LAPORAN PENELITIAN STRATEGI PENGEMBANGAN...
Transcript of LAPORAN PENELITIAN STRATEGI PENGEMBANGAN...
LAPORAN PENELITIAN
STRATEGI PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DI DAERAH DALAM MENDUKUNG
PEREKONOMIAN NASIONAL
(Studi di Provinsi Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat)
Peneliti:
Ari Mulianta Ginting, SE., M.SE.
Rasbin, S.TP., M.SE
Edmira Rivani, S.Si., M.Stat.
Drs. Juli Panglima Saragih, MM.
Dewi Wuryandani, S.T., M.M.
PUSAT PENELITIAN
BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA
2016
2 | E x e c u t i v e S u m m a r y
RINGKASAN EKSEKUTIF
A. Pendahuluan
Ekonomi kreatif sebenarnya adalah wujud dari upaya mencari pembangunan yang
berkelanjutan melalui kreativitas, yang mana pembangunan berkelanjutan adalah suatu iklim
perekonomian yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan.
Dengan kata lain, ekonomi kreatif adalah manifestasi dari semangat bertahan hidup yang sangat
penting bagi negara-negara maju dan juga menawarkan peluang yang sama untuk negara-
negara berkembang. Pesan besar yang ditawarkan ekonomi kreatif adalah pemanfaatan
cadangan sumber daya yang bukan hanya terbarukan, bahkan tak terbatas, yaitu ide, talenta
dan kreativitas.1
Sektor ekonomi kreatif di Indonesia memiliki peluang untuk terus tumbuh karena
beberapa faktor berikut: (1) perubahan perilaku pasar dan konsumen, (2) tumbuhnya era
produksi non massal, (3) porsi konsumsi produk dan jasa industri kreatif yang relatif besar di
negara G-7, (4) porsi pasar dalam negeri yang besar, dan (5) keragaman sosio-kultural
Indonesia. Peluang ini akan tercipta lebih besar jika mendapat dukungan dari pemerintah baik
pusat maupun daerah dan pihak-pihak terkait lainnya.2
Walaupun sektor ekonomi kreatif memiliki peluang besar untuk terus tumbuh dan
berkembang, tapi tidak sedikit kendala yang dihadapi untuk mengembangkan sektor ini. Salah
satu kendala yang dihadapi oleh sektor ekonomi kreatif adalah dukungan dari lembaga
keuangan. Hal ini dikarenakan dukungan lembaga-lembaga keuangan selama ini terhadap
sektor ekonomi kreatif masih dirasakan rendah. Rendahnya dukungan lembaga keuangan ini
karena lembaga-lembaga keuangan masih belum memahami dengan jelas bisnis di sektor
ekonomi kreatif.3
Kendala lain yang dihadapi UMKM adalah keterkaitan dengan prospek usaha yang kurang
jelas serta perencanaan, visi dan misi yang belum mantap. Hal ini terjadi karena umumnya
UMKM bersifat income gathering yaitu menaikkan pendapatan, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
merupakan usaha milik keluarga, menggunakan teknologi yang masih relatif sederhana, kurang
memiliki akses permodalan (bankable), dan tidak ada pemisahan modal usaha dengan
kebutuhan pribadi.4
1 Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025. Jakarta:
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 2 Op.Cit.,Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025. 3 Ibid. 4 http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Strategi%20Pemberdayaan%20UMKM.pdf.
3 | E x e c u t i v e S u m m a r y
Selain masalah permodalan, sektor ekonomi kreatif adalah sektor yang sebelumnya tidak
dikelola secara terkoordinasi karena tersebar di beberapa kementerian. Walaupun sekarang
sudah ada kementerian dan badan yang menaungi ekonomi kreatif, yaitu Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan Badan Ekonomi Kreatif, namun dukungan dan koordinasi
antar lembaga terkait khususnya pemerintah pusat dan pemerintah daerah merupakan masalah
yang muncul terutama saat implementasi Kebijakan Desentralisasi Fiskal. Karena desentralisasi
menyebabkan koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak mudah untuk
dilakukan.5
Berdasarkan paparan di atas, maka yang menjadi fokus permasalahan dalam penelitian
ini adalah apa permasalahan utama yang dihadapi oleh ekonomi kreatif dan bagaimana strategi
pengembangan ekonomi kreatif. Dengan mengetahui permasalahan utama dan strategi untuk
mengembangkan ekonomi kreatif diharapkan ekonomi kreatif dapat menjadi energi baru bagi
Bangsa Indonesia dalam mendorong perekonomian nasional. Terlebih dalam Program Legislasi
Nasional (Prolegnas) tahun 2016 yang telah disetujui oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) telah memutuskan bahwa Rancangan Undang-Undang
(RUU) Ekonomi Kreatif sebagai satu dari 40 RUU Prolegnas tahun 2016. Adapun permasalahan
dalam penelitian ini dapat diringkas dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apa permasalahan utama dalam mengembangkan ekonomi kreatif untuk mendorong
perekonomian nasional maupun daerah (perbankan, kelembagaan, UMKM)?
