Responsiunit1 3 FF

51
MAKALAH PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA Curcumae domesticae Rhizoma ( rimpang kunyit) Disusun oleh : Ni Putu Ratna P (118114176) Me Li (118114177) Megasari Delfia (118114178) Baptissa Della Miranti (118114179) I Gusti Ngurah Teguh P (118114180) Setio Agustin (118114181) I Made Mudiarcana (118114182) Wirna Niki Suprobo (118114183) Paramita Liong (118114184)

description

abc

Transcript of Responsiunit1 3 FF

Page 1: Responsiunit1 3 FF

MAKALAH PRAKTIKUM

FARMAKOGNOSI FITOKIMIA

Curcumae domesticae Rhizoma ( rimpang kunyit)

Disusun oleh :

Ni Putu Ratna P (118114176)

Me Li (118114177)

Megasari Delfia (118114178)

Baptissa Della Miranti (118114179)

I Gusti Ngurah Teguh P (118114180)

Setio Agustin (118114181)

I Made Mudiarcana (118114182)

Wirna Niki Suprobo (118114183)

Paramita Liong (118114184)

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2012

Page 2: Responsiunit1 3 FF

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tumbuhan memiliki banyak kandungan senyawa kimia yang dapat dimanfaatkan

sebagai bahan obat. Terkadang, banyak penyakit yang tidak dapat disembuhkan dengan obat

kimia melainkan dapat disembuhkan dengan obat alami dari tumbuhan.

Curcumae domesticae Rhizoma ( rimpang kunyit) adalah salah satu simplisia yang

banyak digunakan sebagai bahan alami dalam pembuatan obat. Curcumae domesticae

Rhizoma (rimpang kunyit) digunakan sebagai obat analgesik dan penambah nafsu makan.

Sebelum diolah menjadi bahan obat simplisia yang digunakan harus memenuhi standar dan

persyaratan yang sudah ditetapkan, khususnya persyaratan kadar senyawa yang terkandung

dalam simplisia.

Untuk mengetahui mutu dari simplisia yang akan kita gunakan, dapat dilakukan

pemeriksaan yaitu secara organoleptik, makroskopik, mikroskopik, serta secara kimia.

Mengetahui kandungan senyawa apa saja yang terkandung dalam simplisia yang akan kita

gunakan juga penting dalam pemanfaatan simplisia tersebut untuk pengobatan.

Dari uraian tersebut maka praktikan melakukan identifikasi simplisia, uji kemurnian,

dan skrining fitokimia sehingga dapat diketahui kemurnian dan senyawa apa saja yang

terkandung dalam simplisia tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

a. Dari identifikasi simplisia, bagaimana organoleptis dan mikroskopis dari Curcumae

domesticae Rhizoma ( rimpang kunyit) ?

b. Dari uji kemurnian, bagaimana kadar murni dari Curcumae domesticae Rhizoma

( rimpang kunyit) ?

c. Dari skrining fitokimia, golongan senyawa apa saja yang terdapat pada Curcumae

domesticae Rhizoma ( rimpang kunyit) ?

Page 3: Responsiunit1 3 FF

1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui identifikasi simplisia Curcumae domesticae Rhizoma (rimpang

kunyit) secara makroskopik dan mikroskopik.

b. Untuk mengetahui kemurnian dari simplisia Curcumae domesticae Rhizoma

(rimpang kunyit).

c. Untuk mengetahui golongan senyawa yang terdapat pada simplisia Curcumae

domesticae Rhizoma (rimpang kunyit).

1.4 Manfaat

a. Sebagai bahan informasi tentang fragmen mikroskopis khas yang terdapat dalam

Curcumae domesticae Rhizoma (rimpang kunyit).

b. Sebagai bahan informasi tentang kemurnian dari simplisia Curcumae domesticae

Rhizoma (rimpang kunyit).

c. Sebagai bahan informasi tentang golongan senyawa yang terdapat pada simplisia

Curcumae domesticae Rhizoma (rimpang kunyit).

Page 4: Responsiunit1 3 FF

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Curcumae domesticae Rhizoma ( rimpang kunyit)

Kunyit (Curcuma domestic) termasuk salah satu tanaman rempah dan obat, habitat asli

tanaman ini meliputi wilayah Asia khususnya Asia Tenggara. Kunyit ini sering digunakan

sebagai obat radang umbai usus buntu, radang rahim, radang tenggorokan,penyakit weil,

asma, borok, gatal bengkak, perut nyeri, hipertensi, pusing,demam kuning

(Djokomoelyanto,1986).

2.1.1 Kandungan dan Kemurnian

Rimpang kunyit adalah rimpang Curcuma domestica Val. Kadar abu tidak lebih dari 9

%, kadar abu yang tidak larut asam tidak lebih dari 1,6%, kadar sari yang larut dalam air tidak

kurang dari 15%, kadar sari yang larut dalam etanol tidak kurang dari 10%, bahan organik

asing tidak lebih dari 2%. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik, isi dari Curcuma

domestica Val adalah minyak atsiri 3-5 %, kurkumin, pati, tanin, damar (Depkes RI, 1977).

Rimpang kunyit mengandung minyak atsiri dengan senyawanya antara lain

fellandrene,sabinene,sineol,borneol,zingiberene,curcumene,turmeron,kamfene,kamfor,asam

kaflirak,asam metoksisinamat, tolilmetil karbinol, selain itu mengandung tepung dan zat

warna curcumin (Djokomoelyanto,1986).

2.2 Simplisia

Simplisia merupakan bahan alami yang digunakan sebagai obat yang belum

mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah

dikeringkan. Simplisia terbagi 2 jenis, yaitu simplisia nabati dan simplisia hewani. Simplisia

nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian dari tanaman atau isi sel dengan

cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni. Sedangkan

simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan, atau zat-zat

berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. Selain itu juga

terdapat simplisia pelican (mineral), yaitu simplisia yang berupa bahan-bahan pelikan/mineral

yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni

(Depkes RI, 1978).

Page 5: Responsiunit1 3 FF

2.2.1 Pemeriksaan Simplisia

Jika simplisia tidak memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan maka

simplisia dianggap bermutu rendah, terutama persyaratan kadarnya. Hal yang menyebabkan

simplisia bermutu rendah yaitu tanaman asal, cara panen, dan pengeringan yang salah,

pemyimpanan terlalu lama, kelembaban atau panas, atau isinya telah disari dengan cara

pelarutan dan penyulingan. Secara garis besar ada beberapa macam cara pemeriksaan dalam

menilai simplisia yaitu :

- Secara organoleptik

- Secara mikroskopik

- Secara fisika

- Secara hayati

- Secara makroskopik(Depkes RI, 1995).

Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada waktu penerimaan atau pembelian dari

pengumpul / pedagang simplisia. Pemeriksaan organolpetik dan makroskopik dilakukan

dengan mengguankan indra manusia. Pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan

menggunakan mikroskop dengan mengamati ciri-ciri anatomi histologi terutama untuk

menegaskan keaslian simplisia dan pemeriksaan untuk menetapkan mutu berdasarkan

senyawa aktifnya, umumnya meliputi pengamatan terhadap serbuk (Depkes RI, 1997).

Untuk mendapatkan bahan baku obat tradisonal yang mempunyai identitas yang jelas

diperlukan pencatatan dan pengujian dari setiap bahan baku, yaitu :

1. Nama simplisia ditulis dalam bahasa latin, diikuti dengan nama nasional (dagang)

2. Uraian

3. Nama daerah

4. Pengertian

5. Buku pembanding

6. Identifikasi

7. Uji kemurnian :

-Kadar abu

-Kadar zat terekstraksi air

-Kadar zat terekstraksi etanol

-Bahan organik asing

-Cemaran

-Cemaran mikroba

-Cemaran logam berat

-Susut penyaringan

Page 6: Responsiunit1 3 FF

-Kadar air

-Zat identitas

-Penetapan kadar

-Peralatan

-Wadah dan penyimpanan

(Depkes RI, 1989).

