LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

45
1. Tujuan Praktikum - Mengidentifikasi dan Mengisolasi Senyawa Xanthon Dari Ekstrak Kulit Buah Manggis 2. Dasar Teori 2.1 Deskripsi Buah Manggis Manggis merupakan salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Tanaman manggis berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Indonesia atau Malaysia. Dari Asia Tenggara, tanaman ini menyebar ke daerah Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya seperti Filifina, Papua New Guinea, Kamboja, Thailand, Srilanka, Madagaskar, Honduras, Brazil dan Australia Utara. Manggis merupakan salah satu unggulan buah Indonesia yang memiliki peluang ekspor cukup menjanjikan. Dari tahun ke tahun permintaan manggis meningkat seiring dengan kebutuhan konsumen terhadap buah yang mendapat jilukan ratu buah (Queen Of Fruits). Ekspor manggis dari Indonesia mangalami peningkatan seiring dengan kebutuhan buah manggis dunia terutama Hongkong, Singapura, dan Inggris. Pada tahun 1999, volume ekspor mencapai 4.743.493 kg dengan nilai ekspor 3.887.816 US$ dan tahun 2000 volume ekspor mencapai 7.182.098 kg dengan nilai ekspor 5.885.038 US$ (Prihatman, 2000; ICUC, 2003). Di Indonesia manggis dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian dibawah 1.000 mdpl.

Transcript of LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

1. Tujuan Praktikum

- Mengidentifikasi dan Mengisolasi Senyawa Xanthon Dari Ekstrak Kulit

Buah Manggis

2. Dasar Teori

2.1 Deskripsi Buah Manggis

Manggis merupakan salah satu buah yang digemari oleh masyarakat

Indonesia. Tanaman manggis berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan

Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Indonesia atau Malaysia. Dari Asia

Tenggara, tanaman ini menyebar ke daerah Amerika Tengah dan daerah tropis

lainnya seperti Filifina, Papua New Guinea, Kamboja, Thailand, Srilanka,

Madagaskar, Honduras, Brazil dan Australia Utara.

Manggis merupakan salah satu unggulan buah Indonesia yang memiliki

peluang ekspor cukup menjanjikan. Dari tahun ke tahun permintaan manggis

meningkat seiring dengan kebutuhan konsumen terhadap buah yang mendapat

jilukan ratu buah (Queen Of Fruits). Ekspor manggis dari Indonesia mangalami

peningkatan seiring dengan kebutuhan buah manggis dunia terutama Hongkong,

Singapura, dan Inggris. Pada tahun 1999, volume ekspor mencapai 4.743.493 kg

dengan nilai ekspor 3.887.816 US$ dan tahun 2000 volume ekspor mencapai

7.182.098 kg dengan nilai ekspor 5.885.038 US$ (Prihatman, 2000; ICUC, 2003).

Di Indonesia manggis dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian

dibawah 1.000 mdpl. Pertumbuhan terbaik dicapai pada daerah dengan ketinggian

dibawah 500-600 mdpl. Pusat penanaman pohon manggis adalah Kalimantan

Timur, Kalimantan Tengah, Jawa Barat (Jasinga, Ciamis, Wanayasa), Sumatera

Barat, Riau, Jawa Timur dan Sulawesi Utara (Prihatman, 2000; ICUC, 2003).

Buah manggis dapat disajikan dalam bentuk segar, sebagai buah kalengan,

dibuat sirup/sari buah. Secara tradisional buah manggis digunakan sebagai obat

sariawan, wasir dan luka. Kulit buah dimanfaatkan sebagai pewarna termasuk

untuk tekstil dan air rebusannya dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Batang

pohon dipakai sebagai bahan bangunan, kayu bakar/kerajinan (Prihatman, 2000).

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

2.2 Klasifikasi Buah Manggis

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)

Sub Divisi : Angiospermae (Berbiji tertutup)

Kelas : Dicotyledoneae (Biji berkeping dua)

Ordo : Guttiferanales

Family :  Guttiferae

Genus : Garcinia

Species : Garcinia mangostana L

2.3 Kajian Farmakologi Kulit Buah Manggis

Pemanfaatan kulit buah manggis sebenarnya sudah dilakukan sejak

dahulu. Kulit buah manggis secara tradisional digunakan pada berbagai

pengobatan di negara India, Myanmar, Srilangka, dan Thailand (Mahabusarakam

et al., 1987). Secara luas, masyarakat Thailand memanfaatkan kulit buah manggis

untuk pengobatan penyakit sariawan, disentri, cystitis, diare, gonorea, dan eksim

(ICUC, 2003).

Di era modern, pemanfaatan kuliat buah manggis secara luas di negara

tersebut memicu minat para ilmuwan untuk menyelidiki dan mengembangkan

lebih lanjut aspek ilmiah keberkhasiatan kulit buah manggis tersebut. Banyak

penelitian telah membuktikan khasiat kulit buah manggis, dan diantaranya bahkan

menemukan senyawa senyawa yang bertanggung jawab terhadap efek-efek

tersebut.

2.4 Kajian Manfaat Kulit Buah Manggis

Kulit manggis yang dahulu hanya dibuang saja ternyata menyimpan

sebuah harapan untuk dikembangkan sebagai kandidat obat. Kulit buah manggis

setelah diteliti ternyata mengandung beberapa senyawa dengan aktivitas

farmakologi misalnya antiinflamasi, antihistamin, pengobatan penyakit jantung,

antibakteri, antijamur bahkan untuk pengobatan atau terapi penyakit HIV.