2. Bagaimana strategi pemerintah pusat dan daerah dalam mengembangkan ekonomi kreatif
untuk mendukung perekonomian nasional?
B. Metodologi
Penelitian ini bersifat analisis deskriptif (kualitatif) dan bertujuan untuk menjawab
permasalahan-permasalahan seperti yang diuraikan pada bagian sebelumnya. Dalam konteks
penelitian ini maka yang akan diangkat dan disajikan adalah tentang pengembangan ekonomi
kreatif di Indonesia dan kontribusinya terhadap perekonominan nasional, studi di Provinsi Jawa
Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Penentuan sampel lokasi dilakukan dengan menggunakan teknik purposive. Hal ini
dilakukan dengan alasan khusus, adanya keterbatasan waktu, dana, dan keterjangkauan
lokasi. Sedangkan alasan khusus tersebut didasarkan pada pertimbangan potensi-
potensi ekonomi kreatif yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Penentuan sampel
informan/narasumber yang terlibat dalam topik penelitian ini juga didasarkan dengan
5 Darius Tirtosuharto dan Handri Adiwilaga. Decentralization and Regional Inflation in Indonesia, Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan Vol. 16 No. 2, 2013, hlm. 149 – 166.
4 | E x e c u t i v e S u m m a r y
teknik purposive. Masing-masing informan/narasumber yang dipilih, dikelompokkan
berdasarkan perannya dalam menentukan kebijakan (policy maker) dan yang menjadi
objek kebijakan tersebut. Selain itu untuk melengkapi analisis deskriptif terkait
gambaran umum, kebijakan, dan pembahasan hasil penelitian maka digunakan pula
data sekunder dan primer.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dengan cara
sebagai berikut: (a) Studi Dokumentasi, pengumpulan data dan informasi yang
dilakukan dengan cara penelusuran literature dan review terhadap laporan dan
penelitian yang berkaitan dengan pengembangan ekonomi kreatif seperti hasil-hasil
penelitian, peraturan perundang-undangan dan literatur lainnya yang mendukung
tujuan penelitian ini. Studi literatur dilakukan dengan mempelajari buku-buku, jurnal,
karangan ilmiah, surat kabar, website, serta dokumen yang berkaitan dengan
permasalahan tersebut;
(b) Wawancara dilakukan untuk menggali informasi tentang pengembangan
ekonomi kreatif selama ini. Wawancara dilakukan secara mendalam (in-depth
interview) dengan beberapa informan yang ditentukan secara purposive, terutama
instansi-instansi terkait ekonomi kreatif seperti instansi pembuat kebijakan, pelaksana
kebijakan, dan pelaku usaha. Instansi-instansi tersebut meliputi Badan Ekonomi Kreatif,
Apindo, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi, Dinas
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas UMKM
dan Koperasi, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan; (c) Focus Group Discussion,
mengumpulkan data dan informasi melalui diskusi kelompok terhadap pembuat
kebijakan, pelaksana, dan pihak yang berperan dalam ekonomi kreatif. Kegiatan
pengumpulan data ini dilakukan dengan akademisi yang fokus terhadap masalah
pengembangan ekonomi kreatif di Provinsi Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat.
