Laporan Pendahuluan OTK (KOROSI)
Transcript of Laporan Pendahuluan OTK (KOROSI)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Korosi merupakan proses dimana berubahnya keadaan logam dari bersih
(licin) menjadi berkarat karena adanya proses oksidasi dan reduksi. Terjadinya korosi
disebabkan karena beberapa faktor, terutama karena faktor lingkungan yang bersifat
asam maupun basa.
Pada Industri Kimia masalah korosi dan pengendaliannya adalah spesifik,
bahkan kadang-kadang unik. Sifat permasalahannya memerlukan pendekatan secara
multi disiplin. Satu hal yang menonjol ialah masalah korosi dan pengendaliannya
terkait erat dengan proses dan operasi pabrik. Penerapan suatu metode proteksi
memerlukan sekaligus penguasaan dan pemahaman yang mendalam baik aspek
proses dan operasi pabrik maupun aspek proteksi itu sendiri. Oleh sebab itu
pengendalian korosi dalam Industri Kimia, disamping memerlukan corrosion
engineer yang juga chemical engineer yang memahami konsep dasar proses korosi.,
proses dan operasi pabrik serta keterampilan aplikasi pengendalian korosi,
mebutuhkan koordinasi yang baik. Tanpa koordinasi, efisiensi akan rendah dan ini
justru memperbesar corrosion cost.
Korosi adalah proses alamiah yang berlangsung sendiri. Oleh karena itu
tidak dapat dicegah atau dihentikan sama sekali. Apa yang bisa diusahakan hanyalah
mengendalikan atau memperlambat proses pengrusakan tersebut sehingga alat
(peralatan pabrik) yang terserang dapat berfungsi lebih lama. Pengendalian korosi
yang tepat dapat memperpanjang usia pakai peralatan yang bersangkutan.
Ada 3 (tiga) sasaran yang diambil dalam keputusan melaksanakan
pengendalian korosi, yaitu:
1. Keselamatan, keselamatan peralatan pabrik secara keseluruhan dan keselamatan
manusia yang terlibat dalam operasinya.
2. Memperkecil kerugian ekonomi.
3. Mencegah kerusakan lingkungan, baik dalam waktu dekat maupun dalam jangka
panjang.
1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui laju korosi pada logam besi, aluminium dan tembaga yang
telah mengalami perlakuan, yaitu digores, dipukul, atau tidak mengalami
perlakuan, bila dimasukkan dalam media asam, basa, ataupun netral.
2. Untuk mengetahui pengaruh terjadinya korosi pada setiap logam.
3. Untuk mengetahui cara menghitung laju atau laju korosi.
1.3. Permasalahan
Percobaan ini menggunakan berbagai jenis logam, yaitu aluminium, besi,
tembaga yang memiliki beberapa perlakuan, yaitu dipukul, digores, atau tidak
mengalami perlakuan. Pada setiap logam mempunyai laju korosi yang berbeda-beda,
dimana laju korosi dipengaruhi waktu dan luas permukaan logam itu sendiri.
1.4. Hipotesa
Logam yang dipukul dan digores akan lebih cepat terkorosi dibandingkan
dengan logam yang tidak diberikan perlakuan. Logam yang mengalami pengujian
selama percobaan akan mengalami perubahan, dimana logam yang belum terkorosi
akan lebih berat dibandingkan dengan logam yang telah terkorosi.
1.5. Manfaat Percobaan
1. Dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi laju korosi.
2. Dapat mengetahui hubungan antara laju korosi dengan luas permukaan.
3. Dapat mengetahui hubungan antara waktu dan media terjadinya korosi.
4. Dapat melakukan pengendalian korosi terhadap material logam yang diuji.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Korosi
Korosi dapat didefinisikan sebagai kerusakan atau penurunan kualitas
material yang dibebakan oleh reaksi dengan lingkungan atau kebalikan dari proses
metalurgi ekstraktif. Biji besi yang terdapat di alam dalam bentuk oksida berada
dalam tingkat energi yang rendah karena mempunyai ikatan kimia yang stabil. Untuk
mengubahnya menjadi produk jadi seperti: baja lembaran ataupun pipa, diperlukan
energi yang besar, terutama pada waktu peleburan. Sehingga produk berada pada
tingkat energi yang tinggi atau bentuk antara yang tidak stabil.
Semua proses alam cenderung untuk menrubah secara spontan kearah
tercapainya suatu keseimbangan. Oleh kerana itu produk yang berada pada tingkat
energi tinggi cenderung berubah kembali menjadi bentuk asalnya.