Beberapa senyawa utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan

bertanggungjawab atas beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanton.

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

Senyawa xanton yang telah teridentifikasi, diantaranya adalah 1,3,6-

trihidroksi-7-metoksi-2,8-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on and 1,3,6,7-

tetrahidroksi-2,8-bis(3-metil-2-butenil)- 9Hxanten- 9-on. Keduanya lebih dikenal

dengan nama alfa mangostin dan gamma-mangostin (Jinsart, 1992). Ho et al

(2002) melaporkan senyawa xanton yang diisolasi dari kulit buah manggis,

ternyata juga menunjukkan aktivitas farmakologi yaitu garcinon E. Lebih lanjut,

Jung et al (2006) berhasil mengidentifikasi kandungan xanton dari ekstrak larut

dalam diklorometana, yaitu 2 xanton terprenilasi teroksigenasi dan 12 xanton

lainnya. Dua senyawa xanton terprenilasi teroksigenasi adalah 8-hidroksi

kudraksanton G, dan mangostingon [7-metoksi-2-(3-metil-2-butenil)-8-(3-metil-2-

okso-3-butenil)-1,3,6-trihidroksiksanton. Sedangkan kedua belas xanton lainnya

adalah : kudraksanton G, 8- deoksigartanin, garsimangoson B, garsinon D,

garsinon E, gartanin, 1-isomangostin, alfamangostin, gamma mangostin,

mangostinon, smeathxanthon A, dan tovofillin A.

3. Alat dan Bahan

3.1 Alat

Rotafavor vakum, maserator, kain flannel, gelas kimia, kertas saring, vial,

cawan uap, chamber, plat KLT, spektrofotometer, Erlenmeyer, gelas ukur, pipet

tetes, tabung reaksi, pipa kapiler

3.2 Bahan

Simplisia (kulit) dari buah manggis, pelarut n-heksana, aseton, silica gel

60, etil asetat, asam asetat, kloroform, air

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

4. Prosedur Peneletian

4.1 Skrining Fitokimia

4.1.1 Skrinning Senyawa Alkaloid

Simplisia + amonia encer (dalam mortir) + CHCl3 sambil digerus

Saring

Filtrat + HCl 2N kocok ,lapisan asam dipisahkan

+ Mayer + Bouchardat + Dragendorff Blanko

Putih putih hitam / coklat

4.1.2 Skrinning Senyawa Flavonoid

Simplisia + air (gerus) panaskan

Saring

Filtrat

+ serbuk logam Zn/ Mg

+ HCl 5N

+ amil alkohol

Kocok kuat

Filtrat merah/kuning jingga tertaril oleh amil alkohol

4.1.3 Skrinning Senyawa Saponin

Simplisia + air (gerus) tabung reaksi + air

Panaskan dinginkan kocok kuat 30 detik

Busa 1 cm + HCl bsa tidak hilang

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

4.1.4 Skrinning Senyawa Tanin dan Polifenol

Simplisia

Ekstraksi (gerus dalam mortir +air), panaskan di

penangas,

Saring

Filtrat

FeCl3 larutan gelatin1 %

Warna biru hitam

Tanin&polifenol alam putih

+ Tanin

Steasny warna biru tinta

Panaskan dipenangas tanin galat,

dipisahkan

Warna merah muda tanin galat jenuhkan filtrat

dengan Na asetat

4.1.5 Skrinning Senyawa Mono Dan Seskuiterpen

Simplisia

Disari dengan eter, uapkan hingga kering

Residu

+ vanilli + asam sulfat

Terbentuk warna-warna

4.1.6 Skrinning Seyawa Kuinon

Simplisia + air (gerus) panaskan

Saring

Filtrat + NaOH (Kuning sampai merah)

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

4.1.7 Skrinning Senyawa Steroid dan Triterpenoid

Simplisia

Disari dengan eter, uapkan hingga kering

Residu

Ungu (+) triterpenoid hijau biru (+) steroid

5. Metode Pemisahan

5.1 Ekstraksi Cair Padat (ECP)

simplisia kulit buah manggis di blender sampai halus,di timbang 100 g

masukkan100 g simplisia pada maserator yg telah dilapisi kapas

tambahkan pelarut n-heksana smapai simplisia terendam

maserasi selama ± 2 hari

buang maserat n-heksan

Tambahkan pelarut aseton pada maserator

Maserasi selama ± 3 hari

Tampung maserat aseton

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

5.2 Pemantauan Ekstrak (Hasil ECP)

- Identifikasi komponen xanton dengan KLT

- Cairan pengelusi yang digunakan

Digunakan eluen dengan campuran kloroform : asam asetat ( 4:1)

- Penjenuhan chamber

- Pemisahan sampel pada lempeng

Lempeng KLT

Diaktivasi dalam oven (1050 C – 110 0C) selama 30 menit

Eluen dimasukan dalam chamber

Potongan kertas saring dimasukan dalam chamber yang berisi eluen

Jika kertas saring telah basah sampai pada garis bagian atas, maka eluen siap digunakan

Buat garis lurus pada plat dengan pensil pada jarak 1cm pada bagian bawah dan 0,5cm pada bagian atas

Totolkan sampel dengan pipa kapiler pada garis bagian bawah dan masukan dalam chamber