C. Hasil Penelitian
Provinsi Jawa Barat menentukan tiga subsector unggulan yang akan dikebangkan di
Provinsi Jawa Barat, yaitu kuliner, fesyen, dan kerajinan. Pemilihan 3 (tiga) industri ini
didasarkan atas pertimbangan hasil analisa sumbangsih nilai produk-produk tersebut terhadap
PAD, PDRB, dan penyerapan tenaga kerja. Strategi pengembangan dan rencana aksi terhadap
Industri unggulan dimaksud dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Industri kuliner. Pengembangan industri kuliner dilaksanakan dengan menetapkan sasaran
jangka menengah dan sasaran jangka panjang. Sasaran jangka menengah antara lain
5 | E x e c u t i v e S u m m a r y
Penambahan variasi dan cita rasa baru, sedangkan sasaran jangka panjangnya adalah
Peningkatan volume dan variasi kuliner. Strategi pengembangannya antara lain, membentuk
klaster industri kuliner untuk memudahkan kerjasama dan melakukan inovasi. Rencana
Aksinya antara lain Memperkaya keanekaragaman kuliner dengan mengadakan pameran
kuliner asli daerah secara rutin untuk memperkenalkan kuliner asli daerah dan mendorong
para pelaku usaha membentuk komunitas sebagai wadah knowledge sharing dan networking.
2. Industri fesyen dan desain. Adapun sasaran jangka menengah Industri fesyen dan desain
antara lain adalah ketersediaan bahan baku secara berkesinambungan terlebih bahan baku
lokal,sedangkangkan sasaran jangka panjangnya antara lain adalah menghasilkan produk
yang ramah lingkungan. Strategi pengembangannya antara lain adalah Bekerjasama dengan
institusi pendidikan/peneliti mengembangakan bahan baku substitusi untuk industri fesyen
terlebih yang masih menggunakan bahan baku impor. Rencana aksinya antara lain adalah
memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan terminal ekspor Jabar dengan
memperbaiki dan melengkapi sarana prasarana terminal pelabuhan laut maupun udara serta
membangun akses ke wilayah terminal.
3. Industri kerajinan: Adapun sasaran jangka menengah Industri kerajinan antara lain adalah
mengolah dan memanfaatkan bahan baku alam tanpa merusak ekosistem alam
sedangkangkan sasaran jangka panjangnya antara lain adalah memiliki fasilitas pengolahan
kembali limbah produksi. Strategi pengembangannya antara lain membentuk kelompok
kerjasama para pelaku. Rencana aksinya antara lain adalah Mengembangkan lembaga
sertifikasi kerajinan.
Penelitian pernah dilakukan oleh CIEL SBM ITB di 11 kabupaten/kota/kota di Jawa
Barat seperti: 1) Bandung (sector industri fashion dan desain, yang masih perlu pembinaan); 2)
Bogor (kuliner dan fashion, perak, wayang), 3) Ciamis (industri desain dan kuliner), 4) Cirebon
(kerajinan), 5) Garut (Kerajinan dan Fashion), 6) Kuningan (kuliner dan Kerajinan), 7)
Tasikmalaya (kerajinan border dan fashion, desain dan arsitektur), 8) Bekasi (industri rumah
tangga: kerajinan bunga, boneka), 9) Karawang (Industri pengolahan, pariwisata, tanaman
pangan, perikanan darat), 10) Purwakarta (Kerajinan keramik ), dan 11) Subang (Kuliner,
industri kerajinan).
Menurut pemda keberadaan Inpres No. 6 Tahun 2009 Tentang Pengembangan Ekonomi
Kreatif sangat baik karena setiap instansi pemerintah yang tercantum dalam inpres tersebut
wajib membuat rencana aksi berupa program dan kegiatan pengembangan ekonomi kreatif
serta bersama-sama menghasilkan program tahun Indonesia Kreatif 2009. Inpres tersebut juga
sebagai pedoman dalam pengembangan industri/ ekonomi kreatif di Indonesia. Inpres ini sudah
disosialisasikan di Provinsi Jawa Barat. Penyelenggaranya dari Disperindag dan Biro Ekonomi
Prov. Jabar. Sosialisasi tingkat Kabupaten/ Kota juga diselenggarakan di Kota Bandung dan Kota
6 | E x e c u t i v e S u m m a r y
Cimahi. Inpres No. 6 Tahun 2009 sudah ditindaklanjuti oleh Pemda Provinsi Jawa Barat dengan
Kepgub No. 500/Kep 146-BPP/2012 tentang Komite Pengembangan Ekonomi Kreatif Jawa
Barat.
