Laporan Presentasi Kasus Meningitis

48
LAPORAN PRESENTASI KASUS “MENINGITIS” Oleh: Shinta Pangestu 107103001746 Pembimbing: Dr. Nadia Dwi Insani, SpA MODUL KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

Transcript of Laporan Presentasi Kasus Meningitis

Page 1: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

LAPORAN PRESENTASI KASUS

“MENINGITIS”

Oleh:

Shinta Pangestu

107103001746

Pembimbing:

Dr. Nadia Dwi Insani, SpA

MODUL KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2012

Page 2: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi susunan saraf pusat sampai sekarang masih merupakan keadaan yang

membahayakan kehidupan anak, dengan berpotensial menyebabkan kerusakan permanen

pada pasien yang hidup. Infeksi ini juga merupakan penyebab tersering demam disertai tanda

dan gejala kelaian susunan saraf pusat pada anak. pada anak Infeksi sebenarnya dapat

disebabkan oleh mikroba apapun, patogen spesifik yang dipengaruhi oleh umur dan status

imun hospes dan epidemiologi patogen. Pada umumnya, infeksi virus sistem saraf pusat jauh

lebih sering daripada infeksi bakteri, yang pada gilirannya lebih sering daripada infeksi jamur

dan parasit. Infeksi pada sistem saraf pusat (SSP) dapat dibagi menjadi dua kategori besar:

yang utamanya melibatkan meninges (meningitis) dan terbatas pada parenkim

(ensefalitis).1,2,7

Meningitis adalah sindrom klinis yang ditandai dengan peradangan pada meninges

atau lapisan otak, 3 lapisan membran yang melapisi otak dan sumsum tulang belakang yang

terdiri dari Duramater, Arachnoid dan Piamater. Secara klinis, meningitis bermanifestasi

dengan gejala meningeal (misalnya, sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia), serta pleositosis

(peningkatan jumlah sel darah putih) dalam cairan cerebrospinal (CSS). Tergantung pada

durasi gejala, meningitis dapat diklasifikasikan sebagai akut atau kronis. Meningitis secara

anatomis dibagi menjadi inflamasi dura, kadang-kadang disebut sebagai pachymeningitis

(agak jarang) dan leptomeningitis, yang lebih umum dan didefinisikan sebagai peradangan

pada jaringan arakhnoid dan ruang subaraknoid.2

Penyebab paling umum peradangan pada meningens adalah akibat iritasi oleh infeksi

bakteri atau virus. Organisme biasanya masuk meningens melalui aliran darah dari bagian

lain dari tubuh ataupun dapat secara langsung (perkontinuitatum dari peradangan organ atau

jaringan di dekat selaput otak.2

2

Page 3: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

BAB II

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS

Nama : An. AN

Usia : 2 bln

Jenis kelamin : perempuan

Alamat : Jl. Rawa badak Cipedak 06/02, Jagakarsa, Jakarta selatan

Pendidikan : -

Orang tua

Nama ayah : Tn. Y Nama ayah : Ny. S

Usia : 40 thn Usia : 35 thn

Agama : Islam Agama : Islam

Alamat : Jagakarsa Alamat : Jagakarsa

Pekerjaan : pedagang Pekerjaan :IRT

Penghasilan : Rp. 500.000 Penghasilan : -

II. ANAMNESIS

KELUHAN UTAMA

Muntah-muntah sejak 2 hari SMRS.

RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT

2 hari SMRS : pasien mengeluh muntah-muntah setiap diberi minum oleh

ibu. Muntah berisi susu, darah (-). Selain itu pasien juga mengalami demam tinggi,

ibu tidak mengukur suhunya tapi ibu pasien menyangkal adanya kejang. Selain itu

pasien juga mengeluh BAB mencret sejak 2 hari SMRS. BAB ± 5 kali perhari.

BAB cair>ampas, lendir (-), darah (-) dan bau busuk (-). Ibu pasien juga mengaku

pasien terlihat lemas. Pasien menyangkal adanya riwayat jatuh, sakit telinga, keluar

cairan dari telinga. BAK normal.

RS Fatmawati: saat di IGD pasien mengalami kejang 1x. Kejang pertama

terjadi ± 5 menit, kejang kelojotan, mata mendelik ke atas, setelah kejang pasien

3

Page 4: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

tampak tidak sadar. Setelah itu pasien diberikan obat di IGD yaitu sibital . setelah

itu pasien di rawat Di Picu selama 20 hari. Selama perawatan di PICU, muntah-

muntah (-), BAB mencret (-), kejang (-), demam naik turun (+). Selain itu pasien

masih terlihat lemas. Setelah itu pasien dipindahkan keruangan HCU selama 7 hari.

selama perawatan HCU, muntah-muntah (-), BAB mencret (-), kejang (-), demam

naik turun (+). Pasien juga terlihat lebih aktif. Setelah itu pasien dipindahkan

keruangan biasa. Saat di ruangan sudah tidak ada lagi muntah, mencret, demam dan

kejang.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

o Riwayat kejang sebelumnya disangkal

o Riwayat alergi dan asma disangkal

o Riwayat trauma kepala disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Kontak TB disangkal, keluhan yang sama disangkal

RIWAYAT KEHAMILAN

ANC tidak rutin diperiksakan ke bidan atau dokter, ibu tidak pernah

menderita penyakit saat hamil.

RIWAYAT KELAHIRAN

o Tempat kelahiran : dirumah

o Penolong persalinan : bidan

o Cara bersalin : spontan

o Masa gestasi : cukup bulan

o Keadaan bayi : Berat badan lahir 3100 gram dan panjang lahir ( ibu lupa ),

langsung menangis, sianosis (-), kuning (-).

RIWAYAT MAKANAN

USIA (bln) ASI/PASI Bubur susu Buah/biskuit Nasi tim

0-2 ASI - - -

4

Page 5: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

RIWAYAT IMUNISASI

Polio 1x, hep B 1x

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang

Kesadaran : CM

Tanda vital :

o denyut nadi 124x/ menit, denyut kuat, isi cukup

o pernapasan 36x/menit, regular.

o suhu 36,6 C

Status gizi :

BB : 2700 gram, TB: 50 cm, LILA: 8,5 cm

Antropometri : LILA/U = 8,5/10,8= 78% (gizi kurang)

Status Generalis

Kepala : deformitas (-), rambut hitam tersebar merata, wajah simetris, LK: 38 cm

Mata : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor, RCL +/+,

RCTL +/+

Telinga : sekret -/-

Hidung : cavum nasi lapang, konka edema (-), hiperemis (-), sekret -/-

Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang

Leher : KGB TTM

Thorax : pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)

Jantung = bunyi jantung I & II regular, Gallop (-), mur-mur (-)

Pulmo

o Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis

o Auskultasi : suara nafas vesikular +/+, Rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen :

o Inspeksi : Supel, datar

o Palpasi : turgor kulit baik, NT (-), Hepar teraba ½, ½ L tidak tampak

membesar

o Perkusi : timpani diseluruh lapang abdomen

5

Page 6: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

o Auskultasi : bising usus (+) Normal

Ektremitas : akral hangat +/+, sianosis -/-, edema -/-

Status Neurologis

o Kesadaran : GCS = 15 E = 4, M = 6, V = 5

o Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk (-), laseque >70/>70, kernig

