Laporan Praktikum III
-
Upload
elly-susanti -
Category
Documents
-
view
721 -
download
16
Transcript of Laporan Praktikum III
Laporan praktikum III Hari/tanggal : Selasa, 25 September 2012m.k. Teknologi Penanganan dan Asisten : Dhani ApriantoTransportasi Biota Perairan
PEMINGSANAN (IMOTILISASI) PADA BIOTA PERAIRAN DENGAN BERBAGAI BAHAN ANASTESI
Kelompok 1
Wahyu Mutia R. C34100001Bianca Benning C34100017Arif Y. Ridwan C34100034Mahardika Tri H. C34100046Sheilla Amanda C34100060Elly Susanti C34100067Garnies Derilistiani C34100076
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRANFAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR
20121 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegiatan budidaya air tawar atau budidaya kolam merupakan salah satu
penyumbang produksi perikanan yang besar bagi Indonesia. Produksi kegiatan budidaya
kolam terus meningkat dari 212.780 ton pada tahun 2001 hingga 554.167 ton pada tahun
2009. Salah satu komoditi terpopuler untuk kegiatan budidaya kolam adalah ikan mas.
Produksi kegiatan budidaya kolam untuk ikan mas mencapai 100.955 ton pada tahun
2009. Hasil produksi yang besar ini menjadikan ikan mas sebagai salah satu komoditi
kegiatan budidaya kolam dengan hasil terbesar di Indonesia (KKP 2010).
Transportasi ikan hidup adalah memindahkan biota perairan dalam keadaan hidup
dengan diberi tindakan untuk menjaga agar derajat kelulusan hidup (survival rate) tetap
tinggi hingga di tempat tujuan. Menurut Berka (1986) Ada dua macam sistem transportasi
dasar bagi ikan hidup yaitus sistem transportasi tertutup dan terbuka. Sementara itu
berdasarkan media yang digunakan, sistem transportasi dibagi menjadi sistem transportasi
basah dan kering.
Pemingsanan (imotilisasi) pada ikan merupakan suatu tindakan yang membuat
kondisi dimana tubuh ikan kehilangan kemampuan untuk merasa (insensibility).
Pemingsanan dilakukan untuk mengefektifkan sistem transportasi. Pemingsanan
mengefektifkan sistem transportasi ikan karena dapat menurukan aktivitas ikan,
menurunkan laju metabolisme, dan respirasi sehingga proses eksresi dan kebutuhan
oksigen pada ikan dapat ditekan (Nitibaskara et al. 2006). Pemingsanan dapat dilakukan
dengan beberapa cara, yaitu menggunakan senyawa kimia, suhu dingin, arus listrik, dan
penyakit (Tidwell et al. 2004).
1.2 Tujuan
Praktikum pemingsanan (imotilisasi) pada biota perairan dengan berbagai bahan
anastesi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai macam bahan anastesi
terhadap daya tahan biota perairan.
2 BAHAN DAN METODE
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum pemingsanan (imotilisasi pada biota perairan dengan berbagai bahan
anestesi dilakukan pada hari Selasa tanggal 25 September 2012 pukul 15.00-18.00 WIB.
Temat pelaksaan praktikum adalah di Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil
Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
2.2 Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan pada praktikum ini adalah ikan mas (Cyprinus
carpio). Bahan tambahan yang digunakan adalah air, ekstrak cengkeh, ekstrak serai, dan
es. Alat yang digunakan adalah wadah toples, pipet tetes, thermometer, timbangan digital,
stopwatch, dan gelas ukur.
2.3 Prosedur Kerja
Ikan mas (Cyprinus carpio) dipuasakan. Ikan mas tersebut kemudian ditimbang
bobot awalnya. Ikan kemudian dimasukkan ke dalam wadah toples yang telah diisi air
sebanyak 3 L dan diukur suhu awal air tersebut. Pemberian anestesi ekstrak cengkeh
kemudian dilakukan sampai ikan tersebut pingsan. Pemberiannya dilakukan tiap sepuluh
menit dan dilakukan pengamatan terhadap tingkah laku ikan. Waktu yang dibutuhkan
untuk memingsankan ikan dicatat sebagai waktu induksi. Ikan yang pingsan kemudian
ditimbang bobotnya dan disadarkan dengan cara air dialirkan melalui insang. Waktu yang
diperlukan agar ikan menjadi sadar kembali dicatat sebagai waktu pingsang. Ikan yang
telah sadar kemudian dimasukkan kembali ke dalam wadah dan dihitung waktu yang
dibutuhkan agar ikan kembali normal (waktu recovery). Diagram alir prosedur
pemingsanan ikan dengan bahan anestesi disajikan pada Gambar 1.