Beberapa kebijakan yang perlu ditempuh oleh Pemda Jawa Barat, Khususnya Kota
Bandung, terkait pengembangan industri kreatif di Bandung antara lain:
1) Mendukung permodalan proyek-proyek kreatit, promosi, dan padisipasi kelompok
usaha kecil dan memengah;
2) Mengurangi tingkat pengangguran dengan menghubungkan mereka dengan sumber-
sumber ekonomi kreatif;
3) Kebijakan pemda yang diarahkan/difokuskan pada pemberdayaan pelaku industri
kreatif dalam komunitas kreatif Bandung. Kebijakan ini dapat berupa jaminan
kebebasan berekspresi seperti pengadaan konser musik, lempat berjejaring di ruang
publik dan ruang terbuka untuk bekerja, serta ruang pameran;
4) Pembangunan kota bervisi kota krealif yang digunakan untuk mencari jalan keluar
permasalahan kola dengan melibalkan bebagai stakeholder, seperti penganggur
dalam proyek seni kreatif.
Dukungan kebijakan tersebut harus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Bandung, yang relatif merata sehingga industri kreatif di Bandung tidak hanya sekedar ajang
pameran semata, tetapi terus berkembang secara alamiah sesuai potensi SDM dan potensi
sumber alam yang ada. Pengembangan industri fesyen dan desain, misalnya, sebaiknya tidak
sekedar “tukang jahit”, tetapi harus mampu menciptakan “new brand” di sektor (desain) fesyen
yang berkualitas ekspor dengan harga bersaing di pasar internasional. Karena industri kreatif
Bandung harus dapat menembus pasar global. Pengembangan industri kreatif di Jawa barat,
seperti Kota Bandung hendaknya sejalan dengan regulasi dan kebijakan di sekto pariwisata,
karena dua hal ini saling-mendukung serta harus dapat terkoordinasi dalam praktik di
lapangan.
Pemerintah Provinsi NTB telah memprogramkan gerakan industri kreatif di tahun
anggaran 2011, guna memacu kemajuan usaha kecil dan menengah dan sektor riil lainnya.
Gerakan industri kreatif 2011 itu mendapat dukungan dari Kementerian Perindustrian
(Kemperin). Pemerintah Provinsi NTB terus berupaya mengembangkan usaha kecil dan
menengah agar memacu pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat hingga masa mendatang.
Pengembangan usaha kecil dan menengah lebih diprioritaskan mengingat usaha berskala
besar belum banyak. Banyak pelaku usaha yang lebih mengincar industri kecil dan menengah,
sehingga kreativitas menjadi faktor penentu kemajuannya. Contohnya, kreativitas dalam
mengemas produk industri olahan bahan makanan, yang terus ditingkatkan kualitas dan
7 | E x e c u t i v e S u m m a r y
kuantitasnya. Karena itu diupayakan "packing house" di berbagai sentra industri bahan
makanan di wilayah Provinsi NTB. Selain di Kota Mataram, 'packing house' juga ada di Kopang,
Lombok Tengah, yang diharapkan semakin mendatangkan nilai tambah atas produk yang
dihasilkan.
Jumlah UMKM yang sangat besar yang menjadi tulang punggung perekonomian
kerakyatan mempunyai beberapa kelemahan diantaranya adalah: masih kurang peduli
terhadap standar, belum paham manfaat standar bagi peningkatan nilai tambah, masih
kesulitan dalam penerapan standar, dan adanya keterbatasan biaya untuk menerapkan standar
secara konsisten. Disampaikan juga beberapa keuntungan bagi industri khususnya UMKM
dalam menerapkan standar khususnya adalah SNI diantaranya adalah: (1) produsen paham
kepastian batas yg diterima pasar; (2) pengguna memperoleh kepastian kualitas dan keamanan
produk serta; dan (3) publik dilindungi segi keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan.
PERAN PERBANKAN DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF
Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh industri kreatif adalah masalah permodalan.