2.2.2 Kemurnian Simplisia

Benda-benda asing simplisia nabati dan hewani tidak boleh mengandung organisme,

pathogen ,dan harus bebas dari cemaran mikroba, serangga, binatang lain maupun kotoran

hewan. Simplisia tidak berbau dan berwarna, tidak mengandung lendir atau menunjukkan

adanya kerusakan. Jumlah benda anorganik asing dalam simplisia nabati atau hewani yang

dinyatakan sebagai kadar abu tidak larut asam tidak boleh lebih dari 2 %, kecuali dinyatakan

lain (Dirjen POM, 1995).

2.3 Skrining Fitokimia

Pendekatan skrining fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan kimia

dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah, biji)

terutama kandungan metabolit sekunder yang bioaktif, yaitu alkaloida, antrakinon,

flavonoida, glikosida jantung, kumarin, saponin, tanin, minyak atsiri, dan sebagainya).

Adapun tujuan utama dari pendekatan skrining fitokimia adalah untuk mensurvei

tumbuhan untuk mendapatkan kandungan bioaktif atau kandungan yang berguna

untuk pengobatan (Depkes RI, 1978).

Metode yang digunakan atau yang dipilih untuk melakukan skrining fitokimia

harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu sederhana dan cepat, dapat dilakukan

dengan peralatan yang minimal, selektif terhadap golongan senyawa yang dipelajari,

bersifat permikuantitatif, yaitu memiliki batas kepekaan untuk senyawa yang

bersangkutan, dapat memberikan keterangan tambahan ada atau tidaknya senyawa

tertentu dari golongan senyawa yang dipelajari (Depkes RI, 1978).

2.4 Kromatografi

Pemisahan dan permurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan dengan

menggunakan salah satu dari 4 teknik kromatografi atau gabungan teknik tersebut.

Keempat teknik tersebut adalah Kromatografi Kertas (KKt), Kromatografi Lapis Tipis

(KLT), Kromatografi Gas Cair (KGC), dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Page 7: Responsiunit1 3 FF

(KCKT). Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar tergantung pada sifat

kelarutan dan keatsirian senyawa yang akan dipisah (Harborne, 1987).

Kromatografi lapisan tipis digunakan pada pemisahan zat secara cepat, dengan

menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba rata pada

lempeng kaca. Lempeng yang dilapis, dapat dianggap sebagai “kolom kromatografi

terbuka” dan pemisahan didasarkan pada penyerapan, pembagian, dan gabungannya

tergantung dari jenis zat penyerap dan cara pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis

pelarut. Kromatografi lapisan tipis dengan penyerap penukar ion dapat digunakan

untuk pemisahan senyawa polar (Depkes RI, 1997).

Kromatografi lapis tipis adalah cara pemisahan dengan absorbs pada lapisan

tipis adsorben. Metode ini digunakan untuk memisahkan senyawa organic, anorganik,

dan sintetik. Metode ini dibedakan menjadi 2 fase, fase diam dan fase gerak

(Robinson, 1995).

Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan dalam KLT yang mempengaruhi

harga Rf antara lain :

1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan

2. Sifat dari penyerap dan derivat aktivitasnya

3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap

4. Pelarut dan derajat kemurnian fase gerak

5. Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana penguapan yang digunakan

6. Teknik percobaan

7. Jumlah cuplikan yang digunakan

8. Suhu

9. Kesetimbangan (Robinson, 1995).

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Page 8: Responsiunit1 3 FF

Penelitian yang dilakukan meliputi identifikasi simplisia, uji kemurnian, dan skrining

fitokimia secara kualitatif secara kimiawi dan dengan metode kromatografi lapis tipis pada

Curcumae domesticae Rhizoma ( rimpang kunyit). Metodologi penelitian yang digunakan

metode naturalistik. Parameter yang dilihat adalah warna dari hasil reaksi sampel dengan

reagen tertentu, perhitungan kadar abu, bentuk fragmen, organoleptis, dan tinggi bercak yang

dihasilkan pada metode kromatografi lapis tipis.

3.1 Alat-Alat yang Digunakan

Mikroskop

Lampu spiritus

Gelas penutup

Gelas objek

Silet

Waterbath

Pipet tetes

Spektrofotometer UV-VIS

Timbangan

Kurs platina

Kertas saring

Tabung reaksi

Corong pisah

Pipa kapiler

Gelas ukur

Pengaduk

Beaker glass

Lempeng KLT

Cawan porselin

Pipet pasteur

Bejana KLT

3.2 Bahan-Bahan yang Digunakan

Curcumae domesticae Rhizoma

( rimpang kunyit)

Air/ aquadest

Larutan HCL encer

Etanol 95%

Larutan kloralhidrat

Larutan iodium

Air kloroform P

Toluene

Larutan hidroksida

Pereaksi dragendorff

Pereaksi mayer

Asam 3,5-dinitro benzoate

Larutan gelatin

Kalium hidroksida 1N dalam

methanol

Eter

Petroleum eter

Serbuk natrium karbonat

Benzena

Page 9: Responsiunit1 3 FF

Asam formiat

Silica gel

Silica gel GF

Larutan hidrogen peroksida

Etil asetat

KOH etanolis

Pereaksi besi (III) klorida

FeCl3

Kalium hidroksida 0,5 N

Garam fast blue B

Asam asetat glacial

Vanilin asam sulfat

Larutan natrium klorida

N butanon

Asam cuka

Sitroborat

Selulosa

Larutan alkaloida

Aluminium klorida

NaHCO3

Etanol 75%

Dietilamina

Larutan rutin

Sikloheksana

Sapindus rarak

Tertier butanol

Butanol

Ff KLT LP

Larutan asam tanat

Methanol

Larutan digoksin lanatosida

Rhei radix

Rutae herba

3.3 Identifikasi Simplisia

a. Pembuatan sediaan

Serbuk simplisia diletakkan di kaca preparat

Diteteskan kloralhidrat

Dipijarkan, diamati di bawah mikroskop

b. Pengenalan simplisia nabati

Page 10: Responsiunit1 3 FF

Simplisia digambar, ditulis nama simplisia yang diamati,tanaman asal, dan famili

Dideskripsikan wujudnya secara umum

Disebutkan ciri khas, dilakukan uji secara organoleptik

3.4 Uji Kemurnian Simplisia

a. Penetapan kadar abu

Lebih kurang 2-3 gram zat yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukkan ke

dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, diratakan

Dipijarkan perlahan-lahan hinga arang habis, didinginkan, ditimbang. Jika dengan cara

ini arang tidak dapat dihilangkan dengan air panas, disaring melalui kertas saring

bebas abu.

Dipijarkan sisa dan kertas saring dalam kurs yang sama

Filtrat dimasukkan ke dalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang

Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara

b. Penetapan kadar abu yang tidak larut asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu dididihkan dengan 25 ml asam klorida

encer P selama 5 menit

Bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui krus masir atau

kertas saring bebas abu

Dicuci dengan air panas, dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang

Page 11: Responsiunit1 3 FF

Kadar abu yang tidak larut asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara

c. Penetapan kadar abu yang larut dalam air

Abu yang diperoleh pada penetepan kadar abu dididihkan dengan 25 ml air selama 5

menit

Dikumpulkan bagian yang tidak larut, disaring melalui krus kaca masit atau kertas

saring bebas abu

Dicuci dengan air panas dan dipijarkan selama 15 menit pada suhu tidak lebih dari

450º C, hingga bobot tetap, dtimbang. Perbedaan bobot sesuai dengna jumlah abu

yang larut dalam air

Kadar abu yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara

d. Penetapan kadar sari yang larut dalam air

Sebuk (4/18) dikeringkan di udara

5,0 gram serbuk dimaserasi dengan 100 ml air kloroform P dalam labu bersumbat

Selama 6 jam pertama sekali-kali dikocok selama agar homogeny, selanjutnya

dibiarkan selama 18 jam

Disaring, 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata

yang telah ditara, dipanaskan pada suhu 105º C hingga bobot tetap

Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah

dikeringkan di udara

e. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

Sebuk (4/18) dikeringkan di udara

5,0 gram serbuk dimaserasi dengan 100 ml etanol (95 %) dalam labu bersumbat

Page 12: Responsiunit1 3 FF

Selama 6 jam pertama sekali-kali dikocok selama agar homogeny, selanjutnya

dibiarkan selama 18 jam

Disaring cepat dengan menghindarkan penguapan etanol (95 %)

