LAPORAN PRAKTIKUM Analisis Vegetasi.docx
-
Upload
ahmad-sopian -
Category
Documents
-
view
183 -
download
9
Transcript of LAPORAN PRAKTIKUM Analisis Vegetasi.docx
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN
ANALISIS VEGETASI TUMBUHAN
Frekuensi, Kerapatan, Dominansi dan Indeks Nilai Penting
Disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah praktikum ekologi tumbuhan pada
program studi Biologi semester IV (empat) tahun ajaran 2013-2014
Dosen pengampu: Astri Yuliawati, M.Si.
Oleh:
Cecep Sumarna
NIM.1127020006
Kelompok 1
Biologi IV /A
Tanggal Praktikum : 04 April 2014
Tanggal Penggumpulan : 10 April 2014
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2014
Praktikum ke-4
ANALISIS VEGETASI TUMBUHAN
Frekuensi, Kerapatan, Dominansi dan Indeks Nilai Penting
Tanggal/hari : Jum’at, 4 April 2014
Waktu : pkl.07.00-11.00 WIB
Tempat : Arboretum Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang
I. Pendahuluan
I.1 Tujuan
Mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi dan
masyarakat tumbuhan.
I.2 Dasar Teori
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari
beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme
kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama
individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya
sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis. Vegetasi,
tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai
keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan
vegetasi di tempat lain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Dari segi
floristis ekologis pengambilan sampling dengan cara random sampling hanya
mungkin digunakan apabila lapangan dan vegetasinya homogen, misalnya padang
rumput dan hutan tanaman (Marsono, 1977).
Vegetasi di definisikan sebagai mosaik komunitas tumbuhan dalam lansekap
dan vegetasi alami diartikan sebagai vegetasi yang terdapat dalam lansekep yang
belum dipengaruhi oleh manusia. Dalam mendiskripsikan suatu vegetasi haruslah
dimulai dari suatu titik pandang bahwa vegetasi merupakan suatu pengelompokan
tumbuh-tumbuhan yang hidup bersama terutama yang mungkin dikarakterisasi
baik oleh spesies sebagai komponenya, maupun oleh kombinasi dan struktur sifat-
sifatnya yang mengkarakterisasi gambaran vegetasi secara umum atau fungsional
(Sucipto, 2008).
Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan
kedalam 3 kategori yaitu (1) pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal
dengan batas-batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang
sama namun waktu pengamatan berbeda; (2) menduga tentang keragaman jenis
dalam suatu areal; dan (3) melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan
faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan (Greig-Smith, 1983).
Mulyana et al. (2005) mengemukakan bahwa struktur suatu vegetasi
merupakan organisasi dalam ruang, tegakan, tipe vegetasi atau asosiasi tumbuhan
dengan unsur utamanya adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi, dan penutupan
tumbuhan. Lebih jauh, struktur vegetasi hutan dapat dibagi menjadi tiga
komponen, yaitu (1) struktur vertikal (stratifikasi berdasarkan lapisan tajuk), (2)
struktur horisontal (stratifikasi berdasarkan penyebaran spasial individu suatu
jenis dalam populasi), dan (3) kelimpahan jenis. Disamping ketiga komponen
tersebut, masih terdapat struktur didalam satuan waktu, yaitu suksesi dan klimaks
yang hanya dipusatkan pada struktur spasial yang merupakan struktur yang
berhubungan dengan waktu.
Ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu
vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai
dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan
pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi
tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Syafei, 1990).
Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari susunan atau
komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Dalam ekologi hutan, satuan
vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa komunitas tumbuhan yang
merupakan asosiasi konkret dari semua spesies tetumbuhan yang menempati suatu
habitat. Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai dalam analisis komunitas
adalah untuk mengetahui komposisi spesies dan struktur komunitas pada suatu
wilayah yang dipelajari (Tjitrosoepomo, 2002).
