Laporan Pkl Bab 4b

26
4.4 HASIL dan PEMBAHASAN 4.4.1 Hasil Pengamatan PARAMETER METODE PREMIUM E100 / ETAN OL E1 SPEK DIRJEN MIGAS Berat Jenis (gr/cm 3 ) ASTM D 1298 0,7260 0,7302 0,715 – 0,780 Korosi Bilah Tembaga ASTM D 130 - 94 50 o C 1A 1A Maks. Kelas 1 100 o C 1A 1A Destilasi ASTM D 86 10% destilat 55,5 o C 56,9 o C Maks. 74 50% destilat 89,8 o C 93,0 o C 88 – 125 90% destilat 169,8 o C 170,6 o C Maks. 180 FBP 201,3 o C 198,4 o C Maks. 205 Residu 4,5 4,4 Maks. 2,0 Doctor Test ASTM D 484 Negative Negativ e Negativ e Reid Vapour Pressure (KPa) ASTM D 323 53.5 2,218 Maks. 62 4.4.2 Pembahasan 4.4.2.1 Pengkarakterisasian Premium a. Specific Gravity (SG) Tahap pertama metode Spesific Gravity yaitu penyetelan alat sampai dengan 60 o F atau 15 o C 14

Transcript of Laporan Pkl Bab 4b

Page 1: Laporan Pkl Bab 4b

4.4 HASIL dan PEMBAHASAN

4.4.1 Hasil Pengamatan

PARAMETER METODE PREMIUME100/ETAN

OLE1

SPEK DIRJEN MIGAS

Berat Jenis (gr/cm3)

ASTM D 1298

0,7260 0,73020,715 – 0,780

Korosi Bilah Tembaga ASTM

D 130 - 94 50 oC 1A 1A Maks. Kelas 1 100 oC 1A 1A

Destilasi

ASTMD 86

10% destilat 55,5 oC 56,9 oC Maks. 74

50% destilat 89,8 oC 93,0 oC 88 – 125

90% destilat 169,8 oC 170,6 oC Maks. 180

FBP 201,3 oC 198,4 oC Maks. 205

Residu 4,5 4,4 Maks. 2,0

Doctor TestASTMD 484

Negative Negative Negative

Reid Vapour Pressure (KPa)

ASTMD 323

53.5 2,218 Maks. 62

4.4.2 Pembahasan

4.4.2.1 Pengkarakterisasian Premium

a. Specific Gravity (SG)

Tahap pertama metode Spesific Gravity yaitu penyetelan alat sampai

dengan 60oF atau 15oC dengan pengkondisian sampel di dalam alat SG.

Ketika didapatkan suhu 15oC atau 60oF, sampel diuji berat jenisnya

dengan menggunakan Hydrometer. Dapat diperkiran berat hydrometer

yang digunakan, karena alat hydrometer tidak boleh tenggelam ke

dalam sampel ataupun terlalu mengambang di atas sampel.

Dari tabel spesifikasi bahan bakar minyak jenis bensin 88 dengan

parameter Spesific Gravity mempunyai batasan antara 0,715 kg/m3

sampai dengan 0,780 kg/m3 untuk bensin tanpa timbal, dan batasan

antara 0,715 kg/m3 sampai dengan 0,780 kg/m3 untuk bensin bertimbal.

14

Page 2: Laporan Pkl Bab 4b

Kemudian didapatkan data dari hasil percobaan untuk Spesific Gravity

sampel premium adalah 0,726 kg/m3 dan 0,7255 kg/m3.

Kesimpulan yang dapat diambil adalah sampel premium tidak

melebihi batas spesifikasi sehingga layak untuk dipasarkan.

b. Distilasi ASTM

Hal yang harus dilakukan adalah mengukur sampel hingga 100 ml

kemudian dipindahkan ke dalam labu distilasi. Kemudian labu dipasang

pada alat distilasi ketika didapatkan suhu alat distilasi mencapai -5oC.

Pemasangan labu harus benar-benar hati hati, tidak boleh ada uap yang

dapat keluar karena dapat menimbulkan percikan api atau kebakaran di

dalam laboratorium.