20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah

ditara, dipanaskan pada suhu 105º C hingga bobot tetap

Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol (95 %) dihitung terhadap bahan yang

telah dikeringkan di udara

f. Penetapan bahan organik asing

25-500 gram simplisia ditimbang, diratakan

Bahan organik asing dipisahkan sesempurna mungkin

Dtimbang dan ditetapkan jumlahnya dalam persen terhadap simplisia yang digunakan

g. Penetapan kadar air dengan distilasi toluene

Sejumlah simplisia (10 gram serbuk) yang setara dengan kandungan air 2 sampai 4 ml

dimasukkan ke dalam labu alas bulat 500 ml

200 ml toluen dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan dihubungkan dengan

destilator dan pendingin tegak

Sejumlah toluen dituang dalam tabung penerima melalui pendingin

Pemanas (heating mentle) dihidupkan, panas diatur hingga toluen mendidih dan mulai

ada tetesan toluen dan air

Kecepatan tetes destilasi diatur 4 tetes per detik, dilanjutkan destilasi sampai tidak ada

lagi tetesan air (kira-kira 3 jam)

Kadar air dihitung dalam % v/b

Page 13: Responsiunit1 3 FF

3.5 Skrining Fitokimia

3.5.1 Uji Kualitatif Secara Kimiawi

a. Pembuatan serbuk simpleks

Pengumpulan bahan simpleks (seluruh tumbuhan atau bagian tumbuhan)

dilakukan dari daerah tertentu, pada bulan tertentu, berasal dari tumbuhan tertentu

yang berada pada masa tertentu.

Dilakukan sortasi basah, selanjutnya dicuci dengan air mengalir, dikeringkan

dengan cepat (diangin-anginkan, dipanaskan dalam almari pemanas yang

dilengkapi dengan kipas angin, dijemur dibawah sinar matahari langsung atau

ditutupi dengan kain hitam).

Setelah simpleks cukup kering (mudah dihancurkan) kemudian digiling atau

dihaluskan dengan cara tertentu, lalu diayak sehingga diperoleh serbuk simpleks

yang kering dan siap untuk diteliti.

b. Uji pendahuluan

Serbuk simpleks (2g) ditambah air (10 ml), dipanaskan selama 30 menit diatas air

mendidih.

Larutan disaring melalui kapas. Senyawa yang mengandung kromoform

(flavonoida, antrakinon, dsb), dengan gugus hidrolofilik (gula, asam, fenolat, dsb)

ditunjukkan dengan suatu larutan berwarna kuning sampai merah .

Pada penambahan larutan kalium hidroksida (beberapa tetes), warna larutan

menjadi lebih intensif.

c. Uji alkaloida

Serbuk simpleks 2 g ditambahkan air (10 ml), dipanaskan dalam tabung reaksi

besar dengan asam klorida 1% (10 ml) selama 30 menit dalam penangas air

mendidih.

Suspensi disaring dengan kapas kedalam tabung reaksi A dan tabung reaksi B

sama banyak.

Page 14: Responsiunit1 3 FF

Larutan A dibagi 2 sama banyak, lalu kedalam larutan A-1 ditambah pereaksi

Dragendorff (3 tetes) dan larutan A-2 ditambah peraksi mayer (3 tetes)

Adanya alkaloida ditunjukkan dengan terbentuknya dengan dua pereaksi tersebut

Keberadaan alkaloida dari basa tertier atau kuartener dapat ditunjukan dengan

penambahan serbuk natrium karbonat sampai pH 8-9, kemudian dicampurkan

dengan kloroform (4 ml), diaduk pelan-pelan

Setelah kloroform memisah, diambil dengan pipet Pastuer dan ditambahkan asam

cuka 5% sampai pH 5, diaduk lalu dipisahkan lapisan atas dengan pipet.

Kemudian ditambahkan pereaksi Dragendorff (5 tetes) untuk lapisan atas.

Adanya alkaloida dari basa kuartener ditunjukkan dengan terbentuknya endapan.

Kemudian lapisan bawah ditambah asam klorida % (10 tetes) diaduk, akan

terbentuk 2 lapisan.

Diambil lapisan atas serta tambahkan pereaksi Dragendrorff (2 tetes), alkaloida

dari basa tertier ditunjukkan dengan terbentuknya endapan.

d. Uji antrakinon

Serbuk simpleks (300 mg) dididihkan selama 2 menit dengan kalium hidroksida

0,5 N (10 ml) dan larutan hidrogen peroksida (1 ml)

Setelah dingin suspensi disaring melalui kapas.

Filtrat (5 ml) ditambah asam asetat glasial (10 tetes) sampai pH 5, lalu

ditambahkan toluena (10 ml).

Lapisan atas (5 ml) dipisahkan dengan dipipet dan dimasukan kedalam tabung

reaksi.

Page 15: Responsiunit1 3 FF

Kemudian ditambah 0,5-1 ml kalium hidroksida 0,5 N.

Adanya senyawa antrakinon ditunjukkan dengan warna merah yang terjadi pada

lapisan air (basa).

e. Uji polifenol

Serbuk simpleks (2 g) dipanaskan dengan air (10 ml) selama 10 menit dalam

penangas air mendidih.

Disaring panas-panas, setelah dingin ditambahan 3 tetes pereaksi besi (III)

klorida.

Adanya polifenolat ditunjukkan dengan adanya warna hijau-biru.

Uji diulang dengan filtrat hasil pendidihan serbuk tumbuhan (2 g) dengan etanol

80% 9-10 ml selama 10 menit dalam penangas air.

f. Uji tanin (zat samak)

Serbuk simpleks (2 g) dipanaskan dengan air (10 ml) selama 30 menit diatas

penangas air mendidih.

Disaring, filtrate (5 ml) ditambah larutan natrium klorida 2% (1 ml), bila terjadi

suspense atau endapan disaring melalui kertas saring, kemudian filtrate ditambah

larutan gelatin 1% (5ml).

Adanya tanin ditunjukkan dengan terbentuknya endapan

g. Uji kardenolida

Filtrat 2 ml dari hasil pemanasan serbuk tumbuhan (2 g) dengan air (10 ml)

selama 30 menit diatas penangas air tadi (point 6), ditambah asam 3,5-dinitro benzoate

(0,4 ml) dan kalium hidroksida 1 N (0,6 ml) dalam metanol.

Adanya kardenolida (glikosida jantung) ditunjukkan dengan terjadinya warna

biru-ungu.

Page 16: Responsiunit1 3 FF

Untuk penegasan lebih lanjut, filtrate yang lain (2ml) dicampur dengan kloroform

(2 ml)

Lapisan atas diambil dengan pipet, lapisan bawah ditambah asam 3,5-dinitro

benzoate (0,5 ml).

Adanya kardenolida ditunjukkan dengan terjadinya warna biru-ungu.

h. Uji saponin

Dimasukkan 100 mg serbuk simpleks ke dalam tabung reaksi, ditambah 10 ml air,

ditutup dan dikocok kuat-kuat selama 30 detik.

Tabung dibiarkan dalam posisi tegak selama 30 menit.

Apabila terbentuk buih setinggi (3 cm dari permukaan cairan, maka menunjukan

adanya saponin).

Uji lain dilakukan dengan menggunakan pipa kapiler

(diameter 1 mm, panjang 12,5 cm).

Larutan hasil pemanasan serbuk tumbuhan (2 g) dengan air (10 l) selama 30

menit di atas tangas air, setelah disaring, filtrate dimasukan ke dalam pipa kapiler

penuh-penuh.

Kapiler diletakan dalam posisi tegak (vertikal), kemudian cairan dibiarkan

mengalir bebas. Sebagai pembanding, dikerjakan hal serupa untuk air suling.

Tinggi cairan tertinggal dibandingkan dengan tinggi air suling (pembanding).

Bila tinggi cairan yang diuji setengan atau kurang dari tinggi air suling, maka

adanya saponin akan diperhitungkan.

i. Uji minyak atsiri

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambah 20 ml eter, dikocok, disaring.

Filtrat dikering uapkan

Page 17: Responsiunit1 3 FF

Bila sedikit berbau aromatik, residu dilarutkan dengan sedikit etanol, diuapkan

lagi sampai kering. Bila terjadi bau aromatik spesifik, menunjukkan adanya

minyak atsiri.