>135/>135, brudzinski I dan II (-)

o Nervus kranialis

N. I = tidak dapat dinilai

N II = tidak dapat dinilai

N III, IV, VI = kesan parese (-)

N VII = kesan parese (-)

N VIII = tidak dapat dinilai

N IX,X = uvula ditengah, arkus faring simetris

N XI = tidak dapat dinilai

N XII = tidak dapat dinilai

o Tonus : normotonus

o Sensorik = sulit dinilai

o Autonom = sulit dinilai

o Refleks fisiologi +2/+2

o Refleks patologis = Babinski -/-, chadoks -/-, offenheim -/-, gordon -/-

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil laboratorium

  25-7-12 30-7-12 2-8-12 6-8-12 9-8-12 Nilai rujukan

Hemoglobin 13.5 9.2 12.0 9.1 12.1 9.0-16.6 g/dL

Hematokrit 41 28 41 27 36 30-54 %

Leukosit 14.3 17.7 9.7 16.6 21.8 5.5-19.5 ribu/uL

Trombosit 531 280 114 220 150 150-440 ribu/uL

Eritrosit 4.21 2.99 4.02 2.29 4.10 3.10-5.10 juta/uL

6

Page 7: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

Fungsi hati 25-7-12 6-8-12 Nilai normal

SGOT 89 19 0-34 u/l

SGPT 36 11 0-40 u/l

  25-7-12 2-8-12 6-8-12 Nilai normal

Ureum 92 39 38 20-40 mg/dL

Kreatinin 2.5 0.7 0.6 0.6-1.5 mg/dL

  25-7-12 30-7-12 2-8-12 6-8-12 Nilai normal

Gula darah sewaktu 161 198 100 78 40-60 mg/dL

AGD 25-7-12 30-7-12 2-8-12 6-8-12 Nilai normal

pH 7.607 7.506 7.594 7.410 7.370-7.440

pCO2 50.0 41.2 26.3 36.0 35-45 mmHg

pO2 52.2 174.7 178.4 82.5 83-108 mmHg

HCO3 48.8 31.8 24.9 22.3 21-28 mmol/L

Saturasi O2 91.5 99.3 99.5 96.5 95-99 %

Base excess 23.7 8.0 4.5 -1.7 -2.5-2.5 mmol/L

BP 750 750 750 751 -

Total CO2 50.3 33.1 25.1 23.4 19-24 mmol/L

25-7-12 30-7-12 2-8-12 6-8-12 Nilai rujukan

Natrium (darah) 137 129 137 140 135-147 mmol/l

Kalium (darah) 4.79 2.47 3.66 3.86 3.10-5.10 mmol/l

Klorida (darah) 80 81 94 101 95-108 mmol/l

Hasil USG kepala 6-8-12 = kesan edema cerebri dengan ventrikulomegali ringan III,

lateral suspek hidrosefalus obstruktivus dengan sumbatan antara ventrikel IV dan

III. Suspek subdural fluid collection minimal.

7

Page 8: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

Hasil CT-Scan kepala 13-8-12 = kesan tak tampak lesi patologis pada pemeriksaan

CT scan kepala

RESUME

Anamnesis : demam (+),kejang (+), muntah (+), BAB mencret (+) saat ini (-)

Pemeriksaan Fisik : kesadaran GCS 15, Kaku kuduk (-), laseque >70/>70, kernig

>135/>135, nervus kranialis: kesan parese (-), tonus: baik

Pemeriksaan Penunjang : leukosit meningkat 21,800 /ul, dan pada pemeriksaan CT-Scan

didapat kesan tak tampak lesi patologis.

DIAGNOSIS KERJA

Susp. Meningitis bakterialis

DIAGNOSIS BANDING

Meningitis TB

Ensefalitis

PENATALAKSANAAN

O2 2 liter/menit nasal kanul

Diet PASI

IVFD NaCl 250 cc/24 jam

Sanmol 4x0,3 cc

Phenobarbital 2x5 mg

Meropenem 3x50 mg

RENCANA PEMERIKSAAN

Pungsi lumbal

Mantoux test

Foto rontgen

PROGNOSIS

Ad vitam = Dubia ad bonam

Ad fungsionam = Dubiaad bonam

8

Page 9: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

Ad sanationam = Dubia ad malam

BAB III

Tinjauan Pustaka

3.1 DEFINISI

9

Page 10: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

Peradangan atau inflamasi pada selaput otak (meninges) termasuk dura, arachnoid dan

piamater yang melapisi otak dan medulla spinalis yang dapat disebabkan oleh beberapa

etiologi (infeksi dan non infeksi) dan dapat diidentifikasi oleh peningkatan kadar leukosit

dalam likuor cerebrospinal (LCS).3

3.2 EPIDEMIOLOGI

Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap patogen

spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi (1 – 12 bulan); 95

% terjadi antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada setiap umur. Resiko

tambahan adalah kolonisasi baru dengan bakteri patogen, kontak erat dengan individu yang

menderita penyakit invasif, perumahan padat penduduk, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis

kelamin lakilaki dan pada bayi yang tidak diberikan ASI pada umur 2 – 5 bulan. Cara

penyebaran mungkin dari kontak orang ke orang melalui sekret atau tetesan saluran

pernafasan.7

Meningitis Bakterial

Di Amerika Serikat, sebelum pemberian rutin vaksin conjugate-pneumococcal,

insidens dari meningitis bakteri �} 6000 kasus per tahun; dan sekitar setengahnya adalah

pasien anak (≤18 tahun). N. meningitidis menyebabkan 4 kasus per 100.000 anak (usia 1 – 23

bulan). Sedangkan S.pneumoniae menyebabkan 6,5 kasus per 100.000 anak (usia 1 – 23

bulan).

Pengenalan dari vaksin meningococcal baru-baru ini di Amerika Serikat diharapkan

dapat mengurangi insidens meningitis bacterial di kemudian hari. Insidens dari meningitis

bacterial pada neonatus sekitar 0,15 kasus per 1000 bayi lahir cukup bulan dan 2,5 kasus per

1000 bayi lahir kurang bulan (premature). Hampir 30% bayi baru lahir dengan klinis sepsis,

berhubungan dengan adanya meningitis bakterial. Sejak adanya pemberian antibiotik inisiasi

intrapartum tahun 1996, terjadi penurunan insidens nasional dari onset awal infeksi GBS

(Group B Streptococcus) dari hampir 1,8 kasus per 1000 bayi lahir hidup pada tahun 1990

menjadi 0,32 kasus per 1000 bayi lahir hidup pada tahun 2003.1,8

Secara umum, mortalitas dari meningitis bacterial bervariasi menurut usia dan jenis

pathogen, dengan angka tertinggi untuk S.pneumoniae. Mortalitas pada neonatus tinggi dan

meningitis bakterial juga menyebabkan long term sequelae yang menyebabkan morbiditas

pada periode neonatal. Mortalitas tertinggi yakni pada tahun pertama kehidupan, menurun

pada pertengahan (mid life) dan meningkat kembali di masa tua. Insidens lebih banyak pada

10

Page 11: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

kulit hitam. Bayi laki – laki lebih sering terkena meningitis gram negatif, bayi perempuan

lebih rentan terhadap infeksi L.monocytogenes , sedangkan Streptococcus agalactiae (GBS)

mengenai kedua jenis kelamin.8

Di Indonesia, angka kejadian tertinggi pada umur antara 2 bulan-2 tahun. Umumnya

terdapat pada anak distrofik,yang daya tahan tubuhnya rendah. Insidens meningitis bakterialis

pada neonatus adalah sekitar 0.5 kasus per 1000 kelahiran hidup. Insidens meningitis pada

bayi berat lahir rendah tiga kali lebih tinggi dibandingkan bayi dengan berat lahir normal.

