiditanin) sekitar 9 %, minyak atsiri berwarna kehijauan yang mengandung eugenol 0,4
%, minyak lemak 6 %, damat 3 % dan garam mineral.
Klasifikasi ilmiah
Kingdom: Plantae
Divisio: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Myrtales
Familia: Myrtaceae
Sub
familia
Myrtoideae
Genus: Psidium
Spesies: P. guajava
Nama binomial
Psidium guajava
L.
10
Psiditanin adalah tanin yang terdapat di dalam daun jambu biji. Tanin adalah
kumpulan senyawa organik amorf, bersifat asam, berasa cepat, mengendapkan alkaloid dan
glukosida dari lautan digunakan sebagai penyamak dan untuk membuat tinta dari besi atau
tanin juga kumpulan senyawa yang mengandung fenol dan dapat mengendapkan protein.
Minyak atsiri adalah minyak yang menguap yang ditemukan pada tumbuhan aromatik
yang terdiri atas campuran dua atau lebih terpena tau campuran oleopten dengan stearopten
(essentia oil) dan minyak lemak adalah campuran atas lemak dan esterriya (triglirserda)
atau fatty oil minyak tanaman dan hewan yang tidak menguap.
Menurut Nana Wildiana (2002) , jambu biji mempunyai zat kimia yang sebagai zat
aktif adalah flavonoid, alkaloid, tanin, pektin, minyak atsiri, tanin yang dapat digunakan
sebagai anti bakteri, absorbent (pengelat atau penetral racun), astringent (melapisi dinding
mukosa usus terhadap rangsangan isi usus) dan antispasmolotik (kontraksi usus). Nana
Wildiana (2002) menyatakan bahwa zat aktif dalam daun jambu biji yang dapat mengobati
diare adalah tanin. Makin halus serbuk daunnya, makin tinggi kandungan taninnya. Hal ini
didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya antara lain : Natsir (1986), hasil penelitian
invitro terhadap kontraksi usus dengan menggunakan usus marmot menunjukkan rebusan
daun jambu biji konsentrasi 5 %, 10 % dan 20 % dapat mengurangi kontraksi usus halus.
Sedangkan penelitian terhadap kemampuan rebusan daun jambu biji dalam menghambat
pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan staphylococcus aureus menunjukkan kadar
terendah 2 % dapat menghambat Escherichia coli. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak,
maka daya hambatnya semakin besar dan juga semakin lebar daerah hambat yang
terbentuk.
Secara tradisional daun jambu biji digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit
seperti diare, sariawan, luka berdarah, kencing manis, keputihan, haid tidak lancar, anti
radang dan penghentian pendarahan (hemostatis). Karena daun jambu biji dapat digunakan
untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri, maka daun jambu biji dapat
digolongkan sebagai zat antimikrobia.
11
E. HEWAN PERCOBAAN
Hewan coba atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang khusus
diternakkan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan labboratorium tersebut digunakan
sebagai model untuk peneltian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Beberapa
jenis hewan dari yang ukurannya terkecil dan sederhana ke ukuran yang besar dan lebih
komplek digunakan untuk keperluan penelitian ini, yaitu: Tikus, tikus, kelinci, dan kera.
Tikus (Mus musculus) adalah anggota Muridae (tikus-tikusan) yang berukuran
kecil. Dalam hal genetika, tikus adalah mamalia dicirikan paling lengkap.
Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mammalia
Ordo: Rodentia
Famili: Muridae
Upafamili: Murinae
Genus: Mus
Spesies: M. musculus
Nama binomial
Mus musculus
Linnaeus, 1758
Konsumsi pakan per hari 15g/100g BB / hari
Konsumsi air minum per hari 15 ml/100g BB / hari
lama hidup 1.5 – 3 tahun
Bobot badan dewasa
- Jantan
- Betina
20-40 gram
25 – 40 gram
12
Frekuensi pernapasan 94-163 napas / menit
Denyut jantung 325-780 denyut / menit
Suhu normal rata-rata 99,5 ° F
Rumuh gigi 2 (I 1 / 1, M 3 / 3) = 16
13
BAB III
METODE PENELITIAN
A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan mulai
Hari/ tanggal : Kamis, 23 Mei 2013
Waktu : 08.00 WIB – selesai
Tempat : Laboratorium Biologi D11 Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam
B. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan
sederhana (Post Test Control Group Design). Rancangan penelitian ini dengan 2 perlakuan
2 kali ulangan, maka unit percobaan ada 6 unit dengan menggunakan post test.
R P0 O0
S P1 O1
P2 O2
Keterangan:
S : hewan percobaan
R : pembagian secara acak menjadi 3 kelompok
P0 : perlakuan control normal
P1 : perlakuan I
P2 : Perlakuan 2
O0 : hasil hasil pengamatan tekstur feses setelah perlakuan pada kelompok control
normal
O1 : hasil pengamatan tekstur feses setelah perlakuan pada kelompok perlakuan I
O2 : hasil pengamatan tekstur feses setelah perlakuan pada kelompok perlakuan 2
14
C. VARIABEL PENELITIAN
1. Variabel bebas : pemberian dosis laksatif (jus daun asam jawa) dan antidiare (jus
daun jambu biji) pada tikus
2. Variable terikat : tekstur feses tikus
3. Variable control : berat badan tikus
D. SAMPEL
1. Kelompok kontrol normal (P0): tikus dicekok aquades.
2. Kelomok perlakuan I (P1): tikus dicekok dengan jus daun asam jawa 3ml/200 g bb
3. Kelomok perlakuan I (P1): tikus dicekok dengan jus daun asam jawa 3ml/200 g bb
kemudian di cekokin jus daun jambu biji 2ml/200 g bb
E. HIPOTESIS
Ho = tidak ada pengaruh pemberian jus daun asam jawa dan jus daun jambu biji
terhadap tekstur feses tikus putih
Ha = ada pengaruh pemberian jus daun asam jawa dan jus daun jambu biji terhadap
tekstur feses tikus putih
ALAT DAN BAHAN PENELITIAN
Alat:
a) sonde tikus
b) gelas ukur
c) timbangan digital
d) kandang
F. PROSEDUR PENELITIAN
Adapun tahapan dalam penelitian ini adalah:
a. Tahap Persiapan
Menyiapkan zat laksatif yaitu jus daun asam jawa yang muda dengan ketentuan daun yang
berada 6 tangkai dari ujung daun teratas, cuci bersih lalu dibuat jus dengan kosentrasi 40%,
yaitu 40 g daun asam jawa dilarutkan dalam 100 ml akuades kemudian diblender, disaring
dan filtratnya sebagai bahan uji.
Menyiapkan zat antidiare berupa daun jambu biji yang muda dengan ketentuan daun yang
berada 3 tangkai dari ujung daun teratas secara terpisah dicuci bersih lalu dibuat jus dengan
Bahan:
a) tikus putih dengan bobot badan
berkisar 200 gram
b) Aquadest
c) Jus daun asam jawa
d) Jus daun jambu biji
e)
15
kosentrasi 10%, yaitu 10 g daun jambu biji dilarutkan dalam 100 ml akuades kemudian
diblender, disaring dan filtratnya sebagai bahan uji.
b. Pelaksanan penelitian
1) Membagi tikus secara random menjadi 3 kelompok masing-masing kelompok
terdiri dari 2 tikus
2) Menempatkan tikus dalam kandang, setiap kandang berisi 2 tikus dan
dikelompokan sesuai perlakuan
3) Sebelum perlakuan, tikus diadaptasikan dengan kondisi kandan dengan tetap
menberi makan dan minum 3 kali sehari.
