Laporan PKL ISI

67
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) ialah komoditas tanaman pangan yang menghasilkan beras. Padi sebagai tanaman pangan dikonsumsi kurang lebih 90% dari keseluruhan penduduk Indonesia untuk makanan pokok (Saragih, 2001). Permintaan pada beras sebagai bahan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia mengalami peningkatan sebesar 2,23 % /tahun (Arafah, 2003). Kebutuhan beras terus meningkat karena peningkatan jumlah konsumen tidak diimbangi dengan produksi yang cukup. Kebutuhan beras di Indonesia mencapai 32 juta ton sedangkan produksi nasional maksimal hanya mencapai sekitar 31,5 juta ton/tahun (Darma, 2007). Peningkatan produksi padi dengan pengembangan teknologi yang ada mutlak untuk dapat mendukung ketahanan pangan di Indonesia. Peningkatan produksi tiap komoditas mengalami kendala, karena dihadapkan

Transcript of Laporan PKL ISI

Page 1: Laporan PKL ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Padi (Oryza sativa L.) ialah komoditas tanaman pangan yang menghasilkan

beras. Padi sebagai tanaman pangan dikonsumsi kurang lebih 90% dari

keseluruhan penduduk Indonesia untuk makanan pokok (Saragih, 2001).

Permintaan pada beras sebagai bahan makanan pokok sebagian besar penduduk

Indonesia mengalami peningkatan sebesar 2,23 % /tahun (Arafah, 2003).

Kebutuhan beras terus meningkat karena peningkatan jumlah konsumen tidak

diimbangi dengan produksi yang cukup. Kebutuhan beras di Indonesia mencapai

32 juta ton sedangkan produksi nasional maksimal hanya mencapai sekitar 31,5

juta ton/tahun (Darma, 2007). Peningkatan produksi padi dengan pengembangan

teknologi yang ada mutlak untuk dapat mendukung ketahanan pangan di

Indonesia. Peningkatan produksi tiap komoditas mengalami kendala, karena

dihadapkan kepada organisme pengganggu tanaman. Organisme pengganggu

tanaman untuk padi yaitu serangan wereng coklat dan penyakit kerdil hampa

serta kerdil rumput merupakan prioritas untuk ditanggulangi. Tahun 2010

perkembangan populasi wereng coklat yang tinggi terjadi akibat adanya La‐Nina

atau musim kemarau yang banyak curah hujannya.

Kegiatan produksi pangan, khususnya beras sangat penting untuk

ditingkatkan guna mengatasi terjadinya kekurangan pangan. Peningkatan

produksi padi dapat dilakukan dengan ekstensifikasi dan intensifikasi.

Peningkatan produksi dengan cara ekstensifikasi yaitu melalui penambahan luas

Page 2: Laporan PKL ISI

areal tanam, sedangkan peningkatan produksi dengan intensifikasi yaitu

peningkatan produksi melalui pemeliharaan tanaman yang lebih intensif.

Peningkatan produksi padi secara intensifikasi pada saat sekarang dilakukan

dengan Program Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).

Menurut Ishaq, dkk., (2009) yang dimaksud dengan pengelolaan tanaman

terpadu (PTT) adalah pendekatan dalam upaya mengelola lahan, air, tanaman,

organisme pengganggu tanaman (OPT) dan iklim secara terpadu/

menyeluruh/holistik dan dapat diterapkan secara lumintu (berkelanjutan).

Selanjutnya PTT dapat diilustrasikan sebagai sistem pengelolaan yang

menggabungkan berbagai sub sistem pengelolaan, seperti sub sistem pengelolaan

hara tanaman, konservasi tanah dan air, bahan organik dan organisme tanah,

tanaman (benih, varietas, bibit, populasi tanaman dan jarak tanam), pengendalian

hama dan penyakit/organisme pengganggu tanaman, dan sumberdaya manusia.

Pelaksanaan PTT terdapat 2 (dua) komponen teknologi yang dapat

diterapkan oleh petani, yaitu komponen teknologi dasar dan komponen teknologi

penunjang. Komponen teknologi dasar merupakan komponen yang memiliki

peranan penting dalam peningkatan hasil. Komponen dasar dan komponen

penunjang dianjurkan untuk diterapkan semua. Komponen yang termasuk ke

dalam komponen teknologi dasar yaitu: 1) Varietas unggul baru; 2) Benih

bermutu dan berlabel; 3) Peningkatan populasi tanaman dengan sistem tanam

jajar legowo; 4) Pemupukan berimbang tepat lokasi; 5) Pengendalian OPT

melalui PHT; 6) Pemberian pupuk organik. Komponen teknologi penunjang

merupakan komponen yang memiliki peranan dalam mendukung dan

Page 3: Laporan PKL ISI

memantapkan penerapan komponen teknologi dasar. Komponen teknologi

penunjang sebaiknya diterapkan berdasarkan pemilihan komponen dasar serta

disesuaikan kemudahan (kesesuaian) dengan kondisi setempat. Komponen

teknologi yang termasuk dalam teknologi penunjang yaitu: 1) Pengolahan tanah

yang tepat; 2) Tanam bibit muda (< 21 hari); 3) Tanam 1 – 3 bibit per lubang; 4)

Pengairan berselang; 5) Penyiangan dengan landak (gasrok); dan 6) Panen tepat

waktu. Kegiatan praktik kerja lapang dilakukan untuk mengetahui proses

pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah secara baik dan benar agar

menghasilkan produk yang maksimal.

B. Tujuan dan Sasaran Praktik Kerja Lapangan

1. Praktik Kerja Lapangan yang dilaksanakan mempunyai tujuan :

a. Mempelajari serta melakukan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)

pada budidaya padi sawah secara langsung di UPTD PTP3 Jalaksana,

Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

b. Memberikan pengetahuan dan pengalaman praktis dalam melatih

kesiapan menghadapi dunia kerja nyata yang mengarah pada kegiatan

kewirausahaan, dan penciptaan lapangan kerja.

c. Mempelajari permasalahan yang ada dalam teknik budidaya dan

pemeliharaan pada tanaman padi di UPTD PTP3 Jalaksana, Kabupaten

Kuningan, Jawa Barat.

d. Mengetahui secara langsung kondisi organisasi dan kegiatan utama di

UPTD PTP3 Jalaksana, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Page 4: Laporan PKL ISI

2. Sasaran Praktik Kerja Lapangan ini adalah :

a. Pemahaman pengelolaan tanaman terpadu (PTT) pada budidaya padi

sawah di UPTD PTP 3 Jalaksana, Kuningan, Jawa Barat.

b. Mendapatkan pengalaman kerja secara langsung dan memperluas

wawasan di lapangan mengenai pengelolaan tanaman terpadu (PTT)

pada budidaya padi sawah dan segala permasalahannya.

C. Manfaat Praktik Kerja Lapangan

Kegiatan Praktik Kerja Lapangan diharapkan memberikan manfaat sebagai

berikut :

a. Memperoleh informasi tentang Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)

pada budidaya padi sawah di UPTD PTP3 Jalaksana, Kabupaten

Kuningan, Jawa Barat.

b. Menambah pengalaman kerja secara langsung yang tidak didapatkan

dalam perkuliahan dan sebagai studi banding antara teori dengan praktik

di lapangan.

c. Mengetahui permasalahan yang timbul dalam teknik budidaya dan

pemeliharaan  tanaman padi di UPTD PTP3 Jalaksana, Kabupaten

Kuningan, Jawa Barat.

d. Memperoleh pengetahuan dasar sebagai bahan pertimbangan untuk

melaksanakan penelitian.

Page 5: Laporan PKL ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Arti Penting Dan Manfaat Padi Bagi Kehidupan Manusia

Beras memiliki peranan paling penting dalam konsumsi pangan

rumahtangga. Pengadaan beras dalam jumlah yang sesuai kebutuhan merupakan

upaya sangat penting dalam rangka membangun ketahanan pangan nasional.

