Laporan Pkl Bab 4b
-
Upload
heru-raditya-karuniawati -
Category
Documents
-
view
84 -
download
4
Transcript of Laporan Pkl Bab 4b
4.4 HASIL dan PEMBAHASAN
4.4.1 Hasil Pengamatan
PARAMETER METODE PREMIUME100/ETAN
OLE1
SPEK DIRJEN MIGAS
Berat Jenis (gr/cm3)
ASTM D 1298
0,7260 0,73020,715 – 0,780
Korosi Bilah Tembaga ASTM
D 130 - 94 50 oC 1A 1A Maks. Kelas 1 100 oC 1A 1A
Destilasi
ASTMD 86
10% destilat 55,5 oC 56,9 oC Maks. 74
50% destilat 89,8 oC 93,0 oC 88 – 125
90% destilat 169,8 oC 170,6 oC Maks. 180
FBP 201,3 oC 198,4 oC Maks. 205
Residu 4,5 4,4 Maks. 2,0
Doctor TestASTMD 484
Negative Negative Negative
Reid Vapour Pressure (KPa)
ASTMD 323
53.5 2,218 Maks. 62
4.4.2 Pembahasan
4.4.2.1 Pengkarakterisasian Premium
a. Specific Gravity (SG)
Tahap pertama metode Spesific Gravity yaitu penyetelan alat sampai
dengan 60oF atau 15oC dengan pengkondisian sampel di dalam alat SG.
Ketika didapatkan suhu 15oC atau 60oF, sampel diuji berat jenisnya
dengan menggunakan Hydrometer. Dapat diperkiran berat hydrometer
yang digunakan, karena alat hydrometer tidak boleh tenggelam ke
dalam sampel ataupun terlalu mengambang di atas sampel.
Dari tabel spesifikasi bahan bakar minyak jenis bensin 88 dengan
parameter Spesific Gravity mempunyai batasan antara 0,715 kg/m3
sampai dengan 0,780 kg/m3 untuk bensin tanpa timbal, dan batasan
antara 0,715 kg/m3 sampai dengan 0,780 kg/m3 untuk bensin bertimbal.
14
Kemudian didapatkan data dari hasil percobaan untuk Spesific Gravity
sampel premium adalah 0,726 kg/m3 dan 0,7255 kg/m3.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah sampel premium tidak
melebihi batas spesifikasi sehingga layak untuk dipasarkan.
b. Distilasi ASTM
Hal yang harus dilakukan adalah mengukur sampel hingga 100 ml
kemudian dipindahkan ke dalam labu distilasi. Kemudian labu dipasang
pada alat distilasi ketika didapatkan suhu alat distilasi mencapai -5oC.
Pemasangan labu harus benar-benar hati hati, tidak boleh ada uap yang
dapat keluar karena dapat menimbulkan percikan api atau kebakaran di
dalam laboratorium.
Pengujian dilakukan duplo untuk mendapatkan hasil yang akurat.
Dari hasil pengujian sampel pertama didapatkan hasil yang dapat dilihat
dalam tabel di bawah
Spesifikasi Premium
Vol.
Penguapan
(%)
Suhu
(oC)
Waktu Destilation
Rate
(%/mn)
Tanpa
Timbal
(oC)
Bertimbal
(oC)
IBP 38.4 416 s
5 52.5 85 s
10 55.5 5.0 ≤ 74 ≤ 74
20 61.4 4.5
30 68.4 4.4
40 78.2 4.5
50 89.8 4.4 88 - 125 88 – 125
60 104.1 4.6
15
70 120.6 4.4
80 140.8 4.4
90 169.8 4.0 ≤ 180 ≤ 180
95.0 200.1 1323 s
FBP 95.0 200.3 7 s ≤ 215 ≤ 205
% Recovery : 95.5 % Residu : 4.5 ≤ 2.0 %
vol
≤ 2.0 %
vol
Dan pada pengujian kedua didapatkan hasil:
Spesifikasi Premium
Vol.