Pengujian dilakukan duplo untuk mendapatkan hasil yang akurat.

Dari hasil pengujian sampel pertama didapatkan hasil yang dapat dilihat

dalam tabel di bawah

Spesifikasi Premium

Vol.

Penguapan

(%)

Suhu

(oC)

Waktu Destilation

Rate

(%/mn)

Tanpa

Timbal

(oC)

Bertimbal

(oC)

IBP 38.4 416 s

5 52.5 85 s

10 55.5 5.0 ≤ 74 ≤ 74

20 61.4 4.5

30 68.4 4.4

40 78.2 4.5

50 89.8 4.4 88 - 125 88 – 125

60 104.1 4.6

15

Page 3: Laporan Pkl Bab 4b

70 120.6 4.4

80 140.8 4.4

90 169.8 4.0 ≤ 180 ≤ 180

95.0 200.1 1323 s

FBP 95.0 200.3 7 s ≤ 215 ≤ 205

% Recovery : 95.5 % Residu : 4.5 ≤ 2.0 %

vol

≤ 2.0 %

vol

Dan pada pengujian kedua didapatkan hasil:

Spesifikasi Premium

Vol.

Penguapan

(%)

Suhu

(oC)

Waktu Destilation

Rate

(%/mn)

Tanpa

Timbal

(oC)

Bertimbal

(oC)

IBP 38.6 408 s

5 52.4 86 s

10 55.8 ≤ 74 ≤ 74

20 61.8

30 69.1

40 78.5

50 90.2 88 - 125 88 – 125

60 104.0

70 120.5

80 141.0

90 170.0 ≤ 180 ≤ 180

95.0 199.4 1330 s

FBP 95.0 200.0 5 s ≤ 215 ≤ 205

% Recovery : 95.6 % Residu : 4.4 ≤ 2.0 %

vol

≤ 2.0 %

vol

Dari dua data di atas sampel premium tidak melewati batas

spesifisikasi. Namun pada data % residu terjadi kesalahan yaitu

melebihi 2.4 % vol dari batas yang ditetapkan. Hal ini mungkin

16

Page 4: Laporan Pkl Bab 4b

dikarenakan banyaknya kotoran yang terdapat di dalam labu distilasi

ataupun sampel yang kurang steril (masih banyak terdapat kotoran di

dalam sampel) sehingga menyebabkan sampel tidak dapat menguap

seluruhnya.

c. Reid Vapour Pressure (RVP)

Pengujian dimulai dengan pendinginan sampel di dalam lemari es

(ada baiknya apabila sampel yang baru diambil dari tempat asalnya

langsung ditutup secepat mungkin agar uap sampel tidak terlalu banyak

terbuang ke udara) dan gasoline chamber juga dimasukkan ke dalam

freezer hingga suhunya menjadi minus (ditandakan dengan adanya

bunga es di dinding luar), ketika gasoline chamber telah dingin, sampel

dimasukkan ke dalam gasoline chamber kemudian dimasukkan kembali

ke dalam freezer hingga mencapai suhu minus.

Setelah terdapat bunga es di dinding luar gasoline chamber,

keluarkan dari lemari es dan pasang ke alat Reid Vapour Pressure

Bomb. Waktu yang diperlukan tidak boleh dari 20 menit setelah tutup

gasoline chamber dibuka dan disambungkan ke Reid Vapour Pressure

Bomb karena bisa mempengaruhi uap yang dimiliki sampel dan

perubahan suhu yang mendadak. Setelah gasoline chamber telah

terpasang, balikkan alat hingga sampel melewati air chamber dan ulangi

beberapa kali.

Kemudian masukkan Reid Vapour Pressure Bomb dimasukkan ke

dalam water bath yang bersuhu 100oC, diamkan hingga 5 menit. Terjadi

pergerakan jarum pada pressure gage. Setelah 5 menit dan jarum tidak

bergerak lagi, dilakukan pembacaan pressure gage.