3.5.2 Uji Kualitatif Secara KLT

Serbuk simpleks 2-3 gram

Disari dengan petroleum eter 10

ml, 50°C selama 5 menit

Sisa Fraksi petroleum eter (disingkirkan)

Disari dengan kloroform-asam asetat

(99:1), 10 ml, 50°C selama 5 menit

Sisa Fraksi CHCl3-HAc (larutan I)

Disari dengan metanol-kloroform-asam asetat

(49,5:49,5:1), 10 ml, 50°C selama 5 menit

Sisa Fraksi CHCl3-MeOH-HAc (larutan II)

Disari dengan metanol-air (1:1), 10 ml, 50°C selama 5 menit

Sisa (dibuang) fraksi methanol-air (larutan III)

Larutan I : antrakinon, fenolat,flavonoida, kumarin, steroida

Larutan II : glikosida antrakinon, glikosida kumarin, saponin, tannin

Larutan III : kardenolida, saponin, glikosida antrakinon, glikosidaflavonoid

Sistem KLT yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Larutan I

Fase diam : silika gel GF 24

Fase gerak : etil asetat-benzene (9:1), atau etil asetat-toluena (9:1)

Destilat : FeCl3, garam fast blue B atau vanilin asam sulfat

2. Larutan II

Page 18: Responsiunit1 3 FF

Fase diam : a. Silika gel G

b. Silika gel GF 254

c. Silika gel GF 254

Fase gerak : a. N butanon-asam asetat-air (5:1:4) v/v fase atas

b. etil asetat-asam formiat-asam asetat-air (100:11:11:27) v/v

c. etil asetat-metanol-air (100:13,5:10) v/v

Reaksi : a. Besi (III) klorida, alumunium klorida

b. sitroborat

c. KOH etanolis

3. Larutan III

Fase diam : a. Silika gel GF 254

b. Silika gel GF 254

c. selulosa

Fase gerak : a. butanol-asam asetat-air (5:1:4) v/v fase atas

b. kloroform-metanol-air (64:50:10) v/v

c. t butanol-asam asetat-air (4:1:5) v/v fase atas

Pembanding : a. Saponin, kardenolida

b. saponin, kardenolida, antrakinon

c. glikosida flavonoid

Deteksi : a. Liebermann-Burchard

b. Vanilin asam sulfat

c. Uap ammonia, UV 365 nm, aluminium klorida

Larutan pembanding yang digunakan :

a. glikosida flavonoida : larutan rutin 0,1 % dalam metanol

b. flavonoida : larutan kuersetin 0,1 % dalam metanol

c. antrakinon : larutan Rhei Radix (0,5 g) dipanaskan 5 menit dalam metanol (5

ml) , saring, filtrat diuapkan sampai 0,5 ml. Totolkan 20 uL

d. saponin : larutan daging buah Sapindi rarak pulpa Fructus (2 g), direfluks

dengan etanol 75 % ( 10 ml) selama 10 menit.

e. kumarin : larutan Rutae Herba (0,5 g) dipanaskan dalam metanol (5 ml) sambil

diaduk selama 30 menit, saring, filtrat diuapkan sampai 0,5 ml; totolkan 20 uL.

f. tanin : larutan asam tanat 0,05 % dalam etanol 70 % (10 (l)

Page 19: Responsiunit1 3 FF

g. kardenolida : larutan digoksin lanatosida C 5 mg dalam 2 ml metanol pada 60

OC.

h. alkaloida : larutan alkaloida 1 % dalam etanol. Alkaloida yang digunakan

tergantung dari suku tumbuhan tersebut. Totolkan 10 uL.

3.5.3 Uji Kualitatif Secara KLT Untuk Alkaloida

Serbuk simpleks 2-3 gram

Disari dengan petroleum eter 10 ml, 50°C

selama 5 menit

Sisa Fraksi petroleum eter (disingkirkan)

Disari dengan HCl 1% 10 ml, 50°C selama 5 menit

Sisa (dibuang) Fraksi asam klorida

Diuji dengan dragendoff, bila positif + NaHCO3 1 M sampai pH 8-9,

disari dengan kloroform 10 ml

Lapisan atas Lapisan bawah

disari dengan HCl 1 %

Larutan I

Lapisan bawah (dibuang) Lapisan Atas (Larutan II)

Larutan I : untuk uji alkaloida tertier

Larutan II : untuk uji alkaloida kuarterner

Sistem KLT yang digunakan :

Fase diam : silika gel GF 254

Fase gerak : sikloheksana-dietilamina (9 : 1) v/v atau tertier butanol-kloroform-dietil

amina (2: 7 : 1) v/v

Dinetralkan dengan asam asetat

Page 20: Responsiunit1 3 FF

Deteksi : pereaksi Dragendorff KLT LP, untuk memperjelas bercak, setelah kering

dapat disemprot dengan larutan NaNO2 5 %

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Simplisia

Identifikasi awal dilakukan dengan memperhatikan bagian organoleptisnya, baik itu

bau, warna, rasa, dan bentuk. Untuk pengamatan mikroskopik, digunakan bahan yang sudah

Page 21: Responsiunit1 3 FF

kering yaitu berupa serbuk. Identifikasi secara mikroskopik dilakukan dengan mengamati

serbuk yang telah diberi kloralhidrat untuk memperjelas pengamatan, karena kloralhidrat

mampu melisiskan isi sel sehingga anatomi sel tampak lebih jelas. Lalu dilakukan fiksasi

dengan melewatkan preparat yang sudah jadi di atas nyala api Bunsen dengan tujuan untuk

melisiskan sel. Proses fiksasi jangan terlalu lama atau jangan sampai gosong karena akan

menyebabkan sel-sel yang akan diamati rusak atau malah tidak terlihat.

Fragmen pengenal yang ditemukan pada simplisia Curcumae domesticae Rhizoma

(rimpang kunyit) adalah butir pati, gumpalan tidak beraturan zat warna kuning sampai kuning

coklat, parenkim dengan sel sekresi, fragmen pembuluh tangga dan pembuluh jala, fragmen

rambut penutup warna kuning, tidak terdapat serabut. Pengamatan secara organoleptis, warna

kuning, bau khas aromatik, rasa pahit, agak pedas, lama kelamaan menimbulkan rasa tebal.

Identifikasi selanjutnya adalah pengenalan simplisia nabati. Simplisia nabati adalah

simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman / eksudat tanaman. Eksudat tanaman

adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman / isi sel yang dengan cara tertentu

dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni. Dideskripsikan ciri-ciri

makroskopik dan melakukan pengamatan organoleptis serta menyebutkan nama tanaman asal

dan familinya.

Nama simplisia adalah Curcumae domesticae Rhizoma (rimpang kunyit), berasal dari

tanaman Curcumae domesticae Val , dengan famili zingiberaceae. Kepingan dari rimpang

kunyit ini ringan, rapuh, warna kuning jingga kemerahan sampai kuning jingga kecoklatan,

bentuk hampir bundar sampai bulat panjang. Bekas patahannya agak rata, berdebu, warna

kuning jingga sampai coklat kemerahan.

4.2 Uji Kemurnian

Uji kemurnian merupakan salah satu parameter mutu umum suatu simplisia sebagai

bahan kefarmasian. Uji kemurnian berarti uji bebas dari kontaminasi kimia dan biologis.

Simplisia sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam monografi

Materia Medika Indonesia (terbitan resmi DepKes RI). Jika tidak memenuhi persyaratan,

terutama persyaratan kadar, simplisia dianggap bermutu rendah. Hal ini dapat dipengaruhi

oleh tanaman asal, cara panen dan pengeringan yang salah, kelembaban/panas, penyimpanan

yang salah atau isinya telah disari dengan cara penyulingan. Beberapa penetapan kadar yang

dilakukan yaitu :

Page 22: Responsiunit1 3 FF

1. Penetapan kadar abu

Tujuan dari penetapan kadar ini adalah untuk mengetahui tingkat pengotoran oleh logam-

logam dan silikat pada simplisia. Kadar abu di dapatkan dari simplisia yang di masukkan ke

dalam krus platina dan dipijarkan hingga bobot tetap. Maksud dari bobot tetap ini adalah jika

dalam dua kali penimbangan berturut-turut berbeda di mana perbedaannnya tidak lebih dari

0,5 tiap gram. Tujuan pemijaran ialah untuk memaksimalkan pembentukan abu. Serbuk

simplisia diabukan karena logam dan silikat belum hancur dengan dibakar atau diarang saja.