Sucipto (2008), menyatakan bahwa luas area tempat pengambilan contoh
komunitas tumbuhan atau vegetasi sangat bervariasi, tergantung pada bentuk atau
struktur vegetasi tersebut. Yang perlu diperhatikan dalam menentukan luas
minimum yang dipakai adalah seluas papaun percontohan diambil harus dapat
menggambarkan bentuk vegetasi secara keseluruhan. Percontohan yang diambil
dianggap memadai apabila seluruh atau sebagian besar jenis tumbuhan pembentuk
vegetasi itu berada dalam vegetasi akan didapatkan suatu luas terkecil yang dapat
mewakili vegetasi, kecuali untuk hutan tropika yang sangat sulit ditentukan luas
terkecilnya. Luas terkecil yang dapat mewakili karakteristik komunitas tumbuhan
atau komunitas tumbuhan atau vegetasi secara keseluruhan disebut luas minimum.
Transek adalah penampang melintang atau pandangan samping dari suatu
wilayah. Transek merupakan salah satu teknik untuk memberikan gambaran
informasi kondisi biofisik suatu wilayah kajian. Arti harfiah dari transek itu
sendiri adalah gambar irisan muka bumi. Pada awalnya, transek dipergunakan
oleh para ahli lingkungan untuk mengenali dan mengamati wilayah-wilayah
ekologi, yaitu pembagian wilayah lingkungan alam berdasarkan sifat khusus
keadaannya (Odum, E. P., 1971).
Tujuan dari pembuatan transek, yaitu untuk mengetahui hubungan perubahan
vegetasi dan perubahan lingkungan. Ada dua macam transek:
1. Belt transect (transek sabuk)
Belt transek merupakan jalur vegetasi yang lebarnya sama dan sangat panjang.
Lebar jalur ditentukan oleh sifat-sifat vegetasinya untuk menunjukkan bagan
yang sebenarnya. Lebar jalur untuk hutan antara 1-10 m. Transek 1 m
digunakan jika semak dan tunas di bawah diikutkan, tetapi bila hanya pohon-
pohonnya yang dewasa yang dipetakan, transek 10 m yang baik. Panjang
transek tergantung tujuan penelitian. Setiap segment dipelajari vegetasinya
(Kershaw, 1979).
2. Line transect (transek garis)
Dalam metode ini garis-garis merupakan petak contoh (plot). Tanaman yang
berada tepat pada garis dicatat jenisnya dan berapa kali terdapat atrau dijumpai.
Pada metode garis ini, sistem analisis melalui variabel-variabel kerapatan,
kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai
penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi.
Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh
garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang tertutup oleh
individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan panjang
penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang
dibuat (Syafei, 1990). Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies
yang ditemukan pada setiap garis yang disebar (Rohman, 2001).
II. Metode Kerja
II.1 Alat dan Bahan
Alat Jumlah Bahan Jumlah
Meteran 20-50 meter 1 buah Area lingkungan Secukupnya
Kuadrat 5 buah Tali/kawat/senar Secukupnya
Paku dan palu 1 buah
Penggaris 1 buah
Catatan 1 buah
Alat tulis 1 buah
II.2 Cara Kerja
Metode Belt Transek
membuat jalur transek 100 m