Lalu Reid Vapour Pressure Bomb dikeluarkan dari water bath dan

dikocok kuat. Harus dipastikan ketika dilakukan pengocokan sampel

melewati air chamber dan melewati semua tempat di dalam air chamber,

hal ini dimaksudkan supaya uap yang dihasilkan dari pemanasan dalam

water bath dapat mencapai seluruh permukaan di dalam Reid Vapour

Pressure Bomb dan terbaca oleh pressure gage. Setelah pengocokan

17

Page 5: Laporan Pkl Bab 4b

selama beberapa detik selesai, Reid Vapour Pressure Bomb dimasukkan

kembali ke dalam water bath dan jarum mulai bergerak naik kembali.

Pembacaan jarum dimulai ketika ± 2 menit Reid Vapour Pressure Bomb

didiamkan dalam water bath.

Pengocokkan dilakukan minimal selama 4 kali dan akan menjadi

lebih dari 4 kali pengocokan apabila jarum terus menunjukkan

pergerakan naik yang berarti tekanan uap sampel belum stabil. Setelah

jarum sudah stabil (tidak naik lagi) pengocokkan dihentikan dan

didapatkan hasil Reid Vapour Pressure sampel yang sesungguhnya.

Pada pengujian kali ini dilakukan sebanyak duplo. Pada pengujian

pertama didapatkan tekanan uap sebesar 65 KPa dan pada pengujian

kedua didapatkan tekanan uap 42 KPa, sedangkan batas maksimum

tekanan uap yang dimiliki premium tidak boleh lebih dari 62 KPa,

sehingga menurut spesifikasi hanya tekanan uap yang kedua yang layak

digunakan.

d. Doctor Test

Pengujian pertama kali dilakukan dengan membuat larutan doctor

terlebih dahulu. 10 ml premium diambil dan dimasukkan kedalam gelas

ukur yang kemudian dicampur dengan larutan doctor sebanyak 5 ml.

Walaupun setelah dikocok kuat selama 15 detik ternyata laruan doctor

dan premium tidak dapat menyatu sehingga membentu dua lapisan,

lapisan atas larutan berwarna kuning yang menunjukkan premium dan

lapisan bawah berwarna putih menunjukkan larutan doctor. Namun

tidak ada perubahan warna dari perlakuan ini ,berarti pada premium

positif tidak adanya H2S.

Perlakuan kedua dilakukan penambahan free sulphur ke dalam

campuran premium dan larutan doctor lalu dikocok kuat sekitar 15

detik, hasil menunjukkan bahwa tetap terdapat dua lapisan yaitu larutan

doctor berwarna putih di bagian bawah dan premium berwarna kuning

di bagian atas, sedangkan sulphur sebagian besar berada di lapisan

larutan doctor (di bawah) dan hanya sebagian kecil yang berada di

18

Page 6: Laporan Pkl Bab 4b

lapisan premium namun sulphur tetap berwarna kuning. Tidak adanya

perubahan warna pada perlakuan ini menunjukkan bahwa sampel tidak

mengadung mercaptan.

Terakhir, campuran tersebut didiamkan selama 2 menit. Dan hasilnya

adalah belerang tetap berwarna kuning, tidak ada perubahan sama sekali

setelah didiamkan selama 2 menit. Yang berarti dapat dilaporkan hasil

Doctor Test Negative.

e. Korosi Bilah Tembaga

Pertama, bilah tembaga dibersihkan terlebih dahulu dari sisa-sisa

korosi pengujian terdahulu, dengan menggunakan amplas hingga warna

tembaga kembali menjadi kuning. Kemudian direndam dengan iso-

octane semala beberapa menit, hal ini bertujuan agar bilah tembaga

yang telah dibersihkan tidak kembali terkena korosi karena apabila bilah

tembaga yang telah dibersihkan kemudian terkena suhu lingkungan atau

udara luar maka bilah tembaga dapat terkorosi kembali.

Setelah dicelupkan dalam iso-octane, bilah tembaga diambil dan

digosok menggunakan carbonium dengan menggunakan kapas yang

dibasahi dengan iso-octane. Kemudian dicuci kembali dengan iso-

octane. Selama dan setelah perlakuan ini, bilah tembaga tidak boleh

terkena tangan. Hanya boleh dipegang dengan menggunakan kapas,

kertas saring atau forcep. Hal ini dikarenakan meminimalisasikan

adanya korosi terhadap bilah tembaga oleh factor x, dalam hal ini yang

dimaksud factor x adalah bekas sentuhan tangan.