Streptococcus group B dan E.coli merupakan penyebab utama meningitis bakterial pada

neonatus. Penyakit ini menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi (5-10%). Hampir

40% diantaranya mengalami gejala sisa berupa gangguan pendengaran dan defisit

neurologis.9-11

Meningitis Tuberkulosis

Di seluruh dunia, tuberkulosis merupakan penyebab utama dari morbiditas dan

kematian pada anak. Di Amerika Serikat, insidens tuberkulosis kurang dari 5% dari seluruh

kasus meningitis bakterial pada anak, namun penyakit ini mempunyai frekuensi yang lebih

tinggi pada daerah dengan sanitasi yang buruk. Meningitis tuberkulosis masih banyak

ditemukan di Indonesia karena morbiditas tuberkulosis anak masih tinggi. Angka kejadian

tertinggi dijumpai pada anak terutama bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang

masih rendah. Angka kejadian jarang dibawah usia 3 bulan dan mulai meningkat dalam usia

5 tahun pertama, tertinggi pada usia 6 bulan sampai 2 tahun. Angka kematian berkisar antara

10-20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien yang normal secara

neurologis dan intelektual. Anak dengan meningitis tuberkulosis yang tidak diobati, akan

meninggal dalam waktu 3-5 minggu. Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya

jumlah pasien tuberkulosis dewasa.6,9,10

Meningitis Viral

Insidens meningitis viral di Amerika serikat yang secara resmi dilaporkan berjumlah

lebih dari 10.000 kasus, namun pada kenyataannya dapat mencapai 75.000 kasus.

Kekurangan dalam pelaporan data ini disebabkan oleh gejala klinis yang tidak khas dan

inabilitas beberapa virus untuk tumbuh dalam kultur. Menurut data yang dilaporkan Centers

for Disease Control and Prevention (CDC), pasien rawat inap dengan meningitis viral sekitar

25.000 – 50.000 tiap tahunnya.12

11

Page 12: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

Di seluruh dunia, penyebab meningitis viral termasuk enterovirus, mumps virus

mumps (gondongan), virus measles (campak), virus varicella zoster (VZV) dan HIV. Gejala

meningitis dapat timbul hanya pada 1 dari 3000 kasus. Mumps menyebabkan 10-20%

meningitis dan meningoencephalitis di bagian negara dimana akses vaksin sulit. Insidens 20

kali lebih besar pada tahun pertama kehidupan. Pada neonatus lebih dari 7 hari, meningitis

aseptik sering disebabkan oleh enterovirus. Vaksinasi mengurnagi insidens dari meningitis

oleh virus mumps, polio dan measles. Virus mumps dan measles sering menyebabkan

meningitis pada anak usia sekolah sampai kuliah. Enterovirus 1,3 – 1,5 kali lebih sering lebih

sering menyebabkan meningitis pada laki-laki dibanding perempuan , sedangkan virus

mumps 3 kali lebih sering menyerang laki-laki dibanding perempuan. Menurut WHO tahun

1997, meningitis enteroviral dengan sepsis merupakan penyebab tersering ke-5 kematian

pada neonatus. Diluar periode neonatal mortalitas kurang dari 1%, begitu juga dnegan

morbiditasnya.12

Meningitis virus lebih sering dijumpai pada anak daripada orang dewasa. Di negeri

tropis dan subtropis tingginya frekuensi meningitis virus tidak bergantung kepada musim

seperti pada negeri beriklim dingin yang angka kejadian tertingginya dijumpai pada musim

panas dan musim rontok.9

Meningitis Jamur

Meningitis jamur jarang ditemukan, namun dapat mengancam kehidupan. Walaupun

semua orang dapat terkena meningitis jamur, namun resiko tinggi terdapat pada orang yang

menderita AIDS, leukemia, atau bentuk penyakit imunodefisiensi ( sistem imun tidak

mempunyai respon yang adekuat terhadap infeksi) lainnya dan orang dengan imunosupresi

(malfungsi dari sistem imun sebagai akibat obat-obatan).5

Penyebab tersering dari meningitis jamur pada orang dengan defisiensi imun seperti

HIV adalah Cryptococcus. Penyakit ini merupakan salah satu dari penyebab tersering

meningitis di Afrika. Jamur lain yang dapat menyebabkan thrush, Candida, dapat

menyebabkan meningitis pada beberapa kasus, terutama pada bayi prematur dengan berat

lahir sangat rendah. (very low birth weight).5

3.3 ETIOLOGI

Penyebab tersering dari meningitis adalah mikroorganisme seperti bakteri, virus,

parasit dan jamur. Mikroorganisme ini menginfeksi darah dan likuor serebrospinal.

Meningitis juga dapat disebabkan oleh penyebab non-infeksi, seperti pada penyakit AIDS,

12

Page 13: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

keganasan, diabetes mellitus, cedera fisik atau obat – obatan tertentu yang dapat melemahkan

sistem imun (imunosupresif).5

Meningitis dapat terjadi karena terinfeksi oleh virus, bakteri, jamur maupun parasit :

Virus :

o Virus Mumps

o Virus Herpes, termasuk Epstein-Barr virus, herpes simplexs, varicella-zoster,

Measles, and Influenza

o Virus yang menyebar melalui nyamuk dan serangga lainnya (Arboviruses)

o Kasus lain yang agak jarang yakni LCMV (lymphocytic choriomeningitis

virus), disebarkan melalui tikus.5

Jamur:

Jamur yang menginfeksi manusia terdieri dari 2 kelompok yaitu, jamur

patogenik dan opportunistik. Jamur patogenik adalah beberapa jenis spesies yang

dapat menginfeksi manusia normal setelah inhalasi atau inflantasi spora. Secara

alamiah, manusia dengan penyakit kronis atau keadaan gangguan imunitas lainnya

lebih rentan terserang infeksi jamur dibandingkan manusia normal. Jamur patogenik

menyebabkan histiplasmosis, blastomycosis, coccidiodomycosis dan

paracoccidiodomycosis. Kelompok kedua adalah kelompok jamur apportunistik.

Kelompok ini tidak menginfeksi orang normal. Penyakit yang termasuk disini adalah

aspergilosis, candidiasis, cryptococcosis, mucormycosis (phycomycosis) dan

nocardiosis. Infeksi jamur pada susunan saraf pusat dapat menyebabkan meningitis

akut, subakut dan kronik. Biasanya sering pada anak dengan imunosupresif terutama

anak dengan leukemia dan asidosis. Dapat juga pada anak yang imunokompeten.

Cryptococcus neoformans dan Coccidioides immitis adalah penyebab utama

meningitis jamur pada anak imunokompeten. Candida sering pada anak dengan

imunosupresi dengan penggunaan antibiotik multiple, penyakit yang melemahkan,

resipien transplant dan neonatus kritis yang menggunakan kateter vaskular dalam

waktu lama.