Chamber ditutup dan lempeng dibiarkan tersimpan dalam chamber

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

- Deteksi noda dengan UV

- Deteksi noda dengan H2SO4 10%

5.3 Ekstraksi Cair - Cair (ECC)

Ekstrak + aseton

+ n-heksan

ECC dalam corong pisah

fase n-heksan

fase aseton

+ etil asetat

ECC dalam corong pisah

fase aseton

fase etilasetat

Lempeng dikeluarkan dari chamber, angin- anginkan sampai kering

Amati dibawah sinar UV

Noda yang telah diamati disemprot Dengan H2SO4 10%

Angin- anginkan lempeng,panaskan pada suhu 100 0C 3- 5 menit noda stabil

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

5.4 Pemantauan Ekstrak (Hasil ECC)

5.5 Kromatografi Kolom

siapkan lempeng KLT

kemudian aktifasi

plat yang udah di aktifasi di totolkan

fraksi N-hexan

masukan eluen

plat KLT di masukan pada

chamber amati jarak bercak dan hitung

RF nya

Isi kolom dengan bubur silika (fase diam) secaramperlahan sampai rata

Masukkan ekstrak pada kolom

Tambahkan eluen mulai dari polaritas paling rendah sampai paling polar

Tampung fraksi dengan wadah (vial)

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

5.6 Pemantauan Ekstrak (Hasil KK)

- Identifikasi komponen xanton dengan KLT

- Cairan pengelusi yang digunakan

Digunakan eluen dengan campuran kloroform : asam asetat ( 4:1)

- Penjenuhan chamber

- Pemisahan sampel pada lempeng

Lempeng KLT

Diaktivkan dalam oven (1050 C – 110 0C) selama 30 menit

Eluen dimasukan dalam chamber

Potongan kertas saring dimasukan dalam chamber yang berisi eluen

Jika kertas saring telah basah sampai pada garis bagian atas, maka eluen siap digunakan

Buat garis lurus pada plat dengan pensil pada jarak 1cm pada bagian bawah dan 0,5cm pada bagian atas

Totolkan sampel dengan pipa kapiler pada garis bagian bawah dan masukan dalam chamber

Chamber ditutup dan lempeng dibiarkan tersimpan dalam chamber

Page 11: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

- Deteksi noda dengan UV

- Deteksi noda dengan H2SO4 10%

Lempeng dikeluarkan dari chamber, angin- anginkan sampai kering

Amati dibawah sinar UV

Noda yang telah diamati disemprot Dengan H2SO4 10%

Angin- anginkan lempeng,panaskan pada suhu 100 0C 3- 5 menit noda stabil

Page 12: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

5.7 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)

Dibuat bubur silika

Tuang campran silika diatas kaca ratakan dengan batang pengaduk keringkan

Penotolan dilakukan pada daerah bawah papan kromatrografi yang telah diberi garis

Masukan plat kromatrografi pada chamber yang telah dijenuhkan

Lakukan elusi dengan pelarut kloroform dan etil asetat 3:7 hentikan elusi bila pelarut telah mencapai batas

Plat kromatografi diangkat dikeeringkan dengan semprotan udara panas ulangi elusi sampai memperoleh pemisahan yang baik dan amati noda dibawah sinar UV

Kerok lapisan pada daerah yang bertanda,hasil kerokan dikumpulkan

Masukan dalam Erlenmeyer dan ditambah pelarut aduk sampai homogen

Filtrate dikumpulkanUpkan sampai terbentuk kristal

Lakukan pemurnian dengan sublimasi

Page 13: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

5.7 Uji Kemurnian

Page 14: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

6. Hasil Pengamatan dan Perhitungan

6.1 Skrining Fitokimia

Golongan senyawa Hasil

Alkaloid

(+) endapan putih

Flavonoid

(-)

Saponin

(+) busa tidak hilang

Tanin dan Polifenol

(+) warna biru tinta

Page 15: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

Mono dan seskuiterpen

(-)

Kuinon

(+) kuning merah

Steroid dan triterpenoid

(-)