Ikan mas (Cyprinus
Penimbangan bobot (W0)
Pemasukan air dalam wadah (3L)
Pemasukan ekstrak cengkeh setiap 10 menit
Ikan pingsan
Gambar 1 Diagram alir prosedur kerja imotilasi dengan bahan anestesi
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 1 Pengaruh Bahan Anestesi Terhadap Bobot dan Waktu Pingsan Ikan
PEMINGSANAN MENGGUNAKAN BAHAN ANESTESI
Pengaliran air pada insang
Ikan sadar
Penimbangan bobot (Wt)
Kelom-pok
Perlakuan Wo (gr)
Wt (gr)
waktu Induksi
(s)
Waktu pingsan
(s)
waktu recovery
(s)Jenis Bahan Konsentrasi Suhu
Kontrol - - normal 179 180 - - -es 125 127 - - -
1 Cengkeh 10 tetes normal
185 185
12 menit
37 detik
- -
163 165
14 menit
13 detik
22 menit
30 detik
26 menit 54 detik
2 Cengkeh 10 tetes es
138 135
17 menit
52 detik
42 menit
38 detik
7 menit 33 detik
187 183
21 menit
54 detik
28 menit 8
detik10 menit
3 Cengkeh 20 tetes normal 171 173 8
menit 102
menit 22
menit
142 139 8
menit99
menit 17
menit
4 Cengkeh 20 tetes es
194 1927 menit
18 detik
90 menit
18 menit 13 detik
196 1946 menit
45 detik
90 menit
6 menit 15 detik
5 Sereh 10 tetes normal
166 171
37 menit
40 detik
8 menit 47 detik
3 menit 51 detik
164 154
54 menit
35 detik
26 menit
37 detik
3 menit 10 detik
6 Sereh 10 tetes es171 175 60
menit10
menit 6 menit
164 166 60 menit
15 menit 5 menit
7 Sereh 20 tetes normal161 158 71
menit19
menit 1 menit
180 177 48 menit 5 menit 2 menit
8 Sereh 20 tetes es 151 151 80 menit
16 menit
30 detik
187 178 80 menit
17 menit 27 detik
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah diperoleh, bahwa pemingsanan ikan
dengan menggunakan bahan anestesi menunjukkan adanya perubahan bobot ikan
terhadap pengaruh bahan anestesi tersebut. Pengaruh tersebut dapat berupa penaikan
atau penurunan bobot ikan. Penaikan bobot ikan terlihat pada kontrol dengan suhu normal,
kontrol dengan menggunakan es, cengkeh (konsentrasi 10 tetes) normal pada ikan ke dua,
cengkeh (konsentrasi 20 tetes) normal pada ikan pertama, sereh (konsentrasi 10 tetes)
normal pada ikan pertama, sereh (konsentrasi 10 tetes) dengan menggunakan es pada
ikan pertama dan ke dua, sedangkan penurunan bobot ikan terlihat pada cengkeh
(konsentrasi 20 tetes) normal pada ikan ke dua, sereh (konsentrasi 10 tetes) normal pada
ikan ke dua, cengkeh (konsentrasi 10 tetes) dengan menggunakan es pada ikan pertama
dan ke dua, cengkeh (konsentrasi 20 tetes) dengan menggunakan es pada ikan pertama
dan ke dua, sereh (konsentrasi 20 tetes) dengan menggunakan es pada ikan ke dua, lalu
untuk yang tetap terlihat pada cengkeh (konsentrasi 10 tetes) normal pada ikan pertama
dan sereh (konsentrasi 20 tetes) dengan menggunakan es pada ikan pertama.
Tabel 2 Pengaruh Bahan Anestesi terhadap Fisiologis Ikan
PEMINGSANAN MENGGUNAKAN BAHAN ANESTESI
Kelom-pok
Perlakuan Gerak tubuh
Gerak Dindi
ng Perut
Gerak
Sirip
Penampakan Air
Lendir
Sekresi
analJenis Bahan
Konsentrasi Suhu
Kontrol - -
normal +++ - +++ +++ + ++es + - + + - +
1 Cengkeh 10 tetes normal + + + + - -
2 Cengkeh 10 tetes es - - - ++ - +
3 Cengkeh 20 tetes normal + + + + - -
4 Cengkeh 20 tetes es - - - + - -
5 Sereh10
tetes normal + + + + + +
6 Sereh10
tetes es - - - ++ + +
7 Sereh20
tetes normal + + + + + +
8 Sereh20
tetes es - + - + + +
Hasil pengamatan pemingsanan dengan menggunakan bahan anestesi diperoleh
bahwa, pada kontrol normal terlihat gerak tubuh, gerak sirip, penampakan air, sekresi anal
aktif (banyak) dan untuk gerak dinding perut tidak ada serta lendir hanya terdapat sedikit.