2.2. Corrosion Cost
Berdasarkan kerugian yang ditimbulkan oleh korosi (corrosion cost) dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
1. Kerugian Langsung (Direct Cost)
Kerugian langsung akibat korosi ini adalah biaya yang dikeluarkan untuk
penggantian peralatan yang rusak karena korosi, sehingga tidak dapat digunakan lagi.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa kerugian akibat krosi diberbagai negara adalah
kira-kira 5 % dari GNP.
2. Kerugian Tidak Langsung (Indirect Cost)
Kerugian tidak langsung adalah biaya yang timbul karena adanya gangguan
operasi yang disebabkannya, anatara lain yaitu:
a. Terhentinya operasi pabrik.
b. Kontaminasi produk.
c. Ancaman terhadap keselamatan.
d. Biaya perawatan ekstra.
e. Biaya operasional ekstra.
2.3. Klasifikasi Korosi
Korosi dapat diklasfikasikan dengan bebarap cara. Salah satunya diantaranya
ialah perbedaan atas korosi temperature rendah dan korosi temperature tinggi. Cara
lain membedakan atas korosi oksidasi secara langsung dan korosi elektrokimia.
Disamping itu ada cara pembedaan menurut wet corrosion dan dry
corrosion. Wet corrosion didefinisikan bila lingkungan terdapat dalam bentuk cairan
atau larutan elektrolit, contoh korosi baja oleh air. Dry corrosion didefinisikan bila
dalam lingkungan tidak ada fase cair dan sering dikaitkan dengan temperature tinggi,
contoh korosi baja oleh gas-gas dari furnace.
2.4. Morfologi Korosi
1. Korosi Permukaan Yang Merata/ Menyeluruh (Uniform/ General Corrosion)
Korosi jenis ini ditandai oleh proses elektrokimia yang berlangsung secara
merata di seluruh permukaan bahan. Logam yang mengalami kerusakan lambat laun
menjadi tipis dan akhirnya tidak dapat berfungsi sebagai konstruksi alat (peralatan
proses).
2. Korosi Permukaan Yang Terlokalisir/ Setempat (Localized Corrosion)
a. Pitting Corrosion
Pitting corrosion adalah bentuk perusakan lokal yang terjadi karena pada posisi
tertentu dipermukaan bahan, laju pelarutan jauh melebihi daerah lain disekitarnya.
Pitting dimulai oleh absoprsi anion (misalnya ion klorida), pada tempat kedudukan
dimana terdapat cacat. Cacat ini dapat berupa guratan, dislokasi, cacat struktur atau
perbedaan komposisi bahan. Ion Klorida mampu memeprcepat perlarutan atom-atom
bahan logam yang kemungkinan terbentuk pit. Setelah itu pertambahan jumlah pit
akan berlanjut sendiri.
b. Crevice Corrosion
Crevice corrosion adalah bentuk khusus dari pitting corrosion. Beberapa tahun
yang lalu masih dianggap bahwa bentuk ini disebabkan karena perbedaan konsentrasi
ion logam dan konsentrasi antara celah dan daerah sekitarnya. Penelitian lebih lanjut
menunjukkan bahwa memang ada perbedaan konsentrasi saat berlangsungnya korosi,
namun hal ini bukan penyebab utama.
Faktor lain yang dominan adalah migrasi ion-ion tertentu (terutama klorida), ke
dalam celah untuk keseimbangan muatan. Hal ini disebabkan oleh kelebihan muatan
positif karena pelarutan logam di dalam celah.
c. Korosi Galvanik (Bimetal Corrosion)
Korosi galvanik atau bimental corrosion adalah suatu bentuk korosi yang terjadi
bila 2 (dua) logam yang tidak sama berhubungan secara elektrik dan berada dalam
lingkungan yang korosif. Pada keadaan demikian terbentuk beda potensial yang
menyebabkan mengalirnya elektron atau timbul arus listrik, sehingga logam mudah
terkorosi menjadi anodik dan logam yang lebih tahan korosi menjadi katodik.