Akibat pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita

maka kebutuhan beras secara nasional mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun. Upaya peningkatan produksi beras harus ditempuh dalam rangka

peningkatan stabilitas pengadaan pangan dan mendukung ketahanan pangan

nasional. Secara teknis upaya peningkatan produksi beras dapat diwujudkan

melalui dua pendekatan yaitu: (a) Ekstensifikasi (perluasan areal) atau (b)

Intensifikasi (peningkatan produktivitas usahatani). Peningkatan produktivitas

usahatani melalui peningkatan mutu intensifikasi yang dilakukan dengan

perbaikan teknologi usahatani merupakan pendekatan yang realitis karena upaya

ekstensifikasi melalui pencetakan sawah membutuhkan biaya investasi yang

sangat mahal. Upaya peningkatan mutu intensifikasi terutama paling realistis

dilaksanakan di Jawa mengingat perluasan lahan sawah di Jawa semakin sulit

dilakukan akibat terkendala oleh sumber daya lahan yang terbatas. Pulau Jawa

mempunyai peranan penting dalam produksi padi, karena selama 30 tahun Pulau

Jawa rata-rata menyumbang 59,8 persen produksi padi nasional dengan kisaran

55-63 persen (Irawan et.al, 2002).

Page 6: Laporan PKL ISI

Nilai gizi yang diperlukan oleh setiap orang dewasa adalah 1821 calori yang

apabila disetarakan dengan beras maka setiap hari diperlukan beras sebanyak 0,88

kg. Beras mengandung berbagai zat makanan antara lain: karbohidrat, protein,

lemak, serat kasar, abu dan vitamin. Beras juga mengandung beberapa unsur

mineral antara lain : kalsium, magnesium, sodium, fosfor dan lain

sebagainya (Collin Clark Papanek).

B. Syarat Tumbuh

Tanaman padi dapat hidup baik didaerah yang berhawa panas dan banyak

mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau

lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun

sekitar 1500 -2000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23 °C.

Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara 0 -1500 m dpl.

Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang

kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan

diperlukan air dalam jumlah yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada

tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18 -22 cm dengan pH antara 4 -7

(Girisonta, 1990).

Page 7: Laporan PKL ISI

C. Teknik Budidaya

1. Persiapan benih padi

Persiapan benih merupakan kegiatan yang paling awal dilakukan pada

budidaya padi. Kegiatan budidaya padi sebaiknya digunakan benih yang berasal

dari benih yang sudah bersertifikat (merah jambu/ES). Ciri-ciri benih yang bagus

adalah bentuk bulat, seragam dan warnanya cerah, kadar airnya 10-14%, daya

kecambah 80-90% dan berasal dari penangkar bersertifikat (Iskandar, 2007).

Sementara itu, perendaman padi dilakukan dengan cara merendamkan benih

selama 24 jam kemudian diperam selamaa 48 jam dan selanjutnya ditutup dengan

karung goni (Ghulamahdi, 2010).

2. Persemaian

Sebelum bibit padi ditanam disawah, biasanya bibit disemaikan dahulu di

persemaian. Ada beberapa macam cara persemaian padi yaitu cara persemaian

basah (wet bed), persemaian kering (dry bed), dan persemaian dapog. Umur bibit

siap dipindahkan tergantung dari cara persemaian. Bibit dari persemaian basah

dapat dipindahkan pada umur 20-30 hari, persemaian kering umur 20-30 hari

setelah tabur dan cara dapog bibit siap dipindahkan pada umur 9-14 hari. Tinggi

genangan air di persemaian biasanya antara 2-5 cm (Taslim et al., 2010).

3. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah merupakan faktor yang berpengaruh langsung terhadap

hasil padi selain pemupukan, pengairan yang cukup, dan pengendalian

hama/penyakit (Taslim et al., 2010). Pengolahan tanah sawah meliputi 3 fase

yaitu (1) penggenangan tanah sawah sampai tanah jenuh air, (2) membajak,

Page 8: Laporan PKL ISI

sebagai awal pemecahan bongkah dan membalik tanah, dan (3) menggaru, untuk

menghancurkan dan melumprkan tanah dengan air (De Matta, 1981).

4. Tanam

1) Umur Bibit

Pemakaian bibit padi yang berumur lebih dari 30 hari setelah semai

(hss) akan memberikan hasil yang kurang baik karena bibit yang

digunakan relatif tua sehingga beradaptasi lambat (stagnasi pertumbuhan

setelah tanam relatif lama), tidak seragam (mempunyai anakan yang tidak

seragam), perakaran dangkal dan rusak menyebabkan pertumbuhan

tanaman tidak berkembang dengan baik setelah tanaman dipindah

(Abdullah et al., 2000). Sementara itu, pemindahan bibit pada umur yang

lebih muda dapat mengurangi kerusakan bibit, tanaman tidak mengalami

stagnasi, dan pertumbuhan tanaman lebih cepat (De Datta, 1981).

Selanjutnya, Pemakaian bibit padi sawah dengan umur yang relatif muda

(umur 12-15 hari setelah semai) akan membentuk anakan baru yang lebih

seragam dan aktif serta berkembang lebih baik karena bibit yang lebih

muda mampu beradaptasi dengan lingkungan yang baru setelah tanaman

dipindah (Kartaatmadja dan Fagi, 2000 serta Gani, 2003).

2) Jumlah Bibit

Penanaman bibit dengan jumlah yang relatif lebih banyak (5-10

batang per rumpun, bahkan >10 batang per rumpun) menyebabkan

terjadinya persaingan sesama tanaman padi (kompetisi inter spesies) yang

sangat keras untuk mendapatkan air, unsur hara, CO2, O2, cahaya, dan

Page 9: Laporan PKL ISI

ruang untuk tumbuh sehingga pertumbuhan akan menjadi tidak normal.

Akibatnya, tanaman padi menjadi lemah, mudah rebah, mudah terserang

hama dan penyakit, dan lebih lanjut keadaan tersebut dapat mengurangi

hasil gabah. Penggunaan jumlah bibit yang lebih sedikit (1-3 batang per

rumpun) dapat menyebabkan lebih ringannya kompetisi inter spesies dan

lebih sedikitnya jumlah benih yang digunakan sehingga mengurangi biaya

produksi (Gani, 2003 dan Abdullah 2004).

5. Pemindahan tanaman (tanam pindah)

Tanam pindah dilakukan karena tanam secara sebar langsung lebih peka

terhadap serangan tikus, siput dan burung. Pengendalian gulma lebih mudah

dilakukan bila bibit ditanam didalam barisan. Bibit ditanam pada kedalaman

yang tepat karena anakan umumnya berkembang 5-10 hari setelah tanam.

Tanam terlalu dalam dapat menunda pembentukan anakan (Taslim et al.,

2010).

6. Jarak tanam

Tanaman padi yang ditanam pindah, jarak tanam merupakan faktor

produksi yang penting. Jarak tanam optimum tergantung dari kesuburan tanah

dan musim tanam. Luas lahan 1 ha dengan jarak tanam 25 x 25 cm akan

terdapat 160.000 tanaman (rumpun). Bila satu rumpun terdiri dari 3 bibit maka

untuk untuk 1 ha lahan diperlukan 160.000 x 3 bibit = 480.000 batang bibit.

Alat pengukur jarak tanam digunakan camplak dari kayu/bambu, dapat juga

dengan menggunakan tali atau bambu yang ditandai (Taslim et al., 2010).

Page 10: Laporan PKL ISI

7. Penyulaman Bibit

Penyulaman merupakan kegiatan yang penting dilakukan pada budidaya

padi sawah. Rumpun padi yang mati dapat disulam dengan menggunakan sisa

bibit yang ditanam dipinggiran petakan sawah/galangan dekat pemasukan air.

Penyulaman dapat dilakukan 4-5 hari setelah tanam (Taslim et al., 2010).

8. Pengairan

Kondisi air dipersemaian setelah benih ditaburkan adalah macak-macak.

Setelah 3 hari, air selama persemaian dinaikkan sedikit demi sedikit.

Ketinggian air dipertahankan 1/3 dari tinggi tanaman hingga umur dalam

pembenihan 30-35 hari (30-40 hari) (Iskandar, 2007).

