LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390630-Pr-Dian...
Transcript of LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390630-Pr-Dian...
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION
JL. BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT
PERIODE 6 JANUARI – 17 FEBRUARI 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DIAN NOVITASARI, S. Farm.
1306343486
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2014
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION
JL. BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT
PERIODE 6 JANUARI – 17 FEBRUARI 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar profesi apoteker
DIAN NOVITASARI, S. Farm.
1306343486
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2014
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri, dan
semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Dian Novitasari, S.Farm
NPM : 1306343486
Tanda Tangan :
Tanggal : 28 Juni 2014
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh :
Nama : Dian Novitasari, S.Farm.
NPM : 1306343486
Program Studi : Apoteker - Fakultas Farmasi UI
Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Kimia Farma
Trading and Distribution Periode 06 Januari – 17 Februari
2014
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada
Program Studi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I rs. Elon Sirait, Apt., M.ScPH ( )
Pembimbing II : Dr. Harmita, Apt (
Penguji I ( )
Penguji II ( )
Penguji III : (
Ditetapkan di : Depok
Tanggal :
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan anugerah-Nya, penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Kimia Farma Trading and
Distribution Jakarta yang telah dilaksanakan pada tanggal 6 Januari – 13 Februari
2014.
Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker merupakan salah satu sarana
untuk mengembangkan wawasan kefarmasian di Pedagang Besar Farmasi
sebelum melakukan pengabdian sebagai Apoteker, dan merupakan salah satu
syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih yang paling dalam kepada:
1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia. .
2. Bapak Dr. Hayun, Apt. M.Si, selaku Ketua Program Pendidikan Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dan
3. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan.
4. Bapak Ignatius Muryanta, selaku Direktur Utama PT. Kimia Farma
Trading and Distribution.
5. Bapak Drs. M. Umar Said, Apt., MM., selaku Direktur Bidang Keuangan
dan Sumber Daya Manusia PT. Kimia Farma Trading and Distribution
atas waktu, pikiran dan izin yang diberikan untuk pelaksanaan kegiatan
PKPA di PT. Kimia Farma Trading and Distribution.
6. Bapak Drs. Taufik Hidayat, Apt., selaku Manajer Bidang Sumber Daya
Manusia dan Pembimbing di PT. Kimia Farma Trading and Distribution
Jakarta atas waktu, tenaga dan pikiran yang telah diberikan kepada
penulis.
7. Bapak Drs. Efrizon, Apt., selaku Kepala cabang KFTD Jakarta-1 atas izin
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
v
dan bimbingan selama penulis melakukan PKPA di KFTD cabang.
8. Seluruh staf dan karyawan KFTD yang telah membantu dalam
pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
9. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia.
10. Rekan-rekan Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia angkatan
LXXVIII atas kebersamaan dan dukungan selama menempuh pendidikan.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan
laporan ini.
Demikian laporan PKPA ini disusun, dengan harapan tulisan ini
bermanfaat bagi rekan-rekan sejawat khususnya dan pembaca pada umumnya.
Penulis sangat mengharapkan masukan, kritik dan saran yang membangun guna
perbaikan dan penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini memberikan
manfaat bagi berbagai pihak. Terima kasih.
Penulis
2014
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Dian Novitasari, S.Farm. NPM : 1306343486 Program Studi : Profesi Apoteker Fakultas : Farmasi Jenis karya : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Kimia Farma Trading and Distribution Periode 06 Januari – 17 Februari 2014
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 28 Juni 2014
Yang menyatakan
( Dian Novitasari, S.Farm.)
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
iii
ABSTRAK
Nama : Dian Novitasari, S.Farm.
NPM : 1306343486
Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Kimia Farma
Trading and Distribution Periode 06 Januari – 17 Februari
2014
Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Kimia Farma Trading and Distribution
bertujuan untuk memahami tugas dan fungsi Apoteker di Pedagang Besar Farmasi
(PBF). Sedangkan tujuan dari tugas khusus adalah memberikan pengetahuan
langsung mengenai peran dan fungsi Apoteker dalam pengelolaan obat khususnya dalam
pengadaan barang.
Kata kunci : Praktek Kerja Profesi Apoteker, Pedagang Besar
Farmasi PT. Kimia Farma.
Tugas Umum : viii + 67 halaman; 20 lampiran
Tugas Khusus : v + 25 halaman; 15 lampiran
Daftar Acuan Tugas Umum : 12 (1983-2013)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 9 (1991-2013)
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
vi
ABSTRACT
Name : Dian Novitasari, S.Farm.
NPM : 1306343486
Program Study : Apothecary Profession
Title : Report of Pharmacist Intership Program at PT. Kimia Farma
Trading and Distribution on Period January 06th
– February
17th
2014
Pharmacist Internship Program (PIP) conducted at PT. Kimia Farma Trading and
Distribution aims to understand the duties and functions of pharmacist at Trading
and Distribution Division. While the purpose of the special task is to provide
direct knowledge of the role and function of pharmacists in pharmacy
management especially in supply product from principal.
Keywords : Pharmacist Internship Program, PT. Kimia
Farma Trading and Distribution
General Assignment : viii + 67 pages; 20 appendixes
Spesific Assignment : v + 25 pages; 15 appendixes
Bibliography of General Assignment : 9 (2005-2013)
Bibliography of General Assignment : 3 (2005-2006)
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................................iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... iv
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................... x
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian .................................................................................................... 2
2. TINJAUAN UMUM
2.1 Pedagang Besar Farmasi ........................................................................................ 3
2.1.1 Definisi PBF ................................................................................................. 3
2.1.2 Landasan Hukum PBF .................................................................................. 3
2.1.3 Tugas dan Fungsi PBF .................................................................................. 4
2.1.4 Persyaratan PBF ............................................................................................ 4
2.1.4.1 Tempat atau Lokasi ........................................................................... 4
2.1.4.2 Bangunan .......................................................................................... 4
2.1.4.3 Perlengkapan PBF ............................................................................. 5
2.1.5 Apoteker Penanggung Jawab di PBF ............................................................ 6
2.1.6 Tata Cara Perizinan PBF ............................................................................... 9
2.1.7 Pencabutan izin PBF ................................................................................... 12
2.1.8 Penyelenggaraan PBF ................................................................................. 12
2.1.8.1 Pengadaan ....................................................................................... 13
2.1.8.2 Penyaluran ....................................................................................... 13
2.1.9 Pelaporan Kegiatan PBF ............................................................................. 15
2.1.10 Larangan PBF ............................................................................................ 15
2.2 Cara Dostribusi Obat yang Baik (CDOB) ............................................................ 15
2.2.1 Manajemen Mutu ........................................................................................ 15
2.2.2 Organisasi,Manajemen, Personalia ............................................................. 17
2.2.3 Bangunan dan Peralatan .............................................................................. 17
2.2.4 Operasional ................................................................................................. 19
2.2.5 Inspeksi Diri ................................................................................................ 22
2.2.6 Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan
Penarikan Kembali ...................................................................................... 23
2.2.7 Transportasi ................................................................................................ 24
2.2.8 Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak ................................................... 24
2.2.9 Dokumentasi ............................................................................................... 25
2.2.9.1 Pelaporan Kegiatan di PBF ke Institusi Terkait .............................. 27
2.2.9.2 Pelaporan Narkotika dan Psikotropika ............................................ 27
3. TINJAUAN KHUSUS 3.1 PT. Kimia Farma Trading and Distribution ......................................................... 29
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
vii
3.1.1 Sejarah Pendirian Perusahaan ..................................................................... 29
3.1.2 Visi dan Misi ............................................................................................... 32
3.1.2.1 Visi .................................................................................................. 32
3.1.2.2 Misi ................................................................................................. 32
3.1.3 Strategi ........................................................................................................ 32
3.1.4 Sistem Pengadaan dan Pendistribusian Barang .......................................... 32
3.1.5 Jenis Pelanggan KFTD (Channel Distribution) .......................................... 33
3.2 Manajemen Operasional ....................................................................................... 34
3.2.1 Manajemen Pengadaan ............................................................................... 34
3.2.1.1 Definisi ............................................................................................ 34
3.2.1.2 Tujuan ............................................................................................. 34
3.2.1.3 Standar Operasional dan Prosedur Pengadaan Barang ................... 35
3.2.1.4 Sasaran ............................................................................................ 36
3.2.1.5 Indikator .......................................................................................... 36
3.2.2 Manajemen Penyimpanan ........................................................................... 37
3.2.2.1 Definisi ............................................................................................ 37
3.2.2.2 Tujuan ............................................................................................. 37
3.2.2.3 Standar Operasional dan Prosedur Penerimaan, Penyimpanan,
dan Pengeluaran Barang .................................................................. 37
3.2.2.4 Sasaran ............................................................................................ 39
3.2.2.5 Indikator .......................................................................................... 39
3.2.3 Manajemen Penjualan dan Pelayanan ......................................................... 39
3.2.3.1 Definisi ............................................................................................ 39
3.2.3.2 Tujuan ............................................................................................. 39
3.2.3.3 Standar Operasional dan Prosedur Penjualan dan Pelayanan
Barang ............................................................................................. 39
3.2.3.4 Sasaran ............................................................................................ 42
3.2.3.5 Indikator .......................................................................................... 42
3.2.4 Manajemen Piutang .................................................................................... 43
3.2.4.1 Definisi ............................................................................................ 43
3.2.4.2 Standar Operasional dan Prosedur Piutang ..................................... 43
3.2.4.3 Sasaran ............................................................................................ 45
3.2.4.4 Indikator .......................................................................................... 45
3.2.5 Manajemen Pembukuan .............................................................................. 46
3.2.5.1 Definisi ............................................................................................ 46
3.2.5.2 Tujuan ............................................................................................. 46
3.2.5.3 Standar Operasional dan Prosedur Pembukuan .............................. 46
3.2.5.4 Sasaran ............................................................................................ 46
3.2.5.5 Indikator .......................................................................................... 47
3.3 Pajak .................................................................................................................. 47
3.3.1 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) .................................................................. 47
3.3.2 Pajak Penghasilan (PPh) ............................................................................. 48
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tempat dan Waktu .............................................................................................. 50
4.2 Kegiatan di KFTD ............................................................................................... 50
4.2.1 Pengadaan Barang ....................................................................................... 51
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
viii
4.2.2 Penerimaan Barang ..................................................................................... 53
4.2.3 Penyimpanan Barang .................................................................................. 53
4.2.3.1 KFTD Cabang Jakarta-1 ................................................................. 54
4.2.3.2 KFTD Cabang Bogor ...................................................................... 55
4.2.3.3 KFTD Cabang Bekasi ..................................................................... 56
4.2.4 Penjualan Barang ........................................................................................ 58
4.2.4.1 Penyiapan dan Pengemasan Barang ................................................ 59
4.2.4.2 Pengiriman Barang .......................................................................... 60
4.2.4.3 Proses Penagihan Piutang ............................................................... 61
4.2.5 Dokumentasi ............................................................................................... 63
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 65
5.2 Saran .................................................................................................................... 65
DAFTAR ACUAN ......................................................................................................... 67
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Diagram pengadaan barang 36
Gambar 3.2 Diagram Penerimaan,Penyimpanan,dan
Pengeluaran Barang 38
Gambar 3.3 Alur Penerimaan, Penyimpanan, dan Pengeluaran Barang 38
Gambar 3.4 Contoh Alat Kontrol Penjualan 40
Gambar 3.5 Diagram Penjualan 42
Gambar 3.6 Diagram pengelolaan piutang 45
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Besar 69
Lampiran 2 Surat Izin Pedagang Besar Farmasi 70
Lampiran 3 Surat Izin Penyalur Alat Kesehatan 71
Lampiran 4 Surat Izin Khusus Sebagai Distributor Narkotika 72
Lampiran 5 Surat Pesanan ke Pihak Unit Logistik Sentral (ULS) 73
Lampiran 6 Surat Pesanan ke Pihak III 74
Lampiran 7 Surat Kirim Barang (SKB) dari UBL ke KFTD Cabang 75
Lampiran 8 Faktur Pembelian dari UBL ke KFTD Cabang 76
Lampiran 9 Tanda Terima Barang dari UBL ke KFTD Cabang 77
Lampiran 10 Surat Pesanan Narkotika Model N.9 78
Lampiran 11 Faktur Pembelian ke Pihak III 79
Lampiran 12 Faktur Pajak Pembelian ke Pihak III 80
Lampiran 13 Faktur Penjualan dari KFTD Cabang ke Pelanggan 81
Lampiran 14 Berita Acara Stok Opnama Faktur 82
Lampiran 15 Nota Inkaso (Sebagai Alat Tagih ke Pelanggan) 83
Lampiran 16 Laporan Distribusi Obat per Customer 84
Lampiran 17 Faktur Penjualan dari Pihak III 85
Lampiran 18 Surat Jalan dari Pihak III 86
Lampiran 19 Kartu Persediaan Barang (Pada Program Navition) 87
Lampiran 20 Kartu Persediaan Barang (Kartu Stok Barang) 88
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011, Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan
berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan,
penyaluran obat dan atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. PBF dalam menyelenggarakan pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran obat dan atau bahan obat wajib menerapkan
Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Cara Distribusi Obat
yang Baik (CDOB) adalah cara distribusi atau penyaluran obat dan atau bahan
obat yang bertujuan uuntuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi sesuai
persyaratan dan tujuan penggunaannya (BPOM RI, 2012).
Semua pihak yang terlibat dalam kegiatan distribusi obat dan/atau bahan
obat di PBF bertanggung jawab untuk memastikan dan menjamin mutu obat
dan/atau bahan obat sesuai dengan Farmakope Indonesia, mulai dari pengadaan,
penyimpanan, dan pendistribusiannya sesuai dengan peraturan yang berlaku, agar
tidak disalahgunakan dan tidak membahayakan kesehatan masyarakat.
Penanggung jawab harus seorang apoteker yang telah memenuhi kualifikasi dan
kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan serta memiliki pengetahuan dan
telah mengikuti pelatihan CDOB yang memuat aspek keamanan, identifikasi obat
dan/atau bahan obat, deteksi dan pencegahan masuknya obat palsu ke dalam rantai
distribusi.
Sebagai mahasiswa program profesi apoteker, perlu adanya pemahaman
tentang peran apoteker di PBF sehingga dapat meningkatkan fungsi dan peran
apoteker dalam mengendalikan dan mengawasi distribusi obat dan alat kesehatan.
PT Kimia Farma (Persero) Tbk. adalah salah satu industri yang bergerak dalam
bidang kesehatan masyarakat dan memegang peranan penting untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat akan produk yang berkhasiat obat. Oleh karena itu,
Universitas Indonesia bekerja sama dengan PT Kimia Farma Trading and
Distribution yang bergerak dalam bidang distribusi dan penyaluran sediaan
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
2
Universitas Indonesia
farmasi dalam melaksanakan praktek kerja profesi apoteker pada tanggal 6 Januari
– 17 Februari 2014. Melalui kegiatan ini diharapkan mahasiswa calon apoteker
mendapatkan ilmu dan pengalaman kerja yang nantinya dapat diterapkan secara
nyata dalam menjalankan perannya sebagai apoteker.
1.2 Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT Kimia Farma Trading and
Distribution bertujuan untuk :
a) Mengetahui dan memahami cara Distribusi Obat yang Baik di PT Kimia
Farma Trading and Distribution.
b) Memahami peran serta tanggung jawab apoteker di Pedagang Besar
Farmasi (PBF).
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1 Pedagang Besar farmasi (PBF)
2.1.1 Definisi PBF
Menurut Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011,
pedagang besar farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yag memiliki
izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan atau bahan obat dalam
jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. PBF dan PBF
cabang dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat
dan atau bahan obat wajib menerapkan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat
yang Baik (CDOB). Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) adalah cara
distribusi atau penyaluran obat dan atau bahan obat yang bertujuan uuntuk
memastikan mutu sepanjang jalur distribusi sesuai persyaratan dan tujuan
penggunaannya (BPOM RI, 2012).
2.1.2 Landasan Hukum PBF
PBF memiliki landasan hukum yang diatur dalam :
a. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011
tentang Pedagang Besar Farmasi.
b. Peraturan Menteri Kesehatan Kesehatan RI Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin
Kerja Tenaga Kefarmasian.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
d. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
e. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
4
Universitas Indonesia
2.1.3 Tugas dan Fungsi PBF
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF dimana PBF memiliki tugas dan
fungsi, yaitu sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat.
b. Memastikan mutu sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai
persyaratan dan tujuan penggunaannya.
c. Sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.
2.1.4 Persyaratan PBF
Suatu PBF beroperasi setelah mendapat surat izin. Selama PBF tersebut
masih aktif melakukan kegiatan pengelolaan obat maka seluruh kegiatan yang
dilaksanakan di PBF tersebut wajib berdasarkan kepada CDOB.
2.1.4.1 Tempat atau Lokasi
Lokasi PBF dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi efisiensi dan
efektivitas dalam pengadaan dan penyaluran obat ke sarana pelayanan kesehatan
dan faktor-faktor lainnya.
2.1.4.2 Bangunan
Suatu PBF harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi
persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan
fungsi PBF. Suatu PBF paling sedikit memiliki ruang tunggu, ruang penerimaan
obat, ruang penyiapan obat, ruang administrasi, ruang kerja apoteker, gudang obat
jadi, ruang makan, dan kamar kecil. Bangunan PBF dilengkapi dengan sumber air
yang memenuhi syarat kesehatan, pencahayaan yang memadai, alat pemadam
kebakaran, ventilasi, dan sanitasi yang baik.
Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa
kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang
memadai, kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan, penanganan
obat yang baik, dan area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang
memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
5
Universitas Indonesia
aman.
Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah, terlindung
dari kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan
peralatan yang memadai. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan, dan
pengiriman hanya diberikan kepada personil yang berwenang, yakni dengan
adanya sistem alarm dan kontrol akses yang memadai (Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia, 2012).
Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih, bebas dari sampah dan
debu serta harus dirancang dan dilengkapi sehingga memberikan perlindungan
terhadap masuknya serangga, hewan pengerat atau hewan lain. Ruang istirahat,
toilet, dan kantin untuk personil harus terpisah dari area penyimpanan. Selain itu,
harus disediakan area khusus seperti penyimpanan obat-obatan narkotika seperti
yang telah ditetapkan dalam CDOB (Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia, 2012).
2.1.4.3 Perlengkapan PBF
Suatu PBF yang ingin beroperasi harus memiliki perlengkapan yang
memadai agar dapat mendukung pendistribusian obat jadi. Perlengkapan yang
harus dimiliki, yaitu peralatan penyimpanan obat dan perlengkapan administrasi.
a. Peralatan dan tempat penyimpanan obat seperti lemari obat jadi, lemari
pendingin (kulkas), lemari untuk menyimpan produk kembalian, kontainer
untuk pengiriman barang, dan box es untuk pengiriman obat dengan suhu
penyimpanan rendah.
b. Perlengkapan administrasi terkait dokumen penjualan, pembelian, dan
penyimpanan seperti blanko pesanan, blanko faktur, blanko tukar faktur,
bilyet giro, blanko faktur pajak, blanko surat jalan, kartu stok obat, bukti
penerimaan pembayaran, form retur, dan stempel PBF.
c. Buku-buku dan literatur standar yang diwajibkan, serta kumpulan
perundang-undangan yang berhubungan dengan kegiatan di PBF.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
6
Universitas Indonesia
2.1.5 Apoteker Penanggung Jawab di PBF
Manajemen puncak dalam fasiitas distribusi harus menunjuk seorang
penanggung jawab. Penanggung jawab harus memenuhi tanggung jawabnya,
bertugas purna waktu, dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Jika penanggung jawab fasilitas distribusi tidak dapat
melaksanakan tugasnya dalam waktu yang ditentukan maka harus dilakukan
pendelegasian tugas kepada tenaga teknis kefarmasian. Tenaga kefarmasian yang
mendapat pendelegasian wajib melaporkan kegiatan yang dilakukan kepada
penanggung jawab (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,
2012).
Penanggung jawab mempunyai uraian tugas yang harus memuat
kewenangan dalam hal pengambilan keputusan sesuai dengan tanggung jawabnya.
Manajemen fasilitas distribusi harus memberikan kewenangan, sumber daya, dan
tanggung jawab yang diperlukan kepada penanggung jawab untuk menjalankan
tugasnya (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012).
Penanggung jawab harus seorang Apoteker yang memenuhi kualifikasi
dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. Disamping itu, telah
memiiki pengetahuan dan mengikuti pelatihan CDOB yang memuat aspek
keamanan, identifikasi obat dan atau bahan obat, deteksi dan pencegahan
masuknya obat dan atau bahan obat palsu ke dalam rantai distribusi (Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012).
Penanggung jawab dalam pelaksanaan tugasnya harus memastikan bahwa
fasilitas distribusi telah menerapkan CDOB dan memenuhi pelayanan publik.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin praktik, dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian menjelaskan bahwa Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang
telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
Sedangkan Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker
dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli
Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi atau Asisten
Apoteker.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
7
Universitas Indonesia
Apoteker yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memenuhi
persyaratan, yaitu sebagai berikut (Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
Pasal 35, 37, 52, 54):
a. Memiliki keahlian dan kewenangan.
b. Menerapkan Standar Profesi.
c. Didasarkan pada Standar Kefarmasian dan Standar Operasional.
d. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
e. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA).
Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) merupakan bukti tertulis yag
diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi. STRA berlaku 5
(lima) tahun dan dapat diperpanjng untuk jangka waktu lima tahun selama masih
memnuhi persyaratan. Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi
persyaratan, yaitu sebagai berikut (Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
Pasal 40):
a. Memiliki ijazah Apoteker.
b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker.
d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
memiliki surat izin praktik.
e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
f. Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebnyak 2 (dua) lembar dan
ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
Setelah memenuhi persyaratan di atas, seorang Apoteker yang akan
bekerja sebagai Apoteker Penanggung Jawab (APJ) di PBF wajib memiliki Surat
Izin Kerja Apoteker (SIKA). SIKA adalah surat izin praktik yag diberikan kepada
Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasiian pada fasilitas
produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran. SIKA hanya diberikan untuk 1
(satu) tempat fasilitas kefarmasian. Untuk memperoleh SIKA, Apoteker
mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota
tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan serta harus menerbitkan SIKA paling
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
8
Universitas Indonesia
lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan
lengkap. Berkas-berkas yang harus dilampirkan untuk permohonan SIKA, yaitu
sebagai berikut:
a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh Komite Farmasi Nasional (KFN).
b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan
dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas
produksi atau distribusi atau penyaluran.
c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi.
d. Pasfoto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4
sebanyak 2 (dua) lembar.
Pencabutan SIKA oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota
dapat dilakukan apabila:
a. Atas permintaan yang bersangkutan.
b. STRA atau STRTTK tidak berlaku lagi.
c. Yang bersangkutan tidak bekerja pada tempat yang tercantum dalam surat
izin.
d. Yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental
untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan pembinaan dan
pengawasan dan ditetapkan dengan surat keterangan dokter.
e. Melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian berdasarkan
rekomendasi KFN.
f. Melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan
dengan putusan pengadilan.