kontrol dengan menggunakan es terlihat gerak tubuh, gerak sirip, penampakan air, sekresi
anal sedikit dan untuk gerak dinding perut dan lendir tidak ada. pada cengkeh (konsentrasi
10 tetes) normal terlihat gerak tubuh, gerak dinding perut, gerak sirip, penampakan air
sedikit dan sekresi anal dan lendir tidak ada. pada cengkeh (konsentrasi 10 tetes) dengan
menggunakan es terlihat gerak tubuh, gerak dinding perut, gerak sirip, sekresi anal tidak
ada, penampakan air cukup dan lendir tidak ada. pada cengkeh (konsentrasi 20 tetes)
normal terlihat gerak tubuh, gerak dinding perut, gerak sirip, penampakan air sedikit serta
lendir dan sekresi anal tidak ada. pada cengkeh (konsentrasi 20 tetes) dengan
menggunakan es terlihat gerak tubuh, gerak dinding perut, gerak sirip, lendir, sekresi anal
tidak ada dan penampakan air sedikit. pada sereh (konsentrasi 10 tetes) normal terlihat
gerak tubuh, gerak dinding perut, gerak sirip, lendir, sekresi anal dan penampakan air
sedikit. pada sereh (konsentrasi 20 tetes) dengan menggunakan es terlihat gerak tubuh,
gerak dinding perut, gerak sirip tidak ada, lendir dan sekresi anal sedikit dan penampakan
air cukup. pada sereh (konsentrasi 20 tetes) normal terlihat gerak tubuh, gerak dinding
perut, gerak sirip, lendir, sekresi anal dan penampakan air sedikit. pada sereh
(konsentrasi 20 tetes) dengan menggunakan es terlihat gerak tubuh dangerak sirip tidak
ada, lalu lendir, sekresi anal, gerak dinding perut, penampakan air sedikit.
4.2 Pembahasan
Pembiusan berperan penting dalam proses pengangkutan ikan yang
mengakibatkan hilangnya kesadaran, pembatasan aktivitas reflex, dan mengurangi
pergerakan otot dan tulang (Hajek et al. 2006). Tidwell et al. (2004) dalam Abdullah (2012)
mendefinisikan anestesi sebagai suatu kondisi ketika tubuh atau bagian tubuh kehilangan
kemampuan untuk merasa (insensibility). Anestesi dapat disebabkan oleh sneyawa kimia,
suhu dingin, arus listrik, atau penyakit. Bahan anestesi mengganggu secara langsung
maupun tidak langsung terhadap keseimbangan kationik tertentu di dalam otak selama
masa anestesinya. Hal tersebut menyebabkan ikan tersebut mati rasa karena menurunnya
fungsi syaraf.
Pembiusan dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu penurunan suhu secara
bertahap dan penurunan sushu secara langsung. imotilisasi dengan penurunan suhu
secara bertahap dilakukan dengan cara menurunkan suhu media air dari suhu normal ke
suhu dimana niota mengalami imoti. Penurunan dilakukan dengan dengan menambahkan
air dingin ke dalam media secara perlahan hingga suhu yang diinginkan tercapai.
Imotilisasi dengan metode langsung dilakukan dengan cara memasukkan biota ke dalam
air yang suhunya telah diatur. Proses panik atau stress terjadi selama 1-2 menit
(Suryaningrum et al. 2006 dalam Suryaningrum et al. 2007).
Bidang Perikanan Amerika menyatakan bahwa pembiusan dikatakan berhasil
bila memenuhi tiga kriteria, yaitu induksi bahan pembius dalam tubuh ikan terjadi dalam
waktu tiga menit atau kurang sehingga ikan lebih mudah ditangani. Kepulihan ikan sampai
gerakan renangnya kembali normal membutuhkan waktu sepuluh menit atau kurang.
Pembiusan dikatan berhasil apabila tidak ditemukan adanya kematian ikan selama lima
belas menit setelah pembongkaran bila ikan dibius pada konsentrasi yang efektif
(Pramono 2001).