Kemudian bilah tembaga dicelupkan ke dalam test tube yang telah

berisi premium, sampai bilah tembaga terendam dalam premium. Lalu

masukkan ke dalam test bomb dan didiamkan selama ± 3 jam di dalam

bath. Test bomb harus terendam di dalam bath dan test bomb juga harus

tertutup rapat karena apabila test bomb tidak tertutup rapat, udara dapat

keluar/masuk dari test bomb, sehingga premium dapat menguap dan

tidak dapat menguji korosi pada bilah tembaga.

19

Page 7: Laporan Pkl Bab 4b

Selama didiamkan selama ± 3 jam, bilah tembaga dikeluarkan

(ditunggu sampai keadaan dingin) dan dicelupkan dalam iso-octane agar

terjaga perubahan warna yang terjadi di dalam bath dan tidak tercampur

dengan korosi yang disebabkan udara luar. Kemudian keluarkan bilah

tembaga dan keringkan menggunakan kertas saring, lalu cocokan warna

korosi yang terjadi dengan standard corrosion.

Pada pengujian dengan suhu 50oC dilakukan secara duplo, dua kali

pengujian didapatkan hasil premium mengalami korosi bilah tembaga

pada kelas 1A. Dan pada pengujian dengan 100oC didapatkan hasil yang

sama yaitu kedua pengujian mengalami korosi bilah tembaga pada kelas

1A. Pada spesifikasi bahan bakar jenis minyak bensin 88 batas

maksimum bensin mengalami korosi bilah tembaga adalah kelas 1,

sehingga dapat disimpulkan premium layak dipasarkan.

Korosi bilah tembaga juga dapat mengetahui adanya senyawa H2S

atau mercaptan didalam sampel. Hal ini dapat diketahui karena pada

suhu rendah senyawa belerang yang bersifat korosif adalah hidrogen

sulfide dan beberapa senyawa sulfid, disulfid dan boleh jadi mercaptan

yang mempunyai titik didih rendah.

3.4.2.2 Pemblendingan Premium dengan Etanol

Etanol dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk mobil, baik sendiri (E100)

dalam mesin khusus atau sebagai tambahan bensin untuk mesin bensin.

Etanol dapat dicampur dengan bensin dalam kuantitas yang bervariasi untuk

mengurangi konsumsi bahan bakar minyak bumi, dan juga untuk mengurangi

polusi udara. Bahan bakar tersebut dikenal di Amerika Serikat sebagai gasohol

dan di Brasil sebagai bensin tipe C. Dua campuran umum di AS adalah E10 dan

E85 yang mengandung 10% dan 85% etanol. Sedangkan campuran yang umum di

Brasil adalah bensin tipe C dan jenis oktan tinggi, yang mengandung 20-25%

ethanol.

Etanol juga belakangan ini mulai digunakan sebagai oksigenat untuk bensin

standar, sebagai pengganti MTBE. MTBE ini bertanggung jawab atas kontaminasi

air tanah dan tanah. Etanol juga dapat digunakan dalam sel bahan bakar.

20

Page 8: Laporan Pkl Bab 4b

Pada prinsipnya pembuatan bioetanol melalui fermentasi untuk memecah

protein dan destilasi alias penyulingan yang relatif mudah sehingga gampang

diterapkan.

Premium yang dicampur 5-10 persen alkohol, angka oktannya naik.

Kendaraan makin bertenaga dan bahan bakarnya makin hemat 20-30 persen. Di

AS, etanol dicampur dengan gasoline (premium) dengan kadar campuran 2-85

persen. Di Brazil, sudah diproduksi mesin-mesin yang bisa memakai etanol

seluruhnya (100 persen). Namun demikian, kondisi pasar etanol di Brazil sangat

fleksibel. Jika harga BBM tinggi sekali, maka campuran etanol pada premium

diperbesar, dan sebaliknya.