4) Memberi perlakuan sesuai dengan alur kerja penelitian
1. Kelompok 1 (control normal)
2. Kelompok II
Dua ekor tikus dicekok jus daun asam jawa sebanyak 3ml /200 g bb.
Diberikan secara oral pada tikus menggunakan sonde.
3. Kelompok III
Dua ekor tikus dicekok dengan jus daun asam jawa sebanyak 3ml /200
g bb. Mengamati fesesnya empat jam setelahnya. Kemudian dicekok
dengan jus daun jambu biji sebanyak 2 ml / 200 g bb. Diberikan secara
oral pada tikus menggunakan sonde.
5) Melakukan pengamatan terhadap tekstur feses yang dikeluarkan setiap satu
jam sampai feses kembali normal.
6) Membandingkan tekstur feses pada masing- masing kelompok.
7) Mencatat dalam tabel pengamatan.
Tabel Pengamatan
Kelompok Perlakuan Tikus ke- Kriteria tekstur feses
Jam ke-4 Jam ke-6 Jam ke-8
1 Kontrol
normal
1
2
2 Perlakuan
1
1
2
3 Perlakuan
2
1
2
16
Kriteria tekstur feses:
Kriteria Keterangan
0 Konsistensi feses padat, ditandai dengan bentuk feses seperti
kaplet dan tidak mengalami perubahan fisik dari sebelumnya
1 Konsistensi feses setengah padat, ditandai dengan bentuk feses
terpecah/tidak utuh
2 Konsitensi feses lembek, kandungan air lebih banyak.
3 Konsistensi feses cair, kandungan air sangat banyak.
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
Pada percobaan ini diambil dua ekor tikus untuk masing-masing variasi perlakuan
(perlakuan 1 dan perlakuan 2) dan dua ekor tikus untuk kontrol normal yang diamati
fesesnya, sehingga ada 6 ekor tikus yang dijadikan sampel percobaan. Pengambilan feses
pertama dilakukan empat jam setelah perlakuan pertama. Pengambilan feses ke dua
dilakukan setiap dua jam setelah perlakuan kedua
Dari hasil feses diperoleh data seperti di bawah ini :
Kelompok Perlakuan
Gambar
Jam ke-4
(pukul 15.00)
Jam ke-6
(Pukul 17.00)
Jam ke-8
(Pukul 19.00)
1 Kontrol
normal
2 Perlakuan 1
3 Perlakuan 2
18
Kelompok Perlakuan Tikus ke-
Kriteria tekstur feses
Jam ke-4
(pukul
15.00)
Jam ke-6
(Pukul
17.00)
Jam ke-8
(Pukul
19.00)
1 Kontrol
normal
1 0 0 0
2 0 0 0
2 Perlakuan
1
1 2 1 0
2 2 1 0
3 Perlakuan
2
1 2 2 1
2 2 2 1
Keterangan kriteria tekstur feses.
Kriteria Keterangan
0 Konsistensi feses padat, ditandai dengan bentuk feses seperti
kaplet dan tidak mengalami perubahan fisik dari sebelumnya
1 Konsistensi feses setengah padat, ditandai dengan bentuk feses
terpecah/tidak utuh
2 Konsitensi feses lembek, kandungan air lebih banyak.
3 Konsistensi feses cair, kandungan air sangat banyak.
B. ANALISIS DATA
Pada perlakuan normal, tikus 1 dan 2 menghasilkan feses pada kriteria 0 (konsistensi feses
padat, ditandai dengan bentuk feses seperti kaplet dan tidak mengalami perubahan fisik
dari sebelumnya) pada setiap pengamatan (jam ke-2, ke-4, ke-6, dan ke-8).