Penguapan
(%)
Suhu
(oC)
Waktu Destilation
Rate
(%/mn)
Tanpa
Timbal
(oC)
Bertimbal
(oC)
IBP 38.6 408 s
5 52.4 86 s
10 55.8 ≤ 74 ≤ 74
20 61.8
30 69.1
40 78.5
50 90.2 88 - 125 88 – 125
60 104.0
70 120.5
80 141.0
90 170.0 ≤ 180 ≤ 180
95.0 199.4 1330 s
FBP 95.0 200.0 5 s ≤ 215 ≤ 205
% Recovery : 95.6 % Residu : 4.4 ≤ 2.0 %
vol
≤ 2.0 %
vol
Dari dua data di atas sampel premium tidak melewati batas
spesifisikasi. Namun pada data % residu terjadi kesalahan yaitu
melebihi 2.4 % vol dari batas yang ditetapkan. Hal ini mungkin
16
dikarenakan banyaknya kotoran yang terdapat di dalam labu distilasi
ataupun sampel yang kurang steril (masih banyak terdapat kotoran di
dalam sampel) sehingga menyebabkan sampel tidak dapat menguap
seluruhnya.
c. Reid Vapour Pressure (RVP)
Pengujian dimulai dengan pendinginan sampel di dalam lemari es
(ada baiknya apabila sampel yang baru diambil dari tempat asalnya
langsung ditutup secepat mungkin agar uap sampel tidak terlalu banyak
terbuang ke udara) dan gasoline chamber juga dimasukkan ke dalam
freezer hingga suhunya menjadi minus (ditandakan dengan adanya
bunga es di dinding luar), ketika gasoline chamber telah dingin, sampel
dimasukkan ke dalam gasoline chamber kemudian dimasukkan kembali
ke dalam freezer hingga mencapai suhu minus.
Setelah terdapat bunga es di dinding luar gasoline chamber,
keluarkan dari lemari es dan pasang ke alat Reid Vapour Pressure
Bomb. Waktu yang diperlukan tidak boleh dari 20 menit setelah tutup
gasoline chamber dibuka dan disambungkan ke Reid Vapour Pressure
Bomb karena bisa mempengaruhi uap yang dimiliki sampel dan
perubahan suhu yang mendadak. Setelah gasoline chamber telah
terpasang, balikkan alat hingga sampel melewati air chamber dan ulangi
beberapa kali.
Kemudian masukkan Reid Vapour Pressure Bomb dimasukkan ke
dalam water bath yang bersuhu 100oC, diamkan hingga 5 menit. Terjadi
pergerakan jarum pada pressure gage. Setelah 5 menit dan jarum tidak
bergerak lagi, dilakukan pembacaan pressure gage.
Lalu Reid Vapour Pressure Bomb dikeluarkan dari water bath dan
dikocok kuat. Harus dipastikan ketika dilakukan pengocokan sampel
melewati air chamber dan melewati semua tempat di dalam air chamber,
hal ini dimaksudkan supaya uap yang dihasilkan dari pemanasan dalam
water bath dapat mencapai seluruh permukaan di dalam Reid Vapour
Pressure Bomb dan terbaca oleh pressure gage. Setelah pengocokan
17
selama beberapa detik selesai, Reid Vapour Pressure Bomb dimasukkan
kembali ke dalam water bath dan jarum mulai bergerak naik kembali.
Pembacaan jarum dimulai ketika ± 2 menit Reid Vapour Pressure Bomb
didiamkan dalam water bath.
Pengocokkan dilakukan minimal selama 4 kali dan akan menjadi
lebih dari 4 kali pengocokan apabila jarum terus menunjukkan
pergerakan naik yang berarti tekanan uap sampel belum stabil. Setelah
jarum sudah stabil (tidak naik lagi) pengocokkan dihentikan dan
didapatkan hasil Reid Vapour Pressure sampel yang sesungguhnya.