9. Pemupukan

Pupuk adalah bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara

tanaman yang jika diberikan ke pertanaman dapat meningkatkan pertumbuhan

dan hasil tanaman. Kegiatan pemupukan adalah pemberian pupuk ke

pertanaman dalam jumlah yang rasional guna menigkatkan hasil panen

dan/atau keuntungan usahatani (Taslim et al., 2010). Pemupukan dilakukan

pada saat tanam dengan menggunakan pupuk Urea = 125 kg/ha, SP36 = 150

kg/ha dan KCl = 100 kg/ha, macak-macak selama 3-4 hari dan diberi Furadan

20kg/ha. Saluran inlet dan outlet dibuat untuk keperluan pengaturan

ketersediaan air (Ghulamahdi, 2010).

Page 11: Laporan PKL ISI

10. Pengendalian Gulma

Gulma yang tumbuh bersama-sama tanman padi akan mengurangi hasil

gabah, karena (gulma) bersaing dalam pengambilan hara, air, udara, dan

ruang. Selain mengurangi kuantitas maupun kualitas hasil, gulma juga dapat

bertindak sebagai inang bagi hama dan penyakit (Bangun dan Syam, 2010).

Secara garis besar cara pengendalian gulma: 1) substitusi termasuk persiapan

tanam (pengolahan tanah) dan pengelolaan air; 2) preventif dengan menanam

benih yang bersih dari biji gulma atau persemaian yang bebas gulma, saluran

irigasi, peralatan dan mesin-mesin yang dipakai tidak terkontaminasi gulma,

termasuk didalamnya pencegahan terbentuknya biji maupun umbi gulma-

gulma yang berbahaya; 3) komplementer termasuk cara tanam pindah lebih

baik dari sebar langsung, pemilihan kultivar yang tahan kompetisi gulma,

pengaturan jarak tanam dan populasi tanaman dan cara/waktu dan dosis

pemupukan; 4) secara langsung misalnya dengan disiang tangan tanpa atau

menggunakan alat bantu, cara mekanis, dan cara kimia (De Matta, 1980).

11. Pengendalian Hama dan Penyakit

Hama dan penyakit utama yang menyerang pada tanaman padi adalah

sebagai berikut:

1. Hama

a) Penggerek batang padi.

Hama penggerek batang padi sering disebut sundep. Larva

hama sundep akan menggerek batang sebelum berbunga. Hama

sundep disebut beluk apabila menggerek pada masa berbunga.

Page 12: Laporan PKL ISI

Hama sundep dapat dikendalikan dengan insektisida Furadan 3G

(Ghulamahdi, 2010).

b) Ganjur

Gejala hama ganjur ditandai dengan adanya pipa seperti daun

bawang pada daun termuda. Stadia tanaman padi yang rentan

terhadap serangan hama ganjur adalah mulai dipersemaian sampai

pada pembentukan malai. Pengendalian hama ganjur dilakukan

dengan insektisida Furadan 3G (Ghulamahdi, 2010).

c) Lalat bibit.

Lalat bibit menyerang tanaman padi yang baru ditanam

pindah pada sawah yang selalu tergenang. Stadia hama yang

merusak tanaman padi adalah larvanya. Lalat bibit menyerang

dengan cara memakan tepi daun. Hama lalat bibit dapat diatasi

dengan penggunaan Furadan 3G (Ghulamahdi, 2010).

d) Hama putih.

Hama putih menyerang tanaman padi mulai fase vegetatif di

persemaian sampai tanaman padi berumur kurang lebih satu bulan.

Gejala serangan hama putih, hama akan memakan jaringan

permukaan bawah daun sehingga tampak garis-garis memanjang

berwarna putih. Tanda adanya hama putih di lapang adalah adanya

larva kecil dan ngengat dengan siklus hidup 35 hari. Larva

membungkus dalam tabung daun. Hama putih dikendalikan dengan

penyemprotan insektisida Tiodan (Ghulamahdi, 2010).

Page 13: Laporan PKL ISI

e) Walang sangit.

Walang sangit merupakan hama yang menghisap cairan bulir

pada fase masak susu. Kerusakan yang ditimbulkan walang sangit

menyebabkan beras berubah warna, mengapur serta hampa.

Kerusakan yang timbul pada padi dikarenakan walang sangit

menghisap cairan dalam bulir padi. Fase tanaman padi yang rentan

terserang hama walang sangit adalah saat tanaman padi mulai

keluar malai sampai fase masak susu (Ghulamahdi, 2010).

f) Wereng.

Terdapat berbagai jenis wereng yaitu wereng padi hijau,

wereng padi loreng, dan wereng padi coklat (paling berbahaya).

Hama wereng hijau merupakan hama penyebar

(vector) virus tungro yang menyebabkan penyakit tungro. Fase

pertumbuhan padi yang rentan serangan wereng hijau adalah saat

fase persemaian sampai pembentukan anakan maksimum, yaitu

umur ± 30 hari setelah tanam. Gejala kerusakan yang ditimbulkan

adalah tanaman kerdil, anakan berkurang, daun berubah menjadi

kuning sampai kuning oranye. Pencegahan dan pengendalian hama

wereng hijau adalah dengan melakukan penanaman yang serempak

dan menggunakan varietas yang tahan. (Ghulamahdi, 2010).

Page 14: Laporan PKL ISI

2. Penyakit

a) Kerdil kuning dan rumput kerdil.

Penyakit kerdil rumput disebabkan oleh virus kerdil

rumput (grassy stunt) dan ditularkan oleh serangga wereng

coklat (Nilaparvata lugens). Gejala yang ditimbulkan oleh

penyakit rumput kerdil yaitu jumlah anakan bertambah banyak,

tumbuhnya tegak dan tanaman menjadi kerdil. Daun menjadi

pendek, sempit berwarna hijau pucat atau kekuningan dengan

bercak–bercak berwarna coklat. Malai yang dihasilkan sedikit

atau bahkan tidak menghasilkan malai sama sekali.

(Ghulamahdi, 2010).

b) Tungro.

Gejala serangan penyakit tungro adalah tanaman menjadi

agak kerdil (pemendekan daun dan pelepah), daunnya berwarna

kuning sampai orange. Perubahan warna daun dimulai dari

ujung daun sampai akhirnya seluruh helai daun. Perubahan

warna tampak jelas pada daun nomor dua dari pucuk tanaman.

Penyakit tungro disebabkan oleh dua jenis virus yaitu “Rice

Tungro Bacilliform Virus” (RTBV) dan “Rice Tungro

Spherical Virus” (RTSV). (Ghulamahdi, 2010).

Page 15: Laporan PKL ISI

c) Penyakit Daun Jingga.

Gejala yang terlihat pada umumnya adalah tanaman

berwarna jingga, terdapat pada daun dan bagian di atas upih

daun. Gejala pada daun-daun atas dan daun bendera terjadi

pada saat pembentukan malai. Pada serangan berat daun ke dua

dan ke tiga akan menjadi layu. Gejala awal berupa adanya titik

berwarna jingga pada daun. Titik-titik jingga ini kemudian

meluas ke arah ujung sebagai suatu garis, kemudian

menghaasilkan gejala hawar (blight) dan akhirnya daun

mengering (Ghulamahdi, 2010).

d) Bercak daun

Gejala bercak daun ditandai adanya busuk leher oleh

Pylicularia oryzae. Penyakit bercak daun banyak menyerang

pada padi gogo. Penyakit bercak daun dapat diatasi dengan

fungisida dan menggunakan varietas yang tahan (Ghulamahdi,

2010).

12. Panen dan pasca panen

Pemanenan dan proses pasca panen meliputi:

1. Pemanenan

Pemanenan sebaiknya dilakukan pada umur panen yang tepat dan

dengan cara panen yang benar. Umur panen padi yang tepat akan

menghasilkan gabah dan beras bermutu baik, sedangkan cara panen yang

Page 16: Laporan PKL ISI

baik secara kuantitatif dapat menekan kehilangan hasil. Oleh karena itu

komponen teknologi pemanenan padi perlu disiapkan (Anonim, 2009).

a. Umur panen

Penentuan umur panen disesuaikan dengan deskripsi varietas.

