Laporan Praktikum III

21
Laporan praktikum III Hari/tanggal : Selasa, 25 September 2012 m.k. Teknologi Penanganan dan Asisten : Dhani Aprianto Transportasi Biota Perairan PEMINGSANAN (IMOTILISASI) PADA BIOTA PERAIRAN DENGAN BERBAGAI BAHAN ANASTESI Kelompok 1 Wahyu Mutia R. C34100001 Bianca Benning C34100017 Arif Y. Ridwan C34100034 Mahardika Tri H. C34100046 Sheilla Amanda C34100060 Elly Susanti C34100067 Garnies Derilistiani C34100076

Transcript of Laporan Praktikum III

Page 1: Laporan Praktikum III

Laporan praktikum III Hari/tanggal : Selasa, 25 September 2012m.k. Teknologi Penanganan dan Asisten : Dhani ApriantoTransportasi Biota Perairan

PEMINGSANAN (IMOTILISASI) PADA BIOTA PERAIRAN DENGAN BERBAGAI BAHAN ANASTESI

Kelompok 1

Wahyu Mutia R. C34100001Bianca Benning C34100017Arif Y. Ridwan C34100034Mahardika Tri H. C34100046Sheilla Amanda C34100060Elly Susanti C34100067Garnies Derilistiani C34100076

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRANFAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR

20121 PENDAHULUAN

Page 2: Laporan Praktikum III

1.1 Latar Belakang

Kegiatan budidaya air tawar atau budidaya kolam merupakan salah satu

penyumbang produksi perikanan yang besar bagi Indonesia. Produksi kegiatan budidaya

kolam terus meningkat dari 212.780 ton pada tahun 2001 hingga 554.167 ton pada tahun

2009. Salah satu komoditi terpopuler untuk kegiatan budidaya kolam adalah ikan mas.

Produksi kegiatan budidaya kolam untuk ikan mas mencapai 100.955 ton pada tahun

2009. Hasil produksi yang besar ini menjadikan ikan mas sebagai salah satu komoditi

kegiatan budidaya kolam dengan hasil terbesar di Indonesia (KKP 2010).

Transportasi ikan hidup adalah memindahkan biota perairan dalam keadaan hidup

dengan diberi tindakan untuk menjaga agar derajat kelulusan hidup (survival rate) tetap

tinggi hingga di tempat tujuan. Menurut Berka (1986) Ada dua macam sistem transportasi

dasar bagi ikan hidup yaitus sistem transportasi tertutup dan terbuka. Sementara itu

berdasarkan media yang digunakan, sistem transportasi dibagi menjadi sistem transportasi

basah dan kering.

Pemingsanan (imotilisasi) pada ikan merupakan suatu tindakan yang membuat

kondisi dimana tubuh ikan kehilangan kemampuan untuk merasa (insensibility).

Pemingsanan dilakukan untuk mengefektifkan sistem transportasi. Pemingsanan

mengefektifkan sistem transportasi ikan karena dapat menurukan aktivitas ikan,

menurunkan laju metabolisme, dan respirasi sehingga proses eksresi dan kebutuhan

oksigen pada ikan dapat ditekan (Nitibaskara et al. 2006). Pemingsanan dapat dilakukan

dengan beberapa cara, yaitu menggunakan senyawa kimia, suhu dingin, arus listrik, dan

penyakit (Tidwell et al. 2004).

1.2 Tujuan

Praktikum pemingsanan (imotilisasi) pada biota perairan dengan berbagai bahan

anastesi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai macam bahan anastesi

terhadap daya tahan biota perairan.

2 BAHAN DAN METODE

2.1 Waktu dan Tempat

Praktikum pemingsanan (imotilisasi pada biota perairan dengan berbagai bahan

anestesi dilakukan pada hari Selasa tanggal 25 September 2012 pukul 15.00-18.00 WIB.

Page 3: Laporan Praktikum III

Temat pelaksaan praktikum adalah di Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil

Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor.