Pada pengujian kali ini dilakukan sebanyak duplo. Pada pengujian
pertama didapatkan tekanan uap sebesar 65 KPa dan pada pengujian
kedua didapatkan tekanan uap 42 KPa, sedangkan batas maksimum
tekanan uap yang dimiliki premium tidak boleh lebih dari 62 KPa,
sehingga menurut spesifikasi hanya tekanan uap yang kedua yang layak
digunakan.
d. Doctor Test
Pengujian pertama kali dilakukan dengan membuat larutan doctor
terlebih dahulu. 10 ml premium diambil dan dimasukkan kedalam gelas
ukur yang kemudian dicampur dengan larutan doctor sebanyak 5 ml.
Walaupun setelah dikocok kuat selama 15 detik ternyata laruan doctor
dan premium tidak dapat menyatu sehingga membentu dua lapisan,
lapisan atas larutan berwarna kuning yang menunjukkan premium dan
lapisan bawah berwarna putih menunjukkan larutan doctor. Namun
tidak ada perubahan warna dari perlakuan ini ,berarti pada premium
positif tidak adanya H2S.
Perlakuan kedua dilakukan penambahan free sulphur ke dalam
campuran premium dan larutan doctor lalu dikocok kuat sekitar 15
detik, hasil menunjukkan bahwa tetap terdapat dua lapisan yaitu larutan
doctor berwarna putih di bagian bawah dan premium berwarna kuning
di bagian atas, sedangkan sulphur sebagian besar berada di lapisan
larutan doctor (di bawah) dan hanya sebagian kecil yang berada di
18
lapisan premium namun sulphur tetap berwarna kuning. Tidak adanya
perubahan warna pada perlakuan ini menunjukkan bahwa sampel tidak
mengadung mercaptan.
Terakhir, campuran tersebut didiamkan selama 2 menit. Dan hasilnya
adalah belerang tetap berwarna kuning, tidak ada perubahan sama sekali
setelah didiamkan selama 2 menit. Yang berarti dapat dilaporkan hasil
Doctor Test Negative.
e. Korosi Bilah Tembaga
Pertama, bilah tembaga dibersihkan terlebih dahulu dari sisa-sisa
korosi pengujian terdahulu, dengan menggunakan amplas hingga warna
tembaga kembali menjadi kuning. Kemudian direndam dengan iso-
octane semala beberapa menit, hal ini bertujuan agar bilah tembaga
yang telah dibersihkan tidak kembali terkena korosi karena apabila bilah
tembaga yang telah dibersihkan kemudian terkena suhu lingkungan atau
udara luar maka bilah tembaga dapat terkorosi kembali.
Setelah dicelupkan dalam iso-octane, bilah tembaga diambil dan
digosok menggunakan carbonium dengan menggunakan kapas yang
dibasahi dengan iso-octane. Kemudian dicuci kembali dengan iso-
octane. Selama dan setelah perlakuan ini, bilah tembaga tidak boleh
terkena tangan. Hanya boleh dipegang dengan menggunakan kapas,
kertas saring atau forcep. Hal ini dikarenakan meminimalisasikan
adanya korosi terhadap bilah tembaga oleh factor x, dalam hal ini yang
dimaksud factor x adalah bekas sentuhan tangan.
Kemudian bilah tembaga dicelupkan ke dalam test tube yang telah
berisi premium, sampai bilah tembaga terendam dalam premium. Lalu
masukkan ke dalam test bomb dan didiamkan selama ± 3 jam di dalam
bath. Test bomb harus terendam di dalam bath dan test bomb juga harus
tertutup rapat karena apabila test bomb tidak tertutup rapat, udara dapat
keluar/masuk dari test bomb, sehingga premium dapat menguap dan
tidak dapat menguji korosi pada bilah tembaga.