membuat plot secara selang-seling dengan dengan ukuran 10x10 meter untuk pohon dan 4x4 meter untuk pancang
mengamati dan dilakuka pencatatan jumlah, jenis dan penutupan tumbuhan
menganalisis frekuensi, kerapata dan kerimbunannya
hasil
III. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
III.1 Hasil Pengamatan
Tabel I: gambar hasil pengamatan
Gambar Keterangan
Spesies 1 (mahoni) Pancang: berada di subplot 1
Pohon: berada di plot 3
Spesies 2 (Patodea cantalata) Pancang: berada di subplot 1
dan subplot 2
Spesies 3 (daun kupu-kupu) Pancang: berada di subplot 1
dan 3
Pohon: berada di plot 3
Spesies 4 (Bohinia) Pancang: berada di subplot 1
Spesies 5 Pancang: berada di subplot 2
Spesies 8 Pohon: berada di plot 1
Spesies 9 Pohon: berada di plot 2 dan
plot 3
Spesies 10 (Rukam) Pohon: berada di plot 2
Spesies 11 Pohon: berada di plot 2
Spesies 12 Pohon: berada di plot 2
Rumus perhitungan frekuensi, kerapatan, dominansi dan indeks nilai penting
(INP):
Frekuensi Mutlak=jumlah plot ditempati spesies
jumlah plot pengamatan
Frekuensi Relatif=Frekuensi Mutlak
totalnilai frekuensi mutlak semua spesies×100 %
Kerapatan Mutlak=jumlahindividu
jumlahtotal individu
Kerapatan Relatif=kerapatanmutlak
totalnilai kerapatanmutlak semua spesies×100 %
Luas Basal Area=µ4
×diameter rata−rata
Dominansi Mutlak=Luas Basal Area×kerapatan mutlak
Dominansi Relatif=dominansimutlak
totalnilai dominansimutlak semua spesies×100 %
Indeks Nilai Penting= Frekuensi Relatif + Kerapatan Relatif + Dominansi
Relatif
Tabel II: hasil perhitungan analisis untuk vegetasi pancang
Spesies
Jumlah individu dan diameter individu setiap
subplot (4x4 m)
Jumlah
Total
Individu
FM FR KM KR dt dr BA DM DR INP
1 2 3
Spesies 1 Mahoni
2 (diameter:
0,8 cm dan 3
cm) 2 0,33 14,29 0,222 22,2 3,8 1,9 1,49 0,33144 19,1 55,58
Spesies 2 Patodea
cantalata
1 (diameter:
0,8 cm)
1 (diameter: 2
cm) 2 0,67 28,57 0,222 22,2 2,8 1,4 1,1 0,24422 14,1 64,84
Spesies 3 Daun
kupu-kupu
1 (diameter:
2,2 cm)
2 (diameter: 1,3
cm dan 2,4 cm) 3 0,67 28,57 0,333 33,4 5,9
1,9
7 1,54 0,51461 29,6 91,62
Spesies 4 Bohinia1 (diameter:
2,4 cm) 1 0,33 14,29 0,111 11,1 2,4 2,4 1,88 0,20933 12,1 37,45
Spesies 51 (diameter: 5
cm) 1 0,33 14,29 0,111 11,1 5 5 3,93 0,43611 25,1 50,51
TOTAL 9 2,33 100 1 100 1,7358 300
Tabel III: hasil perhitungan analisis untuk vegetasi pohon
Spesies
Jumlah individu dan diameter individu setiap plot
(10x10 m)
Jumlah
Total
Individu
FM FR KMK
Rdt dr BA DM DR INP
1 2 3
Spesies 1 Mahoni1 (diameter: 24
cm) 1
0,3
3 12,5 0,1 10 24 24 18,84
1,88
4
8,040
2 30,54
Spesies 3 Daun
kupu-kupu
1 (diameter: 36
cm) 1
0,3
3 12,5 0,1 10 36 36 28,26
2,82
6 12,06 34,56
Spesies 8
2 (diameter:
26 cm dan 47
cm) 2
0,3
3 12,5 0,2 20 73 36,5
28,65
3
5,73
1
24,45
6
56,95
6
Spesies 91 (diameter: 18
cm)
1 (diameter: 17
cm) 2
0,6
7 25 0,3 20 35 17,5
13,73
8
4,12
1
17,58
8
62,58
8
Spesies 10
Rukam
1 (diameter: 39
cm) 1
0,3
3 12,5 0,1 10 39 39
30,61
5
3,06
2
13,06
5
35,56
5
Spesies 112 (diameter: 13