Pada perlakuan I, tikus 1 dan 2 menghasilkan feses pada kriteria:
Jam ke-4 yaitu pukul 15.00 WIB feses yang dihasilkan masuk kriteria 2 (konsitensi
feses lembek, kandungan air lebih banyak)
Jam ke-6 yaitu pukul 17.00 WIB feses yang dihasilkan masuk kriteria 1
(konsistensi feses setengah padat, ditandai dengan bentuk feses terpecah/tidak
utuh)
19
Jam ke-8 yaitu pukul 19.00 WIB feses yang dihasilkan masuk kriteria 0
(Konsistensi feses padat, ditandai dengan bentuk feses seperti kaplet dan tidak
mengalami perubahan fisik dari sebelumnya)
Pada perlakuan II, tikus 1 dan 2 menghasilkan feses pada kriteria:
Jam ke-4 yaitu pukul 15.00 WIB feses yang dihasilkan masuk kriteria 2 (konsitensi
feses lembek, kandungan air lebih banyak)
Jam ke-6 yaitu pukul 17.00 WIB feses yang dihasilkan masuk kriteria 2 (konsitensi
feses lembek, kandungan air lebih banyak)
Jam ke-8 yaitu pukul 19.00 WIB feses yang dihasilkan masuk kriteria 1
(konsistensi feses setengah padat, ditandai dengan bentuk feses terpecah/tidak
utuh)
C. PEMBAHASAN
Percobaan kali ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh zat laksatif dan anti diare
terhadap tekstur feses tikus. Pengambilan sampling feses didapatkan dengan cara
menunggu feses keluar sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Akan tetapi
apabila feses belum juga keluar dalam waktu yang telah ditentukan tersebut, maka
dilakukan cara lain dengan membuat kondisi tikus menjadi stress sehingga
mengeluarkan feses.
Dari percobaan tersebut, didapatkan hasil yaitu pada perlakuan normal, tikus 1
dan 2 menghasilkan feses pada kriteria 0 (konsistensi feses padat, ditandai dengan
bentuk feses seperti kaplet dan tidak mengalami perubahan fisik dari sebelumnya)
dalam setiap pengamatan (jam ke-4, ke-6, dan ke-8). Pada perlakuan normal ini tikus
tidak mendapatkan zat laksatif berupa jus daun asam jawa dan zat anti diare berupa jus
daun jambu biji.
Pada perlakuan I, tikus mendapatkan zat laksati berupa pemberian jus daun asam
jawa dengan konsentrasi 40% sebanyak 3 ml, dimana daun asam jawa sebanyak 30
gram dilarutkan dalam 50 ml aquades. Pemberian jus asam jawa ini dilakukan pada
pukul 11.00 WIB di Laboratorium Fisiologi Hewan dengan cara oral menggunakan
sonde. Pada jam ke-4 yaitu pukul 15.00 WIB, feses yang dihasilkan masuk kriteria 2
yaitu konsitensi feses lembek, kandungan air lebih banyak. Pukul 17.00 WIB
dilakukan pengamatan kembali. Fese yang dihasilkan masuk kriteria 1 yaitu
konsistensi feses setengah padat, ditandai dengan bentuk feses terpecah atau tidak
20
utuh. Data ini menandakan sudah mulai ada pemulihan di dalam tubuh tikus. Pukul
19.00 WIB dilakukan pengamatan kembali. Feses yang dihasilkan masuk kriteria 0
yaitu konsistensi feses padat, ditandai dengan bentuk feses seperti kaplet dan tidak
mengalami perubahan fisik dari sebelumnya. Data ini menunjukan bahwa di dalam
tubuh tikus sudah benar-benar terjadi pemulihan feses, dimana tekstur feses pada jam
ini sudah sama dengan tekstur feses pada tikus dengan perlakuan normal.
Pada perlakuan II, tikus mendapatkan perlakuan berupa pemberian jus asam jawa
pada pukul 11.00 WIB. Pada jam ke-4 yaitu pukul 15.00 WIB dilakukan pengamatan
terhadap tekstur feses, dan diperoleh feses dengan kriteria 2 yaitu konsitensi feses
lembek, kandungan air lebih banyak. Selanjutnya tikus pada kelompok ini
mendapatkan perlakuan berupa pemberian jus daun jambu biji dengan konsentrasi
10% dimana daun jambu biji dengan berat 10 gram dilarutkan dalam aquades
sebanyak 100 ml. Dan sebanyak 2 ml dimasukan ke dalam tubuh tikus dengan cara
oral.