Bakteri :

13

Page 14: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

Mikroorganisme yang sering menyebabkan meningitis berdasarkan usia :3

14

Page 15: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

a. 0 – 3 bulan :

Pada grup usia ini meningitis dapat disebabkan oleh semua agen termasuk

bakteri, virus, jamur, Mycoplasma, dan Ureaplasma. Bakteri penyebab yang tersering

seperti Streptococcus grup B, E.Coli, Listeria, bakteri usus selain E.Coli ( Klebsiella,

Serratia spesies, Enterobacter), streptococcus lain, jamur, nontypeable H.influenza,

dan bakteri anaerob. Virus yang sering seperti Herpes simplekx virus (HSV),

enterovirus dan Cytomegalovirus.

b. 3 bulan – 5 tahun

Sejak vaksin conjugate HIB menjadi vaksinasi rutin di Amerika Serikat,

penyakit yang disebabkan oleh H.influenza tipe B telah menurun. Bakteri penyebab

tersering meningitis pada grup usia ini belakangan seperti N.meningitidis dam

S.Pneumoniae. H. influenza tipe B masih dapat dipertimbangkan pada meningitis

yang terjadi pada anak kurang dari 2 tahun yang belum mendapat imunisasi atau

imunisasi yang tidak lengkap. Meningitis oleh karena Mycobacterium Tuberculosis

jarang, namun harus dipertimbangkan pada daerah dengan prevalensi tuberculosis

yang tinggi dan jika didapatkan anamnesis, gejala klinis, LCS dan laboratorium yang

mendukung diagnosis Tuberkulosis. Virus yang sering pada grup usia ini seperti

enterovirus, HSV, Human Herpesvirus-6 (HHV-6).

c. 5 tahun – dewasa

Bakteri yang tersering menyebabkan meningitis pada grup usia ini seperti

N.meningitidis dan S.pneumoniae. Mycoplasma pneumonia juga dapat menyebabkan

meningitis yang berat dan meningoencephalitis pada grup usia ini. Meningitis virus

pada grup ini tersering disebabkan oleh enterovirus, herpes virus, dan arbovirus. Virus

lain yang lebih jarang seperti virus Epstein-Barr , virus lymphocytic choriomeningitis,

HHV-6, virus rabies, dan virus influenza A dan B.

Pada host yang immunocompromised, meningitis yang terjadi selain dapat disebabkan

oleh pathogen seperti di atas, harus juga dipertimbangkan oleh pathogen lain seperti

Cryptococcus, Toxoplasma, jamur, tuberculosis dan HIV.

15

Page 16: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

3.4 PATOGENESIS

Meningitis Bakterial 1

Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui :

1. Alian darah (hematogen) oleh karena infeksi di tempat lain seperti faringitis,

tonsillitis, endokarditis, pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan ini sering didapatkan

biakan kuman yang positif pada darah, yang sesuai dengan kuman yang ada dalam

cairan otak.

2. Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh infeksi

dari sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus.

3. Implantasi langsung : trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi lumbal

dan mielokel.

4. Meningitis pada neonates dapat terjadi oleh karena:

o Aspirasi cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau

oleh kuman-kuman yang normal ada pada jalan lahir

o Infeksi bakteri secara transplacental terutama Listeria.

Meningitis Tuberkulosis 9

Meningitis tuberkulosis terjadi sebagai akibat komplikasi penyebaran

tuberkulosis primer, biasanya dari paru. Terjadinya meningitis bukanlah karena

terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya

sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang

16

Page 17: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

belakang atau vertebra yang kemudian pecah ke dalam rongga arachnoid (rich dan

McCordeck). Kadang-kadang dapat juga terjadi perkontinuitatum dari mastoiditis atau

spondilitis. Pada pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan

meningoensefalitis. Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama

batang otak (brain stem) tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang

serofibrinosa dan gelatinosa dapat menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis dan

mengakibatkan hidrocephalus serta kelainan saraf pusat. Tampak juga kelainan

pembuluh darah seperti Arteritis dan Phlebitis yang menimbulkan penyumbatan.

Akibat penyumbatan ini terjadi infark otak yang kemudian mengakibatkan perlunakan

otak.

Meningitis Viral

Virus masuk tubuh manusia melalui beberapa jalan. Tempat permulaan

masuknya virus dapat melalui kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan.

Setelah masuk ke dalam tubuh virus tersebut akan menyebar keseluruh tubuh dengan

beberapa cara:1

o Setempat : virus hanya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau organ

tertentu.

o Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar

ke organ dan berkembang biak di organ-organ tersebut.

o Penyebaran hematogen sekunder : virus berkembang biak di daerah pertama kali

masuk (permukaan selaput lender) kemudian menyebar ke organ lain.

o Penyebaran melalui saraf : virus berkembang biak dipermukaan selaput lender

dan menyebar melalui system saraf.

Berikut contoh cara transmisi virus :12

o Enterovirus : biasanya melalui rute oral-fekal, namun dapat juga melalui rute

saluran respirasi

o Arbovirus : melalui artropoda menghisap darah, biasanya nyamuk

o Virus limfositik koriomeningitis – melalui kontak dengan tikus dan sejenisnya

ataupun bahan eksresinya.

17

Page 18: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

Pada umumnya, virus masuk ke sistem limfatik, melalui penelanan

enterovirus; pemasukan membran mukosa oleh campak, rubela, VVZ atau HSV; atau

dengan penyebaran hematogen dari nyamuk atau gigitan serangga lain. Ditempat

tersebut, mulai terjadi multiplikasi dan masuk alirann darah menyebabkan infeksi

beberapa organ. Pada stadium ini (fase ekstraneural) ada sakit demam, sistemik,

tetapi tidak terjadi multiplikasi virus lebih lanjut pada organ yang ditempati,

penyebaran sekunder sejumlah virus dapat terjadi. Invasi SSP disertai dengan bukti

klinis penyakit neurologis. HSV-1 mungkin mencapai otak dengan penyebaran

langsung sepanjang akson saraf. Kerusakan neurologis disebabkan (1) oleh invasi

langsung dan penghancuran jaringan saraf oleh pembelahan virus secara aktif dan

atau (2) oleh reaksi hospes terhadap antigen virus. Kebanyakan penghancuran saraf

mungkin karena invasi virus secara langsung, sedangkan respon jaringan hospes

yang hebat mengakibatkan demielinasi dan penghancuran vaskuler serta perivaskuler

dan (3) oleh reaksi aktivitas virus neurotropik yang bersifat laten.1,7

Meningitis Jamur

Infeksi pertama terbanyak terjadi akibat inhalasi yeast dari lingkungan sekitar.

Pada saat dalam tubuh host Cryptococcus membentuk kapsul polisakarida yang besar

yang resisten terhadap fagositosis. Produksi kapsul distimulasi oleh konsentrasi

fisiologis karbondioksida dalam paru. Keadaan ini meyebabkan jamur ini beradaptasi

sangat baik dalam host mamalia. Reaksi inflamasi ini menghasilkan reaksi kompleks

primer paru kelenjar limfe (primary lung lymp node complex) yang biasanya

membatasi penyebaran organisme.