cm dan 23 cm) 2
0,3
3 12,5 0,2 20 36 18 14,13
2,82
6 12,06 44,56
Spesies 12
Meningi
1 (diameter: 38
cm) 1
0,3
3 12,5 0,1 10 38 38 29,83
2,98
3 12,73 35,23
TOTAL 10
2,6
7 100 1
10
0
23,4
3 300
Keterangan:
FM: Frekuensi Mutlak
FR: Frekuensi Relatif (%)
KM: Kerapatan Mutlak/Jenis
KR: Kerapatan Relatif (%)
dt: diameter total (cm)
dr: diameter rat-rata (cm)
BA: Luas Basal Area (cm2)
DM: Dominansi Mutlak
DR: Dominansi Relatif (%)
INP: Indeks Nilai Penting
Spesi
es 1 M
ahoni
Spesi
es 2 Pato
dea can
talata
Spesi
es 3 Dau
n kupu-ku
pu
Spesi
es 4 Bohinia
Spesi
es 5
020406080
100
55.58 64.8491.62
37.4550.51
Grafik Perbandingan Indeks Nilai Penting (INP) Setiap Pancang
INP
Pancang
Angk
a In
deks
Spesi
es 1 M
ahoni
Spesi
es 3 dau
n kupu-ku
pu
Spesi
es 8
Spesi
es 9
Spesi
es 10 Rukam
Spesi
es 11
Spesi
es 12 M
eningi
0204060
30.54 34.5656.95 62.58
35.56 44.56 35.23
Grafik Perbandingan Indeks Nilai Penting (INP) Setiap Pohon
INP
Pohon
Angk
a In
deks
III.2 Pembahasan
Pada praktikum analisis vegetasi ini dilakukan di Arboretum Universitas
Padjadjaran, Jatinangor, pada hari Jum’at 4 April 2014. Adapun metode yang
digunakan adalah metode Belt Transek dimana transek sepanjang 100 meter dan
dibuat plot berukuran 20×20 meter secara berselang-seling, setiap plot dibuat
subplot untuk pengamatan semai sebesar 2×2 meter, pancang plot berukun 5×5
meter, tiang pada plot berukuran 10×10 meter dan pohon dengan plot terbesar
yaitu 20×20 meter. Namun dikarenakan keterbatasan waktu dan kurangnya lahan
pengamatan serta vegetasi pohon dan tiang yang kurang mengakibatkan adanya
perubahan metode, ukuran transek hanya 30 meter, dibuat 3 buah plot ukuran
10×10 meter untuk pengamatan tiang dan pohon, kemudian subplot pengamatan
pancang berukuran 4×4 meter tanpa adanya pengamatan untuk vegetasi semai.
Pengelompokkan pancang dan pohon hanya berdasarkan diameter batang sejajar
dada, dimana diameter pancang < 10 cm dan diameter pohon > 10 cm, data
pengamatan yang harus ada mencakup jumlah spesies dan individu, serta diameter
masig-masing individu.
Sucipto (2008), menyatakan bahwa luas area tempat pengambilan contoh
komunitas tumbuhan atau vegetasi sangat bervariasi, tergantung pada bentuk atau
struktur vegetasi tersebut. Yang perlu diperhatikan dalam menentukan luas
minimum yang dipakai adalah seluas papaun percontohan diambil harus dapat
menggambarkan bentuk vegetasi secara keseluruhan.
Pada tabel 1 menunjukkan gambar hasil pengamatan dalam metode Belt
Transek ini. Dalam 3 plot pangamatan, terdapat 10 spesies teridentifikasi, dengan
jumlah vegetasi pancang sebanyak 5 spesies dan vegetasi pohon sebanyak 8
spesies, 3 spesies tambahan pada vegetasi pohon merupakan spesies yang juga
terdapat pada vegetasi pancang. Dari 10 spesies yang ditemukan, hanya 6 spesies
yang berhasil diketahui jenisnya, sisanya diberikan identitas dengan variabel
angka. Namun dikarenakan adanya human error, sehingga urutan variabel yang
tidak berurutan.