19
Selama didiamkan selama ± 3 jam, bilah tembaga dikeluarkan
(ditunggu sampai keadaan dingin) dan dicelupkan dalam iso-octane agar
terjaga perubahan warna yang terjadi di dalam bath dan tidak tercampur
dengan korosi yang disebabkan udara luar. Kemudian keluarkan bilah
tembaga dan keringkan menggunakan kertas saring, lalu cocokan warna
korosi yang terjadi dengan standard corrosion.
Pada pengujian dengan suhu 50oC dilakukan secara duplo, dua kali
pengujian didapatkan hasil premium mengalami korosi bilah tembaga
pada kelas 1A. Dan pada pengujian dengan 100oC didapatkan hasil yang
sama yaitu kedua pengujian mengalami korosi bilah tembaga pada kelas
1A. Pada spesifikasi bahan bakar jenis minyak bensin 88 batas
maksimum bensin mengalami korosi bilah tembaga adalah kelas 1,
sehingga dapat disimpulkan premium layak dipasarkan.
Korosi bilah tembaga juga dapat mengetahui adanya senyawa H2S
atau mercaptan didalam sampel. Hal ini dapat diketahui karena pada
suhu rendah senyawa belerang yang bersifat korosif adalah hidrogen
sulfide dan beberapa senyawa sulfid, disulfid dan boleh jadi mercaptan
yang mempunyai titik didih rendah.
3.4.2.2 Pemblendingan Premium dengan Etanol
Etanol dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk mobil, baik sendiri (E100)
dalam mesin khusus atau sebagai tambahan bensin untuk mesin bensin.
Etanol dapat dicampur dengan bensin dalam kuantitas yang bervariasi untuk
mengurangi konsumsi bahan bakar minyak bumi, dan juga untuk mengurangi
polusi udara. Bahan bakar tersebut dikenal di Amerika Serikat sebagai gasohol
dan di Brasil sebagai bensin tipe C. Dua campuran umum di AS adalah E10 dan
E85 yang mengandung 10% dan 85% etanol. Sedangkan campuran yang umum di
Brasil adalah bensin tipe C dan jenis oktan tinggi, yang mengandung 20-25%
ethanol.
Etanol juga belakangan ini mulai digunakan sebagai oksigenat untuk bensin
standar, sebagai pengganti MTBE. MTBE ini bertanggung jawab atas kontaminasi
air tanah dan tanah. Etanol juga dapat digunakan dalam sel bahan bakar.
20
Pada prinsipnya pembuatan bioetanol melalui fermentasi untuk memecah
protein dan destilasi alias penyulingan yang relatif mudah sehingga gampang
diterapkan.
Premium yang dicampur 5-10 persen alkohol, angka oktannya naik.
Kendaraan makin bertenaga dan bahan bakarnya makin hemat 20-30 persen. Di
AS, etanol dicampur dengan gasoline (premium) dengan kadar campuran 2-85
persen. Di Brazil, sudah diproduksi mesin-mesin yang bisa memakai etanol
seluruhnya (100 persen). Namun demikian, kondisi pasar etanol di Brazil sangat
fleksibel. Jika harga BBM tinggi sekali, maka campuran etanol pada premium
diperbesar, dan sebaliknya.
Tahun 2006, produksi etanol di dunia mencapai 12 miliar galon. Di AS,
campuran premium dan 10 persen etanol (E-10) dipakai mobil-mobil tanpa
modifikasi mesin. Sedangkan untuk campuran 85 persen etanol (E-85), mesinnya
dimodifikasi dengan flex-fuel vehicle (FFVs). Jika produksi etanol di dunia makin
besar dan kendaraan di dunia sudah pro-biofuel, niscaya semua kendaraan di
muka bumi akan memakainya.