Kebanyakan infeksi paru ini tanpa gejala, tetapi secara klinis dapat terjadi

seperti gejala pneumonia pada infeksi pertama dengan gejala yang bervariasi

beratnya. Keadaan ini biasanya membaik perlahan dalam beberapa minggu atau bulan

dengan atau tanpa pengobatan. Pada pasien lainnya dapat terbentuk lesi pulmonar

fokal atau nodular. Cryptococcus dapat dorman dalam paru atau limfenodus sampai

pertahanan host melemah. Cryptococcus neofarmans dapat menyebar dari paru dan

limfenodus torakal ke aliran darah terutama pada host yang sistem kekebalannya

terganggu. Keadaan ini dapat terjadi selama infeksi primer atau selama masa

reaktivasi bertahun-tahun kemudian. Jika terjadi infeksi jauh, maka tempat yang

paling sering terkena adalah susunan saraf pusat. Keadaan dimana predileksi infeksi

ini terutama pada ruang subarakhnoid, belum dapat diterangkan. Ada beberapa faktor

yang berperanan dalam patogenesis infeksi Cryptococcus neofarmans pada susunan

18

Page 19: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

saraf pusat. Jamur ini mempunyai beberapa fenotif karakteristik yang diaktakan

berhubungan dengan invasi pada susunan saraf pusat seperti, produksi phenoloxidase,

adanya kapsul polisakarida,dan kemampuan untuk berkembang dengan cepat pada

suhu tubuh host.Informasi terakhir mengatakan bahwa melanin bertindak sebagai

antioksidan yang melindungi organisme ini dari mekanisme pertahanan tubuh host.

Faktor karakteristik lainnya yaitu kemampuan kapsul untuk melindungi jamur dari

pertahanan tubuh terutama fagositosis dankemampuan jamur untuk hidup dan

berkembang pada suhu tubuh manusia.

3.5 MANIFESTASI KLINIS

Meningitis mempunyai karakteristik yakni onset yang mendadak dari demam,

sakit kepala dan kaku leher (stiff neck). Biasanya juga disertai beberapa gejala lain,

seperti :

Mual

Muntah

Fotofobia (sensitif terhadap cahaya)

Perubahan atau penurunan kesadaran

Meningitis Bakterial

Tidak ada satupun gambaran klinis yang patognomonik untuk meningitis

bakterial. Tanda dan manifestasi klinis meningitis bakterial begitu luas sehingga

sering didapatkan pada anakanak baik yang terkena meningitis ataupun tidak. Tanda

dan gambaran klinis sangat bervariasi tergantung umur pasien, lama sakit di rumah

sebelum diagnosis dan respon tubuhterhadap infeksi. Meningitis pada bayi baru lahir

dan prematur sangat sulit didiagnosis, gambaran klinis sangat kabur dan tidak khas.

Biasanya pasien tampak lemas dan malas, tidak mau makan, muntahmuntah,

kesadaran menurun, ubun-ubun besar tegang dan membonjol, leher lemas, respirasi

tidak teratur, kadang-kadang disertai ikterus kalau sepsis. Secara umum apabila

didapatkan sepsis pada bayi baru lahir kita harus mencurigai adanya meningitis.

Bayi berumur 3 bulan – 2 tahun jarang memberi gambaran klasik

meningitis.Biasanya manifestasi yang timbul hanya berupa demam, muntah, gelisah,

kejang berulang, kadang-kadang didapatkan pula high pitch cry (pada bayi). Tanda

fisik yang tampak jelas adalah ubun-ubun tegang dan membonjol, sedangkan tanda

Kernig dan Brudzinsky sulit di evaluasi. Oleh karena insidens meningitis pada umur

19

Page 20: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

ini sangat tinggi, maka adanya infeksi susuan saraf pusat perlu dicurigai pada anak

dengan demam terus menerus yang tidak dapat diterangkan penyebabnya.

Pada anak besar dan dewasa meningitis kadang-kadang memberikan gambaran

klasik. Gejala biasanya dimulai dengan demam, menggigil, muntah dan nyeri kepala.

Kadangkadang gejala pertama adalah kejang, gelisah, gangguan tingkah laku.

Penurunan kesadaran seperti delirium, stupor, koma dapat juga terjadi. Tanda klinis

yang biasa didapatkan adalah kaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kernig. Nyeri kepala

timbul akibat inflamasi pembuluh darah meningen, sering disertai fotofobia dan

hiperestesi, kaku kuduk disertai rigiditas spinal disebabkan karena iritasi meningen

serta radiks spinalis.

Kelainan saraf otak disebabkan oleh inflamasi lokal pada perineurium, juga

karena terganggunya suplai vaskular ke saraf. Saraf – saraf kranial VI, VII, dan IV

adalah yang paling sering terkena. Tanda serebri fokal biasanya sekunder karena

nekrosis kortikal atau vaskulitis oklusif, paling sering karena trombosis vena kortikal.

Vaskulitis serebral menyebabkan kejang dan hemiparesis.1

Manifestasi Klinis yang dapat timbul adalah:9

1. Gejala infeksi akut.

a. Lethargy.

b. Irritabilitas.

c. Demam ringan.

d. Muntah.

e. Anoreksia.

f. Sakit kepala (pada anak yang lebih besar).

g. Petechia dan Herpes Labialis (untuk infeksi Pneumococcus).

2. Gejala tekanan intrakranial yang meninggi.

a. Muntah.

b. Nyeri kepala (pada anak yang lebih besar).

c. Moaning cry /Tangisan merintih (pada neonatus)

d. Penurunan kesadaran, dari apatis sampai koma.

e. Kejang, dapat terjadi secara umum, fokal atau twitching.

f. Bulging fontanel /ubun-ubun besar yang menonjol dan tegang.

g. Gejala kelainan serebral yang lain, mis. Hemiparesis, Paralisis, Strabismus.

h. Crack pot sign.

i. Pernafasan Cheyne Stokes.

20

Page 21: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

j. Hipertensi dan Choked disc papila N. optikus (pada anak yang lebih besar).

3. Gejala ransangan meningeal.

a. Kaku kuduk positif.

b. Kernig, Brudzinsky I dan II positif. Pada anak besar sebelum gejala di atas

terjadi, sering terdapat keluhan sakit di daerah leher dan punggung. Pada

anak dengan usia kurang dari 1 tahun, gejala meningeal tidak dapat

diandalkan sebagai diagnosis. Bila terdapat gejala-gejala tersebut diatas,

perlu dilakukan pungsi lumbal untuk mendapatkan cairan serebrospinal

(CSS).

Meningitis Tuberkulosis 9,10

Secara klinis kadang-kadang belum terdapat gejala meningitis nyata walaupun

selaput otak sudah terkena. Hal demikian terdapat apda tuberlukosis miliaris sehingga

pada penyebaran miliar sebaiknya dilakukan pungsi lumbal walaupun gejala

meningitis belum tampak.

1. Stadium prodromal

Gejala biasanya didahului oleh stadium prodromal berupa iritasi selaput otak.

Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau hanya terdapat kenaikan

suhu ringan, jarang terjadi akut dengan panas tinggi. Sering di jumpai anak mudah

terangsang (iritabel) atau anak menjadi apatis dan tidurnya sering terganggu. Anak

besar dapat mengeluh nyeri kepala. Malaise, snoreksia, obstipasi, mual dan muntah

juga sering ditemukan. Belum tampak manifestasi kelainan neurologis.

2. Stadium transisi

Stadium prodromal disusul dengan stadium transisi dengan adanya kejang.