Dengan kata lain, laju pelarutan logam yang mudah korosi makin tinggi dan laju
pelarutan logam tahan kororsi makin rendah dibandingkan dengan laju pelarutan
masing-masing logam dalam keadaan terpisah.
d. Stray Current Corrosion
Stray current corrosion adalah suatu bentuk korosi yang disebabkan oleh sumber
arus yang berada di laur sistem. Korosi ini dapat menyebabkan sebagian konstruksi
logam yang terbenam di dalam tanah berair habis tanpa diketahui.
e. Korosi Selektif (Selective Corrosion)
Korosi selektif adalah korosi dalam bentuk pemisahan selektif dari satu atau lebih
komponen dari paduan logam. Sebagai hasilnya akan tertinggal logam yang lebih
mulia berupa kerangka struktur semula yang berongga. Contoh dezincification pada
paduan kuningan (alloy tembaga), dimana seng terkorosi dengan meninggalkan
rongga berpori yang terdiri dari tembaga dan unsur paduannya.
f. Korosi Erosi (Erosion Corrosion)
Korosi erosi adalah gejala percapatan laju korosi oleh erosi atau gerakan relatif
antara lingkungan korosif dan permukaan logam. Gerakan ini biasanya sangat cepat
dan dapat menyebabkan terjadinya keausan atau abrasi.
g. Kavitasi (Cavitation Demage)
Cavitation demage adalah suatu bentuk khusus dari korosi erosi yang disebabkan
oleh terbentuk dan pecahnya gelembung-gelembung uap dalam cairan dan
dipermukaan logam. Kerusakan seperti ini sering terjadi pada turbin, impeller pompa
dan pada permukaan dimana terdapat laju alir yang tinggi dan perubahan tekanan.
h. Fretting Corrosion
Fretting corrosion adalah gejala korosi yang terjadi pada permukaan bahan yang
berkontak kerana vibrasi atau slip. Bantuk ini disebut juga sebagai friction oxidation,
chating, wear oxidation atau falsibrinelling. Korosi ini tampak sebagai pit atau alur di
permukaan logam yang dikelilingi oleh produk korosi. Pada dasarnya korosi jenis ini
adalah bentuk khusus dari korosi erosi yang terjadi di atmosfer.
i. Korosi Antar Butir (Intergranular Corrosion)
Korosi antar butir sering terjadi baja tahan karat sebagai akibat dari proses heat
treatment atau pengelasan. Dalam keadaan tertentu bidang antarmuka butiran menjadi
reaktif sehingga terjadi korosi lokal disekitar batas butir.
Reaktifitas yang tinggi pada batas butir dapat disebabkan oleh sebagai berikut:
1. Adanya unusr-unsur pengotor.
2. Pengkayaan (enrichment) salah satu unsur pemadu.
3. Pengurangan unru-unsur tersebut pada daerah batas butir.
4. Cracking
Bahan konstruksi logam yang mengalami kerusakan dalam bentuk retak atau
patah, umumnya dapat dilihat dengan jelas secara visual. Tetapi untuk mengetahui
tipe kerusakan ini secara lebih mendetil diperlukan pengkajian mikrokopis.
a. Kelebihan Beban (Overload)
Cracking dapat terjadi karena beban menanggung beban yang melebihi tensile
strength. Kerusakan dapat berupa patah ulet atau patah getas tergantung kekerasan
bahan dan temperature operasi.
b. Korosi Lelah (Fatigue Corrosion)
Korosi lelah didefinisikan sebagai berkurangnya daya tahan logam terhadap
kelelahan dalam media korosif. Biasanya terlihat permukaan yang tertutup oleh
produk korosi dan daerah yang mengalami patah getas. Korosi lelah sering dijumpai
pada keadaan dimana terjadi pitting. Pit yang terbentuk merupakan stress raisers dan
titik awal dimana retakan dimulai.
c. Hydrogen Demage
Kerusakan karena hidrogen adalah istilah umum yang menyatakan kerusakan
mekanis suatu logam yang disebabkan oleh hidrogen. Kerusakan karena hidrogen
dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) tipe, yaitu:
1. Hydrogen Blistering
2. Hydrosgen Embrittlement
3. Decarbonization
4. Hydrogen Attack
5. Stress Corrosion Cracking
Stress corrosion cracking didefinisikan sebagai kegagalan spontan suatu logam
karena retak dan patah karena pengaruh gabungan antara tegangan tarik dan korosi.
2.5 Kinetika dan Termodinamika
Untuk menjelaskan peristiwa korosi terutama korosi dalam larutan elektrolit,
maka kita harus mengetahui terori elektrokimia sebagai dasarnya. Besarnya
perubahan energi bebas dari suatu reaksi elektrokimia dapat dinyatakan dengan
persamaan berikut:
G = - n F E
Dimana:
G = Perubahan energi bebas
n = Jumlah elektron yang terlihat dalam reaksi
F = Konstanta Faraday
E = Potensial sel
Untuk menghitung harga E dari suatu reaksi eletrokimia digunakan persamaan
Nernst, yaitu:
E =
Persamaan ini diturunkan dari penggabungan persamaan G = Go + R T ln Kc dan
hubungan Go = - n F Eo dan G = - n F E.