Tahun 2006, produksi etanol di dunia mencapai 12 miliar galon. Di AS,

campuran premium dan 10 persen etanol (E-10) dipakai mobil-mobil tanpa

modifikasi mesin. Sedangkan untuk campuran 85 persen etanol (E-85), mesinnya

dimodifikasi dengan flex-fuel vehicle (FFVs). Jika produksi etanol di dunia makin

besar dan kendaraan di dunia sudah pro-biofuel, niscaya semua kendaraan di

muka bumi akan memakainya.

Di Nyangkowek, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi para tukang ojek

memanfaatkan satu liter premium diberi campuran 0,1 liter bioetanol. Meski

harganya lebih mahal ketimbang premium, mereka tetap membelinya karena

kinerja mesin lebih bagus dan konsumsi bahan bakar lebih hemat

Campuran bioetanol konsumsi bahan bakar semakin efisien. Mobil E20 alias

yang diberi campuran bioetanol 20%, pada kecepatan 30 km per jam, konsumsi

bahan bakar 20% lebih irit ketimbang mobil berbahan bakar bensin. Jika

kecepatan 80 km per jam, konsumsi bahan bakar 50% lebih irit. Pembakaran

makin efisien karena etanol lebih cepat terbakar ketimbang bensin murni. Pantas

semakin banyak campuran bioetanol, proses pembakaran kian singkat.

Pembakaran sempurna itu gara-gara bilangan oktan bioetanol lebih tinggi daripada

bensin. Nilai oktan bensin cuma 87-88; bioetanol 117. Bila kedua bahan itu

bercampur, meningkatkan nilai oktan. Contoh penambahan 3% bioetanol

mendongkrak nilai oktan 0,87. Kadar 5% etanol dapat meningkatkan 92 oktan

menjadi 94 oktan. (Sungkono, 2007). Makin tinggi bilangan oktan, bahan bakar

21

Page 9: Laporan Pkl Bab 4b

makin tahan untuk tidak terbakar sendiri sehingga menghasilkan kestabilan proses

pembakaran untuk memperoleh daya yang lebih stabil. Campuran bioetanol 3%

saja, mampu menurunkan emisi karbonmonoksida menjadi hanya 1,35%.

Bandingkan bila kendaraan memanfaatkan premium, emisi senyawa karsinogenik

alias penyebab kanker itu 4,51%. Sehingga ketika kadar bioetanol ditingkatkan,

emisi itu makin turun. Bahkan di Brasil, mobil konvensional menggunakan E20

alias campuran bioetanol 20% tanpa memodifikasi mesin. Penggunaan E100 atau

E80 pada mobil konvensional tanpa modifikasi mesin tidak disarankan karena

khawatir merusak mesin. Namun, kini muncul flexi car alias kendaraan fleksibel

yang dapat menggunakan bioetanol hingga 100% atau premium 100% pada waktu

yang lain. Di Amerika Serikat saat ini terdapat 5-juta flexi car dengan

penambahan 1- juta kendaraan per tahun.

Bioetanol dapat dimanfaatkan sebagai agen untuk meningkatkan angka oktan

pada bensin karena angka oktan etanol cukup tinggi (135) sedangkan angka oktan

premium yang dijual sebagai bahan bakar adalah 98. Makin tinggi bilangan oktan,

bahan bakar makin tahan untuk tidak terbakar sendiri sehingga menghasilkan

kestabilan proses pembakaran untuk memperoleh daya yang lebih stabil. Proses

pembakaran dengan daya yang lebih sempurna akan mengurangi emisi gas karbon

monoksida. Campuran bioetanol 3% saja, mampu menurunkan emisi

karbonmonoksida menjadi hanya 1,35% [Anonim, 2007].

Ethanol/bio-ethanol apabila dicampur dengan premium dapat meningkatkan

nilai oktan, dimana nilai oktan untuk ethanol/bio-ethanol 98% adalah sebesar 115,

selain itu mengingat ethanol/bio-ethanol mengandung 30% oksigen, sehingga

campuran ethanol/bio-ethanol dengan gasoline dapat masuk katagorikan high

octane gasoline (HOG), dimana campuran sebanyak 15% bioethanol setara

dengan pertamax (RON 92) dan campuran sebanyak 24% bioethanol setara

dengan pertamax plus (RON 95).