Umur panen dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya varietas,

iklim, dan tinggi tempat, sehingga umur panennya ± berbeda antara 5-

10 hari. Berdasarkan kadar air gabah, padi yang dipanen pada kadar

air 21-26% memberikan hasil produksi optimum dan menghasilkan

beras bermutu baik (Anonim, 2009). Kegiatan panen sebaiknya

dilakukan dengan metode optimalisasi yaitu padi dipanen pada saat

malai berumur 30 – 35 hari setelah berbunga rata (HSB) sehingga

dihasilkan gabah dan beras bermutu tinggi. Penentuan saat panen yang

umum dilaksanakan petani adalah didasarkan kenampakan malai,

yaitu 90 – 95 % gabah dari malai tampak kuning (Anonim, 2009).

b. Alat

Alat panen yang sering digunakan dalam pemanenan padi,

adalah ani –ani, sabit biasa dan sabit bergerigi (BPS, 1996). Seiring

dengan diintroduksikannya varietas –varietas unggul baru padi yang

memiliki potensi hasil tinggi dan berpostur pendek, maka terjadi

perubahan penggunaan alat panen dari ani-ani ke penggunaan sabit

biasa/sabit bergerigi. Cara panen padi tergantung kepada alat perontok

yang digunakan. Ani-ani umumnya digunakan petani untuk memanen

padi lokal yang tahan rontok dan tanaman padi berpostur tinggi dengan

Page 17: Laporan PKL ISI

cara memotong pada tangkainya. Cara panen padi varietas unggul baru

dengan sabit dapat dilakukan dengan cara potong atas, potong tengah

atau potong bawah tergantung cara perontokannya. Cara panen dengan

potong bawah, umumnya dilakukan bila perontokannya dengan cara

dibanting/digebot atau menggunakan pedal thresher. Panen padi

dengan cara potong atas atau potong tengah bila dilakukan

perontokannya menggunakan mesin perontok (Anonim, 2009).

c. Perontokan

Perontokan padi merupakan tahapan pascapanen padi setelah

pemotongan padi (pemanenan). Tahapan kegiatan perontokan

bertujuan untuk melepaskan gabah dari malainya. Perontokan padi

dapat dilakukan secara manual atau dengan alat dan mesin perontok.

Prinsip untuk melepaskan butir gabah dari malainya adalah dengan

memberikan tekanan atau pukulan terhadap malai tersebut. Proses

perontokan padi memberikan kontribusi cukup besar pada kehilangan

hasil padi secara keseluruhan. Prinsip untuk melepaskan butir gabah

dari malainya adalah dengan memberikan tekanan atau pukulan

terhadap malai tersebut. Proses perontokan padi memberikan

kontribusi cukup besar pada kehilangan hasil padi secara keseluruhan

(Anonim, 2009). Berdasarkan alat perontok padi, cara perontokan

dapat dikelompokkan menjadi beberapa cara, antara lain :

1) iles/injak-injak,

2) pukul/gedig,

Page 18: Laporan PKL ISI

3) banting/gebot,

4) pedal thresher,

5) mesin perontok (Anonim, 2009).

d. Penggunaan Mesin Pemanen Padi

Seiring dengan semakin terbatasnya tenaga kerja panen, perlu

meningkatkan efisiensi dalam kegiatan panen, misalnya dengan

introduksi alat/mesin panen stripper, reaper dan combine harvester.

Dilihat dari unjuk kerja alat, terbukti bahwa kapasitas kerja stripper

jauh lebih tinggi dibanding panen secara tradisional (manual),

sedangkan dan combine harvester Kubota menunjukkan kapasitas

kerja tertinggi. Namun demikian penggunaan combine harvester

membutuhkan banyak persyaratan, antara lain lahan harus cukup

kering atau cukup keras agar dapat menahan beban alat, serta tanaman

padi yang akan dipanen tidak boleh basah agar tidak terjadi kemacetan

di dalam sistem perontokan (Anonim, 2009).

e. Perawatan Gabah Basah

Masalah lain yang tidak kalah pentingnya yang dihadapi petani

adalah penanganan gabah basah hasil panen dimusim hujan.

Terbatasnya lantai jemur dan tidak munculnya sinar matahari karena

hujan dan sulitnya mendapatkan mesin pengering serta mahalnya biaya

pengeringan mengakibatkan banyaknya petani mengalami kesulitan

dalam menyelamatkan gabah hasil panennya. Akibatnya gabah yang

dihasilkan menjadi rusak dan berkecambah. Oleh karena itu perlu

Page 19: Laporan PKL ISI

dirakit teknologi perawatan gabah basah yang sederhana dengan

dengan biaya murah dan mudah diterapkan ditingkat petani. Tujuan

dari perawatan gabah adalah mengawasi kecepatan transpirasi,

oksidasi dan infeksi hama dan penyakit. Usaha untuk mengatasinya

dapat dilakukan dengan cara mengurangi kadar air gabah sampai kadar

air simpan atau menghambat kenaikan suhu dalam tumpukan gabah

dengan menggunakan zat higroskopis (Anonim, 2009).

2. Pasca Panen

Penanganan pascapanen padi dilakukan karena empat faktor yaitu:

a) Hasil tanaman “hidup” (mengalami peristiwa fisiologis)

b) Adanya penyakit yang merusak/ mengubah sifat hasil tanaman

c) Kehilangan dalam bentuk fisik kebanyakan terkait dengan kegiatan

panen & pengangkutan hasil

d) Berkembangnya penyakit/hama selama penyimpanan (Anonim,

2009).

Kegiatan pascapanen meliputi kegiatan pemungutan hasil

(pemanenan), perawatan, pengawetan, pengangkutan, penyimpanan,

pengolahan, penggundangan dan standardisasi mutu ditingkat produsen.

Khususnya terhadap komoditas padi, tahapan pascapanen padi meliputi

pemanenan, perontokan, perawatan, pengeringan, penggilingan,

pengolahan, transportasi, penyimpanan, standardisasi mutu & penanganan

limbah. Tujuan penanganan pascapanen antara lain :

Page 20: Laporan PKL ISI

a) Mengurangi tingkat kerusakan hasil panen dengan meningkatkan

daya simpan dan daya guna komoditas pertanian agar dapat

menunjang usaha penyediaan bahan baku industri dalam negeri,

b) Meningkatkan nilai tambah dan pendapatan,

c) Meningkatkan devisa negara dan perluasan kesempatan kerja, serta

d) Melestarikan sumberdaya alam dan lingkungan hidup (Anonim,

2009).

D. Sistem Budidaya Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)

Berbeda dengan SRI yang menganjurkan penerapan paket teknologi di

semua ekosistem, Badan Litbang Pertanian menggunakan pendekatan PTT yang

bersifat spesifik lokasi. PTT menganjurkan petani menerapkan teknologi yang

cocok untuk lokasi setempat sesuai pilihan dan kemampuan mereka (Syam 2006).

Integrated Crop Management Systems atau lebih dikenal PTT pada padi sawah

merupakan salah satu model atau pendekatan pengelolaan usaha tani padi, dengan

mengimplementasikan berbagai komponen teknologi budidaya yang memberikan

efek sinergis (Pramono et al. 2005).

Komponen teknologi yang diterapkan dalam PTT dikelompokkan ke dalam

teknologi dasar dan pilihan. Komponen teknologi dasar sangat dianjurkan untuk

diterapkan di semua lokasi padi sawah. Penerapan komponen pilihan disesuaikan

dengan kondisi, kemauan, dan kemampuan petani setempat (Badan Litbang

Pertanian 2008). Komponen teknologi dasar yang diimplementasikan pada unit

hamparan pengkajian PTT meliputi; (a) penggunaan varietas unggul adaptif dan

benih berkualitas, (b) perlakuan benih, (c) tanam tunggal bibit muda, (d)

Page 21: Laporan PKL ISI

penggunaan bahan organik (pupuk organik), (e) pemupukan N berdasarkan bagan

warna daun (BWD), (f) pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah melalui

uji tanah, (g) pengairan berselang (intermittent irrigation), (h) pengendalian gulma

dengan landak/gosrok), dan (i) pengendalian hama secara PHT (Badan Litbang

Pertanian 2010). PTT merupakan suatu pendekatan yang ditempuh untuk

meningkatkan produktivitas padi sawah, khususnya padi sawah irigasi dengan

memperhatikan prinsip-prinsip efisiensi. Adopsi sistem budidaya PTT diharapkan

selain produktivitas naik, biaya produksi optimal dan lingkungan terpelihara (Fagi

2008).