Menurut Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik tahun 2012, Apoteker
Penanggung Jawab (APJ) PBF memiliki tugas dan tanggung jawab, yaitu sebagai
berikut:
a. Menyusun, memastikan, dan mempertahankan penerapan sistem
manajemen mutu.
b. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta
menjaga akurasi dan mutu dokumentasi.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
9
Universitas Indonesia
c. Menyusun dan/atau menyetujui program latihan dasar dan pelatihan
lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam
kegiatan distribusi.
d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan
penarikan obat dan/atau bahan obat.
e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif.
f. Melakukan kuaifikasi dan persetujuan terhadap pemaok dan pelanggan.
g. Meluluskan obat kembalian untuk dikembalikan ke dalam stok obat yang
memenuhi syarat jual.
h. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan
penerima kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-
masing pihak yang berkaitan dengan distribusi dan/atau transportasi obat.
i. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan
tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan.
j. Mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian
yang telah mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang
tidak berada di tempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan
dokumen yang terkait dengan setiap pendelegasian yang dilakukan.
k. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau
memusnahkan obat kembalian, rusak, hasil penarikan kembali atau diduga
palsu.
2.1.6 Tata Cara Perizinan PBF
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, setiap pendirian PBF wajib memiliki
izin dari Direktur Jenderal yang dapat diperoleh apabila pemohon mengajukan
permohonan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan,
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM dengan menggunakan
Formulir 1. Izin PBF berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang
selama memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
10
Universitas Indonesia
b. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
c. Memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai
penanggung jawab.
d. Komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat,
baik langsung maupun tidak langsung dalam pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang farmasi.
e. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan
pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat serta dapat menjamin
kelancaran pelaksaan tugas dan fungsi PBF.
f. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan
yang menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan.
g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai
CDOB.
Permohonan harus ditandatangani oleh direktur/ketua dan apoteker calon
penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administrasi sebagai berikut :
a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas direktur/ketua.
b. Susunan direksi/pengurus.
c. Pernyataan komisaris/dewan pengaws dan direksi/pengurus tidak pernah
terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi.
d. Akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan
perundangan-undangan.
e. Surat Tanda Daftar Perusahaan.
f. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan.
g. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak.
h. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang.
i. Peta lokasi dan denah bangunan.
j. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab.
k. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
11
Universitas Indonesia
Alur pengajuan perizinan Pedagang Besar Farmasi (PBF), yaitu sebagai
berikut :
a. Paling lama dalam waktuu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan
permohonan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi
keengkapan administratif.
b. Peling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan
permohonan, Kepala Balai POM melakukan audit pemenuhan persyaratan
CDOB.
c. Paling lama dalam 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi
kelengkapan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
mengeluarkan rekomendasi pemenuhan kelengkapan administratif kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Balai POM dan
pemohon dengan menggunakan Formulir 2.
d. Paling lama dalam 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi
persyaratan CDOB, Kepala Balai POM mengeluarkan rekomendasi hasil
analisis pemenuhan persyaratan CDOB kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan
pemohon dengan menggunakan Formulir 3.
e. Paling lama dalam 6 (enam) hari kerja sejak menerima rekomendasi serta
persyaratan lainnya yang ditetapkan, Direktur Jenderal menerbitkan izin
PBF dengan menggunakan Formulir 4.
f. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada poin (3), (4), (5) tidak
dilaksanakan pada waktunya, pemohon dapat membuat surat pernyatan
siap melakukan kegiatan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada Kepala Badan, Kepala Balai POM, dan Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi dengan menggunakan Formulir 5.
g. Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya surat pernyataan
sebagaimana dimaksud pada poin (f), Direktur Jenderal menerbitkan izin
PBF dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala Balai
POM.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
12
Universitas Indonesia
2.1.7 Pencabutan Izin PBF
Izin PBF dinyatakan tidak berlaku apabila:
a. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang;
b. Dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan; atau
c. Izin PBF dicabut.
2.1.8 Penyelenggaraan PBF
Penyelenggaraan PBF diatur dalam Peraturan Menteri Keehatan Republik
Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF yang menyebutkan
bahwa PBF hanya dapat mengadakan, menyimpan, dan menyalurkan obat yang
memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri. Untuk pengadaan obat
di PBF, PBF hanya dapat melasanakan pengadaan obat dari industrifarmasi
dan/atau sesama PBF. Sedangkan PBF cabang hanya dapat melaksanakan
pengadaan obat dan/atau bahan obat dari PBF pusat.
Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab yang telah
memiliki izin yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan
pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat. Selain itu, apoteker penanggung
jawab dilarang merangkap jabatan sebagai direksi/pengurus PBF. Jika terjadi
pergantian apoteker penanggung jawab, direksi/pengurus PBF wajib melaporkan
kepada Direktur Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-
lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja.
PBF dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran
obat wajib menerapkan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)
(Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012). Sertifikat
CDOB akan diberikan pada PBF yang telah menerapkan CDOB.
Setiap PBF wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan,
dan penyaluran di tempat usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB.
Dokumentasi tersebut dapat dilakukan secara elektronik. Dokumentasi tersebut
dapat digunakan sebagai penelusuran kegiatan yang dilakukan oleh PBF dan
untuk keperluan pemerisaan petugas yang berwenang.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
13
Universitas Indonesia
2.1.8.1 Pengadaan
Sebelum melakukan pengadaan obat di PBF harus dilakukan kualifikasi
yang tepat sebelum pengadaan dilaksanakan. Pemilihan pemasok, termasuk
kualifikasi dan persetujuan penunjukannya, merupakan hal operasional yang
penting. Pemilihan pemasok harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan
hasilnya didokumentasikan serta diperiksa ulang secara berkala. Jika obat
dan/atau bahan obat diperoleh dari industri farmasi maka fasilitas distribusi wajib
memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip
dan pedoman CPOB sedangkan jika bahan obat diperoleh dari industri non-
farmasi yang memproduksi bahan obat dengan standar mutu farmasi maka
fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin
serta menerapkan prinsip CPOB. Pengadaan obat dan/atau bahan obat harus
dikendalikan dengan prosedur tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta
didokumentasikan (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,
2012).
2.1.8.2 Penyaluran
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, PBF hanya dapat menyalurkan obat
kepada PBF lain, dan fasiitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan, meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas,
klinik dan toko obat (selain obat keras).
Dalam pelaksanaan penyaluran sediaan farmasi di PBF terdapat beberapa
ketentuan, yakni meliputi :
a. Penyaluran Obat
1) Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dapat menyalurkan obat
kepada instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Namun, PBF tidak dapat menyalurkan
obat keras kepada toko obat.
2) PBF hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras
berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola
apotek atau apoteer penanggung jawab.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
14
Universitas Indonesia
b. Penyaluran Narkotika
Setiap PBF yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran
narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
c. Penyaluran Psikotropika
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika,
penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran dilakukan oleh pabrik obat,
pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah.
Penyaluran psikotropika salah satunya dapat dilakukan oleh:
1) Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana
penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga
penelitian dan/atau lembaga pendidikan.
2) Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lainnya,
apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit,
dan lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan.
Psikotropika golongan 1 hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan
pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga
pendidikan guna kepentingan ilmu pengetahuan. Sedangkan psikotropika yang
digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan hanya dapat disalurkan oleh
pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau
lembaga pendidikan yang bersangkutan.
Ekspor psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau pedagang
besar farmasi yang telah memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan impor
psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau pedagang besar
farmasi yang telah memiliki izin sebagai importir sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta lembaga penelitian atau
lembaga pendidikan.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
15
Universitas Indonesia
2.1.9 Pelaporan Kegiatan PBF
Setiap PBF wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan
sekali namun dapat diminta setiap saat, meliputi kegiatan penerimaan dan
penyaluran obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala
Badan, Kepala Dinas kesehatan Provinsi, dan Kepala Balai POM.
Setiap PBF yang menyalurkan narkotika dan psikotropika wajib
menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Laporan tersebut dapat dilakukan
secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
Selain itu, laporan tersebut harus dapat diperiksa oleh petugas yag berwenang.
2.1.10 Larangan PBF
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, terdapat beberapa hal yang dilarang
untuk dilakukan di PBF, yaitu :
a. Setiap PBF dilarang menjual obat secara eceran.
b. Setiap PBF dilarang menerima dan/atau melayani resep dokter.
2.2 Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)
2.2.1 Manajemen Mutu
Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup
tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko terkait dengan kegiatan
yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat
dan/atau bahan obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses
distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara
sistematis dan semua tahapan kritis protes distribusi dan perubahan yang
bermakna harus divalidasi dan didokumentasikan. Sistem mutu harus mencakup
prinsip manajemen risiko mutu. Pencapaian sasaran mutu merupakan tanggung
jawab dari penanggung jawab fasilitas distribusi, membutuhkan kepemimpinan
dan partisipasi aktif serta harus didukung oleh komitmen manajemen puncak.
Manajemen mutu yang diuraikan dalam CDOB (2012), meliputi sistem
mutu, pengelolaan kegiatan berdasarkan kontrak, kajian dan pemantauan
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
16
Universitas Indonesia
manajemen, dan manajemen risiko mutu.
Dalam suatu organisasi harus ada kebijakan mutu terdokumentasi yang
menguraikan maksud keseluruhan dan persyaratan fasilitas distribusi yang
berkaitan dengan mutu, sebagaimana dinyatakan dan disahkan secara remi oleh
manajemen. Sistem mutu harus memastikan bahwa:
a. Obat dan/atau bahan obat diperoleh, disimpan, disediakan, dikirimkan atau
diekspor dengan cara yang sesuai dengan persyaratan CDOB.
b. Tanggung jawab manajemen ditetapkan secara jelas.
c. Obat dan/atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam jangka
waktu yang sesuai.
d. Kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut
dilakukan.
e. Penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan
didokumentasikan dan di selidiki.
f. Tindakan perbaikan dan pencegahan (Corrective Action Preventive Action)
atau CAPA yang tepat untuk memperbaiki dan mencegah terjadinya
penyimpangan sesuai dengan prinsip manajemen risiko mutu.
Sistem manajemen mutu harus mencakup pengendalian dan pengkajian
berbagai kegiatan berdasarkan kontrak. Proses ini harus mencakup manajemen
risiko mutu yang meliputi penilaian terhadap pihak yang ditunjuk, penetapan
tanggung jawab dan proses komunikasi, dan pemantauan dan pengkajian secara
teratur.
Manajemen puncak harus memiliki proses formal untuk mengkaji sistem
manajemen mutu secara periodik. Kajian tersebut mencakup pengukuran
pencapaian sasaran, penilaian indikator kinerja, peraturan, pedoman dan hal baru
yang berkaitan dengan mutu, inovasi, perubahan iklim usaha dan bisnis.
Bagian terakhir dalam manajemen mutu adalah manajemen risiko mutu
yang merupakan suatu proses sistematis untuk menilai, mengendalikan,
mengkomunikasikan dan mengkaji risiko terhadap mutu obat dan/atau bahan obat.
Hal ini dapat dilaksanakan baik secara proaktif maupun retrospektif.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
17
Universitas Indonesia
2.2.2 Organisasi, Manajemen, Personalia
Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta
distribusi obat dan/atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada personil
yang menjalaninya. Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk
melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi.
Tanggung jawab masing-masing personil harus dipahami dengan jelas dan dicatat.
Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan
dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung jawabnya.
Didalam perusahaan harus ada struktur organisasi untuk tiap bagian yang
dilengkapi dengan bagan organisasi yang jelas. Tanggung jawab, wewenang dan
hubungan antar semua personil harus ditetapkan dengan jelas. Manajemen puncak
di fasilitas distribusi harus menunjuk seorang penanggung jawab. Penanggung
jawab harus seorang apoteker yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai
peraturan perundang-undangan. Selain itu setiap personil lainnya harus kompeten
dan dalam jumlah yang memadai. Perlu dilakukan pelatihan terhadap personil
secara berkala untuk meningkatkan kompetensinya. Untuk mendukung kegiatan
yang dilakukan perlu ditetapkan higiene personil. Harus tersedia prosedur tertulis
berkaitan dengan higiene personil yang relevan dengan kegiatannya mencakup
kesehatan, higiene, dan pakaian kerja.
2.2.3 Bangunan dan Peralatan
Fasilitas distribusi harus memililiki bangunan dan peralatan untuk
menjamin perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahan obat meliputi gedung-
gedung, gudang dan penyimpanan. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia (2012), persyaratan bangunan dan peralatan sesuai CDOB
yaitu sebagai berikut:
a. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa
kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai
keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan
penyimpanan dan penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan
dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan
semua kegiatan dilaksanakan secara akurat.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
18
Universitas Indonesia
b. Jika bangunan (termasuk sarana penunjang) bukan milik sendiri, maka
harus tersedia kontrak tertulis dan pengelolaan bangunan tersebut.
c. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan/atau bahan obat yang
menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat
dan/atau bahan obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak,
yang akan dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kedaluwarsa dari obat
dan/atau bahan obat yang dapat disalurkan.
d. Jika diperlukan area penyimpanan dengan kondisi khusus, harus dilakukan
pengendalian yang memadai untuk menjaga agar semua bagian terkait
dengan area penyimpanan berada dalam parameter suhu, kelembaban, dan
pencahayaan yang dipersyaratkan.
e. Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat dan/atau bahan
obat yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai
dengan peraturan perundang-undangan (misalnya narkotika).
f. Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat dan/atau bahan
obatyang mengandung bahan radioaktif dan bahan berbahaya lain yang
dapat menimbulkan risiko kebakaran atau leakan (misalnya gas
bertekanan, mudah terbakar, cairan, dan padatan mudah menyala) sesuai
persyaratan keselamatan dan keamanan.
g. Area penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman harus terpisah, terlindung
dari kondisi cuaca dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan
peralatan yang memadai.
h. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman hanya
diberikan kepada personil yang berwenang. Langkah pencegahan dapat
berupa sistem alam dan kontrol akses yang memadai.
i. Harus tersedia prosedur tertulis yag mengatur personil termasuk personil
kontrak yang memiliki akses terhadap obat dan/atau bahan obatdi area
penerimaan, penyimpanan dan pengiriman, untuk meminimalkan
kemungkinan obat dan/atau bahan obatdiberikan kepada pihak yang tidak
berhak.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
19
Universitas Indonesia
j. Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah
dan debu. Harus tersedia prosedur tertulis, program pembersihan dan
dokumentasi pelaksanaan pembersihan.
k. Ruang istirahat, toilet, dan kantin untuk personil harus terpisah dari area
penyimpanan.
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2012),
persyaratan peralatan sesuai CDOB adalah :
a. Semua peralatan harus didesain untuk penyimpanan dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat harus didesain, diletakkan dan dipelihara sesuai
dengan standar yang ditetapkan. Harus tersedia program perawatan untuk
peralatan vital, seperti termometer, genset, dan chiller.
b. Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau memonitor
lingkungan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus dikalibrasi, serta
kebenaran dan kesesuaian tujuan penggunaan diverifikasi secara berkala
dengan metodologi yang tepat.
c. Kegiatan perbaikan, pemeliharaan, dan kalibrasi perlaatan harus dilakukan
sedemikian rupa sehingga tidak mempegaruhi obat dan/atau bahan obat.
d. Dokumentasi yang memadai untuk kegiatan perbaikan, pemeliharaan, dan
kalibrasi peralatan utama harus dibuat dan disimpan. Peralatan tersebut
misalnya tempat penyimpanan suhu dingin, termohigrometer, atau alat lain
pencatat suhu dan kelembaban, unit pengendali udara dan peralatan lain
yang digunakan pada rantai distribusi.
2.2.4 Operasional
Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat
memastikan bahwa identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang dan
distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada kemasan.
Bagian operasional terdiri dari proses penerimaan, penyimpanan, pemisahan,
pemusnahan, pengambilan, pengemasan, dan pengiriman obat dan/atau bahan
obat.
Proses penerimaan obat dan/atau bahan obat ditujukan untuk memastikan
bahwa kiriman obat dan/atau bahan obatyang diterima benar, berasal dari
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
20
Universitas Indonesia
pemasok yang disetujui, tidak rusak atau tidak mengalami perubahan selama
transportasi. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh diterima jika kedaluwarsa atau
mendekati tanggal kedaluwarsa sehingga kemungkinan besar obat dan/atau bahan
obat telah kedaluwarsa sebelum digunakan oleh konsumen. Selain itu, nomor
batch dan tanggal kedaluwarsa obat dan/atau bahan obat harus dicatat pada saat
penerimaan untuk mempermudah penelusuran. Jika ditemukan obat dan/atau
bahan obat diduga palsu, batch tersebut harus segera dipisahkan dan dilaporkan ke
instansi berwenang, dan ke pemegang izin edar. Pengiriman obat dan/atau bahan
obat yang diterima dari saran transportasi harus diperiksa sebagai bentuk
verifikasi terhadap keutuhan kontainer/sistem penutup, fisik, dan fitur kemasan
serta label kemasan.
Proses penyimpanan dan penanganan obat dan/atau bahan obat harus
mematuhi peraturan perundnag-undangan. Kondisi penyimpanan untuk obat
dan/atau bahan obat harus sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi atau
non-farmasi yang memproduksi bahan obat standar mutu farmasi. obat dan/atau
bahan obat harus disimpan terpisah dari produk selain obat dan/atau bahan obat
dan terlindung dari dampak yang tidak diinginkan akibat paparan cahaya
matahari, suhu, kelembaban atau faktor eksternal lain. Perhatian khusus harus
diberikan untuk obat dan/atau bahan obat yang membutuhkan kondisi
penyimpanan khusus.
Kegiatan yang terkait dengan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus
memastikan terpenuhinya kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan dan
memnungkinkan penyimpanan secara teratur sesuai kategorinya; obat dan/atau
bahan obat dalam status karantina, diluluskan, ditolak, dikembalikan, ditarik atau
diduga palsu.
Harus diambil langkah-langkah untuk memastikan rotasi stok sesuai
dengan tanggal kedaluwarsa obat dan/atau bahan obat mengikuti kaidah First
Expired First Out (FEFO). Obat dan/atau bahan obat harus ditangani dan
disimpan sedemikian rupa untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi,
dan campur baur. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh langsung diletakkan
dilantai. Obat dan/atau bahan obat yang kedaluwarsa harus segera ditarik,
dipisahkan secara fisik dan diblokir secara elektronik. Penarikan secara fisik
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
21
Universitas Indonesia
untuk obat dan/atau bahan obat kedaluwarsa harus dilakukan secara berkala.
Untuk menjaga akurasi persediaan stok, harus dilakukan stock opname
secara berkala berdasarkan pendekatan risiko. Perbedaan stok harus diselidiki
sesuai dengan prosedur tertulis yang ditentukan untuk memeriksa ada tidaknya
campur-baur, kesalahan keluar-masuk, pencurian, penyalahgunaan obat dan/atau
bahan obat. Dokumentasi yang berkaitan dengan penyelidikan harus disimpan
untuk jangka waktu yang telah ditentukan.
Pemusnahan obat dan/atau bahan obat dilaksanakan terhadap obat dan/atau
bahan obat yang tidka memenuhi syarat untuk didistribusikan. Obat dan/atau
bahan obat yang akan dimusnahkan harus diidentifikasi secara tepat, diberi label
yang jelas, disimpan secara terpisah da terkunci serta ditangani sesuai dengan
prosedur tertulis. Prosedur tertulis tersebut harus memperhatikan dampak terhadap
kesehatan, pencegahan pencemaran lingkungan dan kebocoran/penyimpangan
obat dan/atau bahan obat kepada pihak yang tidak berwenang.
Proses pengambilan obat dan/atau bahan obat harus dilakukan dengan
tepat sesuai dengan dokumen yang tersedia untuk memastikan obat dan/atau
bahan obat yang diambil benar. Obat dan/atau bahan obat yang diambil harus
memiliki masa simpan yang cukup sebelum kedaluwarsa dan berdasarkan sistem
FEFO. Nomor batch obat dan/atau bahan obat harus dicatat. Pengecualian dapat
diizinkan jika ada kontrol yang memadai untuk mencegah pendistribusian obat
dan/atau bahan obat kedaluwarsa.
Obat dan/atau bahan obat harus dikemas sedemikian rupa sehingga
kerusakan, kontaminasi, dan pencurian dapat dihindari. Kemasan harus memadai
untuk mempertahankan kondisi penyimpanan obat dan/atau bahan obat selama
transportasi. Kontainer obat dan/atau bahan obat yang akan dikirimkan harus
disegel.
Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus ditujukan kepada pelanggan
yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk
penyaluran obat dan/atau bahan obat ke pihak yang berwenang atau berhak untuk
keperluan khusus seperti penelitian, special access, dan uji klinik, harus
dilengkapi dengan dokumen yang mencakup tanggal, nama obat dan/atau bahan
obat, bentuk sediaan, nomor batch, jumlah, nama, dan alamat pemasok, nama dan
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
22
Universitas Indonesia
alamat pemesan atau penerima. Proses pengiriman dan kondisi penyimpanan
harus sesuai dengan persyaratan obat dan/atau bahan obat dari industri farmasi.
Dokumentasi harus disimpan dan mampu ditelusuri. Dokumen untuk pengiriman
obat dan/atau bahan obat harus disiapkan dan harus mencakup sekurang-
kurangnya informasi, yaitu sebagai berikut :
a. Tanggal pengiriman;
b. Nama lengkap, alamat (tanpa akronim), nomor telepon dan status dari
penerima (misalnya Apotek, rumah sakit atau klinik);
c. Deskripsi obat dan/atau bahan obat misalnya nama, bentuk sediaan dan
kekuatan (jika perlu);
d. Nomor batch dan tanggal kedaluwarsa;
e. Kuantitas obat dan/atau bahan obat yaitu jumlah kontainer dan kuantitas
perkontainer (jika perlu);
f. Nomor dokumen untuk identifikasi order pengiriman;
g. Transportasi yang digunakan mencakup nama dan alamat perusahaan
ekspedisi serta tanda tangan dan nama jelas personil ekspedisi yang
menerima (jika menggunakan jasa ekspedisi) dan kondisi penyimpanan.
2.2.5 Inspeksi Diri
Inspeksi diri adalah inspeksi yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap
sistem. Inspeksi diri dilakukan untuk mengukur kinerja dan mengetahui apakah
sistem yang direncanakan dan dijalankan sudah memenuhi standar. Inspeksi diri
di lembaga distribusi obat dilakukan secara periodik. Inspeksi diri harus dilakukan
dalam rangka memantau pelaksanaan dan kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB
dan untuk bahan tindak lanjut langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.
Program inspeksi diri harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang
ditetapkan dan mencakup semua aspek CDOB serta kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, pedoman, dan prosedur tertulis. Inspeksi diri tidak hanya
dilakukan pada bagian tertentu saja.