Dimana:
Go = Perubahan energi bebas pada keadaan standar
Eo = Potensial sel standar
R = Konstanta gas ideal
T = Temperature
Jadi perubahan energi bebas dari suatu reaksi elektrokimia (korosi) dapat
dihitung dari potensial sel reaksi. Harga absolut potensial ini tidak dapat diukur.
Potensial itu dibandingkan terhadap suatu sistem lain sebagai reference. Didalam
parktek yang digunakan sebagai pembanding tersebut adalah sistem H+/ H2 yang
pada kondisi standar Eo H+/ H2 adalah 0 eV.
Menurut IUPAC, harga potensial elektroda setengah sel M2+/ M adalah e
m f diperoleh dari penggabungan dengan sistem setengah sel hidrogen. Penulisan
pasangan sel tersebut adalah sebagai berikut:
Pt, H2/ H+// M2+/ M
M M2+ + 2e Reaksi Oksidasi/ Anoda (-)
2H+ + 2e H2 Reaksi Reduksi/ Katoda (+)
Contoh:
Eo Zn2+/ Zn = - 0,76 eV
Eo Cu2+/ Cu = + 0,34 eV
Apabila kedua setengah sel ini dipasangkan sebagai sistem reaksi reduksi
oksidasi dalam asam sulfat, maka penulisannya adalah sebagai berikut:
Pt, Zn/ ZnSO4// CuSO4/ Cu
Atau secara ionik dapat ditulis sebagai berikut:
Pt, Zn/ Zn2+// Cu2+/ Cu
Zn Zn2++ 2e Reaksi Oksidasi/ Anoda (-)
Cu2+ + 2e Cu Reaksi Reduksi/ Katoda (+)
Secara keseluruhan reaksi sel dapat ditulis sebagai berikut:
Zn + Cu2+ Zn2++ Cu Reaksi Reduksi Oksidasi
EoSel = + 0.34 eV – (- 0,76 eV)
= 1.10 eV
Reaksi oksidasi (anoda) dari setiap reaksi korosi adalah oksidasi atom logam
menjadi ion yang ditandai oleh naiknya valensi elektron. Sedangkan reaksi reduksi
(katoda) ditandai oleh turunnya valensi elektron. Beberapa reaksi reduksi (katoda)
yang sering ditemui pada korosi logam, yaitu:
2H+ + 2e H2 Pelepasan Hidrogen
O2 + 4H+ + 4 e 2H2O Reduksi oksigen dalam larutan asam
O2 + 2H2O + 4 e 4OH- Reduksi oksigen dalam larutan basa/ netral
M3+ + 1 e M2+ Reduksi ion logam
M+ + 1 e M Pengendapan ion logam
2.6 Satuan Laju Korosi
Laju korosi biasanya dinyatakan dengan 2 (dua) cara, yaitu: berdasarkan ke
dalaman penetrasi dan berdasarkan jumlah berat yang hilang. Bebarapa besaran laju
korosi yang umum digunakan adalah sebagai berikut:
1. IPY = Penetrasi dalam satuan in. per year
2. MPY = Penetrasi dalam satuan mil per year
3. IPM = Penetrasi dalam satuan in. per mounth
4. MMPY = Pnentrasi dalam satuan milimeter per year
5. GMD = Gram per meter squere per day
6. MDD = Miligram per desimeter squere per day
Satuan ini menyatakan besarnya penetrasi atau kehilangan berat dari logam tanpa
mengikuti sertakan produk korosi yang masih melekat pada permukaan atau yang
sudah terlarut.
2.7 Teknik Pengendalian Korosi
Proses korosi dapat dikendalikan dengan menekan laju reaksi oksidasi
(anoda) atau reaksi reduksi (katoda) atau dengan mencegah kontak langsung antara
lingkungan dengan bahan konstruksi logam yang bersangkutan. Pada dasarnya kalau
di dalam sistem tidak terjadi perpindahan elektron, proses elektrokimia tidak akan
berlangsung.
Bertolak dari kenyataan itu, teknik-teknik pengendalian korosi yang
dikenal dikelompokkan secara sederhana menjadi 5 (lima) kelompok, sebagai berikut:
1. Proteksi Katodik
Pada diagram sistem korosi terlihat bahwa laju korosi mendekati nol apabila
poetnsial sistem bergeser ke arah negatif mendekati Eo logam M. untuk mencapai
keadaan itu kepada struktur konstruksi yang akan dilindungi harus disuplai arus
tandingan sebesar Iapp dari suatu sumber arus searah. Teknik ini dikenal dengan teknik
arus tandingan atau impressed current. Pada teknik arus tandingan digunakan rectifier
yang merubah arus bolak-balik menjadi searah, sebagai sumber arus searah.