III.METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN

Page 22: Laporan PKL ISI

A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan

Praktik Kerja Lapangan akan dilaksanakan selama ± 25 hari yaitu pada

tanggal 20 Januari 2014 sampai 21 Februari 2014, bertempat di UPTD PTP

3 Jalaksana, Kuningan, Jawa Barat.

B. Materi Praktik Kerja Lapangan

Materi atau objek yang dikaji dalam Praktik Kerja Lapangan adalah

budidaya padi sawah serta permasalahan yang dijumpai dalam pelaksanaannya.

C. Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan

Praktik Kerja Lapangan akan dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu tahap

persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap penyelesaian.

a) Tahap persiapan

Kegiatan yang dilakukan adalah penyelesaian administrasi di Fakultas

Pertanian dan UPTD PTP3 Jalaksana Kabupaten Kuningan Jawa Barat serta

melengkapi syarat pelaksanaan praktik kerja lapangan, pengumpulan pustaka

atau studi pustaka yang berhubungan dengan budidaya padi sawah serta

penyusunan usulan praktik kerja lapangan.

b) Tahap pelaksanaan

Page 23: Laporan PKL ISI

Kegiatan pertama yang dilakukan adalah pengumpulan data yang

meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari

pengamatan secara langsung, pencatatan data di lapangan, foto atau

dokumentasi, wawancara dengan petani secara langsung dan partisipasi aktif

dalam kegiatan yang dilakukan. Data sekunder diperoleh dari arsip atau

dokumentasi instansi, pustaka, buku dan telah pustaka lain yang berhubungan

dengan budidaya tanaman padi sawah (Oryza sativa). Kegiatan kedua yang

dilakukan yaitu mencari suatu cara untuk menyelesaikan permasalahan yang

ditemui di lapang. Permasalahan yang dimaksud adalah mencari teknik yang

tepat untuk memajukan produksi tanaman padi yang dibudidayakan oleh

petani, penanganan jenis hama dan penyakit, intensitas serangan pada tanaman

padi, cara pengendalian hama dan penyakit untuk mengurangi risiko

kerusakan hasil yang dapat menurunkan produk. Intensitas serangan terlebih

dahulu dihitung dengan dilakukan pengamatan di lapangan dan mengambil

sampel pada petak pengamatan yang telah ditentukan agar dapat mengetahui

penyebab permasalahan dan cara mengatasinnya.

c) Tahap penyelesaian

Kegiatan yang dilakukan adalah menganalisis data primer dan data

sekunder yang diperoleh pada saat pelaksanaan praktik kerja lapangan

dan penyusunan laporan praktik kerja lapangan.

Page 24: Laporan PKL ISI

D. Metode Pengambilan Data

Praktik kerja lapangan dilakukan dengan menggunakan metode observasi

partisipasi, yaitu dengan cara melakukan pengamatan secara langsung dan

berperan aktif di lapangan, melakukan wawancara langsung kepada petani, dan

mempelajari dokumen yang ada, mengenai proses pengelolaan tanaman terpadu

(PTT) pada budidaya padi sawah (Oryza sativa) di UPTD PTP3 Jalaksana,

Kuningan Jawa Barat. Pengumpulan data yang akan diambil meliputi data primer

dan data sekunder.

1. Data primer

Data primer diperoleh dari:

a. Pengamatan secara visual dari pengamatan dan praktik secara langsung serta

pencatatan data di lapangan.

b. Foto atau dokumentasi yang diambil saat pelaksanaan kerja praktik lapangan.

c. Melakukan wawancara langsung kepada petani mengenai proses budidaya padi

sawah (Oryza sativa).

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari arsip atau dokumentasi instansi, pustaka,

buku dan telaah pustaka lain yang berhubungan dengan budidaya padi sawah

(Oryza sativa).

Page 25: Laporan PKL ISI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum UPTD PTP3 Jalaksana

A. Sejarah UPTD PTP3 Jalaksana

UPTD PTP 3 yang berdiri pada tanggal 12 Desember 2000 itu

mempunyai visi “ Terwujudnya pertanian yang produktif dan berdaya saing

dalam tatanan pengembangan kawasan agropolitan untuk mendukung

tercapainya masyarakat yang lebih sejahtera berlandaskan ekonomi

kerakyatan” hal ini sejalan dengan visi Dinas Pertanian Peternakan dan

Perikanan Kabupaten Kuningan. Oleh karena itu pembangunan dititik

beratkan pada sektor pertanian, peternakan dan perikanan sebagai salah satu

kegiatan ekonomi utama (Core Business) pembangunan di kabupaten

Kuningan.

Salah satu penunjang keberhasilan pembangunan pertanian adalah

kemampuan sumberdaya aparatur pertanian yang mampu melaksanakan tugas

pokok dan fungsi (Tupoksi) yang terangkum dalam program kerja. Program

kerja ini menjadi dasar perencanaan dalam mencapai target program yang

akan dilaksanakan di UPTD Pelayanan Teknis Pertanian Peternakan dan

Perikanan (PTP3) Jalaksana (Nuryaman, 2013).

2. Kondisi wilayah UPTD PTP3 Jalaksana

UPTD Pelayanan Teknis Pertanian, Perternakan dan Perikanan (PTP3)

Jalaksana, terletak di Jalan Jalaksana No. 121. A Jalaksana, Kuningan.

Kurang lebih 10 km kearah utara dari pusat kota Kuningan. Secara

Page 26: Laporan PKL ISI

administratif wilayahnya terdiri dari 3 kecamatan yaitu Kecamatan Jalaksana,

Kecamatan Japara dan Kecamatan Kramatmulya yang didalamnya terdiri atas

39 desa. Secara geografis batas lokasi UPTD PTP 3 Jalaksana, Kuningan

sebagai berikut:

Sebelah timur : Kecamatan Cipicung

Sebelah barat : Kabupaten Majalengka

Sebelah selatan : Kecamatan Kuningan

Sebelah utara : Kecamatan Cilimus

UPTD PTP3 Jalaksana memiliki lahan sawah 2278 Ha, lahan bukan

sawah seluas 2513 Ha. Sehingga luas total lahan pertaniannya 4791 Ha.

Ketinggian tempatnya mencapai 300 – 600 meter diatas permukaan laut

(mdpl) dengan topografi agak landai sampaiberbukit, sedangkan jenis tanah

didominasi jenis grumusol, latosol coklat, regosol kelabu dengan tekstur

remah serta bertekstur pasir berlempung, dan pH 5,1 – 6,7 (Nuryaman, 2013).

Keadaan iklim ditinjau dari rata-rata curah hujan selama 10 tahun.Rata-

rata curah hujan setahun 2.210 mm dan rata-rata hari hujan 131 per tahun.

Berdasarkan Smith dan Ferguson terdapat bulan kering (BK) 4 bulan dan

Bulan Basah (BB) 6 bulan serta bulan lembab (BL) 2 bulan, sehingga

memungkinkan sekali pengembangan usaha di bidang pertanian baik tanaman

pangan hortikulturan (padi, palawija, sayuran, dan buah-buahan) dan untuk

pengembangan usaha di bidang perternakan (unggas, domba/kambing dan

sapi) serta pengembangan usaha pengembangan usaha perikanan baik untuk

konsumsi maupun ikan hias (Nuryaman, 2013).

Page 27: Laporan PKL ISI

Nuryaman, S.PKepala UPTD

Purnawati Indah, S.PKa. Subag TU

DarnajiPOPT

SuandiPOPT

PelaksanaCacih Kurniasih

PenyuluhUdin Zaenudin, S.P

3. Kedudukan dan struktur organisasi UPTD PTP3 Jalaksana

Gambar 1. Struktur Organisasi UPTD PTP3 Jalaksana.