Untuk memulai usaha di sektor ekonomi kreatif, banyak pelaku usaha menggunakan modal
yang berasal dari diri sendiri atau joint venture. Tidak sedikit juga yang mgandalkan modal dari
para investor. Biasanya modal-modal tersebut digunakan untuk memulai usaha dan dilakukan
atas dasar kepercayaan masing-masing pihak.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Perwakilan Jawa Barat, pembiayaan
ekonomi kreatif melalui perbankan di awal-awal usahanya tidak bisa dilakukan. Karena, pihak
perbankan melakukan persyaratan yang cukup ketat terhadap pihak-pihak yang mengajukan
kredit termasuk pelaku ekonomi kreatif. Persyaratan-persyaratan ini biasanya tidak bisa
dipenuhi oleh para pelaku ekonomi kreatif seperti jaminan atau colateral dan laporan
keuangan. Hal ini didukung oleh pernyataan PT Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida) NTB.
Umumnya pelaku-pelaku ekonomi kreatif tidak memiliki jaminan yang bisa dijaminkan ke bank.
Aset dalam ekonomi kreatif adalah intelectual capital. Di Indonesia, aset seperti ini masih tidak
bisa dijadikan jaminan untuk melakukan pinjaman ke bank. Oleh karena itu, resiko gagal bayar
di sektor ekonomi kreatif cukup tinggi.
Dukungan permodalan dari pemerintah daerah sampai saat ini masih terbilang rendah.
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dalam mendukung sektor ekonomi kreatif dilakukan
dengan memberikan kredit yang dinamakan “Kredit Cinta Rakyat” atau KCR dengan bunga 6
persen. Kredit ini disalurkan lewat Bank Jawa Barat dan Banten (BJB). Sedangkan di Provinsi
Nusa Tenggara Barat (NTB), permodalan ekonomi kreatif dilakukan melalui bank dengan
“Kredit Usaha Rakyat” atau KUR dengan bunga 9 persen. Kredit ini disalurkan oleh Bank Rakyat
Indonesia (BRI) Cabang NTB dan Bank NTB.
8 | E x e c u t i v e S u m m a r y
BI Kantor Perwakilan NTB menyatakan bahwa skema pembiayaan yang ideal dalam hal
permodalan ke sektor ekonomi/industri kreatif adalah:
1. Me-link-kan industri kreatif dengan KUR untuk permodalannya.
2. Me-link-kan industri kreatif dengan lembaga penjaminan seperti PT Jamkrida dan PT
Askrindo.
3. Pengaturan minimal penyaluran kredit perbankan untuk industri kreatif.
4. Adanya wadah wirausaha industri kreatif dari perbankan untuk pengembangan
industri tersebut.
5. Alternatif pembiayaan adalah dana modal ventura (ventura capital) dan hibah (grant)
sebagai alternatif dari pembiayaan konvensional perbankan yang masih sulit diakses
oleh industri kreatif.
Alternatif skema pembiayaan lain adalah dana modal ventura, yang sejatinya merupakan
skema yang ditujukan untuk mendukung pengembangan wirausaha baru dan produk-produk
inovasi dengan profil resiko usaha yang tinggi dan kebutuhan pendanaan yang besar. Namun
demikian bisnis modal ventura yang berjalan saat ini belum optimal dalam memberikan
penyertaan modal kepada wirausaha pemula. Diperlukan penyempurnaan regulasi bisnis dana
ventura diantaranya dalam hal konsolidasi sumber dana ventura melalui venture fund, insentif
bagi investor modal ventura, lembaga penjaminan bisnis, serta aspek pendampingan Melalui
penyempurnaan regulasi yang ada saat ini, pembiayaan yang bersumber dari modal dana
ventura diharapkan lebih mendukung pengembangan wirausaha pemula dan produk-produk
inovasi termasuk industri kreatif.
ASPEK KELEMBAGAAN DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF
Kelembagaan ekonomi kreatif pada umumnya terdiri atas unsur pemerintah (pusat dan
daerah) dan unsur swasta. Dari unsur pemerintah daerah, misalnya, kelembagaan ekonomi
kreatif di Provinsi Jawa Barat merupakan tugas dan tanggungjawab beberapa dinas (SKPD)
yang terkait langsung seperti; Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan, dan Dinas Koperasi dan UMKM. Sedangkan unsur swasta sebagian besar
merupakan komunitas (asosiasi) industri kreatif di Bandung yang sudah berdiri.