Di Nyangkowek, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi para tukang ojek
memanfaatkan satu liter premium diberi campuran 0,1 liter bioetanol. Meski
harganya lebih mahal ketimbang premium, mereka tetap membelinya karena
kinerja mesin lebih bagus dan konsumsi bahan bakar lebih hemat
Campuran bioetanol konsumsi bahan bakar semakin efisien. Mobil E20 alias
yang diberi campuran bioetanol 20%, pada kecepatan 30 km per jam, konsumsi
bahan bakar 20% lebih irit ketimbang mobil berbahan bakar bensin. Jika
kecepatan 80 km per jam, konsumsi bahan bakar 50% lebih irit. Pembakaran
makin efisien karena etanol lebih cepat terbakar ketimbang bensin murni. Pantas
semakin banyak campuran bioetanol, proses pembakaran kian singkat.
Pembakaran sempurna itu gara-gara bilangan oktan bioetanol lebih tinggi daripada
bensin. Nilai oktan bensin cuma 87-88; bioetanol 117. Bila kedua bahan itu
bercampur, meningkatkan nilai oktan. Contoh penambahan 3% bioetanol
mendongkrak nilai oktan 0,87. Kadar 5% etanol dapat meningkatkan 92 oktan
menjadi 94 oktan. (Sungkono, 2007). Makin tinggi bilangan oktan, bahan bakar
21
makin tahan untuk tidak terbakar sendiri sehingga menghasilkan kestabilan proses
pembakaran untuk memperoleh daya yang lebih stabil. Campuran bioetanol 3%
saja, mampu menurunkan emisi karbonmonoksida menjadi hanya 1,35%.
Bandingkan bila kendaraan memanfaatkan premium, emisi senyawa karsinogenik
alias penyebab kanker itu 4,51%. Sehingga ketika kadar bioetanol ditingkatkan,
emisi itu makin turun. Bahkan di Brasil, mobil konvensional menggunakan E20
alias campuran bioetanol 20% tanpa memodifikasi mesin. Penggunaan E100 atau
E80 pada mobil konvensional tanpa modifikasi mesin tidak disarankan karena
khawatir merusak mesin. Namun, kini muncul flexi car alias kendaraan fleksibel
yang dapat menggunakan bioetanol hingga 100% atau premium 100% pada waktu
yang lain. Di Amerika Serikat saat ini terdapat 5-juta flexi car dengan
penambahan 1- juta kendaraan per tahun.
Bioetanol dapat dimanfaatkan sebagai agen untuk meningkatkan angka oktan
pada bensin karena angka oktan etanol cukup tinggi (135) sedangkan angka oktan
premium yang dijual sebagai bahan bakar adalah 98. Makin tinggi bilangan oktan,
bahan bakar makin tahan untuk tidak terbakar sendiri sehingga menghasilkan
kestabilan proses pembakaran untuk memperoleh daya yang lebih stabil. Proses
pembakaran dengan daya yang lebih sempurna akan mengurangi emisi gas karbon
monoksida. Campuran bioetanol 3% saja, mampu menurunkan emisi
karbonmonoksida menjadi hanya 1,35% [Anonim, 2007].
Ethanol/bio-ethanol apabila dicampur dengan premium dapat meningkatkan
nilai oktan, dimana nilai oktan untuk ethanol/bio-ethanol 98% adalah sebesar 115,
selain itu mengingat ethanol/bio-ethanol mengandung 30% oksigen, sehingga
campuran ethanol/bio-ethanol dengan gasoline dapat masuk katagorikan high
octane gasoline (HOG), dimana campuran sebanyak 15% bioethanol setara
dengan pertamax (RON 92) dan campuran sebanyak 24% bioethanol setara
dengan pertamax plus (RON 95).
Tetapi berbanding terbalik seperti yang diungkapkan
Namun dalam pengujian kali ini, etanol yang digunakan dihasilkan dari alga.
Ketika dilakukan penambahan 5% dan 10% terdapat layer dibawah lapisan
premium, menandakan premium tidak dapat menyatu seluruhnya dengan etanol.