2.2 Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan pada praktikum ini adalah ikan mas (Cyprinus

carpio). Bahan tambahan yang digunakan adalah air, ekstrak cengkeh, ekstrak serai, dan

es. Alat yang digunakan adalah wadah toples, pipet tetes, thermometer, timbangan digital,

stopwatch, dan gelas ukur.

2.3 Prosedur Kerja

Ikan mas (Cyprinus carpio) dipuasakan. Ikan mas tersebut kemudian ditimbang

bobot awalnya. Ikan kemudian dimasukkan ke dalam wadah toples yang telah diisi air

sebanyak 3 L dan diukur suhu awal air tersebut. Pemberian anestesi ekstrak cengkeh

kemudian dilakukan sampai ikan tersebut pingsan. Pemberiannya dilakukan tiap sepuluh

menit dan dilakukan pengamatan terhadap tingkah laku ikan. Waktu yang dibutuhkan

untuk memingsankan ikan dicatat sebagai waktu induksi. Ikan yang pingsan kemudian

ditimbang bobotnya dan disadarkan dengan cara air dialirkan melalui insang. Waktu yang

diperlukan agar ikan menjadi sadar kembali dicatat sebagai waktu pingsang. Ikan yang

telah sadar kemudian dimasukkan kembali ke dalam wadah dan dihitung waktu yang

dibutuhkan agar ikan kembali normal (waktu recovery). Diagram alir prosedur

pemingsanan ikan dengan bahan anestesi disajikan pada Gambar 1.

Ikan mas (Cyprinus

Penimbangan bobot (W0)

Pemasukan air dalam wadah (3L)

Pemasukan ekstrak cengkeh setiap 10 menit

Ikan pingsan

Page 4: Laporan Praktikum III

Gambar 1 Diagram alir prosedur kerja imotilasi dengan bahan anestesi

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Tabel 1 Pengaruh Bahan Anestesi Terhadap Bobot dan Waktu Pingsan Ikan

PEMINGSANAN MENGGUNAKAN BAHAN ANESTESI

Pengaliran air pada insang

Ikan sadar

Penimbangan bobot (Wt)

Page 5: Laporan Praktikum III

Kelom-pok

Perlakuan Wo (gr)

Wt (gr)

waktu Induksi

(s)

Waktu pingsan

(s)

waktu recovery

(s)Jenis Bahan Konsentrasi Suhu

Kontrol - - normal 179 180 - - -es 125 127 - - -

1 Cengkeh 10 tetes normal

185 185

12 menit

37 detik

- -

163 165

14 menit

13 detik

22 menit

30 detik

26 menit 54 detik

2 Cengkeh 10 tetes es

138 135

17 menit

52 detik

42 menit

38 detik

7 menit 33 detik

187 183

21 menit

54 detik

28 menit 8

detik10 menit

3 Cengkeh 20 tetes normal 171 173 8

menit 102

menit 22

menit

142 139 8

menit99

menit 17

menit

4 Cengkeh 20 tetes es

194 1927 menit

18 detik

90 menit

18 menit 13 detik

196 1946 menit

45 detik

90 menit

6 menit 15 detik

5 Sereh 10 tetes normal

166 171

37 menit

40 detik

8 menit 47 detik

3 menit 51 detik

164 154

54 menit

35 detik

26 menit

37 detik

3 menit 10 detik

6 Sereh 10 tetes es171 175 60

menit10

menit 6 menit

164 166 60 menit

15 menit 5 menit

7 Sereh 20 tetes normal161 158 71

menit19

menit 1 menit

180 177 48 menit 5 menit 2 menit

8 Sereh 20 tetes es 151 151 80 menit

16 menit

30 detik

Page 6: Laporan Praktikum III

187 178 80 menit

17 menit 27 detik

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah diperoleh, bahwa pemingsanan ikan

dengan menggunakan bahan anestesi menunjukkan adanya perubahan bobot ikan

terhadap pengaruh bahan anestesi tersebut. Pengaruh tersebut dapat berupa penaikan

atau penurunan bobot ikan. Penaikan bobot ikan terlihat pada kontrol dengan suhu normal,