Gejala diatas menjadi lebih berat dan muncul gejala meningeal, kaku kuduk dimana

seluruh tubuh mulai menjadi kaku dan opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih

tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata

sehingga timbul gejala strabismus dan nistagmus. Sering tuberkel terdapat di koroid.

Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor.

Kejang, defisit neurologis fokal, paresis nervus kranial dan gerakan involunter

(tremor, koreoatetosis, hemibalismus).

21

Page 22: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

3. Stadium terminal

Stadium terminal berupa kelumpuhan kelumpuhan, koma menjadi lebih

dalam, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernafasan menjadi

tidak teratur, kadang-kadang menjadi pernafasan Cheyne-Stokes (cepat dan dalam).

Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa kesadarannya pulih kembali Tiga

stadium diatas biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan yang

lainnya, namun jika tidak diobati umumnya berlangsung 3 minggu sebelum anak

meninggal.

Meningitis Viral 5,9

Biasanya gejala dari meningitis viral tidak seberat meningitis dan dapat

sembuh alami tanpa pengobatan yang spesifik.

Umumnya permulaan penyakit berlangsung mendadak, walaupun kadang-

kadang didahului dengan panas selama beberapa hari. Gejala yang ditemukan pada

anak besar ialah panas dan nyeri kepala mendadak yang disertai dengan kaku kuduk.

Gejala lain yang dapat timbul ialah nyeri tenggorok, nausea, muntah, penurunan

kesadaran, nyeri pada kuduk dan punggung, fotophobia, parestesia, myalgia. Gejala

pada bayi tidak khas. Bayi mudah terangsang dan menjadi gelisah. Mual dan muntah

sering dijumpai tetapi gejala kejang jarang didapati. Bila penyebabnya Echovirus atau

Coxsackie, maka dapat disertai ruam dengan panas yang akan menghilang setelah 4-5

hari. Pada pemeriksaan ditemukan kaku kuduk, tanda Kernig dan Brudzinski kadang-

kadang positif.

Meningitis Jamur

Gejala klinis dari meningitis jamur sama seperti meningitis jenis lainnya;

namun, gejalanya sering timbul bertahap. Sebagai tambahan dari gejala klasik

meningitis seperti sakit kepala, demam, mual dan kekakuan leher, orang dengan

meningitis jamur juga mengalami fotofobia, perubahan status mental, halusinasi dan

perubahan personaliti.5

3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pungsi Lumbal 1

Pungsi lumbal adalah cara memperoleh cairan serebrospimal yang paling sering

dilakukan pada segala umur, dan relatif aman. Indikasi

22

Page 23: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

1. Kejang atau twitching

2. Paresis atau paralisis termasuk paresis N.VI

3. Koma

4. Ubun-ubun besar membonjol

5. Kaku kuduk dengan kesadaran menurun

6. TBC milier

7. Leukemia

8. Mastoiditis kronik yang dicurigai meningitis

9. Sepsis

Pungsi lumbal juga dilakukan pada demam yang tidak diketahui sebabnya dah pada

pasien dengan proses degeneratif. Pungsi lumbal sebagai pengobatan dilakukan pada

meningitis kronis yang disebabkan oleh limfoma dan sarkoidosis. Cairan serebrospinal

dikeluarkan perlahan-lahan untuk mengurangi rasa sakit kepala dan sakit pinggang. Pungsi

lumbal berulang-ulang juga dilakukan pada tekanan intrakranial meninggi jinak (beningn

intracranial hypertension), pungsi lumbal juga dilakukan untuk memasukkan obat-obat

tertentu.

Kontraindikasi

Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal adalah pada syok, infeksi di daerah sekitar

tempat pungsi, tekanan intrakranial meninggi yang disebabkan oleh adanya proses desak

ruang dalam otak (space occupaying lesion) dan pada kelainan pembekuan yang belum

diobati. Pada tekanan intrakranial meninggi yang diduga karena infeksi (meningitis) bukan

kontraindikasi tetapi harus dilakukan dnegan hati-hati.

Komplikasi

Sakit kepala, infeksi, iritasi zat kimia terhadap selaput otak, bila penggunaan jarum

pungsi tidak kering, jarum patah, herniasi dan tertusuknya saraf oleh jarum pungsi karena

penusukan tidak tepat yaitu kearah lateral dan menembus saraf di ruang ekstradural.

23

Page 24: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

Berikut ini adalah gambaran cairan serebrospinal menurut etiologinya :

2. Pemeriksaan radiologi :

o X-foto dada : untuk mencari kausa meningitis

o CT Scan kepala : dilakukan bila didapatkan tanda-tanda kenaikan tekanan

intrakranial dan lateralisasi

3. Pemeriksan lain:

o Darah : LED, lekosit, hitung jenis, biakan

o Air kemih : biakan

o Uji tuberkulin

o Biakan cairan lambung

3.7 TATA LAKSANA

1) Meningitis bakterial

Pemberian terapi dilakukan secepatnya saat diagnosis mengarah ke meningitis.

Idealnya kultur darah dan likuor cerebrospinal (LCS) harus diperoleh sebelum

antibiotik yang diberikan. Jika bayi yang baru lahir dengan ventilator dan penilaian

klinis menunjukkan pungsi lumbal mungkin berbahaya, dapat ditunda hingga bayi

24

Page 25: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

stabil. Pungsi lumbal yang dilakukan beberapa hari pengobatan awal berikut masih

menunjukkan kelainan seluler dan kimia namun hasil kultur bisa negatif.8

Mencari akses intravena, dan pemberian cairan. Neonatus dengan meningitis

rentan untuk mengalami hiponatremia akibat SIADH. Perubahan ini elektrolit juga

berkontribusi terhadap timbulnya kejang, terutama selama 72 jam pertama penyakit.8

Peningkatan tekanan intrakranial sekunder akibat edema serebral jarang pada

bayi. Monitor kadar gas darah dengan ketat untuk memastikan oksigenasi yang

memadai dan stabilitas metabolisme.8

Pada bayi dan anak-anak, Manajemen meningitis bakteri akut melibatkan

kedua terapi antimikroba yang tepat dan terapi suportif. Semua pasien harus evaluasi

audiologic setelah selesai terapi.8

Terapi cairan dan elektrolit dilakukan dengan memantau pasien dengan

memeriksa tanda-tanda vital dan status neurologis dan balans cairan, menetapkan

jenis yang dan volume cairan, risiko edema otak dapat diminimalkan. Anak harus

menerima cairan cukup untuk menjaga tekanan darah sistolik pada sekitar 80 mm Hg,

output urin 500 mL/m2/hari, dan perfusi jaringan yang memadai. Meskipun

menghindari SIADH adalah penting, mengurangi hidrasi pasien dan risiko penurunan

perfusi serebral sama-sama penting juga. Dopamin dan agen inotropik lain mungkin

diperlukan untuk mempertahankan tekanan darah dan sirkulasi yang memadai.8

Bila anak dalam status konvulsivus diberikan diazepam 0,2-0,5 mg/kgBB

secara intravena perlahan-lahan, apabila kejang belum berhenti pemberian diazepam

dapat diulang dengan dosis dan cara yang sama. Apabila kejang berhenti dilanjutkan