Abu adalah sisa pembakaran sempurna bahan organik (residu yang tidak menguap bila

suatu bahan dibakar dengan cara tertentu). Secara kimia abu dapat didefinisikan sebagai

oksida logam dan bahan-bahan lain yang tidak dapat dibakar. Dalam kaitan dengan simplisia,

abu merupakan indikator derajat kebersihan penanganan simplisia.Secara alami didalam

simplisia terdapat logam. Logam-logam ini merupakan komponen hara tumbuhan yang dapat

merupakan komponen molekul penting dalam reaksi biokimiawi tumbuhan. Logam-logam

tersebut merupakan abu fisiologis. Sebagian besar abu fisiologis ini larut air. Pada saat

penyiapan, simplisia dapat terkotaminasi oleh tanah, pasir, dsb. Pasir merupakan senyawa

silikat yang tidak terbakar. Senyawa silikat ini tidak larut asam, sehingga merupakan

komponen penyusun abu tidak larut asam.Oleh karena itu, kadar abu dalam simplisia harus

ditentukan untuk melihat kadar senyawa pengotor yang terkandung di dalamnya. Bila kadar

abu simplisia melebihi persyaratan yang ditentu maka simplisia tersebut tidak boleh

digunakan untuk bahan baku pembuatan jamu. Kadar abu untuk Curcumae Domesticae

Rhizoma (rimpang kunyit) adalah tidak lebih dari 9%.

2. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

Tujuan dari penetapan kadar ini adalah untuk mengetahui jumlah cemaran oleh tanah dan

pasir yang diperlukan untuk penetapan kadar abu terendah yang tidak larut dalam asam, yaitu

asam klorida P. Abu yang diperoleh pada percobaan dibagi 2 untuk percobaan 2 dan 3, maka

perhitungan jumlah akhir dikali dengan 2. Abu yang tidak larut dalam asam dicuci dengan air

panas dengan tujuan untuk melarutkan sisa-sisa HCl dan untuk mengantisipasi agar tidak

terjadi perubahan suhu yang drastis karena dapat mempengaruhi hasil akhir. Kadar abu yang

tidak larut asam untuk Curcumae Domesticae Rhizoma (rimpang kunyit) adalah tidak lebih

dari 1,6%.

3. Penetapan kadar abu yang larut dalam air

Tujuan dari penetapan kadar ini adalah untuk mengetahui kadar terendah zat yang larut

dalam air. Abu yang didapat dicampur dengan air dan dididihkan dengan tujuan mempercepat

Page 23: Responsiunit1 3 FF

kelarutan. Percobaan hampir sama dengan penentuan kadar abu yang tidak larut dalam asam,

tetapi menggunakan pelarut air.

4. Penetapan kadar sari yang larut dalam air

Tujuan dari penetapan kadar ini adalah untuk mengetahui kadar sari terendah yang larut

dalam air. Serbuk di maserasi ± 24 jam dengan pelarut kloroform. Maserasi bertujuan untuk

mendapatkan campuran homogen dari kloroform dan simplisia, serta untuk melarutkan

serbuk.

Kloroform digunakan sebagai pelarut karena stabilitasnya lebih tinggi daripada air

(mikroba lebih cepat tumbuh di air daripada di kloroform). Prinsip dari maserasi adalah

penggojogan serbuk yang telah dikeringkan dalam pelarut tertentu hingga diperoleh sari dan

serbuk. Larutan kemudian disaring, difiltrat, diuapkan sampai kering hingga diperoleh bobot

tetap. Kadar sari yang larut dalam air untuk Curcumae Domesticae Rhizoma (rimpang kunyit)

adalah tidak kurang dari 15%.

5. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol 95%

Tujuan dari penetapan kadar ini adalah untuk mengetahui kandungan terendah zat yang

larut dalam etanol, tetapi mungkin tidak larut dalam air. Kadar sari yang larut dalam etanol

untuk Curcumae Domesticae Rhizoma (rimpang kunyit) adalah tidak kurang dari 10%.

6. Penetapan bahan organik asing

Tujuan dari penetapan kadar ini adalah untuk mengetahui banyaknya cemaran bahan

organik asing yang biasa/sering ditambahkan atau penggantian (pemalsuan simplisia). Bahan

organik asing dapat berupa tanaman asal simplisia, tetapi bukan simplisia, seperti fragmen

batang dan ranting pada simplisia. Bahan organik asing untuk Curcumae Domesticae

Rhizoma (rimpang kunyit) adalah tidak lebih dari 2%.

7. Penetapan kadar air dengan destilasi toluen

Tujuan dari penetapan kadar ini adalah untuk mengetahui kadar air yang larut dlaam

pelarut yaitu toluen. Prinsip destilasi adalah pemisahan cairan berdasarkan titik didih.

Penetapan kadar air dengan destilasi toluen merupakan analisis volumetrik. Destilasi toluene

bertujuan untuk menjaga kualitas simplisia karena adanya kemungkinan pertumbuhan jamur

atau kapang. Digunakan toluen karena toluen merupakan pelarut aromatik dengan kompleks

benzena yang memiliki bau khas pengencer cat, dimana titik didihnya 110,6oC, sedangkan

titik didih air 100oC.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil penetapan kadar zat dan bahan organik asing

menyimpang antara lain :

Page 24: Responsiunit1 3 FF

Keaslian simplisia yang diinginkan

Ketidakmurnian simplisia karena cemaran organik asing dan bahan anorganik asing.

Manfaat dari standarisasi antara lain :

Mencegah penyebaran penyakit lewat produk.

Mempengaruhi pemasaran produk

Membatasi penyebaran/peredaran produk yang bermutu rendah.

4.3 Skrining Fitokimia

4.3.1 Uji Kualitatif Secara Kimiawi

Kunyit yang praktikan gunakan hanya didapatkan di pasar sehingga asal usulnya

tidak diketahui, seperti; diambil dari daerah mana, pada bulan apa diambil, dan dari

tumbuhan yang sedang mengalami masa bagaimana saat diambil.

Awalnya, kunyit yang praktikan dapat dikupas terlebih dahulu dari kulitnya yang

masih kotor karena adanya tanah. Jika sudah dipisahkan dari kulitnya, kunyit dicuci dengan

air mengalir sampai bersih. Setelah dicuci, kunyit diiris melintang tipis-tipis kemudian

dijemur dibawah sinar matahari 3-5 hari. Jika kunyit sudah kering dan dirasa sudah dapat

dihancurkan, kunyit diblander sehingga didapatkan bentuk serbuk. Setelah diblander,

serbuk di saring dan jika masih terdapat serbuk yang berukuran besar, serbuk di blander

kembali. Setelah sudah didapatkan bentuk serbuk yang diinginkan, serbuk dibungkus.

Seharusnya, sebelum dibungkus serbuk diangin-anginkan terlebih dahulu agar kandungan

air pada serbuk kunyit minimal yaitu kurang dari 8%. Kadar air yang tinggi dapat

mempengaruhi hasil pada saat penelitian simplisia.

a. Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan untuk mengetahui adanya senyawa yang mengandung

kromofor dengan gugus hidrofilik. Serbuk simpleks dipanaskan selama 30 menit dengan

tujuan mempercepat reaksi. Tetapi saat pemanasan serbuk simpleks menjadi seperti

gumpalan dikarenakan serbuk simpleks yang digunakan masih belum benar-benar kering

sehingga serbuk simpleksnya menyerap air. Untuk mengantisipasi larutan yang

Page 25: Responsiunit1 3 FF

menggumpal dan susah disaring melalui kertas saring, maka larutan ditambah 5 ml air lagi.

Setelah pemanasan didapat warna kuning. Lalu disaring menggunakan kapas karena hasil

dari pemanasan bentuknya serbuk dan aquadest menjadi kental seperti gumpalan yang

tidak bisa disaring menggunakan kertas saring, karena kandungan airnya terlalu sedikit.

Akan tetapi, karena laboran tidak menyediakan kapas maka praktikan tetap menyaring

menggunakan kertas saring sehingga prosesnya lama dan hasil penyaringan sedikit.