Inspeksi dir harus dilakukan dengan cara yang independen dan rinci oleh
personil yang kompeten dan ditunjuk oleh perusahaan. Audit eksternal yang
dilakukan oleh ahli independen dapat membantu namun tidak bisa dijadikan
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
23
Universitas Indonesia
sebagai satu-satunya cara untuk memastikan kepatuhan terhadap penerapan
CDOB.
Audit terhadap kegiatan yang disubkontrakkan harus menjadi bagian dari
program inspeksi diri. Semua pelaksanaan inspeksi diri harus dicatat. Laporan
harus berisi semua pengamatan yang dilakukan selama inspeksi. Salinan laporan
tersebut harus disampaikan kepada manajemen dan pihak terkait lainnya. Jika
dalam pengamatan ditemukan adanya penyimpangan dan/atau kekurangan, maka
penyebabknya harus diidentifikasi dan dibuat CAPA. CAPA harus
didokumentasikan dan ditindaklanjuti.
2.2.6 Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan
Penarikan Kembali
Jika terjadi keluhan maka semua keluhan dan informasi lain tentang obat
dan/atau bahan obat berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji, dan diselidiki
sesuai dengan prosedur tertulis serta harus tersedia dokumentasi untuk setiap
proses penanganan keluhan termasuk pengembalian dan penarikan kembali serta
dilaporkan kepada pihak yang berwenang. Jika obat ternyata dapat dijual kembali
maka harus melalui persetujuan dari personil yang bertanggung jawab sesuai
dengan kewenangannya. Adapun persyaratan obat dan/atau bahan obat yang layak
dijual kembali, antara lain jika:
a. Obat dan/atau bahan obat dalam kemasan asli dan kondisi yang memenuhi
syarat serta memenuhi ketentuan.
b. Obat dan/atau bahan obat kembalian selama pengiriman dan penyimpanan
ditangani sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan.
c. Obat dan/atau bahan obat kembalian diperiksa dan dinilai oleh
penanggung jawab atau personil yang terlatih, kompeten dan berwenang.
d. Fasilitas distribusi mempunyai bukti dokumentasi tentang kebenaran asal-
usul obat dan/atau bahan obat termasuk identitas obat dan/atau bahan obat
untuk memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat kembalian tersebut
bukan obat dan/atau bahan obat palsu.
Sedangkan untuk obat dan/atau bahan obat diduga palsu, penyalurannya
harus dihentikan, segera dilaporkan ke instansi terkait dan menunggu tindak lanjut
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
24
Universitas Indonesia
dari instansi yang berwenang. Setelah ada pemastian bahwa obat dan/atau bahan
obat tersebut palsu, maka harus segera ditindaklanjuti sesuai dengan instruksi dari
instansi yang berwenang.
2.2.7 Transportasi
Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi yang
memadai. Obat dan/atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan
sesuai dengan informasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus
digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut, udar atau kombinasi diatas.
Apapun transportasi yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat dan/atau
bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang dapat
mengurangi mutu. Pendekatan berbasis risiko harus digunakan ketika
merencanakan rute transportasi.
Obat dan/atau bahan obat dan kontainer pengiriman harus aman untuk
mencegah akses yang tidak sah. Kendaraan dan personil yang terlibat dalam
pengiriman harus dilengkapi dengan peralatan keamanan tambahan yang sesuai
untuk mencegah pencurian obat dan/atau bahan obat dan penyelewengan lainnya
selama transportasi. Kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan untuk obat
dan/atau bahan obat harus dipertahankan selama transportasi sesuai dengan yang
ditetapkan pada informasi kemasan. Jika menggunakan kendaraan berpendingin,
alat pemantau suhu selama transportasi harus dipelihara dan dikalibrasi secara
berkala atau minimal sekali setahun. Persyaratan ini meliiputi pemetaan suhu pada
kondisi yang representatif dan harus mempertimbangkan variasi musim. Jika
diperlukan, pelanggan dapat memperoleh dokumen data suhu untuk menunjukkan
bahwa obat dan/atau bahan obat tetap dalam kondisi suhu penyimpanan yang
dipersyaratkan selama transportasi.
2.2.8 Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak
Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan kemasan khasiat
dan mutu obat dan/atau bahan obat meliputi kontrak antar fasilitas distribusi dan
kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa antara lain
transportasi, pengendalian hama, pergudangan, kebersihan dan sebagainya. Semua
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
25
Universitas Indonesia
kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak serta
setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan CDOB.
Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi yang
diperlukan oleh penerima kontrak. Pemberi kontrak harus melakukan pengawasan
terhadap penerima kontrak dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan sesuai
dengan prinsip dan pedoman CDOB. Penerima kontrak harus memiliki tempat,
personil yang kompeten, peralatan, pengetahuan dan pengalaman dalam
melaksanakan tugas yang dikontrakkan oleh pemberi kontrak. Penerima kontrak
tidak diperbolehkan untuk mengalihkan pekerjaan yang dipercayakan oleh
pemberi kontrak kepada pihak ketiga sebelum dilakukannya evaluasi, dan
mendapatkan persetujuan dari pemberi kontrak serta dilakukannya audit ke pihak
ketiga tersebut.
2.2.9 Dokumentasi
Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan distribusi
(pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan pelaporan), prosedur tertulis dan
dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu. Menurut CDOB, dokumentasi
yang baik merupakan bagian penting dari sistem manajemen mutu. Dokumentasi
dilakukan dengan tujuan, yaitu sebagai berikut:
a. Menjamin semua pelaksanaan distribusi berjalan sesuai dengan panduan
mutu dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b. Apabila terjadi penyelewengan sistem, maka dapat ditelusuri dengan
sistem dokumentasi perjalanan distribusi.
c. Untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan untuk memudahkan
penelusuran, antara lain sejarah batch, instruksi dan prosedur, maka
dokumentasi harus tertulis jelas.
Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk, kontrak,
catatan dan data dalam bentuk kertas maupun elektronik. Dicatat dengan jelas dan
rinci merupakan dasar untuk memastikan bahwa setiap personil melaksanakan
kegiatan sesuai uraian tugas sehingga memperkecil risiko kesalahan. Dokumentasi
distribusi harus mencakup informasi, yaitu sebagai berikut:
a. Tanggal;
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
26
Universitas Indonesia
b. Nama obat dan/atau bahan obat;
c. Nomor batch;
d. Tanggal kedaluwarsa;
e. Jumlah yang diterima/disalurkan;
f. Nama dan alamat pemasok/pelanggan.
Dokumentasi harus dibuat pada saat kegiatan berlangsung sehingga mudah
untuk ditelusuri. Dokumentasi harus komprehensif mencakup ruang lingkup
kegiatan fasilitas distribusi dan ditulis dalam bahasa yang jelas, dimengerti oleh
personil dan tidak berarti ganda. Prosedur tertulis harus disetujui, ditandatangani
dan diberi tanggal oleh personil yang berwenang. Prosedur tertulis tidak ditulis
tangan dan harus tercetak.
Setiap perubahan yang dibuat dalam dokumentasi harus ditandatangani,
diberi tanggal dan memungkinkan pembacaan informasi yang asli. Jika
diperlukan, alasan perubahan harus dicatat dan seluruh dokumentasi harus tersedia
sebagaimana mestinya. Semua dokumentasi harus mudah didapat kembali,
disimpan dan dipelihara pada tempat yang aman untuk mencegah dari perubahan
yang tidak sah, kerusakan dan/atau kehilangan dokumen. Dokumen yang dibuat
harus disimpan dalam waktu sekurang-kurangnya tahun dari tanggal pembuatan
dokumen.
Dokumentasi permanen, tertulis atau dengan elektronik, untuk setiap obat
dan/atau bahan obat yang disimpan harus menunjukkan kondisi penyimpanan
yang direkomendasikan, tindakan pencegahan dan tanggal uji ulang khusu untuk
bahan obat (jika ada) harus diperhatikan. Persyaratan farmakope dan peraturan
nasional terkini tentang label dan wadah harus dipatuhi.
Dokumen yang dibuat harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar
selalu up to date. Jika suatu dokumen direvisi, harus dijalankan suatu sitem untuk
menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
27
Universitas Indonesia
2.2.9.1 Pelaporan Kegiatan di PBF ke Institusi Terkait
Menurut pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi:
a. Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3
(tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada
Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM.
b. Selain laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur
Jenderal setiap saat dapat meminta laporan kegiatan pernerimaan dan
penyaluran obat dan/atau bahan obat.
c. Setiap PBF dan PBF cabang yang menyalurkan narkotika dan psikotropika
wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika narkotika dan
psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan
secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi.
e. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setiap saat harus dapat
diperiksa oleh petugas yang berwenang.
2.2.9.2 Pelaporan Narkotika dan Psikotropika
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009
tentang narkotika, pasal 14 ayat 2 Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi,
sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat
kesehatan masyarakat balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan
wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai
pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya.
Dokumen pelaporan mengenai narkotika yang berada dibawah
kewenangan Badan Pengawasan Obat dan Makanan, dsimpan dengan ketentuan
sekurang-kurangnya dalam waktu 3 (tiga) tahun. Maksud adanya kewajiban untuk
membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan adalah agar pemerintah setiap
waktu dapat mengetahui tentang persediaan narkotika yang ada di dalam
peredaran dan sekaligus sebagai bahan dalam penyusunan rencana kebutuhan
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
28
Universitas Indonesia
tahunan narkotika.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
912/MENKES/PER/VIII/1997 tentang kebutuhan dan pelaporan psikotropika.
Pasal 7 ayat 1 pabrik obat dan pedagang besar farmasi yang menyalurkan
psikotropika wajin mencatat dan melaporkan psikotropika setiap bulan denga
menggunakan formulir laporan penyaluran psikotropika.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
29 Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
3.1 PT Kimia Farma Trading and Distribution
3.1.1 Sejarah Pendirian Perusahaan
Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia
yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Nama perusahaan ini
pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Berdasarkan
kebijaksanaan nasionalisasi atas eks perusahaan Belanda di masa awal
kemerdekaan, pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan
peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara
Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971,
bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga nama
perusahaan berubah menjadi PT Kimia Farma (Persero) (Kimia Farma, 2012).
Pada tanggal 4 Juli 2001, PT Kimia Farma (Persero) kembali mengubah
statusnya menjadi perusahaan publik, PT Kimia Farma (Persero) Tbk.. Bersamaan
dengan perubahan tersebut, PT Kimia Farma (Persero) Tbk. telah dicatatkan pada
Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang kedua bursa telah merger
dan kini bernama Bursa Efek Indonesia). Pada privatisasi tahap I saham yang
lepas adalah sebanyak 9% dengan rincian 3% untuk program Kepemilikan Saham
Karyawan dan Manajemen (KSKM) PT Kimia Farma, dan sebanyak 6% untuk
masyarakat umum.
Berbekal pengalaman selama puluhan tahun, PT Kimia Farma (Persero)
Tbk, telah berkembang menjadi perusahaan dengan pelayanan kesehatan
terintegrasi di Indonesia. Perseroan kian diperhitungkan kiprahnya dalam
pengembangan dan pembangunan bangsa, khususnya pembangunan kesehatan
masyarakat Indonesia.
Bisnis Kimia Farma meliputi antara lain:
a. PT Kimia Farma Tbk. (Holding)
PT Kimia Farma Tbk. dibentuk pada tanggal 16 Agustus 1971
dengan jalur usaha pelayanan kesehatan. Sebagai perusahaan publik
sekaligus Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kimia Farma
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
30
Universitas Indonesia
berkomitmen penuh untuk melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik
sebagai suatu kebutuhan sekaligus kewajiban sebagaimana diamanatkan
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN. PT Kimia Farma
Tbk., merupakan sebuah perusahaan pelayanan kesehatan yang
terintegrasi, bergerak dari hulu ke hilir yaitu industri, marketing, retail,
laboratorium klinik dan klinik kesehatan. Pada tanggal 4 januari 2003 PT
Kimia Farma Tbk. membentuk 2 anak perusahaan yaitu: PT Kimia Farma
Health and Care dan PT Kimia Farma Trading and Distribution.
b. Anak Perusahaan (Subsidiaries)
Anak perusahan dari PT Kimia Farma Tbk. Antara lain:
1) PT Kimia Farma Apotek
Perusahaan ini dibentuk pada tanggal 4 Januari 2003 dengan
jalur usaha Farmasi. Pada akhir tahun 2012 PT Kimia Farma Apotek
(KFA) mengelola sebanyak 412 apotek, 64 klinik kesehatan dan 33
laboraturium klinik. KFA menyediakan layanan kesehatan yang
terintegrasi meliputi layanan farmasi (apotek), klinik kesehatan,
laboraturium klinik dan optik, dengan konsep One Stop Health Care
Solution (OSHcS) sehingga memudahkan masyarakat mendapatkan
layanan berkualitas. Pelayanan farmasi menggunakan standar Good
Pharmacy Practice (GPP) yaitu standar internasional yang diterbitkan oleh
The International Pharmaceutical Federation serta standar yang
ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tentang
Standar Pelayanan Kefarmasiaan di Apotek.
Pada tahun 2012, jumlah tenaga kerja KFA adalah 2.535
orang, yang sebagian besar tenaga apoteker yang memiliki sertifikat
kompetensi dari organisasi Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dan
didukung oleh Asisten Apoteker yang terlatih.
2) PT Kimia Farma Trading and Distribution
Perusahaan ini dibentuk pada tanggal 4 Januari 2003, dengan
jalur usaha distribusi obat dan alat kesehatan. PT Kimia Farma
(Persero) Tbk. PT Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD)
sebelumnya merupakan divisi yang bergerak dibidang yang sama, yaitu
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
31
Universitas Indonesia
perdagangan dan distribusi. Oleh karena itu pengalamannya bukan baru
sepuluh tahun, tetapi sama dengan umur PT Kimia Farma Tbk. sendiri.
Sebelum menjadi perusahaan tersendiri, PT Kimia Farma Trading and
Distribution (KFTD) dahulu merupakan divisi Pedagang Besar Farmasi
(PBF) dari PT Kimia Farma Tbk. yang memiliki tugas utama
mendistribusikan produk- produk farmasi yang diproduksi PT Kimia
Farma Tbk. ke channel-channel yang tersebar di seluruh nusantara.
Berbekal kemampuan serta pengalaman menangani
pendistribusian produk-produk PT Kimia Farma Tbk. sejak tahun 1917,
pada tanggal 4 Januari 2003 divisi Pedagang Besar Farmasi ini
kemudian berkembang menjadi anak perusahaan dengan nama PT
Kimia Farma Trading and Distribution, yang berbasis Jasa Layanan
Perdagangan dan Distribusi.
PT Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) adalah anak
perusahaan PT Kimia Farma Tbk. yang didirikan berdasarkan akta
pendirian No. 07 tanggal 4 Januari 2003 yang dibuat di hadapan Notaris
Ny. Imas Fatimah, S.H di Jakarta dan telah diubah dengan akta No.42
tanggal 22 April 2003 yang dibuat di hadapan Notaris Nila Noordjasmani
Soeyasa Besar, S.H. Akta ini telah mendapat persetujuan dari Menteri
Kehakiman dan Hak Manusia Republik Indonesia dengan surat
keputusan No: C-09648 HT.01.01 TH 2003 tanggal 1 Mei 2003.
Untuk memudahkan operasionalnya, KFTD juga didukung oleh
44 kantor cabang (6 cabang kelas 1, 32 cabang kelas 2 dan 7 cabang
kelas 3) dengan wilayah operasinya mulai dari Aceh sampai dengan
Jayapura, jumlah salesman 450 orang dan armada pengantar roda 4
(mobil box) 477 unit dan pengantar roda 2 (motor box) 292 unit. Jaringan
distribusi ini melayani lebih dari 31 rekanan principal, memenuhi
kebutuhan sekitar 13.963 apotek, 1.527 Pedagang Besar Farmasi (PBF),
3.691 toko obat, 106 horeka (hotel restoran karaoke), 1.975 rumah sakit,
6.572 pasar tradisional dan 2.074 pasar modern.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
32
Universitas Indonesia
3.1.2 Visi dan Misi
3.1.2.1 Visi
Menjadi perusahaan terkemuka dibidang distribusi dan perdagangan
produk kesehatan (to be the greatest trading and distribution company).
3.1.2.2 Misi
Misi PT Kimia Farma Tbk., yaitu sebagai berikut:
a. Meningkatkan jumlah jaringan distribusi produk kesehatan baik produk
sendiri maupun principal pihak ketiga.
b. Meningkatkan perdagangan dan pengadaan produk kesehatan di pasar
institusi.
c. Meningkatkan perdagangan alat kesehatan dan diagnostik keagenan atau
private label.
3.1.3 Strategi
Dalam menjalankan kegiatannya, strategi yang diterapkan antara lain,
yaitu sebagai berikut:
a. Cost leadership guna menciptakan comparative advantages.
b. Product differentiation jenis produk unggulan guna meningkatkan
competitive advantages.
3.1.4 Sistem Pengadaan dan Pendistribusian Barang
Sesuai dengan anggaran dasarnya, perusahaan melakukan usaha dalam
bidang Distribusi dan Perdagangan, yang produknya meliputi produk farmasi dan
alat kesehatan. Principal meliputi principal perusahaan induk (PT Kimia Farma
Tbk) sebesar 60% dan principal pihak ketiga 40%, seperti Biofarma, Janssen,
Otsuka, Daria Varia, Rohto, Novartis, dan lain-lain.
Sebagai penyedia Jasa Layanan Distribusi, KFTD menyalurkan aneka
produk dari perusahaan induk, produk dari principal lainnya, serta produk-produk
non-principal. Di bidang jasa perdagangan atau trading, KFTD menangani
kontrak-kontrak bisnis yang didapat melalui sistem tender.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
33
Universitas Indonesia
3.1.5 Jenis Pelanggan KFTD (Channel Distribution)
Sesuai dengan jenis penjualannya, Pelanggan KFTD terdiri dari :
a. Pelanggan reguler adalah pelanggan yang membeli produk secara rutin,
tanpa melalui pelelangan (tender). Sesuai dengan Permenkes Nomor
1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang PBF, pelanggan reguler terdiri dari:
1) Pedagang Besar Farmasi (PBF)
2) Instalasi Farmasi Rumah Sakit
3) Puskesmas
4) Klinik
5) Apotek
6) Toko obat
b. Pada privatisasi tahap I saham yang lepas adalah sebanyak 9%
dengan rincian 3% untuk program Kepemilikan Saham Karyawan dan
Manajemen (KSKM) PT Kimia Farma, dan sebanyak 6% untuk
masyarakat umum.
c. Pada privatisasi tahap I saham yang lepas adalah sebanyak 9%
dengan rincian 3% untuk program Kepemilikan Saham Karyawan dan
Manajemen (KSKM) PT Kimia Farma, dan sebanyak 6% untuk
masyarakat umum.
d. Pelanggan Institusi adalah pelanggan yang membeli produk secara
paket melalui pelelangan terbuka (tender) atau penunjukan langsung.
Sesuai dengan Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang
dan Jasa oleh Pemerintah, pelanggan institusi terdiri dari:
1) Kementerian (Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama,
Kementerian Tenaga Kerja, dan sebagainya)
2) Lembaga (BKKBN, BPOM, Universitas, dan sebagainya)
3) Satuan kerja perangkat daerah (Dinas kesehatan)
4) Institusi (Rumah Sakit)
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
34
Universitas Indonesia
3.2 Manajemen Operasional
Manajemen operasional adalah suatu cara pengelolaan fungsi-fungsi
kegiatan (fungsi-fungsi manajemen) yang terdapat dalam suatu perusahaan, untuk
mencapai tujuan. Cara pengelolaan pada setiap fungsi kegiatan berbeda antara
fungsi kegiatan yang dengan yang lainnya, karena pada setiap fungsi kegiatan
tersebut memiliki tujuan yang berbeda.
a. Fungsi kegiatan pembelian, yaitu memperoleh harga beli barang yang
efisien dan menjaga ketersediaan (availability) barang.
b. Fungsi kegiatan pengelolaan barang di gudang (warehousing), yaitu
menjaga kondisi kualitas barang sesuai persyaratan Farmakope, tidak rusak
dan tidak hilang.
c. Fungsi kegiatan penjualan dan pelayanan, yaitu memperoleh pertumbuhan
penjualan (sales growth) dan jumlah pelanggan (customer growth) serta
untuk mempertahankan pelanggan yang loyal (customer rate retention).
d. Fungsi kegiatan pengelolaan piutang (accounting), untuk menjaga
likuiditas keuangan dan aliran kas (cash flow) yang sehat.
e. Fungsi kegiatan pembukuan atau tata usaha, yaitu menyajikan laporan
yang tepat waktu, isi dan guna agar dapat mengambil keputusan dengan
cepat dan tepat.
3.2.1 Manajemen Pengadaan
3.2.1.1 Definisi
Pengadaan merupakan aktifitas yang berhubungan dengan menyediakan
produk atau material yang berasal dari supplier yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan organisasi dalam waktu tertentu dan dengan harga yang paling murah.
(Bowersox, Closs, dan Cooper, 2010)
3.2.1.2 Tujuan
Manajemen pengadaan dilakukan untuk memastikan ketersediaan barang
di gudang serta memastikan efisiensi dari pergerakan produk. (Ballou, 2004)
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
35
Universitas Indonesia
3.2.1.3 Standar Operasional dan Prosedur Pengadaan Barang
Tahapan dalam melakukan pengadaan barang di KFTD adalah sebagai
berikut:
a. Membuat daftar rencana pembelian barang
Petugas logistik (kepala gudang) bersama petugas penjualan menghitung
buffer stock dan kebutuhan level stock per item barang setiap bulan
berdasarkan data historis, lalu data tersebut dikirim ke petugas pembelian
untuk membuat daftar rencana pembelian barang setiap bulannya.
b. Membuat kontrak pembelian barang
Petugas pembelian melakukan perjanjian kontrak pembelian barang
dengan pemasok atau principal untuk memperoleh margin yang lebih besar
dan masa tenggang pembayaran relatif lebih panjang.
c. Mengeksekusi pembelian barang
Petugas pembelian menyiapkan Surat Pesanan (SP), ditandatangani oleh
penanggung jawab logistik atau penanggung jawab PBF, lalu mengirimkan
SP ke principal atau pemasok.
d. Menerima dan memeriksa barang
Petugas logistik memeriksa dan menerima fisik barang dari pemasok sesuai
dengan SP dan faktur barang, lalu membuat tanda terima barang di faktur
(stempel dan tanda tangan) petugas gudang.
e. Memeriksa kebenaran faktur pembelian barang
Petugas pembelian faktur mengenai jumlah, jenis, harga barang dan diskon
serta masa tenggang pembayaran, lalu memberikan paraf dan mengirimkan
faktur pembelian ke fungsi tata usaha (TU).
f. Membukukan faktur pembelian sebagai pembelian dan hutang
Petugas TU membukukan faktur tersebut sebagai pembelian barang dan
hutang di kartu hutang lalu membuat laporan pembelian dan hutang setiap
bulannya.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
36
Universitas Indonesia
Gambar 3.1. Diagram pengadaan barang
3.2.1.4 Sasaran
Sasaran mutu dari manajemen pengadaan yaitu memperoleh harga barang
yang lebih murah (lebih efisien) serta dapat melayani seluruh kebutuhan barang
pelanggan (service level) 100%.