dengan pemberian fenobarbital dengan dosis awal 10-20mg/kgBB IM, 24 jam

kemudian diberikan dosis rumatan 4-5mg/kgBB/hari. Apabila dengan diazepam

intravena 2 kali berturut-turut kejang belum berhenti dapat diberikan fenitoin dengan

dosis 10-20mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan dengan kecepatan dalam 1

menit jangan melebihi 50 mg atau 1mg/kgBB/menit. Dosis selanjutnya

5mg/kgBB/hari diberikan 12-24 jam kemudian. Bila tidak tersedia diazepam, dapat

digunakan langsung phenobarbital dengan dosis awal dan selanjutnya dosis

maintenance.1

Terapi antibiotik

Bayi dan anak

25

Page 26: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

Pemberian antibiotik yang cepat pasien yang dicurigai meningitis adalah

penting. Pemilihan antibiotik inisial harus memiliki kemampuan melawan 3 patogen

umum: S pneumoniae, N meningitidis, dan H. influenzae.8

Menurut Infectious Diseases Society of America (IDSA) practice guidelines

for bacterial meningitis tahun 2004, kombinasi dari vankomisin dan ceftriaxone atau

cefotaxime dianjurkan bagi mereka yang dicurigai meningitis bakteri, dengan terapi

ditargetkan berdasarkan pada kepekaan patogen terisolasi. Kombinasi ini memberikan

respon yang adekuat terhadap pneumococcus yang resisten penisilin dan H. Influenza

tipe B yang resisten beta-laktam. Perlu diketahui, Ceftazidime mempunyai aktivitas

yang buruk terhadap penumococcus dan tidak dapat digunakan sebagai substitusi

untuk cefotaxime atau ceftriaxone.8

Oleh karena buruknya penetrasi vankomisin pada susunan saraf pusat, dosis

yang lebih tinggi 60 mg/kg/hari dianjurkan untuk mengatasi infeksi susunan saraf

pusat. Cefotaxime atau ceftriaxone cukup adekuat untuk pneumococcus yang peka.

Namun, bila S.pneumonia terisolasi mempunya MIC yang lebih tinggi untuk

cefotaxime, dosis tinggi cefotaxime (300 mg/kg/hari) dengan vankomisisn (60

mg/kg/hari) bisa menjadi pilihan.8 Terapi dengan Carbapenem merupakan pilihan

yang baik patogen yang resisten sefalosporin. Meropenem lebih dipilih dibandingkan

imipenem oleh karena resiko kejang lebih rendah. Antibiotik lain seperti oxazolidinon

(linezolid), masih dalam penelitian. Fluorokuinolon dapat menjadi pilihan untuk

pasien yang tidak dapat menggunakan antibiotik jenis lain atau gagal pada terapi

sebelumnya.8

Pada pasien yang alergi beta-laktam (penisilin dan sefalospori) dapat dipilih

vankomisin dan rifampisin untuk kuman S.pneumoniae. Kloramfenikol juga

direkomendasikan pada pasien dengan meningitis meningococcal yang alergi beta-

laktam.8 Penilaian LCS pada akhir terapi tidak dapat memprediksi akan terjadinya

relaps atau rekrudesensi dari meningitis. H.influenzae tipe B dapat menetap pada

sekret nasofaring walaupun setelah terapi meningitis. Untuk alasan tersebut, pasien

harus diberikan Rifampisin 20 mg/kg dosis single selama 4 hari bila anak dengan

resiko tinggi tinggal di rumah ataupun pusat penitipan anak. N.meningitidis dan

S.pneumoniae biasanya dapat di eradikasi dari nasofaring setelah terapi meningitis

berhasil.8

26

Page 27: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

Menurut Pedoman Pelayanan Medis IDAI tahun 2010, terapi empirik pada

bayi dan anak dengan meningitis bakterial sebagai berikut : 10

Usia 1 – 3 bulan :

o Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis + Sefotaksim 200- 300

mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau

o Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis

Usia > 3 bulan :

o Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 3-4 dosis, atau

o Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi 2 dosis, atau

o Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis + Kloramfenikol 100

mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis

Jika sudah terdapat hasil kultur, pemberian antibiotik disesuaikan dnegan hasil

kultur dan resistensi.

Durasi pemberian antibiotik menurut IDSA 2004 guidelines for management

of bacterial meningitis adalah sebagai berikut :8

o N meningitidis - 7 hari

o H influenzae - 7 hari

o S pneumoniae - 10-14 hari

o S agalactiae - 14-21 hari

o Bacil aerob Gram negatif - 21 hari atau or 2 minggu

o L monocytogenes - 21 hari atau lebih

Terapi Deksametason

Studi eksperimen mendapatkan bahwa pada hewan dengan meningitis

bakterial yang menggunakan deksametason menunjukkan perbaikan proses inflamasi,

penurunan edema serebral dan tekanan intrakranial dan lebih sedikit didapatkan

kerusakan otak.8

Begitu juga pada penelitian bayi dan anak dengan meningitis H.infulenzae tipe

B yang mendapat terapi deksametason menunjukkan penurunan signifikan insidens

27

Page 28: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

gejala sisa neurologis dan audiologis, dan juga terbukti memperbaiki gangguan

pendengaran. Oleh karena itu IDSA merekomendasikan penggunaan deksametason

pada kasus meningits oleh H.influenza tipe B 10 – 20 menit sebelum atau saat

pemberian antibiotik dengan dosis 0,15 – 0,6 mg/kg setiap 6 jam selama 2-4 hari.1,8

Namun pemberian deksametason dapat menurunkan penetrasi antibiotik ke

SSP. Oleh karena itu pemberiannya harus dengan pemikiran yang matang berdasarkan

kasus, resiko dan manfaatnya.8

2) Meningitis Tuberkulosis 9

Berdasarkan rekomendasi American Academic of Pediatrics 1994 diberikan 4

macam obat selama 2 bulan dilanjutkan dengan pemberian INH dan Rifampisin

selama 10 bulan. Dasar pengobatan meningitis tuberkulosis adalah pemberian

kombinasi obat antituberkulosa ditambah dengan kortikosteroid, pengobatan

simptomatik bila terdapat kejang, koreksi dehidrasi akibat masukan makanan yang

kurang atau muntah-muntah dan fisioterapi.

Dosis obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah sebagai berikut:

1. Isoniazid (INH) 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 300 mg/hari.

2. Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari dengan maksimum dosis 600 mg/hari.

3. Pirazinamid 20-40 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 2000 mg/hari.

4. Etambutol 15-25 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 2500 mg/hari.

5. Prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2-3 minggu dilanjutkan dengan tappering off

untuk menghindari terjadinya rebound phenomenon.

3) Meningitis Viral 2

Kebanyakan meningitis viral jinak dan self-limited. Biasanya hanya perlu

terapi suportif dan tidak memerlukan terapi spesifik lainnya. Pada keadaan tertentu

antiviral spesifik mungkin diperlukan. Pada pasien dengan defisiensi imun ( seperti

agammaglobulinemia), penggantian imunoglobulin dapat digunakan sebagai terapi

infeksi kronik enterovirus.