22
Sedangkan pada dasarnya, etanol yang dihasilkan dari bahan dasar apapun dapat
menyatu dengan premium.
Setelah dilakukan uji coba, yaitu pengurangan volume etanol yang digunakan
hingga 2% dalam jumlah 100 ml, etanol dapat menyampur seutuhnya. Namun
ketika dilakukan dalam jumlah 1000 ml, terdapat layer kembali seperti pada
penambahan 5% dan 10% tetapi layer yang terbentuk hanyalah sedikit. Sehingga
akhirnya diambil volume yang dipastikan tidak akan terdapat layer yaitu sebesar
1% dalam jumlah 1000 ml.
Hal ini mungkin dapat dikarenakan etanol yang digunakan kurang murni atau
dengan kata lain masih terdapat pengotor pengotor yang menjadikan etanol tidak
dapat bercampur seluruhnya dengan premium. Hal ini seharusnya dapat
dibuktikan dengan mengujikan etanol menggunakan GC (Gas Chromatography),
apabila memang etanol yang digunakan tidak murni maka akan muncul beberapa
peak dalam spektrumnya. Idealnya etanol yang murni hanya memiliki satu peak
dalam spektrumnya. Etanol yang tidak murni harus di distilasi dahulu baru
kemudian hasilnya dapat digunakan untuk diblending dengan premium. Maka
akan terjadi perubahan yang berarti pada hasil pemblendingan yaitu etanol dapat
bercampur dengan premium seluruhnya.
4.4.2.3 Pengkarakterisasian Premium yang Telah Diblending Dengan Etanol
Setelah dilakukan pemblendingan antara premium dengan etanol, dilakukan
karakterisasi ulang terhadap hasil blending. Apakah memenuhi kriteria untuk
dapat dipasarkan ke masyarakat ataukah melebihi batas yang ditentukan.
a. Spesific Gravity (SG)
Spesific Gravity menunjukkan kenaikan pada hasil pemblendingan
premium dan etanol dibandingkan dengan etanol saja. Hasil Spesific Gravity
premium berkisar 726 dan 7255 kg/m3, sedangkan hasil Spesific Gravity pada
hasil blending premium dan etanol adalah 7302 dan 7302 kg/m3. Hal ini
berarti berat jenis hasil blending jelas lebih berat dibandingkan berat jenis
premium, karena hasil blending merupakan percampuran dua jenis larutan
sehingga berat jenisnya pun menjadi bertambah.
b. Distilasi ASTM
23
Berbeda dengan Spesific Gravity, Distilasi tidak memberikan perubahan
yang sangat jelas antara premium dengan hasil blending.
Pada distilasi pertama didapatkan hasil:
Spesifikasi Premium
Vol.
Penguapan
(%)
Suhu
(oC)
Waktu Destilation
Rate
(%/mn)
Tanpa
Timbal
(oC)
Bertimbal
(oC)
IBP 38.8 295 s
5 51.8 104 s
10 56.9 5.0 ≤ 74 ≤ 74
20 64.2 4.4
30 71.8 4.4
40 81.4 4.4
50 93.0 4.4 88 - 125 88 – 125
60 106.7 4.4
70 122.7 4.3
80 143.3 4.3
90 170.6 3.8 ≤ 180 ≤ 180
95.0 198.4 1339 s
FBP 95.0 198.4 9 s ≤ 215 ≤ 205
% Recovery : 95.6 % Residu : 4.4 ≤ 2.0 %
vol
≤ 2.0 %
vol
Dan pada hasil distilasi kedua:
Spesifikasi Premium
Vol.