6.2 Ekstraksi Cair Padat (ECP)

Berat simplisia : 100 g

Volume ekstrak : 350 ml

Berat ekstrak kental : 4,3978 g

Rendemen : 4,3978 %

Berat piknometer kosong : 12,5522 g

Berat piknometer + air : 23,0707 g

Volume piknometer : 10 ml

Berat air : 10,5187 g

Kerapatan air : 1 g/ml

Berat piknometer + ekstrak : 16,5024 g

Berat ekstrak : 3,9504 g

Page 16: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

Kerapatan ekstrak : 0,375 g

Bobot jenis ekstrak : 0,374 g

Berat cawan kosong : 48,0832 g

Berat cawan + ekstrak : 52,481

- Perhitungan

- Bobot ekstrak = (bobot ekstrak kental + cawan) – bobot cawan kosong

= 52,48 – 48,0832 = 4,3978 g

- Rendemen = bobot ekstrak (g)bobot simplisia

x 100 %

=4,3978 g

100g x 100 %

= 4,3978 %

- Bobot air = (bobot piknometer + air) – bobot piknometer kosong

= 23,0707 – 12,552 = 10,5187 g

- Volume air = bobot air

ƿ air

= 10,5187 g

0,997 = 10,550 ml

- Bobot jenis air = bobot air

v air

= 10,5187 g10,550 ml = 0,997 g/ml

- Kerapatan air = bobot jenis air

ƿ air

=0,9970,997 = 1 g/ml

- Bobot ekstrak = (bobot piknometer + ekstrak) – bobot piknometer kosong

= 16,5024 – 12,552 = 3,9504 g

- Bobot jenis ekstrak = bobot ekstrak

vair

=3,9504 g10,550 ml

= 0,374 g/ml

- Kerapatan ekstrak = = bobot jenis ekstrak

ƿ air

Page 17: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

=0,3740,997 = 0,375 g/ml

6.3 Pemantauan Ekstrak (Hasil ECP)

Jarak rambat fase gerak = 6,5 cm

Jarak bercak = 3,6 cm

Perhitungan

Rf = jarak rambat bercak

jarak rambat fase gerak

= 3 ,56 ,5

= 0,55 cm

6.4 Ekstraksi Cair - Cair (ECC)

Berat ekstrak : 23,2460 g

Berat fraksi n-heksan : 1,67 g

Berat fraksi etil asetat : 4,58 g

Berat fraksi air : 27,71 g

Rendeman fraksi n-heksan : 7,184 %

Rendeman fraksi etil asetat : 19,7 %

Rendeman fraksi air : 119,2 %

6.4.1 Perhitungan

- Berat cawan kosong : 36,6585 g

- Berat ekstrak + ekstrak : 59,9045 g

- Berat ekstrak = (berat cawan + ekstrak) – berat cawan kosong

Page 18: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

= 59,9045 g - 36,6585 g

= 23,2460 g

- Berat cawan kosong : 26,45 g

- Berat ekstrak + ekstrak : 28,12 g

- Berat fraksi n-heksan = (berat cawan + ekstrak) – berat cawan kosong

= 28,12 g - 26,45 g

= 1,67 g

- Berat cawan kosong : 41,61 g

- Berat ekstrak + ekstrak : 46,19 g

- Berat fraksi etil asetat = (berat cawan + ekstrak) – berat cawan kosong

= 46,19 g - 41,61 g

= 4,58 g

- Berat cawan kosong : 32,63 g

- Berat ekstrak + ekstrak : 60,34 g

- Berat fraksi air = (berat cawan + ekstrak) – berat cawan kosong

= 60,34 g - 32,63 g

= 27,71 g

- Rendeman fraksi n-heksan = bobot ekstrak kental

bobot simplisia x 100%

=1,67 g

23,2460 g x 100%

= 7,184 %

- Rendeman fraksi etil asetat = bobot ekstrak kental

bobot simplisia x 100%

=4,58 g

23,2460 g x 100%

= 19,7 %

- Rendeman fraksi air = bobot ekstrak kental

bobot simplisia x 100%

=27,71 g

23,2460 g x 100%

Page 19: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

= 119,2 %

6.5 Pemantauan Ekstrak (Hasil ECC)

Pada panjang gelombang 254 nm Pada panjang gelombang 365 nm

No Eluen Perbandingan volume Rf

1 Klorofom : as,asetat4 : 1

Rf1 = 0,9

Rf2= 0,8

2 Kloroform : as,asetat 4 : 1 0,9

3 Kloroform : as,asetat 4 : 1 0,8

4 Kloroform : as,asetat 4 : 1 0

5 Kloroform : as,asetat 4 : 1 0

6.5.1 Perhitungan

- Fraksi 1 (air)

Jarak rambat fase gerak = 6,5 cm

Jarak rambat bercak 1 = 5,2 cm

Jarak rambat bercak 1 = 2,4 cm

Rf1 = 5,2 cm6,5 cm

¿0,8 cm

Rf2 = 2,4 cm6,5 cm

¿0,4 cm

- Fraksi 2 (n-heksan)

Jarak rambat bercak = 5,3 cm

Jarak rambat fase gerak = 6,5 cm

Page 20: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

Rf = 5,3cm6,5cm

¿0,815 cm

- Fraksi 3 (etil asetat)

Jarak rambat bercak = 4,6 cm

Jarak rambat fase gerak = 6,5 cm

Rf =4,6 cm6,5 cm

¿0,8 cm

6.6. Kromatografi Kolom (KK)

- Perbandingan eluen yang digunakan :

Kloroform : asam asetat 6 : 1

Kloroform : asam asetat 5 : 1

Kloroform : asam asetat 4 : 1

Kloroform : asam asetat 4 : 2

Kloroform : asam asetat 1 : 4

Page 21: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

6.5.1 Pemantauan Ekstrak (Hasil KK)

- Kloroform : asam asetat 6 : 1

Jarak bercak = 6,4 dan 5,8

Jarak fase gerak = 6,5

Rf1 = 6,4 cm6,5 cm

¿0,98 cm

Rf2 = 5,8 cm6,5 cm

¿0,89 cm

- Kloroform : asam asetat 5 : 1

Jarak bercak = 6

Jarak fase gerak = 6,5

Fraks 1 (pada λ 254 nm)Kloroform - as.asetat (6:1)

Fraks 1 (pada λ 365 nm)Kloroform - as.asetat (6:1)

Fraks 2 (pada λ 254 nm)Kloroform - as.asetat (5:1)

Fraks 2( pada λ 365 nm)Kloroform - as.asetat (5:1)

Fraks 3 (pada λ 254 nm)Kloroform - as.asetat (4:1)

Fraks 3 (pada λ 365 nm)Kloroform - as.asetat (4:1)

Fraks 4 (pada λ 254 nm)Kloroform - as.asetat (4:2)

Fraks 4( pada λ 365 nm)Kloroform - as.asetat (4:2)

Fraksi 5 (pada λ 254 nm)Kloroform - as.asetat (1:4)

Fraksi 5(pada λ 365 nm)Kloroform - as.asetat (1:4)