Sejak ditetapkannya Kota Bandung sebagai salah satu kota kreatif di dunia oleh
UNESCO,6 saat ini komunitas masyarakat industri kreatif di Bandung telah membentuk Bandung
Creative City Forum (BCCF). Bandung Creative City Forum (BCCF) berdiri sejak tahun 2008,
6Kota Bandung mendapat pengakuan sebagai kota kreatif di bidang desain berdasarkan kategori yang ditetapkan secara resmi oleh PBB melalui UNESCO. Hal itu diketahui setelah pada 11 Desember 2015, UNESCO mengumumkan 47 kota dunia yang masuk ke dalam Jejaring Kota Kreatif atau UNESCO Creative Cities Network (UCCN). Terdapat tujuh kategori kreatif yang ditetapkan UCCN yakni Musik, Kriya dan Seni Rakyat, Film, Gastronomi, Sastra, Media Art, dan Desain.
9 | E x e c u t i v e S u m m a r y
yang beranggotakan para pegiat kreatif dari beragam latar belakang profesi antara lain: arsitek,
desainer, pekerja seni, pekerja musik, akademisi, praktisi & pekerja TI, pelaku usaha pariwisata,
dan jurnalis.7 Seluruh kegiatan BCCF bersifat nirlaba dan diperuntukan sepenuhnya untuk
pengembangan Kota Bandung dalam bidang dan karya kreatif. BBCF juga merupakan mitra
strategis Pemerintah Kota Bandung dalam membawa Bandung sebagai kota kreatif dengan
kompetensi internasional di benua Asia.
PERKEMBANGAN PRODUK-PRODUK UMKM DALAM INDUSTRI KREATIF
Pengembangan usaha kecil dan menengah lebih diprioritaskan mengingat usaha berskala
besar belum banyak. Banyak pelaku usaha yang lebih mengincar industri kecil dan menengah,
sehingga kreativitas menjadi faktor penentu kemajuannya. Contohnya, kreativitas dalam
mengemas produk industri olahan bahan makanan, yang terus ditingkatkan kualitas dan
kuantitasnya. Karena itu diupayakan "packing house" di berbagai sentra industri bahan
makanan yang diharapkan akan memberi nilai tambah atas produk yang dihasilkan.
Jumlah UMKM yang sangat besar yang menjadi tulang punggung perekonomian
kerakyatan mempunyai beberapa kelemahan diantaranya adalah: masih kurang peduli
terhadap standar, belum paham manfaat standar bagi peningkatan nilai tambah, masih
kesulitan dalam penerapan standar, dan adanya keterbatasan biaya untuk menerapkan standar
secara konsisten. Disampaikan juga beberapa keuntungan bagi industri khususnya UMKM
dalam menerapkan standar khususnya adalah SNI diantaranya adalah: (1) produsen paham
kepastian batas yg diterima pasar; (2) pengguna memperoleh kepastian kualitas dan keamanan
produk serta; dan (3) publik dilindungi segi keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan.
Adapun produk-produk UMKM seperti batik khas "Sasambo" (singkatan nama tiga suku di
NTB) menjadi produk industri kreatif yang eksklusif dan mampu menembus pasar
internasional. Batik "Sasambo" sudah menembus pasar internasional karena telah berada di
pasar Australia dan negara lainnya. "Batik Sasambo sudah sampai pasar Australia.
Provinsi Jawa Barat dan Provinsi NTB merupakan contoh daerah yang memiliki potensi
dalam pengembangan industri kreatif. Industri kreatif ini perlu didorong agar cepat tumbuh,
guna mempercepat perkembangan ekonomi masyarakat. Selain itu, perlu mendorong
7 Ridwan Kamil, sebelum menjadi Wali Kota Bandung menjabat sebagai ketua selama periode 2008-2012 di BCCF. Ketika kepemimpinan Ridwan Kamil di BCCF, memiliki tiga program besar yakni creative festival & education, creative urbanism, dan creative business economy. Sedangkan pada era Ketua Fiki Satari (2013-2017), BCCF memiliki empat program besar. Program tersebut yakni helar festival, kampung kreatif, simpul institute, dan design action. Komunitas yang muncul biasanya tergantung acara yang diselenggarakan, misalnya acara taman, yang hadir dari komunitas pemerhati taman. Tujuan dari BCCF antara lain mensejahterakan warga Bandung melalui kegiatan-kegiatan kreatif dan menggunakan kreatifitas sebagai senjata utamanya.