4) Meningitis Jamur 2

Candida 2,6

Terapi awal pilihan untuk meningitis Candida adalah amfoterisin B (0,7 mg /

kg / hari). Flusitosin (25 mg / kg qid) biasanya ditambahkan dan disesuaikan untuk

28

Page 29: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

mempertahankan tingkat serum 40-60 mcg / mL, di berikan selama 6-12 minggu,

bergantung dari efektivitas terapi dan adanya efek samping.Terapi Azole dapat

digunakan untuk follow-up terapi atau pengobatan supresi. Peniadaan material

prostetik (misalnya, shunts ventriculoperitoneal) adalah komponen penting dalam

terapi meningitis Candida yang berkaitan dengan prosedur bedah saraf.

Coccidioides immitis

Amfoterisin B merupakan drug of choice meningitis oleh coccidioides,

diberikan secara intravena dan intratekal. Dosis inisial intratekal 0,1 mg untuk 3 kali

suntikan pertama. Selanjutnya dosis ditingkatkan 0,25 – 0,5 mg 3-4 kali setiap

minggu. Efek samping pemberian secara intratekal seperti meningitis aseptic, nyeri

punggung dan tungkai. Mikonazol dapat diberikan secara intravena dan intratekal

pada pasien yang tidak dapat mentorelansi dosis tinggi dari Amfoterisin B.6

Regerensi lain menyebutkan flukonazol oral (400 mg / hari) sebagai terapi untuk C

immitis ataupun dengan dosis yang lebih besar flukonazol (1000 mg / hari) atau

dengan kombinasi flukonazol dan amfoterisin B.2

3.8 KOMPLIKASI

Cairan subdural

Hidrosefalus

Edema otak

Abses otak

Renjatan septik

Pnemonia (karena aspirasi)

Koagulasi intravaskular menyeluruh (DIC)

3.9 PROGNOSIS

Penderita meningitis dapat sembuh, sembuh dengan cacat motorik/mental atau meninggal, hal

tergantung dari :

Umur penderita

Jenis kuman penyebab

Berat ringan infeksi

Lama sakit sebelum mendapat pengobatan

Kepekaan kuman terhadap antibiotika yang diberikan

Adanya dan penanganan penyulit

29

Page 30: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

BAB IV

ANALISIS MASALAH

ANALISIS MASALAH

Pada pasien ini dicurigai menderita meningitis berdasarkan data yaitu dari anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan tanda-tanda

seperti adanya muntah, demam tinggi dan juga kejang. Berdasarkan teori meningitis pada

pasien usia 2 bulan memang tidak menunjukkan gejala klinis yang khas tetapi dapat dicurigai

karena ditemukannya muntah, kejang dan juga demam. Dari pf saat ini tidak ditemukan

adanya kelainan yang mendukung seperti tanda rangsang meningeal yang positif. Tanda

rangsang meningeal pada pasien ini tidak ditemukan karena usia pasien ini masih dibawah 1

tahun yaitu 2 bulan. Sedangkan dari pemeriksaan neurologis yang lain tidak ditemukan

adanya kelainan. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan adanya peningkatan leukosit yaitu

21.800 yang menunjukkan kemungkinan adanya infeksi. Dari pemeriksaan CT-scan tidak

ditemukan adanya kelainan. Hal ini belum dapat menyingkirkan kemungkinan adanya

meningitis pada pasien karena gold standart untuk menegakkan diagnosis meningitis adalah

dengan pemeriksaan pungsi lumbal. Pada pasien ini disarankan untuk dilakukan pemeriksaan

lumbal pungsi agar dapat ditegakkan diagnosis. Namun keluarga pasien menolak untuk

melakukan pungsi lumbal.

Terapi yang didapat saat ini adalah

O2 2 liter/menit nasal kanul

Diet PASI

IVFD NaCl 250 cc/24 jam

Sanmol 4x0,3 cc

Phenobarbital 2x5 mg

Meropenem 3x50 mg

Diliteratur disebutkan pada pasien dengan meningitis bakterial Usia 1 – 3 bulan : terapi

antibiotiknya dapat diberikan Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis +

Sefotaksim 200- 300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau Seftriakson 100

mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis. Namun pada pasien ini diberikan golongan

30

Page 31: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

carbapenem karena dari hasil kultur resistensi didapatkan bahwa pasien resisten terhadap

kedua obat yang dianjurkan pada literatur. Hal ini yang membuat pasien diberikan antibiotik

golongan carbapenem. Dari golongancarbapenem sendiri, pada pasien ini diberikan

meropenem karena meropenem mempunyai resiko yang rendah untuk terjadinya kejang.

Pemberian obat-obat simptomatik diperlukan seperti Parasetamol dengan dosis

10mg/kgBB diberikan 3-4 kali sehari dan juga phenobarbital untuk mencegah terjadinya

kejang pada pasien.

Pada pasien ini disarankan untuk melakukan pemeriksaan pungsi lumbal untuk

menegakkan diagnosis meningitis serta untuk mencaritahu penyebab meningitis tersebut.

Selain itu juga disarankan untuk melakukan tes mantoux dan foto rontgen torax untuk

menyingkirkan kemungkinan meningitis tuberkulosa.

Prognosis pada pasien ini baik untuk ad vitam, ad functionam adalah dubia ad bonam.

Pada pasien ini saat ini tidak terdapat adanya tanda-tanda yang dapat mengancam nyawa.

Sehingga diambil prognosis untuk ad vitamnya adalah dubia ad bonam. Sedangkan untuk

prognosis ad sanationamnya adalah dubia ad malam karena saat ini belum diketahui etiologi

penyakitnya sehingga masih mungkin dapat terjadi jika penyebabnya belum ditangani.

31

Page 32: Laporan Presentasi Kasus Meningitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Kliegman: Nelson Textbook of Pediatrics, chapter 602 Central Nervous System

Infectio, 18th ed.

2. Bell WE, Mc. Cormick WF. Neurologic Infections in Childrens, 3 rd ed. Philadelphia :

WB Saunders Co., 1984 : 20.

3. Krugman S, Katz SL. Infectious Disease of Children. 7 th ed. St. Louis : Mosby Co.,

1981 : 168.

4. Saharso D, dkk. Infeksi Susunan Saraf Pusat. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S,

penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI; 1999. h. 40-6, 339-71

5. Razonable RR, dkk. Meningitis. Updated: August 20th, 2012. Available from :

6. http://emedicine.medscape.com/article/ 232915-overview. Accessed August

20th,2012.

7. Tan TQ. Meningitis. In : Perkin RM, Swift JD, Newton DA, penyunting. Pediatric

Hospital Medicine, textbook of inpatient management. Philadelphia : Lippincott

Williams & Wilkins; 2003. h. 443-6.

8. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and Prevention. Updated:

August 20th, 2012 Available from :

http://www.cdc.gov/meningitis/about/causes.html. Accessed August 20th, 2012.

9. Fenichel GM. Clinical Pediatric Neurology. 5th ed. Philadelphia : Elvesier saunders;

2005. h. 106-13.

10. Prober CG. Central Nervous System Infection. Dalam : Behrman, Kliegman, Jenson,

penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders;

2004. h. 2038-47.

11. Muller ML, dkk. Pediatric Bacterial Meningitis. August 20th, 2012. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/961497-overview. Accessed August 20th,

2012.

12. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta:

Bagian Kesehatan Anak FKUI; 1985. h.558-65, 628-9.

13. Pudjiadi AH,dkk. Ed. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid

Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. h. 189-96.

14. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi ke-1. Jakarta:

Badan Penerbit IDAI; 2004 : 200 – 208.

32