Page 22: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

Rf = 6cm

6,5cm ¿0,92 cm

- Kloroform : asam asetat 4 : 1

Jarak bercak = 5,8

Jarak fase gerak = 6,5

Rf = 5,8 cm6,5 cm

¿0,89 cm

- Kloroform : asam asetat 4 : 2

Jarak bercak = 0

Jarak fase gerak = 6,5

Rf = 0cm

6,5cm ¿0 cm

- Kloroform : asam asetat 1 : 4

Jarak bercak = 0

Jarak fase gerak = 6,5

Rf = 0 cm

6,5 cm ¿0 cm

- Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)

Eluen yang digunakan = kloroform : asam asetat 4 : 1

Pita yang dihasilkan adalah pita dengan warna kuning pucat

- Perhitungan

Jarak bercak = 2,5

Jarak fase gerak = 8,5

Rf = 2,58,5

¿0,3

Page 23: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

6.6 Uji kemurnian

7 Pembahasan

7.1 Skrining Fitokimia

Skrinning fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran untuk

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah manggis. Hasil uji

skrinning fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah manggis mengandung

golongan alkaloid, polifenolat, saponin, dan kuinon.

Alkaloid mengandung nitrogen sebagai bagian dari sistem sikliknya serta

mengandung substituen yang bervariasi seperti gugus amina, amida, fenol,

metoksi sehingga alkaloid berfifat semi polar. Dalam pengujian skrinning

fitokimia, prinsip yang digunakan pada uji alkaloid yaitu reaksi pengendapan

yang terjadi karena adanya penggantian ligan. Atom nitrogen yang mempunyai

pasangan elektron bebas pada alkaloid dapat mengganti ion iod dalam pereaksi

Proses penjenuhan Chamber

(4:1 )

Proses elusi dengan eluen pertama kloroform-as. Asetat (4:1)

Proses elusi dengan eluen kedua kloroform-as. Asetat (3:2)

Pengamatan pd sianar UV 254 nm

Pengamatan pd sianar UV 365 nm

Page 24: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

Dragendorf dan Mayer. Hal inilah yang menyebabkan terbentuknya endapan

kuning pada penambahan pereaksi Mayer pada parutan uji ekstrak kulit buah

manggis. Pada pengujian ditambahkan HCl sebelum ditambahkan pereaksi karena

alkaloid bersifat basa sehingga ekstrak dan pelarut mengandung asam.

Saponin memiliki gugus nonpolar berupa gugus steroid dan triterpenoid

akan tetapi lebih cenderung bersifat polar, karena ikatan glikosidanya. Saponin

mengandung gugus glikosil yang berperan sebagai gugus polar serta gugus steroid

dan triterpenoid yang berfungsi sebagai gugus nonpolar. Senyawa yang memiliki

gugus polar dan nonpolar akan bersifat aktif permukaan sehingga saat dikocok

dengan air saponin akan terbentuk seperti misel, dimana struktu polar akan

menghadap keluar sedangkan gugus nonpolar akan menghadap kedalam. Pada

kondisi inilah saponin akan membentuk busa.

Flavonoid dan tanin merupakan senyawa polifenol yang memiliki

sejumlah gugus hidroksi sehingga cenderung bersifat polar. Glikosida tersusun

dari bagian glikon dan aglikon dengan meliputi senyawa-senyawa alkoholik,

fenolik, isotiosianat, flavonoidsteroid sehingga senyawa ini bersifat polar. Pada

pengujian tanin, dilakukan dengan penambahan FeCL3. Pada golongan ini tanin

terhidrolisis akan menghasilkan warna biru kehitaman dan tanin terkondensasi

akan memberikan hijau kehitaman. Perubahan warna ini terjadi ketika

penambahan FeCl3 yeng bereaksi dengan salah satu gugus hidroksil yang ada pada

senyawa tanin.

Triterpenoid merupakan senyawa yang tersusun dari rantar panjang

hidrokarbon C30 yang mengakibatkan senyawa ini bersifat nonpolar. Senyawa

triterpenoid yang berstruktur siklik berupa alkohol, aldehid, atau asam karboksilat

dengan gugus –OH mengakibatkan senyawa ini bersifat semipolar. Pada

pengujian steroid dan triterpenoid, analisis senyawa tersebut membentuk warmna,

H2SO4 pekat dalam pelarut anhidrin asam asetat. Hasil yang diperoleh

memberikan hasil negatif, tidak tebentuknya cincin berwarna biru kehijauan yang

menunjukkan kandungan triterpenoid. Pada pengujian kuinon, ekstrak kulit

manggis memberikan hasil yang positif.

1. Ekstraksi Cair Padat (ECP)

Page 25: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

Pada praktikum kali ini dilakukan ekstraksi cair padat pada simlpisia kulit

buah manggis dengan menggunakan pelarut n-heksan dana seton. Penggunaan n-

heksan untuk menarik senyawa yang bersifat non polar. Sedangkan aseton sebagai

pelarut dikarenakan xanton bersifat polar sehingga untuk menarik xanton harus

dengan menggunakan pelarut yang polar juga. Simplisia yang telah dihaluskan

dimaserasi dengan n-heksan selama 1x24 jam, kemudian dengan aseton selama

2x24 jam.

Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi, hal ini dikarenakan senyawa

xanton tidak tahan pemanasan maka dipilih maserasi yang merupakan cara dingin.

Keuntungan lainnya adalah pelarut yang digunakan cukup sedikit sehingga cukup

ekonomis.