3.2.1.5 Indikator
Indikator yang digunakan untuk mencapai sasaran diatas adalah
sebagai berikut:
a. Harga pokok penjualan (HPP)
1) Jika HPP yang diperoleh < dari HPP tahun lalu (PBF pesaing), maka
fungsi pembelian berfungsi dengan baik.
2) Jika HPP yang diperoleh > dari HPP tahun lalu (PBF pesaing), maka
fungsi pembelian tidak berfungsi dengan baik.
b. Service level
1) Jika service level > dari service level tahun lalu, maka fungsi
pembelian berfungsi dengan baik.
2) Jika service level < dari service level tahun lalu, maka fungsi
pembelian tidak berfungsi dengan baik.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
37
Universitas Indonesia
3.2.2 Manajemen Penyimpanan
3.2.2.1 Definisi
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan
cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai
aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
3.2.2.2 Tujuan
Tujuan adanya manajemen penyimpanan ialah untuk memastikan bahwa
obat atau bahan obat yang disimpan sesuai dengan rekomendasi dari industri
farmasi atau non farmasi.
3.2.2.3 Standar Operasional dan Prosedur Penerimaan, Penyimpanan, dan
Pengeluaran Barang
a. Menerima barang di transito in
1) Petugas logistik memeriksa dan menerima fisik barang dari pemasok
sesuai dengan SP dan faktur barang, di ruang transito in.
2) Membuat tanda terima barang (stempel atau paraf) di faktur pembelian.
3) Menyimpan dan memasukkan data barang pada sistem informasi.
b. Menyimpan barang
1) Petugas logistik memasukkan barang dari ruang transito in ke ruang
penyimpanan sesuai dengan lokasinya masing–masing barang.
2) Mencatat barang masuk di sistem informasi dan masing–masing
kartu barangnya.
3) Melaporkan penerimaan barang ke TU sebagai pembelian dan hutang.
c. Mengeluarkan barang dari gudang
1) Petugas logistik berdasarkan SP dan faktur penjualan dari fakturis,
mengeluarkan barang dari gudang ke transito out.
2) Mencatat mutasi barang di kartu barang dan sistem informasi.
3) Mencatat penyerahan barang dari gudang ke pengantar barang di buku
ekspedisi hantaran barang dan meminta paraf pengantar barang.
4) Memeriksa kembali penyerahan barang dari pengantar barang ke
pelanggan melalui faktur yang ada tanda terima dari pelanggan.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
38
Universitas Indonesia
d. Membuat laporan mutasi barang di gudang
1) Petugas gudang membuat laporan mutasi barang.
2) Petugas gudang menghitung saldo barang setiap periode tertentu (1
bulan, 3 bulan), lalu membuat berita acara stock opname barang
kemudian mengirim laporan tersebut ke fungsi TU.
Gambar 3.2. Diagram penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran barang
Gambar 3.3. Alur penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran barang
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
39
Universitas Indonesia
3.2.2.4 Sasaran
Sasaran dari manajemen penyimpanan ialah mencegah kehilangan dan
kerusakan barang atau kedaluwarsa.
3.2.2.5 Indikator
a. Jika jumlah barang hilang dan rusak > dari angka kebijakannya, maka
fungsi pergudangan berfungsi dengan baik.
b. Jika jumlah barang hilang dan rusak < dari angka kebijakannya, maka
fungsi pergudangan tidak berfungsi dengan baik.
3.2.3 Manajemen Penjualan dan Pelayanan
3.2.3.1 Definisi
The American Marketing Association mendefinisikan marketing sebagai
aktifitas dan proses menciptakan, mengkomunikasikan, menyampaikan dan saling
memberikan penawaran yang memiliki manfaat bagi pelanggan. (Czinkota dan
Ronkainen, 2010)
3.2.3.2 Tujuan
Tujuan dari manajemen penjualan ialah untuk memperoleh pertumbuhan
penjualan (sales growth) dan pertumbuhan jumlah pelanggan (costumer growth)
serta untuk mempertahankan pelanggan yang loyal (costumer rate retention).
3.2.3.3 Standar Operasional dan Prosedur Penjualan dan Pelayanan Barang
a. Melakukan pengecekan SP terhadap status umur hutang pelanggan yang lebih
dari 2 bulan
1) Salesman mengunjungi pelanggan yang tidak bermasalah (tidak
memiliki hutang > 2 bulan), secara rutin.
2) Salesman menawarkan produk ke pelanggan (jumlah item dan SKU’s)
melalui program–program dari principalnya, seperti program diskon
dan bonus.
3) Salesman mengambil SP dari pelanggan dan memeriksa status umur
hutang yang > 2 bulan, mencatat statusnya (ok atau tidak ok).
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
40
Universitas Indonesia
4) Salesman menyerahkan SP ke fakturis untuk dibuatkan fakturnya.
Gambar 3.4. Contoh alat kontrol penjualan
b. Pembuatan faktur atas SP pelanggan
1) Fakturis mengecek kebenaran data dan alamat pelanggan melalui
sistem informasi dan mencatat statusnya (ok atau tidak ok).
2) Fakturis membuatkan faktur penjualan barangnya.
3) Fakturis menyerahkan faktur dan SP pelanggan ke fungsi logistik.
c. Menyiapkan barang pesanan pelanggan
1) Petugas logistik mengeluarkan barang atas pesanan pelanggan
berdasarkan faktur dan SP, dan mencatat mutasi barang di kartu barang.
2) Petugas mengecek kesesuaian barang dengan faktur dan SP kemudian
mencatat statusnya (ok atau tidak ok).
3) Petugas mencatat jumlah barang yang dikeluarkannya sesuai dengan
nama pelanggan di sistem informasi.
4) Petugas memindahkan barang yang siap dikirim ke ruang transito out
dan mencatat di buku ekspedisi pengeluaran barang gudang.
5) Petugas membuat tanda terima penyerahan barang ke pengantar barang
di buku ekspedisi pengeluaran barang.
d. Memindahkan barang pesanan ke transito out
1) Petugas gudang memindahkan barang yang siap dikirim ke ruang
transito out dan mencatat di buku ekspedisi pengeluaran barang gudang
2) Petugas membuat tanda terima penyerahan barang ke pengantar barang
di buku ekspedisi pengeluaran barang.
e. Menyerahkan barang ke petugas hantaran
1) Petugas gudang menyerahkan barang yang siap antar kepada petugas
hantaran.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
41
Universitas Indonesia
2) Petugas hantaran mencatat seluruh barang pesanan di buku ekspedisinya.
f. Mengirim barang ke pelanggan
1) Petugas hantaran barang mengirim barang ke pelanggan
2) Petugas hantaran barang meminta tanda terima barang dari pelanggan
dan mencatat status penerimaannya (ok atau tidak ok).
3) Petugas hantaran barang menyerahkan tanda terima barang ke fungsi
logistik.
g. Memvalidasi pengeluaran barang
1) Petugas logistik memvalidasi pengiriman barang ke pelanggan di
sistem informasi sebagai barang keluar.
2) Petugas logistik menyerahkan faktur penjualan yang telah ada tanda
terima dari pelanggan dan SP ke fungsi TU.
h. Mencatat hasil penjualan barang ke pelanggan
1) Petugas administrasi penjualan TU memasukkan data pengiriman
barang di sistem informasi sebagai penjualan berdasarkan faktur dan
SP yang telah ada TT nya dari pelanggan.
2) Petugas administrasi penjualan TU juga memasukkan ke sistem
informasi hasil penjualan tersebut.
3) Petugas administrasi penjualan menyerahkan SP dan faktur penjualan
ke administrasi inkaso.
i. Menyimpan faktur dan penyerahan faktur yang telah jatuh tempo ke juru
tagih
1) Petugas administrasi inkaso memasukkan data penjualan di kartu
piutang berdasarkan faktur dan SP yang telah ada tanda terimanya dari
pelanggan ke dalam sistem informasi.
2) Petugas administrasi inkaso menyimpan faktur penjualan dan membuat
daftar tanggal jatuh temponya ke sistem informasi.
3) Petugas administrasi inkaso akan menyerahkan faktur tagihan ke juru
tagih sesuai dengan daftar tagihan yang telah jatuh tempo untuk
ditagihkan ke pelanggan.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
42
Universitas Indonesia
Gambar 3.5. Diagram penjualan
3.2.3.4 Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai pada penjualan ialah mencapai target
penjualan dan service level yang ditentukan.
3.2.3.5 Indikator
a. Jika penjualannya > target atau dari tahun lalu, maka fungsi
pelayanannya berfungsi dengan baik.
b. Jika penjualannya < target atau dari tahun lalu, maka fungsi pelayanannya
tidak berfungsi dengan baik.
c. Jika service levelnya = 100 % atau > baik dari tahun lalu, maka
fungsi pelayanannya berfungsi dengan baik.
d. Jika service levelnya < 100 %, maka fungsi pelayanannya tidak
berfungsi dengan baik.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
43
Universitas Indonesia
3.2.4 Manajemen Piutang
3.2.4.1 Definisi
Piutang adalah hak atau tuntutan terhadap debitur yang timbul karena
penjualan barang atau jasa secara kredit (bukan secara tunai). Biasanya
merupakan activa lancar. (current asset) (Horngren, 2004)
3.2.4.2 Standar Operasional dan Prosedur Piutang
a. Penyerahan faktur tagihan dari fungsi TU ke administrasi Inkaso
1) Administrasi penjualan menerima dokumen penjualan kredit (faktur
yang sudah ada tanda terima dari pelanggan beserta SP) dari fungsi
gudang.
2) Administrasi penjualan mengelompokkan dokumen penjualan kredit
sesuai dengan nama-nama pelanggannya dan mencatat di kartu
piutang per pelanggan.
3) Administrasi penjualan membukukan penjualan kredit per pelanggan di
sistem informasi (komputer).
4) Administrasi penjualan pada awal bulan merekap hasil penjualan kredit
dan membuatkan rekap tagihan per pelanggan lalu menyerahkan ke
administrasi inkaso.
b. Penyerahan faktur tagihan dari administrasi inkaso ke juru tagih
1) Adminsitrasi inkaso memeriksa dan menerima penyerahan fisik faktur
tagihan dan membuat tanda terima di buku ekspedisi penyerahan faktur
dari administrasi penjualan.
2) Administrasi inkaso mencatat piutang masuk di sistem informasi (kartu
piutang) per pelanggan.
3) Adminsitrasi inkaso membuat rencana penagihan berdasarkan tanggal
jatuh temponya.
4) Administrasi inkaso menyerahkan sejumlah faktur yang telah jatuh
tempo ke juru tagih disertai dengan nota inkaso (dokumen tanda
penyerahan faktur tagihan ke juru tagih).
c. Penyerahan faktur tagihan dari juru tagih ke pelanggan
1) Juru tagih menerima faktur tagihan dari administrasi inkaso disertai
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
44
Universitas Indonesia
tanda terima di nota inkaso.
2) Juru tagih menyerahkan faktur yang telah jatuh tempo ke pelanggan.
3) Pelanggan menerima faktur dan membayar hutangnya dengan 3
kemungkinan yaitu:
a) Dibayar lunas (100 %)
b) Dibayar sebagian
c) Hanya membuat tanda terima faktur dan pembayaran pada tanggal
berikutnya
d. Penyetoran dan pelaporan uang hasil tagihan
1) Juru tagih menyetorkan uang hasil tagihan pada hari yang sama (sore
hari) ke fungsi keuangan dengan meminta tanda terima setortan uang
tagihan di nota inkaso, jika pelanggan membayar 100 % lunas atau
sebagian lunas.
2) Juru tagih melaporkan dan menyerahkan kembali hasil dokumen alat
tagih ke administrasi inkaso dengan tiga keterangan:
a) Dibayar lunas (100 %) oleh pelanggan.
b) Dibayar sebagian oleh pelanggan dengan melampirkan bukti
sebagian pembayarannya di balik faktur aslinya.
3) Ditunda oleh pelanggan dengan melampirkan bukti tanda terima faktur
dari pelanggan dan keterangan tanggal akan dibayar oleh pelanggan.
4) Administrasi inkaso menerima laporan dari juru tagih dan menyimpan
kembali faktur–faktur tagihan atau tanda terima faktur yang belum
lunas dibrankas.
5) Administrasi inkaso menyerahkan kembali faktur tagihan atau tanda
terima faktur yang belum lunas ke juru tagih untuk ditagihkan
kembali ke pelanggan sesuai janji.
e. Konfirmasi piutang ke pelanggan
1) Administrasi inkaso membuat data mutasi piutang per pelanggan pada
setiap awal bulan.
2) Administrasi inkaso membuat surat konfirmasi setiap bulan tentang
jumlah hutang kepada setiap pelanggan.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
45
Universitas Indonesia
3) Bagi pelanggan yang tidak menjawab surat konfirmasi tersebut, maka
angka hutang pelanggan yang dibuat apotek yang dianggap benar.
Gambar 3.6. Diagram pengelolaan piutang
3.2.4.3 Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai ialah mencegah kehilangan faktur dan pencurian
uang hasil tagihan.
3.2.4.4 Indikator
a. Jika tingkat kehilangan faktur atau pencurian uang hasil tagihan = 0 %,
maka administrasi inkaso berfungsi dengan baik.
b. Jika tingkat kehilangan atau pencurian uang hasil tagihan > 0, maka
administrasi inkaso tidak berfungsi dengan baik.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
46
Universitas Indonesia
3.2.5 Manajemen Pembukuan
3.2.5.1 Definisi
Manajemen pembukuan adalah cara mengelola pembukuan atau
pencatatan (accounting) dan pengikhtisaran seluruh transaksi dagang dan
keuangan serta penganalisaan, pembuktian dan pembuatan laporan. Di Indonesia
istilah (bagian) pembukuan yang terdapat di suatu perusahaan juga dikenal dengan
nama tata usaha yaitu fungsi kegiatan yang bertugas melakukan pencatatan,
pemeriksaan, pembuatan laporan dan pengarsipan (Said, 2013).
3.2.5.2 Tujuan
Pembukuan dibutuhkan untuk menyimpan seluruh kegiatan perusahaan dan
transaksi-transaksi yang telah dilaksanakan Tujuan utama kegiatan pembukuan
di PBF adalah agar seluruh transaksi keuangan dapat didokumentasikan sesuai
dengan urutan peristiwa atau kejadian dan besarannya, sehingga dapat disajikan
dalam laporan keuangan dengan benar dan berguna bagi pihak-pihak yang
membutuhkan (Menteri Pekerjaan Umum, 2013).
3.2.5.3 Standar Operasional dan Prosedur Pembukuan
Adapun proses pembuatan laporan akuntansi keuangan terdiri:
a. Mengumpulkan seluruh dokumen transaksi
b. Mencatat seluruh data transaksi ke buku jurnal
c. Memindahkan dari buku jurnal ke buku besar (posting)
d. Mencocokkan (judgment) terhadap informasi terakhir
e. Menyususun (reporting) laporan dari data buku besar
f. Menutup buku besar dan membuat laporannya
g. Mengirimkan laporan ke pihak yang membutuhkan
h. Mengarsipkan (filing)
3.2.5.4 Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai ialah menyajikan laporan keuangan tepat isi
dan tepat waktu.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
47
Universitas Indonesia
3.2.5.5 Indikator
a. Jika laporan keuangan dapat dibuat dan disajikan tepat isi dan waktu
sesuai tanggal yang ditetapkan, maka TU berfungsi dengan baik.
b. Jika laporan keuangan tidak dapat dibuat dan disajikan tepat isi dan
waktu sesuai tanggal yang ditetapkan, maka TU tidak berfungsi dengan
baik.
3.3 Pajak
Jenis pajak yang dikelola di bagian tata usaha PT Kimia Farma Trading
and Distribution antara lain pajak pertambahan nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan
(PPh).
3.1.1 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Menurut Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Pajak
Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas :
a. Penyerahan barang kena pajak di dalam Daerah Pabean yang
dilakukan oleh pengusaha
b. Impor barang kena pajak
c. Penyerahan jasa kena pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan
oleh pengusaha
d. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean
e. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar Daerah Pabean, di dalam Daerah
Pabean atau ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yg meliputi wilayah
darat, perairan dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona
Ekonomi Ekslusif dan Landas Kontinen. Barang kena pajak adalah barang yang
dikenakan pajak. Dalam PPN dikenal pula istilah diantaranya yaitu :
a. Pajak keluaran yaitu, PPN terutang yang wajib dipungut oleh
pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
48
Universitas Indonesia
pajak. Dalam hal ini Pajak keluaran merupakan pajak yang
dikeluarkan oleh KFTD kepada pelanggan terhadap transaksi jual beli
yang dilakukan, dibuktikan dengan adanya faktur pajak.
b. Pajak masukan yaitu, PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh
pengusaha kena pajak karena perolehan barang kena pajak. Pajak
masukan dalam hal ini merupakan pajak yang telah dibayarkan oleh
KFTD pada saat proses pembelian barang kepada pihak principal
pihak III, dibuktikan dengan adanya Surat Setoran Pajak (SSP).
Faktur pajak yaitu, bukti pemungutan pajak yang dibuat oleh
pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak. Faktur
pajak dalam hal ini dibundel menjadi satu bersama dengan faktur penjualan.
Faktur pajak pelanggan akan dikelola oleh pihak KFTD pusat.
3.1.2 Pajak Penghasilan (PPh)
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan, pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan
terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan
penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak. Badan
yang terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Badan Usaha Milik
Negara dan daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan,
perseroan atau perkumpulan lainnya dan bentuk usaha tetap.
Orang pribadi yang dimaksud yaitu pegawai yang dikenakan pajak
meliputi pegawai tetap dan tidak tetap yang jumlah nominal kena pajaknya
disesuaikan dengan statusnya antara kawin, kawin dengan memiliki anak dan
memiliki tanggungan terhadap anak serta status tidak kawin. Berdasarkan PMK
No. 162/PMK.011/2012 besarnya pajak yang dibayarkan dalam satu tahun yaitu
Rp. 24.300.000,- untuk pegawai dengan status tidak kawin, Rp. 2.025.000,-
untuk pegawai dengan status kawin dan untuk status kawin dengan tanggungan
anggota keluarga berupa anak, jumlah anak yang ditanggung maksimal tiga
orang. Sedangkan Badan Usaha Milik Negara dalam hal ini yaitu KFTD,
dikenakan pajak pula atas badan usaha dengan penghasilan yang diterima atau
diterimanya selama satu tahun pajak. Jumlah nominal pajak yang dikenakan
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
49
Universitas Indonesia
berdasarkan dari jumlah pemasukan yang didapat selama satu tahun.
Dalam hal pengelolaan pajak diambil alih oleh KFTD pusat,
sedangkan besarnya nominal pajak penghasilan yang harus dibayarkan ke
Direktorat Jenderal Pajak dihitung oleh KFTD di cabang masing-masing di bagian
tata usaha.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
50 Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tempat dan Waktu
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Pedagang Besar Farmasi PT
Kimia Farma Trading and Distribution (PBF KFTD) dilaksanakan di tiga cabang
KFTD, yaitu KFTD cabang Jakarta-1 yang merupakan KFTD cabang kelas 3 yang
terletak di Kompleks Perkantoran Majapahit, Jalan Majapahit No. 20, Jakarta
Pusat, KFTD cabang Bogor yang merupakan KFTD cabang kelas 2 yang terletak
di Jalan Tentara Pelajar No. 2, Bogor, dan KFTD cabang Bekasi yang merupakan
KFTD cabang kelas 3 yang terletak di Ruko Kalimas, Jalan Chairil Anwar Blok C
No. 12, Bekasi Timur.
PKPA di KFTD cabang dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan
Februari 2014 setiap hari Selasa hingga hari Jumat. Pada hari Senin dilakukan
perbekalan materi di KFTD pusat yang terletak di Jalan Budi Utomo No. 1 Jakarta
Pusat.
4.2 Kegiatan di KFTD
KFTD sebagai distributor sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
memiliki pelanggan di berbagai tempat, seperti institusi pemerintahan, instalasi
farmasi rumah sakit, pedagang besar farmasi lainnya, apotek, toko obat, toko
kosmetik, rumah bersalin, grosir, modern market, horeka (hotel, restoran, dan
karaoke), dan lain-lain. Produk yang didistribusikan pun beragam, seperti obat-
obat reguler yang dijual bebas, obat keras yang memerlukan resep dokter, obat
OTC (Over The Counter), Obat Generik Berlogo (OGB), obat narkotika &
psikotropika, obat prekursor, vitamin, kosmetika, bahan baku, dan alat kesehatan.
Untuk daerah pendistribusian produk, KFTD cabang Jakarta-1 berpusat di
Jakarta Barat, sebagian wilayah Jakarta Utara, Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan,
seperti daerah Cengkareng, Pluit, Muara Karang, Tomang, Slipi, Grogol, Pasar
Pagi, Glodok dan lain-lain. Daerah pendistribusian produk untuk KFTD cabang
Bogor, meliputi Rayon I dan Rayon II, yakni region dalam Kota Bogor dan
daerah-daerah lain di sekitar Kota Bogor, yaitu Ciawi, Leuwiliang, Sukabumi, dan
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
51
Universitas Indonesia
Depok. Daerah pendistribusian produk untuk KFTD cabang Bekasi, meliputi
Wilayah Kota Bekasi, yaitu Bekasi Timur, Bekasi Selatan, Bekasi Barat, Bekasi
Utara, Pondok Gede, dan lain-lain; Kabupaten Bekasi, yaitu Cibitung, Cikarang;
dan Karawang, yaitu Cikampek.
Di KFTD terdapat seorang Apoteker Penanggung Jawab (APJ) yang
bekerja secara purnawaktu sesuai dengan peraturan dan persyaratan di dalam
CDOB. Seorang APJ bertanggung jawab dalam menyusun, memastikan dan
mempertahankan penerapan sistem mutu pada fasilitas pendistribusian. APJ
KFTD cabang Jakarta-1 bernama Erni Wahyuningsih, S.Si., Apt., dengan No.
STRA: 19800306/STRA-ISTN/2006/26426. APJ KFTD cabang Bogor bernama
Zilfia Mutia Ranny, Apt., dengan No. STRA: 19870719/STRA-UI/225520. APJ
KFTD cabang Bekasi bernama Drs. Abdul Wahid, Apt., dengan No. STRA:
19570903/STRA-UNAI/1987/1691.
4.2.1 Pengadaan barang
Pengadaan barang di ketiga cabang KFTD didasarkan pada kondisi stok
barang di gudang dengan mengacu pada kondisi level stock, buffer stock, dan
minimal stock di gudang. Hal lain yang menjadi dasar pengadaan barang, yaitu
dilihat dari laporan penjualan bulan sebelumnya atau 3 bulan sebelumnya.