kontrol dengan menggunakan es, cengkeh (konsentrasi 10 tetes) normal pada ikan ke dua,

cengkeh (konsentrasi 20 tetes) normal pada ikan pertama, sereh (konsentrasi 10 tetes)

normal pada ikan pertama, sereh (konsentrasi 10 tetes) dengan menggunakan es pada

ikan pertama dan ke dua, sedangkan penurunan bobot ikan terlihat pada cengkeh

(konsentrasi 20 tetes) normal pada ikan ke dua, sereh (konsentrasi 10 tetes) normal pada

ikan ke dua, cengkeh (konsentrasi 10 tetes) dengan menggunakan es pada ikan pertama

dan ke dua, cengkeh (konsentrasi 20 tetes) dengan menggunakan es pada ikan pertama

dan ke dua, sereh (konsentrasi 20 tetes) dengan menggunakan es pada ikan ke dua, lalu

untuk yang tetap terlihat pada cengkeh (konsentrasi 10 tetes) normal pada ikan pertama

dan sereh (konsentrasi 20 tetes) dengan menggunakan es pada ikan pertama.

Tabel 2 Pengaruh Bahan Anestesi terhadap Fisiologis Ikan

PEMINGSANAN MENGGUNAKAN BAHAN ANESTESI

Kelom-pok

Perlakuan Gerak tubuh

Gerak Dindi

ng Perut

Gerak

Sirip

Penampakan Air

Lendir

Sekresi

analJenis Bahan

Konsentrasi Suhu

Kontrol - -

normal +++ - +++ +++ + ++es + - + + - +

1 Cengkeh 10 tetes normal + + + + - -

2 Cengkeh 10 tetes es - - - ++ - +

3 Cengkeh 20 tetes normal + + + + - -

4 Cengkeh 20 tetes es - - - + - -

5 Sereh10

tetes normal + + + + + +

6 Sereh10

tetes es - - - ++ + +

Page 7: Laporan Praktikum III

7 Sereh20

tetes normal + + + + + +

8 Sereh20

tetes es - + - + + +

Hasil pengamatan pemingsanan dengan menggunakan bahan anestesi diperoleh

bahwa, pada kontrol normal terlihat gerak tubuh, gerak sirip, penampakan air, sekresi anal

aktif (banyak) dan untuk gerak dinding perut tidak ada serta lendir hanya terdapat sedikit.

kontrol dengan menggunakan es terlihat gerak tubuh, gerak sirip, penampakan air, sekresi

anal sedikit dan untuk gerak dinding perut dan lendir tidak ada. pada cengkeh (konsentrasi

10 tetes) normal terlihat gerak tubuh, gerak dinding perut, gerak sirip, penampakan air

sedikit dan sekresi anal dan lendir tidak ada. pada cengkeh (konsentrasi 10 tetes) dengan

menggunakan es terlihat gerak tubuh, gerak dinding perut, gerak sirip, sekresi anal tidak

ada, penampakan air cukup dan lendir tidak ada. pada cengkeh (konsentrasi 20 tetes)

normal terlihat gerak tubuh, gerak dinding perut, gerak sirip, penampakan air sedikit serta

lendir dan sekresi anal tidak ada. pada cengkeh (konsentrasi 20 tetes) dengan

menggunakan es terlihat gerak tubuh, gerak dinding perut, gerak sirip, lendir, sekresi anal

tidak ada dan penampakan air sedikit. pada sereh (konsentrasi 10 tetes) normal terlihat

gerak tubuh, gerak dinding perut, gerak sirip, lendir, sekresi anal dan penampakan air

sedikit. pada sereh (konsentrasi 20 tetes) dengan menggunakan es terlihat gerak tubuh,

gerak dinding perut, gerak sirip tidak ada, lendir dan sekresi anal sedikit dan penampakan

air cukup. pada sereh (konsentrasi 20 tetes) normal terlihat gerak tubuh, gerak dinding

perut, gerak sirip, lendir, sekresi anal dan penampakan air sedikit. pada sereh

(konsentrasi 20 tetes) dengan menggunakan es terlihat gerak tubuh dangerak sirip tidak

ada, lalu lendir, sekresi anal, gerak dinding perut, penampakan air sedikit.