Kemudian ditambah larutan KOH LP untuk membuat warna larutan jadi lebih intensif.

Warna larutan yang didapat ialah warna merah. Ini menunjukkan hasil positif yang berarti

rimpang kunyit (Curcumae domestica Rhizoma) mengandung kromofor (flavonoida,

antrakinon, dsb) dengan gugus hidrofilik (gula, asam, fenolat, dsb).

b. Uji Alkaloida

Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui adanya alkaloida pada serbuk simpleks.

Pada pengujian alkaloida, serbuk simpleks yang digunakan sebanyak 2 gram yang

dilarutkan terlebih dahulu dengan HCl 1% sebanyak 10 ml. Alkaloid, merupakan suatu

senyawa yang mempunyai gugus N sehingga senyawa tersebut bersifat basa. Oleh karena

itu, tujuan penambahan HCl 1 % adalah untuk mengubah atau membentuk garam dari

alkaloid yang bersifat basa yang dipercepat dengan pemanasan. Dipanaskan sampai

diperoleh ekstrak yang kental dan berbentuk seperti suspensi. Tetapi yang terjadi saat

pemanasan serbuk simpleksnya mengering karena serbuk simpleks yang digunakan masih

belum benar-benar kering sehingga menyerap air. Untuk mengantisipasi hal tersebut

larutan ditambah 5 ml air. Lalu disaring menggunakan kertas saring. Seharusnya, suspensi

disaring menggunakan kapas agar proses penyaringan cepat. Ekstrak yang didapat dibagi

dalam 2 tabung reaksi karena akan diberi 2 perlakuan yang berbeda.

Tabung A dibagi dua lagi sama banyak yang akan dicampurakan dengan pereaksi

Dragendrof LP dan Mayer LP yang berfungsi sebagai sebagai pelarut alkaloid untuk

mengendapkan alkaloid. Pereaksi Mayer yang digunakan dalam uji ini mengandung logam

Hg dan KI yang akan membentuk kompleks endapan kuning muda dengan senyawa

alkaloid, sedangkan pereaksi Dragendorff yang mengandung Bismut dan KI akan

membentuk kompleks endapan jingga dengan senyawa alkaloid.

Hasil positif dari pengujian ini adalah terbentuknya endapan. Pada tabung yang

ditambahkan dengan pereaksi Dragendrof LP seperti terbentuk endapan tapi ternyata itu

bukanlah endapan melainkan warna pereaksi yang terlalu pekat sehingga larutan berwarna

Page 26: Responsiunit1 3 FF

hitam pekat. Pada uji dengan pereaksi Mayer juga tidak terdapat endapan dan campuran

berwarna kuning. Hal tersebut membuktikan bahwa pada rimpang kunyit tidak

mengandung alkaloida. Hal tersebut juga sesuai teori karena pada kunyit tidak terdapat

senyawa alkaloida. Tetapi, praktikan tetap melakukan percobaan pada tabung B untuk

mengetahui adanya alkaloid dari basa kuartener dan dari basa tertier. Dan dari percobaan

yang telah dilakukan memang tidak terjadi endapan yang menunjukan hasil positif dari

alkaloida.

c. Uji Antrakinon

Tujuan dilakukan uji ini adalah untuk mengetahui adanya senyawa antrakinon pada

serbuk simpleks. Serbuk simpleks ditambah dengan kalium hidroksida dan larutan

hidrogen peroksida, kemudian didihkan selama 2 menit. Setelah dingin hasil ekstraksi

disaring dengan menggunakan kapas karena hasil pemanasan hanya diperoleh sedikit

sekali, sehingga jika disaring dengan menggunakan kertas saring, hasil ekstraksi yang

diperoleh akan lebih sedikit. Tetapi, karena yang disediakan laboratorium hanya kertas

saring, praktikan melakukan penyaringan dengan kertas saring. Kemudian hasil ektraksi

ditambah asam asetat glasial dan ditambah toluene. Penambahan toluene berfungsi untuk

menghilangkan senyawa pengotor yang mungkin bisa mempengaruhi hasil dari reaksi

yang akan dilakukan.

Akan terbentuk 2 lapisan, dimana lapisan atas diambil dan ditambahkan kalium

hidroksida. Dari uji ini terbentuk 2 lapisan, lapisan atas berwarna bening dan lapisan

bawah berwarna kuning bening. Hasil positif dari uji ini adalah adanya warna merah pada

lapisan air (basa). Dari hasil yang didapat menunjukkan hasil negatif, yang berarti rimpang

kunyit tidak mengandung antrakinon.

d. Uji polifenol

Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui adanya senyawa polifenol pada serbuk

simpleks. Pemanasan bertujuan membantu melarutkan polifenol. Penambahan besi (III)

klorida dilakukan setelah ektraksi dingin dikarenakan besi (III) klorida dapat teroksidasi

dan menjadi zat yang bersifat toksik. Hasil positif dari uji ini adalah terbentuknya warna

Page 27: Responsiunit1 3 FF

hijau-biru. Hasil yang didapat ialah warna coklat kemerahan yang menunjukkan hasil

negatif, yang berarti kunyit tidak mengandung polifenol.

e. Uji tannin

Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui adanya tannin pada serbuk simpleks.

Dalam percobaan dilakukan pemanasan simplisia agar diperoleh hasil ekstraksi yang

maksimal. Filtrat disaring dengan kertas saring karena dihasilkan filtrat yang banyak

sehingga tidak susah disaring menggunakan kapas. Lalu filtrate ditambah NaCl yang

bertujuan untuk membentuk endapan apabila bereaksi dengan zat yang terkandung di

dalam simplisia. Ditambah larutan gelatin untuk memperjelas endapan yang ada. Hasil

positif dari uji ini adalah terbentuknya endapan. Hasil yang didapat ialah terbentuknya

warna merah tanpa endapan menunjukkan hasil negatif, yang berarti kunyit tidak

mengandung tanin.

f. Uji kardenolida

Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui adanya senyawa kardenolida pada serbuk

simpleks. Pada percobaan ini diambil 2 ml filtrat yang sudah terbentuk karena untuk filtrat

yang lainnya dilakukan untuk uji penegasan. Hasil positif dari uji ini adalah terbentuknya

warna biru-ungu. Dari data pengamatan didapatkan hasil negatif dengan terbentuknya

warna merah kehitaman. Lalu dilakukan uji penegasan dengan mencampur 2 ml filtrate

yang lain dengan kloroform dan lapisan bawah yang terbentuk dicampur dengan asam 3,5-

dinitro benzoate, sehingga terbentuk warna kuning. Ini menunjukkan hasil negatif yang

berarti rimpang kunyit tidak mengandung kardenolida. Prinsip dari uji penegasan itu

sendiri ialah untuk menegaskan bahwa reaksi yang terjadi atau terbentuk adalah benar

adanya.

g. Uji Saponin

Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui adanya senyawa saponin pada serbuk

simpleks. Sedangkan, tujuan dari pendiaman selama 30 menit adalah agar terbentuk reaksi

yang maksimal sehingga hasil yang diperoleh valid. Apabila terbentuk buih setinggi ≥ 3

cm dari permukaan cairan menunjukkan adanya saponin.

Page 28: Responsiunit1 3 FF

Untuk uji lain dilakukan dengan menggunakan pipa kapiler. Digunakan air sebagai

pembanding karena air sudah diketahui komposisi yang terdapat di dalamnya, sehingga

sudah merupakan senyawa pembanding yang pasti. Hasil positif dari uji ini adalah bila

tinggi cairan yang diuji setengah atau kurang dari tinggi air suling. Hasil yang didapat ialah

terbentuk warna kuning dan ada endapan tanpa busa. Ini menunjukkan hasil negative yang

berarti rimpang kunyit tidak mengandung saponin.

h. Uji minyak atsiri

Tujuan dari uji ini untuk mengetahui adanya minyak atsiri pada simplisia. Serbuk

simpleks ditambah dengan eter, lalu dikocok dan disaring kemudian filtrat dikeringuapkan.

Ternyata muncul bau aromatik. Kemudian residu dilarutkan dengan etanol dan dikering

uapkan lagi. Adanya bau aromatik menunjukkan bahwa kunyit mengandung minyak atsiri.