Sebagai contoh pada KFTD cabang Bekasi, sebelum melakukan pemesanan atau
pengadaan barang untuk bulan Februari, petugas logistik khusus bagian
pembelian (Ahmad Bustommy) melihat laporan penjualan 3 bulan sebelumnya,
yaitu bulan November, Desember dan Januari. Umumnya untuk barang yang
dinilai laku (fast moving) yang merupakan produk pareto top 10 item dalam hal
penjualan, barang akan selalu dipasok oleh pihak distributor sentral yang disebut
Unit Bisnis Logistik (UBL) atau Unit Logistik Sentral (ULS) sehingga dalam
perencanaan pengadaan di cabang cukup diperhatikan kondisi stoknya saja,
ketika sudah berada di bawah stok level rata-rata penjualan perminggunya, maka
dilakukan pemesanan. Sedangkan untuk barang yang kurang laku tidak perlu
dilakukan pengadaan kembali pada saat itu, tetapi ketika stock barang mencapai
minimal stock.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
52
Universitas Indonesia
Pengadaan dilakukan oleh petugas logistik pembelian kepada pihak-pihak
yang telah disetujui oleh KFTD pusat sebagai pemasok yang sah dalam
pembelian, yaitu Principal Perusahaan Induk (PT Kimia Farma Tbk.) yang
memasok Obat Generik Berlogo (OGB), obat Over The Counter (OTC),
kosmetika, dan obat narkotika & psikotropika; Principal Pihak III (industri
farmasi atau PBF lain yang telah bekerja sama dengan KFTD pusat), seperti PT
Biofarma, PT Indofarma Global Medika, PT Anugerah Pharmindo Lestari (APL),
PT Asia Sejahtera Perdana Pharmaceutical (ASPP), PT Darya Varia, PT Kasa
Husada, PT Orang Tua, PT Intergastra, PT Janssen, PT Otsuka, dan lain-lain; dan
Principal Lokal yaitu industri farmasi dan PBF lain yang telah bekerja sama
dengan KFTD cabang dengan persetujuan KFTD pusat. Principal Lokal pada
KFTD cabang Jakarta-1 meliputi PT Rajawali, PT Ahmadaris, dan Warung
Stamina; pada KFTD cabang Bogor, meliputi PBF Merapi, PBF APL; dan pada
KFTD cabang Bekasi, meliputi PT Novapharin, PT Dexa medica, PT Kalbe
Farma, PT Sido Muncul, dan PT Frisian Flag.
Pengadaan ke Principal Perusahaan Induk melalui Unit Bisnis Logistik
(UBL) atau Unit Logistik Sentral (ULS) yang terletak di Kawasan Industri
Pulogadung Jalan Rawagelam V No. 1, Jakarta Timur, dilakukan seminggu sekali,
yaitu setiap hari Rabu untuk KFTD cabang Jakarta-1, dan hari Senin untuk
KFTD cabang Bogor dan Bekasi. Pengadaan ke principal Pihak III dan Principal
Lokal di ketiga cabang dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
Pemesanan barang dilakukan menggunakan Surat Pesanan (SP): SP ke
UBL, SP ke Principal Pihak III, dan SP ke Principal Lokal. Untuk pemesanan
narkotika wajib menggunakan SP khusus model N-9 dan untuk psikotropika
menggunakan SP khusus psikotropika. Untuk pemesanan produk narkotika, satu
SP dibuat hanya untuk satu jenis barang yang dipesan, sedangkan untuk
pemesanan barang lainnya, dapat dibuat dalam satu SP saja. Pemesanan yang
telah dibuat oleh bagian pembelian ditandatangani oleh Supervisor Logistik, APJ
PBF, dan Kepala Cabang disertai dengan stempel KFTD cabang sebagai
persetujuan pengadaan barang. SP yang telah disetujui kemudian difaksimile ke
nomor faksimile masing-masing principal untuk dipesan, lalu diarsipkan. Untuk
SP asli narkotika yang telah difaksimile ke ULS, akan diberikan ke ULS ketika
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
53
Universitas Indonesia
penerimaan barang. Pada KFTD cabang bekasi SP narkotika tersebut dikirim
segera ke ULS melalui pos.
4.2.2 Penerimaan Barang
Kegiatan penerimaan barang dilakukan di ruang penerimaan (transito in).
Alur penerimaan barang di KFTD cabang Jakarta-1 dan Bogor masih
menggunakan sistem satu pintu gudang (pintu transito in sekaligus pintu transito
out) dengan daerah karantina untuk menaruh / drop barang dari kendaraan.
Barang kemudian segera dipindahkan dari area drop ke dalam gudang dan
ditumpuk ke daerah kosong yang masih tersedia di dalam gudang. Sedangkan
untuk KFTD cabang Bekasi, terdapat dua pintu gudang yang saling berdekatan, 1
pintu sebagai transito in dan 1 pintu lagi sebagai transito out. Sistem transito in
dan transito out sendiri, menurut CDOB seharusnya tersedia dua pintu yang
berbeda dengan jarak yang cukup jauh. Untuk mengatasinya, ketika dilakukan
penerimaan barang, maka pengeluaran barang dihentikan. Hal ini berguna untuk
mencegah terjadinya kehilangan dan ketercampuran barang di dalam gudang.
Pada penerimaan barang, dilakukan pengecekkan kesesuaian antara SP
dengan SKB (Surat Kirim Barang) dari ULS atau UBL, atau Surat Jalan dan
Faktur Invoice dari Principal Pihak III dan Principal Lokal, meliputi nama
barang, jumlah barang, diskon, dan harga. Faktur Invoice untuk barang internal
akan didapatkan ketika telah terjadi penjualan barang kepada customer.
Selanjutnya, dilakukan pengecekkan kembali antara SKB atau Surat Jalan dengan
fisik barang, meliputi nama barang, jumlah barang, nomor batch, expired date,
dan kondisi fisik barang. Setelah sesuai, SKB atau Surat Jalan ditandatangani oleh
APJ, lalu pada sistem informasi dilakukan entry data dan pada kartu stok barang
dimasukkan berapa jumlah barang yang bertambah. SKB atau Surat Jalan
kemudian diterima supervisor Tata Usaha (TU) untuk ditandatangani dan
dijadikan sebagai hutang dagang.
4.2.3 Penyimpanan Barang
Sistem penyimpanan di ketiga gudang KFTD cabang menggunakan
sistem First Expired First Out (FEFO).
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
54
Universitas Indonesia
4.2.3.1 KFTD Cabang Jakarta-1
Kondisi gudang di KFTD cabang Jakarta-1 terdiri dari 3 lantai, yaitu
lantai 1 untuk produk obat dan kosmetik fast moving, OGB, OTC, kosmetik
lainnya, vitamin, dan produk Pihak III dalam bentuk eceran dan dus; lantai 3
untuk produk non-NAPZA dalam bentuk dus dan produk dengan perlakuan
khusus, seperti di dalam chiller yang dilengkapi dengan termometer untuk
meyimpan obat vaksin dan di dalam lemari es untuk menyimpan obat kanker;
dan lantai 4 untuk produk NAPZA yang ditutupi oleh pintu besi yang terkunci.
Suhu ruangan untuk produk non-NAPZA berkisar antara 25 – 28oC, produk
NAPZA berkisar antara 20 - 25oC, dan produk dengan perlakuan khusus berkisar
antara 2 – 8oC.
Penyimpanan produk eceran di lantai 1 terbagi menjadi beberapa rak,
seperti rak Obat Generik Berlogo, OTC, Kosmetik, Vitamin, dan produk Pihak
III yang disusun berdasarkan alfabetis. Selain itu, juga terdapat beberapa produk
dalam bentuk dus di bagian depan dalam gudang yang telah dialaskan dengan
palet untuk menghindari produk dari kelembapan. Selain itu, dalam gudang juga
dilengkapi dengan kamera CCTV, pest control, termometer, alat pemadam
kebakaran, AC, dan kartu stok. Pada penyimpanan produk di lantai 3 juga
dilengkapi dengan termometer, AC, palet dan pest control. Untuk penyimpanan
produk obat narkotika, psikotropika, dan alkes di lantai 4 dipisahkan dengan rak
besi dan disusun secara alfabetis dengan suhu ruangan diatur 20-25oC dengan AC
dihidupkan sepanjang hari. Untuk barang dalam bentuk dus, ditaruh di atas rak
dan sebagian di taruh di lantai yang telah dialaskan palet. Terdapat control card,
dimana setiap jam 8.00, 12.00, dan 16.00 WIB suhu ruangan dicatat sebagai
dokumentasi perharinya.
Untuk obat yang rusak dan kedaluwarsa di KFTD cabang Jakarta-1 telah
dilakukan pemisahan dan ditempatkan di area terpisah yang telah terkunci dengan
baik, di area sekitar gudang lantai 1 untuk obat reguler dan lantai 4 untuk obat
narkotika dan psikotropika. Pemusnahan obat di KFTD cabang Jakarta-1 belum
pernah dilaksanakan karena pemusnahan dilakukan oleh ULS.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
55
Universitas Indonesia
4.2.3.2 KFTD cabang Bogor
Pada KFTD cabang Bogor, penyusunan untuk narkotika disimpan di ruang
terpisah di area gudang yang diberi kunci gembok, dinding dibeton dan memiliki
satu akses. Beberapa produk psikotropika dan prekursor disimpan di ruangan yang
sama tapi tidak satu sel dengan narkotika. Di dalam ruangan terdapat pendingin
ruangan AC dan dilengkapi dengan termometer, suhunya dijaga atau diatur 25°C.
Untuk setiap jenis barang terdapat kartu stok, barang disusun sesuai dengan sistem
FEFO. Untuk keamanan, dilengkapi juga dengan alat CCTV dan akan dilengkapi
juga dengan alat sensor getaran.
Untuk produk Kimia Farma letak barangnya ditaruh di posisi lebih depan-
tengah daripada produk Prinsipal selain Kimia Farma sehingga lebih
memudahkan pengiriman produk-produk Kimia Farma. Rak penyimpanannya
terdiri dari 5 tingkat terbuat dari frame rangka besi, bagian paling atasnya dipakai
untuk meletakkan stok barang yang masih berada di dalam kardus pengemasnya.
Produk yang diletakkan di rak-rak berupa dus satuan sediaan produk jadi yang
disusun sesuai sistem FEFO dan dilengkapi kartu stok untuk tiap jenis barang.
Masing-masing barang dengan kekuatan dosis yang berbeda-beda atau memiliki
isi volume dan varian yang berbeda memiliki kartu stok tersendiri. Barang disusun
di rak secara alfabetis dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaannya (padat,
semisolid, cair) dan jenis sediaannya (OGB, OTC, Kosmetik). Produk yang sama
namanya namun memiliki kekuatan dosis berbeda dipisahkan letaknya selisih
dengan satu atau dua jenis produk agar tidak terjadi kesalahan pengambilan
barang. Lokasi antara produk principal Kimia Farma dengan produk Prinsipal lain
selain Kimia Farma juga dibedakan posisi sektor raknya, Demikian juga untuk
produk yang ditujukan untuk program askes. Barang yang ditumpuk tingginya
sesuai dengan aturan penumpukan kardus yang tertera pada bagian luar kardus.
Semua barang yang tidak muat untuk diletakkan di rak ditaruh di lantai dengan
beralaskan palet agar tidak bersentuhan langsung. Barang disusun sebisa mungkin
agar memudahkan Kepala Gudang mengamati dan mengawasi personil yang lalu
lalang di dalam gudang dari ruangannya serta membuat aksesnya menjadi lebih
terbatas untuk menuju ke area penyimpanan produk yang memerlukan
penanganan khusus atau memiliki value yang relatif lebih tinggi sehingga dapat
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
56
Universitas Indonesia
mengurangi risiko terjadinya pencurian barang.
Untuk produk yang perlu penanganan atau kondisi penyimpanan khusus
terdapat fasilitas berupa chiller yang dihubungkan dengan termometer, suhu
dijaga atau diset 7°C agar berada dalam suhu kondisi penyimpanan yang
dipersyaratkan antara 2 hingga 8°C. Selain chiller, terdapat kulkas untuk
penyimpanan beberapa produk yang perlu disimpan pada suhu 3 hingga 10°C dan
untuk membuat es pendingin yang akan dipakai ketika pengiriman barang yang
memerlukan suhu dingin. Pada kulkas juga terpasang termometer khusus, seperti
yang terpasang pada chiller. Kapasitas pengisian chiller dan kulkas tidak terlalu
padat atau sudah maksimal volume pengisiannya dengan kapasitas kulkas.
Untuk obat yang rusak dan kedaluwarsa di cabang Bogor telah dilakukan
pemisahan dan ditempatkan di area terpisah yang tidak terkunci, namun
memerlukan akses berupa tangga yang dapat diamati oleh personil yang sedang
mengemasi pesanan dan CCTV jika ada orang yang naik ke area tersebut.
Pemusnahan obat di cabang Bogor pernah dilaksanakan pada tahun 2011.
Pemusnahan obat disertai dengan berita acara pemusnahan yang dibuat oleh APJ
dengan disaksikan oleh BPOM, Dinas Kesehatan dan APJ. Pemusnahan dilakukan
dengan cara dibakar atau diencerkan sesuai dengan sifat barang yang akan
dimusnahkan kemudian ditimbun di dalam tanah.
4.2.3.3 KFTD cabang Bekasi
Kondisi gudang KFTD cabang Bekasi terdiri dari 2 lantai, yaitu lantai 1
dengan suhu 27°C untuk produk non-NAPZA dalam bentuk eceran dan dus, serta
produk dengan perlakuan khusus di dalam lemari es yang dilengkapi dengan
termometer dengan suhu 10°C; sementara lantai 2 untuk produk NAPZA di
dalam ruangan khusus dengan satu lapis pintu yang terkunci dengan suhu 24°C,
produk non-NAPZA dalam bentuk kartonan dengan suhu 27°C, dan produk
vaksin di dalam cold storage dengan suhu 2°C.
Penyimpanan di KFTD cabang Bekasi berdasarkan produk non-NAPZA
dan produk NAPZA. Produk non-NAPZA pada lantai 1 dipisahkan berdasarkan
masing-masing principal: dari pihak internal, yaitu principal perusahaan induk
(PT Kimia Farma Tbk.) untuk produk OGB dan paten, serta dari pihak eksternal,
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
57
Universitas Indonesia
yaitu principal pihak III dan pihak lokal. Pemisahan untuk produk non-NAPZA
ini dilakukan dengan menggunakan rak-rak yang berbeda dimana terdapat 3 rak
yang masing-masing rak dibagi menjadi 2 bagian berdasarkan, sebagai berikut:
1. Rak 1 untuk produk dari pihak internal (principal perusahaan induk) dan
pihak eksternal (principal pihak III), terbagi menjadi 3 bagian: bagian kiri
untuk produk dari PT Indofarma dan PT Bernofarm; bagian kanan untuk
produk dari PT Darya Varia dan PT Mahakam Beta Farma; dan bagian
depan untuk produk kosmetik dari PT Kimia Farma Tbk.
2. Rak 2 untuk produk dari pihak internal, yaitu principal perusahaan induk
(PT Kimia Farma Tbk.), terbagi menjadi bagian kiri untuk produk OTC
dan ethical, dan bagian kanan untuk OGB.
3. Rak 3 untuk produk dari pihak internal (principal perusahaan induk) dan
pihak eksternal (principal pihak III), terbagi menjadi 3 bagian: bagian kiri
untuk produk OGB dari PT Kimia Farma Tbk.; bagian kanan untuk
produk dari PT Kasa Husada.
Untuk produk yang rusak atau kedaluwarsa telah dilakukan pemisahan
dan ditempatkan pada ruangan khusus dan terkunci. Obat yang diduga palsu
dan obat kembalian recall belum pernah ditemukan, namun untuk obat
kembalian retur dilakukan pemisahan dari produk non-NAPZA dan NAPZA.
Pemusnahan obat di KFTD cabang Bekasi sudah pernah dilakukan sebanyak 2
kali, yaitu pada tahun 2011 di Karawang (tempat khusus pembakaran) dan tahun
2012 di KFTD cabang Bekasi. Pemusnahan obat disertai dengan berita acara
pemusnahan yang dibuat oleh APJ dengan disaksikan oleh BPOM, Dinas
Kesehatan, dan APJ. Pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar, setelah itu
ditimbun di dalam tanah.
Kelengkapan alat penyimpanan produk non-NAPZA dan NAPZA di
KFTD cabang Bekasi ini dilengkapi dengan pallet, tangga, alat pengendali suhu
(AC), dan termometer ruangan terkalibrasi. Di KFTD cabang Bekasi terdapat alat
pemadam kebakaran dan generator yang sudah memadai dan juga dilengkapi
dengan lift khusus barang untuk memudahkan pemindahan barang.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
58
Universitas Indonesia
4.2.4 Penjualan Barang
Kegiatan penjualan dan pelayanan di ketiga cabang KFTD terdiri dari
penjualan regular dan penjualan narkotika & psikotropika. Untuk penjualan
reguler, maka pelanggan dapat langsung melakukan pemesanan melalui telepon
dengan menggunakan SP intern sebagai SP sementara, menggunakan SP yang
difaksimile, atau menggunakan SP yang dititipkan kepada salesman. Pada
pemesanan narkotika-psikotropika, wajib menggunakan SP Narkotika (Form N-9)
asli atau SP Psikotropika asli yang ditandatangani oleh APJ sesuai dengan
ketentuan CDOB. Pada ketiga cabang, pemesanan produk narkotika-psikotropika
telah sesuai dengan ketetapan CDOB. Namun, pada KFTD cabang Jakarta-1 dan
Bekasi, untuk pemesanan produk reguler masih ditemukan adanya pemesanan via
telepon atau faksimile oleh APJ dan tidak menggunakan SP asli. SP asli diterima
sesaat sebelum dilakukan penyerahan pesanan oleh petugas hantaran. Hal ini
merupakan kebijakan yang diberikan oleh PT KFTD cabang Jakarta-1 dan Bekasi
atas pertimbangan pemenuhan kebutuhan pelanggan yang mungkin mendesak.
Pemilihan pelanggan dalam proses penjualan juga menjadi perhatian,
dimana penyaluran sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya disalurkan kepada
pihak yang berhak dan berwenang untuk menyerahkan obat ke masyarakat yang
dibuktikan dengan adanya Surat Izin Apotek, toko obat dan PBF, Surat Izin
Penanggung Jawab dan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) atau SIUP (Surat Izin
Usaha Pengusaha).
Setelah SP diterima, selanjutnya dibuat sales order (SO) di sistem
informasi NAVISION untuk mengecek ketersediaan barang dalam memenuhi
pesanan, kemudian dibuat SKB, faktur penjualan, dan faktur pajak untuk
pembayaran secara Cash On Delivery (COD), jika pembayaran secara kredit,
maka faktur pajak akan dibuat saat tukar faktur atau saat penagihan. Faktur
penjualan dan faktur pajak ini dibuat oleh fakturis. Faktur penjualan kemudian
diberikan kepada Supervisor Logistik untuk kemudian dilakukan penyiapan
pesanan. Proses penyiapan diawali dengan pengambilan barang sesuai dengan
faktur penjualan, mulai dari nama sediaan, jumlah, jenis atau bentuk sediaan,
nomor batch sampai dengan pengecekan tanggal kedaluwarsa.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
59
Universitas Indonesia
4.2.4.1 Penyiapan dan Pengemasan Barang
Pada KFTD cabang Bogor dan Bekasi, proses penyiapan dilakukan oleh
petugas logistik khusus bagian penyiapan dan pada proses pengemasan dilakukan
oleh petugas logistik yang berbeda. Sedangkan untuk KFTD cabang Jakarta-1,
proses penyiapan dan proses pengemasan dilakukan oleh orang yang sama, yaitu
petugas penghantar barang ke customer. Untuk meminimalkan kesalahan
pengambilan barang (error) maka pengecekkan kembali (double check) barang
pesanan sebelum dikemas dilakukan oleh orang yang berbeda atau bisa juga
dilakukan oleh Supervisor Logistiknya.
Dokumentasi pengambilan barang reguler pada KFTD cabang Jakarta-1
belum dilakukan dengan baik, barang yang masuk dan barang yang keluar tidak
dilakukan pencatatan dengan menggunakan kartu stok yang telah tersedia.
Pengamatan mengenai pengambilan produk hanya dilakukan melalui
pemeriksaan barang yang diambil oleh petugas hantaran dan melalui sistem
NAVISION. Sedangkan untuk KFTD cabang Bogor, dokumentasi pengambilan
barang reguler belum terdokumentasi dengan cukup baik karena pencatatan pada
kartu stok baru terbatas pada jumlah sediaan yang diambil, nomor faktur dan
nama pelanggan saja, belum dicatat nomor batch-nya. Pada KFTD cabang Bekasi,
dokumentasi pengambilan barang reguler sudah dilakukan dengan baik, dimana
telah dilakukan pencatatan tanggal faktur, nomor faktur, nama customer atau
pelanggan, nomor batch, jumlah barang yang diambil (jumlah keluar), dan jumlah
stock akhir pada kartu stok untuk masing-masing barang. Namun, belum dicatat
expired datenya saat pengambilan barang. Expired date hanya ditulis ketika ada
barang masuk atau barang datang dari UBL. Sedangkan untuk produk narkotika
dan psikotropika,, dokumentasi pengambilan barang di ketiga cabang telah
dilakukan dengan baik.
Setelah kegiatan pengambilan dilaksanakan, barang dikemas dengan
plastik atau dus dan disegel dengan steples atau lakban untuk menjaga mutu
selama transportasi pengiriman, kemudian diberi nama dengan spidol permanent.
Kegiatan ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan,
kontaminasi, pencurian, dan tertukarnya barang hantaran. Kemudian petugas
hantaran menuliskan tanggal penghantaran, nomor faktur, tanggal faktur, nama
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
60
Universitas Indonesia
debitur atau pelanggan, jumlah harga komersil, dan jumlah harga PPn di buku
ekspedisi penjualan. Buku ekspedisi penjualan ini merupakan dokumentasi
penghantaran barang ke pelanggan. Setelah diisi, buku ekspedisi penjualan
kemudian ditandatangani oleh petugas hantaran, selanjutnya diperiksa
kesesuaiannya oleh APJ. Selanjutnya, petugas hantaran mengeluarkan barang
yang sudah dikemas beserta faktur penjualan, dan SP dari pelanggan ke pintu
transito out dan mengantarkan barang ke tempat tujuan sesuai dengan nama
debitur atau pelanggan yang tertulis pada faktur penjualan.