4.2 Pembahasan

Pembiusan berperan penting dalam proses pengangkutan ikan yang

mengakibatkan hilangnya kesadaran, pembatasan aktivitas reflex, dan mengurangi

pergerakan otot dan tulang (Hajek et al. 2006). Tidwell et al. (2004) dalam Abdullah (2012)

mendefinisikan anestesi sebagai suatu kondisi ketika tubuh atau bagian tubuh kehilangan

kemampuan untuk merasa (insensibility). Anestesi dapat disebabkan oleh sneyawa kimia,

suhu dingin, arus listrik, atau penyakit. Bahan anestesi mengganggu secara langsung

maupun tidak langsung terhadap keseimbangan kationik tertentu di dalam otak selama

masa anestesinya. Hal tersebut menyebabkan ikan tersebut mati rasa karena menurunnya

fungsi syaraf.

Page 8: Laporan Praktikum III

Pembiusan dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu penurunan suhu secara

bertahap dan penurunan sushu secara langsung. imotilisasi dengan penurunan suhu

secara bertahap dilakukan dengan cara menurunkan suhu media air dari suhu normal ke

suhu dimana niota mengalami imoti. Penurunan dilakukan dengan dengan menambahkan

air dingin ke dalam media secara perlahan hingga suhu yang diinginkan tercapai.

Imotilisasi dengan metode langsung dilakukan dengan cara memasukkan biota ke dalam

air yang suhunya telah diatur. Proses panik atau stress terjadi selama 1-2 menit

(Suryaningrum et al. 2006 dalam Suryaningrum et al. 2007).

Bidang Perikanan Amerika menyatakan bahwa pembiusan dikatakan berhasil

bila memenuhi tiga kriteria, yaitu induksi bahan pembius dalam tubuh ikan terjadi dalam

waktu tiga menit atau kurang sehingga ikan lebih mudah ditangani. Kepulihan ikan sampai

gerakan renangnya kembali normal membutuhkan waktu sepuluh menit atau kurang.

Pembiusan dikatan berhasil apabila tidak ditemukan adanya kematian ikan selama lima

belas menit setelah pembongkaran bila ikan dibius pada konsentrasi yang efektif

(Pramono 2001).

Pemingsanan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang berperan

penting adalah suhu. Ikan yang ditempatkan pada media dengan suhu dibawah suhu

ruang tidak dapat bertahan dan pingsan. Metode pemingsanan juga berpengaruh terhadap

ikan. Penurunan suhu secara langsung akan meneyababkan ikan mengalami stress,

sedangkan penurunan suhu secara bertahap menyebabkan ikan lebih tenang (Suwandi et

al. dalam Wijayanti et al. 2011). Faktor lain yang mempengaruhi pemingsanan adalah

bobot ikan serta jenis biota. Crustacea lebih lama pingsan daripada ikan karena Crustacea

memiliki alat pernafasan tambahan sehingga dapat bertahan beberapa jam di lingkungan

lembab pada suhu rendah (Wijayanti et al. 2011).

Ada beberapa tahap yang diikuti pengurangan respon dalam proses pemingsanan

ikan. Menurut Coyle et al. (2004), terdapat 4 tahap pemingsanan pada ikan yaitu sedation,

anesthesia, surgical anesthesia, dan death (ikan mati). Pada tahap sedation, ikan

mengalama pengurangan gerak serta pernafasan. Pada tahap anesthesia ikan mengalami

kehilangan kesetimbangan secara parsial dan reaktif terhadap rangsangan. Pada tahap

surgical anesthesia, ikan mengalami kehilangan kesetimbangan secara total dan tidak ada

reaksi ketika diberi ransangan. Pada tahap death, nafas dan jantung berhenti, jika

kelebihan bahan anestesi akan mengakibatkan kematian ikan yang lebih awal.