10 | E x e c u t i v e S u m m a r y
munculnya intelektual kreatif dari sejumlah universitas atau Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK). Dengan begitu, pergerakannya akan tumbuh lebih cepat.
Guna meningkatkan kontribusi UKM dalam ekspor non migas, Kemenkop dan UKM akan
meluncurkan sejumlah program secara simultan mulai dari memperbanyak tenaga
pendampingan/fasilitator agar UKM bisa melek ekspor, bekerjasama dengan BNSP (Badan
Nasional Sertifikasi Produk) memberikan sertifikasi ekspor dengan menerapkan SKKNI
(Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia), dan memberikan pelatihan ekspor melalui e-
commerce (digital).
Saat ini UKM memberikan kontribusi PDB yang cukup besar, namun dalam hal ekspor
kontribusinya relatif kecil. Hal itu antara lain karena jumlah UKM yang berorientasi ekspor
sangat sedikit, atau hanya 5 ribu pelaku saja dibanding total jumlah UKM yang mencapai 57 juta.
Sehingga pada 2015 nilai ekspornya pun relatif kecil, hanya 23 miliar dolar AS dibanding ekspor
non migas yang mencapai 145,5 miliar dollar AS, atau hanya sekitar 16 persen saja. Beberapa
kendala bagi UKM untuk melakukan ekspor mulai dari teknis ekspor, kualitas dan kuantitas
produk, aspek manajemen sampai pemasaran. Karena itu dengan kehadiran
fasilitator/pendampingan, diharapkan kendala-kendala tersebut dapat diatasi atau minimal
dapat ditekan. Dengan adanya pendampingan diharapkan UKM itu bisa naik kelas. Dari yang
mikro bisa naik kelas ke usaha kecil, lalu yang kecil.bisa naik kelas ke usaha menengah.
Selain pendampingan, pelatihan digital kepada pelaku UKM dalam meningkatkan hasil
penjualan perlu diberikan. Karena dengan digital (e-commerce) bisa memberikan banyak
keuntungan bagi pelaku UKM khususnya yang berorientasi ekspor. Pelaku UKM bisa menekan
biaya dan waktu karena tak perlu harus ketemu person to persen dengan calon buyers,
pembayaran pun juga bisa dilakukan lewat e-commerce.
Perlunya UKM mengenal pasar ekspor dan calon buyers melalui pendampingan/fasilitator
ini karena juga.tak semua buyers itu jujur dalam melakukan transaksi dagang. Karena banyak
juga kasus UKM yang tidak dibayar meskipun barangnya sudah dikirmkan ke luar negeri.
Khusus terhadap pelaku UKM NTB, sangat disarankan untuk memelihara keunikan dari produk
yang dihasilkan dan mulai merintis hubungan langsung dengan pembeli di luar negeri. Hal ini
karena sebagian produk NTB harus dijual dulu di Bali yang memang memiliki jaringan
perdagangan yang luas di mancanegara.8
Beberapa usaha dari dinas koperasi dan UMKM untuk meningkatkan kualitas dan mutu
produknya telah dilakukan bimtek (bimbingan teknik) dalam hal desain produk/fashion. Selain
itu juga ada bimbingan untuk pembuatan laporan keuangan kepada para pelaku usaha sehingga
dapat memenuhi standard dan bankable.
8 http://suaraumkm.com/2016/05/02/kemenkop-genjot-ukm-berorientasi-ekspor/ diunduh 17 Mei 2016.
11 | E x e c u t i v e S u m m a r y
D. Kesimpulan dan Rekomendasi
1. Kesimpulan
Ekonomi Kreatif bisa disebut juga dengan sebuah aktifitas ekonomi yang terkait dengan
menciptakan atau penggunaan pengetahuan dan informasi. Kreatifivitas untuk menghasilkan
produk merupakan kata kunci industri/ekonomi kreatif. Di Indonesia, industri kreatif biasa
disebut juga dengan industri budaya atau ekonomi kreatif. Industri kreatif tercipta dari
pemanfaatan serta keterampilan yang dimiliki oleh setiap individu untuk bisa membuat
lapangan pekerjaan baru dan juga bisa menciptakan kesejahtraan di daerah. Industri kreatif
merupakan hasil dari kreatifitas dan daya cipta setiap individu.