Pemingsanan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang berperan
penting adalah suhu. Ikan yang ditempatkan pada media dengan suhu dibawah suhu
ruang tidak dapat bertahan dan pingsan. Metode pemingsanan juga berpengaruh terhadap
ikan. Penurunan suhu secara langsung akan meneyababkan ikan mengalami stress,
sedangkan penurunan suhu secara bertahap menyebabkan ikan lebih tenang (Suwandi et
al. dalam Wijayanti et al. 2011). Faktor lain yang mempengaruhi pemingsanan adalah
bobot ikan serta jenis biota. Crustacea lebih lama pingsan daripada ikan karena Crustacea
memiliki alat pernafasan tambahan sehingga dapat bertahan beberapa jam di lingkungan
lembab pada suhu rendah (Wijayanti et al. 2011).
Ada beberapa tahap yang diikuti pengurangan respon dalam proses pemingsanan
ikan. Menurut Coyle et al. (2004), terdapat 4 tahap pemingsanan pada ikan yaitu sedation,
anesthesia, surgical anesthesia, dan death (ikan mati). Pada tahap sedation, ikan
mengalama pengurangan gerak serta pernafasan. Pada tahap anesthesia ikan mengalami
kehilangan kesetimbangan secara parsial dan reaktif terhadap rangsangan. Pada tahap
surgical anesthesia, ikan mengalami kehilangan kesetimbangan secara total dan tidak ada
reaksi ketika diberi ransangan. Pada tahap death, nafas dan jantung berhenti, jika
kelebihan bahan anestesi akan mengakibatkan kematian ikan yang lebih awal.
Sementara itu menurut Iwama et al (1989) terdapat 3 tahap pemingsanan dan 3
tahap pemulihan. Tahap anestesia pertama ikan mengalami kehilangan keseimbangan,
pada tahap kedua gerak ikan hilang tetapi masih ada gerakan operkulum. Tahap ketiga
sama seperti tahap kedua namun diikuti dengan hilangnya pergerakan operkulum. Tahap
pemulihan yang pertama ikan masih tidak dapat bergerak namun pergerakan operkulum
mulai tampak. Tahap kedua pergerakan operkulum seperti biasa dan gerakan tubuh mulai
terlihat. Tahap ketiga ikan sepenuhnya mengalami keseimbangan.
Bahan anestesi alami yang digunakan pada praktikum ini adalah ekstrak cengkeh
dan serai. Kecepatan pemingsanan ikan tergantung pada dosis yang diberikan. Waktu
pemingsanan akan semakin cepat apabila dosis yang diberikan juga semakin besar,
namun hal tersebut dapat menyebabkan kematian pada ikan dikarenakan ikan memiliki
daya kemampuan untuk beradaptasi yang cukup lambat. Sebaliknya bila dosis yang
diberikan sedikit, maka proses pemingsanan akan berlangsung lebih lama. Dosis bahan
anestesi yang diberikan untuk memingsankan ikan tergantung dari jenis ikan, ukuran ikan,
kepadatan ikan saat ditransportasikan, jenis bahan anestesi, dan jarak transportasi ikan ke
tempat tujuan (Ross dan Ross 2008).
Data hasil percobaan menunjukkan bahwa bahan anestesi yang paling cepat atau
efektif dalam pemingsanan ikan adalah ekstrak cengkeh dengan jumlah tetesan 20 yang
membutuhkan waktu induksi selama 8 menit. Waktu induksi tersebut merupakan waktu
yang ideal dalam proses anestesi ikan menurut Gunn (2001). Bahan anestesi ekstrak
cengkeh lebih efektif jika dibandingkan dengan serai. Hal tersebut sesuai dengan literatur
yang menjelaskan bahwa ekstrak cengkeh menghasilkan bahan aktif eugenol yang dapat
menjadi agen anestesi yang menjanjikan dalam akuakultur. Eugenol merupakan
komponen kimia utama pada ekstrak cengkeh dengan kadar yang berkisar antara 80%
sampai 90%. Ekstrak cengkeh selain mengandung eugenol juga mengandung β-karyofilen
(> 12%). β-karyofilen adalah sesquiterpen yang memberi rasa pahit dan mempunyai
aktivitas sebagai antifungal,antiseptik, anestetik dan antibakteri. Ekstrak cengkeh juga
dapat mengurangi stres dalam penanganan ikan yang disebabkan oleh transportasi,
grading, maupun peneluran buatan. Fungsi lainnya yaitu dapat digunakan sebagai bahan
organik yang aman dan baik untuk pengguna atau lingkungannya (Imanpoor et al. 2010).