Perhitungan analisis vegetasi yang dikehendaki meliputi frekuensi mutlak
dan relatif setiap spesies, kerapatan mutlak dan relatif setiap spesies, luas basal
area setiap spesies, dominansi mutlak dan relatif setiap spesies dan indeks nilai
penting (INP) setiap spesies. Pada tabel perhitungan II ditujukan terhadap vegetasi
pancang dalam area pengamatan, frekuensi relatif terdapat pada spesies 2
(Potadea cantalata) dan spesies 3 (daun kupu-kupu) dengan nilai 28,57%.
Kerapatan relatif tertinggi berasal dari spesies 3 dengan nilai 33,4%. Luas basal
area terbesar adalah spesies 5 yang memiliki diameter 5 cm dengan luas basal
3,93 cm2. Dominansi relatif terbesar adalah spesies 3 dengan nilai 29,6%.
Untuk vegetasi pohon pada 3 plot pengamatan, frekuensi relatif terbesar
adalah pada spesies 9 dengan nilai 25%, berbeda dengan kerapatan relatif terbesar
yang dimiliki oleh 3 spesies sekaligus, yaitu spesies 8, 9 dan 11 dengan nilai 20%.
Luas basal area terbesar adalah spesies 10 (rukam) yang memiliki diameter rata-
rata 39 cm memiliki luas basal 30,61 cm2. luas basal ini mempengaruhi terhadap
dominansi relatif, dominansi terbesar dimiliki oleh spesies 8 dengan nilai 24,45%.
Indeks nilai penting (INP) merupakan hasil penjumlahan nilai relatif ketiga
parameter (kerapatan, frekuensi dan dominansi) yang telah diukur sebelumnya.
Pada grafik yang ditunjukkan, INP terbesar pada vegetasi pancang adalah spesies
3 (daun kupu-kupu) dengan nilai 91,62. Sementara untuk INP terbesar pada
vegetasi pohon adalah spesies 9 dengan nilai indeks 62,58. Menurut
Sundarapandian dan Swamy (2000), Indeks Nilai Penting (INP) merupakan salah
satu parameter yang dapat memberikan gambaran tentang peranan spesies yang
bersangkutan dalam komunitasnya atau pada lokasi penelitian.
IV. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa
vegetasi pancang di daerah pengamatan Arboretum UNPAD Jatinangor yang
memiliki peranan terbesar dalam komunitasnya adalah daun kupu-kupu,
sementara untuk vegetasi pohon adalah pohon spesies 9.
Daftar Pustaka
Greig-Smith, P. 1983. Quantitative Plant Ecology. Oxford: Blackwell Scientific
Publications.
Kershaw, K.A. 1979. Quantitatif and Dynamic Plant Ecology. London: Edward
Arnold Publishers.
Marsono, D. 1977. Diskripsi Vegetasi dan Tipe-tipe Vegetasi Tropika.
Yogyakarta: Bagian Penerbitan Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan
Universitas Gadjah Mada.
Mulyana, M., T.Hardjanto dan G.Hardiansyah. 2005. Membangun Hutan
Tanaman, Meranti, Membedah Mitos Kegagalan Melanggengkan Tradisi
Pengusahaan Hutan. Tangerang: Wana Aksara Serpong.
Odum, E. P., 1971. Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga. Yogyakarta: UGM Press.
Rohman, Fatchur dan I Wayan Sumberartha. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi
Tumbuhan. Malang: JICA.
Sucipto, Hariyanto. 2008. Teori dan Praktik Ekologi. Surabaya: Penerbit
Universitas Airlangga (Airlangga Press).
Sundarapandian, SM. and P.S. Swamy. 2000. Forest ecosystem structure and
composition along an altitudinal gradient in the Western Ghats, South
India. Journal of Tropical Forest Science. Vol.12 no.(1): ISSN 104-123.
Syafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: ITB.
Tjitrosoepomo, G. 2002. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.