4.2.4.2 Pengiriman Barang
Pengiriman barang di ketiga cabang KFTD berbeda, dimana KFTD cabang
Jakarta-1 dan Bekasi dilakukan sendiri, sedangkan KFTD cabang Bogor
dilakukan melalui pihak ketiga. Penghantaran barang dilakukan setiap pagi
sebelum jam 11.00 WIB dan sore hari untuk barang yang belum sempat dihantar
sebelumnya. Penghantaran dilakukan menggunakan motor dan mobil box. Pada
mobil box telah dilengkapi dengan kunci gembok guna menjaga keamanan dan
mencegah pencurian obat dan penyelewengan lainnya selama transportasi.
Sedangkan penghantaran dengan menggunakan motor belum dilengkapi dengan
box, melainkan menggunakan tas ransel dan kardus yang telah dibungkus plastik
untuk menghindari produk basah karena hujan. Namun, untuk KFTD cabang
Jakarta-1, penghantaran menggunakan motor telah dilengkapi dengan box yang
dilengkapi dengan kunci gembok.
Penghantaran produk yang memerlukan perlakuan suhu khusus, seperti
obat kanker dan vaksin dalam penghantarannya digunakan cool box yang
dilengkapi dengan ice pack untuk menjaga mutu produk sesuai dengan
persyaratan CDOB. Namun, pada cool box belum tersedia termometer untuk
memastikan suhu barang yang akan diantar selalu stabil.
Selanjutnya, barang diserahkan kepada pelanggan dan faktur penjualan asli
ditandatangani dan diberi stempel oleh petugas apoteker atau seseorang yang
ditunjuk apoteker untuk menerima barang dari pihak customer KFTD. Petugas
hantaran meminta SP asli apabila SP yang dihantarkan dari pelanggan merupakan
SP intern (SP sementara). Faktur penjualan asli beserta copy yang telah
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
61
Universitas Indonesia
ditandatangani dan diberi stempel, diserahkan kepada Supervisor Logistik yang
selanjutnya akan dituliskan report, berupa total faktur yang tertulis pada buku
ekspedisi penjualan, faktur total barang yang terkirim dan faktur total barang
yang tidak terkirim. Kemudian, Supervisor Logistik memberikan faktur
penjualan asli dan faktur penjualan copy kepada petugas inkaso, sedangkan satu
faktur penjualan copy dan SP asli dimasukkan ke dalam arsip gudang.
Faktur penjualan asli, faktur penjualan copy dan surat tukar faktur yang
telah ditandatangani dan diberi stempel oleh pelanggan merupakan dokumen
yang sah untuk dilakukan penagihan kepada pelanggan. Pada penjualan barang
reguler, pembayaran dapat dilakukan secara tunai maupun non tunai (kredit)
dengan tenggang waktu atau jatuh tempo selama 30 hari, sedangkan untuk
penjualan produk narkotika dan psikotropika, pembayaran harus dilakukan secara
tunai atau cash on delivery (COD) pada saat barang dihantarkan. Namun, untuk
penjualan produk ke Rumah Sakit (RS), pembayaran dapat dilakukan secara
kredit dengan batas pembayaran maksimal 14 hari setelah pemesanan karena
proses dokumen di rumah sakit yang rumit.
Pemilihan pelanggan dalam proses penjualan juga menjadi perhatian,
dimana penyaluran sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya disalurkan kepada
pihak yang berhak dan berwenang untuk menyerahkan obat ke masyarakat yang
dibuktikan dengan adanya Surat Izin Apotek (SIA), Toko Obat (TO) yang telah
berizin, PBF yang telah berizin, Surat Izin Penanggung Jawab, dan NPWP
(Nomor Pokok Wajib Pajak) atau SIUP (Surat Izin Usaha Pengusaha).
4.2.4.3 Proses Penagihan Piutang
Pada penjualan kredit, penagihan dilakukan ketika pembayaran telah
jatuh tempo. Proses penagihan dibedakan menjadi :
1 . Outlet yang tidak mempunyai sistem tukar faktur
a . Saat waktu jatuh tempo, petugas inkaso menyiapkan dokumen alat tagih
lengkap (faktur penjualan asli yang disertai dengan faktur penjualan copy
dan faktur pajak asli) dan membuat nota inkaso (faktur tagihan) dan
ditandatangani, diberi nomor dan tanggal;
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
62
Universitas Indonesia
b . Petugas penagih mendatangi pelanggan dengan membawa faktur tagihan
dilampirkan dengan dokumen alat tagih, lalu memperoleh uang tunai, cek,
atau giro, dan menyerahkan faktur penjualan asli yang disertai dengan
faktur penjualan copy kepada pelanggan;
c . Petugas inkaso menerima kembali faktur tagihan dan meminta petugas
penagih menuliskan hasil tagihannya pada faktur tagihan di hari yang
sama pada saat penyerahan alat tagih, lalu menandatangani faktur tagihan
tersebut;
d . Petugas inkaso membuat bukti penerimaan kas untuk pembayaran secara
tunai atau bukti penerimaan bank untuk pembayaran secara cek atau giro,
lalu menyerahkan bukti penerimaan kas atau bank yang dilampirkan faktur
tagihan dan faktur penjualan copy ke kasir, lalu kasir akan menandatangani
faktur tagihan;
e . Petugas inkaso meminta kembali faktur tagihan yang telah ditandatangani
kasir dan mengarsipkan faktur pajak beserta faktur penjualan copy ke
dalam lemari besi (feeling cabinet).
2. Outlet yang mempunyai sistem tukar faktur
a. Sebelum waktu jatuh tempo, petugas penagih mendatangi pelanggan dengan
membawa faktur penjualan asli yang disertai dengan faktur penjualan copy
untuk melakukan tukar faktur dengan pelanggan yang tujuannya untuk
mengingatkan pelanggan bahwa pembayaran telah mendekati jatuh
tempo, petugas penagih menukarkan faktur penjualan asli dengan Tanda
Terima Tukar Faktur (TTTF) dan meminta pelanggan untuk
menandatangani dan memberi stempel yang merupakan janji
pembayaran;
b . Saat waktu jatuh tempo, petugas inkaso menyerahkan TTTF yang telah
ditandatangani dan diberi stempel oleh pelanggan dilampirkan dengan
dokumen alat tagih (faktur penjualan copy dan faktur pajak asli) serta nota
inkaso (faktur tagihan) yang ditandatangani dan diberi nomor dan tanggal
kepada petugas penagih, lalu petugas penagih memperoleh uang tunai, cek,
atau giro, dan menyerahkan faktur penjualan copy kepada pelanggan
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
63
Universitas Indonesia
sebagai bukti pembayaran atas TTTF yang berhasil ditagih oleh petugas
penagih;
c . Petugas inkaso menerima kembali faktur tagihan dilampirkan TTTF yang
belum berhasil ditagih dan meminta petugas penagih menuliskan hasil
tagihannya pada faktur tagihan di hari yang sama pada saat penyerahan
alat tagih, lalu petugas inkaso menandatangani faktur tagihan tersebut;
d . Petugas inkaso membuat bukti penerimaan kas untuk pembayaran secara
tunai atau bukti penerimaan bank untuk pembayaran secara cek atau giro
atas TTTF yang berhasil ditagih, lalu menyerahkan bukti penerimaan kas
atau bank dilampirkan faktur tagihan dan faktur penjualan copy ke kasir,
lalu kasir menandatangani faktur tagihan;
e . Petugas inkaso meminta kembali faktur tagihan yang telah ditandatangani
kasir dan mengarsipkan faktur pajak beserta faktur penjualan copy ke
dalam lemari besi (filling cabinet).
f . Batas pembayaran bagi pelanggan atas TTTF yang belum berhasil ditagih
oleh petugas penagih adalah 45 hari, jika lebih dari 45 hari maka
pelanggan tidak boleh melakukan transaksi pembelian atau status pelanggan
terkunci (lock)
g. Apabila penagihan piutang kepada pelanggan yang telat membayar setelah
45 hari atas TTTF yang belum berhasil ditagih oleh petugas penagih maka
petugas inkaso akan membuat surat konfirmasi piutang per pelanggan, lalu
memberikan kepada petugas penagih saat melakukan penagihan. Hal ini
dilakukan sebagai alat kontrol dalam penagihan.
4.2.5 Dokumentasi
Pengarsipan atau dokumentasi dilakukan sebagai antisipasi jika terjadi hal
yang tidak dinginkan di masa yang akan datang dan perlu penelusuran seluruh
aspek kegiatan. Pengarsipan dokumentasi yang dilakukan telah memenuhi
ketentuan CDOB karena sudah ada dokumentasi tertulis yang berupa Standard
Operating Procedure (SOP), kontrak, dan data, baik berbentuk kertas dan
elektronik (sistem NAVISION) pada kegiatan pembelian, penerimaan,
penyimpanan, penyaluran dan pelaporan. Seluruh dokumen, seperti laporan
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
64
Universitas Indonesia
keuangan, laporan penjualan, laporan pembelian dan lain-lain dicetak dan
ditandatangani oleh masing-masing petugas dengan persetujuan kepala cabang.
Dokumen disimpan di rak arsip secara teratur dan belum pernah dimusnahkan.
Pelaporan dilakukan secara mingguan, bulanan, triwulan dan tahunan ke KFTD
pusat sebagai bahan pertimbangan untuk kegiatan selanjutnya di waktu
mendatang.
Berdasarkan dari seluruh rangkaian kegiatan tersebut, maka kegiatan di
ketiga cabang KFTD dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian utama, yaitu
kegiatan pembelian dan penyimpanan (Unit Logistik), kegiatan penjualan dan
pelayanan (Unit Penjualan), dan kegiatan penagihan serta pengarsipan
dokumentasi (Unit Tata Usaha). Seluruh rangkaian kegiatan memiliki indikator
apakah kegiatan berjalan dengan baik atau tidak serta sasaran kegiatan sebagai
tolak ukur pencapaian tujuan.
Dari seluruh rangkaian kegiatan tersebut maka unit logistik di ketiga
cabang KFTD dalam hal pembelian telah mencapai sasaran memperoleh harga
barang yang lebih murah dengan adanya diskon yang diberikan oleh pihak
principal terutama principal pihak III. Service level pembelian mendekati 100%,
karena ULS tepat waktu dalam pengiriman barang pesanan (< 3 hari = 100 %)
tapi belum mampu memenuhi seluruh permintaan dari ketiga cabang KFTD.
Pada unit tata usaha di PT KFTD cabang Bekasi, pencapaian sasaran
sudah tercapai dengan tidak adanya kehilangan faktur. Di sisi lain, unit tata usaha
juga telah mencapai sasaran kegiatan dengan menyajikan laporan keuangan yang
tepat isi dan tepat waktu.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
65 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1. Cara Distribusi Obat yang Baik di PT. Kimia Farma Trading and
Distribution meliputi aspek manajemen mutu, organisasi, manajemen dan
personalia, bangunan dan peralatan, operasional, inspeksi diri,
transportasi, fasilitas distribusi berdasar kontrak dan dokumentasi. Sebagai
Pedagang Besar Farmasi, KFTD cabang Bogor, KFTD cabang Jakarta 1,
dan KFTD cabang Bekasi telah berusaha berpedoman pada CDOB yang
dikeluarkan oleh BPOM RI pada semua lini kegiatannya, namun masih
terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki.
2. Dalam melakukan kegiatannya PT. Kimia Farma Trading and Distribution
(KFTD) telah menunjuk apoteker sebagai penanggung jawab fasilitas
distribusi, dimana tanggung jawab apoteker yaitu menyusun, memastikan
dan mempertahankan penerapan sistem manajeman mutu di fasilitas
distribusi.
5.2 Saran
1. Sebaiknya dibuat SOP penyerahan tugas ke tenaga teknis kefarmasian lain
apabila APJ tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam waktu yang
ditentukan, sebab pada kenyataanya APJ hanya bertugas seorang diri
sehingga jika APJ cuti atau tidak dapat hadir karena alasan tertentu maka
tugas dan tanggung jawab APJ tidak dapat tergantikan.
2. Sebaiknya petugas gudang di KFTD Bogor segera ditambah, karena
mempertimbangkan luas gudang dan jumlah pesanan perhari, 2 petugas
gudang dirasa belum cukup. Selain itu kebijakan KFTD jakarta-1 yang
memperbolehkan petugas pengantar barang ikut dalam proses gudang
harus dievaluasi kembali, jika memang diperlukan harus ada pengawasan
yang ketat untuk menghindari kehilangan barang dan kerusakan barang
akibat petugas yang kurang terlatih.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
66
Universitas Indonesia
3. Sebaiknya dilakukan evaluasi dari pihak UBL terkait dengan pemeriksaan
barang dan waktu pengiriman barang, sehingga tidak terjadi keterlambatan
barang dan kesalahan pengiriman barang.
4. Sebaiknya ruang transito out dan transito in di KFTD Jakarta-1 dan
KFTD Bogor dipisah dan tidak dijadikan tempat penyimpanan barang
untuk mencegah keterlambatan pengiriman, kesalahan atau kehilangan
barang saat pengiriman barang dan penerimaan barang.
5. Sebaiknya SP asli pengadaan narkotika-psikotropika di ketiga KFTD
cabang segera dikirimkan ke ULS setelah dibuat oleh APJ sesuai dengan
persyaratan CDOB.
6. Sebaiknya dibuat jadwal pembersihan dan perawatan gudang secara rutin
di ketiga KFTD cabang.
7. Sebaiknya pencatatan pengambilan barang ke dalam kartu stok untuk
barang reguler dilakukan dengan lengkap oleh ketiga KFTD cabang
(tanggal, nomor faktur, nama pelanggan, nomor batch, tanggal
kadaluwarsa, jumlah barang yang diambil, dan sisa stok) sesuai SOP.
8. Sebaiknya motor penghantar barang di ketiga KFTD cabang dilengkapi
dengan box demi menjaga mutu sediaan dan keselamatan penghantar.
9. Sebaiknya dilakukan pelatihan kepada petugas di ketiga KFTD cabang
mengenai penggunaan APAR, pengelolaan CCP, pengelolaan narkotika-
psikotropika, CDOB dan perundang-undangan yang terkait.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
67 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara
Dstribusi Obat yang Baik. Jakarta.
Kimia Farma. (2012). Laporan Tahunan Annual Report Tahun 2012. Jakarta:
Kimia Farma.
Kementerian Kesehatan. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan No. 1148 Tahun
2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta.
Kementerian Keuangan. (2012). Peraturan Menteri Keuangan Nomor
162/PMK.011/2012. Jakarta.
Kementrian Pekerjaan Umum. (2013). Pembukuan Unit Pengelola Keuangan.
Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya.
Nurjannah. (2012). Analisis Tingkat Perputaran Piutang Pada PT Adira Finance
Makassar. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (1983). Undang-Undang Republik Indonesia No. 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2000). Undang-Undang Republik Indonesia No. 18
Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 35
Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta.
Said, Muhammad Umar. (2013). Manajemen Pedagang Besar Farmasi
Praktis.Solo: CV. Ar-Rahman.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
69
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Besar
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
70
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Surat Izin Pedagang Besar Farmasi
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
71
Universitas Indonesia
Lampiran 3. Surat Izin Penyalur Alat Kesehatan
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
72
Universitas Indonesia
Lampiran 4. Surat Izin Khusus Sebagai Distributor Narkotika
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
73
Universitas Indonesia
Lampiran 5. Surat Pesanan ke Pihak Unit Logistik Sentral (ULS)
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
74
Universitas Indonesia
Lampiran 6. Surat Pesanan ke Pihak III
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
75
Universitas Indonesia
Lampiran 7. Surat Kirim Barang (SKB) dari UBL ke KFTD Cabang
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
76
Universitas Indonesia
Lampiran 8. Faktur Pembelian dari UBL ke KFTD Cabang
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
77
Universitas Indonesia
Lampiran 9. Tanda Terima Barang dari UBL ke KFTD Cabang
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
78
Universitas Indonesia
Lampiran 10. Surat Pesanan Narkotika Model N.9
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
79
Universitas Indonesia
Lampiran 11. Faktur Pembelian ke Pihak III
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
80
Universitas Indonesia
Lampiran 12. Faktur Pajak Pembelian ke Pihak III
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
81
Universitas Indonesia
Lampiran 13. Faktur Penjualan dari KFTD Cabang ke Pelanggan
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
82
Universitas Indonesia
Lampiran 14. Berita Acara Stok Opname Faktur
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
83
Universitas Indonesia
Lampiran 15. Nota Inkaso (Sebagai Alat Tagih ke Pelanggan)
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
84
Universitas Indonesia
Lampiran 16. Laporan Distribusi Obat per Customer
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
85
Universitas Indonesia
Lampiran 17. Faktur Pembelian dari Pihak III
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
86
Universitas Indonesia
Lampiran 18. Surat Jalan dari Pihak III
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
87
Universitas Indonesia
Lampiran 19. Kartu Persediaan Barang (Pada Program Navition)
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
88
Universitas Indonesia
Lampiran 20. Kartu Persediaan Barang (Kartu Stok Barang)
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION
JALAN BUDI UTOMO NO.1 JAKARTA PUSAT
PERIODE 6 JANUARI – 17 FEBRUARI 2014
SISTEM PENGADAAN OBAT YANG EFEKTIF DI
PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION
CABANG JAKARTA-1
DIAN NOVITASARI, S.Farm.
1306343486
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2014
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
ii Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION
JALAN BUDI UTOMO NO.1 JAKARTA PUSAT
PERIODE 6 JANUARI – 17 FEBRUARI 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
DIAN NOVITASARI, S.Farm
1306343486
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2014
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
iv Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan anugerah-Nya, penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
Tugas Khusus Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Kimia Farma
Trading and Distribution Jakarta yang telah dilaksanakan pada tanggal 06 Januari
– 13 Februari 2014.
Pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker merupakan salah satu sarana
untuk mengembangkan wawasan kefarmasian di Pedagang Besar Farmasi (PBF)
sebelum melakukan pengabdian sebagai Apoteker, dan merupakan salah satu
syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih yang paling dalam kepada:
1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia. .
2. Bapak Dr. Hayun, M.Si., selaku Ketua Program Pendidikan Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
3. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Pembimbing dari Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan.
4. Bapak Ignatius Muryanta, selaku Direktur Utama PT. Kimia Farma
Trading and Distribution.
5. Bapak Drs. M. Umar Said, Apt., MM., selaku Direktur Bidang Keuangan
dan Sumber Daya Manusia PT. Kimia Farma Trading and Distribution
atas waktu, pikiran dan ijin yang diberikan untuk pelaksanaan kegiatan
PKPA di PT. Kimia Farma Trading and Distribution.
6. Bapak Drs. Taufik Hidayat, Apt., selaku Manajer Bidang Sumber Daya
Manusia dan Pembimbing di PT. Kimia Farma Trading and Distribution
Jakarta atas waktu, tenaga dan pikiran yang telah diberikan kepada
penulis.
7. Bapak Drs. Efrizon, Apt selaku Kepala cabang KFTD dan pembimbing
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
v Universitas Indonesia
lapangan di Pedagang Besar Farmasi PT. Kimia Farma Trading and
Distribution cabang Jakarta-1 atas ijin dan bimbingan selama penulis
melakukan PKPA di KFTD cabang.
8. Seluruh staf dan karyawan KFTD yang telah membantu dalam
pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
9. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia.
10. Rekan-rekan Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia angkatan
LXXVIII atas kebersamaan dan dukungan selama menempuh pendidikan.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan
laporan ini.
Demikian laporan PKPA ini disusun, dengan harapan tulisan ini bermanfaat
bagi rekan-rekan sejawat khususnya dan pembaca pada umumnya. Penulis sangat
mengharapkan masukan, kritik dan saran yang membangun guna perbaikan dan
penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini memberikan manfaat bagi
berbagai pihak. Terima kasih.
Penulis
2014
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
vi Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... vii
BAB 1. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1 1
1.2. Tujuan Penelitian ................................................................................. 3 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 4 4
2.1. PT. Kimia Farma Trading & Distribution (KFTD) .............................. 4 4
2.2. Manajemen Operasional di PBF ...........................................................
2.2.1. Pengelolaan Fungsi Manajemen .................................................
2.2.2. Pengelolaan Fungsi Perencanaan………………............
2.2.3. Pengelolaan Fungsi Pengadaan ………………………..
5
6
7
8
2.3. Pajak…. ................................................................................................ 6 16
2.3.1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) .................................................
2.3.2. Faktur Pajak ………………………………………..
16
18
BAB 3. PEMBAHASAN ........................................................................................... 30 19
BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 0
4.1. Kesimpulan….. .............................................................................
4.2. Saran ............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 2
24
24
24
25
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
vii Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Struktur Organisasi KFTD Cabang Jakarta-1 .................................... 27
Lampiran 2 Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Besar ..................................... 28
Lampiran 3 Surat Izin Pedagang Besar Farmasi .................................................... 29
Lampiran 4 Surat Izin Penyalur Alat Kesehatan .................................................... 30
Lampiran 5 Surat Izin Khusus Sebagai Distributor Narkotika .............................. 31
Lampiran 6 Surat Pesanan ke Pihak Unit Logistik Sentral (ULS) ......................... 32
Lampiran 7 Surat Pesanan ke Pihak III .................................................................. 33
Lampiran 8 Surat Kirim Barang (SKB) dari UBL ke KFTD Cabang .................. 34
Lampiran 9 Faktur Pembelian dari UBL ke KFTD Cabang .................................. 35
Lampiran 10 Tanda Terima Barang dari UBL ke KFTD Cabang ........................... 36
Lampiran 11 Surat Pesanan Narkotika Model N.9 ................................................. 37
Lampiran 12 Faktur Pembelian ke Pihak III ............................................................ 38
Lampiran 13 Faktur Pajak Pembelian ke Pihak III .................................................. 39
Lampiran 14 Surat Jalan dari Pihak III ................................................................... 40
Lampiran 15 Kartu Persediaan Barang (Navision) .................................................. 41
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
4 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap orang berhak atas kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan
yang aman, bermutu, dan terjangkau. Kesehatan merupakan salah satu hak dasar
manusia di Indonesia yang diakui dalam konstitusi UUD 1945. Oleh karena itu,
diperlukan suatu sumber daya kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan
kesehatan masyarakat.
Keterjangkauan dan penggunaan obat yang rasional merupakan tujuan dari
pelayanan kesehatan. Pemilihan obat yang tepat dengan mengutamakan
penyediaan obat dapat meningkatkan akses serta kerasionalan penggunaan obat.
Semua obat yang beredar harus terjamin keamanan, khasiat dan mutunya agar
memberikan manfaat bagi kesehatan. Dalam melakukan pelayanan kesehatan,
tenaga kesehatan harus menjamin ketersediaan obat dan juga menjaga citra
pelayanan kesehatan itu sendiri, maka sangatlah penting menjamin ketersediaan
dana yang cukup untuk pengadaan obat, namun lebih penting lagi dalam
mengelola dana penyediaan obat secara efektif dan efisien.
Perencanaan kebutuhan obat merupakan salah satu fungsi yang
menentukan proses pengadaan obat. Tujuan perencanan kebutuhan sediaan
farmasi, khususnya obat, adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai
dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk dalam
program kesehatan yang telah ditetapkan. Perencanaan obat adalah upaya
penetapan jenis dan jumlah obat sesuai dengan kebutuhan. Keberhasilan
perencanaan jumlah kebutuhan obat dapat dicapai dengan melibatkan tim dan
kombinasi dari berbagai metode.