Proses imotilisasi yang dilakukan dapat membuat ikan dalam kondisi stres. Ikan
dapat memberikan respon neuroendokrin apabila dalam kondisi stres. Respon tersebut
melibatkan sistem hormon endokrin (pengaruh primer) yang dapat berpengaruh pada
kondisi fisiologis ikan. Data hasil praktikum menunjukkan bahwa imotilisasi ikan dengan
bahan anestesi ekstrak cengkeh dan serai yang menggunakan es kurang efektif jika
dibandingkan dengan penggunaan bahan anestesi yang normal. Bahan anestesi yang
diberi es cenderung lebih lama dalam memingsankan ikan dan waktu recovery nya juga
cepat, sehingga tidak efektif apabila diterapkan pada transportasi ikan jarak jauh. Es
berfungsi untuk menekan laju metabolisme ikan dan menyebabkan proses anestesi
menjadi tidak efektif (Suwandi dan Saputra 2010).
Pemingsanan dapat mempengaruhi bobot ikan. Ikan yang dengan ukuran yang
berbeda memiliki tingkah laku yang berbeda pula jika diberikan bahan anestesi. Data hasil
percobaan menunjukkan bahwa ikan yang berukuran besar memiliki daya tahan tubuh dan
tingkah laku untuk merespon rangsangan lebih kuat jika dibandingkan dengan ikan kecil,
sehingga waktu untuk memingsankan ikan lebih cepat, selain itu ikan sebelum
dipingsankan bobotnya lebih besar dibandingkan dengan ikan setelah dipingsankan.
Suwandi dan Saputra (2010) menjelaskan bahwa Ikan yang diberi es maupun dalam
kondisi normal dengan diberi bahan anestesi rata-rata mengalami penurunan bobot. Hal
tersebut disebabkan karena ikan yang dipingsankan laju metabolismenya ditekan hingga
kondisi minimum (kondisi oksigen ditekan) dan mengalami ekskresi yang berlebihan,
sehingga ikan mengalami penurunan bobot.
Anestesi yang ideal adalah anestesi yang mampu memingsankan ikan kurang dari
tiga menit dan menyadarkan kembali kurang dari lima menit. Bahan anestesi yang
digunakan juga tidak boleh mengandung racun bagi ikan dan manusia serta mudah larut
dalam media pelarut (Gunn 2001 dalam Pramono 2002). Menurut Wright dan Hall (1961)
pembiusan ikan meliputi tiga tahap, yaitu berpindahnya bahan pembius dari lingkungan ke
dalam muara pernafasan organisme, difusi membran dalam tubuh yang menyebabkan
terjadinya penyerapan bahan pembius ke dalam darah dan sirkulasi darah dan difusi
jaringan menyebarkan substansi ke seluruh tubuh dimana kecepatan distribusi dan
penyerapan oleh sel beragam tergantung pada persediaan darah dan kandungan lemak
pada setiap jaringan. Ikan dapat menyerap bahan anestesi melalui jaringan otot, saluran
pencernaan dengan cara injeksi atau melalui insang.
Jenis bahan anestesi dan konsentrasi optimal yang akan diberikan pada ikan
tergatung pada beberapa faktor antara lain, jenis ikan, ukuran ikan, kondisi ikan, serta
kondisi lingkungan. Bahan antimetabolit alami yang dapat digunakan yaitu ekstrak daun
pepaya, ekstrak daun sambiloto, ekstrak cengkeh, ekstrak tembakau dan es. Sedangkan
bahan metabolik yang biasa digunakan untuk bahan anestesi adalah MS222 dan CO2.