Sementara itu menurut Iwama et al (1989) terdapat 3 tahap pemingsanan dan 3

tahap pemulihan. Tahap anestesia pertama ikan mengalami kehilangan keseimbangan,

pada tahap kedua gerak ikan hilang tetapi masih ada gerakan operkulum. Tahap ketiga

Page 9: Laporan Praktikum III

sama seperti tahap kedua namun diikuti dengan hilangnya pergerakan operkulum. Tahap

pemulihan yang pertama ikan masih tidak dapat bergerak namun pergerakan operkulum

mulai tampak. Tahap kedua pergerakan operkulum seperti biasa dan gerakan tubuh mulai

terlihat. Tahap ketiga ikan sepenuhnya mengalami keseimbangan.

Bahan anestesi alami yang digunakan pada praktikum ini adalah ekstrak cengkeh

dan serai. Kecepatan pemingsanan ikan tergantung pada dosis yang diberikan. Waktu

pemingsanan akan semakin cepat apabila dosis yang diberikan juga semakin besar,

namun hal tersebut dapat menyebabkan kematian pada ikan dikarenakan ikan memiliki

daya kemampuan untuk beradaptasi yang cukup lambat. Sebaliknya bila dosis yang

diberikan sedikit, maka proses pemingsanan akan berlangsung lebih lama. Dosis bahan

anestesi yang diberikan untuk memingsankan ikan tergantung dari jenis ikan, ukuran ikan,

kepadatan ikan saat ditransportasikan, jenis bahan anestesi, dan jarak transportasi ikan ke

tempat tujuan (Ross dan Ross 2008).

Data hasil percobaan menunjukkan bahwa bahan anestesi yang paling cepat atau

efektif dalam pemingsanan ikan adalah ekstrak cengkeh dengan jumlah tetesan 20 yang

membutuhkan waktu induksi selama 8 menit. Waktu induksi tersebut merupakan waktu

yang ideal dalam proses anestesi ikan menurut Gunn (2001). Bahan anestesi ekstrak

cengkeh lebih efektif jika dibandingkan dengan serai. Hal tersebut sesuai dengan literatur

yang menjelaskan bahwa ekstrak cengkeh menghasilkan bahan aktif eugenol yang dapat

menjadi agen anestesi yang menjanjikan dalam akuakultur. Eugenol merupakan

komponen kimia utama pada ekstrak cengkeh dengan kadar yang berkisar antara 80%

sampai 90%. Ekstrak cengkeh selain mengandung eugenol juga mengandung β-karyofilen

(> 12%). β-karyofilen adalah sesquiterpen yang memberi rasa pahit dan mempunyai

aktivitas sebagai antifungal,antiseptik, anestetik dan antibakteri. Ekstrak cengkeh juga

dapat mengurangi stres dalam penanganan ikan yang disebabkan oleh transportasi,

grading, maupun peneluran buatan. Fungsi lainnya yaitu dapat digunakan sebagai bahan

organik yang aman dan baik untuk pengguna atau lingkungannya (Imanpoor et al. 2010).

Proses imotilisasi yang dilakukan dapat membuat ikan dalam kondisi stres. Ikan

dapat memberikan respon neuroendokrin apabila dalam kondisi stres. Respon tersebut

melibatkan sistem hormon endokrin (pengaruh primer) yang dapat berpengaruh pada

kondisi fisiologis ikan. Data hasil praktikum menunjukkan bahwa imotilisasi ikan dengan

bahan anestesi ekstrak cengkeh dan serai yang menggunakan es kurang efektif jika

dibandingkan dengan penggunaan bahan anestesi yang normal. Bahan anestesi yang

diberi es cenderung lebih lama dalam memingsankan ikan dan waktu recovery nya juga

cepat, sehingga tidak efektif apabila diterapkan pada transportasi ikan jarak jauh. Es

Page 10: Laporan Praktikum III

berfungsi untuk menekan laju metabolisme ikan dan menyebabkan proses anestesi

menjadi tidak efektif (Suwandi dan Saputra 2010).