Kemudian, pada jam ke-6 yaitu pukul 17.00 WIB dilakukan kembali pengamatan
feses dimana feses yang dihasilkan yang dihasilkan masih masuk kriteria 2 yaitu
konsitensi feses lembek, kandungan air lebih banyak. Dalam hal ini belum ada efek
dari jus daun jambu biji, sebab tekstur feses yang dihasilkan masih sama dengan
sebelumnya dan belum ada perubahan.
Pada jam ke-8 yaitu pukul 19.00 WIB, dilakukan pengamatan kembali dan
diperoleh data tekstur feses dengan kriteria 1 yaitu konsistensi feses setengah padat,
ditandai dengan bentuk feses terpecah atau tidak utuh. Dalam hal ini sudah terjadi
perubahan tekstur feses dari tekstur yang sebelumnya, yaitu feses dengan kriteria 2
kini menjadi feses dengan kriteria 1. Berarti sudah ada efek dari pemberian jus daun
jambu biji.
Pada pukul 15.00 dihasilkan feses lembek (kriteria 2). Hal ini disebabkan karena
daun asam jawa dapat mempengaruhi gerak peristaltic pada sel usus menjadi semakin
cepat. Semakin cepatnya gerak peristaltic usus tentu saja dapat membuat makanan
yang ada di dalam usus mengalami pencernaan mekanik lebih banyak sehingga
makanan menjadi lebih lembek.
Pada perlakuan I, pada jam ke-6 yaitu pukul 17.00 diperoleh data feses dengan
kriteria 1, dengan kata lain sudah terjadi pemulihan dari yang sebelumnya masuk
kriteria 2 menjadi kriteria 1. Hal ini dapat terjadi karena sudah berkurangnya efek dari
daun asam jawa, sehingga gerak peristaltic pada usus sudah mulai normal kembali.
21
Selanjutnya pada jam ke-8, pukul 19.00 tekstur feses pada kelompok ini masuk dalam
kriteria 0 dimana tekstur feses ini sudah sama dengan tekstur pada tikus dengan
perlakuan normal. Hal ini dapat terjadi karena usus tikus sudah sepenuhnya pulih dari
pengaruh yang ditimbulkan oleh daun asam jawa.
Pada perlakuan II, pada jam ke-6 yaitu pukul 17.00 diperoleh feses dengan tekstur
yang masih sama dengan sebelumnya yaitu feses pada kriteria 2. Padahal sudah
dilakukan pemberian jus daun jambu biji sebagai antidiare, dimana di dalamnya
terdapat senyawa tannin yang berfungsi untuk mengurangi gerak peristaltik usus, agar
feses yang dihasilkan tidak terlalu lembek dan sudah mengalami perubahan menjadi
lebih padat. Akan tetapi data yang diperoleh tidaklah demikian. Senyawa tannin di
dalam usus sudah dapat memberikan efek, dan menyebabkan kontraksi usus menjadi
berkurang. Sehingga gerak peristaltiknyapun menurun. Penurunan gerak peristaltik ini
dapat menyebabkan makanan yang melewati usus bergerak lebih lambat. Sehingga
penyerapan air menjadi lebih optimal. Dalam penelitian ini, pemberian daun jambu
biji dilakukan dengan cara melarutkanya dalam air. Jadi, ada kemungkinan air dalam
jus jambu biji belum terabsorbsi secara sempurna. Hal inilah yang menyebabkan
tekstur feses yang dihasilkan masih masuk dalam kriteria 2. Pada pukul 19.00,
diperoleh feses dengan kriteria 1. Dalam hal ini, penyerapan didalam usus sudah
sempurna.