Penguapan
(%)
Suhu
(oC)
Waktu Destilation
Rate
(%/mn)
Tanpa
Timbal
(oC)
Bertimbal
(oC)
IBP 39.7 297 s
5 53.2 105 s
24
10 57.9 4.8 ≤ 74 ≤ 74
20 65.1 4.2
30 73.0 4.5
40 82.5 4.4
50 94.3 4.4 88 - 125 88 – 125
60 108.4 4.4
70 124.7 4.3
80 145.9 4.4
90 175.8 3.7 ≤ 180 ≤ 180
FBP 93.9 201.0 1339 s ≤ 215 ≤ 205
% Recovery : 95.6 % Residu : 4.4 ≤ 2.0 %
vol
≤ 2.0 %
vol
Hasil distilasi pertama dan kedua tidak jauh berbeda. Begitupun dengan
hasil distilasi antara hasil blending dengan premium. Distilasi pada premium
dan pemblendingan premium dengan etanol tidak memberikan hasil dengan
IBP yang jauh berbeda (IBP lebih tinggi atau lebih turun) karena prinsip
distilasi bukanlah memberikan hasil IBP yang lebih tinggi atau lebih rendah
pada sampel campuran, melainkan mencari titik dimana kedua sampel dalam
campuran tersebut dapat mencapai IBP secara bersamaan.
% residu yang dihasilkan dari kedua sampel (premium dan hasil
pemblendingan premium dengan etanol) melebihi batas maksimal yang
ditentukan (≤ 2.0 % vol). Hal ini mungkin dikarenakan banyaknya kotoran
yang terdapat di dalam labu distilasi ataupun sampel yang kurang steril (masih
banyak terdapat kotoran di dalam sampel) sehingga menyebabkan sampel
tidak dapat menguap seluruhnya.
c. Reid Vapour Pressure
Tekanan Uap yang dihasilkan pada hasil pemblendingan tidak jauh
berbeda dengan Tekanan Uap premium saja. Premium mempunyai tekanan
uap sebesar 62 KPa dan 42 KPa, sedangkan pada hasil pemblendingan
mempunyai tekanan uap 51.5 KPa dan 52.5 KPa. Batas maksimal tekanan uap
25
yang dimiliki premium tidak boleh lebih dari 62 KPa, sehingga hasil
pemblendingan premium lolos dalam uji Reid Vapour Pressure.
RVP pada hasil pemblendingan menunjukkan peningkatan dibandingkan
RVP pada premium. Hal ini dapat dijelaskan melalui teori apabila ruangnya
memiliki tutup dan cairannya terisolasi, molekulnya kehilangan energinya
dengan tumbukan, dsb, dan energi kinetik beberapa molekul menjadi
demikian rendah sehingga molekul tertarik dengan gaya antarmolekul pada
permukaan cairan dan kembali masuk ke cairan. Akhirnya jumlah molekul
yang menguap dari permukaan cairan dan jumlah molekul uap yang kembali
ke cairan menjadi sama, mencapai kestimbangan dinamik. Keadaan ini disebut
kesetimbangan uap-cair. Tekanan gas, yakni, tekanan uap cairan ketika
kesetimbangan uap-cair dicapai, ditentukan hanya oleh suhunya. Tekanan uap
cairan dalam ruang ditentukan oleh jenis cairan dan suhunya.
(http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_dasar/cairan_dan_larutan/
sifat-cairan/)
d. Doctor Test
Hasil doctor test pada hasil pemblendingan menunjukkan hasil negative,
sama hal nya seperti premium. Untuk dapat dinyatakan layak digunakan
premium ataupun hasil blending harus menunjukkan hasil negative pada
Doctor Test. Sehingga dapat diartikan bahwa etanol yang digunakan tidak
merusak/menurunkan mutu premium ataupun membuat premium
menghasilkan zat pengotor. Jadi dari segi doctor test, etanol dari alga bagus
untuk diblending dengan premium.
e. Korosi Bilah Tembaga
Pada suhu 50oC, hasil pemblendingan terdapat pada kelas 1A pada Korosi
Bilah Tembaga. Dan pada 100oC juga terdapat pada kelas 1A. Sama seperti
premium pada 50oC dan 100oC juga terdapat pada kelas 1A. Dan batas
maksimal Korosi Bilah Tembaga yang dimiliki premium ataupun hasil
pemblendingan adalah kelas 1. Hal tersebut menunjukkan hasil
pemblendingan lolos dalam uji spesifikasi sehingga layak untuk digunakan.