Mekanisme yang terjadi dalam ekstraksi maserasi adalah dimana cairan

pelarut akan masuk kedalam sel simplisia dengan melewati dinding sel. Isi sel

akan melarut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan didalam sel

dengan diluar sel. Larutan dengan konsentrasi paling tinggi akan terdesak keluar

dan diganti oleh cairan pelarut dengan konsentrasi yang sama pada saat didalam

dan diluar sel.

Ekstrak cair yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan rotary

evavorator. Kemudian ekstrak ditimbang dan dilakukan perhitungan untuk

memperoleh berat jenis ekstrak dan kerapatan dari ekstrak.

2. Pemantauan Ekstrak (Hasil ECP)

Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui pemantauan ekstrak kulit

buah manggis dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis. Pertama

plat atau lempeng dioven selama 30 menit. Setelah itu dibuat cairan pengelusi

menggunakan kloroform : asam asetat dengan perbandingan 4 : 1 kemudian

dilakukan penjenuhan chamber yang berisi eluen yang akan digunakan kemudian

dimasukan dalam chamber.

Selanjutnya pada lempeng atau plat dibuat garis lurus dengan jarak 1 cm

pada bagian bawah dan 0,5 pada bagian atas. Dengan menggunakan pipa kapiler

totolkan garis secara tegak lurus dan dimasukan dalam chamber dan chamber

ditutup. Setelah eluen sampai pada bagian atas garis ,lempeng atau plat

Page 26: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

dikeluarkan dan diangin anginkan untuk selanjutnya diamati dibawah sinar UV.

Noda yang telah diamati dengan UV kemudian disemprot dengan H2SO4 10%.

3. Ekstraksi Cair - Cair (ECC)

Pada praktikum kali ini dilakukan ekstraksi cair-cair (ECC) terhadap

ekstrak kulit buah manggis. ECC ini dilakukan utnuk memisahkan senyawa

berdasarkan tingkat kepolarannya. ECC ini menggunakan pelarut yang berbeda

kepolarannya, diantaranya aseton (agak polar), etil asetat (fase semi polar) dan n-

heksan (fase non polar).

ECC ini didasarkan pada hokum Nerst, dimana jika suatu larutan

mengandung zat organic A dibiarkan bersentuhan dengan pelarut organic yang

tidak bercampur dengan yang lain, maka zat A akan terdistribusi baik kedalam

lapisan air dan lapisan organik.

Ekstrak diekstraksi terlebih dahulu dengan menggunakan aseton kemudian

ditambahkan n-heksan. Didalam corong pisah senyawa digojok dengan kuat

secara searah, supaya senyawa terpartisi sempurna dalam pelarutnya. Setelah

didiamkan beberapa saat maka akan terbentuk dua lapisan yakni aseton pada

lapisan bawah dan n-heksan pada lapisan atas. Posisi ini dikarenakan berat jenis

aseton lebih besar yaitu 0,79 dibandingkan dengan berat jenis n-heksan yang

hanya 0,67.

Setelah fase n-heksan dipisahkan, maka pada fase aseton ditambahkan etil

asetat. Kembali dilakukan penggojokan untuk memperluas bidang kontak antara

antara kedua pelarut, sehingga distribusi molekul-molekul ekstrak yang terlarut

menjadi lebih mudah terjadi. Kemudian senyawa yang diekstrakjsi menjadi lebih

banyak dikarenakan pelarut banyak berikatan dengan ekstrak. Fase etil asetat akan

berada pada lapisan atas karena perbedaan berat jenis.

Pada ECC ini terjadi distribusi molekul dari senyawa pada pelarut, dimana

pada saat kesetimbangan terjadi perbandingan konsentrasi senyawa didalam kedua

fasa tersebut akan sama pada temperatur tetap. Kesempurnaan ECC ini

bergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Jika semakin sering

dilakukan maka semakin banyak zat terlarut yang terdistribusi pada salah satu

pelarut dan akan semakin sempurna proses pemisahannya.

Page 27: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

Fraksi yang diperoleh memiliki degradasi warna yang berbeda. Pada fraksi

n-heksan memiliki degradasi warna yang lebih tajam dibanding dengan fraksi etil

asetat dan fraksi aseton. Hal ini dikarenakan semakin sering dilakukan ECC maka

degradasi warna yang dihasilkan akan semakin kurang tajam akibat senyawa yang

tersktraksi semakin sedikit.

4. Pemantauan Ekstrak (Hasil ECC)

Pada praktikum kali ini dilakukan pemantauan ekstrak dengan cara KLT

pada hasil ECC. Tujuan dari pemantauan ini adalah untuk mengetahui apakah

senyawa xanton benar pada ekstrak yang telah di ECC. Plat KLT terlebih dahulu

diaktivasi dengan cara di oven kurang lebih selama 30 menit. Tujuan dari aktivasi

ini adalah untuk menghilangkan kadar air. Karena dengan adanya air akan

menutup sisi aktif dari silica sehingga akan mengganggu proses KLT.

Fase gerak yang digunakan merupakan campuran dari kloroform dan

asama setat (4 : 1). Tujaun dari pencampuran ini adalah supaya dihasilkan elusi

yang lebih baik dan pelarut lebih mudah diatur. Ekstrak ditotolkan menggunakan

pipa kapiler dengan volume yang sedikt dan sama. Jika ekstrak diyotolkan dengan

ukuean cukup besar maka akan menurunkan resolusi sehingga bercak yang

dihasilkan tidak akan tunggal melainkan ganda bahkan lebih. Plat kemudian

dimasukan kedalam chamber dan dibiarkan terelusi.