2. Proteksi Anodik
Proteksi anodik adalah kebalikan dari protensi katodik. Teknik ini hnaya bisa
diterapkan pada bahan konstruksi yang mempunyai sifat pasif.
3. Inhibisi
Laju reaksi kimia sangat dipengaruhi oleh adanya senyawa lain, meskipun
senyawa itu hanya terdapat dalamjumlah yang kecil. Karena proses korosi adalah
reaksi kimia, maka hal ini berlaku untuk sistem konstruksi logam dan lingkungannya.
Senyawa-senyawa kimia tertentu secara spesifik dapat teradsopsi di permukaan
struktur logam, dimana proses korosi berlangsung dan berinterferensi baik dengan
reaksi anodik maupun reaksi katodik. Interferensi tersebut menyebabkan reaksi
anodik dan katodik terhambat, sehingga secara keseluruhan proses korosi juga
terhambat. Senyawa yang mempunyai kemampuan seperti ini disebut inhibitor korosi,
yang digunakan sebagai pengedali korosi. Teknik pengendalian seperti ini dikenal
sebagai teknik inhibisi.
4. Pengendalian Lingkungan
Proses korosi dapat dipandang sebagai serangan komponen-komponen senyawa
kimia yang terkandung di dalam lingkungan terhadap konstruksi logam yang
bersangkutan. Oleh sebab itu agresifitas lingkungan berhubungan dengan jumlah dan
jenis komponen yang terkandung didalamnya. Semakin banyak komponen agresif,
maka semakin tinggi laju korosi atau sebaliknya.
Dengan gambaran seperti itu proses korosi dapat dikenalikan dengan jalan
mengurangi jumlah komponen agresif di dalam lingkungan. Beberapa cara yang
dilakukan, antara lain:
a. Mengeluarkan oksigen dari sistem.
b. Menambahkan bahan yang dapat mengikat komponen agresif ke dalam sistem.
c. Mengedalikan pH agar berada dalam selang harga yang aman.
Teknik ini disebut teknik pengendalian lingkungan.
5. Pelapisan Permukaan
Pada permukaan konstruksi dilapisi dengan bahan lain yang mempunyai sifat
kedap terhadap penetrasi senyawa kimia dan mempunyai daya hantar listrik sangat
rendah. Bahan yang dapat digunakan sebagai lapisan pelindung eksternal beraneka
ragam. Namu secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam,
yaitu:
a. Lapisan Lindung Logam
b. Polimer atau Plastik
c. Elastomer
d. Lapisan Lindung Organik
Termasuk ke dalam kelompok terakhir adalah berbagai jenis cat dan coatings.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan, yaitu:
1. aqua gelas bekas ( 9 cangkir )
2. logam : paku besi (9 buah) dan seng 4 X 4 cm (3 buah)
3. amplas kasar dan halus
4. baterai ukuran AA (3 buah)
5. kabel biasa satu meter
6. palu
Bahan-bahan yang digunakan, yaitu:
1. Larutan NaOH 1 N
2. Larutan HCl 1 N
3. Air ledeng
3.2 Prosedur Percobaan
1. Amplas logam yang akan digunakan, lalu cuci dengan aquadest kemudian celup
kedalam HCl.
2. Timbang berat awal logam setelah dibersihkan.
3. Rangkai logam yang telah dibersihkan.
4. Siapkan 2 cawan berisi larutan yang telah ditentukan (HCl 1 N, NaOH 1 N, air
ledeng) dengan volume yang memadai untukk pengujian.
5. Masukkan logam yang telah dirangkai dengan baterei kedalam cawan yang telah
berisi larutan.
6. Masukkan logam pembanding (paku besidan gabungan paku besi dan seng)
dalam cawan yang berbeda dengan larutan yang sama. Perlu dingat bahwa logam
pembanding ini sama dengan logam yang dirangkai dan dicelup pada waktu
bersamaan.
7. Catat waktu pencelupan jenis logam, jenis larutan dan fenomena yang terjadi
pada logam (3 x 24 jam).
8. Angkat benda uji dari cawan setelah waktu yang telah ditentukan.
9. Bersihkan logam dari produk kororsi (oksida) dengan cara diamplas dan dicuci
dengan air ledeng, kemudian keringkan.
10. Timbang lagi berat benda setelah dibersihkan.