Tetapi berbanding terbalik seperti yang diungkapkan

Namun dalam pengujian kali ini, etanol yang digunakan dihasilkan dari alga.

Ketika dilakukan penambahan 5% dan 10% terdapat layer dibawah lapisan

premium, menandakan premium tidak dapat menyatu seluruhnya dengan etanol.

22

Page 10: Laporan Pkl Bab 4b

Sedangkan pada dasarnya, etanol yang dihasilkan dari bahan dasar apapun dapat

menyatu dengan premium.

Setelah dilakukan uji coba, yaitu pengurangan volume etanol yang digunakan

hingga 2% dalam jumlah 100 ml, etanol dapat menyampur seutuhnya. Namun

ketika dilakukan dalam jumlah 1000 ml, terdapat layer kembali seperti pada

penambahan 5% dan 10% tetapi layer yang terbentuk hanyalah sedikit. Sehingga

akhirnya diambil volume yang dipastikan tidak akan terdapat layer yaitu sebesar

1% dalam jumlah 1000 ml.

Hal ini mungkin dapat dikarenakan etanol yang digunakan kurang murni atau

dengan kata lain masih terdapat pengotor pengotor yang menjadikan etanol tidak

dapat bercampur seluruhnya dengan premium. Hal ini seharusnya dapat

dibuktikan dengan mengujikan etanol menggunakan GC (Gas Chromatography),

apabila memang etanol yang digunakan tidak murni maka akan muncul beberapa

peak dalam spektrumnya. Idealnya etanol yang murni hanya memiliki satu peak

dalam spektrumnya. Etanol yang tidak murni harus di distilasi dahulu baru

kemudian hasilnya dapat digunakan untuk diblending dengan premium. Maka

akan terjadi perubahan yang berarti pada hasil pemblendingan yaitu etanol dapat

bercampur dengan premium seluruhnya.

4.4.2.3 Pengkarakterisasian Premium yang Telah Diblending Dengan Etanol

Setelah dilakukan pemblendingan antara premium dengan etanol, dilakukan

karakterisasi ulang terhadap hasil blending. Apakah memenuhi kriteria untuk

dapat dipasarkan ke masyarakat ataukah melebihi batas yang ditentukan.

a. Spesific Gravity (SG)

Spesific Gravity menunjukkan kenaikan pada hasil pemblendingan

premium dan etanol dibandingkan dengan etanol saja. Hasil Spesific Gravity

premium berkisar 726 dan 7255 kg/m3, sedangkan hasil Spesific Gravity pada

hasil blending premium dan etanol adalah 7302 dan 7302 kg/m3. Hal ini

berarti berat jenis hasil blending jelas lebih berat dibandingkan berat jenis

premium, karena hasil blending merupakan percampuran dua jenis larutan

sehingga berat jenisnya pun menjadi bertambah.

b. Distilasi ASTM

23

Page 11: Laporan Pkl Bab 4b

Berbeda dengan Spesific Gravity, Distilasi tidak memberikan perubahan

yang sangat jelas antara premium dengan hasil blending.

Pada distilasi pertama didapatkan hasil:

Spesifikasi Premium

Vol.

Penguapan

(%)

Suhu

(oC)

Waktu Destilation

Rate

(%/mn)

Tanpa

Timbal

(oC)

Bertimbal

(oC)

IBP 38.8 295 s

5 51.8 104 s

10 56.9 5.0 ≤ 74 ≤ 74

20 64.2 4.4

30 71.8 4.4

40 81.4 4.4

50 93.0 4.4 88 - 125 88 – 125

60 106.7 4.4

70 122.7 4.3

80 143.3 4.3

90 170.6 3.8 ≤ 180 ≤ 180

95.0 198.4 1339 s

FBP 95.0 198.4 9 s ≤ 215 ≤ 205

% Recovery : 95.6 % Residu : 4.4 ≤ 2.0 %

vol

≤ 2.0 %

vol

Dan pada hasil distilasi kedua:

Spesifikasi Premium

Vol.

