laporan praktek farmakologi - bab dasar
-
Upload
luvtysofilestaridywanti -
Category
Documents
-
view
106 -
download
8
description
Transcript of laporan praktek farmakologi - bab dasar
BAB I
PENDAHULUAN
A. Judul Percobaan:
Eksperimen – eksperimen dasar, rute pemberian obat.
B. Tujuan Percobaan:
- Mengenal cara-cara pemberian obat melalui berbagai rute pemberian obat
- Menyadari pengaruh rute pemberian obat terhadap efek yang timbul
- Dapat menyatakan beberapa konsekuensi praktis akibat perbedaan rute pemberian
obat terhadap efek yang timbul
- Mengenal manisfestasi berbagai efek yang diberikan.
C. Prinsip percobaan:
Intensitas efek obat pada makhluk hidup lazimnya meningkat jika dosis obat yang
diberikan kepadanya juga ditingkatkan. Prinsip ini memungkinkan untuk
menggambarkan kurva efek obat sebagai fungsi dari dosis yang diberikan, atau
menggambarkan kurva dosis-respon.
Dari kurva demikian dapat diturunkan DE50 (dosis yang memberikan efek pada 50%
hewan percobaan yang digunakan). Prinsip sama dapat digunakan untuk menurunkan
DL50 (dosis menimbulkan kematian pada 50% hewan percobaan)
Untuk menentukan secara teliti DE50 atau DL50 lazimnya dilakukan berbagai
transformasi untuk memperoleh garis lurus. Salah satu transformasi ini menggunakan
transformasi logprobit ; dalam hal ini dosis yang digunakan ditransformasi menjadi
logaritmanya; dan persentase hewan yang memberikan respon ditransformasi menjadi
nilai probit.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
Rute pemberian obat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat,
karena karakteristika lingkungan fisiologis, anatomi, dan biokimiawi yang berbeda pada
daerah kontak mula obat dan tubuh. Karakteristika ini berbeda karena jumlah suplai
darah yang berbeda; struktur anatomi dari lingkungan kontak antara obat-tubuh yang
berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat dilingkungan tersebut
berbeda. Hal-hal ini menyebabkan jumlah obat yang mencapai kerjanya dalam jangka
waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat.
Meskipun rute pemberian obat secara oral merupakan cara yang paling lazim,
seringkali rute ini tidak digunakan mengingat hal-hal yang dikemukakan, mengingat
kondisi penerima obat, dan di dasarkan juga oleh sifat-sifat obat itu sendiri.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aksi Obat
Faktor-faktor yang mempengaruhi efek obat dapat dikelompokkan dalam dua
kelompok besar, yaitu faktor-faktor lingkungan luar tubuh penerima obat, yang telah
dibahas tersendiri, dan faktor-faktor internal pada penerimaan obat.
Kedua faktor ini pada dasarnya kait-mengkait. Faktor-faktor lingkungan luar tubuh
penerima obat dapat membawa perubahan-perubahan fundamental dalam diri penerima
obat, yang kemudian memiliki perubahan-perubahan yang permanen sebagai ciri
khasnya, atau memperoleh perubahan-peubahan sementara yang reversible. Kedua-
duanya dengan sendirinya dapat turut mempengaruhi efek obat. Diantara faktor-faktor
pada penerima obat yang dapat mempengaruhi efek obat adalah usia, status fungsional
dan struktural dari penerima obat, kelamin, bobot tubuh dan luas permukaan, suasana
kejiwaan penerima obat dan kondisi mikroflora saluran pencernaan. Beberapa perincian
lebih lanjut, mengenai status fungsional dan struktural dari penerima obat ialah kondisi
patologis dari penerima obat yang dapat memodifikasi fungsi dan atau struktur sel,
jaringan, organ maupun sistem tubuhnya dan faktor-faktor genetika.
Umumnya pada faktor-faktor atau ciri-ciri superfisial yang sma antara penerima obat
(misalnya usia, jenis kelamin, bobot badan dan luas permukaan tubuh, dan ras) pada
pemberian obat yang sama, dengan dosis sama, rute pemberian sama masih dapat diamati
efek-efek farmakologi secara kuantitatif berbeda, meskipun status fugsional dan
struktural penerima obat adalah sama. Sebab itu diambil kesimpuan bahwa yang
menyebabkan perbedaan-perbedaan ini ialah variasi biologik antara penerima obat.