Beberapa provinsi di Indonesia telah mengembangkan industri kreatif sesuai dengan
tingkat kreatifitas dan potensi SDM di daerahnya. Perkembangan Industri kreatif di Jawa Barat
berbeda dengan industri kreatif di NTB. Industri kreatif di Jawa Barat lebih focus pada industri
fashion, industri kuliner, design dan industri animasi. Tetapi industri kreatif di Bndung juga
tidak terlepas dari banyaknya perguruan tinggi yang ada di bandung sebagai potensi untuk
meningkatkan kreatifitas SDM di Bandung yang pada gilirannya akan berdampak positif
terhadap perkembangan industri kreatif di Bandung.
Sedangkan industri kreatif di NTB relatif belum berkembang dibandingkan dengan
Bandung walaupun NTB juga salah satu destinasi sektor pariwisata. Tetapi kreatifitas SDM lebih
pada pemasaran produk-produk UKM yang sebagian besar juga berasal dari luar NTB. Potensi
NTB seperti industri pengolahan mutiara memang merupakan salah satu industri UKM, tetapi
industri lain yang mengandalkan teknologi belum berkembang. Oleh karena itu tidak salah
apabila industri kreatif di NTB masih focus pada industri kecil/kerajinan rumahtangga yang
menghasilkan produk UKM untuk mendukung sektor pariwisata. Industri kreatif di NTB dapat
bertahan dan berkembang apabila juga ada peningkatan di sektor pariwisata di seluruh NTB.
Dalam hal dukungan permodalan, sektor perbankan hendaknya dapat membantu pelaku
industri kreatif baik di Bandung dan NTB dengan memberikan insentif dan kemudahan, tetapi
tetap sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku pada sektor perbankan. Sebagai institusi
perbankan, Bank BUMN dan BPD NTB serta Bank JabarBanten, ditantang untuk mau menggarap
dan bekerja sama dalam mendukung industri kreatif, karena dari sisi daya saing relatif mampu
tetapi dari aspek permodalan dan pemasaran diakui masih lemah, sperti industri kreatif yang
berkategori UKM. Kehadiran Jabar Craft Center, misalnya, dapat dimanfaatkan secara intensif
oleh pelaku industri kreatif di Bandung, tentu dengan sosialisasi terlebih dahulu. Fasilitas
pendukung ini sangat penting sebagai alat promosi/pameran produk-produk kreatif ke
masyarakat.
12 | E x e c u t i v e S u m m a r y
2. Rekomendasi
a. Pemerintah daerah Prpvinsi Jawa Barat dan NTB sebaik lebih memfokuskan
pada beberap industri kreatif yang sesuai dengan kemampuan, dan kreatifitas
alamiah yang dimiliki SDM masing-masing. Tanpa pengembangan SDM , sulit
industri kreatif berkembang di mana pun.
b. Pemda Bandung dan NTB juga perlu menciptakan atau mengembangkan sektor
pariwisata dikombinasikan dengan munculnya berbagai kreatifitas SDM yang
menunjang industri pariwisata. Sebab sektor pariwisata dapat menghasilkan dan
memberikan kontribusi cukup besar bagi perekonomian daerah.
c. Diskresi pemda dan diskreasi masyarakat daerah dalam menetapkan produk
unggulan daerah atau produk industri kreatif local, akan sangat menentukan dan
relatif mudah untuk dikembangkan ke depan dibandingkan dengan industri
kreatif yang bukan dari hasil kearifan/kreatifitas penduduk lokal.
d. Industri kreatif di kedua daerah masih memiliki potensi untuk dikembangkan
karena sama-sama terkait langsung dengan industri pariiwsata yang terus
ditingkatkan oleh kedua daerah.
e. Dalam mendukung pengembangan industri kreatif di daerah (NTB dan Jawa
Barat), regulasi pemerintah (pusat dan daerah) di berbagai sektor perlu
disinkronkan agar dalam pengembangannya dapat meningkatkan perekonomian
daerah.