4.3.2 Uji Kualitatif secara KLT

Tujuan percobaan ini untuk mengidentifikasi kandungan kimia dalam simplisia

rimpang kunyit secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Kromatografi terbentuk apabila

terdapat satu fase diam dan satu fase gerak. Fase diam dapat berupa padatan atau kombinasi

cairan-padatan, sedangkan fase gerak berupa cairan/gas.

Fase diam merupakan fase yang menyerap senyawa yang akan diidentifikasi dimana

fase ini digunakan untuk menahan senyawa sekaligus digunakan untuk tempat jalannya

senyawa. Fase diam yang digunakan kebanyakan silica GF 254 yang artinya gel silica yang

dapat berflouroresensi pada 254 nm pada sianr UV. Saat disinari dengna sinar UV, silica ini

akan berwarna hijau. Selain silica GF 254, juga digunakan selulosa karena terdapat senyawa-

senyawa yang bersifat basa dimana jika digunakan silica GF 254 nm yang bersifat asam,

ditakutkan keduanya malah akan bereaksi dan elusinya malah tidak akan terlihat sehingga

digunakan selulosa dimana selulosa tidak akan berikatan dengan senyawa pada simplisia

tersebut.

Fase gerak merupakan fase yang diguanakan untuk melarutkan zat uji. Fase bergerak

mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam

campuran. Komponen-komponen yang berbeda, bergerak pada laju yang berbeda. Prinsip

kerja KLT adalah memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel

dengan pelarut yang digunakan. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang

sesuai, disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Semakin dekat kepolaran

antara sampel dengan campuran larutan, maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak.

Page 29: Responsiunit1 3 FF

Campuran senyawa pada fase gerak harus memiliki perbandingan yang sesuai. Hal ini

bertujuan agar senyawa tidak terelusi terus-menerus dan terbawa oleh fase gerak tetapi dapat

berhenti ditengah sehingga diperoleh nilai Rf antara 0,2-0,8. Jumlah fase gerak yang

digunakan sangat bergantung pada besarnya wadah (chamber), banyaknya fase gerak yang

digunakan adalah ± 20 mL.

Di dalam KLT, digunakan standar yang digunakan untuk pembanding dengan senyawa

uji. Apabila simplisia yang kita gunakan memiliki kandungan metabolit sekunder bioaktif,

maka antara sampel dan standar akan memiliki warna yang sama jika dilihat dalam sinar UV

dan memiliki nilai Rf yang sama. Pada saat penotolan dilakukan setidaknya 3 kali agar dapat

terlihat jelas di bawah sinar UV dan pergerakan atau jarak elusi dapat lebih terlihat. Antara

penotolan satu dengan yang lainnya harus ditunggu kering dahulu agar warna cairan pada

silica gel terlihat tebal sehingga mempermudah dalam melihat elusi, jika tidak ditunggu

kering, cairan akan terserap lagi ke pipa kapiler atau kuantitas cairan pada silica tidak

bertambah karena silica gel belum kering. Jarak penotolan antara senyawa satu dengan yang

lain harus agak berjauhan, agar pergerakan tidak saling bertabrakan. Penotolan juga jangan

terlalu banyak karena akan melebar dan akan mempersempit ruang gerak senyawa untuk

berelusi sehingga akan bertabrakan satu sama lain.

Alasan perlunya dilakukan identifikasi secara KLT karena pada proses KLT ini, terjadi

pemisahan dari ekstrak yang memiliki banyak kandungan yang bermacam-macam dan

kandungan ini dapat terpisah-pisah sehingga dapat menggunakan kandungan tertentu sesuai

yang diinginkan. Proses pemisahan ini dapat terjadi karena adanya perbedaan afinitas antara

senyawa dengan fase gerak dan fase diamnya. Dalam percobaan dilakukan Uji Kualitatif

Secara KLT dan Uji Kulaitatif Secara KLT untuk Alkaloid. Pada uji kualitatif secara KLT

dibuat tiga larutan percobaan, sebagai berikut :

a. Larutan I

Larutan ini didapat dari serbuk rimpang kunyit yang telah halus dengan proteleum eter

pada suhu 500C selama 5 menit. Kemudian, mengunakan sisa serbuk tadi untuk disari dengan

Kloroform-asam asetat (99:1) pada suhu 500C selama 5 menit sehingga terbentuk sisa dan

fraksi CHCl3-HAc, dimana fraksi CHCl3-HAc diambil sebagai larutan 1. Proses penyaringan

berfungsi untuk memisahkan kandungan yang akan kita identifikasi yaitu glikosida antrakinon

Page 30: Responsiunit1 3 FF

dari kandungan lainnya di dalam ekstrak. Di sini, digunakan standar berupa antrakinon,

sebagai fase gerak etil asetat-toluena (9:1) dan fase diam yaitu silika gel GF 254. Kejenuhan

fase gerak dapat dijaga dengan menutup bejana dinding dan sebelah dalam bejana dilapisi

dengan kertas saring yang telah dibasahi dengan sistem pelarut sehingga udara di dalam bejana

tersebut tetap jenuh pelarut dan cepat memasukan lempeng KLT sehingga kejenuhan tetap.

Penjenuhan ini berfungsi untuk mempercepat dalam proses perambatan sehingga perambatan

dapat berjalan secara optimal. Kejenuhan fase gerak dapat dilihat dari kertas saring yang telah

basah dalam Chamber dan proses pembahasan itu akan mengalir ke atas secara otomatis.

Larutan pembanding dibuat dari larutan Rhei Radix sebanyak 0,5 gram dipanaskan dalam

methanol 5 ml selama 5 menit, disaring dan filtratnya diuapkan sampai volume 0,5 ml

kemudian ditotolkan. Untuk deteksi digunakan FeCl3. Sampel tidak menunjukan bercak nyata

secara visual. Oleh karena itu, dilakukan pengamatan di bawah sinar UV 254 nm yang

menunjukan warna ungu.sedangkan pada UV 365 nm, pada pengamatannya akan tampak

oranye pada bercak bagian atas dan ungu pada bagian bawah. Apabila sampel tidak

berflourosensi pada UV (baik pada 254 nm dan 365 nm), maka dapat dilakukan

penyemprotan dengan pereaksi khusus untuk memperjelas bercak, misalnya dengan pereaksi

Dragendorff.

Pada percobaan yang dilakukan, didapat nilai Rf sebesar 0,63. Dalam percobaan larutan

standar tidak mengalami elusi dikarenakan kelarutan antara standar dan fase gerak tidak

sesuai. Rf merupakan jarak yangditempuh substansi/pelarut yang digunakan. Selain itu dapat

berarti juga faktor retensi suatu komponen dalam fase diam. Semakin besar nilai Rf maka

semakin besar pula jarak bergerak senyawa pada KLT. Nilai Rf yang besar menunjukan

senyawa kurang polar dan berinteraksi dengan bagian polar dari plat. Apabila nilai Rf

sama/hampir mendekati standa, maka dapat disipulkan mengandung senyawa yang

diidentifikasi. Rf didapat dengan membagi jarak rambat sampel dengan jarak rambat fase

gerak dari titik penotolan awal. Dihitung juga nilai HRf, yaitu mengalian harga Rf dengan

100. Dari data percobaan tidak dapat dipastikan apakah sampel mengandung glikosida

antrakinon ataukah tidak karena pembanding/standar tidak menunjukan pergerakan.

b. Larutan II

Larutan ini dibentuk dari sisa yang didapat dari larutan 1 yang kemudian disari dengan

metanol-kloroform-asam asetat (49,5:49,5:1) pada suhu 500C selama 5 menit. Proses

penyarian tersebut dipisahkan antara sisa dan fraksi CHCl3-MeOH-HAc yang terbentuk

dimana fraksi CHCl3-MeOH-Hac digunakan sebagai Larutan 2 ini diidentifikasi apakah

terdapat kandungan tanin atau tidak. Larutan 2 ini dilakukan tiga kali percobaan, yang

Page 31: Responsiunit1 3 FF

pertama digunakan standar saponin dengan fase gerak n-butanol-asam asetat-air (5:1:4) v/v

dan fase diamnya silika gel GF 254. Larutan standar saponin dibuat dengan larutan rimpang

kunyit 2 gram direfluks dengan etanol 75% sebanyak 10 ml selama 10 menit. Untuk deteksi

digunakan FeCl3. Sampel dapat dilihat bercaknya dengan UV 365 nm dan berflouroresensi

putih. Standar tidak menunjukan adanya elusi dikarenakan larutan standar tidak memiliki

kelarutan yang sesuai dengan fase gerak. Sementara untuk larutan II mengalami pergerakan

dan memiliki nilai Rf=0,83. Setelah didiamkan pada larutan fase gerak, elusi dari sampel

berwarna kuning namun seterlah penyemprotan dengan FeCl3 warna dari bayangan elusi

sampel berubah menjadi coklat.