Penguapan

(%)

Suhu

(oC)

Waktu Destilation

Rate

(%/mn)

Tanpa

Timbal

(oC)

Bertimbal

(oC)

IBP 39.7 297 s

5 53.2 105 s

24

Page 12: Laporan Pkl Bab 4b

10 57.9 4.8 ≤ 74 ≤ 74

20 65.1 4.2

30 73.0 4.5

40 82.5 4.4

50 94.3 4.4 88 - 125 88 – 125

60 108.4 4.4

70 124.7 4.3

80 145.9 4.4

90 175.8 3.7 ≤ 180 ≤ 180

FBP 93.9 201.0 1339 s ≤ 215 ≤ 205

% Recovery : 95.6 % Residu : 4.4 ≤ 2.0 %

vol

≤ 2.0 %

vol

Hasil distilasi pertama dan kedua tidak jauh berbeda. Begitupun dengan

hasil distilasi antara hasil blending dengan premium. Distilasi pada premium

dan pemblendingan premium dengan etanol tidak memberikan hasil dengan

IBP yang jauh berbeda (IBP lebih tinggi atau lebih turun) karena prinsip

distilasi bukanlah memberikan hasil IBP yang lebih tinggi atau lebih rendah

pada sampel campuran, melainkan mencari titik dimana kedua sampel dalam

campuran tersebut dapat mencapai IBP secara bersamaan.

% residu yang dihasilkan dari kedua sampel (premium dan hasil

pemblendingan premium dengan etanol) melebihi batas maksimal yang

ditentukan (≤ 2.0 % vol). Hal ini mungkin dikarenakan banyaknya kotoran

yang terdapat di dalam labu distilasi ataupun sampel yang kurang steril (masih

banyak terdapat kotoran di dalam sampel) sehingga menyebabkan sampel

tidak dapat menguap seluruhnya.

c. Reid Vapour Pressure

Tekanan Uap yang dihasilkan pada hasil pemblendingan tidak jauh

berbeda dengan Tekanan Uap premium saja. Premium mempunyai tekanan

uap sebesar 62 KPa dan 42 KPa, sedangkan pada hasil pemblendingan

mempunyai tekanan uap 51.5 KPa dan 52.5 KPa. Batas maksimal tekanan uap

25

Page 13: Laporan Pkl Bab 4b

yang dimiliki premium tidak boleh lebih dari 62 KPa, sehingga hasil

pemblendingan premium lolos dalam uji Reid Vapour Pressure.

RVP pada hasil pemblendingan menunjukkan peningkatan dibandingkan

RVP pada premium. Hal ini dapat dijelaskan melalui teori apabila ruangnya

memiliki tutup dan cairannya terisolasi, molekulnya kehilangan energinya

dengan tumbukan, dsb, dan energi kinetik beberapa molekul menjadi

demikian rendah sehingga molekul tertarik dengan gaya antarmolekul pada

permukaan cairan dan kembali masuk ke cairan. Akhirnya jumlah molekul

yang menguap dari permukaan cairan dan jumlah molekul uap yang kembali

ke cairan menjadi sama, mencapai kestimbangan dinamik. Keadaan ini disebut

kesetimbangan uap-cair. Tekanan gas, yakni, tekanan uap cairan ketika

kesetimbangan uap-cair dicapai, ditentukan hanya oleh suhunya. Tekanan uap

cairan dalam ruang ditentukan oleh jenis cairan dan suhunya.

(http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_dasar/cairan_dan_larutan/

sifat-cairan/)

d. Doctor Test

Hasil doctor test pada hasil pemblendingan menunjukkan hasil negative,

sama hal nya seperti premium. Untuk dapat dinyatakan layak digunakan

premium ataupun hasil blending harus menunjukkan hasil negative pada

Doctor Test. Sehingga dapat diartikan bahwa etanol yang digunakan tidak

merusak/menurunkan mutu premium ataupun membuat premium

menghasilkan zat pengotor. Jadi dari segi doctor test, etanol dari alga bagus

untuk diblending dengan premium.

e. Korosi Bilah Tembaga

Pada suhu 50oC, hasil pemblendingan terdapat pada kelas 1A pada Korosi

Bilah Tembaga. Dan pada 100oC juga terdapat pada kelas 1A. Sama seperti

premium pada 50oC dan 100oC juga terdapat pada kelas 1A. Dan batas

maksimal Korosi Bilah Tembaga yang dimiliki premium ataupun hasil

pemblendingan adalah kelas 1. Hal tersebut menunjukkan hasil

pemblendingan lolos dalam uji spesifikasi sehingga layak untuk digunakan.