Sebagai makhluk hidup yang dinamis, selalu ada perbedaan-perbedaan sesaat atau tetap
antara sesamanya, karena pengalaman-pengalaman yang berbeda maupun yang
ditanggapi secara berbeda.
Dalam eksperimen ini hanya akan ditelaah pengaruh beberapa faktor, yaitu variasi
biologik, kelamin, toleransi yang diperoleh dan antagonis efek obat.
Seseorang dikatakan memperoleh toleransi terhadap satu obat jika setelah pemberian obat
tersebut secara berulang-ulang efekya makin berkurang atau pada pemberian selanjutnya
diperlukan dosis yang lebih besar untuk mencapai intensitas efek seperti pada awal
pemberian obat. Landasan terjadinya toleransi ini mungkin karena adaptasi lingkungan
biologis disekitar tempat kerja obat terhadap efeknya. Kemungkinan lain adalah bahwa
obat tersebut mampu mengimbas sintesa enzim-enzim tertentu yang
membiotransformasinya menjadi senyawa-senyawa yang tidak efektif secara
farmakologi.
Jenis kelamin dapat mengakibatkan perbedaan-perbedaan yang kuantitatif dalam
efek farmakologi obat perbedaan-perbedaan yang kadang kla fundamental dalam pola
fisiologi dan biokimia antara jenis jantan dan betina menyebabkan hal ini.
Pemberian obat-obat kepada seseorang dalam kurun waktu dimna pengaruh masing-
masing obat masih belum berlalu, dapat mengakibatkan antagonisme yang mungkin
parsial, mungkin pula sempurna terhadap efek-efek salah satu obat.
Landasan antagonisme ini mungkin farmakologik, jika ke dua obat tersebut bekerja
dengan efek farmakologik yang saling bertentagan. Landasan ini mungkin pula bersifat
biokiiawi, jika ke diua obat berkompetisi untuk sistem enzim yang sama, dan mungkin
pula bersifat fisiko-kimia, kimia atau fisika.
Hipnotika & Sedatif
Hipnotik Sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP)
yang relatif tidak selektif, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan kantuk,
menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma dan
mati, bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedatif menekan aktivitas,
menurunkan respon terhadap rangsangan emosi dan menenangkan. Obat Hipnotik
menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang
menyerupai tidur fisiologis.Obat hipnotika dan sedatif biasanya merupakan
turunan Benzodiazepin. Beberapa obat Hipnotik Sedatif dari golongan Benzodiazepin
digunakan juga untuk indikasi lain, yaitu sebagai pelemas otot, antiepilepsi, antiansietas
dan sebagai penginduksi anestesis (Anonym, 2006).
BAB III
PERCOBAAN
A. Variasi Rute pemberian ( dilakukan oleh kelompok 1&2)
Alat : Spuit 1cc; Hewan :mencit&tikus
Bahan : Phenobarbital 50 mg/ml , propofol 10 mg/ml , NaCl 0,9% b/v
(bobot/volume)
Prosedur kerja :
kelompok 1 : 2 tikus Phenobarbital 50 mg/ml
2 tikus Propofol 10 mg/ml
1 tikus NaCl 0,9 % b/v
Kelompok 2 : 2 mencit Phenobarbital 50 mg/ml
2 mencit Propofol 10 mg/ml
1 mencit NaCl 0,9 % b/v
Rute oral:
Tikus dipegang pada tengkuknya, jarum oral yang telah dipasang pada alat suntik
berisi obat, diselipkan dekat langit-langit tikus dan diuncurkan masuk ke esofagus.
Larutan diberikan dengan menekan spuit pendorong sambil badan spuit ditahan agar
ujung jarum oral tidak melukai esofagus.
Rute Subkutan:
Penyuntikan biasanya dilakukan di bawah kulit tengkuk atau abdomen, seluruh jarum
ditusukkan langsung ke bawah kulit dan larutan obat didesak keluar dari alat suntik.