Pada percobaan ini didapatkan nilai Rf sampel yang tidak bisa dibandingkan dengan

standar karena tidak didapatkan nilai Rf dari standar itu sendiri. Dan harga HRf terhitung

adalah 83. Proses penyarian juga berpengaruh terhadap nilai Rf yang didapatkan. Apabila

proses penyarian yang tidak sesuai dengan prosedur dalam hal ini suhu yang tidak dapat

dikontrol maka dapat memungkinkan terjadi penguapan yang berlebihan terhadap senyawa

yang kita inginkan. Nilai Rf yang tidak sesuai juga bisa disebabkan alat-alat yang kurang

bersih sehingga masih ada bekas-bekas kandungan lain yang menempel pada alat. Untuk

percobaan ke-3, digunakan standar kardenilida, fase geraknya t butanol-asam asetat-air (4:1:5)

v/v fase diamnya selulosa.

c. Larutan III

Larutan ini diperoleh dari larutan 2 yang kemudian disari dengan methanol –air (1:1)

pada suhu 50oC selama 5 menit sehingga diperoleh sisa dan fraksi methanol-air dimana

sisanya dibuang dan fraksi methanol-air digunakan sebagai larutan 3. Larutan 3 ini digunakan

fase diam berupa selulosa dengan fase gerak berupa t-butanol – asam asetat-air (4:1:5) v/v.

dan standarnya berupa kardenolida.

Dari data pengamatan setelah dilakukan perendaman, didapatkan larutan 3 menghasilkan

elusi dengan jarak 10 cm dengan warna kuning, setelah deteksi dengan uap ammonia

didapatkan warna orange kecoklatan, dan dibawah sinar UV terlihat warna kuning menyala.

Sedangkan standar (kardenolida) tidak mengalami elusi.

Didapatkan nilai Rf sampel sebesar 0,46 dan HRf sampel sebesar 46. Sedangkan nilai Rf

dan HRf standar tak dapat dihitung karena standar tidak mengalami pergerakan. Sehingga

harga Rf sampel dengan nilai Rf standar tidak dapat dibandingkan.

Larutan standar tidak mengalami elusi mungkin dikarenakan fase gerak tidak spesifik

dengan larutan standar. Sehingga tidak terjadi pergerakan standar.

Page 32: Responsiunit1 3 FF

4.3.3 Uji Kualitatif Secara KLT untuk Alkaloida

Serbuk simplisia sekitar 2-3 gram disari dengan petolium eter 10 ml selama 5 menit

sehingga didapat campuran dimana campuran tersebut dipisahkan dengan cara disaring

sehingga didapatkan sisa dan fraksi petroleum eter dimana fraksi tadi dibuang dan sisanya

yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya alkaloid. Sisa tadi disari lagi dengan HCl 1%

sebanyak 10 ml, lalu dipanaskan pada suhu 50oC selama 5 menit. Kemudian disaring kembali,

sisa yang berupa serbuk dibuang dan yang diambil adalah fraksi cairan dari asam klorida,

dimana fraksi ini yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya alkaloida. Fraksi tadi

diteteskan dengan pereaksi Dragendorff, akan menimbulkan hasil yang positif berupa larutan

simplisia yang awalnya berwarna kuning berubah menjadi kehitaman dan terbentuk endapan,

setelah itu ditambah NaHCO3 hingga pH nya mencapai 8-9. Ketika ditambahkan NaHCO3

terbentuk buih-buih karena NaHCO3 ini merupakan basa. kemudian disari dengan kloroform

sehingga akan terbentuk dua lapisan yaitu lapisan atas dan laipsan bawah.

Proses penyarian dilakukan di dalam corong pisah untuk menghilangkan gas yang

terbentuk yaitu CO2 ketika ditambahkan NaHCO3. Lapisan atas dinetralkan dengan asam

asetat dimana larutan ini menjadi larutan I dan lapisan bawah yang disari dengan HCl 1%

akan membentuk 2 lapisan juga di mana lapisan bawah dibuang dan lapisan atas digunakan

sebagai larutan II untuk mengidentifikasi adanya alkaloida pada ekstrak. Larutan I untuk

menguji alkaloid tersier sedangkan larutan II untuk menguji alkaloid kuartener.

Dari data pengamatan didapatkan setelah perendaman dalam fase gerak yang terdiri

dari tertier butanol – kloroform – dietil amina (2:7:1) v/v dan fase diam berupa silica gel 254,

didapatkan larutan I meninggalkan bercak sedangkan larutan II tidak meninggalkan bercak.

Namun setelah disemprot dengan pereaksi Dragendorf yang berfungsi untuk memperjelas

bercak, bercak pada larutan I tersebut tidak terlihat. Sehingga hal ini menunjukkan kunyit

tidak memiliki senyawa alkaloid tertier maupun alkaloid kuartener.

Tidak adanya elusi pada percobaan ini dapat disebabkan oleh sampel tidak memiliki

alkaloida tertier dan alkaloida kuartener, pelarutnya tidak sempurna atau dikarenakan senyawa

tidak larut dalam fase gerak.

Kelebihan metode KLT adalah relatif mudah dilakukan, murah, dan spesifik untuk

senyawa yang akan dipisahkan. Kekurangannya adalah pemilihan fase diam yang harus sesuai

dengan kepolaran fase gerak, dan juga jarak dan warna yang sama antara satu dengan yang

lainnya belum tentu mengandung senyawa yang sama, serta waktu yang diperlukan cukup

lama. Manfaat dari KLT adalah dapat memisahkan senyawa yang diinginkan dari campuran.

Page 33: Responsiunit1 3 FF

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengamatan mikroskopis, fragmen pengenal yang ditemukan pada

simplisia Curcumae domesticae Rhizoma (rimpang kunyit) adalah butir pati,

gumpalan tidak beraturan zat warna kuning sampai kuning coklat, parenkim

Page 34: Responsiunit1 3 FF

dengan sel sekresi, fragmen pembuluh tangga dan pembuluh jala, fragmen

rambut penutup warna kuning, tidak terdapat serabut.

Dari hasil pengamatan secara organoleptis, warna kuning, bau khas aromatik,

rasa pahit, agak pedas, lama kelamaan menimbulkan rasa tebal.

5.2 Saran

Pada rimpang kunyit yang diuji lebih baik tidak digunakkan dalam bidang

kefarmasian karena asal usul dan umur yang tidak diketahui dengan pasti.

Walaupun telah mengandung minyak atsiri yang seharusnya dimiliki oleh

rimpang kunyit.

Sebaiknya, pada percobaan unit II bahan uji yang digunakkan juga dari

rimpang kunyit supaya dapat mengetahui apakah rimpang kunyit yang diuji

memenuhi standart atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI., 1977, Materia Medika Indonesia, Jilid I, Depkes RI, Jakarta, pp. xiii-xiv, 40, 45,

54, 80, 83.

Depkes RI., 1978, Materia Medika Indonesia, Jilid II, Depkes RI, Jakarta, pp. xi – xiv, 137-

140.

Depkes RI., 1989, Materia Medika Indonesia, Jilid V, Depkes RI, Jakarta, pp. 366-367.

Page 35: Responsiunit1 3 FF

Depkes RI., 1995, Materia Medika Indonesia, Jilid VI, Depkes RI, Jakarta, pp. 55-59.

Dirjen POM., 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Depkes RI, Jakarta, pp. Ii, Iii.

Djokomoeljanto, 1986, Indeks Tumbuh-Tumbuhan Obat di Indonesia, PT Eisai Indonesia,

Semarang, pp. 343.

Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia, ITB Press, Bandung, pp. 245.

Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi, ITB Press Bandung, pp.

95-101.