26
Dan dapat disimpulkan juga bahwa etanol yang digunakan bagus karena
tidak meningkatkan kadar korosi pada premium.
4.5 PENUTUP
4.5.1 Kesimpulan
1. Pengkarakterisasian premium dapat dilihat dari tabel spesifikasi bahan
bakar minyak jenis bensin 88 berdasarkan keputusan Direktur Jenderal
27
Minyak dan Gas Bumi nomor 3674 K/24/DJM/2006. Diantaranya yaitu
Spesific Gravity, Distilasi, Reid Vapour Pressure, Doctor Test dan Korosi
Bilah Tembaga.
2. Penggunaan etanol diperbolehkan sampai dengan maksimum 10% volum
(sesuai ASTM D 4086 dan pH 7 – 9)
3. Menurut hasil dari percobaan etanol dapat digunakan sebagai zat aditif
untuk diblending dengan premium sehingga menghasilkan premium yang
lebih baik.
4. Penambahan etanol pada premium dapat meningkatkan angka oktan pada
premium (hampir setara dengan Pertamax) sehingga kerja mesin dapat
lebih baik dan kadar karbon monoksida yang dihasilkan juga menjadi
lebih sedikit.
5. Etanol yang dihasilkan dari alga hanya dapat digunakan maksimum 1%
dari volume.
3.5.2 Saran
1. Pemakaian yang teliti ketika menggunakan alat-alat untuk
mengakarakterisasi, terutama alat-alat yang berhubungan dengan api.
Contohnya distilasi dapat menimbulkan percikan api apabila lubang
penghubung antara labu distilat dengan kondenser tidak terpasang rapat.
2. Sebelum melakukan pemblendingan sebanyak 1 liter, baiknya melakukan
uji coba dahulu dengan volum yang lebih sedikit, misalnya 100 ml.
Sehingga apabila zat aditif tidak dapat menyatu dengan premium tidak
terlalu banyak premium yang terbuang percuma.
3. Baiknya sebelum etanol digunakan untuk pemblendingan, diujikan
terlebih dahulu menggunakan GC (Gas Chromator) apabila etanol tidak
murni lebih baik di distilasi terlebih dahulu kemudian distilatnya
digunakan untuk pemblendingan.
DAFTAR PUSTAKA
28
Anonim, 2010, Etanol, http://id.wikipedia.org/wiki/etanol Diakses tanggal 02 Februari 2011
______. 2010. Bahan Bakar Etanol, http://id.wikipedia.org/wiki/bahan_bakar_etanol Diakses tanggal 02 Februari 2011
______. 2010. ASTM, . http://id.wikipedia.org/wiki/American_Standard_Testing_and_Material Diakses tanggal 16 Februari 2011
ASTM, 2003, Annual Book of ASTM Standard, 2003, West Conshohocken
Hardjono, 1987, “Teknologi Minyak Bumi I”, Edisi Ketiga, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Munawir, W., 2007, “Bensin+Etanol Singkong= BB Oktan Tinggi”
(http://ahmadsamantho.wordpress.com/2007/12/06/bensinetanol-
singkong-bb-oktan-tinggi)
Sulfahri, dkk., 2010, ”Ganggang Air Bisa Dijadikan Bioetanol”
http://www.tempointeraktif.com/hg/iptek/2011/02/14/brk,20110214-
313313,id.html Diakses tanggal 22 Februari 2011
Takeuchi, Y., 2008, ”Sifat Cairan”
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_dasar/cairan_dan_lar
utan/sifat-cairan/ Diakses tanggal 15 Februari 2011
29