UPTD PTP 3 Jalaksana dipimpin oleh seorang kepala UPTD yang

dibantu oleh Tiga staf yaitu dua staf diagnosis OPT, satu staf Subag TU.

Setiap staf terdiri dari 1 – 2 orang pegawai yang satu dengan yang lainnya

saling berkaitan dan berhubungan sehingga terkadang seorang pegawai dapat

merangkap tugas staf yang lain (Nuryaman, 2013).

Page 28: Laporan PKL ISI

4. Fungsi UPTD PTP3 Jalaksana

Fungsi UPTD Pelayan Teknis Pertanian, Peternakan, dan Perikanan

(PTP3) Jalaksana adalah:

1) Pengendalian dan pengkoordinasian pelaksanan kegiatan pembangunan

pertanian, peternakan dan perikanan di wilayah kerjanya.

2) Pelaksanaan pemberian pelayanan kepada masyarakat berkaitan dengan

pemberdayaan dan peningkatan kapasitas masyarakat pertanian.

3) Pelaksanaan identifikasi, pengujian, dan percontohan teknologi pertanian.

4) Penyediaan informasi usaha tani agribisnis dan informasi pasar.

5) Pengelolaan ketatausahaan UPTD PTP 3 Jalaksana.

5. Visi dan misi

Visi UPTD Pelayanan Teknis Pertanian, Peternakan dan Perikanan

(PTP3) Jalaksana adalah:

“Terwujudnya pertanian yang produktif dan berdaya saing dalam

tatanan pengembangan kawasan agropolitan untuk mendukung tercapainya

masyarakatyang lebih sejahtera berlandas ekonomi kerakyatan.”

Misi UPTD Pelayanan Teknis Pertanian, Peternakan dan Perikanan

(PTP3) Jalaksana adalah:

1) Membangun dan memelihara sarana dan prasarana pertanian.

2) Meningkatkan produksi dan produktivitas hasil pertanian melalui

penerapan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan serta meningkatkan

kesejahteraan petani.

Page 29: Laporan PKL ISI

3) Mengembangkan usahatani terpadu berwawasan agribisnis dan

agroindustri pedesaan melalui pola kemitraan pada kawasan agropolitan.

4) Meningkatkan kualitas SDM Pertanian dan memberdayakan kelembagaan

tani untuk membangun basik pertanian yang tangguh.

6. Permasalahan dan kendala yang dihadapi

a. Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian semakin pesat, terutama pada

daerah yang dekat dengan jalur transportasi.

b. Kesuburan tanah menurun seiring penggunanan pestisida dan bahan kimia

berlebih.

c. Tenaga kerja di sektor pertanian berkurang.

d. Sempitnya akses jalan usaha tani.

e. Masih banyak lahan sawah yang masih mengandalkan air hujan.

B. Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah di

UPTD PTP3 Jalaksana

1. Pengolahan tanah tepat

Teknik pengolahan tanah menurut teknologi pengelolaan tananaman

terpadu (PTT) padi sawah yaitu dengan pengolahan secara sempurna dan

sesuai dengan kondisis lingkungan (Balitbang Pertanian 2008). Pengolahan

tanah yang dilakukan di UPTD PTP3 Jalaksana masih secara tradisional yaitu

dengan cara dicangkul. Pemilihan cara pengolahan tanah dengan cangkul

disesuaikan dengan kondisi lahan yang miringdan akses jalan yang sempit

sehingga tidak memungkinkan menggunakan hewan ternak maupun traktor.

Page 30: Laporan PKL ISI

Selain itu, kondisi tanah dengan tekstur gembur mendukung pengolahan tanah

dengan cara dicangkul. Tahap awal pengolahan tanah sawah yaitu lahan

digenangi sampai jenuh air. Kegiatan pencangkulan pertama dilakukan untuk

memecahkan bongkah tanah dan membalikan tanah. Kemudian dilanjutkan

dengan pencangkulan kedua untuk menghancurkan dan melumpurkan tanah.

Proses pengolahan tanah dibutuhkan waktu sebanyak 10 hari kerja dan

dilakukan oleh 5 orang tenaga kerja.

2. Varietas unggul baru

Pemilihan varietas unggul baru dalam pengelolaan tanaman terpadu

(PTT) padi sawah merupakan salah satu komponen utama yang mampu

meningkatkan produktivitas padi. Varietas padi yang akan ditanam dipilih

varietas unggul baru (VUB) yang mampu beradaptasi dengan lingkungan untuk

menjamin pertumbuhan tanaman yang baik, tahan serangan penyakit, berdaya

hasil dan bernilai jual tinggi serta memiliki kualitas rasa yang dapat diterima

pasar (Balitbang Pertanian, 2008).

Benih yang digunakan dalam budidaya padi sawah di UPTD PTP3

Jalaksana yaitu varietas Inpari 19. Varietas Inpari 19 merupakan varietas

unggul baru. Umur tanaman siap panen yaitu 104 hari dengan potensi hasil

9,5/ha gabah kering giling (GKG). Tekstur nasi beras inpari 19 pulen serta

mempunyai ketahanan terhadap hama yaitu wereng batang coklat biotipe 1 dan

2, agak tahan terhadap wereng batang coklat biotipe 3. Selain itu, varietas

inpari 19 tahan terhadap hawar daun bakteri patotipe III dan rentan terhadap

hawar daun bakteri patotipe VIII. Varietas inpari 19 cocok ditanam di lahan

Page 31: Laporan PKL ISI

irigasi dan tadah hujan dengan ketinggian 0-600 m dpl ( Balitbang Pertanian,

2008).

Penggunaaan benih varietas unggul baru diharapkan dapat meningkatkan

hasil produksi yang dicapai. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurawan, et

al. (2011) yang menyimpulkan bahwa penggunaan benih unggul baru pada

program PTT mampu memberikan hasil produksi sampai 9.0 ton/hektar.

Penggunaan varietas unggul baru berperan penting dalam meningkatkan

produksi padi dalam beberapa tahun terakhir sesuai dengan program P2BN

(Peningkatan Produksi Beras Nasional).

3. Pemeliharaan pesemaian

Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah merekomendasikan

pemeliharaan pesemaian dengan baik. Pesemaian dapat dibuat secara kering

maupun basah. Pesemaian yang dilakukan di UPTD PTP3 Jalaksana

menggunakan pesemaian basah. Lahan yang dibuat untuk media pesemaian

harus subur. Rumput dan jerami yang masih tertinggal harus dibersihkan dari

area lahan pesemaian. Pembuatan media pesemaian dilakukan berbarengan

dengan kegiatan pengolahan tanah. Lahan pesemaian digenangi air sampai

jenuh dan lunak. Apabila tanah sudah mulai cukup lunak kemudian dicangkul

sebanyak dua kali sampai tanah menjadi halus. Saat itu juga sekaligus dibuat

petakan-petakan dan memperbaiki pematang. Benih yang akan disemai

direndam dahulu menggunakan furadan selama 1 hari 1 malam. Perendaman

simaksudkan untuk melindungi benih dari penyebab penyakit maupun hama

pada saat pesemaian.

Page 32: Laporan PKL ISI

4. Penanaman bibit umur < 21 hari

Budidaya padi model PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) pada

prinsipnya memadukan berbagai komponen teknologi yang saling menunjang

(sinergis) guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi usahatani. Salah satu

komponen teknologi PTT adalah pemakaian bibit muda (<21 hari setelah

semai), kecuali pada daerah-daerah yang endemis keong emas (Balitbang

Pertanian, 2007).

Teknologi penanaman padi sawah dengan umur bibit yang relatif muda

sudah di terapkan di UPTD PTP3 Jalaksana. Penanaman dilakukan dengan

menggunakan bibit berumur 18-20 hari setelah semai (HSS). Hasil penelitian

Abdullah, et al. (2004) menunjukkan bahwa pemakaian bibit yang sudah tua

(umur bibit yang terlalu lama) merupakan salah satu penyebab penurunan

produksi padi sawah. Selanjutnya Badan Litbang Pertanian (2007) melaporkan

bahwa bibit lebih muda akan menghasilkan anakan lebih banyak dibandingkan

bila menggunakan bibit lebih tua sehingga produksi juga akan meningkat.