Pengadaan obat diawali dengan perencanaan kebutuhan obat melalui
analisa kebutuhan yang dapat dipertanggungjawabkan, diharapkan mendekati
kebutuhan nyata. Pengadaan obat merupakan bagian dari usaha untuk mencari
keuntungan, sehingga strategi yang ditempuh lebih ditekankan pada masalah
biaya. Kegiatan pengadaan merupakan suatu kegiatan yang akan memberikan
nilai tambah terkait dengan kepentingan dalam meningkatkan pelayanan
1
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
2
Universitas Indonesia
kesehatan. Sehingga dalam proses pengadaan obat dituntut untuk mewujudkan
tata kelola yang baik dengan peningkatan efektifitas dan efisiensi.
Pengadaan obat dilakukan oleh industri farmasi kepada Pedagang Besar
Farmasi (PBF) tertentu, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah
tertentu dan rumah sakit. Pengadaan obat dapat pula dilakukan oleh pedagang
besar farmasi dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu.
Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan
atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan (Kementerian Kesehatan, 2011). Salah satu Pedagang Besar Farmasi
yang ada di Indonesia adalah PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD)
yang merupakan anak perusahaan PT. Kimia Farma Tbk, yang bergerak di bidang
distribusi dan perdangangan produk farmasi dan alat kesehatan (Said M. Umar,
2013). KFTD harus menjamin keabsahan dan mutu produk farmasi agar produk
farmasi yang sampai ke konsumen adalah produk yang aman, efektif, dan dapat
digunakan sesuai indikasinya.
Dalam rangka menjamin ketersediaan pengadaan obat dan mutu obat
tersebut, maka diperlukanlah Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)
dan PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) sebagai pedagang besar
farmasi wajib berpedoman kepada CDOB yang telah ditetapkan. CDOB adalah
suatu pedoman yang mengatur cara pengadaan, penyimpanan, hingga cara
pendistribusian atau penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan
memastikan mutu sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai persyaratan
dan tujuan penggunaannya (BPOM RI, 2012).
Berdasarkan latar belakang tersebut maka sebagai mahasiswa Program
Profesi Apoteker perlu adanya pemahaman tentang perencanaan pengadaan
sediaan farmasi yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Oleh karena itu,
Universitas Indonesia bekerja sama dengan KFTD untuk melakukan Praktek
Kerja Profesi Apoteker sebagai sarana dalam mendapatkan ilmu dan pengalaman
dalam bidang pengelolaan dan perencanaan pengadaan sediaan farmasi. Selain itu
juga untuk mengetahui kegiatan CDOB yang dilakukan oleh KFTD khususnya
pada KFTD cabang Jakarta-1.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
3
Universitas Indonesia
1.2 Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini bertujuan untuk mengetahui
dan memahami proses perencanaan pengadaan di PT. Kimia Farma Trading and
Distribution cabang Jakarta-1.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
4 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD)
PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) merupakan anak
perusahaan Perseroan yang didirikan pada tanggal 4 Januari 2003, bergerak di
bidang layanan distribusi dan perdagangan produk kesehatan dan memiliki
wilayah layanan yang luas mencakup 33 Provinsi dan 466 Kabupaten atau Kota.
KFTD sebelumnya merupakan divisi yang bergerak di bidang yang sama, yaitu
perdagangan dan distribusi. Oleh karena itu, pengalamannya bukan baru sepuluh
tahun, tetapi sama dengan umur PT. Kimia Farma (Persero) Tbk itu sendiri.
Berbekal kemampuan serta pengalaman menangani pendistribusian
produk-produk PT. Kimia Farma Tbk, sejak tahun 1917, pada tanggal 4 Januari
2003 divisi Pedagang Besar Farmasi ini kemudian berkembang menjadi anak
perusahaan dengan nama PT. Kimia Farma Trading and Distribution yang
berbasis Jasa Layanan Perdagangan dan Distribusi.
Sebagai penyedia jasa layanan distribusi, KFTD menyalurkan aneka
produk dari perusahaan induk, produk dari principal lainnya, serta produk-produk
non-principal. KFTD mendistribusikan produk-produk tersebut melalui penjualan
regular ke apotek (apotek kimia farma dan non kimia farma), rumah sakit, toko
obat, horeka (hotel, restoran, dan karaoke) serta supermarket. Di bidang jasa
perdagangan atau trading, KFTD melayani dan membantu program-program
pemerintah untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan bagi rakyat di seluruh
Indonesia, misalnya Kementrian Kesehatan, Dinas Kesehatan, BKKBN dan lain-
lainnya.
Untuk memudahkan operasionalnya, KFTD juga didukung oleh 44 kantor
cabang (6 cabang kelas 1, 32 cabang kelas 2 dan 7 cabang kelas 3) dengan
wilayah operasionalnya mulai dari Aceh sampai dengan Jayapura. Secara
keseluruhan jumlah karyawan KFTD sampai akhir tahun 2012 mencapai 1054
orang, mencakup Apoteker sebagai penanggung jawab KFTD sebagai fasilitas
distribusi. Fasilitas dan layanan dalam menjaga kualitas layanan dan kelancaran
operasional secara menyeluruh, KFTD diperkuat dengan fasilitas pergudangan
4
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
5
Universitas Indonesia
seluas 23.515 m2 yang dikelola secara profesional.
Armada transportasi yang terintegrasi dengan sistem informasi, juga
merupakan bagian yang terpenting dalam mendukung kelancaran aktifitas KFTD.
Kini tercatat lebih dari 477 mobil box dan 292 sepeda motor box, siap
mendistribusikan produk-produk yang dipercayakan pengirimannya kepada
KFTD. Layanan pengiriman yang cepat dan tepat, sesuai dengan standar CDOB
atau Cara Distribusi Obat yang Baik sesuai ketentuan Badan POM, serta layanan
garansi atau klaim atas produk-roduk yang dipercayakan pada principal.
KFTD Cabang Jakarta-1 merupakan salah satu dari 44 kantor cabang yang
ada di Indonesia. Dahulu kantor cabang ini terletak di daerah Bandengan, Jakarta
Utara. Namun, kini lokasinya telah dipindahkan ke Komplek Perkantoran
Majapahit Jl. Majapahit No. 20 Jakarta Pusat. KFTD Cabang jakarta-1 merupakan
kantor cabang kelas 3 yang melayani pemesanan pelanggan di sekitar wilayah
Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara yang meliputi daerah Tanah
Abang, Tanjung Duren, Mangga Besar, Sawah Besar, Slipi, Grogol, Muara
Karang, Pluit, Cengkareng, dan toko kosmetik wilayah Asemka.
Dalam menjalankan operasional kegiatannya KFTD Cabang Jakarta-1
menunjuk seorang Apoteker sebagai penanggung jawab yang telah memiliki
pengetahuan dan telah mengikuti pelatihan CDOB yang memuat aspek keamanan,
identifikasi obat, deteksi dan pencegahan masuknya obat palsu ke dalam rantai
distribusi. Jumlah personil KFTD Cabang Jakarta-1 yaitu 24 orang yang terdiri
dari 1 orang Kepala Cabang, 3 orang supervisor (bagian penjualan, logistik, dan
tata usaha), 8 orang salesman, 1 orang fakturis, 1 orang petugas gudang, 4 orang
petugas pengiriman barang yang difasilitasi dengan 1 unit mobil box dan 3 unit
motor box, 1 orang kasir, 1 orang administrasi inkaso, 3 orang juru tagih dan 1
orang petugas kebersihan. Struktur organisasi dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.2 Manajemen Operasional di Pedagang Besar Farmasi (PBF)
Manajemen operasional adalah suatu cara pengelolaan fungsi-
fungsi kegiatan (fungsi-fungsi manajemen) yang terdapat dalam suatu perusahaan
untuk mencapai suatu tujuan. Cara pengelolaan pada setiap fungsi kegiatan
berbeda-beda antara fungsi kegiatan satu dengan fungsi kegiatan lainnya karena
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
6
Universitas Indonesia
pada setiap fungsi kegiatan tersebut memiliki tujuan yang berbeda.
Tujuan manajemen operasional adalah untuk menjadikan Apoteker
Penanggung Jawab (APJ) PBF dapat memahami dan mengerti mengenai:
1) Cara mengelola fungsi–fungsi kegiatan (manajemen operasional) di PBF dan
mengevaluasi pencapaian indikatornya pada fungsi kegiatan seperti :
a) Manajemen pembelian (purchasing), untuk memperoleh harga beli barang
yang efisien dan dapat memenuhi kebutuhan pelanggan
b) Manajemen pergudangan (warehouse), untuk mencegah resiko kerugian
sekecil mungkin dari kehilangan, kerusakan dan barang yang tidak laku
c) Manajemen penjualan dan pelayanan (sales andservicie), untuk memberikan
kepuasan kepada pelanggan dan memperoleh keuntungan yang optimal
d) Manajemen piutang (collection), untuk mencegah resiko kerugian akibat
piutang macet, dibawa kabur (dicuri juru tagih) atau pelanggannya
ngemplang
e) Manajemen pembukuan (accounting), untuk dapat menyajikan laporan
khususnya keuangan yang tepat isi dan tepat waktu
2) Cara membuat standar operasi prosedur pada setiap fungsi kegiatan di PBF
3) Cara membuat sistem dan melakukan pengawasan pelaksanaan standar operasi
prosedur pada setiap fungsi kegiatan di PBF.
2.2.1 Pengelolaan Fungsi Manajemen (M.Umar, 2013)
Dalam mengelola kegiatan distribusi di PBF, perlu memperhatikan fungsi-
fungsi manajemen yaitu yang terdiri dari Perencanaan (planning) untuk mencapai
suatu tujuan; Pengorganisasian (organization) atau menyelaraskan fungsi-fungsi
kegiatan yang ada; Pelaksanaan (actuating) program kerja untuk mencapai sasaran
pada setiap fungsi kegiatan sesuai dengan tugas, wewenang, tanggung jawab;
Pengawasan (controlling) terhadap pelaksanaan program kerja terhadap
pencapaian sasarannya.
Untuk mencapai suatu tujuan dari sebuah PBF, dibutuhkan suatu fungsi
manajemen dengan membuat struktur organisasi agar seluruh fungsi kegiatan di
PBF dapat beroperasi sesuai dengan rencana. Seorang direktur PBF harus dapat
memprediksi dan membentuk struktur organisasi PBF, disertai dengan uraian
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
7
Universitas Indonesia
fungsi dan tugas; wewenang; dan tanggung jawabnya (job description) agar dapat
mengetahui kegiatan apa saja yang akan dilakukan dan tipe orang yang bagaimana
(job qualification) yang dapat melaksanakan fungsi kegiatan tersebut. Dalam
menetapkan struktur organisasi sebuah PBF, dapat disesuaikan dengan tingkat
kebutuhan dan besarnya volume aktivitas PBF sehingga untuk PBF yang volume
aktivitasnya masih kecil dapat saja menggunakan bentuk struktur organisasi yang
lebih sederhana dengan melakukan perangkapan fungsi kegiatan selama risiko
kerugian dapat dihindarkan dan dikendalikan. Akan tetapi, penggunaan struktur
organisasi yang ideal sangat diperlukan agar petugas dapat melaksanakan
tugasnya sesuai dengan fungsi kegiatannya. Maksud dari penerapan struktur
organisasi yang ideal adalah untuk mencegah atau mengurangi risiko kerugian
(kecurian) akibat adanya peluang karena perangkapan fungsi yang dapat membuat
petugas cenderung untuk melakukan penyimpangan dari sistem yang berlaku.
2.2.2 Pengelolaan Fungsi Perencanaan
Perencanaan merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam
manajemen karena perencanaan akan menentukan fungsi manajemen lainnya
terutama pengambilan keputusan. Dengan adanya perencanaan, pelaksanaan
kegiatan akan berjalan dengan lebih baik dan terarah. Dengan demikian
perencanaan merupakan suatu pedoman atau tuntutan terhadap proses kegiatan
untuk mencapai tujuan sevcara efektif dan efisien.
Menurut Herbert Simon (1991), perencanaan adalah sebuah proses
pemecahan masalah yang bertujuan untuk menemukan solusi. Menurut Hasibuan
(2003), perencanaan adalah pekerjaan mental untuk memilih sasaran, kebijakan,
prosedur dan program yang diperluan untuk mencapai apa yang diinginkan pada
masa yang akan datang.
Menurut azwar (1996), pengertian perencanaan mempunyai banyak
macamnya, akan tetapi yang menurutnya dianggap penting antara lain
dikemukakan oleh Billy E. Goetz, yang mengemukakan bahwa perencanaan
adalah kemampuan untuk memilih dari berbagai kemungkinan yang tersedia dan
yang dipandang paling tepat untuk mencapai tujuan.
Perencanaan di bidang kesehatan pada dasarnya merupakan suatu proses
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
8
Universitas Indonesia
untuk merumuskan masalah kesehatan yang berkembang di masyarakat,
menentukan kebutuhan dan sumber daya yang harus disediakan, menetapkan
tujuan yang paling pokok dan menyusun langkah-langkah praktis utuk mencapai
tujuan yang ditetapkan. Dari batasan tersebut, perencanaan akan menjadi efektif
jika sebelumnya dilakukan perumusan masalah berdasarkan fakta (Muninjaya,
2004).
Dalam tugas khusus ini, akan fokus membahas mengenai fungsi kegiatan
(manajemen operasional) di PBF terutama terkait fungsi kegiatan perencanaan
pengadaan (pembelian).
2.2.3 Pengelolaan Fungsi Pengadaan Obat di PBF
Menurut Moh. Anief (1995), Pengadaan barang dalam sehari-hari disebut
juga dengan pembelian dan merupakan titik awal dari pengendalian persediaan.
Jika titik awal ini sudah tidak tepat, maka pengendalian akan sulit dikontrol.
Pengadaan merupakan aktifitas yang berhubungan dengan menyediakan
produk atau material yang berasal dari supplier yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan organisasi dalam waktu tertentu dan dengan harga yang paling murah.
Manajemen pengadaan dilakukan untuk memastikan ketersediaan barang di
gudang serta memastikan efisiensi dari pergerakan produk.
Fungsi pengadaan merupakan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan operasional yang telah ditetapkan didalam fungsi
perencanaan, penentuan kebutuhan, maupun penganggaran. Didalam pengadaan
dilakukan proses pelaksanaan rencana pengadaan dari fungsi perencanaan dan
penetuan kebutuhan serta rencana pembiayaan dari fungsi penganggaran.
Pelaksanaan dari fungsi pengadaan dapat dilakukan dengan pembelian.
Pembelian harus menyesuaikan dengan hasil penjualan, sehingga ada
keseimbangan antara penjualan dan pembelian. Keseimbangan ini tidak hanya
antara pembelian dengan penjualan total, tetapi harus diperinci yaitu antara
penjualan dan pembelian dari setiap jenis obat. Obat yang laku keras harus terbeli
dalam jumlah relative banyak dibanding obat yang laku lambat.
Penunjukkan langsung adalah salah satu metode pengadaan barang/jasa
pemerintah sesuai Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
9
Universitas Indonesia
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah, disamping beberapa
metode pengadaan barang/jasa, yaitu : lelang, pemilihan langsung, maupun
swakelola.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007 bahwa pekerjaan
pengadaan dan distribusi bahan obat, obat dan alat kesehatan dalam rangka
menjamin ketersediaan obat untuk pelaksanaan peningkatan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat yang jenis, jumlah dan harganya telah ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan dimasukkan ke dalam kriteria barang/jasa khusus. Pelaksanaan
pengadaan barang/jasa khusus dapat dilakukan dengan metode penunjukkan
langsung.
Tujuan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan adalah :
a. Tersedianya obat dan perbekalan kesehatan dengan jenis dan jumlah yang
cukup sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan.
b. Mutu obat dan perbekalan kesehatan terjamin.
c. Obat dan perbekalan kesehatan dapat diperoleh pada saat diperlukan.
2.2.3.1 Sistem Pengadaan Barang (Moh. Anief, 1995)
Sistem pengadaan barang dikatakan baik apabila pembelian memenuhi
ketentuan sebagai berikut :
a. Komposisi produk sesuai dengan kebutuhan
b. Mampu melayani jenis produk yang diperlukan pasien
c. Jumlah pembelian untuk keperluan rutin sebulan telah menunjukkan
keseimbangan dengan penjualan secara proporsional.
Berapa banyak kebutuhan setiap produk dalam satuan waktu tertentu
(misalnya seminggu atau sebulan) dapat dilihat dari kartu stok atau kartu barang.
Barang yang harus dibeli, perlu disiapkan daftar harga produk suatu distributor
dalam menawarkan barangnya.
Dalam pembelian harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
a. Harga yang kompetitif
b. Pelayanan yang cepat
c. Pemberian kredit yang menguntungkan dengan tingkat harga yang
kompetitif.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
10
Universitas Indonesia
2.2.3.2 Pengelolaan Rencana Pengadaan Obat
Dengan melaksanakan penyesuaian rencana pengadaan obat dengan
jumlah data yang tersedia maka informasi yang didapat adalah rencana
pengadaan, skala prioritas masing-masing jenis obat dan jumlah kemasan, untuk
rencana pengadaan obat tahun yang akan datang. Berdasarkan berbagai
pengamatan dalam pengelolaan obat, yang paling banyak ditemukan adalah
tingkat konsumsi pertahun hanya diwakili oleh relatif sejumlah kecil item.
Sebagai contoh, dari pengamatan terhadap pengadaan obat dijumpai bahwa
sebagian besar dana obat (70%) digunakan untuk pengadaan, 10% dari jenis/item
obat yang paling banyak digunakan sedangkan sisanya sekitar 90% jenis/item obat
menggunakan dana sebesar 30%.
Teknik manajemen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
penggunaan dana dalam perencanaan kebutuhan obat adalah dengan cara analisis
pareto ABC. Analisa pareto ABC dilakukan dengan mengelompokkan item obat
berdasarkan kebutuhan dananya yaitu :
Kelompok A : Kelompok obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah
dana obat keseluruhan.
Kelompok B : Kelompok obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 20% dari jumlah
dana obat keseluruhan.
Kelompok C : Kelompok obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah
dana obat keseluruhan.
Langkah-langkah menentukan kelompok A, B, dan C :
1) Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat
dengan cara kuantum obat x harga obat.
2) Tentukan rankingnya mulai dari dana terbesar sampai terkecil.
3) Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan.
4) Hitung kumulasi persennya.
5) Obat kelompok A termasuk dalam kumulasi 70%.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
11
Universitas Indonesia
6) Obat kelompok B termasuk dalam kumulasi > 70% - 90%
7) Obat kelompok C termasuk dalam kumulasi >90% - 100%.
2.2.3.3 Persyaratan Pemasok
Pemilihan pemasok adalah penting karena dapat mempengaruhi kualitas
dan kuantitas obat dan perbekalan kesehatan. Persyaratan pemasok antara lain :
a. Memiliki izin Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang masih berlaku.
b. Pedagang Besar Farmasi terdiri dari pusat dan cabang. Pedagang Besar
Farmasi Pusat dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan, sedangkan izin
untuk Pedagang Besar Farmasi Cabang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan
Provinsi.
c. Pedagang Besar Farmasi (PBF) harus memiliki dukungan dari Industri
Farmasi yang memiliki sertifikat CPOB bagi masing-masing jenis sediaan
obat yang dibutuhkan.
d. Pedagang Besar Farmasi harus memiliki reputasi yang baik dalam bidang
pengadaan obat, misalnya dalam pelaksanaan kerjanya tepat waktu.
e. Pemilik dan/atau Apoteker/Asisten Apoteker penanggungjawab PBF tidak
sedang dalam proses pengadilan atau tindakan yang berkaitan dengan
profesi kefarmasian.
f. Mampu menjamin kesinambungan ketersediaan obat sesuai dengan masa
kontrak.
2.2.3.4 Penetapan Kebijaksanaan Pembelian (Moh. Anief, 1995)
Semua pertimbangan harus ditujukan kepada tercapainya pengadaan
(pembelian) barang yaitu :
a. Keseimbangan persediaan dan permintaan barang
b. Semua permintaan konsumen dapat terpenuhi
c. Tidak terjadi kelebihan persediaan
Kebijaksanaan yang diambil harus sesuai dan cukup ekonomis dilihat dari
segi penggunaan dana yang tersedia, efisien dan efektif. Faktor yang harus
diperhatikan adalah :
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
12
Universitas Indonesia
a. Waktu pembelian
Waktu pembelian adalah kapan suatu produk harus dibeli. Hal tersebut
bukan mengenai tanggal, hari dan bulan, tetapi mengenai keadaan
persediaan barang untuk menetapkan waktu pembelian.
b. Lokasi
Lokasi pemasok harus memudahkan untuk melakukan pembelian agar
dapat diprediksi pada lamanya waktu yang diperlukan antara pesanan dan
diterimanya barang.
c. Frekuensi dan Volume Pembelian
Makin kecil volume barang yang dibeli, maka makin tinggi frekuensinya
dalam melakukan pembelian. Sebaliknya bila volume pembelian barang
besar maka frekuensi pembelian jadi rendah. Bila frekuensi pembelian
tinggi akan menyebabkan makin banyak volume pekerjaan seperti :
1). Menerima barang yang datang
2). Memeriksa barang yang datang
3). Pencatatan perincian barang atau pembelian
4). Mengatur barang dilemari gudang
5). Mencatat dalam kartu stok
6). Peningkatan pekerjaan administrasi
7). Peningkatan frekuensi pembayaran tagihan
Sebaliknya bila volume pembelian besar akan menurunkan pekerjaan,
tetapi besarnya volume pembelian akan menimbulkan masalah seperti :
1). Diperlukan ruangan penyimpanan barang yang besar
2). Resiko barang yang rusak, kadaluarsa obat menjadi lebih tinggi
3). Pengaruh pada keuangan cukup besar karena banyak tagihan
hutang.
Besarnya volume pembelian ditetapkan berdasarkan kebutuhan dalam
satuan waktu dan unit masing-masing obat. Berhasil tidaknya tujuan usaha
tergantung pada kebijaksanaan dalam pembelian.