Pemingsanan dapat mempengaruhi bobot ikan. Ikan yang dengan ukuran yang

berbeda memiliki tingkah laku yang berbeda pula jika diberikan bahan anestesi. Data hasil

percobaan menunjukkan bahwa ikan yang berukuran besar memiliki daya tahan tubuh dan

tingkah laku untuk merespon rangsangan lebih kuat jika dibandingkan dengan ikan kecil,

sehingga waktu untuk memingsankan ikan lebih cepat, selain itu ikan sebelum

dipingsankan bobotnya lebih besar dibandingkan dengan ikan setelah dipingsankan.

Suwandi dan Saputra (2010) menjelaskan bahwa Ikan yang diberi es maupun dalam

kondisi normal dengan diberi bahan anestesi rata-rata mengalami penurunan bobot. Hal

tersebut disebabkan karena ikan yang dipingsankan laju metabolismenya ditekan hingga

kondisi minimum (kondisi oksigen ditekan) dan mengalami ekskresi yang berlebihan,

sehingga ikan mengalami penurunan bobot.

Anestesi yang ideal adalah anestesi yang mampu memingsankan ikan kurang dari

tiga menit dan menyadarkan kembali kurang dari lima menit. Bahan anestesi yang

digunakan juga tidak boleh mengandung racun bagi ikan dan manusia serta mudah larut

dalam media pelarut (Gunn 2001 dalam Pramono 2002). Menurut Wright dan Hall (1961)

pembiusan ikan meliputi tiga tahap, yaitu berpindahnya bahan pembius dari lingkungan ke

dalam muara pernafasan organisme, difusi membran dalam tubuh yang menyebabkan

terjadinya penyerapan bahan pembius ke dalam darah dan sirkulasi darah dan difusi

jaringan menyebarkan substansi ke seluruh tubuh dimana kecepatan distribusi dan

penyerapan oleh sel beragam tergantung pada persediaan darah dan kandungan lemak

pada setiap jaringan. Ikan dapat menyerap bahan anestesi melalui jaringan otot, saluran

pencernaan dengan cara injeksi atau melalui insang.

Jenis bahan anestesi dan konsentrasi optimal yang akan diberikan pada ikan

tergatung pada beberapa faktor antara lain, jenis ikan, ukuran ikan, kondisi ikan, serta

kondisi lingkungan. Bahan antimetabolit alami yang dapat digunakan yaitu ekstrak daun

pepaya, ekstrak daun sambiloto, ekstrak cengkeh, ekstrak tembakau dan es. Sedangkan

bahan metabolik yang biasa digunakan untuk bahan anestesi adalah MS222 dan CO2.

Penggunaan MS222 sebanyak 10 ppm mampu melumpuhkan udang

(Suryaningrum et al. 2005). Pemakaian CO2 yang disarankan adalah 1:1 meliputi

campuran gelembung CO2 dan O2 ke dalam air. Ekstrak sambiloto dapat digunakan

karena memiliki rasa yang sangat pahit akibat senyawa andrographolida. Ekstrak cengkeh

dapat digunakan akibat adanya kandungan minyak atsiri. Ekstrak tembakau dapat

digunakan karena kandungan nikotin di dalamnya. Sedangkan ekstrak daun pepaya dapat

Page 11: Laporan Praktikum III

digunakan akibat adanya alkaloida kaparina yang menimbulkan rasa pahit. Ekstrak

Caulerpa racemosa pada penggunaan konsentrasi uji 30%, 36%, 42%, 48%, dan 54%

dapat mempengaruhi keseimbangan tubuh, fungsi syaraf serta jaringan otak ikan

(Pramono 2002

4 KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Bahan anestesi yang paling cepat atau efektif dalam pemingsanan ikan adalah

ekstrak cengkeh dengan jumlah tetesan 20 yang membutuhkan waktu induksi selama 8

menit. Waktu induksi tersebut merupakan waktu yang ideal dalam proses anestesi ikan

menurut Gunn (2001). Bahan anestesi ekstrak cengkeh lebih efektif jika dibandingkan

dengan serai. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang menjelaskan bahwa ekstrak