Dalam praktikum ini terdapat kesalahan secara teknis maupun non teknis, yaitu ;
1. Kurang telitinya dalam melakukan penimbangan massa maupun pengukuran volume
dalam pembuatan jus.
2. Pemberian jus yang digunakan belum sangat signifikan dari batas optimum sehingga
efek kerjanya kurang terlalu terlihat.
3. Cara pengamatan feses kurang tepat, karena feses dipindahkan dari kandangnya
dengan menggunakan pinset. Seharusnya, pengamatan dilakukan langsung didalam
kandang tikus.
22
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
- Pemberian jus daun asam jawa dan jus daun jambu biji dapat memberikan
pengaruh terhadap tekstur feses.
- Pemberian jus daun asam jawa menyebabkan tekstur feses menjadi lebih lembek.
- Pemberian jus daun jambu biji menyebabkan tekstur feses yang lembek menjadi
lebih padat.
- Daun asam jawa dapat digunakan sebagai zat laksatif.
- Daun jambu biji dapat digunakan sebagai zat antidiare.
- Secara fisiologi, tikus yang terkena diare ringan dapat pulih dengan sendirinya
tanpa diberi zat antidiare.
B. SARAN
- Peneliti harus memahami dengan benar mekanisme kerja sistem pencernaan, zat
antidiare dan zat laksatif.
- Perlu dilakukan ketelitian dalam pembuatan jus daun asam jawa dan jus daun
jambu biji baik konsentrasi maupun komposisinya.
- Perlu dilakukan teknik yang benar dalam proses pemberian jus secara oral dengan
sonde.
- Pengamatan feses dilakukn ditempatnya tanpa memindahkan ketempat yang lain.
- Pengambilan gambar dilakukan ditempat yang terang agar terlihat jelas tekstur
fesesnya.
23
DAFTAR PUSTAKA
Anugrah, Elfira Teresa. 2012. Antidiarrheal Effect of Ethanol Extract of Turmeric
Rhizome (Curcuma domestica val. ) on Swiss Webster Male Mice. Jurnal Bahan
Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 5, No. 1.
Darsono, Farida Lanawati dan Stephanie Devi Artemisia. 2003. Aktivitas Antimikroba
Ekstrak Daun Jambu Biji dari Beberapa Kultivar Terhadap Staphylococcus
aureusatcc 25923 Dengan "Hole-Plate Diffusion Method". Berkas Penelitian Hayati:
Vol. 9 halaman 49-51.
Madani, Warta. 2013. Kandungan Kimia Daun Jambu Biji.
http://www.wartamadani.com/2013/02/kandungan-kimia-daun-jambu-biji.html
(diakses Sabtu, 27 April 2013. Pukul 18.21 WIB)
Mun’im Abdul, Endang Hanani, dan Rahmadiah. 2009. Karakterisasi Ekstrak Etanolik
Daun Asam Jawa (Tamarindus indica L.). Majalah Ilmu Kefarmasian. ISSN : 1693-
9883, Vol. VI, No. 1, halaman 38 – 44.
Sundari, Dian dan M. Wien Winarno. 2010. Laxative Effect of Leaf Tamarind Juice
(Tamarindus indica Linn.) on White Rats Induced with Gambier Media Litbang
Kesehatan Volume XX. Halamana 100-103.
Tjay, Tan Hoan; Kirana Rahardja.2007.Obat-Obat Penting.Edisi keenam.Jakarta: P.T. Alex
Media Komputindo.
Sumali W. 2000 Kimia dan Farmakologi Bahan Alam. Direktorat Pembinaan dan
Pengabdian Pada Masyarakat. Ditjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional Jakarta.
T. Chairun Filhayani. 1991. Efek Antipiretik Infus Daun Tamarindus indsica L.
Terhadap Burung Merpati.