2.2.3.5 Sistem Pembelian di KFTD
Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam pembelian barang di KFTD :
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
13
Universitas Indonesia
a. Membuat daftar rencana pembelian barang
Petugas logistik (kepala gudang) bersama petugas penjualan menghitung
buffer dan kebutuhan level stok per item/ bulan berdasarkan data historis,
lalu data tersebut dikirim ke petugas pembelian untuk membuat daftar
rencana pembelian barang setiap bulannya.
b. Membuat kontrak pembelian barang
Petugas pembelian melakukan negosiasi kontrak pembelian barang dengan
pemasok atau principal untuk memperoleh margin yang lebih besar dan
masa tenggang pembayaran relatif lebih panjang.
c. Mengeksekusi pembelian barang
Petugas pembelian menyiapkan surat pesanan (SP), ditanda tangani oleh
penanggung jawab logistik atau penanggung jawab PBF, lalu
mengirimkan SP ke principal/pemasok.
d. Menerima dan memeriksa barang
Petugas logistik memeriksa dan menerima fisik barang dari pemasok
sesuai dengan SP dan faktur barang, lalu membuat tanda terima barang di
faktur (stempel dan tanda tangan) petugas gudang.
e. Memeriksa kebenaran faktur pembelian barang
Petugas pembelian faktur mengenai jumlah, jenis, harga barang dan diskon
serta masa tenggang pembayaran, lalu memberikan paraf dan mengirimkan
faktur pembelian ke fungsi TU.
f. Membukukan faktur pembelian sebagai pembelian dan hutang
Petugas TU membukukan faktur tersebut sebagai pembelian barang dan
hutang di kartu hutang, lalu membuat laporan pembelian dan hutang setiap
bulannya.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
14
Universitas Indonesia
Gambar 2.1 Diagram Alur Pengadaan Barang di PBF
Sasaran dari manajemen pengadaan (pembelian) yaitu :
a. Memperoleh harga barang yang lebih murah (lebih efisien)
b. Dapat melayani seluruh kebutuhan barang pelanggan (service level 100%)
Indikator pencapaian sasaran, yaitu sebagai berikut :
a. Harga Pokok Penjualan (HPP)
Jika HPP yang diperoleh < dari HPP tahun lalu, maka fungsi
pembelian berfungsi dengan baik.
Jika HPP yang diperoleh > HPP tahun lalu, maka fungsi pembelian
tidak berfungsi dengan baik.
b. Service level
Jika service level > dari service level tahun lalu, maka fungsi
pembelian berfungsi dengan baik.
Jika service level < dari service level tahun lalu, maka fungsi
pembelian tidak berfungsi dengan baik.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
15
Universitas Indonesia
Dokumen-dokumen yang diperlukan dalam pembelian barang adalah
sebagai berikut :
a. Surat Pesanan
Surat pesanan ditandatangani oleh Kepala Cabang dan Bagian Pembelian
atau Apoteker Penanggung Jawab. Di KFTD cabang, surat pesanan tetap
dipergunakan juga untuk pembelian narkotika-psikotropika dan
ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab, sedangkan untuk
pembelian produk regular (non napsa) ditandatangani oleh Bagian
Pembelian.
b. Surat Pesanan Narkotika model N-9
c. Surat Pesanan Psikotropika
d. Faktur Pembelian dari Principal pihak III
e. Surat Kirim Barang (SKB)
Surat Kirim Barang merupakan surat yang diterima oleh pihak KFTD atas
pembelian barang dan dicatat tanggal penerimaan barang saat barang yang
dipesan telah sampai dan diterima oleh pihak gudang.
f. Berita Acara Pengembalian Barang dan Surat Pesanan Cabang
g. Faktur Pajak Masukan (Pembelian)
Faktur pajak ini ditandatangani oleh Kepala bagian Akunting dari pihak
Principal dan disimpan oleh bagian Tata Usaha yang mengurus hutang
piutang dan perpajakan. Selain dokumen-dokumen di atas, ada juga
laporan-laporan dari fungsi pembelian dan fungsi lainnya yang
didokumentasikan langsung ke dalam sistem komputer Navision yang
dapat dicetak sewaktu-waktu jika diperlukan dengan segera.
2.2.3.6 Penerimaan dan Pemeriksaan Obat
Penerimaan dan pemeriksaan obat merupakan salah satu kegiatan
pengadaan agar obat yang diterima sesuai dengan jenis, jumlah dan mutunya
berdasarkan dokumen yang menyertainya, dan dilakukan oleh panitia penerima
yang salah satu anggotanya adalah tenaga farmasi.
Pemeriksaan mutu obat dilakukan secara organoleptik, khusus
pemeriksaan label dan kemasan perlu dilakukan pencatatan terhadap tanggal
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
16
Universitas Indonesia
kadaluarsa, nomor registrasi dan nomor batch terhadap obat yang diterima. Bila
terjadi keraguan terhadap mutu obat, dapat dilakukan pemeriksaan mutu di
laboratorium yang ditunjuk pada saat pengadaan dan merupakan tanggung jawab
pemasok yang menyediakan.
2.3 Pajak
Untuk menjalankan roda pemerintahan dalam membangun suatu negara
dibutuhkan dana yang besar. Salah satu sumber dana yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan negara tersebut adalah berasal dari pajak. Menurut
Andriani dalam Brotodiharjo menyebutkan bahwa pajak adalah iuran kepada
negara (yang dapat dipaksakan) oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-perturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat
ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubungan dengan tugas negara menyelenggarakan pemerintahan. Sedangkan
menurut Soemitro menyatakan bahwa pajak adalah iuran kepada kas negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa
timbale (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk
membayar pengeluaran-pengeluaran umum.
2.3.1 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pengenaan pajak atas pengeluaran
untuk konsumsi baik yang dilakukan perseorangan maupun badan, baik badan
swasta maupun badan pemerintah dalam bentuk belanja barang atau jasa yang
dibebankan pada anggaran belanja negara.
Pajak yang berlaku di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan golongannya,
jenis pungutan dan sifatnya.
a. Berdasarkan golongannya
Pajak dibagi menjadi pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak
langsung merupakan pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan
kepada pihak lain dan menjadi beban wajib pajak yang bersangkutan,
contohnya pajak penghasilan (PPh). Pajak tidak langsung adalah pajak yang
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
17
Universitas Indonesia
pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain, contohnya pajak
pertambahan nilai (PPn)
b. Berdasarkan jenis pungutannya
Pajak dibagi menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat adalah pajak
yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai
rumah tangga negara; contohnya PPh, PPn, Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) dan bea materai. Pajak daerah merupakan pajak yang dipungut oleh
pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara;
contohnya Pajak Reklame dan Pajak Hiburan.
c. Berdasarkan sifatnya
Pajak dibagi menjadi pajak subjektif dan pajak objektif. Pajak subjektif
merupakan pajak yang dikenakan berdasarkan subjeknya atau wajib
pajaknya, misalnya PPh. Pajak objektif merupakan pajak yang dikenakan
berdasarkan objeknya atau produk/jasanya, contohnya PPn.
Menurut UU RI No. 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua UU No. 8
Tahun 1983 tentang PPn Barang/Jasa dan PPn BM. Pasal 4 menerangkan bahwa
PPn dikenakan atas :
a. Penyerahan barang kena pajak didalam daerah pabean oleh pengusaha
b. Impor barang kena pajak
c. Penyerahan jasa kena pajak yang tidak berwujud dari luar daerah pabean
ke dalam daerah pabean
d. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah ke dalam daerah pabean
e. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
Besarnya tarif PPn yang sesuai dengan UU RI No. 18 Tahun 2000 tentang
Perubahan Kedua UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang/Jasa dan PPn BM
yaitu sebesar 10% atau 0% untuk ekspor barang.
Dalam PPn dikenal pula istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak
keluaran adalah PPn terutang yang wajib dipungut oleh pengusaha kena pajak
yang melakukan penyerahan barang kena pajak. Dalam hal ini Pajak keluaran
merupakan pajak yang dikeluarkan oleh KFTD kepada pelanggan terhadap
transaksi jual beli yang dilakukan, dibuktikan dengan adanya faktur pajak. Pajak
masukan merupakan PPn yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
18
Universitas Indonesia
Pajak (PKP) karena perolehan barang kena pajak. Pajak masukan dalam hal ini
merupakan pajak yang telah dibayarkan oleh KFTD pada saat proses pembelian
barang kepada prinsipal pihak III, dibuktikan dengan adanya Surat Setoran Pajak
(SSP).
2.3.2 Faktur Pajak (UU No. 42 Tahun 2002)
Faktur pajak harus dibuat pada :
a. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi
sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan
Jasa Kena Pajak
c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan
d. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
4 Universitas Indonesia
BAB 3
PEMBAHASAN
Kegiatan utama yang dilakukan di PT. Kimia Farma Trading and
Distribution (KFTD) salah satunya adalah pengadaan obat. Penyelenggaraan
fasilitas distribusi sediaan farmasi terkait sistem pengadaan obat di KFTD
Cabang Jakarta-1 dilaksanakan atas persetujuan dari KFTD pusat. Dalam
melaksanakan manajemen operasional dibutuhkan suatu fungsi manajemen salah
satunya dengan membuat struktur organisasi perusahaan. Struktur organisasi di
KFTD pusat telah disusun oleh para direksi PT Kimia Farma (Persero) Tbk.
dalam melakukan usaha di bidang Distribusi dan Perdagangan seperti yang
terlihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Struktur Organisasi KFTD Pusat
Dalam melakukan kegiatan pengadaan obat, perlu dilakukan proses
perencanaan pengadaan terlebih dahulu. Proses perencanaan pengadaan ini
dilakukan agar meminimalisir terjadinya pengosongan stok obat ataupun
penumpukan stok obat. Proses perencanaan dilakukan secara optimal agar
kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan dapat digunakan secara efektif dan
19
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
20
Universitas Indonesia
efisien. Perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan menjadi sangat
penting karena tanpa perencanaan yang tepat dapat mengakibatkan ketersediaan
obat yang tidak sesuai, sehingga akan menghambat pelaksanaan pelayanan
distribusi.
Adapun beberapa manfaat dari perencanaan, diantaranya :
1. Menghindari tumpang tindih penggunaan anggaran.
2. Keterpaduan dalam evaluasi, penggunaan dan perencanaan.
3. Kesamaan persepsi antara pemakai obat dan penyesia anggaran.
4. Estimasi kebutuhan obat lebih tepat.
5. Koordinasi antara penyedia anggaran dan pemakai obat.
Perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan di KFTD Cabang
Jakarta-1 menjadi sangat penting karena tanpa perencanaan yang tepat dapat
mengakibatkan ketersediaan obat yang tidak sesuai sehingga dapat menghambat
pelaksanaan pelayanan distribusi. Tahapan dari proses perencanaan pengadaan
obat dan perbekalan adalah tahap pemilihan obat. Fungsi seleksi/pemilihan obat
adalah untuk menentukan apakah obat benar-benar diperlukan sesuai dengan
jumlah pesanan.
Pada perencanaan kebutuhan obat, apabila dana tidak mencukupi perlu
dilakukan analisa kebutuhan sesuai anggaran yang ada (dengan menggunakan
metode analisis pareto ABC). Pada KFTD Cabang Jakarta-1 dalam melakukan
perencanaan pengadaan obat, dilakukan analisis pareto ABC tujuannya untuk
menilai ekonomi suatu jenis obat tertentu, terlebih lagi yang dapat memakan
anggaran besar karena pemakaiannya banyak atau harganya mahal. Untuk obat
kategori A adalah obat dengan kategori mahal, obat B dengan nilai obat sedang
dan terjangkau, sedangkan kategori C adalah obat dengan nilai ekonomi yang
rendah. Dengan memperhitungkan nilai obat, kita dapat menganalisis obat yang
kiranya meningkatkan biaya terbanyak untuk pengeluaran belanja obat dan
membandingkan dengan obat-obat yang memiliki khasiat yang sama tetapi
harganya lebih murah.
Sistem pengadaan obat yang dilaksanakan di PT. Kimia Farma
Trading and Distribution (KFTD) didasarkan pada kondisi stok barang di gudang
dengan mengacu kepada kondisi level stock, buffer stock, dan minimal stock di
19
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
21
Universitas Indonesia
gudang. Level stock adalah stok barang yang harus dijaga ketersediannya di
gudang yang telah ditetapkan oleh KFTD pusat melalui ULS sebagai
perencanaan kebutuhan tahunan, sedangkan buffer stock adalah stok minimal
yang harus ada di gudang sebagai barang cadangan. Untuk pemeliharaan buffer
stock, di KFTD cabang Jakarta-1 baru dilakukan untuk sebagian besar barang
terutama barang-barang yang paling sering dipesan saja karena jenis barang yang
transit di gudang ada banyak.
Hal lain yang menjadi dasar pengadaan barang di KFTD Cabang
Jakarta-1 yaitu dilihat dari laporan penjualan bulan ataupun tahun sebelumnya.
Untuk barang yang dinilai laku (fast moving) yang merupakan produk pareto top
10 item maka dapat dilakukan pengadaan kembali, namun untuk barang yang
kurang laku atau tidak laku maka tidak akan dilakukan pengadaan. Sebagai
contoh, sebelum melakukan pemesanan atau pengadaan barang untuk bulan
Februari, petugas logistik khusus bagian pembelian melihat laporan penjualan 3
bulan sebelumnya, yaitu bulan November, Desember, dan Januari.
Dalam menjalankan kegiatan operasional pengadaan obat, fokus kegiatan
yang dilakukan oleh PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD)
khususnya KFTD Cabang Jakarta-1 terbagi menjadi beberapa aspek yaitu
kualifikasi pemasok dan kualifikasi pelanggan.
Untuk aspek kualifikasi pemasok, terdapat 2 (dua) sumber yang membantu
proses pengadaan obat-obatan di KFTD Cabang Jakarta-1 yaitu pengadaan
internal dan pengadaan eksternal (pengadaan obat yang diperoleh dari pihak
ketiga). Untuk pengadaan internal, kebutuhan obat KFTD Cabang Jakarta-1
diperoleh dari Unit Logistik Sentral (ULS) atau sering juga disebut Unit Bisnis
Logistik (UBL), yang merupakan Perusahaan Induk (PT. Kimia Farma Tbk di
bagian logistik). Barang yang didapat dari Unit Bisnis Logistik (UBL) ini berupa
obat-obatan yang diproduksi oleh pabrik PT. Kimia Farma Tbk yaitu yang Obat
Generik Berlogo (OGB), obat Over The Counter (OTC), kosmetika. Obat Generik
Berlogo (OGB) diantaranya adalah Ranitidin Tablet, Omeprazol Tablet, Nifedipin
Tablet, Antasida DOEN, Simvastatin tablet, Amoksisilin Dry Sirup, Betametason
krim, Cloramfecort Krim, dan lain-lain. Obat Over The Counter (OTC) dan
kosmetika yang dipasok oleh KFTD yaitu bedak Marck, Enkasari, Asifit kaplet,
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
22
Universitas Indonesia
Fituno, dan lain-lain. Sedangkan untuk pengadaan eksternal, KFTD Cabang
Jakarta-1 membaginya menjadi 2 (dua) sumber yaitu Principal Pihak III dan
Principal lokal. Principal Pihak III merupakan industri farmasi atau PBF lain
yang telah bekerja sama dengan KFTD pusat seperti PT Biofarma, PT Indofarma
Global Medika, PT Anugerah Pharmindo Lestari (APL), PT Asia Sejahtera
Perdana Pharmaceutical (ASPP), PT Merapi Utama Pharma, PT Darya Varia,
PT Mahakam Beta Farma, PT Kasa Husada, dan lain-lain. Sedangkan Principal
lokal merupakan Industri Farmasi atau PBF lain yang telah bekerja sama dengan
KFTD cabang Bekasi dengan persetujuan KFTD pusat), seperti PT Novapharin,
PT Dexa Medica, PT Kalbe Farma, PT Sido Muncul, dan PT Frisian Flag.
Untuk aspek kualifikasi pelanggan, pihak KFTD Cabang Jakarta-1 bekerja
sama dengan pelanggan yang telah memiliki izin untuk mendirikan usaha yang
diantaranya adalah institusi pemerintahan, rumah sakit, apotek, toko obat, dan
pedagang besar farmasi lainnya.
Pengadaan barang di KFTD Cabang Jakarta-1 dilakukan oleh petugas
logistik ke pihak-pihak yang telah disetujui oleh KFTD pusak sebagai pemasok
yang sah dalam melakukan pengadaan (pembelian). Pengadaan (pembelian)
dilakukan dengan menggunakan sistem komputerisasi yaitu sistem Navision.
Untuk pengadaan ke principal perusahaan induk melalui Unit Bisnis Logistik
(UBL) dilakukan seminggu sekali. KFTD Cabang Jakarta-1 melakukan
pemesanan ke pihak Unit Bisnis Logistik (UBL) dilakukan setiap hari rabu.
Sedangkan untuk pengadaan ke Principal pihak III dan Principal lokal dilakukan
sesuai kebutuhan.
Untuk pemesanan narkotika wajib menggunakan SP khusus model N-9
(Lampiran 11) dan untuk psikotropika menggunakan SP khusus psikotropika.
Untuk pemesanan produk narkotika, satu SP dibuat hanya untuk satu jenis barang
yang dipesan. Surat pesanan dengan format khusus narkotika model N-9 dan surat
pesanan dengan format khusus psikotropika yang digunakan sudah memenuhi
standar CDOB.
Pemesanan yang telah dibuat oleh bagian logistik ditandatangani oleh
supervisor logistik dan kepala cabang sebagai persetujuan pengadaan barang. SP
yang telah disetujui, kemudian dikirim melalui faksimile untuk dipesan, lalu
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
23
Universitas Indonesia
diarsipkan. Untuk SP narkotika yang telah di faksimile seharusnya segera
dikirimkan ke ULS melalui pos, namun pengiriman SP asli tidak segera
dilakukan. Pada KFTD Cabang Jakarta-1, SP asli narkotika diserahkan pada saat
penerimaan barang dari ULS.
Dalam melakukan kegiatannya, KFTD cabang Jakarta-1 melakukan
evaluasi penilaian service level untuk pihak ULS, UBL dan untuk supplier
lainnya, namun belum direalisasikan dalam bentuk laporan tertulis. Keluhan yang
sering disampaikan seringkali keterlambatan waktu pengiriman dan kondisi
barang yang kurang baik, namun hanya diungkapkan secara lisan saja dan
disampaikan melalui telepon atau melalui kurir pengantar barang dari supplier.
Untuk setiap faktur pembelian barang, baik itu pembelian ke UBL maupun
pembelian ke Principal pihak III, disertai dengan faktur pajak. Pajak yang
dikenakan atas pembelian barang tersebut dinamakan Pajak Pertambahan Nilai
(PPn). Besarnya pajak yang harus dibayarkan atas barang tersebut adalah sebesar
10%. Pada KFTD Cabang Jakarta-1 pun mengikuti aturan tersebut, dimana setiap
pembelian barang ke pihak UBL maupun ke Principal pihak III disertai dengan
pembayaran pajak sebesar 10%. Dan pada saat penyerahan pesanan barang dari
petugas hantaran, pihak KFTD Cabang Jakarta-1 menerima Surat Jalan (Lampiran
14), Faktur Pembelian (Lampiran 12) dan Faktur Pajak (Lampiran 13).
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
4 Universitas Indonesia
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari proses perencanaan pengadaan obat yang
dilakukan di PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) Cabang Jakarta-
1 adalah
a. Pada PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) dalam melakukan
perencanaan pengadaan didasarkan pada kondisi stok barang di gudang
dengan mengacu kepada kondisi level stock, buffer stock, dan minimal stock
di gudang. Selain itu, didasarkan pada laporan penjualan bulan atau tahun
sebelumnya.
b. Proses pengadaan obat (pembelian obat) dilakukan dengan menggunakan
sistem komputerisasi yang dikenal dengan nama Navision.
c. Dalam melakukan pengadaan obat, KFTD Cabang Jakarta-1 mendapatkan
obat berasal dari 2 (dua) sumber yaitu pengadaan internal dan pengadaan
eksternal. Pengadaan obat internal diperoleh dari Unit Logistik Sentral (ULS)
atau sering juga disebut Unit Bisnis Logistik (UBL), yang merupakan
Perusahaan Induk (PT. Kimia Farma Tbk di bagian logistik). Pengadaan obat
eksternal atau yang sering disebut dengan Principal Pihak III yaitu industri
farmasi atau Pedagang Besar Farmasi (PBF) lain yang telah bekerja sama
dengan KFTD pusat seperti PT. Anugerah Pharmindo Lestari (APL), PT Asia
Sejahtera Perdana Pharmaceutical (ASPP), PT. Darya Varia, PT. Kasa
Husada, PT. Orang Tua, PT. Intergastra, PT. Janssen, PT. Otsuka, PT.
Rajawali, PT. Ahmadaris, dan Warung Stamina.
4.2 Saran
Dalam melaksanakan fungsi pengadaan obat, sebaiknya KFTD Cabang
Jakarta-1 perlu memantapkan level stock agar tidak terjadi pengosongan barang di
gudang, dan sebaiknya SP asli untuk pengadaan narkotika-psikotropika di KFTD
Cabang Jakarta-1 segera dikirimkan ke UBL setelah dibuat oleh APJ.
24
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
25
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Azrul. (1996). Pengantar Administrasi Kesehatan. Third Edition.
Jakarta: Binarupa Aksara.
Herbert, Simon. (1991). Journal of Economic Perspectives: Organizations and
Markets. Vol. 5, no.2
Kementerian Kesehatan RI. (2008). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar
Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Muninjaya, Gde. A.A. (2004). Manajemen Kesehatan (Ed.I). Denpasar:
Penerbit Buku Kedokteran EGC Universitas Udayana.
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2012). Pedoman Teknis
Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia.
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah. Jakarta
Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah. Jakarta
Said, M. Umar. (2013). Manajemen PBF Praktis. Solo: CV. Ar-rahman
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
4 Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
33
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Struktur Organisasi KFTD Cabang Jakarta-1
27
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
34
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Besar
28
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
35
Universitas Indonesia
Lampiran 3. Surat Izin Pedagang Besar Farmasi
29
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
36
Universitas Indonesia
Lampiran 4. Surat Izin Penyalur Alat Kesehatan
30
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
37
Universitas Indonesia
Lampiran 5. Surat Izin Khusus Sebagai Distributor Narkotika
31
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
38
Universitas Indonesia
Lampiran 6. Surat Pesanan ke Pihak Unit Logistik Sentral (ULS)
32
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
39
Universitas Indonesia
Lampiran 7. Surat Pesanan ke Pihak III
33
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
40
Universitas Indonesia
Lampiran 8. Surat Kirim Barang (SKB) dari UBL ke KFTD Cabang
34
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
41
Universitas Indonesia
Lampiran 9. Faktur Pembelian dari UBL ke KFTD Cabang
35
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
42
Universitas Indonesia
Lampiran 10. Tanda Terima Barang dari UBL ke KFTD Cabang
36
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
43
Universitas Indonesia
Lampiran 11. Surat Pesanan Narkotika Model N.9
37
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
44
Universitas Indonesia
Lampiran 12. Faktur Pembelian ke Pihak III
38
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
45
Universitas Indonesia
Lampiran 13. Faktur Pajak Pembelian ke Pihak III
39
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
46
Universitas Indonesia
Lampiran 14. Surat Jalan dari Pihak III
40
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
47
Universitas Indonesia
Lampiran 15. Kartu Persediaan Barang (Pada Program Navision)
41
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014
67 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Dian Novitasari, FF UI, 2014