26

Page 14: Laporan Pkl Bab 4b

Dan dapat disimpulkan juga bahwa etanol yang digunakan bagus karena

tidak meningkatkan kadar korosi pada premium.

4.5 PENUTUP

4.5.1 Kesimpulan

1. Pengkarakterisasian premium dapat dilihat dari tabel spesifikasi bahan

bakar minyak jenis bensin 88 berdasarkan keputusan Direktur Jenderal

27

Page 15: Laporan Pkl Bab 4b

Minyak dan Gas Bumi nomor 3674 K/24/DJM/2006. Diantaranya yaitu

Spesific Gravity, Distilasi, Reid Vapour Pressure, Doctor Test dan Korosi

Bilah Tembaga.

2. Penggunaan etanol diperbolehkan sampai dengan maksimum 10% volum

(sesuai ASTM D 4086 dan pH 7 – 9)

3. Menurut hasil dari percobaan etanol dapat digunakan sebagai zat aditif

untuk diblending dengan premium sehingga menghasilkan premium yang

lebih baik.

4. Penambahan etanol pada premium dapat meningkatkan angka oktan pada

premium (hampir setara dengan Pertamax) sehingga kerja mesin dapat

lebih baik dan kadar karbon monoksida yang dihasilkan juga menjadi

lebih sedikit.

5. Etanol yang dihasilkan dari alga hanya dapat digunakan maksimum 1%

dari volume.

3.5.2 Saran

1. Pemakaian yang teliti ketika menggunakan alat-alat untuk

mengakarakterisasi, terutama alat-alat yang berhubungan dengan api.

Contohnya distilasi dapat menimbulkan percikan api apabila lubang

penghubung antara labu distilat dengan kondenser tidak terpasang rapat.

2. Sebelum melakukan pemblendingan sebanyak 1 liter, baiknya melakukan

uji coba dahulu dengan volum yang lebih sedikit, misalnya 100 ml.

Sehingga apabila zat aditif tidak dapat menyatu dengan premium tidak

terlalu banyak premium yang terbuang percuma.

3. Baiknya sebelum etanol digunakan untuk pemblendingan, diujikan

terlebih dahulu menggunakan GC (Gas Chromator) apabila etanol tidak

murni lebih baik di distilasi terlebih dahulu kemudian distilatnya

digunakan untuk pemblendingan.

DAFTAR PUSTAKA

28

Page 16: Laporan Pkl Bab 4b

Anonim, 2010, Etanol, http://id.wikipedia.org/wiki/etanol Diakses tanggal 02 Februari 2011

______. 2010. Bahan Bakar Etanol, http://id.wikipedia.org/wiki/bahan_bakar_etanol Diakses tanggal 02 Februari 2011

______. 2010. ASTM, . http://id.wikipedia.org/wiki/American_Standard_Testing_and_Material Diakses tanggal 16 Februari 2011

ASTM, 2003, Annual Book of ASTM Standard, 2003, West Conshohocken

Hardjono, 1987, “Teknologi Minyak Bumi I”, Edisi Ketiga, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

Munawir, W., 2007, “Bensin+Etanol Singkong= BB Oktan Tinggi”

(http://ahmadsamantho.wordpress.com/2007/12/06/bensinetanol-

singkong-bb-oktan-tinggi)

Sulfahri, dkk., 2010, ”Ganggang Air Bisa Dijadikan Bioetanol”

http://www.tempointeraktif.com/hg/iptek/2011/02/14/brk,20110214-

313313,id.html Diakses tanggal 22 Februari 2011

Takeuchi, Y., 2008, ”Sifat Cairan”

http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_dasar/cairan_dan_lar

utan/sifat-cairan/ Diakses tanggal 15 Februari 2011

29