Rute Intravena:
Tikus dimasukkan ke dalam alat khusus yang memungkinkan ekornya keluar sebelum
disuntikkan. Sebaiknya pembuluh balik vena pada ekor didilatasi dengan
penghangatan atau pengolesan memakai pelarut organik seperti aseton atau eter, bila
jarum suntik tidak masuk ke vena, terasa ada tahanan, jaringan ikat daerah sekitar
penyuntikan terlihat memutih dan bila piston alat suntik ditarik, tidak ada darah yang
mengalir masuk ke dalamnya. Dalam keadaan dimana harus dilakukan penyuntikan
berulang, penyuntikan dimulai dari bagian distal ekor.
Rute Intraperitoneal
Tikus dipegang pada tengkuknya sedemikian sehingga posisi abdomen lebih
tinggi dari kepala. Larutan obat disuntikkan ke dalam abdomen bawah dari tikus
disebeah garis midsagital.
Rute Intramuskular
Larutan obat disuntikkan ke dalam otot sekitar gluteus maximus atau ke dalam
otot paha lain dari kaki belakang. Selalu perlu diperiksa apakah jarum tidak
masuk ke dalam vena, dengan menarik kembali piston alat suntik.
Hasil pengamatan Kelompok 1 :
1. Propofol 10 mg/ml
No Hewan Percobaan
Berat Badan
Dosis Yang Disuntikan
Rute Waktu Mula K.O
Waktu Akhir K.O1
1 Tikus 1 149,5 0,01 Oral 12:542 Tikus 2 146,5 0,01 I.V 12:563 Tikus 3 147,5 0,01 I.M 12:584 Tikus 4 113 0,01 SK 13:105 Tikus 5 125 0,01 I.P 13:06
2. Phenobarbital 50 mg/ml
No Hewan Percobaan
Berat Badan
Dosis Yang Disuntikan
Rute Waktu Mula K.O
Waktu Akhir K.O
1 Tikus 1 196 0,02 Oral 12:312 Tikus 2 143 0,01 I.V 12:363 Tikus 3 140 0,01 I.M 12:394 Tikus 4 112 0,01 SK 12:495 Tikus 5 134 0,01 I.P 12:44
3. NaCl 0,9% b/v
No Hewan Percobaan
Berat Badan
Dosis Yang Disuntikan
Rute Waktu Mula K.O
Waktu Akhir K.O1
1 Tikus 1 147 0,01 Oral 13:082 Tikus 2 162 0,01 I.V 13:143 Tikus 3 114 0,01 I.M 13:154 Tikus 4 127 0,01 SK 13:165 Tikus 5 147 0,01 I.P 13:17
BAB IV
PEMBAHASAN
Dilakukan pemberian secara intraperitorial yaitu obat yang diinjeksikan melaui rongga
perut. Dengan pemberian secara intraperitorial ini diharapkan efek yang cukup cepat,
kerena dalam rongga perut terdapat banyak pembuluh darah, sehingga obat yang
diinjeksikan akan menembus membrane pembuluh darah dan masuk ke pembuluh darah.
Hewan uji diamati apakah timbul efek atau tidak. Timbulnya efek ditandai dengan
hilangnya reflek balik badan. Dipilih obat phenobarbital karena bersifat sedative sehingga
efek dapat diamati.
Pada kelompok IV mencit 1, timbul efek dengan waktu yang lebih cepat dibandingkan
dengan hewan uji lainnya karena dosis yang lebih tinggi dan berat badan hewan uji pun
cukup rendah dan karena jumlah obat melebihi jumlah reseptor sehingga kadar obat yang
tidak berikatan dengan reseptor/ kadar obat bebas di darah meningkat sehingga
menimbulkan toksis. Pada dosis kecil sangat lama untuk menimbulkan efek karena
jumlah reseptor yang ada lebih banyak dari jumlah obat sehingga efek tidak timbul. Dari
data pengamatan dari kelompok kami yang tidur atau menerima efek di semua mencit
berbeda. Hal ini disebabkan karena kadar biologis dan ketahanan mencit berbeda- beda
terhadap obat dengan dosis pemberian yang sama. Pada percobaan phenobarbital yang
diberikan tidak mengalami induksi enzim karena hanya sekali diberikan atau tidak
berulang- ulang.