5. Tanam 1-3 bibit per lubang

UPTD PTP3 Jalaksana sudah menerapkan penanaman bibit sebanyak 1-3

per lubang tanam. Bibit yang ditanam di UPTD PTP3 Jalaksana yakni 1 bibit

per lubang tanam. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wangiyana, et al.,

(2009) mengenai pertumbuhan dan hasil tanaman padi Var. Ciherang dengan

Teknik budidaya Sri (System of Rice Intensification) pada berbagai umur dan

jumlah bibit per lubang tanam menyebutkan bahwa hasil gabah tertinggi

dicapai pada kombinasi perlakukan umur bibit 10 hari dengan penanaman 2

Page 33: Laporan PKL ISI

sampai 3 bibit per lubang tanam, terutama jumlah anakan produktif yang tinggi

dicapai pada jumlah bibit sebanyak 3 per lubang tanam.

6. Penanaman dengan sistem jajar legowo

Menurut Balitbang pertanian (2008), pengelolaan tanaman terpadu (PTT)

padi sawah harus menggunakan sistem pertanaman jajar legowo. Tata tanam

jajar legowo yang digunakan dapat meliputi jajar legowo 2:1 atau 4:1 sesuai

kesepakatan petani. Sistem pertanaman yang digunakan di UPTD PTP3

Jalaksana yaitu menggunakan jajar legowo 2:1 dengan jarak tanam 15 × 15 ×

30 cm. Alat yang digunakan untuk membuat system pertanaman jajar legowo

yakni caplak.

Sistem tanam jajar legowo dapat meningkatkan produksi hasil yang

dicapai sehingga akhirnya akan meningkatkan tambahan pendapatan. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Suhendrata (2011), mengenai peningkatan

produktivitas dan pendapatan petani padi sawah melalui penerapan sistem

tanam jajar legowo di Kabupaten Karanganyar dan Sragen menyimpulkan

bahwa penerapan sistem tanam jajar legowo 2:1 dengan jarak tanam 20 x 20 x

40 cm dapat meningkatkan produktivitas padi sawah walaupun peningkatannya

tidak konsisten.

Page 34: Laporan PKL ISI

Gambar 2. Sistem jajar legowo 2:1.

7. Pemupukan berimbang

Penggunaan pupuk selain tepat jumlahnya (berimbang) juga harus tepat

waktu serta kebutuhan masing-masing akan jenis pupuknya. Acuan

penggunaan pupuk dapat menggunakan rekomendasi pemupukan berdasarkan

Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 04/OT.140/4/2007, yaitu Pupuk Urea

sebanyak 250-350 kg/ha, Pupuk SP36 sebanyak 50-100 kg/ha, dan Pupuk KCl

sebanyak 50-100 kg/ha atau menggunakan Pupuk Phonska sebanyak 300-400

kg/ha dan Urea sebanyak 150-250 kg/ha.

Pemupukan yang dilakukan di UPTD PTP3 Jalaksana sudah berimbang

sesuai dengan rekomendasi. Kegiatan pemupukan susulan mengacu kepada

bagan warna daun (BWD) untuk mengetahui tingkat kebutuhan pupuk bagi

tanaman padi. Kegitan pemupukan dilakukan sebanyak dua kali. Pemupukan

pertama dilakukan pada umur 11 hari setelah tanam (HST) dengan kebutuhan

pupuk yakni 10 kg urea dan 15 kg phonska untuk lahan 0,14 Ha. Pemupukan

susulan dilakukan pada umur 40 hari setelah tanam (HST) dengan

membutuhkan pupuk yakni 5 kg Urea dan 20 kg phonska untuk lahan 0,14 Ha.

Page 35: Laporan PKL ISI

Gambar 3. Pengukuran bagan warna daun (BWD).

Gambar 4. Pupuk.

8. Pemberian pupuk organik

Berdasarkan rekomendasi dari Balitbang pertanian (2008), pemberian

pupuk organik merupakan kegiatan penting dalam pengelolaan tanaman

terpadu (PTT) padi sawah. Pupuk organik berfungsi bahan pembenah tanah

dan meningkatkan kerja mikroba dalam tanah. Pemberian pupuk organik di

UPTD PTP3 Jalaksana dilakukan pada saat sebelum pengolahan tanah. Pupuk

organik yang digunakan berasal dari jerami yang ditaburkan ke sekitar lahan.

Page 36: Laporan PKL ISI

9. Pengairan berselang

Menurut Balitbang Pertanian (2009), pengairan berselang dilakukan

dengan cara sebagai berikut:

a. Tanam bibit dalam kondisi sawah macakmacak.

b. Pergiliran air dilakukan selang 3-5 hari, tinggi genangan pada hari pertama

3 cm dan lahan sawah diairi lagi pada hari ke 5.

c. Cara pengairan ini berlangsung sampai fase anakan maksimal.

d. Petakan sawah digenangi terus mulai fase pembentukan malai sampai

pengisian biji.

e. Sekitar 10 - 15 hari sebelum panen, sawah dikeringkan.

Teknik pengairan berselang sudah diterapkan di UPTD PTP3 Jalaksana.

Pergiliran pengairan dilakukan 5 hari sekali disesuaikan dengan kondisi

keadaan air irigasi. Kondisi irigasi yang terdapat di UPTD PTP3 Jalaksana

merupakan irigasi semi teknis sehingga memudahkan dalam mengatur

pengairan sawah.

Gaambar 5. Penggenangan lahan sawah.

Page 37: Laporan PKL ISI

Gambar 6. Pengeringan lahan sawah.

10. Pengendalian gulma secara tepat

Penyiangan gulma dalam program pengelolaan tanaman terpadu (PTT)

dianjurkan untuk menggunakan alat landak atau dapat menggunakan herbisida

(Balitbang pertanian, 2008). Pengendalian gulma di UPTD PTP3 Jalaksana

dilakukan secara mekanis yaitu dicabut dengan tangan. Kegitan pengendalian

gulma secara mekanis disesuaikan dengan sedikitnya gulma yang tumbuh di

lahan sawah. Tumbuhnya gulma yang sedikit dipengaruh oleh perlakuan

pengairan berselang sehingga pertumbuhan gulma terhambat.

11. Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu

Pengendalian organisme pengganggu tanaman pada program PTT

dilakukan dengan menggunakan prinsip pengendalian hama terpadu (PHT).

Prinsip dasar pengendalian hama terpadu yaitu:

a. mengidentifikasi secara pasti jenis dan populasi hama penyakit

b. memperkirakan tingkat kerusakan atau serangannya

c. menguasai teknik-teknik pengendaliannya (Balitbang pertanian, 2008).

Page 38: Laporan PKL ISI

Penerapan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah untuk

komponen pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) di UPTD

PTP3 Jalaksana sudah dilakukan secara terpadu. Kegiatan pengendalian

diawali dengan dilakukan survei lahan sawah atau monitoring. Hasil survei

akan diidentifikasi untuk rencana tindak lanjut.

Gambar 7. Monitoring sampel tanaman.

Gambar 8. Sampel tanaman yang teserang hama

Page 39: Laporan PKL ISI

12. Panen tepat waktu dengan menggunakan alat

Penerapan teknik pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah untuk

komponen panen tepat sudah dilakukan di UPTD PTP3 Jalaksana. Umur padi

yang akan dipanen disesuaikan menurut varietas padi yang ditanam. Varietas

Inpari 19 yang ditanam di UPTD PTP3 Jalaksana siap dipanen ketika umur

104 hari (Balitbang pertanian).

Panen dilakukan dengan cara dipotong menggunakan sabit 10 – 15 cm

dari atas permukaan tanah atau dari pangkal malai. Padi yang sudah dipotong

ditumpuk di atas terpal sebagai alas. Selanjutnya padi akan dirontokan

menggunakan power thresser (mesin perontok padi). Gabah yang sudah

dirontokkan dijemur di atas lantai jemur atau menggunakan terpal.