Penggunaan MS222 sebanyak 10 ppm mampu melumpuhkan udang
(Suryaningrum et al. 2005). Pemakaian CO2 yang disarankan adalah 1:1 meliputi
campuran gelembung CO2 dan O2 ke dalam air. Ekstrak sambiloto dapat digunakan
karena memiliki rasa yang sangat pahit akibat senyawa andrographolida. Ekstrak cengkeh
dapat digunakan akibat adanya kandungan minyak atsiri. Ekstrak tembakau dapat
digunakan karena kandungan nikotin di dalamnya. Sedangkan ekstrak daun pepaya dapat
digunakan akibat adanya alkaloida kaparina yang menimbulkan rasa pahit. Ekstrak
Caulerpa racemosa pada penggunaan konsentrasi uji 30%, 36%, 42%, 48%, dan 54%
dapat mempengaruhi keseimbangan tubuh, fungsi syaraf serta jaringan otak ikan
(Pramono 2002
4 KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Bahan anestesi yang paling cepat atau efektif dalam pemingsanan ikan adalah
ekstrak cengkeh dengan jumlah tetesan 20 yang membutuhkan waktu induksi selama 8
menit. Waktu induksi tersebut merupakan waktu yang ideal dalam proses anestesi ikan
menurut Gunn (2001). Bahan anestesi ekstrak cengkeh lebih efektif jika dibandingkan
dengan serai. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang menjelaskan bahwa ekstrak
cengkeh menghasilkan bahan aktif eugenol yang dapat menjadi agen anestesi yang
menjanjikan dalam akuakultur. Eugenol merupakan komponen kimia utama pada ekstrak
cengkeh dengan kadar yang berkisar antara 80% sampai 90%. Imotilisasi ikan dengan
bahan anestesi ekstrak cengkeh dan serai yang menggunakan es kurang efektif jika
dibandingkan dengan penggunaan bahan anestesi yang normal. Bahan anestesi yang
diberi es cenderung lebih lama dalam memingsankan ikan dan waktu recovery nya juga
cepat, sehingga tidak efektif apabila diterapkan pada transportasi ikan jarak jauh.
4.2 Saran
Perlu diteliti bahan anestesi alami yang cepat dalam memingsankan ikan dan lama
waktu pulihnya sebagai bentuk efektivitas dalam transportasi biota perairan
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah RR. 2012. Teknik imotilisasi menggunakan ekstrak hati batang pisang (Musa spp.) dalam simulasi transportasi kering ikan bawal air tawar (Clossoma macropomum) [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan. Institut Pertanian Bogor.
Berka R. 1986. The transport of live fish: a review. EIFAC Tech. Pap. 1986(48):52.Coyle S D, R M Durborow, J H Tidwell. 2004. Anesthetics in aquaculture. SRAC
Publication. 3900Gunn E. 2001. Floundering in the Foibes of Fish Anestesia. London : Fishing News Books.
Hajek GJ, Bernard K, Robert D. 2006. The anesthetic effect of clove oil common carp, Cyprinus carpio L. Acta Ichthyologica Et Piscatoria 36 (2): 93-97.
Imanpoor RM, Bagheri T, Hedayati SAA. 2010. The anesthetic effects of clove essence in Persian Sturgeon, Acipenser persicus. World Journal of Fish and Marine Science 2(1):29-30
Iwama G K, JC McGeer, M P Pawluk. 1989. The effet of five fish anaesthetics on acid-base balance, hematocrit, cortisol and adrenaline in rainbow trout. Canadian Journal of Zoology. 67:2065-2073
[KKP] Kementerian Perikanan dan Kelautan. 2010. Statistik Perikanan Budidaya Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
Nitibaskara R, Wibowo S, Uju. 2006. Penanganan dan Transportasi Ikan Hidup untuk Konsumsi. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pramono V. 2001. Penggunaan ekstrak Caulerpa racemosa sebagai bahan pembius pada pra tansportasi ikan nila (Oreochromis niloticus) hidup [skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. Institut Pertanian Bogor.
Ross LG dan Ross B. 2008. Anaesthetic and Sedative Techniques for Aquatic Animals.
Scotland: Blackwell Publishing.
Suryaningrum TD, Syamsidi, Diah I. 2007. Teknologi penanganan dan transportasi lobster air tawar. Squalen 2 (2): 37-42.
Suryaningrum ThD, Utomo BSD, dan Wibowo S. 2005. Teknologi Penanganan dan Transportasi Krustasea Hidup. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Slipi.
Suwandi R dan Saputra D. 2010. Teknologi Penanganan dan Transportasi Biota Perairan.
Bogor : Departemen Teknologi Hasil Perairan.
Tidwell HJ, Shawn DC, Robert MD. 2004. Anesthetics in Aquaculture. Mississipi: Southern Regional Aquaculture Center Publication.
Wijayanti I, Elizabeth JT, Agus SM, Nani N, Christina L, Marwita SP, Adrianus OWK, Ruddy S. 2011. Pengaruh temperatur terhadap kondisi anestesi pada bawal tawar Clossoma macropomum dan lobster tawar Cherax quadricarinatus [prosiding]. Seminar Nasional Pengembangan Pulau-Pulau Kecil 2011.
Wright GJ dan LW Hall. 1961. Veterinary Anaesthesia and Analgesia. London: Bailleire, tindal and Cox.