cengkeh menghasilkan bahan aktif eugenol yang dapat menjadi agen anestesi yang

menjanjikan dalam akuakultur. Eugenol merupakan komponen kimia utama pada ekstrak

cengkeh dengan kadar yang berkisar antara 80% sampai 90%. Imotilisasi ikan dengan

bahan anestesi ekstrak cengkeh dan serai yang menggunakan es kurang efektif jika

dibandingkan dengan penggunaan bahan anestesi yang normal. Bahan anestesi yang

diberi es cenderung lebih lama dalam memingsankan ikan dan waktu recovery nya juga

cepat, sehingga tidak efektif apabila diterapkan pada transportasi ikan jarak jauh.

4.2 Saran

Perlu diteliti bahan anestesi alami yang cepat dalam memingsankan ikan dan lama

waktu pulihnya sebagai bentuk efektivitas dalam transportasi biota perairan

Page 12: Laporan Praktikum III

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah RR. 2012. Teknik imotilisasi menggunakan ekstrak hati batang pisang (Musa spp.) dalam simulasi transportasi kering ikan bawal air tawar (Clossoma macropomum) [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan. Institut Pertanian Bogor.

Berka R. 1986. The transport of live fish: a review. EIFAC Tech. Pap. 1986(48):52.Coyle S D, R M Durborow, J H Tidwell. 2004. Anesthetics in aquaculture. SRAC

Publication. 3900Gunn E. 2001. Floundering in the Foibes of Fish Anestesia. London : Fishing News Books.

Hajek GJ, Bernard K, Robert D. 2006. The anesthetic effect of clove oil common carp, Cyprinus carpio L. Acta Ichthyologica Et Piscatoria 36 (2): 93-97.

Imanpoor RM, Bagheri T, Hedayati SAA. 2010. The anesthetic effects of clove essence in Persian Sturgeon, Acipenser persicus. World Journal of Fish and Marine Science 2(1):29-30

Iwama G K, JC McGeer, M P Pawluk. 1989. The effet of five fish anaesthetics on acid-base balance, hematocrit, cortisol and adrenaline in rainbow trout. Canadian Journal of Zoology. 67:2065-2073

[KKP] Kementerian Perikanan dan Kelautan. 2010. Statistik Perikanan Budidaya Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.

Nitibaskara R, Wibowo S, Uju. 2006. Penanganan dan Transportasi Ikan Hidup untuk Konsumsi. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pramono V. 2001. Penggunaan ekstrak Caulerpa racemosa sebagai bahan pembius pada pra tansportasi ikan nila (Oreochromis niloticus) hidup [skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. Institut Pertanian Bogor.

Ross LG dan Ross B. 2008. Anaesthetic and Sedative Techniques for Aquatic Animals.

Scotland: Blackwell Publishing.

Suryaningrum TD, Syamsidi, Diah I. 2007. Teknologi penanganan dan transportasi lobster air tawar. Squalen 2 (2): 37-42.

Suryaningrum ThD, Utomo BSD, dan Wibowo S. 2005. Teknologi Penanganan dan Transportasi Krustasea Hidup. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Slipi.

Suwandi R dan Saputra D. 2010. Teknologi Penanganan dan Transportasi Biota Perairan.

Bogor : Departemen Teknologi Hasil Perairan.

Tidwell HJ, Shawn DC, Robert MD. 2004. Anesthetics in Aquaculture. Mississipi: Southern Regional Aquaculture Center Publication.

Page 13: Laporan Praktikum III

Wijayanti I, Elizabeth JT, Agus SM, Nani N, Christina L, Marwita SP, Adrianus OWK, Ruddy S. 2011. Pengaruh temperatur terhadap kondisi anestesi pada bawal tawar Clossoma macropomum dan lobster tawar Cherax quadricarinatus [prosiding]. Seminar Nasional Pengembangan Pulau-Pulau Kecil 2011.

Wright GJ dan LW Hall. 1961. Veterinary Anaesthesia and Analgesia. London: Bailleire, tindal and Cox.