Penjemuran dilakukan sampai gabah mencapai kadar air yang diinginkan.

Gabah yang sudah kering dimasukkan ke dalam karung untuk disimpan di

gudang serta untuk dikonsumsi.

C. Analisis SWOT

Analisis SWOT merupakan salah satu metode untuk menggambarkan

kondisi dan mengevaluasi suatu masalah, proyek atau konsep bisnis yang

berdasarkan faktor internal dan faktor eksternal, yaitu: strengths, weakness,

opportunities dan threats. Hasil anallisis biasanya adalah arahan atau

rekomendasi untuk mempertahankan kekuatan dan menambah keuntungan dari

peluang yang ada, dengan mengurangi kekurangan dan menghindari ancaman.

Page 40: Laporan PKL ISI

1) Kekuatan (Strength)

Beberapa potensi yang ada di UPTD PTP 3 Jalaksana adalah adanya

keanekaragaman jenis usaha pertanian, mulai dari peternakan, dan perikan

serta pertanian itu sendiri yang saling mendukung, selain itu daerah strategis

yang terletak di daerah lereng gunung Ciremai menjadikan tanah yang relatif

subur, serta pengetahuan dan ketrampilan petani yang mengenai agribisnis di

wilayah UPTD PTP 3 Jalaksana relatif baik.

2) Kelemahan (Weakness)

Pengembangan produksi usaha pertanian sering terhambat disebabkan:

a. jadwal tanam tidak serempak

b. kesuburan lahan yang semakin menurun

c. lahan yang semakin terbatas

d. akses jalan usaha tani yang sempit

3) Peluang (Opportunity)

UPTD PTP3 Jalaksana merupakan instansi yang berada di bawah

naungan Dinas Pertanian Kabupaten Kuningan, sehingga dalam menjalankan

tugasnya mengacu kepada Visi Dinas Pertanian Kabupaten Kuningan, yakni

“Terwujudnya pertanian yang produktif dan berdaya saing dalam tatanan

pengembangan kawasan agropolitan untuk mendukung tercapainya

masyarakat yang lebih sejahtera berlandaskan ekonomi kerakyatan”. Oleh

karena itu, pembangunan pertanian merupakan bagian utama dari

pembangunan ekonomi yang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraan. Adanya kemitraan usaha antar kelompok tani, koperasi dengan

Page 41: Laporan PKL ISI

lembaga sumber permodalan pengusaha mendorong meningkatnya mutu,

produktifitas dan produksi yang mendorong meningkatnya daya saing.

4) Tantangan (Threat)

Seiring dengan pesatnya pembangunan disektor non pertanian,

menyebabkan degradasi lahan pertanian ke non pertanian semakin cepat.

Faktor lain seperti serangan hama dan penyakit, tenaga kerja di bidang

pertanian yang semakin berkurang, serta keberadaan penyuluh yang minim

merupakan tantangan UPTD PTP3 Jalaksana dalam menjalankan fungsinya,

sehingga perlu adanya upaya seperti pengaturan kebijakan tentang

penggunaan lahan dengan pihak terkait, pengadaan penyuluh yang lebih

berkompeten serta pemahaman kepada generasi muda khususnya tentang arti

penting pertanian.

Page 42: Laporan PKL ISI

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Teknik pengelolaan tanaman terpadu (PTP) pada budidaya padi sawah di

UPTD PTP3 Jalaksana sudah diterapkan dengan baik sesuai rekomendasi

dari Badan Litbang Pertanian. Komponen pengelolaan tanaman terpadu

(PTP) padi sawah yang diterapkan meliputi pengolahan tanah tepat,

pemeliharaan pesemaian, varietas unggul baru, penanaman bibit < 21 hari

setelah semai, tanam 1-3 bibit per lubang, penanaman dengan sistem jajar

legowo, pemupukan berimbang, pemberian pupuk organik, pengendalian

gulma secara tepat, pengairan berselang, pengendalian hama dan penyakit

secara terpadu, dan panen tepat waktu dengan menggunakan alat.

2. Beberapa permasalahan di UPTD PTP3 Jalaksana terkait kegiatan

budidaya tanaman padi yakni waktu tanam yang tidak serempak,

kesuburan lahan semakin menurun, lahan yang semakin terbatas, dan

sempitnya akses jalan usaha tani.

B. Saran

1. Penggunaan bahan organik harus lebih ditingkatkan agar kualitas

kesuburan lahan tetap terjaga.

2. Akses jalan usaha tani harus diperluas agar memudahkan kegiatan usaha

dibidang pertanian.

Page 43: Laporan PKL ISI

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S., I. Manti, Atman, Ardimar, M. Nasri, Erma, Z. Aulia, dan Taufik. 2004. Laporan pengkajian Sistem Usaha Pertanian (SUP) Padi Sawah Berbasis Varietas Unggul Baru. BPTP Sumatera Barat; 55 hlm.

Ahmad, DR. 2010. Pengolahan Tanah dalam Sistem Produksi Padi Sawah Mendukung IP300/IP400. Prosiding Seminar Nasional hasil Penelitian Padi 2009. Subang: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, hlm. 508.

Anonim. 2009. Pengelolaan Pasca panen Padi. Universitas Lampung. Lampung.

Atman. Teknologi Budidaya Padi Sawah Varietas Unggul Baru Batang Piaman. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat. http://warsitotti.files.wordpress.com/2010/01/teknologi-budidaya-padi-sawah.pdf

(15 Nopember 2013)

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi Sawah Irigasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jakarta; 40 hlm.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Pedoman Umum Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah Irigasi.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2009. Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia: Pengairan Berselang.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2010. Pedoman Umum PTT Padi Sawah.

Bangun, P dan Syam, M. 2010. Pengendalian Gulma pada Tanamans Padi. Padi Buku 2. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor, hlm. 579-599.

Fagi AM. 2008. Alternatif teknologi peningkatan produksi beras nasional. Iptek Tanaman Pangan. 3(1): 9- 26.

Ghulamahdi, M. 2010. Modul Kuliah Budi Daya Padi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Ishaq, Iskandar, Kasdi Subagyono, dan Agus Nurawan. 2009. Petunjuk Teknis Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) Padi Sawah. Balai

Page 44: Laporan PKL ISI

Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat, Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pertanian, Jakarta.

Iskandar. 2007. Bertanam Padi Pandan Wangi. Sinergi, Bandung.

Nurawan, Agus., Yati Haryati, dan Dini Florina. 2011. Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) pada Tanaman Padi Sawah di Kabupaten Cirebon Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional “Implementasi Teknologi Budidaya Tanaman Pangan Menuju Kemandirian Pangan Nasional”. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah, Purwokerto.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40/Permentan/OT.140/4/2007 Tentang Rekomendasi Pemupukan N, P, dan K pada Padi Sawah Spesifik Lokasi.

Pramono J, Basuki S, Widarto. 2005. Upaya Peningkatan Produktivitas Padi Sawah melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu dan Sumberdaya Terpadu. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa Tengah.

Suhendrata, T. 2011. Peningkatan Produktivitas dan Pendapatan Petani Padi Sawah Melalui Penerapan Sistem Tanam Jajar Legowo di Kabupaten Karanganyar dan Sragen. Prosiding Seminar Nasional “Implementasi Teknologi Budidaya Tanaman Pangan Menuju Kemandirian Pangan Nasional”. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah, Purwokerto.

Taslim, H., Partohardono, S. dan Djunainah. 2010. Bercocok Tanam Padi Sawah. Padi Buku 2. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor, hlm. 481-505.

Taslim H., Partohardono S. dan Subandi. 2010. Pemupukan Padi Sawah. Padi Buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor, hlm. 445-479.

Wangiyana, W., Zapril Laiwan, dan Sanisah. 2009. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi Var. Ciherang dengan Teknik Budidaya Sri (System of Rice Intensification) Pada Berbagai Umur dan Jumlah Bibit per Lubang Tanam. Crop Agro. Vol. 2. No.1. Fak. Pertanian Universitas Mataram.