Jarak yang ditempuh oleh suatu senyawa dipengaruhi oleh kelarutan

senyawa dalam pelarut serta kemampuan senyawa tersebut untuk terperangkap

dalam fase diam (penjerapan). Penjerapan merupakan pembentukan suatu ikatan

dari suatu substansi pada permukaan. Penjerapan bersifat tidak permanen yang

ditandai dengan adanya pergerakan yang bersifat tetap dari molekul antara bagian

senyawa yang terjerap pada permukaan silica gel dan bagian senyawa yang

kembali pada larutan dalam pelarut.

Plat selanjutnya diidentifikasi dengan menggunakan sinar UV 254 dan 365

nm. Pada sinar UV 254 nm lempeng akan berfluoresensi sedangkan sampel akan

tampak berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu 254 nm adalah karena

adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indicator fluoresensi, seperti timah

cadmium sulfide yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak

Page 28: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh indicator tersebut ketika electron

yang tereksitasi dari tingkat energy dasar ke tingkat energy yang lebih tinggi

kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energy.

Pada sinar UV 365 nm noda akan berfluoresensi dan lempeng akan

berwarna gelap. Penampakan noda ini karena adanya daya interkasi antara sinar

UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh ausokrom yang ada pada noda.

Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh

komponen tersebut ketika electron yang terksitasi dari tingkat energy dasar ke

tingkat energy yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil

melepaskan energy.

Noda disemprot dengan menggunakan H2SO4 10%. Prinsipnya dalah

kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam merusak gugus kromofor

dari zat aktif ekstrak, sehingga panjang gelombangnya akan bergeser ke arah

yang lebih panjang (dari UV menjadi Vis) sehingga noda menjadi tampak oleh

mata. Dalam hal ini pada fraksi n-heksan dan etil asetat bercak nampak terlihat,

sementara pada fraksi air bercak tidak terlihat.

5. Kromatografi Kolom (KK)

Pada pemisahan ekstrak dengan kromatografi kolom, diperoleh 5 fraksi

dengan menggunakan eluen kloroform-asetat dengan perbandingan yang berbeda-

beda berdasarkan tingkat kepolarannya mulai dari yang kepolarannya rendah

hingga tinggi. Kelima fraksi tersebut diperoleh dari pita-pita yang terbentuk pada

kromatografi kolom. Proses pemisahan senyawa senyawa sampai diperoleh fraksi-

fraksi disebut dengan fraksinasi. Fraksinasi tersebut dilakukan untuk memisahkan

senyawa-senyawa metabolit sekunder lainnya berdasarkan tingkat kepolarannya,

dan untuk memisahkan senyawa xanton dari senyawa meatbolit sekunder lainnya.

Untuk mengetahui fraksi yang mengandung senyawa xanton, masing-

masing fraksi tersebut harus dilakukan pemantauan ekstrak dengan cara dijuji

lebih lanjut dengan menggunakan KLT untuk mendapatkan senyawa yang lebih

spesifik lagi dalam artian senyawanya sudah dipisahkan dari campuran senyawa

metabolit sekunder lainnya.

Page 29: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

6. Pemantauan Ekstrak (Hasil KK)

Pada praktikum pemantauan ekstrak dari fraksi-fraksi dengan

perbandingan beberapa pekarut. Perbandingan dibuat yaitu, kloroform : asam

asetat 6:1, 5:1, 4:1, 4:2 dan 1:4, dengan menggunakan kr air pada plat KLT,

supaya proses kromatografi lapis tipis (KLT).

Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan kimia dengan

adsorb pada lapisan adsorben. Prinsip kerja KLT adalah partisi dan adsorbsi

dimana aleum sebagai fase gerak, dan lempeng sebagai fase diam. Fase gerak

yang digunakan eluen yang terdiri dari kloroform dan asam asetat, dan fase diam

yang digunakan adalah lempeng KLT. Terlebih dahulu plat KLT harus diaktivasi

dengan tujuan untuk menghilangkan kadar adsorbsi berjalan sempurna. Chamber

yang digunakan harus dijenuhkan terlebih dahulu agar konsentrasi eluen dengan

konsentrasi di chamber sama.

Proses KLT dilakukan dengan cara menotolkan larutan, dalam hal ini

ekstrak kental pada plat KLT pada jarak 0,5-1 cm dari bagian bawah plat KLT,

selanjutnya bagian bawah plat KLT dicelupkan dalam larutan fase gerak. Setelah

itu dilakukan penyinaran UV 254 nm dan 365 nm. Dan setelah lempeng disinari

UV 254 nm dan 365 nm, kemudian lempeng tersebut disemprot dengan dengan

H2SO4 10 % untuk mendeteksi apakah pada penampak bercak yang terdapat pada

plat KLT.

Dari data hasil pengamatan, yang memberikan hasil penampak bercak

yaitu terdapat pada fraksi yang pertama, pada fraksi ini terdapat dua bercak

dengan nilai rf yang telah dihitung yang pertama 0,98 cm, yang kedua 0,89 cm.

Sedangkan pada fraksi yang kedua , dengan perbandingan pelarut 5:1 dengan nilai

rf yang telah dihitung yaitu 0,92 cm, dan perbandingan 4:1 nilai rf 1 cm,

sedangkan pebandingan 4:2 dan 1:4 tidak terdapat bercak.

7. Kromtografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)

Pada praktikum kali ini dilakukan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

(KLTP) terhadap esktrak yang telah dikromatografi kolom. KLTP merupakan

proses isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan daya partisi serta

kelarutan komponen yang betgerak mengikuti kepolaran eluen oleh karena daya

Page 30: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak

dengan kecepatan yang berbeda.

Fase diam yang digunakan adalah plat KLT dimana didalamnya

mengandung silica gel. Permukaan silica gel terdiri atas gugus SiO-Si dan gugus

silanol (Si-OH). Gugus silanol ini bersifat sedikit asam dan polar, karenanya

gugus ini mampu membentuk ikatan hydrogen dengan solute-solut yang agak

polar sampai sangat polar. Plat KLT harus diinaktifkan terlebih dahulu dengan

cara di oven. Tujuan dari pengaktifan ini adalah untuk menghilangkan kadar air,

karena dengan adanya air akan menutup sisi aktif silica gel sehingga

mendeaktifkan permukaan silica gel akibat adanya penyerapan. Fase gerak yang

digunakan merupakan campuran dari kloroform dan asam asetat (4:1).

Penggunaan campuran dua pelarut organic ini adalah karena daya elusi dari

campuran kedua pelarut dapat terbentuk pemisahan yang optimal, karena

perbandingannya dapat diatur.

Sampel ditotolkan dengan menggunakan pipa kapiler yang dibuat bergaris.

Penotolan sampel ini harus setipis mungkin dan ukurannya harus sama supaya

nantinya pita yang terbentuk mudah untuk dikerok. Sampel kemudian dibiarkan

terelusi dalam chamber yang telah berisi eluen didalamnya. Tinggi fase gerak

dalam chamber harus dibawah lempeng yang telah ditotolkan sampel. Teknik

pengembangan yang dilakukan adalah ascending (pengembangan menaik).

Setelah sampel terlusi dan mencapai batas garis yang ditentukan, plat diangkat

dan diamati secara visual. Untuk meyakinkan pita mana yang dikerok, plat

diamati pada sinar UV 254 nm dan 365 nm.

Pita yang dianggap sebagai senyawa xanton dikerok dengan menggunakan

benda tajam. Pita dari senyawa xanton adalah pita yang berwarna kuning pucat.

Hasil kerokan kemudian dilarutkan dalam aseton. Pita yang terbentuk terdiri dari

beberapa pita, namun hanya satu yang memiliki warna kuning pucat. Pita yang

terbentuk mencerminakn jarak yang ditempuh oleh senyawa. Jarak yang ditempuh

oleh senyawa ini dipengaruhi oleh kelarutan senyawa dalam pelarut, serta

kemampuan senyawa tersebut untuk terperangkap didalam fase diam

(penjerapan). Penjerapan bersifat tidak permanen yang ditandai dengan adanya

pergerakan yang bersifat tetap dari molekul antara bagian senyawa yang terjerap

Page 31: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

pada permukaan silica gel dan bagian senyawa yang kembali pada larutan dalam

pelarut.

Mekanisme pemisahan pada KLTP disebut sebagai mekanisme adsorpsi.

Dimana adsorpsi merupakan penyerapan yang hanya dilakukan pada permukaan

saja, tidak menembus pada sel senyawa. Adsorpsi pada permukaan melibatkan

interaksi-interaksi elektrostatik seperti ikatan hydrogen, penarikan dipole-dipol,

dan penarikan yang diinduksi oleh dipole. Dalam hal ini solute akan bersaing

dengan fase gerak untuk berikatan dengan sisi-sisi polar pada permukaan

adsorben.

8. Uji Kemurnian

Pada praktikum kali ini yaitu uji kemurnian ekstrak. Uji kemurnian ini

dilakukan dengan menggunakan KLT 2 dimensi. Dimana prinsip KLT 2 dimensi

ini adalah proses adsorpsi dengan plat silika gel 254 sebagai fase diamnya dan

dengan beberapa perbandingan eluen dengan tingkat kepolaran tertentu sebagai

fase geraknya.

Proses KLT dua dimens dilakukan pada ekstrak yang sebelumnya sudah

diuji dengan KLT preparatif. Ekstrak tersebut harus diisolasi terlebih dahulu dari

silika gel dengan pelarut aseton untuk memisahkan senyawa target yaitu xanton.

Pelarut aseton digunakan karena senyawa xanton ini larut dalam aseton. Setelah

diisolasi ekstrak tersebut dianalisis dengan spekrtofotometri UV dengan mencari

panjang gelombang maksimum beserta absorbansinya. Setelah didapat panjang

gelombang maksimumnya ekstrak selanjutnya diuji kemurniannya dengan KLT

dua dimensi.

Selanjuntya setelah kita melakukan pengujian kemurnian dengan KLT dua

dimensi. Kita melakukan pemisahan dengan KLT 3 kali pengembangan. Dengan

cara sampel ( berupa silika gel hasil kerokan ) di totolkan pada plat KLT

kemudian setelah itu di elusi dengan eluen yang kepolaranya rendah setelah itu

plat KLT dikeluarkan dari chamber dan eluen dibiarkan menguap. Setelah itu plat

dielusi kembali dengan eluen kedua dengan eluen yang kepolaranya lebih polar

dibanding eluen yang pertama . hasil dari perlakuan tersebut selanjunta di lakukan

uji kemurnian dengan cara hasil pengembangan dengan ketiga sistem eluen hanya

Page 32: LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

di peroleh satu saja. Dan isolat murni selanjutnya di identifikasi dengan

spektrofotometri UV-VIS atau dengan NMR ,IR.